Situs Al Imamain Al Hasanain Pusat Kajian Pemikiran dan Budaya Islam

Kebahagiaan dan Kesempurnaan Manusia (2)

0 Pendapat 00.0 / 5

Ruh yang berasal dari Allah itu hanya akan bahagia bila kembali mendekat kepada-Nya. Dengan kata lain, ruh adalah hakikat manusia yang berasal dari Allah (inna lillāh), yang setelah melalui perjalanan turun ke alam materi, menetap sementara di dunia, lalu kebahagiaannya terletak pada kembalinya kepada asalnya. Jalan kembali itu ditempuh melalui cinta, pengendalian diri, dan kematian sukarela (mematikan hawa nafsu), sehingga meskipun jasadnya hidup di dunia, ruhnya telah terikat dengan alam transenden. 

Namun, hal ini tidak berarti mengabaikan urusan duniawi. Kenikmatan materi, kesehatan, dan kesejahteraan tetap termasuk bagian dari kebahagiaan manusia. Bahkan syariat menekankan pentingnya menjaga kesehatan jasmani, karena jasad yang sehat menjadi syarat bagi ruh yang sehat. Meski demikian, ruh tetap dipandang sebagai inti hakikat manusia, dan tujuan penciptaannya adalah mendekat kepada Allah. 

Allah Swt berfirman: 

يا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعي‏ إِلى‏ رَبِّكِ راضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلي‏ في‏ عِبادي وَ ادْخُلي‏ جَنَّتي 

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr [89]: 27–30) 

يا أَيُّهَا الْإِنْسانُ إِنَّكَ كادِحٌ إِلى‏ رَبِّكَ كَدْحاً فَمُلاقِيهِ 

“Wahai manusia, sesungguhnya engkau bekerja keras menuju Tuhanmu, maka pasti engkau akan menemui-Nya.” (QS. Al-Insyiqaq [84]: 6) 

في‏ مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَليكٍ مُقْتَدِر 

“Di tempat yang benar, di sisi Raja Yang Maha Berkuasa.” (QS. Al-Qamar [54]: 55) 

Ibadah merupakan sarana utama untuk mendekat kepada Allah, sebagaimana firman-Nya: 

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ 

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan salat…” (QS. Al-Baqarah [2]: 45) 

Segala sesuatu yang menolong manusia dalam mendekat kepada Allah, termasuk amal sosial dan pelayanan terhadap sesama, merupakan bagian dari ibadah dan jalan kebahagiaan sejati. 

Allamah Thabathaba’i menegaskan: “Segala sesuatu yang dianggap sebagai nikmat, pada hakikatnya hanya merupakan nikmat bila sesuai dengan tujuan Allah menciptakannya bagi manusia. Sebab, hal-hal itu diciptakan untuk menjadi sarana manusia dalam menempuh jalan kebahagiaan sejatinya, yakni kedekatan kepada Allah melalui ibadah dan ketundukan kepada rububiyyah-Nya.” (Tafsir al-Mizan, jilid 5, hlm. 281). 

Sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an: 

ما خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ 

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56) 

Dengan demikian, kebahagiaan dan kesempurnaan manusia dalam perspektif Islam bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan saling berkaitan. Kesempurnaan ruhani dan jasmani yang seimbang, disertai penghambaan kepada Allah, merupakan jalan menuju kebahagiaan hakiki yang abadi.