FILSUF?
Konon salah satu dari lima tamu penting Presiden Ixrael adalah filsuf. Terlepas dari kontroversi dan kecaman-kecaman terhadap tindakan fatal mereka yang sudah direspon dengan permohonan maaf, saya justru tertarik dengan kata filsuf tersebut.
Sebutan filsuf bukan klaim diri sendiri tapi disematkan oleh komunitas filsafat karena telah mengemukakan pandangan orisinal dan signifikan dalam dunia filsafat dan diakui sebagai kontribusi intelektual.
Ketika belahan utama dunia Islam dilanda kejumudan akibat pelarangan studi filsafat dan penutupan pintu ijtihad, Iran yang tak masuk dalam teritori Islam mainstream dan tak mengikuti fatwa Al-Ghazali yang mengecam filsafat, justru melestarikan filsafat dan ilmu-ilmu aqliyah hingga kini.
Ratusan filsuf memarakkan atmosfer pemikiran Islam di kawasan mayoritas Muslim Syiah. Di era kontemporer Tabatabai, Mutahhari, Syed Hossein Nasr, Haeri Yazdi, Henry Corbin, M. Taqi Misbah Yazdi, Gholam Reza Fayyazi dan Legenhausen adalah contoh sederet figur yang diakui dalam skala internasonal sebagai filsuf.
Orang-orang yang pernah dan masih terus mempelajari secara komprehensif dan komparatif filsafat serta mempelajari isu-isu utama epistemologi dan ontologi dalam tiga aliran besar Al-Masysyaiyah, Al-Isyraqiyah dan Al-Mutaaliyah dalam jangka waktu yang cukup lama melalui beberapa jenjang tak merasa layak mengaku filsuf. Mereka sudah dianggap sombong bila merasa sebagai pakar filsafat, apalagi filsuf.
Sependek pengetahuan saya, umumnya mata kuliah filsafat Islam di seluruh perguruan tinggi Islam di sini hanya berisikan sejarah pemikiran kalam, tasawuf dan temuan sains serta biografi para pemikir Muslim yang berakhir pada Ibnu Rusyd. Ini berdasarkan pengalaman saya selama studi program doktoral di UIN Syahid Ciputat 2003 silam. Karena itu, di sini banyak pakar sejarah filsafat, bukan pakar filsafat Islam, apalagi filsuf keagamaan.