Perempuan Dan Ketahanan Ekonomi Keluarga (2)
Salah satu unsur pula ketika kita ingin menciptakan ketahanan ekonomi dalam keluarga adalah keikutsertaan ibu rumah tangga di dalam melakukan pekerjaan. Jika dia memang memiliki kemampuan-kemampuan untuk bisa melakukan hal-hal semacam itu, seorang wanita dalam Islam diperbolehkan untuk mencari nafkah. Seorang wanita yang memiliki keahlian bisa bekerja sesuai dengan keahliannya dan mendapatkan harta atau uang dari hasil pekerjaan dia. Tetapi ini adalah suatu hal yang mustahab dan sunah dilakukan orang yang bisa menghasilkan uang dengan keahliannya untuk dibawa ke keluarga. Tetapi ini bukan suatu hal yang wajib dilakukan oleh seorang perempuan. Jika itu dilakukan, dia akan bisa meringankan beban yang ada di pundak suaminya atau yang menjadi kepala rumah tangga, dan bisa tercipta ketahanan ekonomi di keluarga yang lebih dari pada kondisi jika perempuan itu tidak ikut serta dalam mencari nafkah.
Di sini perlu ditekankan bahwa apa pun yang didapatkan oleh seorang istri dalam bekerja, apa pun yang dia dapat, suami tidak berhak untuk mengelola uang itu karena uang itu mutlak milik istrinya. Tetapi sayangnya jangan sampai pemahaman semacam ini membuat istri-istri yang melakukan pekerjaan di luar rumah atau melakukan pekerjaan ekonomi kemudian merasa bahwasanya semua itu adalah miliknya, dan dia tidak merasa perlu untuk ikut memikul beban pengeluaran di keluarga hingga kemudian uang yang dia miliki, digunakan untuk hal-hal yang tidak penting, untuk mempercantik diri atau untuk dibelanjakan pada hal-hal yang tidak terlalu penting dalam kehidupannya. Sementara suaminya kesulitan dalam memberikan nafkah untuk keluarga.
Saya ingin sampaikan kepada ibu-ibu atau mereka yang terlibat dari kalangan perempuan dalam kegiatan ekonomi, jika Anda melihat bahwa suami Anda sedang kesulitan untuk mendatangkan rezeki yang bisa menopang kehidupan keluarga, jangan biarkan uang yang ada pada dirimu bagai milikmu untuk digunakan untuk dengan belanja hal-hal yang tidak penting, membeli pakaian-pakaian yang hanya mengikuti mode, dan aksesoris-aksesoris yang tidak ada kebaikannya untuk keluarga dan untuk diri sama sekali.
Meringankan Beban
Hal yang lain yang perlu dibahas dalam kesempatan ini adalah ketika masyarakat sedang mengalami kesulitan secara ekonomi dan mendapatkan tekanan ekonomi karena munculnya pandemi semacam ini, atau mungkin di luar kondisi pandemi, diharapkan orang-orang yang memiliki kekayaan, orang-orang yang memiliki toko yang bisa menjual hal-hal yang merupakan kebutuhan bagi masyarakat untuk ikut serta dalam meringankan beban masyarakat yang tertekan oleh kondisi perekonomian. Jika memiliki tempat, misalnya, hal-hal yang dijual, maka juallah dengan keuntungan yang seminim mungkin, supaya bisa memberikan bantuan kepada mereka yang tidak mampu. Masyarakat berharap orang-orang kaya terlibat dalam meringankan beban yang mereka hadapi. Jangan sampai kondisi masyarakat Islam menjadi kondisi yang justru memanfaatkan keadaan ini untuk memperkaya diri sendiri. Melihat bahwa masyarakat membutuhkan sesuatu, maka harganya ditambah ditinggikan, ketika melihat bahwasanya sekarang masyarakat membutuhkan rumah misalnya, maka sewa rumah ditinggikan. Masyarakat membutuhkan suatu komoditas, maka komoditas itu ditinggikan harganya.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda, “Ada dua hal yang paling baik. Tidak ada hal yang lebih baik dari itu. Pertama adalah keimanan kepada Allah dan yang kedua adalah memberikan manfaat bagi umat manusia.”
Kita bisa perhatikan bagaimana Rasulullah saw menyebut manfaat bagi masyarakat setelah menyebut keimanan kepada Allah. Kelak di hari kiamat setiap orang akan menghadapi petaka dan derita. Setiap orang akan menghadapi kesulitan di hari kiamat. Maukah kita ketika di hari kiamat nanti kesulitan yang kita hadapi diringankan oleh Allah Swt? Hadis dari Nabi saw ketika beliau bersabda, “Barang siapa yang membantu seorang mukmin meringankan beban, seorang mukmin, membantu seorang mukmin dalam suatu kesulitan yang sedang menghimpitnya, maka Allah Swt kelak di hari kiamat akan membantunya dan menyelamatkannya, membebaskannya dari 70 kesulitan di hari kiamat.”
Unsur berikutnya yang perlu diperhatikan dalam membantu kondisi tekanan ekonomi supaya masyarakat bisa terlepas dari masalah adalah sedekah. Sayang sekali sedekah yang ada di kepala kebanyakan orang adalah membantu orang yang sedang dihimpit oleh kesulitan, seakan-akan sedekah itu diberikan kepada orang yang jika tidak menerima itu, maka orang itu akan mati kelaparan. Sedekah diberikan kepada orang yang jika tidak diberi, maka dia akan tinggal di jalanan, lalu kemudian kita bersedekah kepadanya. Padahal para Imam maksumin as dan para pemuka agama mengajarkan kepada kita, ketika kita bersedekah bukan supaya menyelamatkannya dari kematian tetapi mengangkat seseorang kehidupannya ke taraf kehidupan yang normal. Kita lihat bagaimana Imam memerintahkan orang-orang yang ada sebagai pembantu di rumahnya untuk menyerahkan kepada seseorang yang meminta bantuan sebanyak 50.000 dinar, 60.000 dinar, 70.000 dinar, yang mana uang itu adalah uang yang sangat besar supaya orang tersebut bisa hidup layaknya orang-orang yang lain dan tidak merasa dirinya lebih rendah dibandingkan masyarakat yang lain. Itulah makna sedekah yang diajarkan oleh Imam maksumin as kepada kita. Semoga Allah berkenan untuk meluaskan rezeki kita seluas-luasnya dan supaya Allah Swt melapangkan hati kita selapang lapangnya supaya rezeki yang Allah berikan kepada kita dengan mudah kita bisa infakkan kepada orang-orang yang lain. Semoga Allah Swt juga memberikan taufik kepada kita supaya kita bisa meringankan beban saudara-saudara kita.[]