14%

Bagian 9

Taqiyyah

Taqiyyah atau praktik menyembunyikan keyakinan tatkala berada di bawah ancaman atau siksaan, disebutkan dalam Al-Quran pada tiga tempat:

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.” (QS. Ali Imran [3]:28)

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman, (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).” (QS. Al-Nahl [16]:106)

“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fira„un yang menyembunyikan imannya.” (QS. Al-Mukmin [40]:28)

Ketiga ayat ini dengan jelas menunjukkan bolehnya menyembunyikan keyakinan dan pendapat tatkala terancam marabahaya. Mereka yang hidup di negara-negara yang sama sekali tidak toleran dengan pengikut Ahlulbait; demokrasi tidak diterapkan dan tirani, penindasan dan pelecehan hak asasi manusia merajalela; dan orang-orang cenderung disiksa, dianiaya dan dibunuh karena keyakinan mereka, maka kewajiban mereka adalah mempraktikkan taqiyyah sebagaimana yang didawuhkan Al-Quran untuk menyelamatkan jiwa, harta, keluarga dan sahabat mereka. Taqiyyah hanya boleh dipraktikan tatkala ada rasa takut yang mencekam dari marabahaya. Jika tidak ada rasa takut dan kerugian, seperti bagi kaum Muslimin yang hidup di Amerika dan Eropa, maka taqiyyah tidak boleh dijalankan.

Surah al-Nahl ayat 106 di atas secara khusus menggambarkan masalah ini. Ayat ini diturunkan untuk membolehkan sebagian sahabat Nabi Saw di Mekkah untuk mengekspresikan kekufuran mereka dengan lisannya dan menyembunyikan iman mereka dalam hati tatkala disiksa dan didera oleh Abu Sufyan. Bahkan, sahabat Rasulullah Saw sekaliber Ammar bin Yasir, menyatakan kekufuran tatkala orang-orang kafir menyiksanya di Mekkah. Orang-orang datang kepada Rasulullah Saw dan mengeluhkan bahwa Ammar telah menjadi seorang kafir. Rasulullah Saw menjawab, "Tidak. Sesungguhnya sekujur tubuh Ammar dipenuhi oleh iman." Kemudian beliau bersabda kepada Ammar bahwa jika orang-orang musyrik itu menyiksanya lagi, maka ia harus mengingkari keyakinannya di hadapan umum. Kisah ini juga disebutkan pada kitab-kitab tafsir terkait dengan ayat yang bersangkutan.

Orang yang pertama mempraktikan taqiyyah dalam Islam adalah Nabi Saw sendiri tatkala beliau menjalankan misinya secara sembunyi-sembunyi pada masa awal-awal kedatangan Islam. Selama tiga tahun,[66] misinya sangat rahasia, dan untuk melindungi pesan dan gagasan-gagasan yang beliau bawa, Nabi saw tidak mengungkapkannya kepada kaum Quraisy hingga Allah memerintahkannya untuk berdakwah secara terbuka: ―Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr [15]:94)

Kemudian Nabi Saw mulai menyeru masyarakat kepada Islam dan berdakwah secara terbuka setelah periode taqiyyah. Terlebih, sejarah menunjukkan bahwa banyak emimpin mazhab melakukan taqiyyah pada pelbagai kesempatan, seperti Imam Abu Hanifah, tatkala ia memberikan fatwa untuk meninggalkan shalat dan berbuka puasa di bulan Ramadhan bagi seseorang yang dipaksa. Demikian juga, Imam Malik dipaksa untuk menjalankan diplomasi tingkat tinggi dengan Dinasti Umayah dan Abbasiyah, ia menggunakan ayat 28 surah Ali Imran sebagai pembenaran.

Imam Syafi‘i juga mempraktikkan taqiyyah dalam fatwanya terkait dengan seorang yang bersumpah palsu atas nama Allah karena dipaksa bahwa ia tidak perlu menyerahkan kafarat.[67]

Imam Ghazali meriwayatkan bahwa wajib melindungi darah kaum Muslimin dan berdusta adalah wajib untuk melindungi tumpahnya darah seorang Muslim.[68]

Sebagian orang menyebutkan bahwa orang yang menjalankan taqiyyah adalah orang munafik. Namun, definisi munafik adalah menunjukkan iman selagi menyembunyikan kekufuran, sementara taqiyyah menunjukkan persetujuan padahal dalam hatinya ketidaksetujuan untuk melindungi diri, keluarga, harta dan agama.[]