Tingkatan-tingkatan Pengamalan Al Quran (1)
Al Quran merupakan kitab amalan. Al Quran telah datang membentuk manusia dengan perantaraan amal perbuatan. Al Quran melantunkan ayat ini di dalam surah Jumuah,
[1] هُوَ الَّذي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَ يُزَكِّيهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ إِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفي ضَلالٍ مُبينٍ
Allah Swt telah mengutus Rasul-Nya dan telah menurunkan Al Quran kepadanya guna mengembangkan manusia dari segi ilmu dan amal. Yakni Al Quran merupakan sebuah kitab pelajaran dan pendidikan. Nabi Saw adalah seorang guru pengajar dan pendidik. Di mana saja, Al Quran ketika hendak memperkenalkan manusia yang bahagia dan selamat mengatakan,
الَّذينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ [2]
seorang yang beriman dan beramal sholeh. Di dalam Al Quran kita tidak menemukan satu tempat pun di mana Al Quran hanya mengatakan, “Muslim adalah seorang yang memiliki akidah dan iman”. Namun setiap kali mengatakan, “الَّذينَ آمَنُوا” orang yang beriman[3], pada saat itu pula mengatakan, “وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ ” dan beramal sholeh[4].
Kalimat ini telah berulang pada lebih dari dua ratus tempat dan maknanya ialah “Kitab Al Quran merupakan kitab amalan”. Al Quran telah datang guna membentuk (membangun) manusia, Al Quran datang untuk menyampaikan manusia dari titik nol hingga ke tempat di mana Ia tidak mengenal sesuatu apapun selain Tuhan, Al Quran datang agar manusia menemukan keselamatan (kebahagiaan) dunia dan akhiratnya melalui amal-amal baik. Amal ini pun, misalnya, “membaca Al Quran serta menyimak secara teliti kandungannya”, mempunyai tingkat-tingkatan. Tingkatan pertama, berkaitan dengan hukum-hukum (ahkam). Manusia hendaknya patuh (terikat) pada aspek lahiriah syariat serta perkataan-perkataan para pembesar suluk (sair wa suluk). Guru-guru akhlak mengatakan, “Kami tidak mengenal sesuatu yang lebih baik dari aspek lahiriah syariat”. Al Quran datang untuk membentuk manusia bertakwa. Dengan mengedepankan dan mementingkan perkara-perkara wajib (wajibat) dan mengerjakan perkara-perkara mustahab (mustahabat) serta menjauhi dosa manusia menjadi takwa. Ketika manusia telah bertakwa, Al Quran lantas berkata, “طُوبى لَهُمْ”[5] Sungguh keadaanmu sangat baik; Dalam ketika Ia bertakwa Ia dalam keadaan selamat (sa’adah). Amal ini bergantung pada hal ini bahwa di dalam benaknya(akalnya) terdapat sebuah risalah amaliyah. Risalah amaliah marja taklid adalah penjelasan (bayan) atas pengamalan Al Quran sebab apapun yang dikatakan marja taklid adalah dikatakan dari riwayat-riwayat dan riwayat-riwayat dikatakan dari Al Quran.
Guru besar kami Ayatullah Burujerdi Ra telah berulang kali membacakan riwayat ini kepada kami dan riwayat-riwayat yang mirip dengan riwayat Guru Burujerdi Ra ini ada banyak. Beliau mengatakan, “Imam Baqir As berkata, “Apapun yang kukatakan adalah dari ayahku dan apapun yang dikatakan ayahku adalah dari ayahnya dan apapun yang dikatakan ayahnya adalah dari Nabi Saw dan apapun yang dikatakan Nabi Saw adalah dari Jibril As dan apapun yang dikatakan Jibril As adalah dari Al Quran dan apapun yang dikatakan Al Quran adalah dari Allah Swt”.
Klaim Syiah ialah bahwa risalah amaliyah marja taklid mereka adalah tafsiran Al Quran itu sendiri namun dengan bersandar pada riwayat-riwayat Ahlul Bait As. Jika kita ingin Al Quran menolong kita, maka dari sisi keterikatan pada lahiriah syariat, kita mesti mempunyai pengenalan secara sempurna terhadap risalah amaliyah marja taklid. Jika seseorang tidak bertaklid, Ia seperti seorang yang sakit namun tidak mendatangi dokter dan pada akhirnya meninggal. Jika seseorang tidak tahu (jahil) dan melakukan suatu pekerjaan, Ia akan merusak pekerjaan itu. Sangat perlu untuk bermusyawarah kepada orang yang ahli (spesialis). Kita pun harus bertaklid dan taklid kepada para pembesar adalah perkara fitrawi serta suatu perkara yang dipahami sendiri oleh manusia. Bagaimana seseorang ketika sakit tanpa sadar (dengan sendirinya) mencari dokter dan ketika Ia berhadapan dengan pekerjaan khusus (memerlukan ahli) mencari seorang yang ahli dan spesialis di bidangnya dan orang seperti ini, jika baginya muncul perkara hukum maka Ia akan mencari risalah marja taklid, ini adalah pengamalan Al Quran. Bedanya ialah yang menafsirkan Al Quran di dalam riwayat-riwayat kita adalah Ahlul Bait As sementara Ahlussunnah tidak memiliki itu. Patut disyukuri (alhamdulillah) kita sangat kaya dari segi riwayat-riwayat dan riwayat-riwayat kita berkaitan dengan Ahlul Bait As. Nabi Saw hingga akhir hayatnya lebih dari seribu kali mengatakan,
انّى تارِكٌ فيكُمُ الثِّقْلَيْنِ ما انْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِما لَنْ تَضَلُّوا كِتابَ اللَّهِ وَ عِتْرَتى وَ اهْلَ بَيْتى فَانَّهُما لَنْ يَفْتَرِقا حَتّى يَرِدا عَلَىَّ الْحَوضَ 6
Wahai kaum Muslimin, Al Quran dan Ahlul Bait As, Ahlul Bait As dan Al Quran. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Satu merupakan asli (prinsip) dan satunya lagi penafsirnya. Satunya asli dan satunya lagi adalah penjelasnya dan keduanya ini harus senantiasa saling bahu membahu hingga hari kiamat. Riwayat Tsaqalain mengatakan kepada kita bahwa secara amal perbuatan kita mesti mengikuti Al Quran dan jika kita ingin mengikuti Al Quran, kita harus mengikuti Ahlul Bait As dan jika kita hendak mengikuti Ahlul Bait As, kita mesti memiliki pengenalan sempurna terhadap risalah amaliyah marja taklid. Olehnya itu adalah wajib dan perlu kepada semua, khususnya para pemuda di mana dalam sehari semalan selama satu jam membaca risalah amaliyah serta mengamalkan risalah tersebut. Sungguh, jika mereka membaca risalah amaliyah sejam sehari semalam, mereka akan memiliki pengenalan sempurna terhadap risalah amaliyah dan risalah amaliyah memiliki segalanya. Meskipun umur marja taklid hanya berkisar 70-80 tahun tetapi tidak abai dari segi amal dan apapun yang anda inginkan dari segi amalan, risalah “Taudhihul Masail”(risalah amaliyah marja) memilikinya. Jika tidak terperinci maka, mesti segera ditanyakan dan diberikan jawaban dan pada akhirnya harus mengetahui hukum secara sempurna. Ini adalah suatu bentuk pengamalan Al Quran.
Bersambung ...