CAHAYA PRIMORDIAL : ONTOLOGI KELAHIRAN NABI TERSUCI SAW (1)
Secara konvensional, kelahiran dipahami sebagai peristiwa biologis, sebuah proses fisik yang terikat pada hukum alam. Namun, kelahiran Nabi Muhammad SAW jauh melampaui batas-batas material tersebut. Beliau bukanlah sekadar entitas manusiawi, melainkan perwujudan cahaya ilahi, sebuah sintesis ontologis antara dimensi transenden (rabbani) dan imanen (insani). Dalam perspektif filsafat, kelahiran Beliau bukan hanya peristiwa temporal, melainkan manifestasi dari esensi ilahi yang mengungkap hakikat keberadaan itu sendiri.
Tiga Tahap Manifestasi Ontologis
Secara ontologis, kelahiran Nabi Muhammad SAW dapat dipahami melalui tiga tahap manifestasi yang saling terhubung. Pertama, kelahiran eksistensial (wilādah wujūdiyyah), di mana beliau adalah Cahaya Muhammad (an-Nūr al-Muhammadi) yang memancar dari Cahaya Pertama (Allah SWT). Ini adalah esensi transendental yang telah ada sebelum penciptaan alam semesta. Kedua, kelahiran spiritual (wilādah rūḥiyyah), di mana beliau adalah ruh superior yang menjadi poros dan sumber kehidupan bagi seluruh jiwa, menjembatani dimensi ilahi dengan realitas spiritual. Ketiga, kelahiran material (wilādah māddiyyah) yang biasa disebut biologis. Dalam tahap ini, beliau adalah entitas ragawi yang ditransmigrasikan dari cahaya suci ke rahim para wanita pilihan, hingga akhirnya lahir di Makkah dari rahim Aminah binti Wahab. Ketiga tahap ini membentuk kesatuan integral di mana dimensi transenden mendominasi tanpa meniadakan realitas imanen.
Bersambung...

