Lailatu al-Raghaib
Lailatu al-Raghaib (bahasa Arab: لیلة الرغائب) berarti malam pemberian yang sangat banyak atau malam yang diharapkan, nama malam Jumat pertama di bulan Rajab. Menurut sebuah riwayat dari Nabi saw, pada malam ini para malaikat datang ke Kakbah dan memohon kepada Allah swt untuk memberikan ampunan kepada orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab. Terdapat juga riwayat yang menjelaskan amalan-amalan pada malam ini. dalam sumber-sumber pustaka Syiah, hadis ini pertama kali dinukil dalam kitab Iqbal al-A’mal karya Sayid Ibnu Thawus dan tanpa sanad, para ulama Syiah dan Ahlusunah tidak mengakui kebenaran hadis ini.
Terminologi
Lailah berarti malam dan kata “Raghāib” adalah kata jamak dari “Raghibah” berarti sesuatu yang diinginkan dan dicenderungi, juga bermakna pemberian dan karunia yang banyak.[1] Oleh karena itu, “Lailatu al-Raghāib” selain dapat berarti suatu malam yang sangat diinginkan dan diperhatikan, dapat pula berarti malam yang di dalamnya Allah swt banyak memberikan karunia dan anugerah. Dengan memperhatikan sebuah riwayat yang dinukil berkaitan dengan keutamaan malam ini, maka keduanya dapat dibenarkan. [2]
Hadis Lailatu al-Raghaib
Hadis lailatu al-Raghaib dinukil dari Nabi saw dan dimuat dalam kitab Iqbal al-A’mal, karya Sayid bin Thawus. Dalam hadis ini telah disinggung amalan-amalan pada malam ini. dalam hadis ini dimuat bahwa malaikat menamakannya dengan laillatu al-Raghaib. ketika sepertiga dari malam ini berlalu, tidak akan tersisa malaikat di langit dan di bumi kecuali mereka berkumpul di sekitar Kakbah. Allah berfirman kepada para malaikat katakanlah apa yang kalian inginkan. Para Malaikat berkata, keinginan kami adalah pemberian karunia kepada orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab. Allah menjawab: Aku akan mengambulkannya.[3]
Keraguan dalam Sanad Hadis
Hadis ini baru pertama kali dimuat dalam kitab Iqbal al-A’mal Sayid bin Thawus dan sebelumnya tidak dimuat dalam sumber-sumber pustaka hadis Syiah, namun Sayid bin Thawus menjelaskan bahwa hadis ini telah dinukil dalam sebagian kitab-kitab hadis ulama Syiah; namun dengan begitu untuk hadis ini tidak disebutkan sanad periwayatannya.[4] Sayid Muhammad Misykat meyakini bahwa hadis ini adalah termasuk dari hadis-hadis kalangan Ahlusunah yang dimasukkan oleh Ibnu Thawus kedalam kitab-kitab Syiah. [5]
Ayatullah Fadhil Lankarani, tidak menerima kemustahaban salat malam Lailatu al-Raghaib dan hanya memperbolehkannya bagi seseorang yang mengharapkan pahala saja. [6]
Dalam kitab-kitab Ahlusunah juga hadis ini dijelaskan sebagai hadis buatan. Ibnu Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at secara gamblang menjelaskan tentang hadis buatannya hadis ini.[7]
Muhyiddin Nawawi juga dalam Syarh Shahih Muslim meyakini bahwa salat Lailatu al-Raghaib adalah perbuatan bid’ah yang buruk yang mana sekelompok dari ulama telah menolaknya dengan menuliskan buku tentangnya. [8]
Amalan Malam Ini
Dalam riwayat Lailatu al-Raghaib dimuat bahwa hari Kamis pertama dari bulan Rajab dilaksanakan puasa dan di malam jumat antara salat Magrib dan Isya didirikan salat dua belas rakaat yang mana setiap dua rakaatnya ditutup dengan salam dan di setiap rakaatnya membaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Qadr tiga kali dan surah Al-Ikhlash dua belas kali.
Usai melaksanakan salat, tujuh puluh kali membaca shalawat
﴾اللهم صل علی محمد النبی الامی و علی آله﴿
dan setelah itu bersujud dan membaca zikir
﴾سبوح قدوس رب الملائکة والروح﴿
sebanyak tujuh puluh kali dan zikir
﴾رب اغفر وارحم و تجاوز عما تعلم انک انت العلی الاعظم﴿
sebanyak tujuh puluh kali. Setelah itu, mengangkat kepala dari sujud dan kemudian membaca zikir
﴾رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ تَجاوَزْ عَمّا تَعْلَمْ اِنَّکَ اَنْتَ الْعَلِیُّ الْاَعْظَمُ ﴿
kemudian pesalat bersujud kembali membaca zikir
﴾سبوح قدوس رب الملائکة والروح﴿
lalu ia dapat menyampaikan hajat-hajat dan segala permohonannya kepada Allah swt.
Catatan Kaki
1. Farhange Abjadi, Arab Parsi, jld.1, hlm.436.
2. Makarim Syirazi, Mafatih Nuwin, hlm.618, Amalan bulan Rajab.
3. Iqbal al-A’mal al-Hasanah, jld.3, hlm.185.
4. Iqbal al-A’mal al-Hasanah, jld.3, hlm.185.
5. MisykatMuqaddimah Munajat Ilahiyat, hlm.34.
6. Fadhil Lankarani, Jami al-Masail jld.2, hlm.172.
7. Ibnu Jauzi, al-Maudhua’at, jld.2, hlm.125.
8. Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, jld.8, hlm.20.