Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Masturbasi Saat Berpuasa dan Lainnya

0 Pendapat 00.0 / 5


Oleh: Imam Khamenei Hf
SOAL 783:

Apa hukum orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan dengan berhubungan badan yang haram atau onani atau makan dan minum yang haram?

JAWAB:

Pada kasus yang ditanyakan harus berpuasa selama 60 hari atau memberi makan 60 orang miskin, dan berdasarkan ihtiyâth mustahab hendaknya kedua-duanya dilakukan.

SOAL 784:

Jika mukallaf tahu bahwa masturbasi membatalkan puasa, dan ia memang melakukannya secara sengaja, apakah wajib baginya kaffarah ganda?

JAWAB:

Jika ia melakukan masturbasi secara sengaja dan mani pun keluar darinya, maka wajib membayar kaffârah ganda (kaffaratul jam’) baginya tidak wajib, namun berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya ia melakukannya.

SOAL 785:

Pada bulan Ramadhan saya mengeluarkan mani bukan akibat dari onani melainkan akibat ketegangan saat melakukan percakapan telpon dengan seorang perempuan yang bukan mahram. Percakapan tersebut dilakukan bukan untuk tujuan mencari kenikmatan. Kami mohon Anda sudi menjawab, apakah puasa saya batal ataukah tidak. Jika batal, apakah saya wajib membayar kaffârah ataukah tidak?

JAWAB:

Jika sebelumnya Anda biasanya tidak mengeluarkan mani akibat percakapan dengan seorang wanita, lalu mani keluar tanpa kehendak, maka peristiwa seperti itu tidak menyebabkan puasa Anda batal. Anda tidak perlu melakukan sesuatu apapun.

SOAL 783:

Apa hukum orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan dengan berhubungan badan yang haram atau onani atau makan dan minum yang haram?

JAWAB:

Pada kasus yang ditanyakan harus berpuasa selama 60 hari atau memberi makan 60 orang miskin, dan berdasarkan ihtiyâth mustahab hendaknya kedua-duanya dilakukan.

SOAL 784:

Jika mukallaf tahu bahwa masturbasi membatalkan puasa, dan ia memang melakukannya secara sengaja, apakah wajib baginya kaffarah ganda?

JAWAB:

Jika ia melakukan masturbasi secara sengaja dan mani pun keluar darinya, maka wajib membayar kaffârah ganda (kaffaratul jam’) baginya tidak wajib, namun berdasarkan ihtiyath mustahab hendaknya ia melakukannya.

SOAL 785:

Pada bulan Ramadhan saya mengeluarkan mani bukan akibat dari onani melainkan akibat ketegangan saat melakukan percakapan telpon dengan seorang perempuan yang bukan mahram. Percakapan tersebut dilakukan bukan untuk tujuan mencari kenikmatan. Kami mohon Anda sudi menjawab, apakah puasa saya batal ataukah tidak. Jika batal, apakah saya wajib membayar kaffârah ataukah tidak?

JAWAB:

Jika sebelumnya Anda biasanya tidak mengeluarkan mani akibat percakapan dengan seorang wanita, lalu mani keluar tanpa kehendak, maka peristiwa seperti itu tidak menyebabkan puasa Anda batal. Anda tidak perlu melakukan sesuatu apapun.

SOAL 786:

Ada seorang yang selama beberapa tahun melakukan kebiasaan rahasia pada bulan puasa dan lainnya. Apa hukum shalat dan puasanya?

JAWAB:

Masturbasi mutlak diharamkan. Jika perbuatan tersebut menyebabkan keluarnya mani, maka hal itu menyebabkan janâbah. Jika ia melakukan perbuatan tersebut saat sedang berpuasa, maka ia dihukumi sebagai orang yang membatalkan (ifthar) puasa dengan sesuatu yang haram. Jika ia shalat atau puasa dalam keadaan junub tanpa mandi atau tayammum, maka shalat dan puasanya batal dan wajib meng-qadhâ'nya.

SOAL 787:

Apakah seorang suami boleh beronani dengan tangan isterinya?

JAWAB:

Pekerjaan tersebut tidaklah termasuk masturbasi yang diharamkan.

SOAL 788:

Apakah seorang yang bujang boleh melakukan masturbasi atas permintaan dokter untuk menganalisis spermanya, dan hanya dengan cara masturbasi itulah hal itu dapat dilakukan?

JAWAB:

Tidak apa-apa, apabila penyembuhan hanya bisa dilakukan dengan cara begitu.

SOAL 789:

Sebagian pusat kesehatan menyuruh pasien lelaki melakukan masturbasi guna menjalani pemeriksaan medis terhadap spermanya apakah dapat melahirkan ataukah tidak. Apakah ia boleh melakukannya?

JAWAB:

Secara syar’i tidak diperbolehkan melakukan masturbasi, meskipun untuk mengetahui dirinya bisa melahirkan ataukah tidak, kecuali jika pemeriksaan untuk mengetahui penyakit yang menyebabkan kemandulan pasangan suami isteri hanya bisa dilakukan dengan cara tersebut.

SOAL 790:

Apakah boleh menghayal demi membangkitkan syahwat birahi jika dilakukan pada kondisi berikut:

1. Menghayal istri sendiri?

2. Menghayal perempuan lain?

JAWAB:

Pada kondisi pertama jika tidak menimbulkan yang haram seperti mengeluarkan mani, maka tidak apa-apa. Dan untuk kondisi ke dua berdasarkan ihtiyâth wâjib hendaknya ditinggalkan.

SOAL 791:

Seseorang berpuasa bulan Ramadhan pada permulaan usia balighnya. Ia melakukan masturbasi dan mengalami janâbah saat berpuasa. Ia terus berpuasa selama beberapa hari dalam keadaan junub karena tidak tahu bahwa puasa wajib dilakukan dalam keadaan suci dari janabah. Apakah qadhâ’ puasa hari-hari itu sudah mencukupi ataukah ia dikenai hukum kewajiban lain?

JAWAB:

Dalam kasus yang ditanyakan, ia wajib meng-qadhâ' puasa dan membayar kaffârah.

SOAL 792:

Seseorang pada bulan Ramadhan melihat pemandangan yang membangkitkan syahwat lalu mengalami janâbah. Apakah puasanya batal?

JAWAB:

Jika ia memandangnya dengan tujuan mengeluarkan mani, atau mengetahui bahwa jika memandangnya niscaya ia akan mengalami janabah, atau biasanya mengalami janabah setiap kali memandangnya, lalu melakukannya dengan sengaja dan menyebabkan ia junub, maka ia dihukumi sebagai orang yang secara sengaja menjunubkan diri.

SOAL 793:

Apa hukum seorang yang berpuasa jika dalam sehari melakukan sesuatu yang membatalkan puasanya lebih dari sekali?

JAWAB:

Dia hanya wajib membayar kaffârah sekali saja, kecuali jika yang ia lakukan berkali-kali itu hubungan badan atau onani, maka hendaknya ia melakukan kaffârah sebanyak yang ia lakukan.

Akibat-Akibat Hukum Ifthâr (Menghentikan Puasa)

SOAL 794:

Apakah boleh mengikuti Ahlussunnah berkenaan dengan waktu ifthâr (buka puasa) dalam pertemuan-pertemuan umum, forum-forum resmi dan lainnya? Dan apa yang wajib dilakukan oleh mukallaf jika ia menganggap hal itu bukan sebagai taqiyyah, dan tidak ada alasan syar’i untuk menerapkannya?

JAWAB:

Mukallaf tidak diperbolehkan mengikuti yang lain tanpa memastikan masuknya waktu berkenaan dengan waktu buka puasa (ifthâr), dan jika termasuk pada kondisi taqiyyah maka dia diperbolehkan berbuka, namun dia wajib meng-qadhâ- nya. Sebagaimana tidak boleh atas kehendak sendiri berbuka puasa, kecuali setelah memastikan tibanya waktu malam dan berakhirnya siang dengan menyaksikan sendiri atau berdasarkan bukti syar’y (hujjah syar’iyah).

SOAL 795:

Jika saya sedang berpuasa, lalu dipaksa oleh ibu agar makan dan minum, apakah hal itu membatalkan puasa?

JAWAB:

Makan dan minum membatalkan puasa, meski karena ajakan atau desakan orang lain.

SOAL 796:

Jika suatu benda dimasukkan secara paksa ke dalam mulut seorang yang sedang berpuasa, atau kepalanya dibenamkan ke dalam air, apakah membatalkan puasa? Dan jika dipaksa membatalkan puasa, seperti jika diancam dengan kerugian pada harta atau jiwa apabila tidak makan.Lalu ia makan untuk menghindari bahaya itu. Apakah puasanya tetap sah ataukah tidak?

JAWAB:

Jika suatu benda dimasukkan ke dalam tenggorokannya secara paksa atau kepalanya kebenamkan secara paksa ke dalam air, puasanya tidaklah batal. Namun, jika ia memakan sendiri benda yang membatalkan puasa atas dasar paksaan orang lain, maka batallah puasanya.

SOAL 797:

Pelaku puasa tidak mengetahui bahwa tidak boleh berbuka (ifthar) sebelum tergelincirnya matahari (zawâl) apabila belum mencapai batas tarakhkhus (tapal batas untuk mulai menghitung jarak perjalanan, AK). Lalu ia melakukan ifthâr sebelum batas tarakkhush dengan anggapan sebagai musafir. Apa hukum puasanya? Dan apakah ia wajib mengqadha'nya ataukah ia dikenai hukum lain?

JAWAB:

Jika anggapan di atas benar adanya, maka puasanya batal. Namun apabila ia tidak mengetahui status hukumnya, tidak dikenai kaffârah.

SOAL 798:

Ketika terkena influensa dahak mengumpul dalam mulut. Alih-alih mengeluarkan, saya malah menelannya. Apakah puasa saya sah ataukah tidak? Saya telah melewati beberapa hari dalam bulan Ramadhan di rumah salah seorang kerabat. Karena terserang flu, di samping karena malu, saya terpaksa bertayamum dengan tanah sebagai ganti mandi wajib, dan baru mandi saat mendekati waktu dhuhur. Perbuatan ini telah saya lakukan berulangkali selama beberapa hari. Apakah puasa saya di hari-hari itu sah ataukah tidak? Dan jika tidak sah, apakah saya wajib membayar kaffarah ataukah tidak?

JAWAB:

Anda tidak dikenai hukum apa-apa karena saat berpuasa menelan dahak dan ingus. Meski demikian, berdasarkan ihtiyâth, Anda wajib meng-qadha' puasa apabila menelan dahak yang sudah berada di ruang mulut. Berkenaan dengan tindakan meninggalkan mandi janâbah sebelum Subuh hari puasa, dan melakukan tayammum sebagai gantinya, apabila hal itu dikarenakan alasan syar’i atau tayammum dilakukan di akhir waktu dan ketika waktu sudah sempit, maka puasa Anda sah. Jika tidak, maka batallah puasa anda selama beberapa hari itu.

SOAL 799:

Saya bekerja di tambang besi. Karakteristik pakerjaan saya mengharuskan saya masuk ke dalam tambang dan bekerja di situ setiap hari. Ketika menggunakan peralatan maka debu akan masuk ke mulut saya. Hal ini terjadi pada bulan-bulan lain sepanjang tahun. Apa tugas saya dalam kondisi begitu sahkah puasa saya ataukah tidak?

JAWAB:

Menelan debu tebal saat sedang berpuasa berdasarkan ihtiyâth wajib. Karena itu, ia wajib menghindarinya. Namun puasa Anda tidak batal apabila debu itu hanya masuk ke dalam mulut dan hidung, sementara Anda tidak menelannya.[]