Meraih Hikmah Bulan Ramadan (9)
Hari kelima belas bulan Ramadan dihiasi dengan kelahiran penuh berkah Imam Hasan al-Mujtaba as, cucu Rasulullah Saw.
Pada pertengan bulan Ramadan, Allah Swt menganugerahi hadiah agung ke rumah kenabian. Kelahiran penuh kebahagiaan yang wajah dan perilakunya persis dengan kakeknya, Nabi Muhammad Saw dan keutamaan dan keberanian diwarisi dari orang tuanya Imam Ali dan Sayidah Fathimah as. Kami mengucapkan selamat atas kelahiran manifestasi dari kedermawanan dan kesabaran kepada semua umat Islam.
Imam Hasan as adalah buah pertama dari keluarga Imam Ali as dengan putri Rasulullah Saw yang lahir di kota Madinah pada 15 Ramadan tahun ketiga Hijrah. Fathimah as meminta suaminya Ali as untuk memberinya nama, tetapi suaminya berkata, “Saya tidak akan mendahului Rasulullah Saw.”
Mereka menanti sampai Rasulullah mendatangi rumah mereka dan beliau mengucapkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga cucu pertamanya kemudian memberinya nama Hasan. Nama yang tidak pernah didengar di masa Jahiliah. Sejak saat itu, Hasan as sangat disayangi kakeknya. Rasulullah menyebut Hasan sebagai anak dan buah hatinya. Beliau mencium dan membauinya serta membawanya ke masjid dan pertemuan. Nabi Saw bersabda, “Hasan adalah bunga wangi yang saya ambil dari dunia.”
Hasan bin Ali as sejak kecil bukan hanya menerima usapan, bimbingan dan prinsip-prinsip serta pendidikan orang tua teladan dan tiada bandingannya seperti Ali dan Fathimah, tetapi juga tumbuh di bawah pendidikan dan pengawasan khusus Nabi Muhammad as dan menjadi bagian dari keluarga risalah dan tempat diturunkannya wahyu serta sumber keutamaan. Semasa kecilnya, terkadang ada peristiwa terjadi yang meniupkan masa depan cemerlang, di mana mereka yang tidak tahu akan rahasia keagungan keluarga ini akan takjub dan tidak percaya.
Ketika Imam Hasan as sedang melewati masa kecilnya, suatu hari ia hadir di pertemuan Nabi Saw dan mendengar ayat-ayat al-Quran dari lisan beliau dan masuk dalam ingatannya. Ketika ia kembali ke rumah dan menemui ibunya, ia membacakannya kepada ibunya. Saat ayahnya memasuki rumah, Fathimah menukil ayat-ayat itu tanpa ada yang kurang. Suatu hari ketika Ali bertanya kepada Fathimah, bagaimana ia dapat mengetahui ayat-ayat itu? Fathimah mengatakan, “Anak kecilku, Hasan mendengar ayat-ayat dari Nabi Saw dan semuanya dinukil kepadaku.”
Salah satu ciri khas paling menonjol dari kehidupan Imam Hasan as adalah selalu bersama dengan langkah ayahnya Imam Ali as. Pasca wafatnya Nabi Saw dan syahadah ibunya Fathimah as yang waktunya tidak terlalu berjauhan, Imam Hasan as berada di sisi ayahnya Imam Ali dan menyaksikan berbagai kesulitan dan kesakitan.
Imam Hasan as bak penolong yang sabar, kuat dan penasihat hebat bagi Imam Ali as dan memainkan peran aktif dan positif, khususnya di masa kekuasaan ayahnya. Setelah syahadah Imam Ali as, rakyat Kufah berbaiat dengan Imam Hasan as dan dengan demikian beliau bertanggung jawab memimpin umat Islam dalam situasi yang tidak aman dan gelisah.
Salah satu langkah yang diambil Muawiyah adalah menyingkirkan para pemimpin dan orang-orang berpengaruh dari sisi Imam Hasan as. Dengan memberikan suap dan memberikan janji bohong dan membuat tamak, mereka berhasil merekrerut sebagian tokoh Kufah dan Irak. Setelah itu Muawiyah mengumumkan perang lalu menggerakkan pasukannya menuju Irak.
Sementara Imam Hasan as yang mendengar pergerakan pasukan Muawiyah, beliau mengajak masyarakat untuk membela kebenaran, tetapi masyarakat yang berada di bawah pengaruh berbagai isu dan propaganda yang tidak benar Muawiyah justru ketakutan dan lemah, bukannya membela kebenaran.
Sejak saat itu, Imam Hasan as berusaha mempertahankan maslahat Islam dan karena fitnah yang terbentuk di sebagian besar umat Islam, beliau menerima perjanjian damai dengan Muawiyah. Dengan demikian, Imam Hasan as memilih untuk meninggalkan khilafah demi maslahat lebih besar dan untuk mencegah perang dan penumpahan darah. Tujuan Imam adalah membebaskan umat Islam dari bahaya dan dengan perencanaan dan berpikiran jauh serta memanfaatkan kondisi yang ada berusaha menyusun progam bagi masa depan.
Perlu disebutkan bahwa di masa itu, berbagai fitnah yang ada sedemikian hebatnya sehingga batas kebenaran dan kebatilan menjadi tidak jelas bagi sebagian besar masyarakat dan bahkan bagi kalangan terpelajar. Oleh karenanya, Imam Hasan as memilih mekanisme yang tepat, sehingga dapat menggambarkan garis kebenaran dan kebatilan dan membebaskan masyarakat dari lembah kebingungan dan keraguan.
Menghadapi berbagai penyimpangan dan serangan luas atas nama agama terhadap budaya asli Islam, Imam Hasan as berdiri tegar dan menyebarkan pemikiran murni Islam. Secara umum, setelah menerima perjanjian damai, Imam Hasan as hingga akhir hayatnya memilih metode untuk mencerahkan masyarakat Islam. Beliau mengambil langkah-langkah berpengaruh di jalur penyadaran mereka yang tidak mengenal hakikat Islam dengan baik atau telah menyimpang dari prinsip.
Imam Hasan as di Madinah memulai usaha besar-besaran untuk memperkenalkan dan menyebarkan budaya asli Islam dan meninggikan pemikiran Islam. Para ahli hadis dan ulama berkumpul di sekelilingnya. Sebagian dari mereka adalah para sahabat Nabi Saw dan Imam Ali as. Di antara mereka adalah Jabir bin Abdullah al-Ansari, Hujr bin Adi, Kumail bin Ziyad, dan Muslim bin Aqil.
Mereka adalah pribadi yang telah dibentuk dan tumbuh, dan menjadi benteng kokoh di hadapan kesombongan Bani Umayah. Ibn Shabagh al-Maliki dalam menjelaskan aktivitas ilmiah Imam Hasan as di Madinah menulis, “Masyarat mengelilinginya dan ia menjelaskan kepada mereka akan makrifah dan ahkam ilahi ... Mereka ingin mendengar ucapannya. Karena ucapannya menyembuhkan hati para pendengar dan mengenyangkan mereka yang haus akan makrifat.”
Imam Hasan as memiliki banyak keutamaan akhlak yang menonjol. Beliau menjadi teladan bagi masyarakat di bidang ilmu, keutamaan, kesabaran dan ibadah. Semua mengenalnya dengan kedermawanan dan usaha untuk menyelamatkan orang yang membutuhkan. Keberadaan penuh berkahnya dapat menenangkan sebagian hati yang bermasalah, tempat berlindung orang tidak mampu dan titik harapan orang miskin. Suyuthi menulis, “Hasan as tiga kali menginfakkan semua hartanya di jalan Allah.”
Belum pernah terjadi ada seorang miskin yang menemuinya dan kembali dengan tangan kosong. Imam Hasan as memiliki paras dan akhlak yang persis dengan Nabi Saw. Dinukil, “Seorang tua penduduk Syam yang mencaci Imam Hasan as terpengaruh propaganda buruk Muawiyah. Setelah selesai berucap, Imam Hasan membuka mulut, ‘Wahai orang tua! Saya pikir Anda orang asing dan mungkin Anda salah. Bila membutuhkan sesuatu, saya bisa membantu, bila ingin petunjuk, saya akan menunjuki Anda, dan bila lapar, saya bisa mengenyangkan Anda, bila butuh pakaian, akan saya berikan dan bila membutuhkan, saya akan memenuhinya. Bila Anda tidak punya tempat, saya akan berikan...
Mendapati perilaku yang demikian, semua gambaran sebelumnya yang ada di benak orang Syam ini hancur. Ia kemudian merasa malu dengan perbuatannya dan mengatakan, ‘Saya bersaksi bahwa Anda adalah wakil Allah di bumi. Allah lebih mengetahui di mana meletakkan risalah-Nya.’ Setelah itu ia mengatakan, ‘Sebelum ini, orang yang paling kumusuhi adalah Anda dan ayahmu, tetapi sekarang Anda adalah orang yang paling aku cintai.”
Hasan bin Ali as merupakan hadiah ilahi tertinggi dari kebaikan dan keberkahan bulan Ramadan. Oleh karenanya, tidak terjadi begitu saja jika hari ini orang yang berpuasa berbuka dengan situasi yang berbeda. Festival besar Ramadan semakin agung dengan kelahiran penuh berkah ini. Para dermawan dan yang berinfak semakin memperluas kebaikannya untuk mereka yang berpuasa. Mereka belajar dari Hasan bin Ali as, “Memberi sebelum diminta adalah kedermawanan tertinggi.”
Masyarakat Iran di hari kelahiran Imam Hasan al-Mujtaba as semakin memperluas semangat berbuat baik dan sifat kedermawanan dan untuk itu mereka menyelenggarakan Pekan It’am dan Ikram. Selama pekan ini, warga yang dermawan memenuhi kebutuhan keluarga yang membutuhkan dengan infaknya. Sebagian dari orang dermawan memberikan dukungan harta dan spiritual kepada sejumlah anak yatim yang melipatgandakan aroma hati mereka yang berpuasa di bulan Ramadan untuk berbuat baik.