PENDIDIKAN ANAK MENURUT AJARAN ISLAM

BAGIAN KETIGA

Fase Kedua: Setelah Anak Lahir
Yang kami maksud dari fase ini adalah hari-hari pertama kelahiran anak dan lingkungan sosial pertama baginya. Periode ini sangat berpengaruh dalam pembentukan jasmani, perkembangan nalar, dan kemam-puan sosialisasi sang anak. Keseimbangan mental dan kematangan sikap anak di masa mendatang juga tergantung pada periode ini. Karena itu, konsep Islam memberikan perhatian ekstra kepada anak sejak hari-hari pertama kelahirannya dengan mengajarkan orang tua untuk melakukan beberapa hal berikut ini.

1. Acara Syukuran
Acara syukuran ini diadakan antara hari pertama kelahiran anak hingga hari ketujuh, demi menjaga kesehatan dan keselamatan lahir-batin sang bayi. Acara pertama yang harus dilaksanakan oleh orang tua anak adalah memperdengarkan nama AllahSWT di telinga anak. Imam Ja’far bin Muhammad Shadiq a.s. berkata,

قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلّم : من ولد له مولود فليؤذن في أذنه اليمنى بأذان الصلاة , وليقم في اليسرى فإنها عصمة من الشيطان الرجيم

Artinya: Rasulullah SAWW bersabda, “Jika seseorang diberi anugerah anak oleh Allah SWT, hendaknya ia mengumandangkan suara azan di telinga kanan anaknya itu dan iqamah di telinga kirinya karena hal tersebut dapat menjauhkannya dari bisikan dan godaan syetan yang terkutuk. [1]

Dalam banyak kesempatan Rasulullah berpesan kepada Imam Ali a.s. untuk membaca azan dan iqamah di telinga anak yang dilahirkan. Ini menunjukkan betapa masalah ini merupakan masalah yang penting dan serius. Beliau SAWW bersabda,

يا علي إذا ولد لك غلام أو جارية فأذّن في أذنه اليمنى وأقم في اليسرى فإنه لا يضرّه الشيطان أبدا

Artinya: Ya Ali, jika engkau dianugerahi anak, laki-laki atau perempuan, bacalah azan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, dengan demikian ia akan selamat dari godaan syetan selama-lamanya.[2]

Terjaganya anak dari godaan syetan berarti bahwa ia selamat dari penyimpangan terhadap nilai-nilai Islam. Pesan-pesan Rasulullah SAWW tersebut, meskipun tidak pernah dibahas oleh pakar psikologi dan ilmu pendidikan masa kini, sudah sepantasnya dipatuhi oleh umat Islam.

Acara kedua adalah acara pemberian nama. Islam mengajarkan kepada kita untuk memberikan nama yang terbaik bagi putra dan putri kita. Sebaik-baik nama adalah Muhammad, nama Nabi Besar umat Islam. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

لا يولد لنا ولد إلاّ سمّيناه محمدا فإذا مضى لنا سبعة أيام فإن شئنا غيّرنا وإن شئنا تركنا

Artinya: Tidak satupun anak laki-laki yang lahir di keluarga kami kecuali kami menamakannya Muhammad. Setelah lewat tujuh hari, kami baru dapat mengganti nama tersebut atau menetapkannya.[3]

Rasulullah SAWW dalam hadisnya menekankan hal ini. Beliau bersabda,

من ولد له أربع أولاد لم يسمّ أحدهم باسمي فقد جفاني

Artinya: Jika seseorang dikaruniai empat orang anak lelaki tetapi tidak menamakan satupun dari anak-anaknya itu dengan namaku, berarti dia telah membenciku.[4]

Para Imam Suci Ahlul Bait a.s. menganjurkan kaum muslimin untuk memberi anak-anak mereka nama-nama seperti Abdur Rahman dan semua nama yang menunjukkan penghambaan kepada Allah, Muhammad, Ahmad, Ali, Hasan, Husain, Ja’far, Thalib, Fathimah.[5] Sebaliknya mereka tidak menyenangi nama-nama seperti Hakam, Hakim, Khalid, Malik, Harits.[6]

Nama-nama yang baik akan menyelamatkan anak dari ejekan teman-temannya. Dengan demikian, anak tidak akan merasa memiliki kekurangan dalam hal ini. Sebaliknya, nama-nama yang jelek akan mengakibatkan hal-hal yang kurang baik.

Acara syukuran selanjutnya yang dianjurkan dalam Islam adalah akikah, yaitu menyembelih kurban kambing atau binatang sembelihan lainnya demi keselamatan anak dan mencukur habis rambut bayi. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

عقّ عنه واحلق رأسه يوم السابع وتصدّق بوزن شعره فضّة

Artinya: Berakikahlah dan cukur rambut anakmu itu pada hari ketujuh, lalu bersedekahlah perak seberat rambutnya.[7]

Akikah yang tidak lain adalah sedekah, dapat menolak bala’ dari sang anak dan menjaganya dari marabahaya. Selain itu, akikah juga meninggalkan kesan tersendiri pada diri anak setelah ia dewasa nanti dengan mengetahui bahwa orang tuanya telah memberikan perhatian yang besar atas kelahirannya. Hal itu juga akan membuat kenangan tersendiri bagi mereka yang mendapatkan bagian daging akikah tersebut terhadap anak itu nantinya.

Salah satu acara syukuran lainnya yang diperintahkan dalam agama Islam adalah mengkhitan anak laki-laki. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

اختنوا أولادكم لسبعة أيام فإنه أطهر وأسرع لنبات اللحم ...

Artinya: Khitanlah anak kalian pada hari ketujuh, karena hal itu lebih bersih untuknya dan mempercepat tumbuhnya daging. [8]

2. Perhatian terhadap ASI
Susu merupakan makanan terpenting dan sumber kehidupan satu-satunya bagi bayi di bulan-bulan pertama usianya. Susu terbaik untuk anak adalah air susu ibu karena dengan menyusui terjadilah kontak cinta dan kasih sayang antara ibu dan anak. Ibu adalah orang yang paling mampu memberikan cinta dan kehangatan yang sesungguhnya kepada anak dengan naluri keibuannya yang diberikan Allah kepadanya.

“Ibulah yang dapat memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang yang didambakan anak sejak hari-hari pertama masa menyusui”.[9]

“Dengan menyusui, hubungan cinta dan kasih sayang antara ibu dan anak akan semakin erat dan akan membuat anak merasa tenang dan aman”.[10]

Riwayat-riwayat Ahlul Bait a.s. dan wejangan-wejangan yang mereka berikan kepada umat Islam banyak menekankan keutamaan air susu ibu bagi anak. Imam Amirul Mu’minin Ali a.s. berkata,

ما من لبن يرضع به الصبي أعظم بركة عليه من لبن أمّه

Artinya: Tidak ada air susu yang lebih berbarakah bagi anak bayi dari air susu ibunya sendiri. [11]

Riset ilmiah telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Selain itu, dengan menyusui anak akan merasa aman dan tenang berada di dalam pelukan ibunya. Pada saat-saat ketika praktek menyusui tidak mungkin dilakukan karena sedikitnya air susu ibu, atau karena ibu sedang sakit, atau ketiadaan ibu karena bercerai atau meninggal dunia, Ahlul Bait memerintahkan untuk memilih ibu susu yang memiliki kriteria tertentu.

Imam Ali bin Abi Thalib a.s. berkata,

انظروا من ترضع أولادكم فإن الولد يشبّ عليه

Artinya: Hati-hatilah kalian dalam memilih ibu susu untuk anak kalian karena air susu yang diminumnya akan mempengaruhi jalan kehidupannya. [12]

Baik air susu maupun ibu yang menyusui berpengaruh pada perkembangan jasmani dan ruhani anak. Riset ilmiah yang dilakukan oleh para ahli pun membenarkan hal tersebut.

Ada beberapa kriteria bagi ibu susu yang dijelaskan oleh para imam suci Ahlul Bait a.s. Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

استرضع لولدك بلبن الحسان وإياك والقباح فإن اللبن قد يعدي

Artinya: Susukanlah anak kalian pada wanita yang cantik dan jangan kalian susukan kepada wanita yang buruk rupa karena air susu akan berpengaruh pada parasnya.[13]

Beliau juga mengatakan,

عليكم بالوضاء من الظؤرة فإن اللبن يعدي

Artinya: Carilah ibu susu yang bersih dan cantik karena air susu akan berpengaruh pada anak. [14]

Ada larangan dari Ahlul Bait a.s. untuk menyusukan anak pada beberapa wanita, di antaranya wanita Majusi. Abdullah bin Hilal berkata, “Aku pernah bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq a.s. tentang menyusukan anak pada wanita Majusi. Beliau menjawab,

لا , ولكن أهل الكتاب

Artinya: Jangan! Tapi susukanlah anakmu itu pada wanita Ahlul Kitab. [15]

Kaum muslimin dapat memberikan anak mereka kepada wanita Ahlul Kitab (Yahudi atau Nasrani) untuk disusui dengan syarat mereka harus melarang wanita tersebut meminum minuman keras. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

إذا أرضعن لكم فامنعوهنّ من شرب الخمر

Artinya: Jika wanita Ahlul Kitab akan menyusui anakmu, pertama kali, laranglah ia dari minuman keras. [16]

Ali bin Ja’far berkata, “Aku pernah bertanya kepada abangku, Imam Musa Kadzim a.s. tentang wanita Yahudi dan Nasrani yang menjadi ibu susu padahal mereka meminum arak. Beliau menjawab,

امنعوهنّ من شرب الخمر ما أرضعنّ لكم

Artinya: Selagi mereka menyusui anakmu, laranglah mereka meminum minuman keras. [17]

Imam Ja’far Shadiq a.s. melarang kita untuk menyusukan anak pada wanita pelacur dan wanita yang memiliki air susu hasil dari perzinaan. Beliau berkata,

لا تسترضعها ولا ابنتها

Artinya: Jangan kau susukan anakmu pada wanita itu dan juga pada anaknya. [18]

Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

لبن اليهودية والنصرانية والمجوسية أحب إليّ من لبن ولد الزنا

Artinya: Air susu wanita Yahudi, Nasrani, dan Majusi lebih aku sukai dari air susu anak zina. [19]

Hikmah dari larangan tersebut adalah karena air susu sangat berpengaruh pada kepribadian anak. Wanita pezina selalu hidup dalam keresahan hati dan ketidak-tenangan. Ia selalu dihantui oleh perasaan bersalah dan berdosa pada Tuhan sejak hari pertama terbentuknya janin di rahimnya. Semenjak saat itu sampai ia melahirkan, perasaan yang tidak menentu selalu hadir di hatinya. Kondisi jiwa dan mental seperti itu sangat berpengaruh pada kestabilan mental dan keseimbangan jiwa anaknya. Karena itulah, air susu anak hazil zina pun tidak baik bagi anak kita.

Dalam sebuah hadis di sebutkan bahwa Rasulullah SAWW mengingatkan kita untuk berhati-hati terhadap air susu wanita pelacur dan wanita gila. Beliau bersabda,

توقوا على أولادكم من لبن البغيّة والمجنونة فإن اللبن يعدي

Artinya: Jagalah anak kalian dari air susu wanita pezina dan wanita gila karena air susu akan meninggalkan kesannya pada anak tersebut. [20]

Rasulullah SAWW juga bersabda,

لاتسترضعوا الحمقاء فأن الولد يشبّ عليه

Artinya: Jangan kalian susukan anak kalian pada wanita yang dungu karena anak akan terpengaruh oleh air susunya. [21]

Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

إن عليّا كان يقول : لاتسترضعوا الحمقاء , فإن اللبن يغلب الطباع

Artinya: Imam Ali AS sering mengatakan, “Jangan kalian susukan anak kalian pada wanita dungu, karena air susu akan mendominasi tabiat sang anak.” [22]

Para pakar psikologi menekankan agar para ibu hendaknya dalam keadaan yang tenang saat menyusui, lalu menyentuh kening anaknya dengan lembut. Selain itu mereka menyebutkan bahwa ibu tidak boleh memaksa anaknya untuk menghadap ke payudaranya, karena dikhawatirkan hal itu akan mengejutkan dan mem-bingungkan anak.[23]

Dalam konsep yang diajarkan oleh Ahlul Bait a.s. disebutkan juga tata cara dan masa menyusui. Mereka menegaskan bahwa cara menyusui anak adalah dengan memberikan kedua payudara ibu ke pada anak secara bergantian dan masa menyusui hendaknya tidak kurang dari dua puluh satu bulan.

Imam Ja’far Shadiq a.s. kepada Ummu Ishaq binti Sulaiman mengatakan,

يا أم إسحاق لا ترضعيه من ثدي واحد وأرضعيه من كليهما يكون أحدهما طعاما والآخر شرابا

Artinya: Wahai Ummu Ishaq, jangan kau susui anak dengan satu payudara saja. Susuilah dari keduanya secara bergantian karena salah satu payudara mengeluarkan makanan bagi anak dan lainnya mengeluarkan minuman untuknya. [24]

Dalam riwayat lain beliau juga mengatakan,

الرضاع واحد وعشرون شهرا فما نقص فهو جور على الصبي

Artinya: Masa menyusui adalah dua puluh satu bulan. Jika kurang dari masa ini berarti anak tersebut telah dizalimi haknya. [25]

Masa yang cukup panjang ini sangat baik bagi per-kembangan mental dan psikis anak karena masa menyusu adalah masa yang sangat sensitif bagi anak dan masa yang membentuk kepribadiannya. Saat sang ibu mendekapnya, ia akan merasakan cinta dan kehangatan.

Mengenai hal ini Profesor Louis Cablan menegaskan, “Anak yang mendapatkan curahan kasih sayang yang cukup dari ibu pada tahun pertama dan kedua dari usianya akan selalu merasa aman. Pada umumnya anak seperti ini tidak akan merasa gelisah atau takut. Dengan mudah ia dapat beradaptasi saat menginjak usia tiga- empat tahun. Anak yang selalu merasa aman memiliki kestabilan mental dan mudah bergaul dengan siapa saja dan bergabung dengan anak-anak seusianya”. [26]

Salah satu hal yang penting bagi anak di masa-masa seperti ini adalah nyanyian anak-anak, karena hal itu sangat membantu mempercepat kemampuan berbahasa dan perkembangan mentalnya di masa mendatang. Fathimah Zahra, putri kesayangan Rasulullah SAWW, sering membawakan nyanyian berikut ini untuk anaknya Al-Hasan.

Wahai Hasan, contohlah ayahmu Ali

Uraikan tali yang membelenggu agama Ilahi

Sembahlah Tuhan Yang Maha Pemberi

Jangan kau turuti kaum pendengki

Untuk anaknya Al-Husain, beliau bersenandung,

Kau mirip ayahku, Nabi

Dan tak mirip ayahmu, Ali [27]

Ahlul Bait a.s. sangat menekankan pentingnya menjalin hubungan cinta dan kasih sayang antara ayah dan ibu dan menghindari segala sesuatu yang dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap kestabilan emosional keduanya secara khusus karena kondisi mental dan emosional mereka berhubungan langsung dengan kejiwaan anak di masa menyusui. Ahlul Bait a.s. sering berpesan untuk memperhatikan menu makanan ibu yang sedang menyusui karena kuantitas dan kualitas air susu bergantung kepada makanan yang ia makan. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa kurma adalah makanan terbaik bagi ibu menyusui. Rasulullah SAWW bersabda,

ليكن أوّل ما تأكل النفساء الرطب

Artinya: Makanan pertama yang paling baik dimakan oleh wanita yang baru melahirkan adalah kurma ruthab.

Lalu ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, kalau belum datang musim ruthab?” Beliau menjawab,

سبع تمرات من تمر المدينة فإن لم يكن فسبع تمرات من تمر أمصاركم

Artinya: Tujuh butir kurma Medinah. Jika tidak ada, tujuh butir kurma negeri kalian sendiri. [28]

Imam Ja’far Shadiq a.s. menganjurkan untuk memakan satu jenis kurma, yaitu kurma Barni. Beliau mengatakan,

اطعموا البرني نسائكم في نفاسهن تحلم أولادكم

Artinya: Berilah isteri kalian yang baru melahirkan kurma Barni karena dapat membuat anak kalian berhati lembut.[29]

Riwayat yang lain menyebutkan bahwa beliau berkata,

اطعموا نسائكم التمر البرني في نفاسهن تجمّلوا أولادكم

Artinya: Berilah isteri kalian yang baru melahirkan kurma Barni karena dapat mempercantik paras anak kalian. [30]

Ahlul Bait a.s. dalam banyak riwayat menyebutkan daftar makanan yang baik untuk pertumbuhan dan kesehatan.[31] Di antaranya adalah roti untuk mencegah datangnya penyakit, bubur gandum untuk menumbuhkan daging, menguatkan tulang dan memudahkan percernaan, bubur kacang adas untuk menurunkan darah tinggi dan mengurangi temperatur badan, daging untuk mengurangi rasa amarah, bubur daging untuk menyegarkan badan dan membuatnya penuh energi, buah zaitun untuk mengeluarkan angin dari tubuh, anggur untuk mengurangi amarah, dan buah pir untuk menguatkan jantung.

Selain itu Ahlul Bait a.s. menekankan pentingnya madu, telur, susu, dan semua jenis buah-buahan. Semua faedah yang dihasilkan makanan-makanan di atas juga akan didapatkan oleh bayi melalui air susu yang ia minum.

Kesimpulan dari uraian di atas adalah sebagai berikut.

Pertama, anak harus mendapatkan air susu ibunya. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, dianjurkan untuk mencari ibu susu mukmin dan sehat lahir batin. Namun bila ibu susu dengan kriteria tersebut tidak didapatkan, kita diperbolehkan untuk mengambil ibu susu yang tidak beragama agama Islam dengan syarat melarangnya meminum minuman keras dan memakan atau meminum segala sesuatu yang dapat membahayakan keselamatan anak.

Kedua, kestabilan mental dan emosional ibu dan kesehatan jasmaninya haruslah diperhatikan. Selain itu, untuk mendapatkan air susu dalam jumlah yang banyak dan berkualitas tinggi, dianjurkan agar ibu memakan makanan yang mengandung banyak gizi karena hal itu sangat penting untuk pertumbuhan fisik dan psikis anak.

[1]Al-Kafi 6: 24, hadis ke-6.

[2]Tuhaf Al-‘Uqul:17

[3]Al-Kafi 6:18, hadis ke-4

[4]Ibid, hadis ke-6

[5]Ibid:19

[6]Ibid:21.

[7]Ibid:27, hadis ke-1

[8]Ibid:34, hadits ke-1

[9]Muhammad Taqi Falsafi, Al-Thifl Bain Al-Wiratsah wa Al-

Tarbiah 2:82.

[10]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:11-16.

[11]Al-Kafi 6:40, hadis ke-1

[12]Ibid:44, hadis ke-1

[13]Ibid, hadis ke-12

[14]Ibid, hadis ke-13

[15]Ibid hal: 42 hadis ke-2.

[16]Ibid hadis ke-3.

[17]Wasail Asy-Syiah 21:465, hadis ke-7

[18]Al-Kafi 6:42, hadis ke-1

[19]Ibid, hadis ke-5

[20]Makarim Al-Akhlaq:223

[21]Ibid:237

[22]Ibid

[23]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:33

[24]Al-Kafi 6:40, hadis ke-2

[25]Ibid, hadis ke-3

[26]Qamus Al-Thifl Al-Thibbi:257

[27]Bihar 43:286

[28]Al-Kafi 6:22, hadis ke-4

[29]Ibid, hadis ke-5

[30]Makarim Al-Akhlaq:169

[31]Al-Kafi 6:305 dst.


BAGIAN KEEMPAT

Fase Ketiga: Masa Kanak-Kanak
Masa kanak-kanak dimulai dari selesainya masa menyusui hingga anak berumur enam atau tujuh tahun. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di masyarakatnya kelak. Konsep pendidikan yang tepat untuk diterapkan pada masa ini adalah sebagai berikut.

1. Mengenalkan Anak kepada Allah SWT
Anak atau bahkan manusia secara umum diciptakan dengan membawa bakat iman kepada Allah SWT. Hal itu kita buktikan dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di benaknya tentang asal-muasal dunia. Dari mana ia datang? Siapakah yang menciptakan kedua orang tuanya? Dari manakah asalnya mereka yang berada di sekelilingnya? Anak, dengan kemampuan berpikirnya yang sangat terbatas, siap untuk menerima teori adanya Tuhan yang menciptakan alam.

Kewajiban ayah dan ibu adalah memanfaatkan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk mengenalkannya pada Allah SWT, Tuhan yang Maha pencipta. Tentu saja, pengenalan tersebut sebatas kemampuan sang anak dalam mencerna pembicaraan dan permasalahan yang ada di hadapannya. Pengenalan anak pada keimanan kepada Allah SWT sama-sama ditekankan, baik oleh para ulama agama maupun para pakar ilmu jiwa.

“(Teori keimanan kepada Tuhan) merupakan nilai terpenting yang harus ditanamkan pada anak sejak usia dini....Hal itu akan memberinya semangat dalam menempuh kehidupan di dunia dan membuatnya percaya akan kemurahan dan kemampuan Tuhan. Selain itu, sang anak yang memiliki bekal agama akan terhindar dari perbuatan-perbuatan keji dan nista”.[1]

Pendidikan pada masa ini sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai dengan usia, kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam Muhammad Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,

إذا بلغ الغلام ثلاث سنين يقال له : قل لا اله إلا الله سبع مرات , ثم يترك حتى تتم له ثلاث سنين وسبع أشهر وعشرون يوما فيقال له : قل محمد رسول الله سبع مرات , ويترك حتى يتم له أربع سنين ثم قال له : قل سبع مرات صلّى الله على محمد وآله ثم يترك حتى يتم له خمس سنين ثم يقال له : أيّهما يمينك و أيّهما شمالك ؟ فإذا عرف ذلك حوّل وجهه إلى القبلة ويقال له :اسجد , ثم يترك حتى يتم له سبع سنين فإذا تم له سبع سنين قيل له اغسل وجهك وكفيك فإذا غسلهما قيل له صلّ ثم يترك , حتى يتم له تسع سنين , فإذا تمت له تسع سنين علم الوضوء وضرب عليه وأمر بالصلاة وضرب عليها فإذا تعلم الوضوء والصلاة غفر الله عزّ وجل له ولوالديه إنشاء الله

Artinya: Jika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya “Muhammad Rasulullah” (Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah ia untuk mengucapkan “Shallallaah ‘alaa Muhammad wa aalihi” (Salam sejahtera atas Muhammad dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan tinggalkan.

Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakanlah kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika ia mengetahui arah kanan dan kiri palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan perintahkanlah ia untuk bersujud lalu tinggalkan.

Setelah ia berumur tujuh tahun suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya dan perintahkanlah ia untuk shalat lalu tinggalkan.

Saat ia berusia genap sembilan tahun ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan pukullah ia bila meninggalkan kewajibannya ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan shalat dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya, Insya Allah. [2]

Para pakar psikologi mendukung kebenaran teori yang diberikan oleh Imam Baqir di atas. Mereka mengatakan, “Saat berusia dua sampai tiga tahun, anak mulai menunjukkan kemampuannya menyebutkan benda-benda dan hubungan yang dilihatnya…Di akhir tahun ketiga, anak mulai bisa menggunakan kata-kata dan merangkainya sesuai dengan tata bahasa yang benar dan saat itulah ia telah dapat menyusun kalimat-kalimatnya yang masih sangat sederhana dengan baik dan benar”.[3]

Menanamkan benih-benih keimanan di hati sang anak pada usia dini seperti ini sangat penting dalam program pendidikannya. Anak di usianya yang dini tertarik untuk meniru semua tindak-tanduk ayah ibunya, termasuk yang menyangkut masalah keimanan.

Dr Spock mengatakan, “Yang mendasari keimanan anak kepada Allah dan kecintaannya pada Tuhan Yang Maha Pencipta sama dengan apa yang mendasari kedua orang tuanya untuk beriman kepada Allah dan mencintai-Nya.

Antara umur tiga sampai enam tahun, anak selalu berusaha untuk menirukan apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Ketika mereka berdua mengenalkannya kepada Allah, ia akan mengenal Allah sejauh kemampuan orang tuanya menuangkan pengenalan ini dalam bentuk kata-kata”.[4]

Anak pada masa ini sangat membutuhkan hubungan cinta, kasih sayang dan kelembutan. Karena itu, sebaiknya orang tua mencurahkan cinta dan kasih sayang mereka kepada anak sebesar-besarnya dan sedapat mungkin menghindari hal-hal yang bersifat kekerasan.[5]

Dengan demikian, gambaran yang akan terukir di benak sang anak adalah bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang baik dan penyayang yang membuatnya tertarik untuk mencintai Allah dan berkeyakinan bahwa Allahlah yang memberinya rasa kasih sayang.

Jika kita hendak mengenalkan sang anak kepada hari kiamat, maka sebaiknya kita menitikberatkan keterangan pada kenikmatan-kenikmatan yang akan didapat oleh orang yang shaleh karena hal itu sangat sesuai dengan tabiatnya yang menyukai makanan, minuman, permainan dan lainnya. Kita katakan bahwa mereka akan mendapatkan semua kesenangan itu jika berbuat baik dan taat pada agama. Tetapi jika tidak, maka mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pengenalan terhadap api neraka dan siksaan yang ada di dalamnya dapat diberikan saat anak menginjak usia yang lebih matang.

2. Menanamkan Cinta kepada Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s.
Masa kanak-kanak juga merupakan masa pertumbuhan emosional anak dengan mulai cara belajar mencintai atau membenci sesuatu. Tugas orang tua adalah membangkitkan potensi alamiahnya ini dan mengarah-kannya pada contoh dan teladan kehidupan umat manusia dengan menanamkan rasa cinta kepada Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s. di lubuk hati anak.

Rasulullah SAWW bersabda,

أدبّوا أولادكم على ثلاث خصال : حبّ نبيكم , وحب أهل بيته , وقراءة القرآن

Artinya: Didiklah anak kalian tentang tiga hal, cinta kepada nabi kalian, cinta kepada Ahlul Baitnya a.s., dan membaca Al-Qur’an. [6]

Metode terbaik yang seyogyanya dijalankan para orangtua adalah menceritakan riwayat hidup manusia-manusia suci itu dan perilaku mereka di tengah masyarakat, khususnya yang menyangkut sikap ramah, lemah-lembut dan kemurahan hati mereka, juga ketabahan dan kesabaran mereka dalam menghadapi segala kesulitan maupun gangguan orang lain. Dengan mendengar kisah teladan seperti ini, secara otomatis, anak akan mencintai mereka dan membenci orang-orang yang memusuhi mereka, yaitu kaum kafir dan durjana.

Mengajak anak untuk mengenal Al-Qur’an sejak dini akan membuatnya akrab dengan kitab suci ini. Dengan keakrabannya ini, ia dapat mengetahui makna firman Allah, khususnya ayat-ayat yang mudah dimengerti artinya.

Realita membuktikan bahwa seorang anak dari masa ini mampu untuk mengulangi apa yang ia dengar dan menghapalnya dengan mudah. Jika kemampuan ini diarahkan kepada Al-Qur’an, maka anak akan merasa tertarik dan menjadi akrab dengannya. Apabila anak telah sampai pada tingkat cinta kepada Al-Qur’an, maka kitab Allah ini akan menjadi panduan bagi semua tindakan dan pemikirannya.

3. Mendidik Anak untuk Taat kepada Orang Tua
Ayah dan ibu memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan anak karena tanggung jawab untuk mendidik anak ada di pundak mereka. Merekalah yang bertugas yang menciptakan kepribadian anak di masa mendatang. Sementara itu, sekolah dan lingkungan memainkan peran kedua setelah peran mereka.

Jika seorang anak tidak terbiasa untuk patuh dan taat pada kedua orang tuanya, ia tidak mungkin mau mendengar nasehat, bimbingan, dan kata-kata mereka. Anak yang tumbuh dengan perilaku demikian akan menciptakan masalah bagi dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Kelak, ia akan menjadi seseorang yang tidak mengindahkan norma-norma yang ada di tengah masyarakat dan undang-undang yang disusun negara.

Imam Hasan Askari a.s. berkata,

جرأة الولد على والده في صغره , تدعو إلى العقوق في كبره

Artinya: Kelancangan anak terhadap ayahnya di masa kecil akan membuahkan kedurhakaan setelah besar nanti.[7]

Imam Muhammad Baqir a.s. berkata,

... شرّ الابناء من دعاه التقصير إلى العقوق

Artinya: Anak yang paling buruk adalah yang menjadikan kesalahan sebagai alat untuk mendurhakai orang tuanya.[8]

Mendidik anak untuk patuh dan taat pada orang tua menuntut kesabaran dan keuletan yang tinggi dari mereka berdua dalam membiasakan anak untuk mendengar kata-kata mereka. Anak di usia dini sedang mencari jati diri dan kebebasan, karena itulah kita katakan pekerjaaan ini menuntut keuletan dan kesabaran ekstra dari orang tua. Cara terbaik yang yang harus mereka lakukan dalam membiasakan anak untuk patuh adalah memberinya kasih sayang yang cukup.

Dr. Yusri Abdul Muhsin mengatakan,

“Faktor terpenting yang membantu anak untuk taat kepada orang tua adalah…belaian kasih sayang dan curahan cinta yang ia dapatkan dari orang tua dan seluruh anggota keluarganya”.[9]

“Anak akan mudah untuk patuh dan taat kepada orang tuanya jika ia merasa bahwa semua kebutuhannya akan keamanan, kasih sayang, penghormatan terhadap dirinya, kebebasan, dan sedikit kekuasaan, telah terpenuhi”.[10]

Dr. Fakhir Aqil menyebutkan kebutuhan utama anak adalah sebagai berikut. Pertama, kebutuhan terhadap jati diri dan kedudukan di dalam keluarga. Anak merasa perlu untuk dianggap dan diperlakukan seperti anggota keluarga yang lain. Berikutnya, kebutuhan terhadap rasa aman, kasih sayang, dan kebebasan.[11]

Jika anak merasakan bahwa ayah ibunya mencintai dan menghormatinya, otomatis ia akan berusaha untuk menarik hati mereka yang salah satu caranya adalah dengan patuh dan taat kepada mereka. Ayah dan ibu merupakan penentu utama yang membuat anak patuh kepada mereka. Dari sinilah Rasulullah SAWW bersabda,

رحم الله والدين أعان ولدهما على برّهما

Artinya: Semoga Allah merahmati kedua orang tua yang membantu anak untuk taat kepada mereka. [12]

Rasulullah SAWW dalam sebuah hadis menerangkan tentang cara membantu anak untuk taat. Beliau bersabda,

رحم الله عبدا أعان ولده علىبرّه بالإحسان إليه , والتأليف له ,وتعليمه وتأديبه

Artinya: Semoga Allah menurunkan rahmat atas hamba yang membantu anaknya untuk patuh kepadanya dengan memperlakukannya dengan baik, menyayangi, mengajari, dan mendidiknya. [13]

Beliau juga bersabda,

رحم الله من أعان ولده علىبرّه , وهو أن يعفو عن سيئته ويدعو له فيما بينه و بين الله

Artinya: Semoga Allah merahmati orang yang membantu anaknya untuk patuh kepadanya dengan memaafkan kesalahannya dan mendoakannya saat bermunajat dengan Tuhannya. [14]

Selanjutnya, Rasulullah SAWW juga pernah bersabda,

رحم الله من أعان ولده علىبرّه ... يقبل ميسوره , ويتجاوز عن معسوره , ولا يرهقه ولا يخرق به ...

Artinya: Semoga Allah merahmati orang yang membantu anaknya untuk taat kepadanya…menghargai pekerjaannya meskipun sedikit, memaafkan kesalahannya, tidak memaksanya untuk melakukan pekerjaan di luar kemampuannya, dan tidak menganggapnya bodoh. [15]

Pendeknya, kecintaan anak pada kedua orang tuanya adalah balasan atas cinta mereka kepadanya.[16]

Jika hubungan antara anak dengan orang tuanya adalah hubungan cinta dan kasih sayang, maka sudah dapat dipastikan bahwa anak tersebut akan patuh dan taat kepada mereka berdua. Di lain pihak, baik ayah maupun ibu, harus memerintahkan sesuatu kepada anak mereka dengan lemah lembut dan dalam bentuk bimbingan atau anjuran, karena hal itu lebih mudah untuk diterima dan dilaksanakan. Tetapi, jika orang tua menggunakan cara-cara yang kasar, maka yang akan terjadi justeru sebaliknya.

Para pakar psikologi menekankan untuk menghindari cara kekerasan sebisa mungkin. Profesor Anwar Jundi mengatakan, “Ketika anak melakukan kesalahan, sedapat mungkin hindari kekerasan dan cara-cara yang kasar, karena jika anak sering mendapatkan perlakuan kasar, ia akan terbiasa dengan itu. Ia akan merasa cacian dan makian sebagai suatu yang biasa dan ini berarti bahwa nasehat tidak akan berbekas di hatinya”.[17]

Anak yang mendapat curahan kasih sayang yang cukup tidak akan merasa terbebani ketika harus patuh kepada orang tuanya. Ia juga tidak akan merasa bahwa ketaatannya itu akan mengganggu kebebasan yang ia miliki. Dengan cinta yang ia rasakan di lubuk hati, ia akan dengan senang hati meniru tindakan yang dilakukan oleh orang yang ia cintai, yaitu ayah dan ibunya. Dengan demikian, tindak-tanduk kedua orang tua itu akan terlihat pada perilaku anak mereka.

Jika anak diperlakukan layaknya seorang manusia yang matang, ia akan merasa berbesar hati dan menunjukkan tindakan dan sikap yang dewasa dengan cara yang tidak menyinggung kedua orang tuanya. Anak seperti ini akan dengan mudah belajar patuh dan taat, pertama, kepada orang tuanya, dan selanjutnya, taat kepada norma-norma luhur dalam masyarakat yang ia dapatkan dari ayah dan ibunya, sekolah, atau lingkungan sekitarnya.

4. Menghormati Anak
Dalam usianya yang dini, anak sangat membutuhkan kasih sayang dan pujian orang tuanya. Selain itu, ia juga ingin dipandang dan diberi kedudukan yang semestinya di dalam keluarga dan masyarakat. Ketika ia merasa bahwa dirinya dicintai baik oleh ayah dan ibunya maupun oleh lingkungan sekitarnya, ia akan mudah beradaptasi dengan baik. Anak akan tumbuh dengan baik jika merasa dicintai, dihargai, dan merasa aman berada di dalam rumah.[18]

Rasa cinta dan penghormatan yang dirasakan oleh anak sangat besar pengaruhnya terhadap semua sisi kehidupannya, seperti perkembangan bahasa, pikiran, emosi, dan kehidupan sosialnya. Anak selalu meniru perbuatan mereka yang dicintainya dan menerima nasehat, anjuran bahkan perintah mereka. Dari merekalah ia belajar melakukan pekerjaan yang terpuji dan perilaku merekalah yang akan tampak pada perilakunya. Itu semua terjadi karena anak merasa dicintai dan dihormati.

Banyak riwayat dari Rasulullah SAWW yang menekankan pentingnya untuk mencintai anak dan menghormatinya. Rasulullah bersabda,

أكرموا أولادكم وأحسنوا آدابهم

Artinya: Hormatilah anak kalian dan perbaikilah akhlak mereka dengan itu. [19]

Selain itu beliau juga bersabda,

رحم الله عبدا أعان ولده علىبرّه بالإحسان إليه والتأليف له وتعليمه وتأديبه

Artinya: Semoga Allah merahmati hamba yang membantu anaknya untuk taat kepadanya dengan memperlakukannya dengan baik, mencintai, mengajari, dan mendidiknya. [20]

Beliau dalam hadisnya yang lain bersabda,

نظر الوالد إلى ولده حبّا له عبادة

Artinya: Pandangan mata ayah kepada anaknya yang mengandung cinta terhitung sebagai ibadah. [21]

Dalam hadis Nabi SAWW yang lain disebutkan,

أحبّوا الصبيان وارحموهم , فإذا وعدتموهم فوفوا لهم , فإنهم لايرون إلاّ انكم ترزقونهم

Artinya: Cintailah anak kalian dan sayangilah mereka! Jika kalian menjanjikan sesuatu untuk mereka, tepatilah janji itu karena anak hanya melihat bahwa kalian memperlakukan mereka dengan baik. [22]

Salah satu hal yang bisa dikategorikan sebagai perwujudan rasa cinta dan penghormatan terhadap anak adalah dengan memujinya ketika melakukan perbuatan yang terpuji meskipun sedikit, memaafkan kesalahan yang ia lakukan, tidak menganggap bodoh kata-kata dan perbuatannya, dan tidak membebaninya pekerjaan yang diluar batas kemampuannya. Rasulullah SAWW pernah bersabda,

رحم الله من أعان ولده على برّه ... يقبل ميسوره ويتجاوز عن معسوره ولا يرهقه ولا يخرق به ...

Artinya: Semoga Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya untuk patuh kepadanya dengan memuji perbuatan baiknya meskipun sedikit, memaafkan kesalahannya, tidak membebaninya pekerjaan yang tidak mampu ia lakukan, dan tidak menganggapnya bodoh. [23]

Mencium anak merupakan salah satu cara mengung-kapkan rasa cinta dan kasih sayang. Rasuilullah SAWW dalam hal ini mengatakan,

أكثروا من قبلة أولادكم , فان لكم بكل قبلة درجة في الجنة

Artinya: Sering-seringlah mencium anak kalian, karena setiap ciuman yang kalian berikan kepadanya akan diganjar dengan satu derajat di surga. [24]

Beliau juga bersabda,

من قبّل ولده كان له حسنة , ومن فرّحه فرّحه الله يوم القيامة ...

Artinya: Orang yang mencium anaknya akan diberi Allah pahala karena ciumannya itu dan orang yang menyenangkan hati anaknya akan digembirakan Allah di hari kiamat nanti. [25]

Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,

برّوا آباءكم يبرّكم أبناؤكم

Artinya: Patuhilah orang tua kalian, maka kelak kalian akan ditaati oleh anak kalian. [26]

Hal yang termasuk ke dalam pengungkapan rasa cinta kepada anak adalah dengan memperdengarkan kata-kata cinta dan kasih sayang kepadanya. Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Al-Hasan dan Al-Husain berlari mendatangi Rasulullah SAWW. Beliaupun menyambut mereka dengan mendekap salah satunya di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri, lalu bersabda, “Ini adalah dua bunga wewangianku di dunia.” [27]

Supaya anak merasa bahwa dia mempunyai kedudu-kan tersendiri di masyarakatnya, sehingga kepercayaan dirinya bertambah kuat, Rasulullah SAWW selalu mengucapkan salam kepada semua orang, baik anak kecil maupun orang dewasa. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa suatu hari Rasulullah SAWW melewati sekelompok anak kecil lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka.[28]

Rasulullah SAWW memperlakukan Al-Hasan dan Al-Husain dengan perlakuan khusus. Diriwayatkan bahwa Rasulullah membai’at mereka berdua padahal mereka masih kecil[29].

“Menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak merupakan faktor terpenting yang membantu anak untuk patuh dan taat kepada orang tuanya”.[30]

Sebaiknya, dalam rangka menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak, orang tua tidak membedakan sikap saat si anak melakukan tindakan terpuji atau berbuat kesalahan yang bisa membuatnya terkena hukuman atau pukulan. Orang tua haruslah pandai-pandai bersikap sehingga anak dapat merasakan bahwa ayah dan ibu mencintainya dan tidak membencinya meskipun ia telah melakukan kesalahan.

Dr. Spock mengatakan, “Sebagai orang tua hendaknya kita pandai bersikap, sehingga anak tidak merasa bahwa ia dibenci meskipun hanya dengan pandangan mata. Sebab, anak tidak dapat membedakan antara kebencian orang tua atas tindakannya dengan kebencian mereka padanya”.[31]

Anak dapat kita sadarkan terhadap kesalahannya dengan cara mengajarkan secara berulang-ulang bahwa apa yang dilakukannya itu tidak disenangi oleh ayah dan ibunya, atau bahkan dibenci oleh masyarakat sekitarnya, meskipun mereka masih dan selalu mencintainya. Setelah itu, kita usahakan untuk melarangnya melakukan perbuatan salah tersebut dan menanamkan kepadanya bahwa cinta dan kasih sayang ayah dan ibu kepadanya akan lebih besar jika ia meninggalkan perbuatan itu.

5. Antara Sikap Lembut dan Keras
Menghormati anak, memperlakukannya dengan baik, menunjukkan rasa cinta kepada anak, menanamkan pada dirinya bahwa ia memiliki tempat di hati orang tua dan masyarakat sekitarnya, semua itu tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan melampui batas kewajaran. Orang tua tidak boleh memberinya kebebasan mutlak sehingga anak bisa berbuat apa saja semuanya. Karena itu, diperlukan adanya konsep yang menyeimbangkan sikap orang tua terhadap anak.

Berdasarkan konsep tersebut, orang tua tidak memberikan kebebasan mutlak dan tidak pula bersikap keras terhadap semua tindakan yang dilakukan anak. Dengan kata lain, orang tua harus menerapkan sikap lembut dan keras dengan batasnya masing-masing.

Sikap netral seperti ini hendaknya diusahakan untuk dipertahankan sampai anak melewati masa kanak-kanaknya dan mampu membedakan antara perbuatan yang benar dan terpuji dngan perbuatan yang salah dan dibenci. Sebab, tahun-tahun pertama adalah masa yang sangat sensitif dalam membentuk karakter dan jati diri anak.

Banyak riwayat yang menyebutkan pentingnya menjaga keseimbangan sikap dalam berhubungan dengan anak.

Imam Muhammad Baqir a.s. mengatakan,

شرّ الآباء من دعاه البرّ إلى الإفراط ..

Artinya: Ayah yang paling buruk adalah ayah yang berlebihan dalam menyayangi anaknya karena perbuatan baik yang ia lakukan. [32]

Ketika anak melakukan tindakan salah dan tidak terpuji, tugas orang tua adalah mengingatkannya bahwa bahwa perbuatan tersebut memiliki dampak negatif dan harus secepatnya ditinggalkan dan tidak diulangi lagi.

Namun jika nasehat dan sikap lemah-lembut ini tidak meninggalkan kesan apa-apa, maka tibalah giliran mereka harus bersikap tegas dan menghukum sisi psikis anak, bukan badannya. Sebab, hukuman terhadap jiwa anak lebih baik dari hukuman terhadap sisi jasmaninya. Imam Musa Kadzim bin Ja’far a.s. saat menjawab pertanyaan bagaimana mestinya orang tua bersikap terhadap anaknya, mengatakan,

لاتضربه واهجره ... ولا تطل

Artinya: (Jika anak melakukan kesalahan) jangan kau pukul dia, tapi diamkanlah (tidak berbicara dengannya)... tetapi, jangan biarkan keadaan ini berlangsung lama. [33]

Imam Musa a.s. tidak menganjurkan untuk memperlakukan anak dengan amat longgar saat ia melakukan kesalahan, juga tidak menyuruh menghukum anak dengan mendiamkannya dalam waktu yang lama. Akan tetapi, beliau mengajarkan bagaimana bersikap netral dan menyeimbangkan sikap lembut dan keras. Berlebihan atau sebaliknya, bersikap tidak acuh pada satu masalah akan menimbulkan banyak dampak negatif terhadap perkembangan nalar, emosi, dan perilaku anak.

Cara mendidik yang benar adalah dengan menyeimbangkan antara pujian dan hukuman bagi anak. Pujian yang berlebihan akan berakibat sama buruknya dengan hukuman berlebihan karena kedua-duanya akan mengganggu keseimbangan mental anak dan membuatnya gelisah.

“Anak yang tumbuh besar dalam lingkungan kasih sayang yang berlebihan akan lemah dalam menghadapi tantangan kehidupan dan tidak mampu untuk berdiri di atas kaki sendiri”.[34]

Kematangan emosi anak manja akan jauh lebih lambat dibanding dengan anak-anak lainnya. Masa kanak-kanak bagi anak seperti ini akan lebih panjang.[35] Ia akan selalu memerlukan bantuan dan bimbingan orang tuanya dalam semua hal. Hal ini akan berlangsung sampai sang anak menginjak usia dewasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menyaksikan anak-anak atau bahkan orang dewasa yang selalu menunggu uluran tangan orang lain atau masyarakat dalam menyelesaikan urusan mereka. Mereka pun selalu mengharapkan orang lain untuk mendukung pendapatnya dan selalu mengharapkan pujian dari pihak lain. Orang-orang seperti ini tidak mampu menghadapi tantangan kehidupan.

Hal yang sama juga terjadi pada anak yang merasa terbuang dan tidak atau kurang mendapat perhatian, atau anak yang sering mendapat kecaman, cacian atau hukuman dari kedua orang tuanya. Amirul Mukminin Imam Ali a.s. berkata,

الافراط في الملامة يشبّ نيران اللجاج

Artinya: Berlebihan dalam mengecam (anak) akan membangkitkan semangatnya untuk menentang. [36]

Karena itulah, sering kita temukan dalam kehidupan anak-anak berandal dan suka mengganggu orang lain umumnya adalah mereka yang di masa kecil sering menjadi sasaran cacian, makian, dan pukulan.

Tugas orang tua adalah mengajarkan kepada anak-anak mana perbuatan yang terpuji dan mana yang tercela serta bahwa pujian atau celaan yang didapatkan oleh seseorang dikarenakan perbuatan yang ia lakukan. Dengan demikian, kita telah menanamkan di hati mereka rasa cinta terhadap kebajikan dan rasa benci terhadap kemungkaran.

Di samping itu, kita harus berusaha untuk memperkuat tekad dan kemauan pada dirinya agar kelak, ia menjadi orang yang berkemauan keras dalam melakukan kebajikan dan meninggalkan kemungkaran. Hal itu jauh lebih baik dari pada anak meninggalkan perbuatan buruk karena takut hukuman atau melakukan kebaikan karena menginginkan pujian.

Orang tua hendaknya menjadikan hukuman dan pujian yang dilakukannya murni bermaksud mendidik, bukan karena emosi pribadi mereka. Sering terjadi, seseorang mendapat masalah yang membangkitkan emosinya, lalu anak yang menjadi sasaran amarahnya meskipun si anak tidak berbuat kesalahan apapun. Rasulullah SAWW melarang untuk menghukum anak saat amarah sedang memuncak[37].

Ada beberapa keadaan yang harus diperhatikan oleh orang tua agar tidak menimbulkan dampak negatif pada perkembangan nalar dan emosi anak. Sebagai contoh, umumnya anak ketika ia memecahkan benda berharga akan bergembira karena ia merasa telah melakukan perbuatan yang sangat terpuji dengan menjadikan satu benda menjadi beberapa keping. Saat itu ia menunggu untuk mendapat pujian akan pekerjaannya tersebut. Namun malang, orang tua biasanya bukan hanya tidak memujinya, malah melayangkan pukulan kepadanya yang tentu membuat sang anak terkejut. Hal ini mengakibatkan dampak yang sangat negatif pada kejiwaan anak.

Namun, terkadang anak memang perlu mendapatkan sedikit pelajaran, teguran, tidak disapa, atau bahkan pukulan, seperti yang dikatakan oleh Dr Spock, “Anak seringkali lebih bergembira ketika ia tahu bahwa ayahnya telah menentukan batas-batas yang dapat membuat mereka dikenai hukuman”.[38]

Ketika sakit, anak membutuhkan perhatian dari orang tuanya. Namun, jangan sampai perhatian mereka atas keadaannya ini menjadi berlebihan. Usahakan untuk menjaga keseimbangan dalam memberikan perhatian kepadanya. Perhatian yang berlebihan yang biasanya diberikan oleh para ibu kepada anak saat jatuh sakit, akan membuat anak tersebut sombong, cengeng, gampang mengadu, dan mudah menyerah.[39]

Seperti yang telah kami singgung pada awal buku ini, ayah dan ibu harus memiliki program dan sikap yang sama dalam mendidik anak mereka karena dengan inilah anak akan mengetahui mana perbuatannya yang salah dan mana yang benar. Jika ayah menganggap sebuah pekerjaan itu salah, ibu juga harus menyesuaikan pandangannya dalam hal ini dengan pandangan ayah. Begitu pula halnya dengan perbuatan yang terpuji. Sebab, “...perilaku yang tidak jelas dan penyakit jiwa yang terjadi pada anak di usia dini atau orang dewasa umumnya disebabkan oleh kesalahan orang tua dalam bersikap terhadap mereka … seperti perbedaan dalam memperlakukan anak. Sebagai contoh, ketidak-pastian antara sikap memaafkan dan sikap tegas atau memanjakan dan tidak acuh padanya. Sikap yang tidak pasti seperti ini akan melahirkan sikap permusuhan pada diri anak, kekerasan hati, dan keragu-raguan pada satu sisi, atau sikap selalu bergantung kepada orang lain dan kepribadian yang lemah pada sisi yang lain”. [40]