Benarkah Hari-Hari Terakhir Bulan Safar Itu Sial? Apa Kata Ulama? (2)
Pendapat sejumlah ulama mengenai kenaasan bulan Safar sebagai berikut;
1. Ayatullah Ali Khamenei :
“Tidak ada bukti kebenaran kepada kita dari apa yang diriwayatkan. menganggap riwayat-riwayat seputar amalan-amalan Rabu terakhir Shafar sebagai tidak mu’tabar (tidak dipertimbangkan).Meski demikian, melakukan ibadah dengan niat umum tidaklah dilarang”
2. Ayatullah Makarem Shirazi:
“Secara esensial, hari-hari tidak memiliki keberuntungan atau kesialan kecuali peristiwa yang terjadi di dalamnya. Oleh karena itu, karena di bulan Safar ada tiga sosok maksum yang meninggal dunia, dan juga adanya penderitaan para tawanan Karbala` di dalam bulan tersebut, mungkin saja ada kesialan di dalam bulan tersebut. Ditambah berlalunya tiga bulan suci ( bulan yang di dalamnya peperangan dilarang) dan dimulainya konflik dan peperangan antar kabilah. Bagaimana pun juga dampak buruk atau kesialan yang akan timbul dapat diatasi dengan bersedekah dan membaca doa.”
3. Ayatullah Mazahiri:
“Menurut Syariat, persoalan kenaasan hari dan jam tertentu merupakan persoalan yang sudah populer dan sulit diingkari. Sementara dari sudut pandang rasional, tidak ada bukti yang kuat untuk mengingkarinya, sebagaimana tidak ada bukti rasional yang kuat dalam membuktikannya pula.”
Orang-orang yang meyakini adanya hari-hari naas, membuktikan keberadaannya dengan ayat Al-Quran sebagai berikut:
“Maka Kami tiupkan angin yang sangat bergemuruh kepada mereka dalam beberapa hari yang naas,” [QS Fussilat:16]
“Sesungguhnya Kami telah menghembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari naas yang terus menerus,” [QS al Qamar:19]
Ayat ini mereka gunakan untuk membuktikan adanya hari keberuntungan:
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” [QS al Dukhan:3]
Terdapat sejumlah riwayat tentang keberuntungan dan kesialan bulan, hari, dan jam tertentu. tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Kenaasan yang disinggung dalam Al Quran itu dilihat dari sudut pandang orang yang mengalaminya bukan waktu dan tempatnya itu sendiri. Untuk itu, Menurut pandangan ini, musibah besar dan menghancurkan yang disebutkan dalam Al-Quran merupakan kesialan dan hari yang di dalamnya terjadi kesialan disebut hari naas. Namun tetap saja sulit untuk mengingkari kenaasan dan keberuntungan bulan, hari dan jam tertentu, meskipun ada riwayat-riawayatnya.
4. Ayatullah Allamah Thabathaba`i:
“Keberuntungan dan kesialan hari-hari yang dianggap ada hanya terkait peristiwa-peristiwa keagamaan, tidak lebih dari itu yang menurut ajaran agama atau pegaruh jiwa, atau anggapan hari tertentu mendatangkan kebaikan atau menyebabkan keburukan. Adapun hadis-hadis tidak menjelaskan bahwa bulan, hari dan jam tertentu itu bisa mendatangkan kenaasan dan keburukan, atau memiliki ciri dan dampak tertentu yang tidak terdapat di waktu lainnya. Bila ada riwayat hadis yang menunjukkan hal berbeda dengan apa yang telah dijeslakan, maka hal itu bisa diangap sebagai kondisi taqiyyah atau ditolak sama sekali.”
5. Ayatullah Haj Mirza Javad Agha Maleki Tabrizi:
“Sebagaimana diketahui bahwa di bulan Safar, khususnya di hari Rabu terakhir bulan tersebut, merupakan hari kesialan dan tidak ada riwayat mengenai hal tersebut. Bisa jadi hal itu karena bertepatan dengan wafatnya Rasulullah SAW pada 28 Safar. Atau juga karena sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: “Barang siapa yang memberiku kabar gembira dengan berakhinya bulan Safar, maka aku akan memberinya kabar gembira tentang surga.” sehingga dapat membuktikan adanya hal ini. Dan ketika kenaasan bulan Safar terbukti benar, hendaknya seseorang melakukan amalan yang dianjurkan dan berlindung kepada Allah. Bulan Safar dianggap sebagai musibah atau bencana besar karena di dalamnya bertepatan dengan wafatnya Rasulullah SAW dan hilangnya kebahagiaan masyarakat saat hidup bersamanya serta adanya penyimpangan masyarakat setelah wafatnya.”
6. Ayatullah Shafi Golpayegani:
“Tentu saja, hal seperti ini tidaklah pasti, dan secara umum, memberi sedekah kepada orang miskin adalah penangkal bencana.”
7. Ayatullah Fadhil Langgarani:
“Tidak ada bukti tentang keberadaan hal tersebut, dan seumpama hal itu benar, persoalannya dapat diselesaikan dengan bersedekah.”
8. Ayatullah Sistani:
“Bersedekah lah untuk menangkal kesialan yang mungkin terjadi, Tidak ada kebenaran atau bukti jelas mengenai apa yang diriwayatkan mengenai ibadah khusus pada hari itu.”
9. Ayatullah Bahjat:
“Kenaasan itu ada benarnya dan bersedekah serta berdoa dalam kondisi seperti ini sangat bermanfaat.”