Misteri Syahid Hari ‘Arafah (6)
Menjemput Syahadah
Mengenai pembunuhan terhadap Muslim bin Aqil, Al-Mas‘udi menuturkan seperti berikut:
Muslim bin Aqil dibawa ke atas atap. Lalu kepada Ahmara, yang telah mendapat luka sabetan pedang dalam duelnya dengan Muslim, diperintahkan untuk menebas leher Muslim bin Aqil.
Ahmara bercerita, “Ketika Muslim dibawa ke atas atap gedung, aku dengar ia membaca tasbih, beristigfar, dan bershalawat kepada Rasulullah.”
Kemudian, Ahmara memenggal leher Muslim. Setelah itu, dia berlari ketakutan dan jatuh di hadapan Ibn Ziyad. Ubaidillah bin Ziyad bertanya, “Apa yang terjadi denganmu?” Ahmara menjawab, “Ketika aku hendak membunuhnya, aku melihat seseorang bermuka hitam berdiri di sampingku, dan gigi-gigi taring keluar dari bibirnya. Aku belum pernah merasa ketakutan seperti ini sebelumnya.”
Tubuh Muslim bin Aqil dilemparkan dari atas atap istana ke tanah.55 Lalu kepala Muslim bin Aqil—dan Hani—dikirim ke Damaskus. Sementara tubuh kedua orang ini, setelah diseret di gang-gang kota Kufah, dilemparkan ke tempat sampah di dekat Masjid Kufah.56 Kemudian, istri Maitsam Tammar secara sembunyi-sembunyi menguburkan kedua tubuh tersebut pada malam hari di salah satu sudut masjid.
Karena sangat rindu kepada Allah Swt, mereka tidak merasakan sakitnya sabetan pedang dan tikaman tombak. Amirul Mukminin as berkata, “Mereka tidak merasakan sakitnya sabetan pedang.”57 Allah Swt langsung yang mencabut nyawanya (bukan Malaikat Izrail). Berdasarkan hadis dari Ummu Aiman, Jibril as berkata kepada Rasulullah, “Ketika kelompok ini sampai ke tempat pertempuran, Allah Swt sendiri yang langsung mencabut nyawa mereka.” Mereka dapat menyaksikan kediaman mereka di surga sebelum kematian menjemput, sebagaimana disebutkan dalam Ziarah Nahiyah Muqaddasah, “Aku bersaksi, sungguh Allah telah melepaskan tirai dari penglihatan matamu, menyiapkan tempatmu dan melimpahkan karunia yang banyak kepadamu.”
Hanya para sahabat Imam al-Husain as di Karbala yang tahu bahwa mereka pasti terbunuh pada malam Asyura. Pada malam itu, mereka minum air yang keluar dari sela-sela jari-jemari Imam al-Husain as. Sudah barang tentu air itu lebih segar daripada air telaga.
Melalui cinta yang tulus kepada Imam al-Husain as dan para sahabatnya as serta berlepas diri (tabarri’) dari musuh-musuhnya, kita bisa merasakan nikmat agung walâyah ilâhiyyah: bersedih dengan kesedihan keluarga Nabi, berbahagia dengan kebahagiaan keluarga Nabi, mencintai siapa pun yang dicintai keluarga Nabi, dan membenci siapa pun yang dibenci oleh keluarga Nabi.
Demikianlah Syahadah Muslim dan Hani sesungguhnya tragedi awal yang membuka jalan menuju peristiwa besar Karbala. Pengkhianatan penduduk Kufah, keberanian Muslim bin ‘Aqil, serta kekejaman pemerintahan Umayyah menjadi potret gelap dari sejarah perjuangan Ahlulbait yang tetap dikenang hingga kini.
Assalamu’alal Husain
Wa ‘ala ‘Aliyyibnil Husain
Wa ‘ala aulaadil Husain
Wa ‘ala ashhaabil Husain
Selamat Iedul Adha, mohon maaf lahir dan batin! Semoga beroleh hikmah ‘Arafah, semoga beroleh pahala dzibhin ‘azhiim melalui Cinta pada Nabi saw dan keluarganya yang suci as.
Shalawat!
Referensi:
1). Buku Jalan Cinta,
2). Buku Karbala, Munfarid & Alamdar,
3). Ceramah Ayatullah Jawadi Amuli, 4) WIkishia