Kisah Sahabat dan Seekor Unta dalam Hijrah Rasulullah
Dalam sejarah Islam, masjid-masjid yang pertama berdiri dibangun saat peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. Masjid pertama, yaitu Masjid Quba didirikan di tengah perjalanan dari Mekkah ke Madinah. Jaraknya sekitar lima kilometer dari pusat Kota Madinah. Sedangkan masjid kedua, yaitu Masjid Nabawi didirikan ketika Rasulullah sudah tiba di Madinah.
Di balik pembangunan Masjid Nabawi, ada kisah-kisah menarik yang menyelimutinya. Salah satunya adalah kisah yang melibatkan seekor unta Rasulullah dan melambungkan nama sahabat Abu Ayyub al-Anshari hingga kita kenal sampai sekarang.
Nabi Muhammad SAW melangsungkan hijrah pada tahun 622 M. Rombongan kaum muslim ini meninggalkan Mekkah karena berbagai faktor. Salah satunya karena tekanan dari kelompok Quraish kepada Nabi dan orang-orang yang beriman kepadanya.
Ketika Nabi tiba di Madinah, kaum Anshar menyambutnya dengan tangan terbuka dan penuh kebahagiaan. Masyarakat Madinah rela menyembelih hewan ternaknya untuk membuat hidangan spesial. Kulit hewan yang mereka sembelih diolah sedemikian rupa hingga menjadi alat musik yang sekarang kita kenal sebagai rebana. Instrumen musik tabuh itu digunakan untuk mengiringi lantunan shalawat “Thola’al Badru” ketika menyambut Nabi Muhammad SAW beserta rombongan Muhajirin (orang-orang yang berhijrah).
Dalam bukunya, Sirah 65 Sahabat Rasulullah, Abdurrahman Ra’fat Al-Basya menceritakan bahwa para bangsawan Anshar langsung menemui Nabi dan menawarkan pelayanan mereka sebagai tuan rumah. Mereka berdebat, kira-kira di rumah siapa Nabi akan tinggal selama berada di Madinah. Masing-masing dari mereka menarik unta Rasul sambil berkata, “Menginaplah di rumah kami, wahai Rasulullah, dalam penjagaan dan pengawasan yang begitu kuat.”
Namun Nabi tidak langsung mengiyakan. Beliau pun memutuskan melakukan sebuah cara yang adil agar tidak menimbulkan rasa iri di antara mereka. “Biarkan unta ini berjalan, karena ia telah diperintahkan Allah,” kata Rasulullah. Unta Nabi pun berjalan, diikuti pandangan mata kaum Anshar yang mengharap kediaman mereka terpilih. Hewan gurun tersebut terus berjalan dengan tenang. Para sahabat dan banyak orang mengikuti di belakangnya. Satu per satu rumah bangsawan itu dilewatinya bersamaan dengan pupusnya harapan para pemilik rumah.
Lalu tiba-tiba unta tersebut berhenti di pekarangan sebuah rumah. Rumah itu bukan milik satu pun bangsawan Madinah, karena bangunannya tampak sangat sederhana. Itulah rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Seorang sahabat yang dikenal sangat rendah hati (tawadhu) dan pekerja keras.
Setelah sang unta berhenti, ia langsung duduk di pekarangan milik Abu Ayyub. Namun Nabi belum juga turun dari punuknya. Unta tersebut terus duduk di sana tanpa mau berdiri atau berpindah tempat lagi. Nabi pun akhirnya memutuskan turun dan melepas tali kekangnya. Meski begitu, unta tersebut tetap tidak bergeming. Ia terus duduk seakan telah menemukan tempatnya yang paling nyaman.
Pada saat itulah hati Abu Ayyub berdebar-debar. Ia tak kuasa menahan kebahagiaannya. Tak menunggu lama, Abu Ayyub kemudian langsung menghampiri Rasulullah. Ia membawakan barang-barang bawaan Nabi dan mempersilakan beliau untuk masuk ke dalam rumah. Di rumahnya, Abu Ayyub beserta istrinya bergegas membersihkan kamar yang akan ditinggali Rasulullah. Setiap hari mereka juga selalu menyediakan makanan untuk Rasulullah, bahkan untuk para sahabat yang berkunjung.
Nabi Muhammad SAW tinggal di rumah Abu Ayyub selama beberapa bulan. Sampai tibalah waktu Nabi membangun Masjid Nabawi di Madinah. Masjid tersebut dibangun di atas sebidang tanah wakaf yang sebagiannya milik As’ad bin Zurrah. Sedangkan sebagian lagi milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, anak dari Amir Bin Amarah yang diasuh oleh Mu’adz bin Atrah.
Sosok Abu Ayyub Al-Anshari telah tercatat abadi dalam sejarah Islam. Jasanya ketika memberi tempat singgah bagi Nabi dan pelayanannya yang tulus hanyalah permulaan atas bukti cintanya pada kekasih Allah tersebut. Di masa-masa setelahnya, Abu Ayyub sering berada di sisi Nabi untuk ikut berperang melawan para kelompok yang ingin melemahkan Islam.
Suatu waktu, dalam perjalanan pulang setelah memenangkan Perang Khaibar (629 M), Abu Ayyub mendampingi Nabi dengan menjaga perkemahannya. Ketika waktu salat Subuh tiba, Nabi berkata, “Siapa yang ada di luar kemah ini?”
Abu Ayyub menjawab, “Saya, Abu Ayyub al-Anshari, wahai Rasulullah.”
Nabi lalu bersabda, “Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya padamu.”
Begitulah kisah tentang sahabat Nabi, Abu Ayyub al-Anshari dan seekor unta yang diperintah Allah untuk memilihnya. Semoga kebaikan-kebaikan Rasulullah dan para sahabatnya dapat kita teladani dan amalkan untuk kehidupan hari ini.