Bagaimana model pertanyaan yang diajukan kepada kaum Muslimin dan non-Muslimin di dalam kubur?
Dengan Nama-Nya Yang Mahatinggi
Barzakh (isthmus) secara leksikal bermakna tirai dan pembatas yang mengantarai dua hal dan tidak membiarkan dua hal tersebut saling bertemu. Adapun secara teknis, barzakh merupakan sebuah alam yang diletakkan Tuhan antara dunia dan akhirat. Barzakh juga disebut sebagai alam ide (alam mitsâl, mundus imaginalis); karena merupakan misal bagi alam ini dari sisi bentuk dan forma. Namun dari sudut pandang materi dan tipologi materi berbeda satu dengan yang lain. Semenjak detik-detik kematian seseorang tatkala orang mati dikebumikan maka ia akan melalui hari-harinya di alam barzakh.[1]
Allah Swt dalam al-Qur’an berfirman, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia). agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang ia ucapkan saja. Dan di hadapan mereka terdapat alam Barzakh sampai hari mereka dibangkitkan.“ Qs. Al-Mukminun [23]:100)
Barzakh merupakan tempat persinggahan dan kediaman pertama bagi manusia pasca kematian. Karena itu, yang dimaksud dengan alam barzakh adalah alam kubur itu sendiri; sebuah alam yang di dalamnya manusia menjalani sebuah episode kehidupan yang khusus hingga hari Kiamat.[2] Episode kehidupan dalam barzakh merupakan pelepasan dari penjara badan (bagi orang-orang yang taat) dan kediaman mengerikan bagi para pendosa.
Pertanyaan dalam Kubur
Yang dimaksud dengan kubur di sini bukanlah sebuah tempat yang diletakkan mayat di dalamnya, melainkan sebuah alam dimana manusia menjalani kehidupan pasca kematian dan meraup kenikmatan atau memperoleh azab di dalamnya. Hal ini dapat disimpulkan dari sebagian ayat dan riwayat yang berceritera ihwal alam kubur. Adapun penyebutan alam kubur di sini sejatinya merupakan penyebutan kiasan saja. Bukan makna sebenarnya. Artinya gerbang yang harus dimasuki pertama kali oleh manusia pasca kematian duniawi adalah gerbang kubur.[3]
Dengan memperhatikan bahwa manusia di alam barzakh memiliki kehidupan (hayat) dan siapa pun masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri karena itut ada yang meraup kenikmatan (mutana’im) juga ada yang memperoleh azab (muazzab).
Masalah kehidupan di alam barzakh juga disebutkan dalam riwayat-riwayat yang dinukil dari para maksum; Imam Shadiq As bersabda, “Arwah orang-orang beriman berkediaman di ruang-ruang surga barzakhi dan mereka menjalani kehidupannya, makan dan minum. Akan tetapi arwah orang-orang kafir mereka mendapatkan azab neraka barzakhi.”[4]
Dalam kubur setiap orang akan ditanyai ihwal keyakinan dan amal perbuatan yang bersifat umum. Kepada mayat akan ditanya tentang siapa Tuhanmu? Siapa nabimu? Apa agamamu? Pertanyaan ini akan diajukan kepada siapa saja, baik dia seorang mukmin atau kafir atau non-Muslim, selain anak-anak kecil yang belum mencapai usia baligh, orang gila dan kurang waras.[5]
Dua malaikat bernama Nakir dan Mungkar akan bertanya kepada manusia tentang beberapa hal dimana Imam Sajjad As berkenaan dengan hal ini bersabda, “Pertanyaan pertama yang akan diajukan oleh dua malaikat ini adalah apakah engkau menyembah Tuhan atau engkau seorang musyrik? Pertanyaan kedua bertalian dengan nabi, mazhab, agama dan kitab (Qur’an); Pertanyaan ketiga yang akan ditanya adalah tentang imâmah dan wilâyah masing-masing pemimpin (hak atau batil). Apakah engkau meyokongnya atau melemahkannya? Pertanyaan keempat tentang usia, dimana engkau habiskan dan luangkan masa hidupmu? Kemudian Imam Sajjad melanjutkan, “Persiapkan dirimu untuk menghadapi pelbagai pertanyaan malam pertama kubur.”[6] []
[1]. Sayid Abdulhusain Dasteghib, 1000 Soal, Penyelaras dan editor, Sayid Muhammad Hasyim, hal. 36-37, Intisyarat-e Nas, Capkhaneh Payam, 1371 S.
[2]. Ja’far Subhani, Muhâdharât fi al-Ilahiyyât, hal. 431-432; Muhsin Qiraati, Talkhis Ushul Aqaid, hal. 171, Markaz-e Farhanggi Dars-haye az Qur’an, Cap-e Wizarat-e Farhang wa Irsyad Islami, Cetakan Pertama, 1386 S.
[3]. Ja’far Subhani, Muhâdharât fi al-Ilahiyyât, hal. 434-436.
[4]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 169, Muassasah al-Wafa, Beirut, Libanon.
[5]. Sayid Abdulhusain Dasteghib, 1000 Soal, Penyelaras dan editor, Sayid Muhammad Hasyim, hal. 33-34. ; Muhsin Qiraati, Talkhis Ushûl ‘Aqâid, hal. 174.
[6]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 223.