Menggapai Taqwa, Meraih Ihsan, Melalui Qurban (2)
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa lilLahil-hamd
Inilah sesungguhnya pelajaran yang bisa kita ambil dari simbolisme ibadah kurban. Yakni, keharusan kita untuk terus berupaya menyembelih keangkaramurkaan dari diri kita, sehingga hati kita menjadi bersih, sebersih-bersihnya, agar kita selalu sadar Allah, dan merasakan pengawasan Allah atas diri kita (muraqabah), sesuai dengan uraian sebelumnya.
Selanjutnya, seperti antara lain dikatakan ibn Rajab al-Hanbali, takwa, jika terus disempurnakan, bisa membawa pelakunya kepada ihsan
“Al-taqwa harisun min al-siwa, wal-ihsan huḍur al-ḥaqq fī kulli shay’.”
“Taqwa menjaga dari yang selain Allah, dan ihsan adalah kehadiran Allah dalam segala sesuatu.”
Ihsan bermakna mencapai kesempurnaan dalam kehambaan dan kecintaan kepada Allah Swt, sedemikian sedemikian sehingga kita mengalami kebersatuan dengan Allah Swt.
Dalam sebuah tamsil dikatakan, takwa adalah penjaga rumah, sedang ihsan adalah cahaya yang menerangi rumah itu.
Takwa juga ditampilkan sebagai langkah memasuki taman, sedang ihsan adalah berjalan-jalan menikmati keindahan di dalam taman.
Sebagaimana disimpulkan oleh ibn’ Arabi, takwa adalah gerbang, yang melaluinya orang akan sampai kepada ihsan – yakni, tersingkapnya tirai yang menjadikan kita mampu melihat Allah.
Yakni, sebagaimana diungkapkan dalam hadis Jibril yang terkenal itu, ihsan adalah memuja Allah (dengan sepenuh cinta) dalam keadaan kita melihat Allah (dengan mata batin kita, yang sudah ditajamkan dengan takwa).
Dan bagaimana caranya kita bisa memuja Allah dengan cara demikian?
Dalam pemahaman ibn Arabi atas hadis Jibril di atas, Nabi mengajarkan bahwa, untuk mencapai penglihatan akan Allah itu, kita harus bisa meniadakan diri (ego) kita:
Beginilah salah satu bacaan ibn ‘Arabi tentang hadis tesebut: “Ihsan adalah engkau memuja Allah dalam keadaan melihat Allah (dengan mata batin). Dan, jika engkau telah mampu meniadakan diri/egomu (wa in lam takun), maka kamu akan bisa melihat Allah…”
Ihsan yang seperti ini membawa pelakunya kepada fana (meleburnya diri ke dalam Tuhan), yang berujung kepada baqa’ (tinggal tetap dalam Tuhan).
Dan ru’yatullah (melihat Allah), sebagai buah ihsan, lebih tinggi maqamnya daripada musyahadah (penyaksian akan Allah), yang merupakan buah takwa. Sementara dalam musyahadah kedirian kita masih ada, dalam ru’yatullah diri kita sudah hilang, menyatu dengan Allah Swt.
Jadi, meski takwa adalah suatu maqam yang sudah tinggi, bagi para awliya’-Nya, takwa membawa kepada puncak tertinggi keislaman – yakni ihsan.
Demikian luhurnya tujuan akhir ibadah kurban, jika kita lihat dalam perspektif takwa dan ihsan ini. Jadi, jika kita sudah bisa berkurban hewan sembelihan, dalam keadaan mampu melihat makna (batin) di balik simbol material (fisik) ritus ibadah ini, maka kita akan bisa benar-benar mencapai ketakwaan, bahkan Ihsan dalam keberagamaan kita – sebagaimana difirmankan Allah dalam surat al-Mulk ayat 2:
“(Dialah Allah) Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian, demi Allah mengetahui siapa yang paling ihsan (dalam) menyelenggarakan amalnya.”
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa lilLahil-hamd.
Marilah kita bertakwa dengan segala kemampuan kita, sebagaimana Allah sendiri ajarkan:
“IttaqilLaaha ma’statha’tum” (Bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu).” (at-Taghabun:16)
Lalu, hendaknya kita selalu memohon kepada Allah agar terus memberikan hidayah kepada kita dan menolong kita dalam perjalanan kita mendekat kepadaNya dari satu tingkatan kepada tingkatan-tingkatan yang selanjutnya. Yakni sesuai dengan janji-Nya sendiri dalam Surat al-‘Ankabut ayat 69:
“Dan sesiapa yang bekerja keras menuju-Ku, maka pasti aku tunjuki dia jalan-jalan-Ku.”
Demikian Allah sabdakan dalam suatu hadis qudsi:
“Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Dan jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepada-Nya sedepa. Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan merangkak, Aku akan mendekat kepadanya berjalan. Dan jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekat kepadanya berlari.”
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lilLahil-hamd…
*) Khutbah ‘Idul Adha yang disampaikan pada Hari Jum’at, 6 Juni 2025 M (10 Dzulhijjah 1446 H) di Masjid Lazuardi, Cinere.