Kesaksian Imam Adz-Dzahabi tentang Tahrif Al-Quran
Tak sedikit pendapat atau kesaksian para ulama terkait dengan tahrif al-Quran. Buktinya, hingga tulisan ini dinaikkan, sudah ada 31 tulisan tentang tahrif al-Quran—yang mengulas dari sudut pandang yang pusparagm—yang bisa Anda baca dan kaji di situs ini.
Di antara para ulama yang memiliki kesaksian tantang adanya tahrif al-Quran adalah Muhammad bin Ustman Dzahabi atau yang dikenal Imam Adz-Dzahabi. Ulama kesohor Sunni ini adalah salah satu ahli hadis dan ia termasuk di dalam deretan sejarawan kenamaan di awal-awal abad kedelapan Hijriah.
Terkait dengan tahrif al-Quran, ia menuliskan di dalam kitabnya yang berjudul Tarikhul Islam, bahwa tahun 447 Hijriah, tepatnya di Baghdad, Irak, ada sekelompok para pengikut Mazhab Hanbali yang melarang pembacaan basmalah di dalam salat. Bahkan, mereka meyakini kalau-kalau basmalah bukanlah bagian dari al-Quran.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai redaksinya, Anda bisa membacanya sebagai berikut.
وفيها ثارت الحنابلة ببغداد ومقدمهم أبو يعلى، وابن التميمي، وأنكروا الجهر بالبسملة ومنعوا من الْجَهْر والترجيع في الْأذان والقُنُوت. ونهوا إمام مسجد باب الشعير عن الجهر بالبسملة، فأخرج مُصحفًا وقال: أزيلوها من المُصْحَف حتّى لَا أتلوها.
“Ketika itu pengikut mazhab Hanbali bangkit di Baghdad dan orang terdepan di antara mereka adalah Abu Ali dan Ibnu Tamimi. Mereka (pengikut mazhab Hanbali) mengingkari pelafazan basmalah. Dan mereka juga melarang mengumandangkan azan dan pembacaan Qunut serta melarang Imam masjid Bab as-Syair terhadap pembacaan basmalah. Maka, ia (pengikut Hanbali) mengeluarkan al-Quran dan berkata, ‘Aku telah menghapus basmalah dari al-Quran sehingga aku tak membacanya.’”
Penghapusan basmalah yang dilakukan para pengikut mazhab Hanbali, sebagaimana yang kita baca di atas adalah bentuk tahrif. Sebab, seperti yang kita tahu, terjadinya tahrif al-Quran, karena adanya penambahan atau pengurangan di dalam al-Quran, sementara mereka (pengikut Hanbali) mengurangi lafaz yang ada di dalam al-Quran dan menjadi bagian al-Quran. Maka, mereka telah melakukan tahrif.
Akhir kalam, Apa yang penulis paparkan di atas adalah fakta sejarah. Apalagi ditulis oleh seorang ulama sekaliber Imam Dzahabi yang juga termasuk sejarawan besar di abad kedelapan Hijriah, maka validitas kejadian di atas bisa dipertanggungjawabkan. Meski begitu, kita tak cukup hanya berhenti di tulisan ini. Kita perlu melebarkan sayap pengetahuan kita dengan membaca dan mengkaji pembahasan terkait. Wallahu a’lam bi as-shawab.