Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Pendidikan Lebih dari Sekadar Sekolah ; Sebuah Refleksi Filosofis dari Relasi Rasulullah dan Imam Ali

0 Pendapat 00.0 / 5

Pesantren: Wujud Kontemporer Pendidikan Islam Holistik

Model pendidikan seperti itu tercermin dalam tradisi pesantren di Nusantara. Di pesantren, pendidikan tidak dibatasi oleh ruang kelas atau jam pelajaran. Santri hidup berdampingan dengan guru (kiai) selama 24 jam, menyaksikan langsung bagaimana sang guru beribadah, berbicara, bersikap, dan menyelesaikan masalah. Proses ini melahirkan internalisasi nilai secara mendalam melalui pengulangan (taʿwīd), kebersamaan (ṣuḥbah), dan peneladanan (qudwah).

Inilah esensi dari apa yang disebut para ulama sebagai ta’dīb  proses pendidikan yang membentuk kesadaran, perilaku, dan kepribadian, bukan hanya mengisi pikiran. Dalam konteks ini, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan keagamaan, tetapi “laboratorium kehidupan” yang menyatukan teori dan praksis, ilmu dan adab, akal dan jiwa.

Pendidikan sebagai Jalan Menjadi Manusia

Ketika kita membatasi pendidikan hanya pada sekolah dan sertifikat, kita sebenarnya telah mereduksi makna aslinya. Pendidikan sejati adalah proses menjadi manusia  bukan sekadar “tahu,” tetapi “menjadi.” Ia membentuk kemampuan berpikir sekaligus kepekaan hati; ia melatih keterampilan sekaligus membimbing perilaku; ia menumbuhkan akal sekaligus menyucikan jiwa.

Oleh karena itu, relasi guru dan murid tidak boleh direduksi menjadi relasi administratif. Ia adalah pertemuan dua jiwa: satu yang telah matang dan membimbing, satu yang sedang bertumbuh dan mencari. Ketika relasi ini dibangun atas dasar cinta, adab, keteladanan, dan keikhlasan seperti hubungan Rasulullah dengan Ali  maka pendidikan tidak hanya melahirkan individu yang pandai, tetapi juga pribadi yang berkarakter, beradab, dan bertanggung jawab.


Penutup

Kata education dalam sejarahnya mengandung makna yang jauh lebih luas daripada sekadar sekolah. Ia adalah perjalanan membimbing manusia dari kebodohan menuju kebijaksanaan, dari kebergantungan menuju kemandirian, dari potensi menuju aktualitas. Relasi Rasulullah dan Imam Ali as menunjukkan bagaimana pendidikan sejati dijalankan: bukan hanya melalui lisan, tetapi melalui teladan, pengalaman, dan kebersamaan. Tradisi pesantren di Nusantara menjadi bukti bahwa model pendidikan holistik seperti ini masih hidup hingga hari ini menanamkan nilai bukan hanya di pikiran, tetapi juga di hati dan tindakan.

Dengan demikian, pendidikan bukan hanya soal “apa yang diajarkan,” tetapi siapa yang mengajarkan dan bagaimana hidup bersama sang guru membentuk seluruh keberadaan kita. Pendidikan adalah proses menjadi manusia seutuhnya dan itu, sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah kepada Ali, hanya mungkin tercapai jika ilmu dipadukan dengan adab, pengetahuan dengan pengalaman, dan akal dengan hati.