Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Memaknai Makna Al Shamad (2)

0 Pendapat 00.0 / 5

C. Allamah Thabathabai berkata, “Makna Allah Swt disebut sebagai al-Shamad adalah bahwa segala sesuatu dalam esensi (zat), efek dan sifat bergantung kepada-Nya dan Dialah adalah ujung dan puncak segala tujuan. Asli dalam makna kata shamad adalah bermaksud atau bermaksud dengan adanya kepercayaan. Tatkala disebutkan, “sha-ma-da-hu, ya-sh-ma-da-hu, sha-ma-dan” berasal dari bab “na-sha-ra, ya-n-shu-ru” yang bermakna bahwa seseorang menginginkan seseorang atau sesuatu, sementara ia menaruh kepercayaan kepadanya.

Sebagian ahli tafsir menafsirkan kata ini – yang merupakan kata sifat – dengan ragam makna yang kebanyakan berpulang pada makna, “Tuan dan Penguasa yang dari sisi mana pun yang diinginkan darinya supaya hajat-hajat mereka terpenuhi.” Karena pada ayat yang menjadi obyek bahasan disebutkan secara mutlak juga bermakna yang sama maka Allah Swt adalah Tuan dan Yang Dituju dimana seluruh makhluk menjadikan-Nya sebagai tujuan untuk memenuhi seluruh hajatnya.

Benar bahwa tatkala Allah Swt adalah Pencipta segala sesuatu di alam semesta dan segala sesuatu yang memiliki keberadaan, maka keberadaannya adalah pemberian Allah Swt. Karena itu segala sesuatu yang sah disebut “sesuatu”, dalam esensi, sifat dan efeknya sepenuhnya bergantung kepada Allah Swt dan menjadikan Allah Swt sebagai tujuan untuk memenuhi seluruh hajatnya, sebagaimana Allah Swt berfirman, “Ingatlah, menciptakan dan mengatur (alam semesta) hanyalah hak Allah.” (Qs. Al-A’raf [7]:54) Demikian juga Allah Swt befirman secara mutlak, “Dan bahwa kepada Tuhan-mulah kesudahan (segala sesuatu).” (Qs. Al-Najm [89]:42)

Karena itu, Allah Swt adalah shamad (tempat bergantung ) seluruh hajat yang dapat digambarkan di alam semesta; artinya tiada satu pun yang dapat dijadikan sebagai tujuan kecuali puncak tujuannya adalah Allah Swt dan terpenuhinya seluruh hajatnya dengan perantara Allah Swt.

Dari sini menjadi jelas bahwa apabila alif dan lam yang disebutkan pada kata “shamad” (al-shamad) maka maksud alif dan lam itu adalah alif dan lam hashr (pembatasan) yang memahamkan bahwa Allah Swt adalah satu-satunya shamad (tempat bergantung dan puncak tujuan) secara mutlak, berbeda dengan kata “ahad” yang disebutkan tanpa alif dan lam, karena kata ini memiliki makna khusus dan tidak dapat dilekatkan pada sesuatu selain Allah Swt secara mutlak. Dengan demikian, alif dan lam tidak diperlukan untuk memberikan batasan pada kata ahadiyat bagi Allah Swt atau ahadiyat ahdi di antara ahadiyat-ahadiyat yang ada.[6][1]. Raghib Isfahani, Mufradât Alfâzh Qur’ân, jil. 1, hal. 492, klausul “sha-ma-d”; silahkan lihat Shihâh al-Lughat, Majma’ al-Bahrain, Jawâmi’ al-Jâmi’, Qâmus al-Qur’ân, Nihâya Ibnu Atsir.

[2]. Silahkan lihat, Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 33, hal. 223, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1409 H.
[3]. Ibid.
[4]. Ibid.
[5]. Hurr al-‘Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 27, hal. 189, Muassasah Ali al-Bait As, Qum, 409 H.
[6]. Silahkan lihat, Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 20, hal. 388-389, Daftar Intisyarat-e Islami, Qum, Cetakan Kelima, 1417 H.