Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Perjuangan Husein di Karbala dalam Akal dan Cinta (1)

0 Pendapat 00.0 / 5

Perjuangan Imam Hussein di Karbala adalah cermin utuh dari manusia sempurna dan Islam murni, yang menunjukkan kebenaran dan keadilan secara komprehensif dan menggambarkan kebersamaan akal dan cinta.

Gerakan Imam Hussein di Karbala bisa ditinjau dari berbagai aspek, sejarah, teologi, hukum, politik dan lainnya. Bahkan kaum revolusioner dan pencari keadilan telah melihatnya dengan berbagai pendekatan dan menafsirkannya.

Kebangkitan Imam Hussein meski telah berlalu lebih dari seribu tahun silam, tapi hingga kini tetap menjadi sumber pelajaran penting. Peristiwa Karbala secara umum dan detailnya, mengandung aspek rasionalitas sekaligus cinta, serta tidak ada kontradiksi di natar keduanya dalam gerakan penting ini. Pemikir kontemporer Iran, Syahid Muthada Muthahhari juga menyebut akal dan cinta saling melengkapi selama Asyura dan menganggap tidak ada gunanya membicarakan kelebihan satu di atas lainnya yang harus ditonjolkan.

Syahid Muthahhari mengatakan, "Ketika kita ingin melihat kelengkapan Islam, kita juga harus melihat gerakan Husseini. Kita melihat bahwa Imam Hussein telah menerapkan nilai-nilai universal Islam di Karbala. Ketika seseorang berpikir tentang peristiwa Karbala, ia melihat hal-hal yang membuatnya takjub dan berkata bahwa ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, dan bahwa para Imam  telah menekankan bahwa semua ini harus tetap hidup dan tidak pernah terlupakan. Peristiwa ini adalah cermin dari [perjuangan menjaga] Islam."

Imam Husein adalah salah satu contoh nyata dari manusia sempurna dan gerakan perjuangannya juga memiliki berbagai dimensi yang berbeda; aspek cinta dan emosi, serta aspek rasional dan logis. Faktanya, dua wajah berbeda ditunjukkan dalam perjuangan beliau. Pertama, sosok yang sama sekali tidak mau menyerah, tunduk dan setuju kepada penindas. Kedua, sosok yang penuh kelembutan ketika bermunajat dan berdoa kepada Allah swt.

Aspek pertama, yaitu aspek cinta, yang menurut Syahid Muthahhari, adalah aspek kesucian di jalan Tuhan dan sisi transendental dari perjuangan Imam Husein. Aspek ini bisa dilihat dari dalam khutbah pertamanya yang beliau sampaikan, "Keridhaan Tuhan adalah keridhaan Ahlul al-Bait, oleh karena itu kami bersabar menghadapi musibah ini". Ekspresi puncaknya disampaikan Imam Husein menjelang kesyahidannya, ketika berbicara kepada Tuhan, "Aku ridha kepada takdir-Mu, aku aku berserah diri kepada-Mu dan mematuhi perintah-Mu.Tidak ada Tuhan selain Engkau, wahai Yang Maha Mendengar munajat!"

Aspek kedua adalah aspek epik perlawanan melawan penindasan yang dilakukan rezim lalim yang berkuasa. Dengan memahami kondisi budaya, politik dan sosial pada masanya, Imam sangat menyadari bahwa masyarakat Islam sedang menuju kematian bertahap dari agama dan nilai-nilai Islam, dan gerakan perlawanan harus muncul untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Islam yang ditelah diselewengkan, dan mereformasi masyarakatnya.

Sejarah menunjukkan bahwa dalam perjuangan Imam Hussein dari awal hingga akhir, ada orang-orang yang berangsur-angsur berpisah dari kafilah Husseini, sebaliknnya dan ada yang kemudian bergabung dengan beliau. Misalnya, Hurr bin Yazid Riahi yang menemukan jalan cinta hingga kesyahidannya di jalan Husseini. Tapi ada juga, Umar bin Saad yang memilih jalan kegelapan dengan memerangi Imam Husein.

Bersambung ...