Ihbath dan Takfir
Dalam istilah ilmu teologi, terdapat istilah ihbath dan Takfir. Ihbath adalah bahwa dosa dapat menghancurkan semua amal ibadah dan pahala, sementaraTakfir artinya adalah bahwa semua ibadah yang pernah dilakukan manusia akan menutupi dosa-dosa sebelumnya dan menghapusnya. Mayoritas teolog Muktazilah pendukung teori “Ihbath” dan “Takfir”, sementara teolog Imamiyah membantahnya dengan argumen tekstual (naqli) dan rasional (aqli).
Berdasarkan pandangan Syiah, manusia akan berhak mendapatkan pahala atau sanksi bila mana pengaruh perbuatannya tidak dihilangkan dengan melakukan tindakan lain. Maka itu, jika manusia membantu seorang fakir tapi menyebut-nyebutnya, maka efek perbuatan baiknya itu telah dihancurkan. Atau jika manusia kafir atau musyrik, tapi sebelum meninggal menjadi beriman, maka dia telah menghancurkan pengaruh kekafirannya dan tidak akan diazab dengan kekafiran sebelumnya. Namun, perbuatan baik atau buruknya itu tidak hilang tapi hanya pengaruhnya yang hilang.
Dalil batilnya teori ihbath dan takfir adalah akal memandang perbuatan ini sebagai misdak (contoh kongkrit) kezaliman. Selain itu, berdasarkan ayat-ayat Alquran tidak ada perbuatan baik dan buruk manusia sekecil apapun yang hilang.
فَمَن یعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَیرًا یرَهُ وَ مَن یعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا یرَهُ;
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.”
Jadi berbeda dengan pandangan Muktazilah, sama sekali tidak ada perbuatan manusia yang hilang dan di hari kiamat manusia akan melihat semua perbuatannya, apalagi berdasarkan pandangan Tajassumi A’mal (perwujudan amal), maka yang ditunjukkan kepada seseorang adalah perbuatannya itu sendiri bukan berkas perbuatannya.