Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

“Ghadir, Simbol Kesempurnaan dan Keutuhan Islam”

1 Pendapat 05.0 / 5

Ayatullah Sayyid Mojtaba Hosseini menyatakan bahwa Ghadir adalah simbol kesempurnaan dan keutuhan Islam. Beliau mengatakan, mereka yang menerima hari raya lainnya tetapi tidak menerima hari raya ini, berarti meyakini agama yang tidak lengkap. Beliau mengucapkan selamat atas hari raya yang penuh berkah, Eid Ghadir, dan berbicara tentang pentingnya Ghadir. Beliau menyatakan, “Pentingnya hari ini tercermin dalam ayat 3 Surah Al-Ma’idah:

‘… الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي…
“Hari ini, Aku telah menyempurnakan agama kalian dan telah menyempurnakan nikmat-Ku untuk kalian.'”

Beliau juga merujuk pada ayat 67 Surah Al-Ma’idah:

‘يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ…
“Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu; jika tidak kamu sampaikan maka kamu tidak menyampaikan risalah-Nya.'”

Oleh karena itu, kesempurnaan agama dan risalah Nabi Muhammad (SAW) bergantung pada pengenalan Ali (AS) sebagai penjelas hukum syariah dan pelaksananya. Masalah kepemimpinan Amirul Mukminin adalah kepemimpinan imam lainnya (AS) dan kita mengikuti Imam Zaman (AJS) dengan ayat-ayat yang mulia ini serta mengikuti para wakil Imam Zaman (AJS) yang merupakan para marja besar yang dalam istilah kita disebut Wali Faqih.

Anggota Dewan Ahli Kepemimpinan ini menjelaskan mengapa hari raya ini lebih penting daripada hari raya lainnya: mereka yang menerima hari raya lainnya tetapi tidak menerima hari raya ini, menerima agama yang tidak lengkap. Namun, dengan menerima hari raya ini, artinya mereka juga menerima hari raya lainnya.

Perwakilan Pemimpin Tertinggi di Irak ini menambahkan: “Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Allah melihat ke Karbala sebelum melihat ke Arafah pada hari Arafah. Alasannya adalah bahwa siapa yang pergi ke Karbala pasti menerima Arafah, sementara mungkin ada orang yang pergi ke Arafat tetapi tidak menerima Karbala. Padahal, kesempurnaan agama bergantung pada para Imam Ma’sum (AS) yang diterima oleh semua Muslim di dunia. Sebenarnya, Ghadir adalah simbol kesempurnaan dan keutuhan Islam.”

Ayatullah Hosseini menjawab pertanyaan tentang bagaimana memanfaatkan Ghadir sebagai persatuan antara Syiah dan Sunni dan mencegah perpecahan di antara umat Islam dalam masalah ini. Beliau menegaskan: “Pentingnya Eid Ghadir adalah untuk semua orang dan tidak ada yang menyangkal masalah Ghadir, tetapi beberapa orang mengatakan bahwa maksud dari

‘مَنْ كُنْتُ مَوْلَاهُ فَهَذَا عَلِیٌّ مَوْلَاهُ‘
adalah bahwa siapa yang mencintaiku, harus mencintai Ali. Oleh karena itu, kita tidak memiliki perselisihan. Perdebatan dan pertengkaran dalam masalah agama yang mana setiap orang berusaha membuktikan kebenarannya sendiri tidaklah benar, dan memiliki dampak negatif. Kita semua adalah teman dan saudara.”

Beliau melanjutkan: “Jika ada diskusi ilmiah, itu harus dilakukan dengan sopan santun dan etika tanpa bermaksud untuk mengalahkan pihak lain, yaitu dialog bersahabat dengan tujuan nasihat dan kebaikan, sebagaimana seseorang memberikan hadiah dengan suka cita, keinginan, dan penghormatan. Jika pandangan kita adalah pandangan yang benar dan kita percaya bahwa kita benar, kita harus menyampaikannya, mereka juga begitu.”

Perwakilan Khorasan Razavi di Dewan Ahli ini mengatakan: “Jika ada perbedaan, harus diangkat dalam sesi ilmiah, bukan melalui perdebatan di antara masyarakat umum yang dapat menyebabkan penyesalan. Kita harus memikirkan pendekatan, bukan pengasingan.”
Beliau berbicara tentang bagaimana mendekatkan generasi muda dengan pemikiran Ali (AS): “Kita kurang dalam hal pengetahuan, baik pengetahuan tentang Allah, Nabi (SAW), maupun para Imam suci. Siapa pun yang mempelajari sejarah Islam tidak bisa menyangkal kebesaran dan keagungan Ali (AS), seseorang yang dibesarkan oleh Nabi dan menjadi menantunya. Mengikuti cara dan sunnah Nabi (SAW) dan Amirul Mukminin (AS) tidak akan mungkin terjadi kecuali kita terlebih dahulu memperoleh pengetahuan tentang mereka. Oleh karena itu, sebagai prasyarat untuk semua pelajaran, kita harus memiliki pandangan umum tentang Islam dalam hal sejarah dan sirah, aqidah, dan akhlak.”

Referensi:
https://www.hawzahnews.com/news/1166189/