Sebuah Momen Di Padang Cinta (2)
Imam Husain as adalah juga mewarisi Khalilullah. Ia adalah Cinta yang mengalahkan segala. Sebagaimana Nabi Ibrāhīm menjadi khalīlullāh (QS. An-Nisā’ 4:125), Imam al-Ḥusain mewarisi cinta suci yang mengalahkan segalanya. Ketika seluruh tubuh beliau sudah berlumuran darah.
هون عليّ ما نزل بي أنه بعين الله
(Haunun ‘alayya maa nazala bii annahu bi ‘ainillah).
Ringan yang terjadi bagiku karena ini tak luput dari Mata Allah. (Lama’atul Husain, Muhammad Husayn Husayni Tehrani)
Cinta al-Ḥusain kepada Allah adalah cinta seorang khalīl, dan karenanya ia ridha dibantai di atas tanah Karbala. Pula ia mengikhlashkan Ali Akbar , putra tertua yang menjadi obat rindu Imam Husain saat merindukan Nabi saw. Sungguh Ali Akbar, sangat mirip lahir dan perilakunya dengan Rasulullah Saw.
Berikut adalah sekelumit kisah Syahadah Ali Akbar:
“Ia beberapa kali menyeruak ke arah musuh dan membunuh banyak tentara Kufah hingga mereka-lantaran banyak yang terbunuh, mengelompokkan diri lagi dan menyerang balik.
Diriwayatkan bahwa ia mampu membunuh lebih dari seratus dua puluh musuh, wlaupun dalam keadaan kehausan. Ketika luka di tubuhnya semakin bertambah banyak dan parah, ia datang mendekati ayahnya seraya berkata: “ Wahai ayahku, kehausan membunuhku, dan banyak senjata-senjata yang melukaiku, adakah air yang bisa menyegarkan tenagaku untuk bertarung kembali dengan musuh-musuhku?” Imam (as) menangis dan berkata: “ Wahai Anakku, tetaplah bertarung walau sesaat, tak lama lagi kau akan melihat kakekmu yang akan menghapuskan dahagamu selamanya!” (Munfarid dan Alamdar, Karbala, hal. 324)
Persahabatan dalam Cinta pada Imam al-Husain as adalah kebersamaan yang abadi. QS. An-Nisā’ (4:69) menjanjikan posisi rofiiq bagi mereka yang rela mengorbankan segalanya bersama Al-Husain as.
فَ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا
Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh dan merekalah sebaik-baik teman (rafīq). (QS. 4:69)
Imam al-Ḥusain berkata Sa’id bin ‘Abdullah al Hanafi, yang telah menjadi tameng hidup saat Imam al-Husain menunaikan shalatnya yang terakhir di Karbala,
نَعَمْ، أَنْتَ أَمَامِي فِي الْجَنَّةِ
Ya, Engkau di depanku di surga.
(Ayatullah Muhammad Shadiq Najmi, From Medina to Karbala)
Itulah janji bagi Sa’id bin Abdullah Al-Hanafi. Sungguh Sa’id adalah sebaik-baik teman (rafiq) bagi Al Husain as di dunia dan di akhirat. Dan sungguh dijanjikan juga bagi para peziarah yang tulus . Satu tetes air mata yang tulus untuk Al Husain akan mengantarkan seseorang menjadi rafiq dari Al Husain as kelak. Kenapa? Sesungguhnya seseorang bila ia mencintai batu pun, kelak akan digabungkan dengan batu tersebut. Sebagaimana kata penyair:
Cinta adalah bak Buraq
Ia hantarkan hamba ke haribaan Kekasih
Cinta adalah Al Husain
Ia jadikan para hamba bak laron mengitarinya
Bagaimana tetnang kisah persaudaraan penuh kasih dalam Asyura? QS. Al-Ḥujurāt (49:10):
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS. 49:10)
“ Abul Fadhl ‘Abbas memegang kantong air dengan giginya. Tiba-tiba anak panah menembus kantong air hingga airnya tertumpah. Lalu seebuah anak panah lagi mengenai dadanya hingga ia terjatuh dari kuda. Kemudian Amudi menebas ubun-ubunnya dengan pedang. Abas berteriak, “Saudaraku, jemputlah aku!” (Maqtal Muqarram, hal. 269)
Imam Husain as segera datang menemui Abbas. Imam Husain as mendapati Abul Fadhl ‘Abbas tergeletak di tepi Sungai Efrat. Tubuhnya terkoyak-koyak. Kedua tangannya terputus. Lalu Imam Husain as berkata, “ Sekarang, telah patah tulang punggungku dan berkurang kemampuanku.” (Biharul Anwar, Juz 45, hal. 42)
Bersambung...