Keagungan Ahlul Bait pada saat Mubahalah (1)
Para pemeluk agama lain dan pemimpin politik dan tokoh
aliran kepercayaanmenaruh perhatian khusus kepada Islam
dan kaum Muslim pasca penaklukan kota Mekkah pada tahun
kedelapan Hijriah dan setelah Islam menyebar luas di
Jazirah Arab. Mereka juga mulai memfokuskan
perhatiannya ke kota Madinah sebagai pusat pemerintahan
Islam. Penaklukan Mekkah telah membuka ruang untuk
penyebaran agama Islam ke berbagai penjuru wilayah
Hijaz dan bahkan ke negara-negara lain. Rasulullah Saw
memanfaatkan kesempatan itu dengan baik dan melayangkan
beberapa pucuk surat serta mengutus para wakilnya untuk
menemui pemimpin negara-negara lain.
Rasulullah Saw menyeru mereka untuk memeluk Islam atau
secara resmi mengakui pemerintahan Islam dan mematuhi
aturan-aturannya.Banyak tokoh tertarik untuk berangkat
ke Madinah guna melihat dari dekat pusat pemerintahan
Islam dan bertemu dengan pemimpin kaum Muslim. Sejak
tahun kesembilan Hijriah, para delegasi dan suku-suku
Arab dari berbagai daerah berbondong-bondong datang ke
Madinah untuk menemui Rasulullah Saw. Delegasi kaum
Nasrani Najran juga bertolak ke Madinah setelah
menerima sepucuk surat dari Nabi Muhammad Saw. Uskup
Agung Najran kemudian membentuk sebuah dewan untuk
membicarakan perkara tersebut.
Dalam pertemuan itu, salah satu pembesar Nasrani yang
terkenal pintar dan bijak berkata,“Kita berkali-kali
mendengar dari para ulama kita bahwa suatu hari posisi
kenabian akan berpindah dari garis keturunan Ishak
kepada anak-anak Ismail dan ada kemungkinan kalau
Muhammad merupakan salah satu dari keturunan Ismail,
yaitu nabi yang dijanjikan.” Setelah berdiskusi panjang
lebar, Dewan Ulama Nasrani kemudian memutuskan untuk
mengirim sebuah delegasi ke Madinah guna berdiskusi
dari dekat dengan Muhammad Saw dan menyelidiki
argumen-argumen kenabian akhir zaman.
Nasrani Najran memiliki dua pertanyaan penting dari
Rasulullah Saw. Pertama,Muhammad akan mengajak mereka
untuk memeluk ajaran apa? Dan kedua, bagaimana pendapat
Muhammad tentang Isa al-Masih? Dalam menjawab
pertanyaan pertama, Rasulullah Saw menyeru mereka untuk
menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan mengenai pertanyaan
kedua, beliau berkata, “Isa adalah hamba yang terpilih
dan beriman kepada Allah. Ia adalah seorang manusia dan
tidak boleh dianggap sebagai anak Tuhan.” Akan tetapi,
delegasi Nasrani tetap mempertahankan konsep Trinitas
dan menyebut Isa al-Masih sebagai anak Tuhan. Menurut
mereka, Isa adalah anak Tuhan karena ia lahir tanpa
perantaraan seorang ayah.
Ulama Nasrani kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw,
“Jika Isa adalah hamba dan makhluk Tuhan, lalu siapa
ayahnya? Manusia adalah makhluk dan ia wajib punya
ayah.” Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril as untuk
menyampaikan ayat 59 surat Ali Imran kepada Rasul Saw.
Ayat tersebut berbunyi, “Sesungguhnya misal
(penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah,
kemudian Allah berfirman kepadanya, Jadilah (seorang
manusia), maka jadilah dia."Rasul Saw lalu menjelaskan
isi ayat tersebut kepada para pembesar Nasrani. Tetapi,
mereka tidak peduli dengan ucapan Nabi Saw dan tetap
berpegang pada keyakinannya. Mereka menyatakan tidak
puas dengan penjelasan Nabi Saw dan mengaku belum
menemukan jawaban atas pertanyaannya.
Bersambung