Abdullah bin Zubair bin Awwam(2)
Kebangkitan dan Khilafah
Setelah kematian Muawiyah, Abdullah bin Zubair tidak mau memberikan baiat kepada Yazid dan melancarkan serangan kepada pemerintahan Umawi. Sumber-sumber sejarah menyebutkan sebab-sebab pemberontakan Ibnu Zubair diantaranya adalah ia ingin memperoleh kursi kekhalifahan. Oleh karena itu, sebagian laporan sejarah menuliskan bahwa keberadaan Imam Husain as di Hijaz mengganggu harapan Ibnu Zubair, karena masyarakat tidak akan menaruh perhatian kepada Ibnu Zubair selama ada Imam Husain as di Hijaz. Dan karena ia mengetahui bahwa Imam Husain as akan pergi ke Kufah, maka Ibnu Zubair mendorong Imam Husain as supaya pergi ke Kufah.
Ibnu Zubair memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi saw dan ke dua istri Nabi yaitu Khadijah dan Aisyah. Ayah Ibnu Zubair adalah sahabat dekat Nabi Muhammad saw. Ayahnya juga memiliki kedudukan sosial lainnya seperti anggota Syura Khilafah Umar. Disamping itu, ia mengklaim bahwa Utsman berjanji tentang kekhilafannya. Semua faktor-faktor ini menyebabkan ia menilai bahwa dirinya yang layak untuk memegang tampuk kekhalifahan sebelum Bani Umayyah.
Setelah syahadah Imam Ali as, Muawiyah mampu memaksa Ibnu Zubair untuk membaiat dirinya dan bahkan Ibnu Zubair berada di dalam pasukannya ketika Muawiyah menyerang Konstatinopel (Istanbul). Namun ia memberi peringatan bahwa Ibnu Zubair akan mengadakan pemberontakan kepada penggantinya, setelah dirinya meninggal. Setelah kematian Muawiyah, sesuai dengan pesan ayahnya, Ibnu Zubair dipaksa untuk memberikan baiat kepada Yazid dan mengancam jiwanya. Oleh sebab itu, Ibnu Zubair kembali ke Mekah dan berlindung di Ka’bah. Ia memberi gelar kepada dirinya dengan sebutan ‘āid baitullah (orang yang meminta perlindungan kepada baitullah) seolah-olah isyarat akan adanya riwayat yang menyebutkan bahwa ketika ada seseorang hendak berlindung dari upaya buruk orang jahat dan meminta pertolongan kepada Ka’bah maka musuhnya akan binasa.
Pada awalnya, ia memperlihatkan bahwa dirinya akan memberikan baiat kepada Yazid. Setelah kabar Peristiwa Karbala sampai ke Mekah, ia membacakan khutbah yang menyulut emosi masyarakat dan menangis. Dalam khutbahnya ia menerangkan bahwa Yazid tidak layak untuk memegang khilafah. Akhirnya Yazid memerintahkan supaya Ibnu Zubair membaiat dirinya dan ia mengirimkan belenggu perak kepada Ibnu Zubair supaya ia mengenakannya sebagai tanda untuk menunjukkan ketaatan dan menghadap kepadanya, namun Ibnu Zubair menolaknya.
Amru bin Sa’id, Hakim Mekah dan Madinah atas perintah Yazid mengirimkan pasukan untuk menyerang Ibnu Zubair. Namun pasukan yang dikirim Yazid mengalami kekalahan. Pemimpin pasukan ini yang merupakan saudara tiri Yazid bersama dengan sekelompok orang lainnya menjadi tawanan Ibnu Zubair dan kemudian dipenjarakan dan akhirnya tewas.
Ketika itu Mekah berada di bawah kendali Ibnu Zubair dan begitu juga dengan kota Madinah. Hal ini disebabkan adanya Peristiwa Karbala dan ketidaklayakan Yazid menjadi khalifah serta kuatnya pengaruh Ibnu Zubair, sehingga menjadikan masyarakat lebih menaruh perhatian kepadanya. Utsman bin Muhammad bin Abu Sufyan, hakim muda kota Madinah membawa rombongan para pembesar Madinah ke Syam setelah melakukan manasik hajidan setelah menyelesaikan manasik haji, ia berharap dengan Yazid memberikan hadiah kepada mereka dan menenangkannya, situasi kota Madinah akan lebih terkendali. Namun rencana ini justru menjadi sebab terbongkarnya ketidaklayakan Yazid menjadi khalifah di hadapan para rombongan.
Kelakuan Yazid yang jauh dari nilai-nilai Islam dihadapan para rombongan Madinah menyebabkan mereka menjadi tidak senang kepada Yazid dan setelah mereka kembali dari Mekah, mereka secara terang-terangan mengatakan kepada masyarakat bahwa Yazid tidak layak untuk menempati jabatan sebagai pemegang kekhalifahan. Karena kejadian ini Yazid menulis surat yang berisi kemarahannya kepada masyarakat Madinah.
Ibnu Zubair, dalam khutbahnya membakar masyarakat untuk menurunkan Yazid dari tahta kepemilikan. Kemudian ia menulis surat kepada masyarakat Madinah dan meminta mereka untuk membait wakilnya Abdulah bin Muthi’ ‘Adawi sebagai khalifah bagi kaum mukminin. Setelah itu, masyarakat mengusir Utsman bin Muhammad, hakim Yazid dan sekelompok orang dari Bani Umayah dari kota Madinah.
Yazid mengirim laskar ke Hijaz untuk menekan Ibnu Zubair dan pendukungnya dengan ancaman yang berat. Laskar Yazid pertama kalinya mengepung Madinah dan meminta masyarakat supaya membaiat Yazid dan bersama-sama untuk memadamkan kekuatan Ibnu Zubair, namun masyarakat tidak menerimanya. Dan pada tahun 28 Dzulhijjah tahun 63 H/683, dua pasukan Madinah dan Suriah saling berhadap-hadapan.
Pengepungan Pertama kota Mekah dan Ibnu Zubair
Dalam pertempuran antara masyarakat Madinah dengan pasukan Syam, masyarakat Madinah kalah dan masyarakat Suriah atas komando Yazid memubahkan nyawa dan harta masyarakat. [42] Mereka membunuh secara besar-besaran sahabat Nabi saw. Oleh sebab itu, meletuslah Peristiwa Harrah. Pasukan Suriah pergi ke Mekah untuk memberantas Zubair beserta pendukungnya.
Ibnu Zubair dan pendukungnya dikepung oleh pasukan Suriah semenjak 13 Safar 64 H/684 hingga 40 hari setelah kematian Yazid pada tanggal 14 Rabiul Awal tahun 64 H/684. Ibnu Zubair menetap di Masjidil Haram. Orang-orang Suriah berkemah di bukit dekat Masjidil Haram. [45] Mereka melempari batu dan bola api ke arah Zubair dan pasukannya. Akhirnya, batu-batu itu mengenai Ka’bah dan membuat tirainya terbakar. Ya’qubi (w. 292 H) meriwayatkan bahwa Ibnu Zubair sengaja tidak memadamkan api supaya masyarakat Mekah ikut turut serta dalam berperang melawan pasukan Suriah.
Ya’qubi meriwayatkan bahwa, Ibnu Zubair tidak memadamkan api untuk menjaga agar pengikut dan orang-orang berkemauan keras melawan tentara Yazid. Banyak kelompok berada dibarisan Ibnu Zubair untuk melawan pasukan Suriah diantaranya 200 orang penduduk Habasyah yang dikirimkan oleh Raja Habasyi untuk melindungi Ka’bah. Pasukan Suriah tidak berhasil mengalahkan pertahanan pasukan Ibnu Zubair. Disebabkan kematian Yazid, dan 40 hari kemudian kabar kematiannya itu sampai ke telinga pasukan Suriah, maka pada akhirnya pasukan ini meninggalkan kota Mekah dan kembali ke Suriah.