12%

8. Dengki

• Dorongan yang Mendatangkan Kekacauan dan Kerusakan

• Orang-orang Dengki Terbakar dalam Api Kegagalan dan Kerugian

• Agama terhadap Sifat Dengki

Dorongan yang Mendatangkan Kekacauan dan Kerusakan

Manusia hidup dalam gerakan yang terus-menerus di antara gelombang permasalahan dan kesengsaraan dalam kehidupan yang tidak stabil ini. Ia berjuang guna mengurangi ketegangan dari berbagai kesulitan pada jiwa dan raganya, sehingga ia dapat memungut bunga-bunga harapannya dan mewujudkan harapan itu dalam kehidupannya, satu demi satu. Selama hubungan erat manusia dengan kehidupan tidak terputus oleh kematian, dan ia melihat suatu jalan menuju harapan, maka ia akan selalu berupaya mencapai kebahagiaan. Pada akhirnya, sinar harapan itulah yang memberi manusia kehidupan dan membuat kepahitannya menjadi manis.

Beberapa di antara kita berhasrat ingin menjadi kaya dan berharap memperoleh kekayaan serta berjuang untuk meraihnya dengan cara yang tidak kenal batas. Sedang yang lainnya mencari ketenaran dan kedudukan. Berbagai kebutuhan manusia terkait dengan keinginan-keinginan fisik (materi) dan derajat keutuhan rohaniah serta psikologis yang mereka capai. Berbagai dorongan keinginan. yang bermacam-macam, sejalan dengan berubah-ubahnya pemikiran. Tetapi kita harus menyadari, bahwa harapan-harapan membawa kebahagiaan kepada kehidupan kita tatkala harapan itu mengisi berbagai kebutuhan ruhaniah kita, memenuhi kebutuhan-kebutuhan mental kita, mengembangkan tingkat informasi kita, menerangi kehidupan kira, dan menyelamatkan kita dari penderitaan dan kesengsaraan.

Sifat, seperti kikir atau sombong, dapat menjadi akar dari berbagai kesengsaraan dalam hidup. Dengki, merupakan salah satu sifat naluriah semacam ini, yang menyelewengkan manusia dari jalan yang lurus dan memenjarakan kesadaran dengan menghalangi manusia dalam mencapai harapan-harapan yang realistis. Orang-orang yang dengki merasakan tekanan yang kuat, yang berakar dari pandangan yang pesimis terhadap keberuntungan orang lain. Diriwayatkan bahwa Socrates mengatakan:

Orang-orang yang dengki menghabiskan hari-harinya dengan menghancurkan dirinya dengan perasaan duka terhadap apa yang dapat diraih orang lain sedangkan dirinya tidak dapat. Ia merasa sedih dan menyesal, dan menginginkan semua orang hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan seraya berencana untuk merampas kebahagiaan mereka (yang berhasil).

Dia melanjutkan:

Jiwa kita adalah seperti sebuah kota yang berada di tengah-tengah padang pasir tanpa benteng atau dinding untuk melindunginya ia adalah korban-korban para pencuri kebahagiaan. Angin terlembut pun dapat mengirim gelombang-gelombang lautan atas jiwa yang tidak mempunyai keserasian, dan lebih dari satu musuh jiwa pun memasuki kedalaman ruhani kita untuk memerintah dan melarang hingga hembusan nafas kita yang terakhir. Setiap orang awam pun tahu bahwa mereka harus pergi ke dokter jika mereka menderita sakit kepala. Tetapi orang yang menderita penyakit dengki akan menolaknya dan tidak akan pernah menemui siapa pun untuk berobat.

Orang-orang yang dengki menjadikan keberuntungan orang lain sebagai sasaran mereka. mereka menggunakan segala cara untuk merampasnya. Dengan tanpa disadari, mereka mencari mangsa untuk memenuhi berbagai keinginan mereka yang rendah. Orang-orang dengki mewujudkan niat-niat jahat mereka dengan menyebarkan tuduhan-tuduhan dan kebohongan-kebohongan atas orang yang mereka tuju. Dan jika mereka merasa bahwa hawa nafsu mereka tidak terpuaskan dengan berbuat demikian, maka mereka akan berbuat melampaui batas terhadap kebebasan lawannya atau bahkan merampas hak hidupnya, hanya untuk memenuhi keinginan-keinginan mereka yang tiada habis-habisnya.

Sesungguhnya inilah kecenderungan. Apakah kecenderungan-kecenderungan ini sesuai dengan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya? Dan apakah hal ini alamiah?

Orang-orang dengki bukan sekadar tidak manusiawi. tetapi mereka itu lebih rendah dari binatang. Sebab orang yang tidak peduli terhadap perasaan luka orang lain, tidak dapat menjadi perwujudan kemanusiaan yang sesungguhnya.

Orang-orang Dengki Terbakar dalam Api Kegagalan dan Kerugian

Salah satu unsur yang paling efektif dalam peningkatan dan pengembangan diri di arena kehidupan adalah memikat hati orang lain dan mempengaruhinya. Orang-orang yang mempunyai kemampuan atau kecakapan mengendalikan hati orang lain dengan perilaku dan perbuatan mereka yang mulia akan memperoleh dukungan dari masyarakat untuk kemajuan mereka dalam hidup ini; oleh sebab itulah mereka memperoleh kunci menuju keberhasilan. Orang-orang yang bijak adalah laksana cahaya di masyarakat, mereka menerangi dan membimbing pemikiran para anggotanya dengan meninggalkan pengaruh-pengaruh yang membekas dalam perilaku mereka.

Di lain pihak, sifat iri hati menyebabkan rusaknya perbuatan-perbuatan baik dan perilaku-perilaku mulia, dan menghalangi manusia dari kawan-kawan yang baik atau melarang orang lain dalam menemukan bintang cinta yang bersinar di langit-langit kehidupan mereka. Oleh karena itu, sifat iri hati menjegal manusia dari menikmati rasa kerja sama dan saling tolong-menolong. Lebih dari itu. ketika orang-orang dengki mengungkapkan perasaannya dengan lidah dan tindakan mereka dan mempertontonkan ketelanjangan dan kecabulan mereka kepada umat, mereka hanya akan memperoleh cemooh dan kemarahan. Dengan adanya kegelisahan yang tampak dan kesedihan yang mendalam dalam dirinya, maka kedengkian pun menekan jiwanya dan menyalakan api yang membakar jiwa yang dicintainya.

Alasan mengapa jiwa orang-orang dengki terbakar dalam kobaran rasa gelisah dan resah adalah jelas. Karena, orang yang dengki itu terus-menerus merasa sedih dan sakit hati. Sifat iri hati adalah seperti badai perusak yang mencabut pohon-pohon akhlak sampai ke akarnya, sehingga tidak ada jalan lagi untuk menghentikannya.

Ketika Qabil melihat bahwa pengorbanan Habil diterima sedangkan ia tidak, maka ia merasa iri dan berencana untuk membunuhnya. Sifat iri hari telah menancapkan cakar-cakarnya di hati Qabil dan mencabik rasa persaudaraan dan kemanusiaannya. Sifat ini mendorongnya untuk meremukkan kepala saudaranya dengan batu besar dan melumuri jasad yang Suci itu dengan darah. Qabil berbuat demikian karena tiada alasan lain kecuali karena Habil (saudaranya). mempunyai kehendak dan perilaku yang mulia. Alam semesta menjadi saksi atas kejahatan pertama sifat dengki ini sebagai suatu akibat dari kejahatan tercela yang dilakukan oleh putera Nabi Adam a.s. Qabil merasa menyesal setelah melakukan kejahatan yang mengerikan itu. tetapi kesedihan yang dideritanya tidak pernah membantunya. karena di sepanjang hidupnya ia tidak pernah menyadari perbuatannya yang tercela. yang telah menimbulkan korban. Jika Qabil merenung dengan pikiran yang jernih dan benar, ia akan menemukan alasan atas hilangnya Rahmat Allah dari dirinya, karena:

"Allah hanya menerima dari orang-orang yang saleh."

Menurut Schopenhauer:

Sifat iri hati adalah yang paling berbahaya di ancam sitar-sifat manusia. Maka perlulah manusia memandangnya sebagai jejak musuh, dan berusaha menghapusnya dari jalan kebahagiaannya. Tambahan pula, jika sifat iri hati telah berkembang dalam masyarakat, maka akan banyak gejala yang muncul di dalam umat ini, seperti munculnya berbagai macam percekcokan, dan lain-lain. Dalam suatu masyarakat yang penuh dengan kesengsaraan dan problema, setiap orang menjadi rintangan atas jalan kebahagiaan orang lain, hal ini menggantikan unsur kesempurnaan dan kemanunggalan sosial. Ketika sifat iri hati memasuki suatu masyarakat, ia menghalangi kesejahteraan sosial, karena semangat kerja sama, kebahagiaan dan saling percaya di antara para anggota masyarakat terhapuskan olehnya, akhirnya hal ini akan mengarah kepada pengrusakan, bahkan terhadap peradaban dan perkembangan mereka.

Menurut Dr. Carl:

Dengki merupakan akibat dari kekikiran kita, karena ia merupakan rintangan untuk jalan pengembangan dari negara-negara industri kepada Dunia Ketiga. Dengki juga menghalangi banyak orang yang mumpuni dalam mengembangkan negara-negara mereka.

Kebanyakan kejahatan-kejahatan sadis yang terjadi akhir-akhir ini bermula dari sifat iri hati atau dengki. Hal ini mesti menjadi bahan telaah yang serius berkenaan dengan peristiwa-peristiwa sosial.

Agama Terhadap Sifat Dengki

Allah Yang Mahakuasa telah berfirman dalam Al-Quran bahwa sesungguhnya di dalam diri manusia terdapat naluri untuk mencinta dan memperoleh manfaat bagi dirinya. Manusia diminta untuk berlaku sesuai dengan hukum-hukum agama, logika: akal, dan kesejahteraan sosial, yaitu ketika ia berupaya menanggapi seruan naluriah tersebut.

Oleh karena itu, ketika Allah memberikan anugerah kepada seseorang, tidak ada seorang pun yang dapat melanggar atau mencabut karunia ini dengan alasan untuk memenuhi dorongan rasa iri atau untuk mengambil keuntungan darinya. Manusia dianjurkan untuk mengikuti jalan yang logis dan dapat diterima sesuai dengan harapan-harapannya dalam kehidupan ini. Allah Yang Mahakuasa berfirman.

"Dati janganlah kamu iri hati terhadap yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". (QS.4:32)

Jadi kita harus berbuat sebaik-baiknya dan berdoa kepada Allah agar memberi kita dari kekayaan-Nya yang kekal, agar kesulitan-kesulitan kita menjadi kemudahan, dan agar membawa kita lebih dekat kepada berbagai tujuan dan harapan kita.

Banyak hadis-hadis yang diriwayatkan kepada kita oleh para Imam, yang memperingatkan kita terhadap perbuatan yang menyedihkan ini dan menyeru kita agar berlindung dari akibat-akibatnya yang berbahaya. Berikut ini adalah hadis dari Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. Beliau menunjukkan dua faktor yang membayangi sifat dengki:

Dengki berasal dari kebutaan hati dan pengingkaran terhadap rahmat Allah SWT, ia memiliki dua ikatan (dua faktor) keingkaran. Kedengkianlah yang membuat putra Adam menjatuhkan korban, yang membuat kesedihan yang kekal dan mendapat hukuman yang abadi sehingga ia tidak akan pernah tertolong.

Salah satu unsur yang menyebabkan sifat dengki adalah tidak terdidiknya seseorang di rumah (kurang perhatian). Jika orang tua meminta salah seorang di antara anak-anaknya dan memberikan cinta dan kasih sayang yang khusus padanya, sementara yang lainnya tidak mendapatkan perlakuan yang sama, maka anak-anak yang tidak diperhatikan akan tumbuh dengan perasaan hina dan memberontak. Jenis kedengkian yang diderita kebanyakan orang berasal dari rumah mereka dan menyebabkan kesedihan dan kemalangan bagi sebagian besar masyarakat pada umumnya. Dampak seperti ini pasti akan terjadi bila dasar-dasar peraturan dibangun atas dasar ketidakadilan, penindasan, rasisme, sektarianisme, fanatisme dalam masyarakat. Para anggora masyarakat semacam ini akan diliputi dengan pertikaian, dan kobaran api kebencian serta kedengkian akan menyala-nyala di lubuk hati mereka.

Rasulullah Saw. melarang umat lslam bersikap tidak adil terhadap anak-anak mereka, agar terhindar dari dosa dengki dan dosa lainnya sehingga tidak mengotori kehidupan mereka. Beliau bersabda:

“Perlakukanlah anak-anakmu secara sama ketika memberi mereka hadiah.”

(Nahjul Fashahah, hal. 366)

Professor Bertrand Russell mengutip penulis buku the Fairchila Family ketika beliau menulis bab mengenai metode menghindari dosa-dosa tersembunyi:

Lucy diberi sebuah buku kecil untuk mencatat segala pikiran buruk yang merasuki hatinya. Orang tuanya memberikan sebuah gelas kepada saudara lelakinya dan sebuah tape kepada saudara perempuannya di meja makan saat sarapan pagi, sedangkan Lucy tidak mendapatkan apa-apa. Dalam buku catatannya Lucy menulis bahwa pikiran buruk telah merasuki hatinya sebentar. Ia mengira bahwa orang tuanya kurang mencintainya ketimbang saudara lelaki dan saudara perempuannya ...

Imam Ali a.s. menjelaskan tentang kerusakan pada tubuh yang dapat ditimbulkan oleh sifat dengki:

Yang membuatku heran adillah ketidaktahuan orang-orang yang dengki tentang kesehatan tubuh mereka.

(Ghurar Al-Hikam. hal. 494)

Dr. Frank Haurk juga berkata:

Lindungilah dirimu dan pemikiran-pemikiranmu dari penyakit kejiwaan, karena ia adalah setan-setan jiwa yang tidak puas yang kemudian menghancurkan sistem pemikiran di dalam diri manusia dan juga menyebabkan kerusakan yang fatal pada tubuh. Penyakit seperti ini memperlambat jalannya peredaran darah, melemahkan sistem, menghambat aktivitas jasmani dan ruhani, merintangi salah satu tujuan dan harapannya dalam kehidupan, dan merendahkan -tingkat berpikir. Manusia harus membebaskan lingkungannya dari musuh-musuh ini, karena hal ini berakibat fatal. Ia harus dipenjarakan jauh dari kehidupan manusia. Orang-orang yang menjauhkan diri darinya akan menemukan bahwa kemauan mereka semakin kuat, dan akan membawa keberhasilan atas segala rintangan dalam kehidupan.

(Pirozi Fikr)

Imam Ali a.s. berkata:

Kedengkian menghambat (perkembangan) tubuh.

(Ghurar Al-Hikam. hal, 32)

Beliau a.s. juga menyebutkan tentang rusaknya jiwa akibat sifat dengki:

Jagalah dirimu dari sifat dengki, karena merendahkan jiwa.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 141)

Menurut seorang psikolog:

Kedengkian yang kuat merupakan salah satu dari penyakit jiwa yang gawat, yang menciptakan banyak penyakit, kesalahan-kesalahan yang tidak dapat diperbaiki serta menciptakan penindasan dan kezaliman terhadap jiwa. Ketahuilah bahwa banyak di antara tindakan orang yang dengki itu tidak didasari oleh kehendaknya, tetapi menurut perintah-perintah jahat sifat dengki.

Janganlah kita memberi peluang dalam diri kita kepada berbagai harapan dan dorongan nafsu yang rendah, yang merubah manisnya kehidupan menjadi pahit, membendung tujuan-tujuan dan harapan yang mulia untuk mencapai perbuatan-perbuatan manusia yang paling tinggi dan agung. Perbuatan-perbuatan seperti ini, yakni kemampuan mengarahkan pemikiran ke jalan yang benar, pada akhirnya akan membimbing manusia kepada tujuan-tujuan yang mulia.

Imam Ali a.s. berkata:

Berlombalah dalam berbuat baik, dalam cita-cita yang besar dan dalam gagasan-gagasan yang mulia, maka balasanmu akan lebih besar pula.

(Ghurar AI-Hikam, hal. 355)

Dr. Mardin berkata:

Jika anda memusatkan pikiran anda untuk mencapai perbuatan-perbuatan tertentu, pada akhirnya pasti akan tercapai. Kesatuan lahir alamiah adalah anak dari pikiran-pikiran alamiah. Oleh karena itu, jika anda bercita-cita hidup dengan harmonis, bahagia dan aman, maka anda harus hidup demikian. Jika anda mempunyai pandangan-pandangan yang suram dan melihat segala sesuatunya secara negatif, anda dapat membantu diri anda dari kelemahan ini sesingkat mungkin dengan mengarahkan pemikiran anda kepada yang berlawanan dengan sikap negatif, yakni dengan pemikiran yang mengharuskan aktivitas, kebahagiaan, dali keselamatan hidup. Kejarlah perbuatan-perbuatan mulia, ikutilah dengan ketegasan dan pemecahan, karena dengan adanya desakan untuk meraih itulah anda akan mempersiapkan pikiran-pikiran anda untuk menerima perbuatan-perbuatan mulia, dan konsekuensinya, anda dapat meraih ya. Janganlah ragu-ragu untuk mengulangi niat-niat anda untuk mencapai tujuan-tujuan dan cita-cita anda. Biarkan niat-niat anda itu tampak di wajah anda dan lihatlah setelah jangka waktu yang singkat, bagaimana secara magnetis pemikiran-pemikiran anda menarik anda ke tujuan-tujuan anda.

Dalam bukunya Dr. Mann menguraikan persoalan ini:

Kita telah mengalami dan menjelajahi bahwa pemikiran tentang suatu tindakan tertentu mengharuskan tindakan itil terjadi sebelum terjadi. Misalnya, jika kita berpikir tentang mengepal tinju kita, kita dapati bahwa otot-otot di tangan kita menjadi agak menegang dan urat syaraf bersiap-siap berkontraksi yang tampak pada alat docolanometer. Ada beberapa orang yang dapat membuat bulu mereka berdiri, membuat pupil mata mereka membesar, atau berkontraksi, atau menyempitkan pembuluh darah tangan mereka hanya dengan membayangkan bahwa mereka sedang berada di dalam air dingin. Semua ini dilakukan dengan konsentrasi.

(Ushul e Ravanshenashi)

Dengan melihat kenyataan-kenyataan ini, kita dapat membantu pikiran, kehendak dan kecenderungan-kecenderungan kita. Adalah selubung hawa nafsu yang membutakan pikiran-pikiran kita dan menciptakan kekacauan di dalamnya. Maka, merupakan tugas manusia untuk menjaga cermin berbagai kenyataan dan realitasnya. Ia juga harus menghapus jiwanya dari rasa benci yang menekan jiwa sehingga menjadi bebas dari berbagai penyakitnya. Kemudian ia harus mengimbangi jiwanya dengan berbuat baik kepada orang lain sesuai dengan tuntutan kemanusiaan.