Makna dan Hikmah di Balik Doa Percepatan Kemunculan Imam Zaman a.s. (1)
Dalam ajaran Islam, konsep tergesa-gesa sering dikaitkan dengan sikap yang kurang bijak dan dianggap sebagai sesuatu yang perlu dihindari. Namun, dalam beberapa riwayat, terdapat anjuran untuk bersegera dalam hal-hal tertentu, seperti shalat dan taubat. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa kita dianjurkan untuk memohon percepatan kemunculan Imam Zaman a.s., padahal setiap peristiwa memiliki waktunya sendiri dalam ketetapan Ilahi? Apakah permohonan ini bertentangan dengan prinsip kebijaksanaan, atau justru memiliki makna yang lebih mendalam?
Dengan memahami konteks yang lebih luas, kita dapat menghindari kesalahpahaman tentang konsep ini serta memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai sikap yang seharusnya diambil oleh para penanti Imam Zaman a.s.
1. Makna “Tergesa-gesa” dalam Konteks Islam
Dalam Islam, sikap tergesa-gesa sering kali dipandang negatif karena mencerminkan kurangnya kebijaksanaan dan kesabaran. Al-Qur’an menegaskan:
“Manusia diciptakan (bersifat) tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra: 11)
Namun, tergesa-gesa dalam beberapa konteks justru dianjurkan, seperti dalam perintah untuk segera melaksanakan shalat dan bertaubat sebelum ajal menjemput. Dalam hal ini, bersegera bukanlah tindakan yang sembrono, tetapi merupakan kesiapan untuk melakukan sesuatu secara optimal pada waktunya.
Dalam Islam, ada perbedaan mendasar antara tergesa-gesa yang merusak dan tergesa-gesa yang membangun:
1. Tergesa-gesa yang merusak terjadi ketika seseorang melakukan sesuatu tanpa persiapan atau pemahaman yang cukup, sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. Tergesa-gesa yang membangun berarti mempersiapkan segala sesuatu sebelumnya agar ketika waktunya tiba, seseorang dapat segera bertindak dengan efektif.
Dalam konteks permohonan percepatan kemunculan Imam Zaman a.s., kita tidak meminta agar beliau datang sebelum waktunya, tetapi agar diri kita dan masyarakat dipersiapkan secara spiritual, sosial, dan intelektual untuk menyambut kemunculan beliau.
2. Konsep Takdir dan Waktu dalam Islam
Islam mengajarkan bahwa setiap peristiwa memiliki “ajal” atau waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Al-Qur’an menegaskan:
“Dan bagi tiap-tiap umat ada ajalnya. Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun, dan tidak (pula) mendahulukannya.” (QS. Al-A’raf: 34)
Dari ayat ini, jelas bahwa kemunculan Imam Zaman a.s. tidak akan terjadi lebih cepat atau lebih lambat dari waktu yang telah ditentukan oleh Allah. Maka, mengapa kita tetap dianjurkan untuk memohon percepatan?
Jawabannya terletak pada kesiapan manusia. Meskipun waktu kemunculan telah ditentukan, kondisi sosial dan spiritual umat berperan dalam menentukan apakah mereka siap menerima kepemimpinan Imam Zaman a.s. Permohonan percepatan bukanlah upaya mengubah takdir Ilahi, melainkan permohonan agar umat dipersiapkan untuk menyambut keadilan yang akan ditegakkan oleh beliau.
Sebagaimana seorang atlet tidak bisa berpartisipasi dalam perlombaan tanpa persiapan fisik dan mental, umat manusia juga harus mempersiapkan diri secara kolektif agar layak menerima kepemimpinan Imam Zaman a.s. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka kemunculan beliau tetap akan terjadi, tetapi kita mungkin tidak akan mampu menjadi bagian dari perubahan yang beliau bawa.