• Mulai
  • Sebelumnya
  • 30 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 45716 / Download: 2995
Ukuran Ukuran Ukuran
IMAM MAHDI

IMAM MAHDI

pengarang:
Indonesia
IMAM MAHDI

Kapan Imam Zaman Muncul?
Dr. Jalali: Kapan Imam al-Muntazhar muncul?

Tn. Hosyyar: Tak ada waktu pasti mengenai kemunculannya (zhuhur). Para Imam as berkata bahwa orang-orang yang memastikan kemunculan Imam Mahdi as adalah para pembohong. Fudhail, salah seorang sahabat Imam al-Baqir bertanya kepada Imam mengenai waktu kemunculannya Imam Mahdi as. Imam al-Baqir as mengulang-ulang kalimat berikut sebanyak tiga kali, "Siapa saja yang menentukan waktu kemunculan Imam Mahdi maka ia sedang mengatakan kebohongan."8

Sahabat Imam ash-Shadiq, Abdurrahman bin Katsir, sedang bersama Imam tatkala Mahzam al-Asadi mengunjunginya. Tanyanya kepada Imam, "Kapan al-Qâ`im dari Ahlulbait Nabi muncul dan menegakkan pemerintahan yang adil yang Anda harapkan?" Imam as menjawab, "Barangsiapa menentukan kemunculannya maka ketahuilah bahwa ia pembohong. Barangsiapa yang tergesa-gesa dalam urusan ini, maka ia menghancurkan dirinya sendiri dan barangsiapa yang bersabar maka ia akan dimenangkan dan kembali kepada kami."9

Sahabat Imam Ja'far ash-Shadiq as yang terpercaya dan terkenal bernama Muhammad bin Muslim diwanti-wanti oleh Imam. Katanya, "Bila ada orang yang memastikan kemunculan (al-Mahdi-penerj.) kepadamu, maka janganlah ragu-ragu mengatakannya pembohong, sekami tidak memastikan waktu kemunculannya." Selain hadis ini, ada pula sepuluh hadis lain dengan tema yang sama.10

Hadis-hadis di atas dan hadis-hadis yang senada membuktikan bahwa Nabi saw dan para imam tidak pernah menentukan waktu kemunculannya al-Mahdi. Oleh karena itu, bila ada hadis berkenaan dengan hal ini yang menentukan waktu kemunculannya dan bila matannya bisa ditafsirkan dengan beberapa penafsiran, maka mesti ditafsirkan. Kalau tidak, mesti didustakan atau diabaikan. Contoh mengenai penjelasan hadits lemah dan tidak sahih ini dapat dilihat pada kasus Abu Walid Makhzumi yang berkata, "Al-Qâ'im kami akan muncul di ALR."11


Tanda-tanda Kehadiran Imam Mahdi
Ir. Madani: Seberapa bisa dipercaya tanda-tanda kehadiran Imam Mahdi?

Tn. Hosyyar: Ada sejumlah tanda kehadiran Pemilik Perintah (semoga Allah mempercepat kelapangan melalui kemunculannya) yang tercantum dalam beberapa kitab hadis. Kami tidak dapat mendiskusikannya satu persatu berhubung waktu tidak memungkinkan. Ia menuntut banyak diskusi. Namun di sini kami hanya menyampaikan sekadarnya.

a. Riwayat hadis dari Ahlulbait tentang ini dibagi menjadi dua bagian: Pertama, tanda-tanda yang pasti terjadi dan mutlak. Tanda-tanda ini pasti terjadi sebelum kemunculan al-Mahdi. Kedua, tanda-tanda yang terjadi tanpa kepastian. Peristiwa-peristiwa yang terjadi bukanlah tanda mutlak kehadiran Imam. Bila persyaratan-persyaratannya terpenuhi, maka dapat dipastikan bahwa tanda-tanda munculnya Imam sudah datang. Hal ini disebabkan adanya beberapa kemestian sebelum hadirnya Imam.

b. Tanda-tanda yang merupakan kemestian bagi munculnya Imam. Terpenuhinya tanda-tanda ini sebagai tanda telah dekatnya kehadirannya. Namun, tidak berarti bahwa setelah terpenuhinya tanda-tanda ini maka Imam langsung muncul tanpa ditunda-tunda. Perlu disebutkan di sini, bila hal ini terjadi maka Imam mungkin akan muncul.

c. Beberapa tanda kemunculan berupa mukjizat, sehingga kuatlah hak al-Mahdi dan manusia pun menyaksikan keadaan yang luar biasa. Keadaan tanda-tanda ini sama dengan mukjizat-mukjizat lain. Bahkan, walaupun melebihi hukum alam dan fenomena normal tidak boleh dikatakan mustahil.

d. Ada sejenis tanda yang disebutkan dalam beberapa kitab yang nampak tidak mungkin, misalnya perkataan yang menyebutkan bahwa ketika al-Mahdi muncul, matahari akan terbit di ufuk barat dan gerhana matahari akan terjadi di pertengahan bulan Ramadhan, sedangkan gerhana bulan akan terjadi di akhir bulan yang sama.

Semua orang berakal mengetahui bahwa kalau hal ini terjadi maka tatanan dunia akan hancur lebur dan tatasurya akan berubah. Mesti diterangkan di sini, hadis-hadis yang melaporkan peristiwa ini di akhir zaman (hari kiamat-penerj.) hanyalah hadis ahad. Bila rangkaian sanadnya diteliti, maka akan segera diketahui bahwa hadis-hadis ini dibuat dan direka-reka serta disebarkan di zaman Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah atas pengawasan mereka.

Pada periode sejarah ini terdapat individu-individu yang mendakwakan diri sebagai Mahdi al-Muntazhar dan mengancam pemerintahan yang ada (de facto governments) dengan cara menggalang dukungan rakyat untuk melawan pemerintah zalim. Karena Umayyah dan Abbasiyyah tahu bahwa mereka tak mungkin mampu memalsukan hadis-hadis mengenai Imam Mahdi yang diriwayatkan secara bersambung dari generasi ke generasi, maka mereka menyiasati rakyat agar tidak berontak di bawah kepemimpinan Alawiyyin.

Oleh karena itu, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya untuk memustahilkan kemunculan al-Mahdi. Dengan cara ini, mereka menghalangi rakyat bergabung dengan kalangan Alawiyyin dalam menentang kezaliman pemerintah. Namun, bila hadis seperti ini benar, maka tidak akan ada masalah bila memvisualisasikan bencana besar tersebut sebelum kemunculan Imam untuk mengabarkan manusia mengenai pentingnya masalah ini, dan membangkitkan semangat pemerintahan Ilahiah di bumi.


Kisah Sufyani
Ir. Madani: Apakah ciri-ciri kemunculan Sufyani menjelang hari kiamat ketika al-Mahdi akan hadir?

Tn. Hosyyar: Berdasarkan beberapa hadis, sebelum munculnya Pemilik Perintah, akan didahului oleh munculnya seorang laki-laki dari keturunan Abu Sufyan.

Secara lahiriah ia digambarkan sebagai orang saleh yang selalu menyeru kepada Allah SWT, tapi nyatanya dialah orang terjahat di dunia. Dia akan menipu orang banyak dan menarik mereka untuk berkumpul di sekitarnya. Dia akan menguasai lima tempat: Damaskus, Hims, Palestina, Yordania, dan Qinnasrin. Kekuasaan Abbasiyyah akan terus menerus dirusak oleh tangannya.

Dia akan membunuh banyak orang Syi`ah. Lalu dia akan menyadari kemunculan Imam dan akhirnya mengirim sepasukan tentara untuk memeranginya. Namun pasukan tersebut tidak bisa mendekati Imam dan akan terbenam di antara Makkah dan Madinah.

Dr. Jalali: Seperti yang Anda mafhum, Dinasti Abbasiyyah sudah lama menyaksikan kejatuhannya. Sehingga tidak ada lagi peninggalan yang dapat dihancurkan oleh Sufyani.

Tn. Hosyyar: Dalam sebuah hadis dari Imam Musa al-Kazhim as, berkata: "Bani Abbasiyyah didirikan atas dasar penipuan dan kelicikan. Ia akan hancur dengan sedemikian rupa sehingga tidak ada jejaknya sedikit pun. Namun, ia akan hidup kembali dengan sedemikian rupa sehingga seolah-olah ia tidak pernah melihat kehancuran tersebut."12

Arti lahiriah hadis ini menunjukkan bahwa kekuatan Abbasiyyah akan muncul kembali dan serangan terakhir akan dikalahkan dengan Sufyani. Dapat dikatakan, walaupun kebangkitan Sufyani dapat dinilai sebagai salah satu tengara yang pasti sebelum kebangkitan Imam Mahdi, namun cara dan waktu kemunculannya nampaknya tidak mutlak. Misalnya, mungkin kehancuran Abbasiyyah di tangan Sufyani tidak termasuk tanda-tanda kemunculan yang absolut dan mungkin saja akan dilakukan oleh orang lain (bukan oleh Sufyani-penerj.).

Dr. Fahimi: Saya pernah mendengar bahwa Khalid bin Yazid bin Mu`awiyyah bin Abi Sufyan mempunyai keinginan merebut kekhalifahan yang berada di tangan Bani Marwan. Oleh karenanya, ia membuat hadis mengenai Bani Sufyani untuk menghibur dirinya dan menaikkan moralitas Bani Umayyah. Penulis kitab Aghânî berkata mengenai Khalid seperti berikut: "Dialah orang terpelajar dan ahli syair. Konon, dialah yang membuat-buat hadis mengenai Sufyani."13

Menurut sejarahwan, ath-Thabari, Ali bin Abdullah bin Khalid bin Yazid bin Mu`awiyyah dikenal pada tahun 159 H/775 M di Damaskus. Dia adalah Sufyani yang dijanjikan. Ia selalu mengajak rakyat untuk mengikuti gerakannya.14 Dari bukti sejarah ini, nyatalah bahwa hadis mengenai Sufyani adalah hadis palsu.

Tn. Hosyyar: Hadis mengenai Sufyani dikabarkan oleh ulama Sunni dan Syi`ah. Nampaknya hadis ini termasuk hadits mutawatir. Oleh karena itu, tidak dapat disebut palsu walaupun terdapat seorang pembohong dalam rangkaian sanadnya. Kita mesti mengatakan bahwa karena hadis ini terkenal di masyarakat, maka mereka (masyarakat) terus menunggu-nunggunya. Beberapa orang memanfaatkannya untuk memberontak pada penguasa yang mengaku Sufyani, dan menipu para pengikutnya.


Cerita Dajjal
Dr. Jalali: Kemunculan Dajjal dianggap sebagai salah satu tanda akan bangkitnya Imam Mahdi. Di dalam hadis, ia digambarkan sebagai orang kafir yang hanya mempunyai satu mata terletak di dahi dan bersinar bak bintang. Di dahinya terdapat tulisan "Dia orang kafir". Tulisan ini dapat dimengerti baik oleh orang yang dapat membaca ataupun oleh yang buta huruf.

Terdapat makanan yang melimpah dan sesungai air di sisinya yang dapat dinikmati setiap saat. Dia akan mengendarai keledai putih yang satu langkahnya berjarak satu mil. Dia dapat menurunkan hujan dan menumbuhkan tetumbuhan. Dunia ada dalam kekuasaannya; dia dapat menghidupkan orang mati. Teriakannya seperti ini, "Aku adalah Tuhan kalian Yang Mahakuasa. Akulah yang menciptakan kalian dan memberi rezeki kepada kalian. Maka, bergegaslah kepadaku!"

Konon, ada seorang di zaman Nabi saw yang bernama Abdullah atau Sa`id bin Shaidah. Nabi dan para sahabat pergi mengunjungi rumahnya. Dia mengaku sebagai Tuhan. Umar ingin membunuhnya, namun Nabi saw melarangnya. Dia terus hidup dan di akhir zaman nanti akan muncul kembali dari Isfahan di desa Yahudiyyah.15

Diriwayatkan oleh seorang muallaf Nasrani yang bernama Tamim ad-Dari pada tahun 9 H/630 M, yang berkata, "Aku pernah melihat Dajjal di pantai dan dibelenggu oleh besi di salah satu pulau di barat."16

Tn. Hosyyar: Dalam bahasa Inggris Dajjal dikenal dengan nama "anti-Kristus" yakni orang yang 'melawan' dan 'menentang' Kristus. Nama Dajjal bukanlah nama asli seseorang. Dalam bahasa Arab, setiap penipu besar disebut 'Dajjal'. Dalam Injil pun, kata 'dajjal' dapat dimaknai dalam arti yang sama. Dalam Surat Pertama Yohanes 2: 22 tertulis:

Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak.

Di tempat lain dalam surat yang sama, 2: 18 tertulis:

Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir.

Dan dalam Yohanes 4: 3, tertulis:

Dan setiap roh, yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.

Dalam Surat Kedua Yohanes ayat 7 tertulis:

Sebanyak penyesat telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus.

Dari referensi-referensi Injil di atas, nyatalah bahwa kata dajjal (antikristus) digunakan dalam arti "seorang pembohong" dan "seorang penyesat." Selain itu, kisah bangkitnya antikristus terkenal di kalangan orang-orang Kristen yang menunggu kebangkitannya.

Tampaknya Nabi Isa as telah menyebutkan kemunculan antikristus dan memperingatkan manusia tentang kedurhakaannya. Oleh karena itu, orang-orang Kristen menunggu-nunggunya. Mungkin sekali, antikristus yang disebut oleh Isa as adalah messiah palsu, seseorang tertentu yang bernama Dajjal, yang muncul sekitar lima abad setelah Isa as dan menyatakan dirinya sebagai seorang nabi. Dialah orang yang disalib. Bukan Isa. Dalam Islam pun terdapat beberapa hadis tentang keberadaan Dajjal. Nabi saw memperingatkan manusia mengenai Dajjal dengan mengatakan, "Semua nabi yang datang setelah Nuh as selalu memperingatkan umatnya tentang kedurhakaan Dajjal."17

Nabi saw dilaporkan telah bersabda, "Hari Pembalasan tidak akan terjadi sebelum muncul 30 Dajjal dan mengaku seorang Nabi."18

Ali bin Abi Thalib, "Takutlah pada dua Dajjal yang akan dilahirkan dari keturunan Fatimah. Seorang Dajjal (pembohong) akan muncul dari Dijla di Basrah, dia bukan berasal dariku. Dia akan menjadi pelopor beberapa Dajjal (para pembohong)."19

Dalam hadis lain, Nabi saw bersabda, "Hari Pembalasan tidak akan terjadi sebelum 30 orang pembohong dan orang-orang yang mirip Dajjal muncul dan mengatasnamakan kebohongan kepada Allah dan Nabi-Nya."20

Dalam hadis yang lain, Nabi bersabda: "Sebelum kebangkitan Dajjal terdapat lebih dari 70 Dajjal (para pembohong) akan muncul."21

Dari semua hadis ini, nampak bahwa Dajjal bukanlah nama orang tertentu. Sebagaimana kata 'antikristus', Dajjal pun umumnya diterapkan kepada pembohong, penipu, dan orang curang manapun. Singkatnya, akar-akar kisah Dajjal harus dilacak dalam Injil di kalangan Kristen. Kemudian, sebagian besar hadis tentang tema ini, dengan semua detailnya, bisa dijumpai di kitab-kitab Sunni dan diriwayatkan oleh para perawi mereka.

Amat mungkin kejadian sebenarnya mengenai Dajjal, seperti yang dinubuatkan dalam beberapa hadis adalah benar adanya. Namun, semua detail mengenai ciri-ciri dan karakter-karakter Dajjal tidaklah autentik karena sebagian besar paparan yang tercantum dalam kitab Bihâr al-Anwâr dan kitab-kitab lainnya diriwayatkan oleh perawi yang tak dikenal.22

Oleh karena itu, walaupun secara autentik diakui bahwa contoh yang benar mengenai munculnya Dajjal adalah benar, namun rincian yang ditunjukkan telah diwarnai dengan kisah-kisah fiktif. Kami bisa menerangkannya dengan mudah: bahwa di Hari Kiamat dan masa yang dekat dengan kemunculan Imam Keduabelas, kelak ada seorang laki-laki pembohong, penipu, dan melampaui kejahatan semua Dajjal terdahulu. Dia akan menyesatkan sekelompok orang dengan pengakuan kosongnya.

Dia akan tampil sedemikian rupa sehingga ia berperan sebagai pengontrol kebutuhan mereka. Ia akan menampilkan dirinya kepada manusia seolah-olah ia mengendalikan makanan dan minuman mereka, sehingga mereka kemudian percaya bahwa seluruh alam raya berada dalam kontrolnya (Dajjal). Dengan menggunakan kepiawaian komunikasi, ia mampu memutarbalikkan fakta: pekerjaan buruk tampak baik dan demikian pula sebaliknya. Dia akan memperlihatkan neraka seperti surga. Tetapi kekafirannya nyata bagi semua orang, baik yang dapat membaca maupun yang buta huruf.

Namun tidak ada bukti menyangkut Sa`id bin Shaid sebagai Dajjal yang dijanjikan atau mempercayai dia hidup terus sejak zaman Nabi saw. Selain karena kelemahan dalam rangkaian riwayat, Nabi saw pernah bersabda perihal Dajjal: "Dia tidak akan memasuki dua kota yaitu Makkah dan Madinah." Sebaliknya, Sa`id bin Shaid telah memasuki kota-kota ini. Dia meninggal di Madinah dan beberapa orang menyaksikan kematiannya.23

Bila secara hipotetis diterima bahwa Nabi saw benar-benar menamai Sa`id sebagai "Dajjal", maka Nabi pasti menggunakan kata yang umum yang berarti 'pembohong' dan 'penipu' bukannya Dajjal yang merupakan bagian dari tanda-tanda kemunculan Imam Mahdi. Dengan kata lain, ketika Nabi saw bertemu Sa`id, beliau mengabarkan bahwa dia merupakan personifikasi antikristus bagi para sahabatnya.

Ketika Nabi saw mengabarkan kepada orang-orang mengenai munculnya Dajjal di Hari Kiamat, mereka yang mendengar kata-katanya menyangka orang yang dimaksud adalah Sa`id bin Shaid dan Dajjal inilah yang bakalan muncul sebagai salah satu tanda-tanda Hari Kiamat. Hadis megnenai Dajjal yang berumur panjang berasal dari peristiwa ini.[]


Catatan Kaki
1. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.152.

2. Ibid., hal.154.

3. Al-Anwâr al-Nu'maniyyah (edisi Tabriz), jilid 2, hal.57.

4. Tihrani, adz-Dzarî`ah ilâ Tashanîf al-Syi`ah, jilid 5, hal.108.

5. Menurut fiqih, selama kegaiban Imam Keduabelas, karena tidak ada wakil imam yang diangkat secara langsung maka shalat Jum`at dilaksanakan sebagai amalan yang dianjurkan dan dilanjutkan dengan shalat zhuhur dan ashar sebagai amalan wajib. [Dengan kata lain, shalat Jum`at di masa kegaiban bersifat wajib ikhtiyari (wajib pilihan), artinya seseorang boleh memilih antara shalat Jum`at atau shalat zhuhur-peny.] Dalam hal ini, Sayyid Syamsuddin adalah wakil Imam Keduabelas, maka karena adanya wakil, shalat Jum`at menjadi amalan wajib. (A.A. Sachedina).

6. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.159-174.

7. Doa ini merupakan doa yang diambil dari Mafâtîh al-Jinân yang di dalamnya seorang mukmin bermunajat kepada Tuhannya, "Ya Allah, berilah dia (Imam Keduabelas), keluarganya, anak-anaknya, keturunannya, umatnya dan urusan-urusannya secara keseluruhan yang menyenangkan matanya." Juga, dalam doa lain, yang diterima dari Imam Keduabelas, di mana mukmin berkata: "Wahai Allah, karuniailah dia, keturunannya, pengikutnya, sahabatnya, pendukungnya, musuh-musuhnya, dan seluruh penghuni bumi sesuatu yang menyenangkan mata." Namun, perlu diingat bahwa doa di atas bukanlah bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa Imam Keduabelas as mempunyai keturunan. Demikian pula sebaliknya. Imam Ja'far ash-Shadiq as pernah berkata, "Seolah-olah saya sedang melihat al-Qâ`im menuruni mesjid Kufah beserta keluarga dan saudaranya." Lihat Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.317.

8. Ibid., jilid 52, hal.103.

9. Ibid.

10. Ibid., jilid 52, hal.104 dan 117.

11. Ibid., jilid 52, hal.106.

12. Ibid., jilid 52, hal.250.

13. Abu al-Faraj al-Isfahani, al-Aghâni, jilid 16, hal.171.

14. ath-Thabari, Tarikh, jilid 7, hal.25.

15. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.193-197; Muslim, Shahih, jilid 18, hal.46-87; Abu Dawud, Sunân, jilid 2, hal.212.

16. Muslim, Shahih, jilid 18, hal.79; Abu Dawud, Sunân, jilid 3, hal.214.

17. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.197.

18. Abu Dawud, Sunân, jilid 2.

19. Al-Malâhim wa al-Fitan, hal.113.

20. Abu Dawud, Sunân, jilid 2.

21. Majma' al-Zawâ`id, jilid 7, hal.333.

22. Untuk mengetahui lebih jauh rangkaian sanad dan perawi tak dikenal dalam sanad tersebut dapat dilihat dalam Bihâr al-Anwâr jilid 52 dikabarkan di mana hadis-hadis tersebut diriwayatkan dan ditulis dengan lengkap oleh orang-orang tak dikenal.

23. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.199.

21
IMAM MAHDI

BAB 11

Tingkat Kesempurnaan Akal Manusia Menjelang Kemunculan Imam Mahdi
PERTEMUAN diadakan tepat waktu. Dr. Jalali memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan.

Dr. Jalali: Kenyataan hidup yang ada di sekitar kita menunjukkan banyaknya perbedaan pemikiran, keyakinan, dan agama. Fakta ini juga menghasilkan faktor- faktor yang munculnya perbedaan-perbedaan yang ada dalam imajinasi Anda. Dengan perbedaan seperti ini, bagaimana mungkin membayangkan bahwa segenap manusia akan tunduk pada satu pemerintahan dan satu kekuasaan ketika dunia diatur oleh pemerintahan al-Mahdi?

Tn. Hosyyar: Bila kondisi umum dunia dan tingkat pengetahuan, persepsi dan akal manusia tetap pada level yang sama sebagaimana sebelumnya, maka memang mustahil memikirkan suatu pemerintahan dunia yang bersatu di bawah kepemimpinan Imam Mahdi.

Akan tetapi, di pihak lain, ketika tingkat pemikiran dan peradaban manusia serta pengetahuan di abad-abad silam tidak sama dengan abad sekarang-setelah melalui perubahan dan transformasi yang begitu pesat yang merupakan bagian sejarah manusia di mana secara bertahap manusia mencapai tingkatan lebih tinggi-maka amatlah logis meyakini bahwa tingkat pengetahuan sekarang berbeda dengan yang sebelumnya.

Dengan kata lain, tingkat pengetahuan manusia dari masa ke masa tidaklah stagnan. Dapat dikatakan, dengan bekal kepercayaan diri seperti ini, pemahaman kemasyarakatan akan lebih baik. Untuk memahami hal ini dengan sempurna, kita harus memahami zaman lampau dan membandingkannya dengan zaman sekarang guna merumuskan visi kita atas kemungkinan masa depan.

Sudah umum diketahui dan bukti tak terbantahkan bahwasanya sifat egoisme dan mementingkan diri sendiri merupakan instink alamiah manusia. Sifat-sifat ini berperan banyak dalam mendorong manusia untuk mencapai kesempurnaan, kebahagiaan, dan kepentingan pribadi lainnya. Setiap orang berusaha keras untuk meraih keinginan pribadi dan berusaha mengatasi segala penghalang.

Dalam langkahnya ini, galibnya sangat sedikit perhatian yang dicurahkan kepada kepentingan orang lain. Akan tetapi, saat mereka menyadari bahwa kepentingannya lebih baik dikhidmatkan dengan cara menjaga kepentingan orang lain, maka mereka menerima gagasan tersebut. Bahkan dengan senang hati mengorbankan beberapa kesenangannya untuk orang lain.

Mungkin, kesadaran akan kepentingan pribadi dalam bentuk penjagaan kebaikan umum inilah yang mendorong perkembangan lembaga pernikahan. Setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan menyadari bahwa mereka saling memerlukan. Rasa membutuhkan dan saling kebergantunganlah yang memperkuat tali pernikahan mereka.

Kebutuhan untuk menyeimbangkan keegoisan diri sendiri guna meraih kebahagiaan merupakan kunci untuk mengembangkan keluarga yang sehat dan hubungan sosial yang saling menguntungkan. Dalam kenyataannya, masing-masing anggota keluarga hanya memiliki satu keinginan yaitu meraih kebahagiaan sendiri. Namun, karena untuk meraih kebahagiaan ini pasti bergantung pada kebahagiaan anggota keluarga lainnya, maka usaha meraih kebahagiaan kolektif melalui rasa kerja sama dan interaksi dengan segera menjadi dasar hubungan kemanusiaan yang ideal.

Untuk waktu yang lama, manusia menerapkan keluarga besar (extended family) dalam tenda-tenda. Menyusul peristiwa-peristiwa pertikaian, konflik dan perselisihan yang mengganggu rasa aman mereka, keluarga-keluarga itu berkumpul membentuk sebuah masyarakat untuk mengkonsolidasikan sumber-sumber penghasilan mereka guna membela diri sendiri terhadap keluarga dan kelompok lainnya.

Perkembangan ini mendorong pembentukan kelompok kekeluargaan dan kebangsaan. Anggota-anggota kelompok ini-melalui kesalingcocokan-mengorbankan beberapa hak individu dan masyarakat untuk kepentingan suku bangsa sehingga akan terjalin rasa bahagia bersama, lalu timbulah kehendak mendirikan pertahanan guna melindungi kepentingan umum mereka dan menghadang ancaman dari luar.

Kemajuan dalam pemikiran kolektif dan kesadaran akan kebutuhan yang mendesak ini perlu dipelihara, baik dalam hubungannya dengan intern suku bangsa dan dalam hubungannya dengan suku bangsa lain. Pada akhirnya, faktor-faktor tersebut mendorong masyarakat untuk membentuk dusun-dusun dan kota-kota untuk membela kepentingan umum.

Perkembangan dari kehidupan desa ke kota dan kehidupan bernegara terjadi secara berjenjang dan didorong oleh sebuah keputusan pragmatis guna memajukan kebaikan bersama yang sangat ditentukan oleh kebutuhan akan keamanan dan hubungan damai dengan masyarakat yang lebih banyak dan kuat. Kelahiran suatu bangsa merupakan kosekuensi logis kebutuhan manusia untuk mendapatkan manfaat maksimal dari hukum wilayah tertentu.

Bila ditilik dari beberapa segi, bangsa merupakan perkembangan dari struktur keluarga. Dalam sebuah bangsa, rakyat memperoleh dasar untuk berkehidupan sosial dan politik. Yang lebih penting lagi, rasa kebangsaan melebihi perbedaan ras dan bentuk-bentuk perbedaan lainnya yang kemudian berkumpul dalam budaya satu bangsa.

Akhirnya, sejalan dengan perkembangan bangsa tersebut maka segala konflik dan permusuhan musnah. Kemudian tampaklah manfaat kebersamaan yang dapat memacu tercapainya masyarakat yang bahagia. Dengan pengalaman ratusan abad hidup bersama, maka keegoisan yang berlebihan dan kepicikan disaring. Walaupun demikian semua manfaat yang diraih melalui kontrak sosial yang diketahui bersama tetap meniscayakan kebutuhan kerja yang lebih keras lagi untuk meningkatkan kondisi kehidupan. Ini harus ditindaklanjuti melalui penciptaan infrastruktur sosial dan ekonomi.

Peranan teknologi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ditentukan oleh usaha negara dalam memberi keyakinan bahwa kemajuan ilmu dapat diraih melalui lembaga-lembaga khusus dan melalui pengontrolan manusia rasional. Saat ini kita merupakan saksi bagi teknikalisasi masyarakat dunia yang membawa pada terobosan yang luar biasa di dalam hubungan global melalui teknologi komunikasi.

Hal-hal yang pernah muncul di generasi yang lampau sebagai fiksi ilmiah telah menjadi kenyataan. Dari sekian banyak hal yang ada, batas negara dan budaya yang tampak seperti "tirai besi", yang memisahkan bangsa-bangsa ke dalam blok Barat dan Timur, dapat ditembus berkat sarana elektronik.

Revolusi komunikasi telah mengubah tatanan ideologi dunia. Tak satu pun negara dapat hidup menyendiri. Namun di tengah-tengah semua kemajuan ini, masih terdapat permasalahan yang mengganjal, yaitu bagaimana caranya menciptakan seorang individu yang responsif pada nilai-nilai spiritual dan etika yang berfungsi sebagai tulang punggung masyarakat sehat. Apakah demokratisasi bangsa-bangsa dapat menjamin terpeliharanya kebutuhan inti manusia yang fundamental dan mutlak ini?

Masyarakat dunia telah banyak melakukan eksperimen dengan berbagai macam pemikiran (filsafat) dan ideologi untuk memperkuat visi bersama yang dapat menjamin keharmonisan dan keadilan di antara orang yang berbeda-beda bangsa dan keyakinan. Nasionalisme, komunisme, sosialisme, kapitalisme, dan isme-isme lain saling membagi negara-negara dan menggabungkan beberapa diantaranya (negara) ke dalam satu isme atau isme lainnya, menggiring negara-negara tersebut ke perang nuklir yang dahsyat, memaksa mereka bergabung dalam organisasi internasional, misalnya Persatuan Bangsa-bangs (PBB).

Penelitian manusia dalam rangka mencapai keharmonisan dan kedamaian yang adil tetap menjadi anugrah yang paling berharga bagi masyarakat dunia. Pada saat yang sama, peristiwa dua perang dunia yang dasyat dapat menjadi ukuran jauh-dekatnya rasa kemanusiaan yang ideal di hati manusia di bumi ini.

Organisasi-organisasi internasional dicemari oleh politik kotor negara kuat. Bentuk imperialisme dan kolonialisme yang berbeda terus merajalela bahkan di era pascakolonialisme. Walaupun telah merasakan pengalaman buruk karena perang dan konflik, namun negara-negara di dunia ini tetap saja mengumpulkan senjata perusak massal yang dapat membumihanguskan manusia hanya dalam beberapa bentar.

Sekiranya sejarah masa lalu bisa dijadikan sebagai solusi bagi arah masa depan aktivitas manusia, tentunya tak akan sulit mengkategorikan jenis manusia. Jenis manusia secara mendasar dibagi dua: pertama, jenis manusia yang semata-mata memburu materi; kedua, jenis manusia yang menerima Tuhan sebagai satu-satunya pembimbing guna menjawab tantangan moral-spiritual.

Dengan kata lain, dengan mengunggulkan materi dan memfungsikan individualisme dan sekularisme sebagai dua sayap yang mendukungnya, maka Tuhan dan etika ketuhanan serta arahan spiritual diremehkan dan secara sistematis disingkirkan dari kehidupan publik sebuah bangsa. Pada saat yang sama, terdapat dorongan alami manusia untuk mencari Pencipta mereka dan meyembah Tuhan Maha Pemurah.

Sebelum keinginan ini terpenuhi, manusia niscaya tidak akan merasakan kedamaian dan keharmonisan. Tak satu pun ideologi, baik ideologi materi maupun sekular, mampu menggantikan keyakinan sederhana dan alamiah ini yang dapat memberikan kedamaian batin, keharmonisan kosmik, dan integritas total manusia.

Agama Ibrahimik, terutama, telah menekankan agama kemanusiaan yang alamiah yang diasaskan pada ketaatan fitriah (an innate disposition) untuk menyembah Tuhan Yang Esa dan mengejawantahkan kehendak Tuhan di bumi dengan cara menciptakan masyarakat yang berorientasi spiritual dan etika.

Agama-agama wahyu ini juga menjanjikan bahwa Tuhan akan menganugrahi kekuasaan kepada orang-orang yang menyambut dorongan alamiah mereka dengan menjadikan mereka panutan dan pemimpin bagi manusia. Selain itu, karena seluruh keyakinan-semu dan tuhan-tuhan palsu cenderung memicu konflik, maka mereka harus diluluhlantakkan sekiranya tatanan Tuhan ingin diwujudkan.

Keinginan ini dapat terwujud bilamana manusia mengakui alam semesta-yang-berporos-Tuhan ini demi mencapai masyarakat dunia yang ideal. Masyarakat semacam ini akan merespon secara alami seruan Islam dan Nabi-Nya saw yang menyeru Ahli Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani untuk meninggalkan perbedaan dan menyembah satu Tuhan, Allah Yang Mahakuasa. Seruan ini diabadikan dalam al-Quran surah Ali Imrân [3] ayat 64:

Wahai Ahli Kitab! Marilah berpegang kepada suatu kalimat yang sama antara kami dan kalian, bahwa kita hanya menyembah kepada-Nya saja, dan tidak mempersekutukan-Nya, dan janganlah beberapa orang di antara kita mempertuhankan selain Allah.

Al-Quran mempersembahkan program penciptaan tatanan etis revolusioner ini yang akan merefleksikan kehendak Ilahiah di bumi melalui hamba-hamba-Nya yang saleh yang telah menyerahkan diri mereka sendiri kepada kehendak Alla SWT, yakni kaum Muslimin. Nabi saw pun telah mewartakan kepada kita bahwa seorang yang berkualitas dan saleh akan memimpin manusia sehingga mereka bersatu di bawah Tuhan Yang Mahaesa dengan menolak semua bentuk penyembahan dan hanya memusatkan pada maksud dan tujuan Ilahi. Dialah al-Mahdi yang dijanjikan, seorang keturunan Muhammad saw. Imam al-Baqir as pernah berkata, "Tatkala al-Qâ`im hadir, dia akan meletakan tangannya di atas kepala hamba-hamba Allah SWT. Dia akan menyatukan akal budi manusia. Dia akan memimpin mereka untuk mencapai tujuan yang satu. Dia akan menjadikan mereka berakhlak mulia."1

Dalam hadis lain, Imam Ali bin Abi Thalib as menyampaikan esensi peranan al- Qâ`im bagi masa depan umat manusia. Dia berkata: "Ketika al-Qâ`im muncul maka permusuhan dan kemurkaan akan hilang-lenyap di mata manusia, dan keamanan umum akan tercipta di seluruh jagad."2

Akhirnya, Imam al-Baqir berkata, "Tatkala al- Qâ`im memegang kendali, maka seluruh kekayaan umum, tambang dan harta karun yang ada dalam bumi akan melimpah [untuk dibagikan secara adil di antara manusia]."3


Kemenangan Terakhir Kaum Mustadh`afin
Dr. Jalali: Di seluruh penjuru dunia, selalu ada penindas dan tiran yang memimpin dan mengatur kaum mustadh`afin. Para penindas ini menguasai segala sesuatu dan menggunakan kekuatannya untuk meneror rakyat umum. Dengan latar belakang ini, bagaimana al-Mahdi mengambil alih kekuasaan dan mengalahkan para tiran ini?

Tn. Hosyyar: Sebenarnya, kemenangan al-Mahdi adalah kemenangan kaum mustadh`afin dunia dari para penindas. Sebenarnya mereka adalah mayoritas dan sumber kekuatan. Sedangkan para penindas adalah kaum minoritas walau sebesar bagaimanapun kekuatan mereka. Dengan hakikat inilah, kemenangan universal Imam Keduabelas dapat diraih. Izinkanlah saya menjabarkannya berdasarkan latar belakang tersebut sehingga segalanya menjadi jelas.

Berdasarkan al-Quran dan beberapa riwayat hadis, kita tahu bahwa kaum mustadh`afin dipimpin oleh Imam Mahdi akan memberontak para penindas. Mereka akan meraih kemenangan. Mereka selamanya akan mengalahkan kekuatan tirani dan kezaliman dan mengambil alih pemerintahan dunia. Allah Yang Mahatinggi berfirman:

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang tertindas di bumi, dan menjadikan mereka para pemimpin (a'immatan), dan menjadikan mereka para pewaris (bumi). (QS al-Qashash [28]: 5)

Secara eksplisit, ayat ini menyampaikan kabar gembira bahwa yang akan memegang kekuasaan dan pemerintahan dunia adalah "kaum mustadh`afin". Jadi kemenangan Imam Keduabelas sama dengan kemenangan kaum tertindas di bumi.

Untuk lebih jelasnya, izinkan saya menekankan hal-hal berikut:

(1) Apa makna mustadh`'afin dan siapakah mereka itu?

(2) Apa karakteristik penindas (mustakbirin)?

(3) Kenapa para penindas menguasai para mustadh`afin?

(4) Mungkinkah kaum mustadh`afin mengalahkan para penindas?

(5) Siapakah pemimpin gerakan dunia ini?

Al-Quran menyejajarkan kata "mustadh`afin" dengan kata mustakbirin. Oleh karenanya, dua kata ini mesti ditelaah secara bersamaan. Menurut al-Quran, mustakbirin (penindas) mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu. Fir`aun, sebagai seorang penindas, dikabarkan dalam al-Quran:

Sesungguhnya Fir`aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan (QS al- Qashas [28]: 4)

Tiga karater para penindas yang disebutkan pada ayat di atas adalah: pertama, berbuat sewenang-wenang; kedua, suka memecah belah; dan ketiga, berbuat kerusakan.

Dalam ayat lain Allah berfirman:

Fir`aun berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang melampaui batas. (QS Yûnus [10]: 83)

Dalam ayat ini, perbuatan melampaui batas disebutkan sebagai karakter seorang penindas.

Allah berfirman dalam surah az-Zukhruf [43]: 54):

Maka dia (Fir`aun) mempengaruhi kaumnya, lalu mereka patuh padanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.

Ayat ini memusatkan perhatian pada "mempengaruhi kaumnya" yaitu menghina dan memaksa mereka tunduk kepadanya. Karakter ini merupakan karakter seorang tiran.

Allah berfirman dalan surah al-Ankabût [29]: 39:

Dan (juga) Qarun, Fir`aun, dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi, mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran).

Dalam ayat ini sifat suka menolak kebenaran dimasukan pada sifat seorang penindas.

Allah berfirman dalam surah al-A'râf [7] ayat 75-76:

Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka:

"Tahukah kamu bahwa Shaleh diutus oleh Tuhannya?" Mereka menjawab,"Sesungguhnya kami beriman pada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya". Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu."

Dalam bagian lainnya al-Quran menyatakan bahwa para tiran adalah orang-orang yang menyebarkan kekafiran dan berbuat kesyirikan:

Orang-orang yang tertindas akan berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, "Jika bukan karena kalian, kami akan menjadi orang-orang yang beriman."…Dan orang-orang tertindas berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, "Sekali-kali tidak, dengan cara merencanakan siang dan malam, apabila kalian terus memerintah kami untuk mengingkari Allah dan mensyirikannya."

Beberapa sifat penindas yang dapat diketahui dari ayat-ayat al-Quran di atas adalah :

1. Membanggakan diri, yaitu menganggap dirinya besar

2. Menciptakan perbedaan dan konflik di antara orang-orang agar dapat memecah belah mereka

3. Berbuat melampaui batas

4. Menghina dan menyiksa manusia

5. Menyebarkan kerusakan

6. Menolak kebenaran

7. Menyebarkan kekafiran dan membuat kesyirikan

Para penindas adalah orang-orang yang menyatakan lebih besar dari orang lain tanpa dasar. Mereka berkata bahwa mereka adalah para negarawan dan para ahli cemerlang yang lebih mampu mengatur urusan orang-orang. Mereka memandang orang-orang tidak mempunyai kedewasaan dan kemampuan untuk merealisasikan kebaikan mereka sendiri. Karena itu, rakyat mesti menuruti orang-orang yang menyebut dirinya ahli ini bila ingin mencapai kemakmuran dan kebahagiaan.

Salah satu metode yang dipakai orang-orang ini untuk memecah belah rakyat adalah pecah dan kuasai (divide and rule). Selain itu, untuk mengokohkan kekuatan mereka, mereka benar-benar aktif menyebarkan kerusakan dengan cara menghidupkan kekafiran dan mendukung penyimpangan dan kejahatan di tengah-tengah masyarakat. Dengan cara memanipulasi dan mengeksploitasi kekayaan rakyat, mereka berhasil mendominasi kehidupan sosial dan politik rakyat.

Atas nama pertahanan negara dan rakyat, mereka mengumpulkan senjata-senjata perusak yang pada akhirnya merugikan masyarakatnya sendiri. Jadi, orang-orang semacam ini terlibat dalam eksploitasi besar-besaran untuk mengumpulkan kekayaan dan menumpuk-numpuknya untuk kepentingannya sendiri tanpa pertanggungjawaban sedikit pun. Sebenarnya orang-orang ini, menurut al-Quran, adalah orang-orang yang membanggakan diri dengan cara menipu dan menyalahgunakan kekuasaan yang berasal dari rakyat.

Sebaliknya, orang-orang mustadh`afin sebenarnya bukan orang-orang yang lemah dan cacat. Mereka adalah orang-orang yang menderita karena tekanan para penindas yang menyepelekan martabat mereka dan mengeksploitasinya habis-habisan guna meraih tujuan material dan jahat. Karena eksploitasi para penindaslah maka orang-orang mustadh`afin lupa pada harkat dan martabatnya sendiri dan jatuh pada perbudakan mental para penindas.


22
IMAM MAHDI

Sebenarnya, segala sesuatu yang berupa kekayaan negara, tanah, air dan lain-lain adalah milik mereka. Sumber daya alam, tenaga kerja, pengetahuan, industri, dan sumber kehidupan baru yang menghasilkan kekayaan juga milik mereka. Daya para pekerja, pemilik industri, tentara, para pelaksana keadilan, dan lembaga-lembaga pemerintah dibuat oleh mereka. Jadi orang-orang inilah (mustadh`afin) yang menjadi sumber kekuatan. Bukannya para penindas. Bila rakyat tidak bekerja sama dengan para tiran, maka darimanakah sumber kekuatan mereka (para penindas)?

Para penindas berhasil menjauhkan rakyat dari diri mereka yang suci dan fitri serta terpuruk dalam kekuasaan mereka yang tidak adil. Mereka menghembuskan janji-janji palsu dan licik. Mereka memperalat rakyat untuk memerangi rakyat lainnya. Dengan kata lain, para penindas sepanjang sejarah menjadi menjadi kaum minoritas yang berusaha melestarikan kebodohan rakyat akan diri mereka sendiri dan ditindas selamanya sehingga para penindas dapat mendominasi mereka selamanya.

Dengan latar belakang di atas, kita dapat mengetahui misi para nabi as, yaitu membebaskan mereka dari kebodohan dan menyadarkan harkat martabat diri sendiri. Para nabi as menjadi menjadi pemimpin orang-orang tertindas, membimbing mereka untuk membebaskan diri dari praktik perbudakan yang dilakukan oleh para tiran yang berlaku sombong dan curang secara terbuka, mengancam para penindas untuk tidak meneruskan kejahatan dan eksploitasinya. Dengan kata lain, misi para nabi as adalah menyokong para tertindas untuk menyadari tujuan penciptaan masyarakat yang adil dan merata di muka bumi.

Al-Quran merekam perjuangan para nabi as menentang para tiran. Ibrahim as bangkit melawan Namrud, Musa berdiri tegar melawan dominasi Fir`aun, Isa gigih melawan para penguasa yang zalim, dan Nabi Muhammad saw bangkit melawan Abu Jahal, Abu Sufyan, para kaisar, penguasa lainnya di zamannya. Beliau mengobarkan api jihad untuk membebaskan rakyat dari belenggu penindasan dan tirani para penguasa. Misi Nabi saw yang membedakan dengan misi para tiran adalah menyadarkan manusia akan hakikat dirinya. Misi Nabi saw ini dapat dilihat dalam ayat al-Quran berikut:

Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat, yang menyeru 'Sembahlah Allah, dan jauhilah thâghût!' (QS an-Nahl [16 ]: 36)
Maka barangsiapa mengingkari thâghût dan percaya kepada Allah, maka ia telah berpegang pada pegangan yang terkokoh.

Al-Quran membolehkan perang di jalan Allah dan menjadikannya kewajiban bagi seorang Muslim, karena ia diperintahkan untuk menyelamatkan dan melindungi kaum tertindas. Allah berfirman dalam al-Quran:

Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan-perempuan, maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Tuhan kami, keluarkan kami dari negeri ini yang penduduknya pelaku kejahatan dan dan angkatlah bagi kami seorang penolong dari-Mu!" Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, sedangkan orang-orang kafir berperang dijalan taghut. Oleh karena itu perangilah teman-teman syetan; niscaya tipu daya mereka lemah. ( QS an-Nisâ`[4]: 76)

Mari kita simpulkan apa-apa yang kita diskusikan di atas:

(1) Para penindas yang menguasai rakyat bukanlah orang besar. Mereka sebenarnya tidak memiliki kekuasaan. Mereka hanya memakai kekuasaan yang pada hakikatnya milik kaum mustadh`afin yang mereka perbudak dengan cara melemahkan dan mengeksploitasi mereka.

(2) Orang-orang yang tertindas adalah kaum mayoritas yang memiliki kekuasaan yang riil. Mereka tidak selemah dan tidak seburuk yang tampak disebabkan strategi cuci otak (braiwashing) para tiran.

(3) Penyeutama kemalangan orang-orang tertindas adalah kelemahan dan ketidakberdayaan. Karena mereka merasa lemah dan para tiran kuat dan berkuasa, maka secara tak sadar mereka menjadi kendaraan yang dapat didominasi. Mereka menaati perintah dan mengiakan berbagai jenis penghinaan dan perampasan tanpa perlawanan. Penyeutama kejumudan mereka adalah ketidaksadaran akan kekuatan mereka sendiri. Ujung-ujungnya, kaum terjajah akan dicengkeram oleh tipu daya para penjajah berupa unjuk kekuatan palsu.

(4) Satu-satunya cara untuk menyelamatkan kaum tertindas dari kondisi yang memprihatinkan adalah dengan cara membangkitkan kesadaran diri. Cara ini memerlukan revolusi pemikiran dan usaha keras guna mengantisipasi akibat cuci otak yang sudah lama digalakkan oleh penindas dan para pendukungnya. Ikhtiar ini membebaskan mereka dari belenggu-belenggu dominasi zalim. Kekuatan semacam ini yang bersemayam di masyarakat perlu digali dan diberdayakan untuk meraih kesejahteraan segenap masyarakat. Bila semua sektor masyarakat-para sarjana, profesional, pekerja, tentara, dan lain sebagainya-telah mengetahui kesadaran diri ini, niscaya mereka bisa mengatasi rezim yang paling opresif sekalipun di muka bumi.

Bagaimanapun, seideal dan sepraktis apapun usulan yang diajukan, tetap saja ada sedikit keraguan mengenai apakah ini yang dikehendaki al-Quran dari manusia:

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang tertindas di bumi, dan menjadikan mereka para pemimpin (a'immatan), dan menjadikan mereka para pewaris (bumi). Dan Kami akan teguhkan kedudukan mereka di muka bumi. (QS al-Qashash [28]: 5-6)

Revolusi universal untuk membebaskan manusia dari jeratan para tiran dan para penguasa jahat akan dilancarkan oleh Imam Keduabelas. Para sahabat, pengikut, dan para pendukungnya akan menjadi para pewaris sebagaimana yang dijanjikan dalam ayat di atas. Imam al-Baqir as berkata:

Ketika al-Qâ`im muncul, Allah Yang Mahatinggi akan memerintahkannya untuk meletakkan tangannya di atas kepala-kepala orang-orang sehingga kesadaran dan akal mereka menjadi sempurna [untuk menerima arahannya dalam melangsungkan revolusi globalnya]. 4

Dari pesan al-Quran dan hadis di atas, nyatalah bahwa revolusi ini berwatak universal dan demi agama Allah serta penerapan teraju keadilan Tuhan. Pemimpin revolusinya adalah Imam Mahdi al-Muntazhar as dan para pendukungnya yang sejati dan amanah akan melakukan perjuangan, jihad yang absah dan adil, di jalan Allah.

Allah berfirman dalam al-Quran:

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. (QS an-Nûr [24]: 55)

Dalam sebuah riwayat hadis, dikabarkan bahwa orang-orang yang dimaksud dalam ayat di atas adalah Imam Mahdi, para sahabat, dan pengikutnya. Melalui merekalah agama Allah, Islam (dalam arti yang mendasarnya, islâm bermakna ketundukan kepada kehendak Allah), akan tersebar ke seantero dunia, menggantikan semua agama yang ada. Al-Quran dan hadis-hadis dari para imam as menjanjikan suatu hari ketika kaum mustadh`afin terjaga dari tidur dan kebodohan yang mematikan harga diri mereka. Mereka akan menyadari klaim-klaim kosong para tiran yang arogan dan sombong.

Pada saat itu, mereka akan berkumpul di bawah kepimpinan Imam Mahdi, di bawah naungan panji tauhid. Mereka akan meraih kemenangan karena keimanan kepada Allah. Mereka akan menghadapi para penguasa zalim. Dengan sebuah pukulan kolektif yang mematikan dan didorong oleh kekuatan iman, mereka akan melumpuhkan para penindas selama-lamanya.

Di saat inilah, pemerintahan yang berkeadilan dan berkesetaraan akan tegak dan kekuatan kafir yang jahat akan punah selamanya. Tidak akan ada lagi peperangan antara manusia, sekeadilan Allah akan mengatur dan menghapuskan penyekonflik dan peperangan. Zaman ini adalah zaman perdamaian dan keharmonisan gemilang di bawah pemerintahan Allah


Mengapa Imam Mahdi Tidak Muncul?
Dr. Jalali: Saat ini kezaliman, penindasan, dan kekafiran, serta materialisme telah menyebar di mana-mana. Lantas, mengapa al-Mahdi yang dijanjikan itu tidak muncul untuk mengakhiri kondisi dunia yang chaotic ini?

Tn. Hosyyar: Setiap pemberontakan atau gerakan revolusioner untuk mencapai tujuan tertentu mesti didahului oleh persiapan. Salah satu prasyaratnya adalah kesiapan dan rasa perlunya manusia untuk melakukan revolusi dan juga kesiapan psikologis serta dukungan atasnya. Jika tidak demikian, maka revolusi yang dilancarkan akan gagal.

Revolusi Imam Mahdi pun tidak lepas dari persyaratan ini. Revolusi beliau akan berhasil bila didukung oleh kondisi yang baik. Gerakan al-Mahdi bukan gerakan reformasi biasa yang menjangkau komunitas kecil. Ia merupakan gerakan internasional. Misinya global dan mencakup seluruh umat manusia. Oleh karenanya amat sulit merealisasikan gerakan ini tanpa mempersiapkan landasannya.

Dalam rangka mengukur aspek revolusi yang menentang ini, perlu diingat bahwa salah satu tujuan kemunculan Mahdi adalah mengeliminasi semua bentuk diskriminasi-rasial, keyakinan, kebudayaan, bahasa, dan seterusnya-sehingga umat manusia mampu menggalang hubungan yang sangat erat di antara mereka.

Untuk menciptakan masyarakat global yang berbasis perdamaian dan keharmonisan melalui penerapan keadilan dan kejujuran, al-Mahdi mesti memperbaiki situasi sampai ke akar-akarnya, sehingga segala bentuk konflik yang merusak masyarakat hilang. Tugas semacam ini sulit dilakukan. Bahkan dengan adanya organisasi dunia seperti PBB pun tugas itu tidak dapat diselesaikan.

Selama umat manusia tidak dikembalikan pada naluri spiritualnya, dan selama materialisme serta bentuk-bentuk sikap egois ekstrem lainnya yang tampil dalam bentuk individualisme tidak dilempangkan, maka masyarakat manusia yang berorientasi-Tuhan (God-centered) tidak mungkin terwujud. Masyarakat semacam ini hanya dapat ditegakkan di atas hukum-hukum Tuhan dan tatanan Islam.

Revolusi al-Mahdi menyuntikkan semangat pada orang-orang yang bingung. Ia akan menghancurkan semua tuhan palsu dan jahat yang diciptakan oleh pikiran manusia, yaitu batas-batas geografis, suku bangsa, kebangsaan, partai-partai politik, nabi-nabi palsu, dan lain sebagainya, serta mengganti mereka semua dengan kesucian akal, keikhlasan amal, dan nilai-nilai yang berperan dalam perbaikan nilai-nilai insani.

Tentu saja, membicarakan dan menulis hal ini adalah hal yang mudah. Namun menerapkannya jelas perkara sulit. Gerakan internasional semacam ini akan memeras banyak tenaga untuk membentuk manusia yang siap menyambut kemenangan. Naluri revolusi religius menuntut kesadaran yang mendalam pada jiwa manusia. Khususnya orang-orang Islam, semereka mesti menjadi pelopor dan pemegang kepemimpinan revolusi.

Mereka harus membuktikan kemampuan mengemban tanggung jawab besar ini dengan cara yang luhur. Al-Quran menunjukkan keadaan luhur dengan baik sebagai prasyarat untuk memangku tugas kemanusiaan.

Dan sungguh telah Kami tulis dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh al-Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (QS al-Anbiya [21]: 105)

Oleh karena itu, Mahdi al-Muntazhar tidak akan muncul selama umat manusia belum meraih tingkat kesempurnaan yang amat penting bagi pemerintahan yang benar. Tentu, kematangan mental bukanlah perkembangan semalam. Ia sebuah proses yang menuntut berbagai kejadian dan pengalaman untuk meraih kesuksesan.

Umat manusia harus terus berjuang keras sampai seluruh energinya habis dan hakikat batas negara yang dibuat manusia jelas kesalahannya sebagaimana jelasnya cahaya matahari di siang hari. Hanya dengan demikianlah mereka dapat berhenti memikirkan istilah-istilah sempit dan meributkan hal-hal yang dapat menumpahkan darah dan kekejaman.

Manakala umat manusia mulai memikirkan hal-hal yang menyatukan mereka dan seorang berkulit coklat, putih, atau hitam mulai memikirkan problem umum manusia yang dia diskusikan dengan orang lain, maka saat inilah revolusi terakhir harus terjadi.

Situasi yang memicu keputuasaan ini juga terjadi pada bidang-bidang lainnya sampai pada keadaan di mana umat manusia tidak mempunyai pilihan kecuali apa-apa yang Allah siapkan. Bahkan dalam bidang hukum pun, manusia terus menerus merevisi hukum dalam rangka menghasilkan hukum yang lebih adi dan lurus. Oleh karena itu, dari satu generasi ke generasi yang lain para ahli fiqih terlibat dalam penyebaran hukum-hukum baru dan mencabut hukum lama sehingga hukum-hukum tersebut dapat merefleksikan perubahan-perubahan waktu dalam proses pembuatan hukum.

Proses ini akan terus berlangsung hingga orang-orang menyadari bahwa hukum yang dibuat tersebut mempunyai keinginan dan kepentingan pribadi penguasa. Di saat itulah ditemukan hukum-hukum Tuhan abadi yang telah dibawa para nabi as, wakil Allah di muka bumi.

Saat ini manusia masih belum siap tunduk pada rencana Allah SWT. Mereka percaya, mereka akan senang dan bahagia bila mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena dalih inilah, mereka mengesampingkan nilai-nilai moral-spiritual dan mengakrabkan diri dengan materialisme semata.

Mereka terus mengejar materi sampai tiba waktunya ketika mereka menyadari bahwa kemajuan ilmu dan tekhnologi ini-walaupun mampu membawa umat manusia pada titik tertinggi di angkasa dan memanfaatkannya, atau mampu memelihara kekuasaannya-sama sekali tidak mampu memecahkan masalah ketidakadilan di dunia internasional dan menghapuskan sisa-sisa imperialisme dan kolonialisme demi menegakkan masyarakat dunia yang etis dan adil.

Pada saat manusia memilih penguasa, gubernur, dan komandan, mereka mengakui wewenang orang-orang tersebut dan mempunyai beberapa harapan.

Mereka juga selalu berharap, individu-individu yang lebih pintar dan lebih kuat akan dapat mengendalikan para penindas dan bekerja untuk meraih kemakmuran bersama. Namun, harapan ini jarang sekali terpenuhi dan pemerintahan ideal pun jarang terwujud. Dalam setiap zaman selalu muncul berbagai jenis dan bentuk pemerintahan. Namun mereka semua selalu terjebak dalam kekurangan, ketidakadilan, kerusakan sehingga diganti oleh bentuk pemerintahan lain yang baru.

Pemerintahan-pemerintahan tersebut mau tidak mau harus menguras segala kemampuannya untuk menyadarkan manusia bahwa sesuatu yang cukup adalah cukup adanya, sampai tibalah waktunya pemerintahan Tuhan yang berdasarkan tauhid mengambil alih mereka semua. Hisyam bin Salim mewartakan sebuah hadis dari Imam ash Shadiq. Beliau bermadah:

Pemilik perintah [al-Mahdi] tidak akan menjalankan pemerintahan sebelum semua manusia [dengan segala bentuk pemeritahan dalam benak] telah selesai menerapkan kepemerintahannya. Sehingga ketika pemerintahan al-Mahdi telah melembaga, tak akan ada seorang pun yang berkata, "Seandainya kami berkuasa, kami pun akan melaksanakan pemerintahan dengan adil."5

Imam al-Baqir bermadah:

Pemerintahan kami adalah pemerintahan terakhir. Semua keluarga yang haus kuasa akan meraih kekuasaan sebelum kami. Fenomena ini akan mencegah klaim apapun setelah pemerintahan kami tegak: "Seandainya kami berkuasa, kami pun akan bertindak seperti Ahlulbait Muhammad." Makna ini cocok dengan ayat al-Quran yang berbunyi: "Hasil terakhir adalah milik orang yang bertakwa". 6

Berdasarkan diskusi di atas, terbukti bahwa kedewasaan manusia belum cukup mampu berperan sebagai wadah dalam pemerintahan yang berdasarkan keyakinan tauhid. Namun, tidak ada alasan untuk berputus asa sekondisi ini tidak akan tetap begini selamanya. Pada akhirnya, karunia dan kasih sayang Allah SWT akan meliputi manusia. Allah akan melimpahi umat manusia kebijaksanaan yang bermakna dan keyakinan untuk memenuhi tujuan penciptaan.

Tak seorangpun menolak kehendak seluruh generasi sejak zaman dahulu, yaitu umat manusia mesti bahagia dan sejahtera dalam kehidupannya, mesti ada keadilan dan persamaan dalam masyarakat, mesti ada rasa aman dari ancaman internal dan eksternal. Aspirasi ini merupakan bagian dari penciptaan Tuhan yang bertahta dalam jiwa manusia.

Oleh karena itu, Allah SWT membimbing dan membantu mereka dalam meraihnya. Manusia akan mengalami keadaan ini tatkala semua ideologi dan isme-isme yang diciptakan manusia benar-benar telah gagal total dalam menggapai masyarakat yang baik. Di saat penuh dengan keputusasaan ini, akan ada harapan baru pada ajaran-ajaran para nabi dan pada hukum-hukum keadilan serta kesetaraan Tuhan.

Tentu akan ada suatu kesadaran bahwa masyarakat manusia-agar menjadi logis secara spiritual dan moral serta makmur-memerlukan dua hal: pertama, rencana yang gamblang dan sempurna dari Tuhan yang menyatakan program reformasi dan kebangkitan; kedua, pemimpin maksum (terjaga dari dosa dan kesalahan) yang akan melaksanakan rencana Tuhan tersebut tanpa kesalahan perbuatan atau kelalaian. Allah, dengan kebijaksanaan-Nya, telah menyiapkan al-Mahdi pada saat yang benar-benar sensitif tersebut sehingga beliau dapat menerapkan program yang diajarkan Islam kepada Nabi saw.


Alasan Lain Ditundanya Kemunculan Imam Mahdi
Alasan lain yang disebutkan dalam hadis diriwayatkan oleh Imam ash-Shadiq as:

Pada pinggang orang-orang kafir dan munafik, Allah menaruh benih orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, Imam Ali bin Abi Thalib melarang membunuh ayah-ayah orang kafir sehingga anak-anak yang beriman dapat lahir dari mereka. Setelah itu kapanpun beliau bertemu mereka, beliau akan membunuh mereka. Demikian pula, al-Qâ`im kami tidak akan muncul hingga makhluk-makhluk Allah lahir dari mereka. Setelah itu, al-Qâ`im akan muncul dan membunuh orang-orang kafir.7

Program yang akan dijalankan oleh Imam Keduabelas adalah menawarkan agama Islam kepada orang-orang kafir. Barangsiapa yang menerimanya akan selamat dari pembunuhan, dan barangsiapa menolak Islam akan dibunuh. Sebaliknya kita sudah sama-sama mafhum bahwa menurut sejarah banyak anak-anak yang lahir dari orang tua kafir dan orang tua munafik.

Bukankah orang-orang Muslim awal lahir dari orang tua kafir pra-Islam? Bila Nabi Muhammad membunuh seluruh orang kafir selama penaklukan Makkah, maka tidak akan ada orang Islam yang lahir di zaman tersebut. Karena kasih sayang Allah, maka manusia dibiarkan memegang keyakinannya sehingga apabila waktunya telah tiba maka anak-anak beriman akan lahir dari mereka.

Bumi mesti melahirkan orang-orang beriman, sesuai dengan potensi dan kemampuannya, sehingga Allah memberi kehidupan bagi mereka. Selama manusia melahirkan orang-orang yang beriman dan penyembah Allah, maka ia mesti tetap tinggal di bumi. Situasi semacam ini akan tetap berlangsung hingga orang-orang paham bahwa mereka harus mengakui keesaan Allah dan menyembah-Nya. Pada saat itu, Imam Zaman as akan muncul. Sejumlah besar kaum kafirin akan masuk Islam melalui tangannya. Dan barangsiapa yang tetap dalam kekafiran di saat itu maka tidak akan lahir keturunan yang beriman darinya.

*****

HARI telah larut namun diskusi amat menarik perhatian dan menuntut keseriusan. Oleh karena itu, pertemuan ditunda dan diputuskan untuk dilanjutkan di rumah Dr. Jalali.[]


CATATAN KAKI
1. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.336.

2. Ibid., hal.316.

3. Ibid., hal.351.

4. Ibid., hal.336.

5. Ibid., hal.244.

6. Ibid., hal.332.

7. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.105.

23
IMAM MAHDI

BAB 12

Pengetahuan Imam Mahdi Tentang Saat Kemunculannya
PERTEMUAN dibuka tepat waktu. Dr. Jalali menyambut rombongan dan membuka pertemuan dengan sebuah pertanyaan.

Dr. Jalali: Bagaimana cara Imam Zaman mengetahui saat kemunculannya telah tiba? Bila dikatakan bahwa ia akan menerima instruksi dari Allah SWT pada saat tertentu, maka apa bedanya dia dengan para nabi as ketika menerima wahyu?

Tn. Hosyyar: Pertama-tama, perlu diketahui bahwa dalil-dalil dan hadis-hadis berkenaan dengan imamah menyatakan bahwa eksistensi kudus Imam memiliki kontak dengan alam gaib. Terkadang dalam keadaan-keadaan yang memaksa, Imam diberi kemampuan untuk mengetahui kebenaran-kebenaran agama semacam itu. Dalam sejumlah hadis, dikabarkan bahwa Imam dapat mendengar suara malaikat, walaupun tidak melihatnya.1

Oleh karena itu, mungkin saja Allah SWT memberi informasi pada Imam melalui ilham. Imam ash-Shadiq as mengabarkan:

Salah seorang dari kami, para imam, tetap menang walau dalam kegaiban. Ketika Dia berkehendak agar ia melaksanakan tugasnya, maka Dia akan memberi petunjuk. Dan ia pun akan muncul dan melaksanakan tugas dari Allah.2

Dilaporkan oleh Abu Jarud, yang menemui Imam al-Baqir as dan bertanya kepadanya ihwal pemilik perintah, Imam Zaman. Imam al-Baqir berkata:

Di malam hari, dia akan tampak sebagai salah seorang yang amat khawatir, sedangkan di pagi hari, dia berubah menjadi salah seorang yang sangat percaya diri dan tenang. Programnya akan disampaikan padanya kira-kira satu hari satu malam. Abu Jarud bertanya lagi, "Apakah beliau menerima wahyu?" Imam menjawab, "Ya, dia akan menerima wahyu.

Namun tidak seperti wahyu para nabi. Wahyu yang diterimanya seperti wahyu yang disampaikan kepada Mariam putri Imran, ibunya Musa, dan seekor lebah madu. Wahai Abu Jarud, al-Qâ`im dari Ahlulbait Nabi lebih mulia daripada Mariam, ibu Musa, dan lebah madu!"3

Hadis ini dan hadis-hadis sejenis menunjukkan bahwa para imam as juga menerima wahyu dan ilham, namun ada perbedaan antara wahyu pada Nabi dan Imam. Nabi adalah pemberi hukum dan menerima norma-norma serta keputusan-keputusan syariah melalui wahyu, sedangkan imam hanya menjaga hukum.
Dia tidak menerima keputusan-keputusan dan hukum-hukum melalui wahyu.

Selain itu, mungkin juga Nabi saw memberitahu para imam mengenai waktu kemunculan Imam Mahdi yang tepat melalui pemberitaan kondisi-kondisi yang akan terjadi sebelum kemunculannya. Imam Mahdi al-Muntazhar (yang ditunggu-tunggu) juga menantikan terpenuhinya kondisi-kondisi yang Nabi saw sebutkan. Misalnya dalam hadis Nabi berikut diprediksikan kemunculan Imam Mahdi. Nabi saw bersabda:

Ketika waktu zuhur tiba, Allah akan membawakan pedang dan panji al-Mahdi, kemudian terdengar sebuah seruan, "Wahai hamba Allah, bangkit dan bunuhlah musuh-musuh Allah!"4

Sebuah dokumen yang mungkin terdapat dalam hadis adalah riwayat yang memerikan perintah-perintah Allah tersegel yang diberikan kepada setiap imam mengenai peran mereka melalui wahyu kepada Nabi. Atas perintah-Nya, Nabi menyerahkan sebuah gulungan kepada Ali bin Abi Thalib. Ketika dirinya memangku jabatan kekhalifahan, dia membuka gulungan tersebut dan membaca instruksi di dalamnya dan menjalankan instruksi tersebut selama pemerintahannya. Demikian juga para imam setelahnya melakukan hal yang sama pada periode imamahnya masing-masing. Kini, gulungan bersegel yang memuat instruksi untuk Imam Keduabelas berada di tangannya.5


Persiapan Kemunculan Imam Mahdi Akan Terjadi Satu Malam
Banyak hadis dari para imam as yang menggambarkan peristiwa-peristiwa di hari-hari terakhir menjelang kemunculan al-Mahdi yang benar-benar akan menyiapkan jalan bagi revolusinya dan kesuksesan ultimatnya tersebut. Peristiwa-peristiwa yang akan terjadi semalam ini, mempercepat rencana-rencananya dan mengantarkan pada kemunculan puncak. Misalnya, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdul Azhim al-Hasani, dia melaporkan bahwa Imam al-Jawad berkata:

Al-Qâ'im kami adalah Mahdi yang akan ditunggu selama masa gaibnya dan akan ditaati ketika beliau muncul. Dia adalah keturunanku yang ketiga. Aku sungguh-sungguh bersaksi demi Allah yang memilih Muhammad sebagai Rasul-Nya dan menganugrahi kami dengan imâmah, sekiranya tersisa satu hari saja di dunia ini, maka Allah akan memperpanjangnya sedemikian rupa sehingga al-Mahdi akan muncul dan memenuhi dunia dengan keadilan dan sebagaimana hari-hari sebelumnya diisi dengan tirani dan kejahatan. Allah akan melakukan perbaikan dalam satu malam sebagaimana Dia memerintahkan Musa dalam satu malam ketika Musa pergi mengambil api untuk istrinya dan kembali dengan mahkota kenabian." Lalu dia (Imam al-Baqir-penerj.) mengimbuhkan, "Salah satu amal terbaik para pengikut kami adalah menantikan keselamatan [melalui kemunculan al-Qâ'im]."6

Demikian juga, Nabi saw menyatakan bahwa al-Mahdi adalah salah seorang keturunannya dan Allah akan membantu beliau melaksanakan tugasnya dalam satu malam.7 Imam ash-Shadiq menyampaikan sebuah hadis yang menjelaskan alasan dirahasiakannya kelahiran Imam Mahdi, seraya menambahkan, "Allah akan menolongnya dalam melaksanakan tugasnya dalam satu malam."8 Akhirnya, dalam sebuah hadis dari Imam Husain, dia berkata, "Dalam keturunanku yang kesembilan, sunah Yusuf dan sunah Musa akan kembali. Dialah al-Qâ`im dari Ahlulbait. Allah akan menolongnya dalam melaksanakan tugas dalam satu malam."9


Menunggu Kemunculan Imam
Dr. Jalali: Apa yang mesti kaum Muslimin lakukan selama kegaiban beliau? Dengan kata lain, apa kewajiban mereka pada masa penantian ini?

Tn. Hosyyar: Para ulama kami dalam kitab-kitabnya telah mengidentifikasi dan menulis hal-hal tertentu yang harus dilakukan selama kegaiban beliau, yaitu mendoakan beliau, melakukan kerja-kerja mulia, meminta pertolongan dan bantuannya ketika dalam kesulitan, dan sebagainya. Tidak ada keraguan atas nasihat-nasihat tersebut dan oleh karenanya tak usah didiskusikan.

Namun, kewajiban yang paling penting yang disebutkan dalam kitab-kitab rujukan yang perlu pendedahan lebih lanjut adalah penantian kelapangan melalui kemunculannya (intizhar faraj). Sampai batas-batas tertentu, kewajiban ini telah diabaikan dan tidak ada diskusi mendetil tentangnya Terdapat banyak hadis dari para imam, baik yang menganjurkan penantian ataupun menyebutkan pahala dan keutamaannya, selama kegaibannya. Mari kita kutip beberapa contoh:

Imam ash-Shadiq berkata:

Seseorang yang meninggal dengan kecintaan (wilâyah) kepada Ahlulbait seraya menantikan kelapangannya (melalui kemunculan al-Qâ`im) maka ia sama dengan orang yang akan bernaung di bawah tenda al-Qâ`im.10

Imam Ali ar-Ridha as meriwayatkan hadis dari datuk-datuknya dan dari Nabi saw di mana beliau berkata bahwa Nabi bersabda, "Sebaik-baik perbuatan umatku adalah menunggu kelapangan."11

Imam Ali bin Abi Thalib as berkata:

Barangsiapa menunggu pemerintahan kami, sama halnya dengan orang yang, di jalan Allah, telah berputar-putar dalam darahnya sendiri.12

Dalam hadis lain, Imam ar-Ridha memuji orang-orang yang menunggu kelapangan [melalui al-Mahdi-penerj.) dengan berkata:

Betapa baiknya kesabaran dan penungguan kelapangan! Belumkah kalian mendengar bahwa Allah telah berfirman dalam al-Quran, "Tunggulah olehmu sesungguhnya kami pun menunggu (pula) [QS al-An`âm (6): 58]?" Oleh karena itu, bersabarlah sekemunculannya akan tiba setelah terjadinya keputusasaan. Orang-orang sebelum kalian bahkan lebih sabar dari kalian.13

Banyak hadis berkaitan dengan tema yang sama. Para imam selalu menasihati umatnya untuk menunggu kelapangan. Mereka mengingatkan umatnya bahwa menantikan kelapangan [melalui Imam Mahdi-penerj.] merupakan sejenis pembebasan. Barangsiapa yang menunggu sama dengan orang yang berperang melawan kaum kafirin di medan pertempuran dan berputar-putar dalam darahnya sendiri.

Oleh karena itu, tidak ada keraguan sedikit pun bahwa kewajiban terberat bagi kaum Muslim selama kegaiban adalah mengharapkan kelapangan. Mari kita diskusikan makna menunggu atau mengantisipasi kelapangan.

Bagaimana mungkin seseorang yang mengantisipasi kelapangan menerima ganjaran terbesar yang melebihi orang yang berbuat kebaikan? Apakah orang yang mengatakan bahwa dia menunggu kelapangan [melalui kehadiran Imam Keduabelas] sudah memenuhi kewajibannya? Ataukah mungkin dari waktu ke waktu, dia mesti berteriak dan berdoa, "Ya Allah, turunkanlah kelapangan melalui Imam Zaman!" Atau, setelah shalat-shalat harian atau [ziarah-ziarah] di makam-makam suci dia harus memohon kepada Allah SWT untuk menyegerakan kelapangan! Atau, setelah membaca shalawat kepada Nabi dan keluarganya, dia harus menambahkan, "Allâhummâ `ajjil farajahu-syarif", yang artinya "Ya Allah, segerakanlah kelapangan melalui [Imam] yang mulia ini!" Atau mungkin, dia mesti memanjatkan doa Nudbah (ratapan) khusus tiap hari Jum`at pagi dengan ratapan dan sedu sedan yang nyaring.

Semua sunah ini (mustahabat) dapat dilaksanakan. Namun, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa hanya dengan mengucapkan hal-hal di atas seseorang bisa beroleh manfaat sejati penantian kelapangan yang keutamaannya disebutkan dalam beberapa hadis ihwal tema ini. Khususnya perbandingan antara seseorang yang menanti kelapangan dengan orang yang gugur di medan pertempuran melawan musuh Allah, seperti yang diriwayatkan dalam salah satu hadis di atas, tidaklah berlebihan seperti itu. Sebab, hadis tersebut berasal dari imam yang terpelihara dari kesalahan.

Bayangkan seseorang atau sekelompok orang yang melarikan diri dari setiap bentuk tanggung jawab sosial, dari tanggung jawab moral berupa amar makruf nahi munkar, dari melawan kejahatan dan dosa, dari melakukan sesuatu untuk menghentikan kezaliman, hanya dengan mengucapkan, "Ya Allah, segerakan kelapangan melalui kehadiran Imam Zaman sehingga ia dapat mencegah tindakan jahat ini!" Apakah hati nurani Anda menerima bahwa status orang ini sebanding dengan status orang yang terbunuh dalam mempertahankan agama? Apakah dia setaraf dengan orang yang mengorbankan hartanya, keluarganya, dan kesenangan serta keamanannya di jalan Allah dan meraih gelar seorang syahid?

Sudah barang tentu, ada makna dan signifikasi yang lebih jeluk dari tindakan menunggu kehadiran Imam. Untuk memahaminya, izinkan saya mendahului diskusi ini dengan dua observasi umum:

Pertama, berdasarkan hadis-hadis menyangkut fungsi Imam Mahdi, tampak bahwa program yang diembannya merupakan program yang ideal, komprehensif, dan tentu saja sulit. Program-program beliau adalah: mereformasi seluruh dunia, mengalahkan kekuatan tiran dan penjahat, menjadikan Islam sebagai agama resmi segenap penghuni bumi ini, menghilangkan purbasangka dan pikiran-pikiran buruk di benak orang-orang sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis di bawah pemerintahan Allah.

Selain itu, revolusi al-Mahdi akan mendirikan pemerintahan dunia di bawah satu Tuhan, satu agama, dan satu sistem hukum ideal, serta membawa semua komunitas lainnya di bawah panji persatuan Islam. Jelas, tujuan-tujuan semacam ini bukanlah tugas mudah.

Program seperti ini mudah dilaksanakan apabila akal manusia sudah siap menerima tujuan-tujuan tersebut dan siap mengangkangi ideologi materialistis yang terbatas untuk membuminyatakan nilai-nilai ketuhanan bagi manusia. Keinginan melakukan revolusi dan mensyiarkan rencana Allah dalam rangka menggapai masyarakat yang ideal mesti datang dari orang-orag yang berperan serta aktif dalam menyiapkan sarana yang bisa dimanfaatkan oleh Imam Keduabelas dalam melaksanakan programnya, yaitu mewujudkan tatanan dunia baru.

Kedua, menurut beberapa hadis yang diriwayatkan dari para imam: Imam Mahdi al-Muntazhar dan para pendukungnya akan mengatasi kekuatan kaum kafir dan materialis dengan cara jihad. Kekuatan musuh Allah dan para pendukung kaum kafir serta para pelaku kezaliman akan dibasmi oleh kekuatan yang handal.

Banyak hadis yang membicarakan kekuatan yang akan mencapai tujuan di atas. Misalnya, Imam al-Baqir as berkata:

Al-Mahdi mirip kakeknya, yaitu Muhammad saw. Nabi memulai perjuangannya dengan pedang, dia (al-Mahdi) pun akan melakukan hal yang sama. Al-Mahdi akan membunuh musuh-musuh Allah, Nabi-Nya, dan orang-orang yang menindas orang lain dan yang menyesatkannya. Al-Mahdi akan memperoleh kemenangan dengan pedang dan membuat takut (musuh-musuhnya). Tak satu pun pasukannya mengalami kekalahan.14

Sahabat Imam al-Baqir as, Basyir, berkata kepada Imam:

Orang-orang berkata bahwa ketika al-Mahdi melancarkan revolusinya, tugas tersebut terasa ringan untuknya sehingga tidak ada pertumpahan darah walau hanya luka kecil luka karena berbekam* (al-hijamah).

Imam berkata, "Demi Allah, pernyataan tersebut salah. Bila hal tersebut dapat terjadi, maka hal yang seperti itu akan terjadi pula di zaman Nabi. Sebaliknya, gigi beliau terluka dan dahinya pun cedera dalam sebuah pertempuran. Aku dengan sepenuh hati menyatakan bahwa revolusi al-Mahdi akan terjadi dengan pertempuran dan pertumpahan darah." Lalu beliau menyeka dahinya dengan tangan beliau.15

Hadis ini menunjukkan bahwa kemenangan al-Mahdi bukan hanya akibat dari bantuan Allah dan dunia gaib saja. Kemenangan tidak akan dapat diraih tanpa kekuatan semisal mukjizat-yang dengan kekuatan seperti ini maka program reformasi dan kebangkitan akan terwujud. Kemenangan tidak bergantung pada kejadian-kejadian biasa. Selain pertolongan Ilahiah ini, revolusi juga akan didukung oleh tentara yang bersenjata layak dan handal, yang dapat menggunakan persenjataan termodern di gudang-gudang senjata kontemporer.

Dengan menilik sejumlah hadis ihwal revolusi penghabisan yang dipimpin al-Mahdi ini, kita mulai dapat memahami prasyarat-prasyarat kehadiran beliau. Hal ini akan membantu kita dalam memahami tanggung jawab yang mesti diemban kaum Muslimin dalam menyongsong revolusi ini dan kemudian menilai apakah umat Islam sekarang sudah siap mendukung tugas ini secara aktif dan apakah penantian mereka akan tegaknya pemerintahan ideal di bawah al-Qâ`im memiliki manfaat?

Pemahaman saya, berdasarkan hadis-hadis Ahlulbait, menunjukkan bahwa tugas terpenting kaum Muslimin selama kegaiban Imam adalah, pertama, mereformasi diri dari dalam [batin] dengan semua kesungguhan. Mereka harus menghiasi diri dengan nilai-nilai Islami, melaksanakan segenap kewajiban, dan menunaikan bimbingan al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mereka mesti mendalami ajaran-ajaran Islam mengenai kemasyarakatan yang diambil dari al-Quran, Nabi, dan Ahlulbaitnya, dan menerapkannya secara sempurna di tengah-tengah masyarakat mereka.

Dengan membumikan program ekonomi Islam, mereka akan mampu memecahkan masalah ekonomi dan mengentaskan kemiskinan, pengangguran, dan penumpukan harta. Dengan menerapkan hukum-hukum Tuhan, mereka dapat membebaskan diri dari kezaliman dan kejahatan. Pendeknya, mereka harus bergerak aktif untuk merealisasikan sistem politik, sosial, ekonomi, hukum Islam dan menunjukkan kepada dunia bahwa sistem ini merupakan sistem alternatif yang dapat diterapkan (a viable alternative).

Yang lebih penting lagi, umat Islam harus mempelajari sains-sains modern secara serius yang tidak saja menguntungkan mereka sendiri tetapi masyarakat lain di seluruh dunia. Mereka harus menjadi pelopor di semua bidang pengetahuan. Melalui kemajuan agama dan ilmu mereka sendiri, mereka harus membuktikan ke seluruh dunia bahwa hukum-hukum dan etika Islam mampu berperan sebagai sistem ideal dunia yang membangun keseimbangan dunia dan akhirat. Selain itu, dengan memadukan ketentuan hukum yang lengkap dengan ajaran spiritual dan moral dari sistem Islam, umat Islam bisa menjadi sumber inspirasi bagi sistem politik, sosial, ekonomi yang manusiawi.

Dengan kata lain, kaum Muslim punya kewajiban untuk mengungguli (kaum lainnya-penerj.) dalam segala bidang yang terkait dengan perbaikan umat manusia hingga bidang-bidang tersebut akan diwarnai oleh nilai-nilai moral dan spiritual Islam. Hanya dengan cara itu, mereka dapat mewujudkan dan menjalankan sistem ideal di bawah kepemimpinan Imam Mahdi as. Mereka yang terlibat dalam ikhtiar-ikhtiar ini untuk memungkinkan keberhasilan revolusi al-Mahdi adalah mereka yang betul-betul menantikan kelapangan melalui kemunculan Imam Keduabelas as. Orang-orang yang bekerja keras dan bersedia mengorbankan diri ini adalah laskar-laskar Imam Keduabelas. Mereka dapat disetarakan dengan orang-orang yang berjuang di medan pertempuran melawan kekuatan buruk dan kejahatan.

Adapun orang-orang yang mengharapkan masalah mereka teratasi melalui sistem politik, sosial, dan ekonomi yang diciptakan pihak yang tidak punya kesetiaan pada agama dan moral akan ataupun kepada unsur-unsur moral-spiritualnya, hanya memicu diskriminasi, pemborosan pengeluaran, kezaliman dalam distribusi sumber-sumber alam, dan banyak kejahatan lainnya. Situasi seperti ini begitu meresahkan dan dapat membuat putus asa sehingga sukar membayangkan dampak eksploitasi, kerusakan, konflik yang diakibatkan oleh kekayaan dan kekuatan baru serta kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Negara-negara kaya mempunyai niat mendominasi; negara-negara miskin tak malu-malu tunduk pada kompromi jahat yang disetir oleh para penguasa mereka sendiri yang kebanyakan berlaku jahat dan tak bermoral. Untuk tetap berkuasa, mereka menjual rakyat dan negara mereka pada penguasa adidaya. Mereka (negara adidaya) memutuskan segala permasalahan dengan memakai remote control yang memberi persenjataan militer destruktif yang digunakan untuk menekan warganya sendiri.

Nah, umat Islam yang duduk-duduk saja dan tidak memikirkan masalah sedikit pun yang dihadapi saudara seiman mereka, tidak dapat dikatakan sebagai orang-orang yang mengharapkan kehadiran Imam Keduabelas. Mereka tidak melakukan usaha-usaha penting untuk melembagakan pemerintahan Dunia Islam. Walaupun mereka rajin mengucapkan: Allâhummâ 'ajjil farajahu-syarif, yang berarti, "Ya Allah, segerakanlah kelapangan melalui [kemunculan] orang suci (Imam) ini!"

Inilah yang saya pahami dari hadis-hadis yang membahas keutamaan mengharapkan kehadiran Imam Keduabelas as. Semua hikmah intizhâr terangkum dalam kata-kata Imam as-Shadiq:

Siapkanlah diri-diri kalian untuk revolusi al-Qâ'im kami, meski berupa mengumpulkan anak panah [untuk memerangi musuh-musuh Allah].16
Abdul Hamid al-Wasithi berkata kepada Imam al-Baqir, "Dalam mengharapkan terjadinya [revolusi al-Qâ'im], bahkan kami telah menarik diri dari perdagangan!"

Imam as berkata:

Wahai Abdul Hamid, apakah Anda menyangka bahwa orang yang mengorbankan hidupnya di jalan-Nya, Allah tidak meluluskan jaminan untuknya? Demi Allah, niscaya Dia melapangkannya [dari kesulitan-kesulitan-peny.]. Semoga Allah merahmati orang-orang yang menghidupkan misi kami.

Abdul Hamid bertanya, "Apa yang terjadi apabila saya meninggal sebelum kemunculan tersebut?" Imam as menjawab:

Siapa saja yang berkata, "Bila saya bertemu dengan al-Qâ`im, saya akan menolongnya." Maka orang ini berstatus sebagai orang yang akan berperang dekat Imam [membelanya]. Sungguh, dia akan berstatus sebagai orang yang akan terbunuh [dalam membelanya].17

Menurut Abu Bashir, seorang sahabat Imam Keenam terkemuka, suatu hari Imam ash-Shadiq berkata kepada para sahabatnya, "Haruskah saya memberitahu kalian mengenai perbuatan yang menjadi syarat keridhaan Allah?" Abu Bashir meminta Imam untuk menyebutkannya. Imam as berkata:

Bersaksi atas keesaan Allah dan kenabian Muhammad, mengagungkan perintah dan larangan Allah, mencintai kami dan menjauhi musuh-musuh kami, menerima otoritas para imam, dan beramal secara sungguh-sungguh dan penuh takwa, berlaku lembut dan menantikan kelapangan melalui kehadiran al-Qâ`im.

Lalu Imam as berkata:

Kami akan memiliki otoritas yang Allah akan anugerahkan pada saat yang tepat. Siapapun yang ingin menjadi sahabat dan teman dekat al-Mahdi, mesti menanti kelapangan melalui kehadirannya. Selain itu, orang tersebut mesti bertakwa dan beramal saleh serta terus mengharapkan al-Mahdi dalam keadaan seperti itu.

Bila ia tetap hidup seperti itu dan meninggal sebelum kemunculan al-Qâ`im, maka dia akan mendapat ganjaran yang sama dengan orang yang benar-benar beserta al-Qâ`im. Wahai pengikutku, bersungguh-sungguhlah dan bekerja keraslah ketika kalian menunggu kehadiran al-Qâ`im. Wahai yang dikaruniai rahmat Allah, semoga kalian merasakan manisnya kemenangan terakhir.18

*****

Penelitian atas Hadis yang Berlawanan dengan Kebangkitan (Qiyâm)
Ir. Madani: Tuan Hosyyar! Berdasarkan pembahasan yang Anda suguhkan mengenai penantian kehadiran al-Mahdi, tampaknya selama masa gaibnya Imam Keduabelas, kaum Syi`ah harus melakukan sikap aktif dan berusaha mewujudkan pemerintahan Islam, melaksanakan sosial dan politik Islam, serta melakukan jihad untuk meraih itu semua.

Dengan cara demikian, seperti yang Anda sampaikan, sebenarnya mereka tengah menyiapkan kehadiran Imam untuk melancarkan revolusi global. Saya kira, tafsiran Anda tidak sesuai dengan beberapa hadis lain. Seperti yang Anda ketahui, ada sejumlah hadis yang melarang keterlibatan Syi`ah dalam gerakan revolusioner sebelum kehadiran al-Mahdi. Alangkah baiknya kalau kita mendiskusikan beberapa hadis yang berkenaan dengan ini.

Tn. Hosyyar: Saya ucapkan terima kasih kepada Anda yang bersedia mengingatkan saya tentang perspektif yang berbeda mengenai filsafat penantian (intizhâr). Saya kira amat tepat bila kita meneliti hadis-hadis ini dalam rangka mengungkap keauntentikannya. Karena itu, pertama-tama, kita mesti memeriksa rangkaian sanad untuk menentukan keandalannya. Kedua, kita mesti memeriksa matan (redaksi kalimat) guna menetapkan keabsahan opini yang berasal darinya.

Namun izinkan saya mengawali penelitian kita pada dua masalah ini dengan suatu penilaian umum berdasarkan dua topik berikut:

1. Persoalan pemerintahan dalam agama

2. Penelitian riwayat hadis


Pemerintahan dalam Agama
Berdasarkan pada ajaran Islam, seseorang bisa mengatakan bahwa Islam bukanlah agama sebatas akidah (aqidah) dan penghambaan ('ibâdah). Islam adalah sistem akidah, ibadah, etika, politik dan masyarakat yang lengkap.

Prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam secara umum dapat digolongkan pada dua bagian:

(1) Kewajiban individu, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada mukmin dan mukminat, misalnya shalat lima kali sehari, puasa di bulan Ramadhan, bersuci (thaharah), haji, dan seterusnya. Seseorang tidak memerlukan pemerintah dan organisasi sosial untuk menjalankan ini semua. Dia bisa melakukannya sendirian sekewajiban ini merupakan hubungan antara Allah dan manusia.

(2) Kewajiban kolektif, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada sekelompok orang beriman, misalnya berjihad, amar makruf nahi munkar, menjalankan keadilan, menyelesaikan konflik, melembagakan hukuman-hukuman resmi, dan lain-lain. Kewajiban ini bersifat sosial dan politik yakni berkaitan dengan hubungan antar manusia.

Sebagai anggota masyarakat, masing-masing orang perlu belajar menghormati hak-hak orang lain dan melindungi hak pribadi. Allah SWT telah memberikan prinsip-prinsip hubungan antarmanusia yang secara asasi dilambari keadilan dan persamaan. Seitu, sistem Islam disiapkan untuk mengatur hubungan ini sedemikian rupa sehingga mencakup semua bidang kehidupan manusia.

Dengan kata lain, Islam dilengkapi dengan sistem hukum dan religius yang serba-mencakup yang merangkum kebutuhan-kebutuhan masyarakat tanpa membedakan antara ranah duniawi dan ukhrawi dari eksistensi manusia. Misalnya, jihad di jalan Allah merupakan kewajiban untuk mempertahankan diri sendiri dan makhluk hidup lainnya dalam masyarakat. Hukum Islam mencakup segenap peraturan penting yang meliputi aspek-aspek kewajiban kaum Muslimin untuk membela dan mempertahankan haknya.

Dalam hal ini, Allah berfirman:

Perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya semata-mata untuk Allah (QS al-Baqarah [2]: 193)

Jika mereka (orang-orang kafir) merusak sumpahnya setelah mereka berjanji dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang kafir itu; karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dipegang janjinya supaya mereka berhenti (QS at-Taubah [9]: 12)

Banyak ayat sejenis yang menunjukan bahwa umat Islam punya kewajiban menyebarkan Islam dan memerangi kaum kafirin. Selain itu, Islam juga menyeru mereka untuk memobilisasi diri dan tegar menghadapi musuh:

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya. (QS al-Anfâl [8]: 60)

Oleh karena itu, dugaan bahwa mendirikan dan menyelenggarakan tatanan politik dan sosial merupakan sebagian dari ajaran agama adalah benar adanya.

Kaum Muslim berkewajiban melakukan apa saja untuk menyukseskan tujuan ini dan membuat musuh takut serta segan pada Islam sehingga mereka tidak akan mencoba mengganggu lagi.


24
IMAM MAHDI

Kewajiban Amar Makruf Nahi Munkar
Kewajiban ini merupakan suatu ajaran Islam terpenting untuk menggapai keadilan Islam. Kewajiban ini membentuk landasan pemerintahan Islam. Setiap Muslim harus membendung segala bentuk kezaliman dan kerusakan. Penyebaran agama yang benar hanya mungkin bila disertai penyucian akhlak yang menjadi dasar kebenaran tugas sosial ini. Banyak ayat al-Quran yang mewajibkan kaum Muslimin beramar makruf nahi munkar yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai orang yang mengaku meyakini keesaan Allah. Tentang ini, Allah berfirman:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kewajiban, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imrân [3]: 104)

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS Ali Imrân [3]: 110)


Kesimpulan
Semua pembahasan di atas meyakinkan kita bahwa Islam sebagai agama menuntut penciptaan masyarakat dunia yang mengakui, di satu sisi, hubungan personal seseorang dengan Allah yang memerintahkan manusia menjalankan perintah-perintah-Nya; dan, di sisi lain, tanggung jawab individu sebagai anggota masyarakat yang di dalamnya hubungan antarpersona diatur oleh asas keadilan dan persamaan sebagaimana ditetapkan dalam wahyu Allah.

Oleh seitu, penegakkan pemerintahan untuk mengatur urusan manusia merupakan bagian dan paket ajaran Islam. Sebagaimana Allah menurunkan hukum untuk mengarahkan hubungan sesama manusia, Allah pun mengeluarkan perintah yang berkaitan dengan otoritas masyarakat Islam. Bagaimana mungkin seseorang membayangkan suatu kewajiban untuk berperang tanpa petunjuk, yaitu siapa yang memberi komando kepada pasukan Muslim, siapa yang menentukan strategi perang dan lain-lain? Dengan kata lain, umat Islam memerlukan hukum dan pengawas rencana Allah di bumi. Maka, amat tepat bila dikatakan bahwa pemerintahan adalah bagian dari keyakinan dan sunah Islam yang terpadu.


Nabi sebagai Pemimpin Muslimin
Nabi saw adalah pemimpin umat Islam sepanjang hayatnya. Sebagai wakil Allah, beliau mengatur urusan umat. Dia dianugrahi otoritas yang luas dalam urusan yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan pemerintahan Islam yang pertama. Menurut al-Quran, Nabi saw memiliki kendali penuh pada urusan umatnya.19 Allah berfirman dalam al-Quran:

Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (QS al-Mâidah [5]: 48)

Karena itu, Nabi saw memangku dua jabatan: di satu sisi, melalui wahyu dari Allah SWT, beliau menerima perintah-perintah yang akan disampaikan pada umatnya; di sisi lain, dia berperan sebagai pemimpin masyarakat Muslim, yang diatur secara politis dan sosial dengan mengajarkan hukum Islam.

Studi terhadap biografi Nabi saw memperlihatkan bahwa beliau bertugas mengurusi urusan umat dan memerintah mereka. Dia mengangkat gubernur dan komandan, hakim, dan aparat negara. Beliau memaklumatkan perang, mengutus pasukan untuk kepentingan pertahanan dan mengatur setiap aspek kehidupan umat di negara Islam.20

Jabatan yang beliau emban adalah tugas dari Allah. Sesuai dengan jabatan ini, beliau diberi tugas untuk menyusun undang-undang dalam bidang sosial dan politik untuk kepentingan umat dan mengawasi pelaksanaannya. Ketika kaum Muslimin dituntut untuk berperan serta peperangan, maka Nabi saw harus menyiapkan mereka untuk hal tersebut dan memerintahkan untuk melakukannya ketika waktunya telah tiba. Misalnya, al-Quran memerintahkan Nabi saw agar memotivasi umatnya untuk ikut perang di jalan Allah:

Hai Nabi, kobarkanlah semangat kaum mukmin itu untuk berperang. (QS al-Anfâl [8]: 65)

Hai Nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (QS at-Taubah [9]: 73)

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab-kitab dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi pendukung para pengkhianat. (QS an-Nisâ` [4]: 105)

Selain sebagai Nabi-yang berarti dia menerima wahyu dari Allah dan menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya-dia juga pemimpin umat Islam. Dia diberi wewenang dan kekuasaan untuk membuat hukum dan memberi keputusan, menegakkan keadilan, dan memberi hukuman. Dengan kata lain, melaksanakan fungsi-fungsi yang sebenarnya merupakan fungsi kepala negara. Berkenaan dengan ini, al-Quran menyuruh kamu Muslimin untuk taat kepada perintah Allah yang disampaikan melalui Nabi. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu. (QS an-Nisâ` [4]: 59)

Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu gentar dan hilang kekuatan. (QS al-Anfâl [8]: 46)

Kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. (QS an-Nisâ` [4]: 64)

Berdasarkan ayat-ayat di atas, ketaatan kepada Nabi didahului oleh ketaatan kepada Allah. Kaum Muslimin diperintahkan taat kepada Allah dan Nabi-Nya.

Ketaatan kepada Allah diwujudkan dengan cara menerima ketentuan yang disampaikan kepada Nabi-Nya. Selain itu, kaum Muslimin mesti menaati perintah Nabi sebagai kepala negara yang meliputi apa saja yang mereka mesti kerjakan. Jelaslah bahwa ketaatan kepada Nabi bersumber dari ketaatan kepada Allah. Dan, dalam makna ini, ia merupakan kewajiban. Kiranya tepat meyakini bahwa pemerintahan merupakan-dari awal kemunculan Islam-bagian integral dari fungsi Nabi sebagai pemimpin umat dan sistem sosio-politiknya.


Pemerintahan Islam Setelah Nabi
Setelah wafatnya Nabi, kenabian (nubuwwah) dan wahyu pun berakhir. Namun ketentuan dan hukum agama yang mencakup program sosio-politik tetaplah dijalankan. Muncul pertanyaan: Apakah dengan berakhirnya kenabian berarti pemerintahan umat juga mesti berhenti? Apakah Nabi sendiri sudah mempersiapkan masa depan umatnya? Apakah Nabi tidak meninggalkan pesan untuk memastikan bahwa warisannya (ajaran-peny.) terus dijalankan setelah beliau wafat? Atau, apakah Nabi meninggalkan semua masalah kepemimpinan kepada masyarakat sesuai dengan keinginan mereka?

Syi`ah percaya bahwa Nabi juga seorang negarawan dan penguasa atas urusan umat. Beliau menjalankan program-program yang diwahyukan kepadanya.

Beliau memahami betul pentingnya kepemimpinan umat. Agar kaum muslimin tetap sebagai umat, mereka memerlukan pemerintahan yang dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas yang dapat menerapkan ajaran Islam. Nabi sendiri mengetahui bahwa umatnya tidak dapat selamat tanpa pemerintahan yang adil untuk menjalankan misinya.

Karena alasan inilah, dari awal dakwahnya, ketika kesempatan itu datang sendirinya dan senapas dengan perintah dari Allah, Nabi saw memperkenalkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dan imam umat sepeninggalnya. Ulama Sunni dan Syi`ah telah mendokumentasikan beberapa peristiwa ketika Ali bin Abi Thalib diperkenalkan sebagai wakil Nabi (washi-penerj.) Di antara peristiwa-peristiwa tersebut adalah pidato monumental Nabi dalam peristiwa Haji Wada di Ghadir Khum. Nabi berdiri di tengah-tengah umatnya, termasuk para sahabat besar Islam, dan berkata:

"Wahai manusia! Siapakah yang lebih mulia ('awla) [di mata] orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?" Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi saw berkata: "Allah adalah maulaku (pemimpinku) dan aku maula orang-orang beriman dan aku lebih utama di mata mereka daripada mereka sendiri. Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya." Beliau mengucapkannya sampai tiga kali, dan menurut Ahmad, imam mazhab Hanbali, empat kali.21

Maklumat yang terjadi di Ghadir Khum di atas menyangkut kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib di tahun terakhir kehidupan Nabi (10 H/ 632 M). Setelah itu, Umar bin Khaththab menemui Ali dan mengucapkan selamat kepadanya dan berkata, "Wahai anak Abu Thalib, selamat atas jabatan baru Anda. Mulai sekarang, engkau adalah maulaku dan maula segenap mukmin-laki-laki maupun perempuan."

Banyak sekali riwayat semacam ini dalam berbagai sumber. Semuanya membuktikan bahwasanya posisi Nabi sebagai pemimpin umat akan diteruskan oleh Ali bin Abi Thalib. Dia mempersiapkan Ali bin Abi Thalib dan memberi sepupunya ini informasi penting berkenaan dengan tanggung jawab yang akan diemban oleh Ali bin Abi Thalib.

Selain itu, ia juga tahu bahwa Ali dikaruniai kemaksuman dan dilantik sebagai imam sepeninggalnya berdasarkan penunjukan Tuhan. Ali juga menyadari tanggung jawab besar yang diembannya. Dia adalah pelindung ajaran Islam dan pelaksananya. Peristiwa Ghadir Khum adalah titik kulminasi sebuah proses yang telah terjadi di hari-hari awal misi Nabi.

Sebenarnya, pernyataan Umar ketika dia mengucapkan selamat kepada Ali menunjukkan bahwa dia mengerti maksud kata maula yang berarti pemimpin. Kaum Muslimin lainnya pun tahu pernyataan Nabi, "Barangsiapa yang maulanya adalah aku, maka Ali adalah maulanya," sebagai tanda pengangkatan Ali sebagai imam.

Oleh seitu, mereka tetap setia dan loyal kepadanya. Jika pernyataan tersebut memiliki makna lain selain makna politik, niscaya tidak perlu menyatakan sumpah setia (bai`at).


Ali bin Abi Thalib: Khalifah Pelanjut Nabi
Walaupun Nabi saw telah memastikan bahwa hak pemerintahannya akan berlanjut di tangan Ali bin Abi Thalib, yaitu dalam bentuk imâmah, setelah Nabi meninggal sejumlah sahabat dekatnya memutuskan untuk merebut kekhalifahan. Dengan memanfaatkan kebodohan dan kelemahan rakyat, mereka merampas hak Ali yang sah.

Kenyataan ini menjadi pemicu penyimpangan pemerintahan Islam dari jalan yang benar. Penolakannya (Imam Ali-penerj.) untuk menyatakan sumpah setia kepada orang-orang yang berkuasa, dan dalam khutbah-khutbahnya yang secara kritis mengevaluasi situasi setelah wafatnya Nabi, menunjukkan bahwa Ali bin Abi Thalib benar-benar mengetahui keadaan pemerintahan Islam yang ideal dan keadaan Islam setelah direbut oleh para sahabat.

Selain itu, khutbah-khutbah tersebut menunjukkan pentingnya permasalahan mengenai pemerintahan umat yang komprehensif. Bukan hanya dimensi-dimensi spiritual dan religius saja. Para khalifah tidak merampas otoritas spiritual dan religius Ali yang kepadanya mereka merujukkan semua masalah agama mereka. Yang mereka rampas adalah otoritas politik Ali, otoritas untuk melaksanakan hukum-hukum Islam.

Akhirnya, ketika memegang kendali pemerintahan pada tahun 35 H/656 M, Ali memikul kekuasaan luas yang mencakup segala sesuatu yang Nabi lakukan sebagai penguasa. Ketika Thalhah dan Zubair menentang kekhalifahan, mereka mengganggu aspek pemerintahannya yang luas ini. Mereka tidak pernah menentang otoritas spiritual dan religius. Mu`awiyah menentang Imam Ali bukan dalam masalah interpretasi perintah [hukum]. Dia menentang Ali dalam hak pemerintahan dan posisinya sebagai pemimpin umat yang utuh.

Dari pembahasan ini bisa disimpulkan, pemerintahan Islam tidaklah berakhir dengan wafatnya Nabi. Sebaliknya dengan mengangkat Ali, Nabi saw memastikan kelanggengan pemerintahan Islam di tangan keturunannya; juga menunjukkan bahwa pembuat hukum Islam tidak pernah membangun suatu sistem yang ditujukan bagi umat yang tidak bisa berfungsi dalam mengatur sistem sosial dan politik umat. Dengan kata lain, pemerintahan Islam mesti menjadi bagian kehidupan Muslim yang permanen sepanjang sejarah.

Imam Ali bin Abi Thalib mengangkat putranya, Hasan, sebagai imam setelahnya. Imam Hasan mengangkat saudaranya Husain untuk melanjutkan estafet kepemimpinan (imâmah). Dari Imam Husain, imamah berlanjut ke anaknya, yaitu Ali Zain al-Abidin; dengan cara ini imamah ini berlanjut sampai kepada imam terakhir, yaitu [Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar] Hujjah bin Hasan al-Askari as.

Keduabelas imam ini selain dikaruniai perlindungan Ilahi dalam bentuk kemaksuman dan ilmu Islam yang mendalam, juga dianugrahi kebijakan untuk memerintah dan mengatur sesuai dengan hukum Ilahi dan timbangan keadilan. Karena itu, kepemimpinan umat dan pemerintahan imam maksum merupakan aspek penting dari tatanan umat Islam yang ideal.

Namun, selain pemerintahan singkat Ali bin Abi Thalib, para imam yang lain tidak diberi kesempatan untuk memerintah sejalan dengan hukum-hukum Allah dan memulihkan arah yang benar dan membangkitkan kepercayaan diri dalam masyarakat Islam.


Pemerintahan Islam Selama Masa Kegaiban
Kini, muncul sejumlah pertanyaan mengenai status program sosial politik Islam selama kegaiban (Imam Mahdi). Apa yang mesti dilakukan oleh kaum Muslimin ketika mereka tidak bisa berhubungan dengan Imam, pemimpin yang hak? Siapa yang mesti membimbing umat untuk melaksanakan program Ilahi? Apakah kaum mukmin harus mengabaikan hadis Nabi berkenaan dengan pemerintahan?

Apakah perintah Nabi hanya relevan selama masa hidup beliau yang singkat saja, dan apakah perintah tersebut hanya berlaku kembali ketika Imam Mahdi hadir? Haruskah sebagian besar perintah Allah mengenai masalah sosial-politik-hukum terus ditunda selama masa gaibnya Imam? Dengan kata lain, apakah kita mesti membaca ayat-ayat al-Quran dan mendiskusikannya berdasarkan riwayat hadis untuk mencerahkan diri kita sendiri tanpa berusaha melaksanakannya dalam kondisi sosial politik saat ini?

Sudah pasti, seorang Muslim tidak boleh menganggap perintah dan cita-cita Islam mesti ditunda sampai pemimpin yang berkualitas seperti Imam sendiri memegang kendali pemerintahan. Tak ada seorang ulama pun yang mengakui bahwa ideal-ideal yang disampaikan kepada Nabi ini sampai generasi belakangan hanya untuk didiskusikan, diperselisihkan, dan akhirnya dituliskannya saja untuk generasi yang akan datang.

Bila kenyataannya seperti ini, maka umat tidak memiliki pilihan kecuali menerima bahwa baik Nabi maupun para imam tidak meninggalkan semua perintah ini bagi pemerintahan Islam selain hanya pada masa al-Mahdi. Tentu saja, seseorang tidak bisa mengatakan bahwa Islam datang untuk memberi bimbingan kepada umat dengan dilengkapi peraturan dan undang-undang sosial politik tanpa disertai sarana untuk melaksanakan ideal-ideal ini melalui seorang pelaksana rencana Allah, yaitu Imam, sang pemimpin.


Kewajiban Muslim Selama Masa Kegaiban
Nabi dan Imam diangkat oleh Allah untuk menegakkan pemerintahan umat. Nabi dan Imam mesti melaksanakan kehendak Ilahi ini. Namun, kewajiban pokok terdapat di atas pundak umat: mereka mesti memberi dukungan penuh yang dibutuhkan oleh Nabi dan Imam untuk mengendalikan dan menggunakan kekuatan guna mencapai kehendak Allah.

Selama umat tidak menunjukkan kesetiaan dan ketaatan kepada pemimpin pilihan Allah ini, maka pemerintahan yang ideal sulit ditegakkan. Oleh karena itu, selama Imam Mahdi tidak hadir (gaib) seperti yang terjadi sekarang ini, umat Islam mempunyai tanggung jawab untuk bekerja serius demi mewujudkan bentuk pemerintahan Islam. Islam, bahkan dalam kondisi sekarang ini, tidak mencegah kewajiban kaum Muslimin untuk menerapkan dan mengikuti ajaran Allah. Kenyataannya, banyak ajaran Islam ditujukan kepada umat Islam:

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS at-Taubah [9]: 41)

Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. (QS ash-Shaff [61]: 11)

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas. (QS al-Baqarah [2]: 190)

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS al-Mâidah [5]: 38)

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah… (QS an-Nûr [24]: 2)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan yang sebenarnya, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri, atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya maupun miskin. (QS an-Nisâ`[4]: 135)

Semangat di atas ditujukan kepada kaum Muslimin secara umum dan menyeru kepada mereka untuk cergas kepada kewajiban sosial mereka berkaitan dengan tatanan umat Islam yang lebih baik. Tentunya, menjalankan kewajiban sosial ini tidak mungkin dapat dilakukan tanpa seorang penguasa yang dapat menjamin pelaksanaannya secara adil.

Hukum yang berkaitan dengan tatanan sosial pasti memerlukan sebuah badan pemerintahan yang dilengkapi dengan kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan ajaran Islam. Dengan kata lain, pelaksanaan sempurna dari tatanan umat Islam beserta semua kandungan spiritual, moral, dan hukumnya, tak mungkin dilakukan tanpa pemerintahan yang mempunyai kekuasaan eksekutif. Untuk menjalankan semua dimensi Islam amat diperlukan adanya pemerintahan yang mendukung pelaksanaannya. Allah berfirman:

Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. (QS asy-Syûra [42]: 13)

Kiranya bisa disimpulkan dari perintah-perintah umum al-Quran kepada kaum Muslimin dan dari ketetapan Nabi untuk mengabadikan pemerintahan Islam melalui ajaran yang bermuatan sosial, politik, hukum, dan moral Islam bahwa selama kegaiban Imam Keduabelas, umat Islam berkewajiban untuk bekerja keras demi membumikan tujuan Islam dalam kehidupan sosial dan personal sehari-hari.

Selama kita meyakini bahwa Islam hadir untuk memberi kebahagiaan dunia dan akhirat, dan, oleh karenanya, melegislasikan hukum-hukum yang mencakup setiap aspek hubungan Tuhan-manusia dan hubungan antarmanusia, maka kita mesti meyakini keniscayaan pengaturan urusan-urusan kita sesuai dengan hukum-hukum ini.

Kesimpulan ini akan terasa lebih masuk akal apabila kita menyadari bahwa hukum ini tidak hanya berlaku di zaman Nabi tapi juga berlaku bagi manusia hingga Hari Pembalasan. Oleh karena itu, kita mesti menjalankan norma-norma ini sekarang juga.

Kaum Muslimin mesti menyiapkan diri untuk mendukung revolusi akhir Imam Mahdi dengan cara mengintrospeksi kekurangan-kekurangan dan membenahi diri guna melakukan tanggung jawab besar, yaitu menjadikan tatanan umat Islam sebagai satu-satunya tatanan yang dapat menjamin kedamaian dan keharmonisan di muka bumi.


Dua Fakta
Perlunya pendirian sebuah pemerintahan dan usaha untuk menstabilkannya merupakan keniscayaan rasional dan disetujui oleh semua orang berakal. Dalam hal ini, Islam sangat mendukungnya. Untuk menguatkan kesimpulan tersebut, mari kita tengok dua peristiwa sejarah pada masa Islam awal.

Diceritakan, selama Perang Uhud, pada masa awal-awal Islam, muncul berita bohong yang tersebar di kalangan Muslimin yang mengabarkan bahwa Nabi telah terbunuh. Akibatnya, moral pasukan Muslim menciut. Mereka segera meninggalkan posisinya dan bercerai-berai.

Peristiwa ini didefinisikan dalam al-Quran:

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Mengapa, bila dia meninggal atau terbunuh, kamu akan berbalik ke belakang? (QS Ali Imran [3]: 144

Apakah ayat ini berarti bahwa setelah wafatnya Nabi, umat Islam harus kembali pada kebiasaan lama (jahiliah) mereka? Tentu saja tidak. Islam merupakan realitas yang akan tetap eksis, meskipun Nabi telah wafat.

Oleh karena itu, kaum Muslimin harus setia kepada ajaran Islam dan bekerja dengan mengimplementasikannya tanpa gangguan. Tidak ada tugas eksplisit yang dibebankan oleh al-Quran yang dihapus setelah wafatnya Nabi atau gaibnya Imam.

(2) Fakta kedua, diperlihatkan oleh kaum Muslimin tidak lama setelah wafatnya Nabi saw. Para sahabat berkumpul di Saqifah Bani Sa`idah. Mereka semua setuju bahwa pemerintahan negara Islam harus dilanjutkan oleh seorang pemimpin baru, yaitu khalifah. Ketidaksetujuan berkisar pada siapakah orang yang layak jadi pemimpin, bukannya pada perlunya kepemimpinan.

Kaum Anshar bersikeras pemimpin harus dari kelompoknya, namun golongan Muhajirrin menolak. Mereka berpendapat, kepemimpinan sebenarnya hak orang-orang Makkah. Mereka berkompromi, khalifah adalah untuk satu kelompok dan komandan untuk kelompok lainnya.

Namun, tak seorang pun berkata bahwa umat Islam tidak memerlukan seorang pemimpin dan mereka bisa membentuk sebuah masyarakat tanpa seseorang yang mengarahkan kehidupan sosial dan politik.

Bahkan lebih jelas lagi, Ali bin Abi Thalib, yang tidak menyetujui hasil Saqifah dan menentang keputusannya, mengetahui persis bahwa haknya untuk memimpin umat pada saat yang sangat genting telah diabaikan. Akan tetapi, dia sama sekali tidak menyangkal perlunya pemimpin negara Islam yang masih amat muda itu.

Menurut keyakinan Ali bin Abi Thalib, kekhalifahan pasca-Saqifah adalah kekhalifahan yang menyimpang namun tetap perlu diselenggarakan demi kehidupan sosial-politik umat. Dengan alasan inilah, dia tidak pernah berusaha menumbangkan kekhalifahan tersebut. Sebaliknya, karena menyadari bahaya yang diakibatkan oleh huru-hara politik, dia tidak pernah enggan memberi nasihat terbaik untuk kelestarian Islam.

Selain itu, dia tidak pernah melarang para pendukungnya yang paling loyal dan juga anggota keluarganya untuk menerima tugas resmi dari para khalifah. Dia benar-benar bersikukuh pada prinsip pemerintahan demi keberlanjutan tatanan umat Islam yang akan datang. Dalam perselisihannya dengan kaum Khawarij yang melepaskan diri dari pasukannya dan menafsirkan ayat al-Quran, 'Keputusan adalah milik Allah semata' (lâ hukm illâ li-Allâh) secara salah, dengan jalan memberontak terhadap otoritas Ali, ia menolak interpretasi mereka dengan mengatakan:

Sungguh itu adalah kalimat haqq, namun dimaksudkan untuk sesuatu yang batil! Memang benar, "tiada hukum kecuali bagi Allah". Namun orang-orang itu bermaksud mengatakan: "Tiada kepemimpinan kecuali bagi Allah". Padahal, masyarakat harus punya seorang pemimpin, apakah ia seorang yang baik atau yang jahat.

Di bawah kepemimpinannya, seorang Mukmin melaksanakan tugasnya; seorang kafir menikmati hidupnya sementara Allah SWT mencukupkan ajal segala sesuatu. Penghasilan uang negara dikumpulkan; musuh-musuh diperangi; jalan-jalan diamankan dan hak si lemah diambil kembali dari si kuat, sehingga orang yang baik akan hidup tenteram dan yang jahat dapat dicegah dari kejahatannya.22

Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meragukan prinsip-prinsip bahwa penegakkan dan kelangsungan pemerintahan merupakan perkara-perkara penting.

Selain itu, tanggung jawab ini telah dibebankan di pundak umat. Ketika Nabi atau Imam hadir, mereka harus mendukung dan menolongnya untuk mengurus masalah-masalah kepemerintahan. Ketika Imam sedang gaib, umat mesti mencari dan memilih faqih (faqih) yang berkualitas, berilmu Islam yang luas dan mendetail, berpengalaman dalam dunia sosial-politik, dan dianugrahi oleh wawasan politik dalam rangka mengatur tatanan umat Islam.

Pembenaran untuk memilih seorang ahli hukum (faqîh) yang berkualitas untuk mengatur pemerintahan Muslim dapat dilihat dalam hadis para imam yang tidak hanya menerima pemerintahan seorang faqih di masa kegaiban Imam Keduabelas, tetapi bahkan merekomendasikan para pengikutnya untuk mencari pemimpin-pemimpin seperti ini di antara mereka. Orang semacam ini mampu mengarahkan umat Islam dan mampu melaksanakan program sosial-politik Islam.

Perlu disebutkan, perdebatan mengenai pemerintahan Islam dan hubungannya dengan pemerintahan seorang faqih (wilayat al-faqih) adalah hal yang rumit dan perlu penjelasan mendetail yang tidak dapat kita lakukan pada kesempatan ini dalam pembahasan kita mengenai Imam Keduabelas as. Namun, kita akan membicarakannya secara ringkas dan menyimpulkan diskusi kita.

Maksud kami membahas detail-detail mengenai perlunya pemerintahan Islam selama kegaiban ini adalah untuk menyadarkan Anda bahwa ketika kita menganggap hadis-hadis yang menolak segala keterlibatan yang aktif dalam gerakan sosial dan politik sebelum datangnya al-Mahdi, maka kita harus menyadari seluruh kewajiban tersebut diklasifikasikan sebagai bagian dari tugas-tugas kolektif-misalnya, perang, pertahanan, lembaga peradilan, pelaksanaan keadilan, dan lain sebagainya. Dan, oleh karena itu, merupakan perkara-perkara yang diperlukan dari hadis hukum Islam.

Dengan demikian, seseorang tidak bisa meragukan pelaksanaannya dalam tatanan umat Islam. Untuk melaksanakannya secara efektif, maka diperlukan otoritas Muslim yang memiliki kekuatan untuk melaksanakan agenda sosial politik Islam. Oleh karena itu, kita harus memeriksa hadis-hadis yang mendorong kepasifan politik di saat perlunya menata urusan Muslimin.

Saya harap, saya bisa membicarakan permasalahan ini di kesempatan yang akan datang dan memerikannya dengan agak detail sehingga kita dapat menarik kesimpulan secara objektif. Berhubung waktu kalian tidak memadai, kita harus menundanya sekarang.

Dr. Jalali: Mari kita diskusikan pemasalahan lainnya di rumah saya.


Catatan Kaki:
1. Al-Kulaini, al-Kâfî, jilid 1, hal.271.

2. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.364.

3. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.172; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.389.

4. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.389.

5. Al-Kulaini, al-Kâfî, jilid 1, hal.279

6. Itsbât al-Hudât, jilid 6, hal.420.

7. As-Suyuthi, Kitâb al-Hawi li al-Fatâwâ, jilid 2, hal.78.

8. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.96.

9. Ibid., jilid 51, hal.133.

10. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.644.

11. Ibid.

12. Ibid.

13. Ibid., hal.645.

14. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.218.

15. Ibid., jilid 52, hal.358.

16. Ibid., hal.366.

17. Kamâl al-Dîn, jilid 2, hal.644.

18. Nu'mani, Kitâb al-Ghaibah, hal.211.

19. QS al-Ahzab: 6.

20. Untuk detailnya, lihat Syaikh Abdul-Haqq, Kitâb al-Tarâtib al-Idâriyyah dan al-Hafizh Abu Ubaid, Kitâb al-Amwâl.

21. Yanâbî' al-Mawaddah, hal.3.

22. Nahj al-Balâghah, khutbah 39.

25
IMAM MAHDI

BAB 13

Penelitian Lebih Lanjut Tentang Hadis-hadis
Dr. Jalali: Saya harap Tn. Hosyyar bersedia meneruskan pembicaraan kita sebelumnya perihal hadis-hadis menyangkut pahala menantikan keselamatan (faraj) melalui kehadiran Imam Mahdi.

Tn. Hosyyar: Mari kita bicarakan topik utama kita ihwal penyelidikan atas hadis-hadis tentang ketidakbolehan beraktivitas politik dan sosial selama masa kegaiban Imam.

Sebagaimana telah kami tunjukkan, sebagian besar ajaran Islam berkaitan dengan peraturan-peraturan yang menghubungkan tatanan umat Islam dengan amal-amal yang baik secara syariah. Ajaran-ajaran ini mencakup partisipasi dalam pertahanan keluarga seseorang, rumah, harta milik, dan lain sebagainya; berperang dengan orang-orang yang menekan rakyat; beramar makruf dan nahi munkar; dan seluruh kewajiban lainnya yang menjadi prasyarat penting bagi seorang Muslim sebagai anggota dari masyarakat, sebagai anggota sebuah tatanan umum. Namun, mungkin saja beberapa orang melepaskan diri dari kewajiban masyarakat ini dan membaca satu atau dua hadis untuk memuaskan diri dengan cara hanya melakukan beberapa ritual yang menghiburnya. Karena alasan inilah, saya menganggap bahwa hadis-hadis yang mereka gunakan untuk membenarkan tingkah laku tersebut haruslah diperiksa secara seksama guna menentukan sumber dan validitasnya.1


Kelompok Hadis Pertama
Terdapat hadis-hadis yang menyarankan golongan Syi`ah untuk tidak menyambut ajakan seseorang yang mengangkat senjata tanpa meneliti dahulu surat mandat dan tujuan-tujuannya secara cermat. Lebih lanjut lagi, hadis-hadis ini menuntut kaum Syi`ah untuk menolak klaim-klaim kepemimpinan dan tujuan-tujuan luhur individu-individu semacam itu. Sekalipun mereka kebetulan termasuk keturunan Ali bin Abi Thalib.

Hadis pertama: Diriwayatkan dari Muhammad bin Ya`qub, dari Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari Shafwan bin Yahya, dari Isa bin al-Qasim, yang berkata:

Saya mendengar Imam ash-Shadiq berkata:

Jangan meninggalkan ketakwaan kepada Allah, Zat Yang Mahaesa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan lindungilah diri kalian selamanya. Saya berpesan dengan sesungguhnya bahwa bila seseorang telah memilih seorang gembala untuk memelihara biri-birinya, namun setelah itu ia menemukan orang lain yang lebih bijaksana daripada pengembala yang pertama, maka ia akan meninggalkan yang pertama dan menggantinya dengan yang kedua.

Demi Allah, bila engkau mempunyai nyawa rangkap, dan engkau telah berpengalaman pada hidup yang pertama, maka engkau tidak akan mengalami kesulitan dalam menerapkan pengalaman yang pertama tersebut. Namun realitasnya tidak demikian. Setiap orang hanya memiliki satu kesempatan.

Oleh karena itu, bila seseorang gagal maka dia tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk bertaubat atau kembali. Maka berhati-hatilah dalam mengevaluasi dan menyeleksi jalan terbaik bagi diri kalian sendiri.

Karenanya, bila seorang dari kami datang kepada kalian dan mengajak memberontak, pikirkanlah dengan cermat dan carilah alasan mengapa dia memberontak.

Janganlah hanya berkata [untuk membenarkan pemberontakannya, ia berkata seperti berikut:] "Ya, Zaid bin Ali juga telah melakukan sebelumnya!" Sebabnya, Zaid seorang yang berilmu dan bertakwa dan tidak berperang demi kepemimpinannya. Malahan, ia menyeru kepada seseorang yang akan diterima dan didukung oleh Ahlulbait.

Bila ia berhasil, maka ia akan memenuhi janjinya dan menyerahkan wewenang kepada yang berhak. Zaid memberontak pemerintah dan berusaha menumbangkannya. Tapi apa yang dikehendaki oleh seseorang yang mengajak berontak pada saat ini? Apakah ia menyeru kalian pada seseorang yang dapat diterima dan didukung oleh Ahlulbait? Tidak, sama sekali tidak. Saya menyeru kalian untuk bersaksi bahwa kami tidak menyukai pemberontakan orang semacam ini.

Dia tidak memiliki kekuasaan, namun telah mulai menentang kami. Dan apabila dia meraih kekuasaan dan berhasil mengibarkan bendera, dia tidak akan mengembalikannya kepada kami karena ketaatan.

Oleh karena itu, sambutlah seruan yang disetujui oleh seluruh keturunan Fathimah. Orang tersebut adalah imam dan pemimpin kalian. Ketika bulan Rajab menyingsing, mintalah pertolongan Allah. Tidak mengapa bila kalian ingin menundanya hingga bulan Sya'ban. Bahkan lebih baik bagi Anda, bila Anda berpuasa Ramadhan bersama keluarga kalian. Bila Anda perlu beberapa tanda, maka cukuplah mengingatkan diri kalian sendiri ihwal kemunculan Sufyani.2
Hadis ini dinilai autentik seseluruh rangkaian sanad telah diakui oleh para ulama.


Arti dan Implikasi Hadis Tersebut
Peringatan dari Imam ash-Shadiq ini menyangkut masalah orang-orang dari Ahlulbait yang bangkit melawan kekuatan tirani para khalifah dan mengklaim kekhalifahan bagi mereka sendiri. Imam menyampaikan kriteria untuk mengantisipasi klaim-klaim tersebut: bila si individu benar-benar berkualitas atau bila dia jujur pada tujuan dan pada pemimpin yang dia perjuangkan, maka Syi`ahnya boleh menyambut ajakannya. Kondisi semacam ini boleh-boleh saja di masa para imam sebelum Imam Keduabelas gaib.

Hadis ini berbicara mengenai pemberontakan Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib dibandingkan dengan pemberontakan sebelumnya yang dilakukan oleh Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Imam mengingatkan umat tidak mencampurbaurkan dua pemberontakan tersebut. Imam memberikan respon yang positif pada perjuangan Zaid, sedia (Zaid) berontak demi terealisasinya imamah imam yang hak.
Sedangkan Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib tidak memiliki tujuan semulia itu.

Selain itu, terdapat bentuk kepemimpinan yang berbeda dari dua gerakan orang tersebut. Kepribadian Zaid jauh lebih unggul ketimbang kepribadian Muhammad. Penilaian Imam ash-Shadiq bahwa Muhammad tidak akan menaatinya benar-benar menjelaskan bahwa ia meragukan tujuan gerakan yang dilakukan oleh orang kedua tersebut.

Abu Faraj al-Isfahani, yang menulis mengenai Muhammad bin Abdullah, berkata bahwa Ahlubait semula memanggil Muhammad sebagai al- Mahdi dan meyakini bahwa dia adalah al-Mahdi yang ditunggu-tunggu. Keyakinan ini tersebar begitu luas sehingga sekelompok orang dari Bani Hasyim, keturunan Ali bin Abi Thalib, dan Bani Abbas memberikan ba`iatnya. Untuk menumbuhkembangkan suasana penuh harap dan pemberontakan ini, menurut Abu Faraj, Muhammad bin Abdullah pernah menyatakan dengan terang-terangan bahwa dialah al-Mahdi.3

Muhammad bin Abdullah bangkit sebagai al-Mahdi selama periode Imam ash-Shadiq dan mengajak orang-orang untuk mengikutinya. Dengan konteks inilah hadis di atas disampaikan. Beliau mengingatkan kaum Syi`ah untuk tidak terjebak dengan klaim-klaim messianik semacam itu. Dengan kata lain, maksud Imam bukanlah melarang secara mutlak segala jenis aktivitas yang merespon bencana sosial-politik. Tapi, usahanya diarahkan untuk mendidik para pengikutnya agar bisa membedakan bentuk perjuangan yang baik yang dilakukan oleh Zaid dan bentuk pemberontakan yang buruk yang dilakukan oleh Muhammad, yang notabene keduanya dari Ahlulbait.

Menurut fakta, berdasarkan riwayat di atas, nampak Imam menyatakan persetujuannya pada orang pertama, termasuk orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, dan mengecam orang kedua.

Kita perlu memahami tujuan-tujuan revolusi Zaid, yang direspon baik oleh Imam ash-Shadiq. Tentu saja, kita hanya menyebutkannya secara ringkas di sini mengingat ruang terbatas yang kita miliki:

(1) Zaid adalah orang yang saleh, berilmu, dan dapat dipercaya. Dia layak menjadi pimpinan perjuangan tersebut. Penilaian Imam ash-Shadiq mengenai karakter pamannya menjadi fakta yang jelas akan persetujuan beliau atas gerakan sang paman. Beliau berkata, "Pamanku Zaid berharga bagi kami baik di dunia ataupun di akhirat. Sesungguhnya, ia meraih kesyahidan di jalan Allah. Kesyahidannya sama seperti kesyahidan orang-orang yang berperang bersama Nabi, Ali bin Abi Thalib, Hasan, dan Husain."4

Dalam sebuah hadis yang diwartakan oleh Abu Faraj al-Isfahani, Nabi saw berkata kepada Imam Husain, "Engkau akan dianugrahi salah seorang anak yang bernama Zaid. Dia dan para pengikutnya akan dibangkitkan dengan wajah yang tampan dan bersinar di Hari Pembalasan, dan akan memasuki Surga."5

(2) Alasan Zaid melakukan pemberontakan adalah logis. Beliau tidak mengklaim sebagai Imam. Tujuan utamanya adalah menumbangkan pemerintahan yang tidak adil dan memulihkan otoritas kepada imam yang hak dari kalangan Ahlulbait. Sekiranya dia berhasil, niscaya ia akan memenuhi janjinya. Kembali, Imam ash-Shadiq berkata, "Semoga Allah merahmati pamanku Zaid! Seandainya ia berhasil dalam misinya, ia akan memenuhi janjinya. Dia menyeru orang-orang untuk mengakui [keimamahan] seseorang dari Ahlulbait yang bisa diterima dan didukung mereka."6

Dalam beberapa sumber, terdapat pernyataan-pernyataan yang menyatakan bahwa Zaid adalah seorang imam. Namun, putranya, Yahya, menolaknya. Justru, sebaliknya, ia mengakui Imam ash-Shadiq as sebagai imam. Di kalangan pendukung dan pasukan Zaid pun Imam ash-Shadiq diakui sebagai seorang keturunan Bani Hasyim yang paling berilmu dan lurus.

Ammar bin Sabathi menceritakan suatu peristiwa tatkala seseorang bertanya pada Sulaiman bin Khalid, salah seorang anggota pasukan Zaid, "Apa pendapatmu tentang Zaid? Siapa yang lebih utama, Zaid atau Ja'far bin Muhammad (ash-Shadiq)?" Sulaiman berkata, "Demi Allah, satu hari kehidupan Ja'far bin Muhammad lebih berharga dari seluruh kehidupan Zaid." Ketika Zaid dikabarkan tentang hal ini, ia pun mengaminkannya seraya berkata, "Ja'far bin Muhammad adalah imam kita dalam berbagai persoalan yang berhubungan dengan halal dan haram."7

(3) Pemberontakan Zaid adalah tindakan yang telah diperhitungkan sebelumnya; tindakannya tidak emosional dan tanpa persiapan. Tujuannya adalah melakukan amar makruf nahi munkar, serta memerangi kekuatan tiran dan kejahatan. Zaid ingin menumbangkan pemerintahan yang lalim dengan kekuatan dan menggantikannya dengan anggota Ahlulbait yang berkualitas yang didukung oleh setiap orang.

Dengan alasan inilah sejumlah besar kaum Muslimin menyambut ajakan beliau. Di Kufah saja, terdapat 15.000 orang yang menyatakan dukungannya pada Zaid. Pasukan beliau terdiri dari orang-orang yang berasal dari berbagai tempat di Irak dan Khurasan.8

Legitimasi dan kebermaknaan revolusi Zaid lebih luar biasa lagi sesejumlah ulama Sunni pun merespon ajakannya dan bergabung dengannya. Beberapa imam Sunni, misalnya Imam Abu Hanifah, mendukung beliau dan mengirimkan bantuan keuangan kepada Zaid.9

Zaid sebelumnya telah mendiskusikan maksud beliau kepada Imam ash-Shadiq untuk bangkit melawan penguasa yang lalim. Imam berkata, "Paman, bila engkau ingin terbunuh dan digantung di tempat sampah di Kufah, maka lakukanlah apa yang engkau pikir baik." Zaid begitu ingin mewujudkan rencananya meskipun Imam ash-Shadiq as telah meramalkan ia akan terbunuh lantaran perjuangannya. Ia berjuang di jalan Allah sampai ia terbunuh.

Tentangnya, Imam ar-Ridha as berkata:

Zaid adalah termasuk orang alim di kalangan keturunan Muhammad. Dia marah karena Allah dan bertempur melawan musuh Allah sampai ia syahid di jalan-Nya.10

Mari kita tengok kembali pembahasan kita mengenai hadis di atas. Jelaslah, seseorang tidak bisa mengartikan hadis yang disampaikan oleh Isa bin Qasim sebagai hadis yang menentang reaksi seorang aktivis terhadap kekisruhan politik yang terjadi di Dunia Islam. Sebaliknya, hadis tersebut mendukung gerakan yang sah guna menghancurkan ketidakadilan.

Maksud dari peringatan Imam as adalah untuk menghindarkan para pengikutnya dari bertaklid buta pada seseorang dan pada gerakan yang membuat mereka terjerat pada hal-hal yang sangat membahayakannya. Selama kriteria penting di atas, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terpenuhi maka tidak ada larangan mengikuti seorang pemimpin dan gerakannya. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa menyatakan bahwa hadis di atas adalah hadis yang melarang berbagai gerakan orang Syi`ah selama gaibnya Imam Keduabelas.

Hadis kedua: Dilaporkan oleh Ahmad bin Yahya al-Maktab, dari Muhammad bin Yahya as-Sulli, dari Muhammad bin Zaid an-Nahwi, dari Ibn Abi Abdun, dari ayahnya, dari Imam ar-Ridha as yang berkata kepada Ma'mun seorang khalifah Abbasiyah:

Jangan bandingkan saudaraku Zaid dengan Zaid bin Ali bin Husain. Zaid bin Ali termasuk otoritas yang alim dari keturunan Muhammad, marahnya karena Allah dan ia berperang melawan musuh Allah hingga ia meninggal sebagai syahid. Ayahku, Musa bin Ja'far berkata bahwa ia mendengar dari ayahnya, Ja'far bin Muhammad, yang berkata, "Semoga Allah merahmati pamanku Zaid.

Dia menyeru rakyat kepada seseorang yang diterima dan didukung oleh Ahlulbait. Apabila dia berhasil, dia pasti akan memenuhi janjinya." Dia juga berkata, "Zaid berkonsultasi dulu padaku mengenai misinya dan aku berkata padanya, 'Bila engkau ingin terbunuh dan digantung di atas tempat sampah Kufah, maka lakukanlah apa yang engkau pikir baik.'"

Imam ar-Ridha as kemudian berkata:

Zaid tidak menuntut sesuatu yang bukan miliknya. Dia orang yang sangat bertakwa sehingga dia tidak pernah mengklaim sesuatu yang bukan miliknya.

Sebaliknya, ia (Zaid) pernah berkata, "Saya menyeru kalian untuk mengakui seseorang yang bisa diterima oleh keluarga Nabi."11

Hadis tersebut tidak logis kalau dilihat dari segi sanad. Para perawi dinilai tidak handal menurut para ulama penyusun biografi. Namun kalau dilihat dari segi isinya, ia tidak berlawanan dengan sikap aktivis selama masa kegaiban. Hadis ini menilai tindakan dan kepribadian Zaid secara positif. Namun, Imam ar-Ridha mengecam tindakan Zaid yang lain yang notabene saudaranya sendiri.

Zaid ini (Zaid bin Musa) muncul di Bashrah dan mengajak orang-orang untuk mendaulatnya sebagai pemimpin mereka. Ia menghancurkan rumah-rumah mereka dan merampas isinya. Ia akhirnya kalah dan ditangkap oleh penguasa khalifah. Ma'mun memaafkannya dan mengirimkannya pada Imam as. Imam ar-Ridha as membebaskannya tapi melarang dia berbicara padanya lagi.12

Jelaslah, hadis ini bukan bukti atas respon seorang aktivis terhadap ketidakadilan yang terjadi di pemerintahan Islam selama ketiadaan Imam Keduabelas as.


Kelompok Hadis Kedua
Kelompok ini menunjukan bahwa revolusi apapun sebelum revolusi akhir Imam Mahdi yang amat meluas akan berujung dengan kekalahan. Hadis pertama: Dilaporkan dari Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari Hammad bin Isa, dari Rab`i, dari Ali bin Husain as dia berkata:

Demi Allah, tak seorang pun dari kami akan bangkit sebelum revolusi al-Qâ`im, kecuali orang yang mirip seekor ayam yang meninggalkan sarangnya sebelum ia bisa terbang. Hal semacam ini akan jatuh di tangan anak-anak yang akan bermain-main dengannya.13

Hadis ini dianggap lemah dari segi sanad setidak lengkap karena tidak lengkap. Karena itu ia tidak dihitung sebagai bisa dipercaya. Hadis kedua: Diriwayatkan dari Jabir, dari Imam al-Baqir, yang berkata:

Bentuk revolusi al-Qâ`im kita akan menyerupai kemunculan Nabi saw. Bentuk revolusi seseorang dari kita, Ahlulbait, sebelum kemunculan al-Qâ`im akan menyerupai seekor ayam yang meninggalkan sarangnya [sebelum ia siap terbang] dan menjadi mainan anak-anak.14

Hadis ketiga: Diriwayatkan dari Abu al-Jarud yang mendengar Imam al-Baqir berkata:

Tak seorang pun di antara kami, Ahlulbait, bangkit menentang kezaliman dan berperang demi kebenaran, kecuali dia terperangkap dalam kesulitan dan menghadapi kekalahan. Hingga pada saatnya, ketika mereka yang hadir dalam perang Badar dan pergi bergegas membantu mereka yang berjuang, dan tidak memiliki keperluan akan kuburan bagi yang terbunuh dan tidak memerlukan perawatan bagi yang terluka, muncul.

Perawi bertanya, "Siapa yang dimaksud oleh Imam?" Abu Jarud berkata, "Malaikat."15

Hadis keempat: Diriwayatkan dari Abu al-Jarud, dari Imam al-Baqir as. Dia meminta Imam menyarankan sesuatu yang bermanfaat baginya. Imam berkata:

Aku mengingatkan engkau untuk bertakwa dan tetap tinggal di rumah. Dan hiduplah bersama masyarakat umum. Hindari orang-orang di antara kami yang bangkit, semereka tidak memiliki tujuan…Hati-hatilah karena tidak ada kelompok yang bangkit untuk memerangi ketidakadilan dan mengembalikan kegemilangan Islam, kecuali mereka tersungkur kena bencana sampai bangkit sekelompok orang yang turut serta dalam Perang Badar...16

Kelanjutan hadis di atas sama dengan hadis sebelumnya. Tiga hadis terakhir ini yang juga berdasarkan rantai periwayatan lemah dianggap tidak bisa dipercaya.

Lagi pula, salah seorang perawinya adalah Abu al-Jarud yang yang mengikuti faksi Zaidi dan merupakan pendiri sekte Jarudiyyah. Dia dinilai sebagai perawi lemah oleh para ulama biografi (al-jarh wa al-ta'dil).


Penelitian Makna dan Implikasi Hadis-hadis Di Atas
Hadis-hadis di atas menunjukkan bagaimana Imam al-Baqir menjawab para pengikutnya yang ingin mengetahui alasan ia tidak tidak bangkit. Hadis-hadis ini mengabarkan kebenaran eksternal mengenai situasi yang dihadapi oleh para anggota Ahlulbait yang bangkit dan berinisiatif melakukan gerakan melawan ketidakadilan namun mendapat perlawanan dan kehancuran.

Hadis ini juga menyatakan keyakinan pada revolusi Mahdi di masa depan yang akan mendapatkan pertolongan Ilahi dengan perantaraan malaikat, sebagaimana orang-orang di pertempuran Badar yang monumental di awal-awal munculnya Islam. Dengan kata lain, hadis-hadis tersebut menjelaskan alasan mengapa para imam tidak bisa bangkit melawan kekuatan lalim tanpa persiapan yang cukup dan bantuan Ilahi.

Ada pula aspek lain pada hadis-hadis ini: sebagai pengingat bagi orang-orang yang memaksa untuk melakukan respon radikal dalam waktu yang tidak tepat.

Hadis-hadis ini menjadi pengingat yang efektif bagi wangsa Alawiyin yang terbunuh pada masa-masa yang berbeda karena mereka telah tinggal landas "sebelum mampu terbang keluar dari sarangnya yang aman". Dengan kata lain, tidak ada jaminan kesuksesan pada siapapun yang bangkit sebelum revolusi al-Mahdi. Namun hadis-hadis tersebut tidak berarti bahwa secara legal dan moral, kewajiban-kewajiban agama seperti jihad di jalan Allah, membela Islam dan kaum Muslimin (difa`), amar makruf nahi munkar, menentang kejahatan dan kezaliman tertunda hanya karena para imam tidak memiliki wewenang penuh untuk melaksanakan tugas-tugas ini.

Bila seseorang diberi informasi mengenai akibat malang sebuah peperangan tidak berarti dia tidak bisa, kemudian, memutuskan untuk berperang. Dalam hal ini, Imam Husain patut menjadi suri teladan yang baik. Dia tahu akibat yang akan dihadapi apabila ia melawan ketidakadilan Bani Umayyah, namun dia tetap maju berperang demi memenuhi kewajiban legal dan moral, yaitu mempertahankan Islam dan al-Quran. Tak syak lagi, Islam saat ini bisa terus bertahan hanya karena pengorbanan Imam Husain, keluarganya, dan para pengikutnya. Oleh karena itu, hadis-hadis di atas tidak mengimplikasikan bahwa kewajiban mempertahankan dan melindungi masyarakat Muslim yang ditetapkan oleh syariah tertunda dahulu sampai Imam Keduabelas kembali.


Kelompok Hadis Ketiga
Kelompok hadis ini mewajibkan orang-orang Syi`ah menahan diri dari segala gerakan sebelum kemunculan terakhir Imam Keduabelas.

Hadis pertama: Diriwayatkan oleh beberapa perawi, dari Ahmad bin Muhammad bin Utsman bin Isa, dari Bakr bin Muhammad, dari Sudair, yang mengatakan bahwa Imam ash-Shadiq berkata:

Tinggallah kalian di rumah-rumah kalian. Selama siang dan malam merambat tenang, kalian pun harus tetap tenang. Apabila kalian mendengar bahwa Sufyani telah muncul, maka datanglah kepada kami, walaupun berjalan kaki.17

Sanad hadis ini bermasalah seterdapat seorang Waqifi, yaitu orang yang mengimani imamah hanya sampai pada Imam Ketujuh, Imam Musa al-Kazhim. Utsman bin Sa`id adalah wakil Imam al-Kazhim ketika beliau masih hidup. Setelah sang Imam mangkat, ia menjadi seorang Waqifi dan tidak pernah menyerahkan khumus pada Imam ar-Ridha. Beliau memperlihatkan ketidaksetujuan yang amat sangat padanya karena permasalahan tersebut. Dia (Utsman) akhirnya sadar dan mengembalikan seluruh barang kepunyaan Imam (al-Kazhim). Hadis ini juga bermasalah karena ketidakandalan Sudair bin Hakim ash-Shairafi.

Hadis kedua: Diriwayatkan dari Ahmad bin Ali bin al-Hakam, dari Abi Ayyub al-Kazzaz, dari Umar bin Hanzalah. Dia berkata bahwa ia mendengar dari Imam ash-Shadiq yang berkata:

Terdapat lima tanda sebelum kemunculan al-Qâ'im: (1) seruan (dari langit); (2) (kemunculan) Sufyani; (3) tenggelamnya (bagian dunia di beberapa tempat); (4) pembunuhan an-Nafs az-Zakiyyah; dan (5) munculnya seorang Yamani. Perawi bertanya, "Wahai putra Nabi, kalau salah seorang anggota Ahlulbait berontak sebelum tanda-tanda ini terjadi, apakah kami mesti mengikutinya?" Imam menjawab, "Tidak."18

Sanad hadis ini juga mengandung masalah seterdapat Umar bin Hanzalah yang tidak diakui.

Hadis ketiga: Diriwayatkan dari Muhammad bin al-Hasan bin al-Fadhl bin Syadzan, dari al-Hasan bin Mahbub, dari Amr bin Abi al-Miqdam, dari Jabir, dari al-Baqir as. Beliau berkata:

Tetaplah di tempat. Jangan gerakan tangan dan kaki kalian, sampai tanda-tanda yang aku sampaikan padamu terjadi. (Yaitu), perselisihan antarkeluarga fulan; dan seruan dari seorang penyeru di langit; dan suara yang bersumber dari arah Damaskus.19

Hadis ini juga tidak sahih karena rangkaian sanadnya terdapat Umar bin Abi al-Miqdam. Syaikh Thusi meriwayatkan hadis dari dua sumber yang kebetulan kedua-duanya tidak bisa dipercaya.

Hadis keempat: Dikisahkan dari al-Hasan bin Muhammad ath-Thusi, dari ayahnya, dari al-Mufid, dari Ahmad bin Muhammad al-Alawi, dari Haidar bin Muhammad bin Nu`aim, dari Muhammad bin Isa, dari al-Hasan bin Khalid, yang berkata, "Aku berkata pada Abu al-Hasan ar-Ridha bahwa Abdullah bin Bukair mengabarkan sebuah hadis yang akan aku katakan padamu."

Dia berkata, "Silahkan dan sebutkan hadis tersebut!" Aku berkata, "Ibn Bukair mendapat kabar dari Ubaid bin Zurarah yang berkata, 'Ketika Muhammad bin Abdullah bin Hasan berontak, aku sedang bersama Imam ash-Shadiq as. Salah seorang sahabat beliau berkata, "Semoga nyawaku menjadi tebusanmu! Muhammad bin Hasan telah berontak. Apa pendapat Anda mengenai masalah ini?" Imam berkata:

Selama langit dan bumi tenang, kalian juga harus tetap tenang. Oleh karena itu, bila situasi seperti ini tidak ada [tidak ada ketenangan-penerj.] maka tidak akan ada al-Qâ`im dan revolusi.

Imam ar-Ridha as berkata:

Imam ash-Shadiq benar. Namun maknanya tidak seperti yang Bukair simpulkan. Namun maksud Imam adalah selama langit bebas dari seruan terakhir, dan bumi (bebas) dari menenggelamkan (pasukan musuh Allah) kalian juga tetap tak terganggu.20

Hadis ini tidak logis dari segi sanadnya seAhmad bin Muhammad tidak dikenal oleh para ulama biografi. Begitu juga, tiga orang yang lainnya yaitu Hasan bin Khalid, Abu al-Ala dan Shairafi.

Hadis kelima: Diriwayatkan dari Muhammad bin Humam, dari Ja'far bin Malik al-Fazazi, dari Muhammad bin Ahmad, dari Ali bin Asbath, dari sejumlah sahabat, dari Imam ash-Shadiq. Dia berkata:

Jagalah lisanmu dan tetaplah di rumahmu seengkau tidak akan mendapat apa-apa dari orang yang tidak mendapatkan apa-apa. Selain itu, golongan Zaidiyyah akan menjadi menjadi perisainya (melawan kekejian yang sedang berlangsung). 21

Hadis ini bersanad lemah, karena itu tidak bisa dipercaya. Sejumlah perawi dihilangkan dan hadis tersebut diambil dari Ali bin Asbath tanpa keterangan apapun ihwal sumber-sumbernya. Lagipula, Ja'far bin Muhammad bin Malik dianggap sebagai perawi yang lemah.

Hadis keenam: Diriwayatkan dari Ali bin Ahmad, dari Abdullah bin Musa al-Alawi, dari Muhammad bin Sinan, dari Ammar bin Marwan, dari Minkhal bin Jamil, dari Jabir bin Yazid, dari Imam al-Baqir:

Selama langit tenang, kalian juga tetap tenang dan jangan memberontak terhadap siapapun. Sungguh situasi yang Anda hadapi tidak jelas. Kecuali (pada ketenangan ini) ada pukulan-pukulan dari Allah, yang membuat orang-orang tidak memiliki kekuatan.22

Rangkaian sanad hadis ini juga tidak sahih karena terdapat seseorang yang bernama Minkhal bin Jamil yang dinilai lemah dan buruk periwatannya.

26
IMAM MAHDI

Penelitian Makna dan Implikasi Hadis Dirayah Ini
Sebelum memeriksa implikasi hadis-hadis di atas, ada baiknya untuk diketahui bahwa orang-orang Syi`ah dan para sahabat imam terus menubuatkan kemunculan Imam Mahdi. Nubuat ini dapat dilihat dari hadis-hadis yang diterima pada zaman Nabi dan para imam as. Dalam hadis-hadis ini, terdapat janji bahwa ketika Imam Mahdi muncul, dia (Imam Mahdi) akan memenuhi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana dunia seebelumnya dipenuhi dengan tirani dan kejahatan. Mereka juga mendapat kabar dari hadis-hadis di atas bahwa ketika Imam tersebut datang, ia akan membawa kemenangan dan menikmati karunia khusus Allah.

Karena alasan inilah, isu kebangkitan dan kemenangan terakhir Imam Mahdi dan seterusnya adalah hal lazim di kalangan Syi`ah. Para pengikut imam biasa bertanya pada mereka alasan sikap diam mereka atas kekejian dan ketidakmanusiawian yang dialami oleh mayoritas Muslim akibat perbuatan-perbuatan para khalifah. Kadang-kadang mereka menanyakan hal-hal yang khusus, "Mengapa al-Qâ`im dari Ahlulbait belum muncul?" Pada kesempatan lainnya, mereka ingin mengetahui tanda-tanda kemunculan al-Imam. Kondisi semacam ini dimanfaatkan oleh keturunan Ali bin Abi Thalib yang mengaku sebagai Mahdi al-Muntazhar.

Namun mereka dapat dilumpuhkan, ditangkap, dan dibunuh secara kejam dalam waktu singkat.

Begitulah latar belakang riwayat hadis yang kita periksa dalam bagian ini. Oleh karena itu, ketika al-Imam menasihati para pengikutnya untuk bersikap pasif di tengah kekejian yang ada, ia sebenarnya memberitahu mereka bahwa orang yang memberontak bukanlah al-Mahdi yang dijanjikan. Mereka harus menunggu keehadirannya yang akan didahului oleh beberapa tanda khusus serta gerakan perlawanan. Hadis-hadis ini dimaksudkan untuk memperingatkan para pengikutnya agar tidak terjebak sebelum peristiwa sebenarnya terjadi.

Meski demikian, hadis-hadis ini tidak membebaskan umat dari tugas yang ditetapkan hukum untuk kelangsungan agama dan diri mereka sendiri. Tidak ada fakta bahwa para imam berpendapat seperti yang dituduhkan orang. Satu-satunya maksud mereka (para imam) adalah menghindarkan umatnya dari kehancuran yang sia-sia. Oleh karena itu, hadis-hadis di atas tidak dapat dinilai sebagai hadis yang menentang gerakan aktivis yang bertekad menjaga dan memelihara tatanan umat Islam.


Kelompok Hadis Keempat
Terdapat banyak hadis yang mengingatkan orang-orang Syi`ah untuk tidak terburu-buru dalam melawan pemerintahan zalim.

Hadis pertama: Diriwayatkan dari beberapa sahabat, dari Ahmad bin Muhammad bin Khalid, dari Muhammad bin Ali, dari Hafs bin Ashim, dari Saif at-Tammar, dari Abi al-Marhaf, dari Imam al-Baqir, yang berkata:

Kotoran akan mengenai mata orang yang mengaduk-aduknya. Orang yang tergesa-gesa sebenarnya menghancurkan diri sendiri…Tentu saja, mereka (yakni kekuatan para penguasa) ingin melihat umat yang berontak kepada mereka (sehingga mereka dapat membasminya). Wahai Abu Mahraf, apakah engkau percaya bahwa orang yang sabar tidak akan mendapat ampunan dari Allah? Sungguh demi Allah, mereka akan mendapat ampunan.23

Rangkaian sanad hadis ini lemah, karena terdapat seseorang yang bernama Muhammad bin Ali, seorang penduduk Kufah, yang dianggap lemah oleh para ulama biografi. Selain itu terdapat pula seseorang yang tak dikenal yaitu Abu al-Marhaf.

Konteks hadis ini adalah pada periode ketika sekelompok orang yang memberontak khalifah yang berkuasa kalah. Karena alasan inilah sang perawi tampak khawatir bahwa Syi`ah pun akan menjadi sasaran juga. Oleh karena itu, al-Imam menghibur dan menyakinkannya bahwa Allah akan mengampuni orang yang tetap tabah. Oleh karena itu, hadis ini tidak bisa digolongkan pada hadis yang menentang segala jenis partisipasi aktif yang dipimpin oleh individu-individu sah dan bertujuan baik.

Hadis kedua: Diriwayatkan oleh al-Hasan bin Muhammad ath-Thusi, dari ayahnya, dari Ahmad bin Muhammad, dari Ali bin Asbath, dari ayahnya Ya'qub bin Salim, dari Abi al-Hasan al-Abidi, dari Imam ash-Shadiq as. Beliau berkata, "Siapa saja yang bersikap sabar karena Allah, maka Allah akan memasukannya ke dalam surga."24

Hadis ini secara relatif dinilai baik seseluruh perawinya terpercaya.

Konteks hadis ini tidak jelas dalam teks di atas. Namun jelas, Imam as secara umum menyarankan untuk bersikap sabar dan menyebutkan pahala bagi orang-orang sabar. Makna ini tidak selaras dengan suasana revolusi atau huru-hara sosial-politik.

Hadis ketiga: Imam Ali bin Abi Thalib berkata:

Diamlah di tempatmu, dan ketika bencana menghadangmu maka bersabarlah. Jangan gerakan tangan dan pedangmu hanya karena dorongan lidahmu.

Janganlah tergesa-gesa. Ketahuilah siapa saja dari kalian meninggal di atas tempat tidurnya dalam keadaan mengakui hak Tuhan, Nabi, dan Ahlulbaitnya maka dia menghembuskan napas yang terakhir dalam keadaan syahid. Dia layak mendapat pahala atas niat baiknya. Dia juga akan meraih pahala atas niatnya berperang dengan beralatkan sebilah pedang [dalam mempertahankan kebenaran dan keadilan]. Tentu, ada waktu dan batas tertentu untuk segala sesuatu.25

Hadis ini sebenarnya cuplikan dari kitab Nahj al-Balâghah dan dinilai autentik.

Hadis keempat: Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya, dari Muhammad bin al-Hasan, dari Abdurrahman bin Abu Hasyim, dari al-Fadhl al-Katib. Ia berkata bahwa ia sedang bersama dengan Imam ash-Shadiq ketika beliau menerima surat dari Abu Muslim (al-Khurasani). Imam as berkata pada si pengirim surat bahwa ia tidak akan membuat surat balasan. Seitu, si kurir tersebut ini sebaiknya segera pergi. Lalu beliau menambahkan:

Allah tidak mempercepat suatu urusan sehamba-hamba-Nya tergesa-gesa. Tentu, lebih mudah menggali sebuah gunung dari tempatnya daripada menumbangkan sebuah pemerintahan yang belum tahu kapan akan hancurnya.

Sang perawi menanyakan tanda kesegeraan yang akan diketahui oleh Imam dan para pengikutnya. Imam berkata:

Janganlah engkau bergerak sebelum Sufyani muncul. Bila ia telah muncul maka berlarilah ke arah kami.

Dan beliau mengulangi kalimat di atas tiga kali: "Sufyani akan segera muncul."26

Hadis ini sahih bila dilihat dari segi sanad.

Hadis kelima: Dilaporkan dari Muhammad bin Ali bin al-Hasan, dari sumber-sumbernya, dari Hammad bin Amr, dari Anas bin Muhammad, dari ayahnya, dari Imam ash-Shadiq, dari para datuknya. Hadis ini adalah rekomendasi dari Nabi saw kepada Ali bin Abi Thalib as. Beliau bersabda:

Lebih mudah menggali gunung-gemunung yang besar daripada memorakporandakan penguasa yang waktu kejatuhannya belum tiba.27

Hadis ini bermasalah ketika diperiksa dari segi sanadnya. Dalam hadis ini ada perawi bernama Hammad yang identitasnya tidak diketahui. Lagipula, Anas bin Muhammad dan ayahnya kurang terpercaya.

Hadis keenam: Diriwayatkan dari Humaid bin Ziyad, Ubaidullah bin Ahmad ad-Dihqan, dari Ali bin al-Hasan ath-Thathari, dari Muhammad bin Ziyad, dari Aban, dari Shabah bin Siyabah, dari al-Mu`allah bin Khunais yang berkata, "Saya membawa surat dari Abdussalam bin Nu`aim, Sudair, dan lain-lain kepada Imam ash-Shadiq ketika seseorang yang berbaju hitam muncul. Ini persis terjadi sebelum Abbasiah melakukan revolusi. Surat ini berbunyi, 'Kami telah memutuskan bahwa masalah kepemimpinan harus diserahkan kepada Anda. Apa pendapat Anda tentang hal ini?' Imam as melemparkan surat tersebut ke tanah dan berkata, 'Sungguh, aku bukanlah imam mereka (para pemberontak). Tidakkah mereka mengetahui bahwa al-Mahdi akan membunuh Sufyani?'"28
Dari segi sanad, hadis ini cacat seterdapat seseorang tak dikenal yang bernama Shabah bin Siyabah.


Penelitian Makna dan Implikasi Hadis-hadis Dirayah Ini
Kiranya penting untuk dicamkan apa-apa yang kita telah bahas sebelumnya: pengikut-pengikut para imam tidak pernah putus-putus menunggu pembebasan dari kondisi penuh tirani melalui kemunculan al-Qâ`im dari keluarga Nabi, seperti yang dinubuwahkan oleh beliau dan para imam as. Selain itu, kita juga jangan lupa bahwa kaum Syi`ah hidup dalam keadaan amat terancam pada masa ini. Mereka dimata-matai, dipenjara, dibunuh, dibakar hidup-hidup, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, setiap kali muncul salah seorang anggota Ahlulbait yang berjanji memimpin gerakan untuk memperbaiki perlakuan buruk (para penguasa-penerj.), mereka tanpa ragu-ragu mengikutinya. Bahkan mereka menerima klaim pemimpin pemberontak tersebut sebagai Mahdi yang dijanjikan.

Adapun pihak pemerintah, Bani Umayyah dan Bani Abasiyyah, benar-benar mengetahui hadis-hadis messianik dan aktivitas politik yang muncul dari orang-orang yang tertindas. Mereka juga tahu, kaum Syi`ah amat menuntut dan mendesak para imam untuk melakukan pemberontakan melawan kezaliman dan meminta mereka menggantikan para penguasa zalim tersebut. Karena itulah, semua mata-mata Bani Umayyah secara intens melaporkan keberadaan para imam Syi`ah dan hubungan mereka dengan para pengikutnya, yang mengharapkan mereka dapat berkomplot melawan pemerintah.

Penelitian umum mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di zaman para imam hidup yang menjadi sumber bimbingan bagi para pengikutnya dapat dilihat dari banyak hadis yang disajikan dalam ini. Tujuan utama yang para imam ingin ingatkan kepada para pengikutnya adalah kegaiban Imam Keduabelas pada saat itu. Juga disebutkan tanda-tanda khusus yang akan mendahului revolusi yang akan dipimpin oleh Imam Mahdi.

Yang lebih menarik, diterangkan pula penilaian realistis atas tindakan penguasa yang lalim "lebih mudah menggali gunung-gunung besar daripada menumbangkan penguasa yang masa kejatuhannya belum tiba." Oleh karena itu, orang-orang Syi`ah dianjurkan bersabar dan tetap waspada serta tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri karena para penguasa jahat tidak akan tinggal diam.

Para imam as tidak mengajarkan kepasifan dan ketundukan seperti yang disalahpahami orang lain. Sebaliknya, mereka mendorong orang-orang Syi`ah untuk mengkaji setiap pergolakan dengan cermat agar mereka terhindar dari kerugian. Secara faktual, seluruh hadis tersebut menuntut penggunaan kekuatan intelektual untuk memahami realitas dan tidak merespon persoalan dengan emosional dan reaktif.

Dan analisis terakhirnya, implikasi hadis-hadis ini merupakan tuntutan yang eksplisit bahwa para pengikut imam, yang kebetulan menjadi golongan minoritas dan terus dimusuhi oleh para penguasa, harus menyusun strategi untuk menjaga diri dan melestarikan tatanan masyarakat Islam. Tentu saja, maksud pernyataan Imam Ali bin Abi Thalib, "Tetaplah di mana engkau berada, dan ketika ditimpa bencana bersabarlah.

Jangan gerakan tangan dan pedangmu karena menuruti kendali lidahmu" adalah isyarat dan peringatan untuk tidak menuruti hawa nafsu, dan keharusan belajar dari pengalaman sehingga dapat bertindak hati-hati dan bijaksana ketika para penguasa bertindak jahat.


Kelompok Hadis Kelima
Hadis-hadis yang termasuk kelompok ini menyatakan bahwa orang yang memimpin revolusi sebelum revolusi Imam Mahdi adalah seorang pelaku kejahatan, thâghût.

Hadis pertama: Diriwayatkan dari Muhammad bin Yahya, dari Ahmad bin Muhammad, dari Isa bin al-Husain bin al-Mukhtar, dari Abu Bashir, dari Imam ash-Shadiq, yang berkata:

Pemimpin setiap bendera [dalam suatu pemberontakan] yang dinaikkan sebelum munculnya al-Qâ`im adalah seorang pelaku kejahatan yang disembah (thâghût) [oleh orang-orang karena keberaniannya] selain Allah.29

Hadis ini sahih berdasarkan kualitas semua perawinya.

Hadis kedua: Diriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim an-Nu'mani, dari Abdullah, dari Ahmad bin Muhammad bin Rayyah az-Zuhri, dari Muhammad bin al-Abbas, dari Isa al-Husaini, al-Hasan bin Ali bin Abi Hamzah, dari ayahnya, dari Malik bin A'yan aj-Jihani, dari Imam al-Baqir, yang berkata:

Pemimpin setiap bendera yang dinaikan sebelum bendera al-Mahdi dinaikkan adalah pelaku kejahatan.30


Penelitian Makna dan Implikasi Hadis-hadis Ini
Tentu, "penaikan bendera" adalah kiasan bagi mulainya sebuah peperangan melawan suatu sistem untuk mendirikan pemerintahan baru atau sistem baru.

Pembawa benderanya adalah seorang pemimpin gerakan yang berusaha meruntuhkan rezim yang sedang berkuasa dan mendirikan pemerintahan yang baru. Untuk merealisasikan maksudnya ini, dia mengajak umat untuk mengikutinya.

Thâghût, seperti yang kita lihat dalam hadis-hadis lain, adalah seorang tiran yang telah menyerang makhluk-makhluk Allah dan memaksa mereka menerima peraturannya tanpa penentangan. Kepercayaan kepada pemimpin seperti ini dapat difahami dari frase berikut: "Seseorang yang menyembah selain Allah." Oleh karena itu, ia terlibat dalam perusakan kepercayaan umat terhadap otoritas Allah demi mengejar ambisi pribadinya. Dalam konteks seperti inilah, kata thâghût diterapkan kepada pemimpin gerakan semacam itu.

Makna hadis tersebut adalah bahwa apapun bendera yang dinaikkan sebelum revolusi al-Qâ`im dan digunakan untuk menarik umat demi kepentingannya sendiri, maka orang yang mengibarkan bendera tersebut dianggap sebagai pelaku kejahatan. Dengan demikian, hadis tersebut mengimplikasikan bahwa pemberontakan dengan tujuan selain yang diridhai Allah, harus ditolak pada saat itu juga.

Namun, bila tujuannya untuk memperbaiki keadilan yang telah sekarat dan menyadarkan manusia pada tanggung jawab spiritual serta moral maka sah-sah saja.

Pemimpin bagi gerakan jenis kedua ini tidak menyeru manusia pada dirinya sendiri. Dia adalah pemimpin yang menyeru kepada Allah sedemikian rupa sehingga bendera yang dibawanya mempunyai arah yang sama dengan arah bendera al-Mahdi. Dia tidak terlibat dalam penghapusan prestasi para imam dan Nabi saw yang berdiri tegak menentang kezaliman dan kejahatan yang ditimpakan pada orang-orang tak berdosa.


Kesimpulan Diskusi
Mayoritas hadis yang teliti dalam bagian ini digolongkan sebagai hadis lemah oleh para ulama hadis. Oleh karenanya, hadis tersebut tidak dapat digunakan sebagai argumen untuk menentang para aktivitis selama masa penantian Imam Keduabelas. Namun, hadis-hadis tersebut dapat digunakan sebagai panduan bagi orang-orang Syi`ah untuk mengetahui sah dan tidaknya gerakan keagamaan yang dipimpin oleh seseorang atau pemimpin lainnya.

Hadis-hadis di atas juga mejadi pengingat bahwa kemunculan Imam Mahdi belum tiba. Berdasarkan kondisi yang dihadapi oleh umat Syi`ah yang hidup sebagai minoritas di bawah kekuasaan khalifah, alangkah bijaksananya apabila mereka tidak bergabung dengan siapapun yang mengajak mereka bangkit melawan tirani. Oleh karenanya, pada kondisi demikian kesabaran adalah kunci yang amat efektif.

Lebih jauh, wajib ditentukan dahulu apa maksud dan klaim kepemimpinan sebelum membuat keputusan untuk mendukung atau menolak sebuah pemberontakan.
Tidak setiap bendera yang dinaikkan untuk memerangi kezaliman layak mendapat dukungan bulat dari orang-orang Syi`ah. Kriteria untuk menentukan alasan yang benar dalam hadis di atas berfungsi sebagai pencegah bukannya sebagai larangan total melawan para tiran.

Dengan kata lain, hadis-hadis di atas tidak dimaksudkan sebagai penarikan total bagi para pengikut Ahlulbait dari mempertahankan hukum Allah dan tatanan umat Islam. Mereka mesti tetap siap siaga dengan tugas dari Allah dan maksud Allah yang berkenaan dengan kemanusiaan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam dalam kaitannya dengan keadilan antarpersonal.

******

UNTUK mengikhtisarkan diskusi yang panjang ini, mari kita sederhanakan dalil utama kita kemudian kita tarik kesimpulan final yang menyeluruh.

(1) Islam tidak hanya berkutat pada aspek-aspek spiritual keagamaan manusia. Islam mengatur secara komprehensif setiap aspek keberadaan manusia-sebagai individu yang berhubungan dengan Allah dan sebagai anggota masyarakat manusia yang berhubungan dengan sesamanya. Karena itu, semua cabang hukum Islam entah yang berkenaan dengan shalat ataupun puasa, dengan perang ataupun pertahanan, menunjukkan ciri-ciri Islam yang berdimensi dua.

(2) Tak pelak lagi, Islam diwahyukan untuk diimplementasikan sebagai aspek penting keberadaan manusia yang berarti dan bermanfaat.

(3) Penerapan Islam bergantung pada pendirian pemerintahan Islam dan pemerintahan yang sepenuh hati melaksanakan rencana Ilahiah di bumi dengan cara menciptakan tatanan masyarakat ideal.

(4) Nabi bukan saja seorang utusan Allah yang datang untuk menyampaikan pesan. Dia juga sebagai pelaksana kehendak Allah di bumi. Bagian integral dari kewajiban nubuwwah Nabi adalah mengatur dan membimbing umatnya dalam rangka menerapkan teraju keadilan Allah di bumi.

(5) Kewajiban menerapkan kehendak Ilahi di bumi tidak berakhir dengan wafatnya Nabi tapi terus berlangsung selama Islam menjadi agama umat manusia.

(6) Umat berkewajiban mendukung dan membantu Nabi serta para penerusnya yang maksum dan lurus serta mampu menciptakan tatanan umat Islam yang ideal. Persyaratan ini terus berlangsung ketika tidak ada pemimpin maksum yang berkuasa atau pemimpin tersebut sedang gaib. Selama ada masyarakat Islam yang memerlukan dukungan dan penjagaan pemerintah, aparat militer, dan badan keuangan, maka kaum Muslimin berkewajiban memberikan dukungan tersebut. Selama masa gaibnya Imam Mahdi, umat mesti memilih seorang faqih yang paling berkualitas untuk memimpin pemerintahan Islam. Begitulah pemerintahan Islam. Pemerintahan ini dipimpin oleh seorang faqih saleh dan berpengalaman. Tidak hanya dalam persoalan agama tetapi juga dalam masalah pemerintahan dan administrasi masyarakat Islam.

Dalam diskusi bagian kedua ini, kita menguji semua hadis yang digunakan sebagai dokumentasi bagi pendapat yang menentang respon aktif [para pejuang] selama masa kegaiban. Seperti yang telah kami tunjukkan di muka, kita tidak bisa mengartikan hadis begitu saja dan berkeyakinan bahwa kewajiban kita sebagai anggota masyarakat Islam yang fundamental mesti ditunda hingga Imam Keduabelas muncul sebagai Mahdi.

Berdasarkan semua ayat dan riwayat hadis yang mengharuskan kaum Muslimin berjihad, beramar makruf dan nahi munkar, membela hak-hak orang yang tertindas dan terpinggirkan, serta kewajiban umum lainnya yang berkaitan, maka tidak mungkin mempertahankan alasan-sekalipun secara hipotetis-bahwa karena penguasa Islam sejati tengah mengalami kegaiban, maka kita tidak bisa melakukan tugas-tugas yang memerlukan kehadiran pemimpin maksum seperti Imam Keduabelas.

Yang lebih penting lagi, bila agama Islam menghadapi bahaya maka tidak ada orang Islam yang dapat dimaafkan karena duduk terpaku dan hanya melakukan hal-hal yang sia-sia. Termasuk juga tidak dapat dimaafkan bila mereka tidak melawan segala intervensi atau gangguan oleh musuh dalam maupun luar terhadap urusan orang Islam.

Tak satu hadis pun yang bisa diinterpretasikan guna mendiktekan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh kaum Muslimin hanya karena imam masih gaib. Seluruh ayat di atas dan banyak ayat lainnya dalam al-Quran merespon dengan sangat jelas kepada orang-orang yang ingin melepaskan diri dari kewajiban terpenting sebagai orang Islam, yaitu bekerja guna mewujudkan tatanan umat yang etis yang mencerminkan kehendak Allah.

Ketika tidak ada ketidakjelasan dalam tugas yang begitu penting untuk memelihara tatanan umat Islam, maka tidak akan ada interpretasi tentang sikap pasif yang mungkin dapat digunakan sebagai alasan menghindari kewajiban syariah yang berkaitan dengan moral dan agama. Bagaimanapun juga, umat Islam di sepanjang zaman harus melindungi Islam dan masyarakatnya sebagai tugas pokok seorang yang beriman kepada Allah dan Nabi-Nya.

Para ulama, khususnya para ahli fiqih, mempunyai tanggung jawab yang jauh lebih besar dalam masalah ini. Sebagai para pewaris fungsi Nabi dan pelindung agama yang benar, mereka menjadi tempat perlindungan umat. Mereka tidak pernah menyetujui ancaman para penguasa munafik kepada umat Islam. Amirul Mukminin Imam Ali as telah mengingatkan para pemimpin dengan kata-katanya:

Aku bersumpah demi Allah Yang membuat benih berkecambah dan menciptakan manusia, bila orang-orang tidak datang berbaiat kepadaku, dan karena tindakan mereka tersebut tugas yang aku harus tunaikan menjadi tidak tampak lebih jelas, maka akan kulemparkan tali kekang unta kekhalifahan dan membiarkannya pergi kemana pun ia suka. Selain itu, seandainya Allah tidak meminta janji pada orang-orang berilmu bahwa mereka tidak akan memberi izin kepada pelaku dosa untuk mengisi perutnya, sedangkan orang yang teraniaya sedang kelaparan, maka [aku tidak akan pernah menerima kekalifahan].31

Imam Husain juga menyatakan ungkapan yang sama ketika dia mau tidak mau harus berkonfrontasi dengan kezaliman Bani Umayyah, dengan mengutip kata-kata Nabi yang bersabda:

Barangsiapa melihat seorang penguasa tiran yang menghalalkan apa-apa yang Allah haramkan, melanggar perjanjian Allah dengan orang-orang yang memegang kekuasaan, menentang hadis Nabi, dan menjadi musuh manusia dengan cara melakukan kedurhakaan kepada Allah, tapi dia tidak menentangnya dengan tindakan dan pendapat, maka Allah akan memasukannya ke tempat yang sama [api neraka] sebagai tiran.32

Imam Husain lebih lanjut menerangkan latar belakang tuntutan yang keras tersebut:

Hal ini karena pelaksanaan hukum dan pengaturan segala urusan ada di tangan orang-orang yang bermakrifah kepada Allah, dipercaya memelihara tatanan Ilahiah berkenaan dengan hukum halal-haram. Seitu, engkaulah yang kehilangan posisi ini. Dan status ini tidak akan direbut darimu kecuali bila engkau memisahkan dirimu sendiri dari kebenaran dan berselisih tentang hadis Nabi setelah terdapat bukti yang kuat.

Seandainya engkau berlaku sabar terhadap kesulitan dan mencari rezeki karena Allah, maka perkara-perkara yang berkaitan dengan Allah tersebut akan kembali padamu. Namun engkau membiarkan para pelaku kejahatan mengambil alih tempatmu dan menyerahkan urusan Allah kepada mereka, walaupun engkau betul-betul mengetahui tujuan, tipu daya, dan ketundukan mereka pada selera yang rendah. Yang menyebabkan ini adalah tindakanmu, yaitu melarikan diri dari kematian dan tertarik pada kehidupan dunia.

Engkaulah yang menyebabkan kaum tertindas tersungkur pada kaki mereka, sehingga mereka dapat menperbudak beberapa orang malang tersebut dan menjadikan yang lainnya sebagai sumber makanan mereka. Semua ini menyebabkan para tiran memerintah seenaknya dan memalukan serta merendahkan diri mereka sendiri dan warganya. Dengan tingkah laku seperti ini, sebenarnya mereka mengikuti orang-orang jahat, dan menjadi berani menentang Allah.

Tidak diragukan, orang-orang berilmu [ulama] di tengah-tengah masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar. Bila mereka tidak melaksanakan tanggung jawab ini, mereka akan mendapat siksaan yang berat di Hari Pembalasan. Tugas ulama tidak terbatas pada mengajar, berdiskusi, berkomentar, memimpin shalat berjamaah dan lain sebagainya.

Namun, tanggung jawab mereka yang lebih besar adalah melindungi agama Islam dan Muslimin, memerangi orang-orang kafir dan pendosa, yang terlibat dalam menghancurkan Islam, menerapkan ajaran moral dan hukum yang Islami. Bila mereka mengecewakan maka mereka tidak memiliki hujjah apa-apa di hadapan Allah. Dengan mengacu pada hadis yang lemah dan singkat ini, mereka tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawab yang sangat penting ini.

Apakah Allah Yang Mahatinggi dan Nabinya membolehkan kita terus bersikap acuh tak acuh pada konspirasi jahat dan berbahaya terhadap Islam dan sikap beberapa negara Islam yang mengecewakan; sementara kita terus mengajar, ceramah, dan memimpin shalat sebagaimana biasa? Tidak, tidak sama sekali.[]


Catatan Kaki
1. Hadis-hadis ini dapat dipelajari dalam beberapa koleksi, seperti Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.35-4; Bihâr al-Anwâr, jilid 52.

2. Wasâ`il, jilid 11, hal.35; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.301. Hadis kesepuluh dalam bagian ini juga dari perawi yang sama. Oleh karenanya, tidak dapat dilihat sebagai sebuah hadis yang berbeda.

3. Maqâtil ath-Thâlibiyyin, hal.233-240.

4. 'Uyûn al-Akhbâr, hal.252.

5. Maqâtil ath-Thâlibiyyin, hal.140-41.

6. Bihâr al-Anwâr, jilid 46, hal.199.

7. Ibid., hal.135ff.

8. Maqâtil ath-Thâlibiyyin, hal.146-47.

9. Ibid, hal.99

10. Bihâr al-Anwâr, jilid 46, hal.174.

11. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.39.

12. Bihâr al-Anwâr, jilid 48, hal.315.

13. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248.

14. Ibid.

15. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.36; Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.302.

16. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248

17. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 36.

18. Ibid, hal.37.

19. Ibid, hal.41.

20. Ibid, 39.

21. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248.

22. Ibid, jilid 247.

23. Wasâ`il asy-Syi`ah, jilid 11, hal.36.

24. Ibid, hal.39.

25. Ibid, hal.40.

26. Ibid.

27. Ibid., hal.38.

28. Ibid., hal.37.

29. Ibid., hal.37.

30. Mustadrak al-Wasâ`il, jilid 2, hal.248.

31. Nahj al-Balâghah, khutbah kedua.

32. Ibn Atsir, al-Kamil fi al-tarikh, jilid 4, hal.48.

27
IMAM MAHDI

BAB 14

Tanda-tanda Kemunculan (Zhuhûr) Imam Mahdi
DISKUSI dimulai tepat pukul 20.00 di kediaman Dr. Jalali. Ia membuka diskusi dengan mengajukan pertanyaan pertama.

Dr. Jalali: Tuan Hosyyar, sudikah Anda menjelaskan kepada kami, bagaimanakah kemunculan Imam Mahdi, Pemilik Perintah itu?
Tn. Hosyyar: Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Ahlulbait as, ia muncul ketika dunia telah siap menerima pemerintahan Allah secara psikologis dan ketika syarat-syarat umum telah sesuai dengan gagasan atas pemerintahan sejati, maka Allah akan mengizinkannya guna melangsungkan revolusi sempurnanya. Ia akan tiba-tiba muncul di Makkah dan seorang penyeru Allah akan mengumumkan ke seluruh dunia bahwa Imam telah muncul.

Sejumlah orang terpilih, yang jumlahnya dalam banyak hadis ditentukan sekitar 313 orang, menjadi orang-orang pertama yang memenuhi seruannya dan akan berkumpul di sekitar Imam bak serbuk besi yang menempeli magnet pada saat-saat pertama kemunculannya.

Imam ash-Shadiq as meriwayatkan: "Ketika Imam Zaman muncul, golongan muda dari pengikutnya (syi`ah), tanpa penunjukkan terlebih dulu, akan bangkit dan sampai di Makkah di gelapnya malam."1

Pada waktu itu, al-Mahdi akan menyerukan kepada seluruh dunia untuk bergabung dengan gerakannya. Orang-orang yang telah menderita dan putus asa atas situasi tersebut akan berkumpul di sekelilingnya dan memberikan bai`at kepadanya. Dalam sekejap sejumlah pasukan besar yang terbangun dari kesadaran, pengorbanan, dan orang-orang reformis (reform-seeking) di dunia akan siap dipimpin olehnya. Imam al-Baqir dan ash-Shadiq as telah memerikan para pembela al-Qâ'im al-Mahdi sebagai berikut:

Mereka akan menduduki jurusan timur dan barat dunia serta membawahi semuanya atas perintahnya. Setiap anggota tentara ini memiliki kekuatan empat puluh orang kuat manusia. Hati mereka lebih keras ketimbang batangan besi sehingga gunung besi yang menghadang barisan mereka kepada tujuan, akan mereka atasi dengan kekuatan batin mereka. Mereka akan meneruskan perjuangan sampai ridha Allah diperoleh.2

Pada saat itu, para penguasa yang arogan dan penuh dosa, yang tidak memiliki kesadaran bahkan merasakan ancaman, akan maju melawan seraya menyeru kepada semua kekuatan oposisi dari para pengikut mereka sendiri. Namun laskar keadilan dan reformasi yang merasa jijik dan muak terhadap kezaliman dan penganiayaan yang dilakukan para durjana, mengambil keputusan untuk menyerang mereka secara serentak dan dengan upaya habis-habisan.

Dengan pertolongan dan sanksi Allah, laskar al-Mahdi akan menyapu habis mereka. Kekaguman dan ketakutan akan menghinggapi orang-orang yang selamat yang akhirnya tunduk seutuhnya kepada kebenaran, pemerintahan yang adil.

Dengan melihat pemenuhan dari banyak tanda yang dijanjikan dalam hadis-hadis, sejumlah besar orang kafir akan berpaling kepada Islam. Orang-orang yang tetap dalam kekafiran serta kejahatan mereka akan diperangi oleh laskar-laskar Imam Mahdi. Satu-satunya pemerintahan yang berdaulat di seluruh dunia adalah Islam dan manusia akan berusaha keras melindunginya. Islam akan menjadi agama bagi setiap manusia dan akan memasuki ke seluruh sendiri bangsa-bangsa dunia.


Nasib Orang-orang Kafir
Dr. Jalali: Apa yang terjadi kepada orang-orang kafir dan orang-orang musyrik?

Tn. Hosyyar: Dari bacaan al-Quran dan literatur hadis, tampaknya selama pemerintahan al-Mahdi, kekuasaan dan kekuatan akan dijauhkan dari orang-orang kafir non-tauhid3 dan materialistik, dan akan ditetapkan pada kekuasaan kaum Muslim serta orang-orang saleh lainnya di dunia. Sebagai contoh, mari kita lihat, ayat-ayat tertentu dalam al-Quran:

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan ajaran yang hak agar Dia memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik benci (QS ash-Shaff [61]: 9)

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman di tengah-tengah kamu dan melakukan amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan bahwa Dia sesungguhnya akan menetapkan bagi mereka agama mereka bahwa Dia telah menetapkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya, dan Dia benar-benar akan menggantikan (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan: Mereka akan tetap menyembah-Ku, tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku. (QS an-Nûr [24]: 55).

Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka para imam (pemimpin) dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi) (QS Qashash [28]: 5).

Ayat-ayat al-Quran ini memberikan kabar gembira bahwa akan datang suatu masa ketika kekuasaan pemerintahan dunia berada di tangan orang-orang mukmin dan Muslim sejati serta setia, dan ajaran Islam (berserah diri kepada Kehendak Allah) mengalahkan semua ajaran lain serta benar-benar mengungguli semuanya.

Hadis-hadis membicarakan sekitar periode pemerintahan al-Mahdi dan menjamin orang-orang Mukmin bahwa kekuatan orang musyrik dan munafik akan dibinasakan dari muka bumi. Setiap orang menjadi mukmin sejati dalam tauhid. Nabi Muhammad saw, sebagai misal, bersabda:

Bahkan, sekiranya ada sisa waktu satu hari dalam kehidupan bumi, Allah akan membangkitkan dari seorang laki-laki dari keturunanku yang namanya dan akhlaknya sepertiku, dan julukannya adalah Abu Abdullah. Melaluinya, Allah akan membangkitkan agama-Nya dan membawanya kembali kepada kejayaannya semula. Allah juga akan memberkatinya dengan kemenangan dan tidak seorang pun di bumi ini melainkan mereka yang menyatakan tauhid.

Nabi saw ditanya tentang dari keturunan siapakah Imam Mahdi itu muncul. Beliau menepukkan tangannya kepada Imam Husain dan berkata: "Dari keturunannya."4

Imam al-Baqir telah menyampaikan sebuah hadis yang berbunyi: "Al-Qâ`im dan para pengikutnya akan berperang sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi orang yang menyekutukan Allah."5


Nasib Orang Yahudi dan Kristen
Dr. Jalali: Karena orang Yahudi dan Kristen adalah pengikut kitab samawi yang mengajarkan monoteisme, apa yang akan terjadi kepada mereka ketika al-Mahdi muncul?

Tn. Hosyyar: Arti yang jelas dari sejumlah ayat al-Quran tampaknya menunjukkan bahwa mereka akan berselisih sampai Hari Kiamat terjadi. Allah berfirman dalam surah al-Mâidah [5] ayat 14:

Dan di antara orang-orang yang mengatakan : "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani", ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, namun mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat.

Dalam surah Ali Imran [4] ayat 55, Dia berfirman:

(Ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang kafir hingga Hari Kiamat.

Juga dalam surah al-Mâidah ayat 64, Allah berfirman:

Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu" sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. Tidak demikian, tetapi tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. Dan al-Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi sebanyak-banyaknya di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai Hari Kiamat.

Sebagaimana Anda lihat, pembacaan harfiah dari ayat-ayat ini mendorong pengertian bahwa penganut agama Yahudi dan Kristen akan berselisih sampai Hari Kiamat. Sebagian riwayat membenarkan observasi ini. Demikianlah, sebagai contoh, Abu Bashir bertanya kepada Imam ash-Shadiq, "Apakah yang akan dilakukan oleh Pemilik Perintah kepada ahlul-dzimmah?" Imam as berkata, "Seperti Nabi, beliau akan merundingkan waktu dengan mereka, dan mereka akan membayar jizyah, seraya menerima kedudukan inferior mereka [dalam masyarakat Muslim]."6

Dalam hadis lain Imam al-Baqir as berkata:

Pemilik Perintah dinamai al-Mahdi karena ia akan menggali hukum dari kitab Taurat dan kitab-kitab samawi lainnya dari gua di Antakiah. Dia akan memutuskan hukum pada pemeluk Taurat dengan Taurat; kepada penganut Injil dengan kitab Injil; kepada penganut Zabur dengan kitab Zabur; kepada penganut al-Quran dengan al-Quran.7

Ada hadis-hadis yang justru berlawanan dengan apa yang dikatakan al-Quran dan hadis-hadis yang dikutip di atas. Hadis-hadis ini meriwayatkan bahwa selama pemerintahan al-Mahdi tidak ada masyarakat lain kecuali masyarakat Muslim. Al-Mahdi akan menawarkan agama Islam kepada orang Yahudi dan orang Kristen; jika mereka menerimanya mereka akan selamat.

Jika tidak, mereka akan dibunuh. Dalam satu riwayat, misalnya, Ibn Bukair bertanya kepada Imam ar-Ridha, mengenai tafsir ayat berikut: "Kepada-Nya segala sesuatu tunduk/berserah diri yang ada di langit dan di bumi, secara taat dan terpaksa." Imam as menjawab :

Ayat khusus ini diwahyukan sehubungan dengan al-Qâ'im. Ketika muncul, ia akan menyampaikan ajaran Islam kepada orang Yahudi, Kristen, Sabi`in, dan orang-orang musyrik di timur dan di barat. Setiap orang yang menerima Islam secara sukarela akan diperintahkan untuk shalat, membayar zakat, dan melakukan semua perbuatan wajib; dan setiap orang yang menolak Islam akan dibunuh. Hal ini akan terus berlangsung sampai tiada yang tersisa kecuali orang yang beriman dan para muwahhid di manapun di seluruh muka bumi.

Ibn Bukair berkata kepada Imam dalam masalah tersebut bahwa betapa banyak orang-orang yang akan dibunuh. Imam as berkata: "Kapanpun Allah menghendaki sesuatu untuk bertambah atau menurun, Dia berkuasa melakukannya."8

Dalam hadis lain, Imam al-Baqir menyebutkan bahwa Allah akan membukakan arah barat dan timur bagi Imam Keduabelas. Ia akan melancarkan peperangan sampai tiada agama lain selain agama Muhammad.9 Dalam tafsirnya atas ayat yang mengatakan: "Dia (Allah) akan memenangkannya (Islam), meskipun orang-orang kafir membencinya," (misalnya surah ash-Shaff [61]: 9 dan ayat-ayat sejenis-peny.), Imam as berkata: "Dia akan melakukannya sedemikian rupa sehingga tiada satupun yang tersisa kecuali mereka yang menerima agama Muhammad."

Oleh seitu, ada dua macam hadis: satu yang menggembirakan dan yang lainnya memberatkan. Bagaimanapun, mesti ditunjukkan bahwa hadis-hadis yang sesuai dengan al-Quran memiliki jumlah yang lebih besar daripada yang sebaliknya. Sehingga, yang belakangan mesti ditolak sebagai tidak dipercaya.

Kesimpulannya, orang Yahudi dan Kristen akan tetap berada pada pemerintahan Imam Keduabelas, namun mereka pasti telah menghapus keimanan mereka akan Trinitas dan semua bentuk kepercayaan yang berhubungan dengan menyekutukan Allah dan menjadi penyembah Tuhan Yang Esa. Mereka akan terus hidup di bawah perlindungan pemerintahan Islam.

Pada saat yang sama, pemerintahan yang korup dan tiranis akan punah dan kekuasaan akan dijalankan oleh kaum Muslim yang berkualitas baik. Islam akan menjadi agama dunia, memperoleh hak yang lebih tinggi daripada agama lainnya dan seruan Keesaan Tuhan (tauhid) akan dikumandangkan ke seluruh penjuru dunia.

Dalam hal ini, Imam ash-Shadiq as bersabda: "Ketika al-Qâ`im kami bangkit, tiada tempat manapun di dunia di mana orang takkan mendengar kesaksian: Asyhadu an lâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah (Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah)."10 Menurut Imam al-Baqir: "Ketika al-Qâ`im menjalankan perintah, semua pemerintahan tidak bertuhan menjadi musnah selamanya." Lebih jauh, dalam menjelaskan ayat "ketika mereka akan digabungkan mereka akan menegakkan shalat dan membayar zakat," Imam as berkata: "Ayat ini diturunkan untuk menjelaskan para imam, al-Mahdi dan para pengikut setianya.

Allah akan menjadikan mereka para pemimpin di Timur dan di Barat. Melalui mereka, Allah akan membentengi agama dan menghapus bid`ah dan kepalsuan [penafsiran di dalamnya]. Sesungguhnya orang-orang yang bodoh ini telah meninggalkan kebenaran. Semuanya ini akan diselesaikan dengan cara sedemikian sehingga di dunia tidak menyisakan sedikitpun kezaliman. Ia akan melaksanakan kewajiban amar makruf nahi munkar."11

Dalam riwayat lain, Abu Bashir berkata bahwa ia bertanya ke Imam ash-Shadiq, "Siapakah al-Qâ`im dari Ahlulbait?" Beliau menjawab:

Wahai Abu Bashir, ia adalah keturunan kelima dari putraku, Musa, putra dari salah seorang budak wanita terbaik. Kegaibannya begitu lama sehingga sekelompok manusia menjadi ragu-ragu [mengenai keberadaannya]. Setelah itu Allah akan memunculkannya kembali dan membantunya menaklukkan seluruh dunia. Isa bin Maryam akan turun [dari langit] dan akan shalat di belakangnya. Pada sore tersebut langit akan cerah dengan cahaya Allah dan seluruh tempat di bumi di mana selain Allah disembah akhirnya menjadi rumah ibadah yang ditujukan kepada Allah. Agama sepenuhnya akan menjadi kepunyaan Allah, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.12

Ir. Madani: Saya teringat riwayat yang berhubungan dengan topik tersebut, namun karena waktu berjalan cepat, saya akan membicarakannya pada pertemuan kita selanjutnya.

Kemudian diskusi pun ditutup. Untuk diskusi selanjutnya diputuskan akan dilangsungkan di rumah Dr. Jalali.

***

PERTEMUAN dimulai di rumah Dr. Jalali. Diskusi ini dilangsungkan untuk memenuhi rasa penasaran para peserta ihwal sejumlah isu yang berhubungan dengan topik Imam Keduabelas as yang diangkat, didiskusikan, dan dianalisis secara kritis dalam bagian yang bergerak lebih jauh mendalam. Isu penting berikut adalah nasib umat lain di bawah pemerintahan al-Mahdi.


Apakah Mayoritas Manusia Di Bumi Akan Dibunuh?
Ir. Madani: Seperti Anda maklum, kaum Muslimin saat ini adalah kaum minoritas di dunia. Sedangkan mayoritas yang cukup besar yang mendiami planet ini adalah non-Muslim. Kaum Syi`ah adalah juga minoritas kalau dibandingkan dengan mazhab Islam lainnya. Di kalangan Syi`ah sendiri, pasti bisa ditunjuk dengan segala kejujuran, masih banyak pelaku maksiat dan orang-orang yang menyimpang.

Dengan berpijak pada hal-hal yang bergerak di masyarakat, selain sejumlah deduksi analogis, kawasan agama ini di dunia adalah tidak mungkin berubah secara drastis. Mungkin saja menduga bahwa pada saat al-Mahdi muncul, kaum Syi`ah masih tetap minoritas.

Pertanyaan saya adalah: Apakah logis dan bisa dipercaya, meyakini bahwasanya mayoritas penduduk dunia akan mudah menyerah dan tidak akan melawan ketika mereka dilumpuhkan oleh pasukan Imam Zaman? Lebih jauh, jika mayoritas penduduk dunia akan dibunuh, maka bumi ini akan tampak seperti kuburan massal. Apakah ini berarti bahwa kaum Syi`ah akan memerintah kuburan besar ini?

Tn. Hosyyar: Sebenarnya kita tidak mempunyai keterangan yang cukup tentang dunia masa depan. Kita tidak dapat berspekulasi tentang masa depan berdasarkan masa lalu. Dugaan kaum Muslimin mengenai situasi dan kondisi manusia pada saat itu adalah bahwa kemanusiaan telah ada dalam aras kesempurnaan dalam pengertian kapabilitas dan mentalitas. Bahkan mereka akan lebih siap menerima kebenaran bersama revolusi al-Mahdi.

Acapkali kita mendengar bahwa kaum intelektual di Timur dan di Barat telah menyadari bahwa tradisi dan agama mereka sendiri tidak mempunyai kemampuan memuaskan kesadaran mereka. Pada saat yang sama, kehausan alamiah untuk menyembah Allah dan mencari suatu agama belum sepenuhnya memuaskan dan tidak memberikan kepada mereka kedamaian.

Mereka mencari suatu agama yang bebas dari segala jenis kepercayaan takhayul dan menyimpang, serta mencari pemilik kekuatan spiritual yang bisa memberi mereka gizi ruhani yang memuaskan. Dalam menjaga pencarian manusia akan jalan ini yang bisa memuaskan dahaga spiritual, ia dapat merenungkan gerak laju masyarakat manusia di masa depan menuju penemuan kebenaran pengetahuan Islam dan keabadian ajarannya. Pada noktah tersebut, jelaslah bagi mereka bahwa akidah yang merespon secara positif kebutuhan batin dan menjamin kebahagian fisik dan mental mereka hanyalah Islam.

Sayangnya, kita tidak dilengkapi dengan baik, makna keberanian dan kekayaan, guna menginformasikan kepada manusia di pelosok dunia akan kebenaran Islam dan ajaran sucinya. Namun, pencarian manusia akan kebenaran, pada satu sisi, dan syariat Islam yang ditetapkan dengan baik, di sisi lainnya, akhirnya akan membiarkan masalah tersebut selesai dengan sendirinya. Pada saat yang tepat, penduduk dunia akan memeluk ajaran Islam dengan berbondong-bondong, menjadikan mereka sebagai kaum mayoritas.

Lagipula, berdasarkan syarat yang berlaku umum pada waktu kemunculannya, orang bisa berharap bahwa ketika al-Mahdi yang dijanjikan muncul dan menampilkan kebenaran Islam kepada dunia, memberitahukan kemanusiaan tentang revolusi Islam, dan aspek-aspek reformatif, sejumlah besar manusia akan menerima Islam.

Dengan demikian, mereka akan menyelamatkan nyawa mereka sendiri dari pembunuhan. Karena, di satu sisi, mereka pasti menyempurnakan kemampuan mereka untuk merasakan kebenaran agama dan, di sisi lain, mereka pasti menyaksikan keajaiban yang dilakukan oleh Imam Zaman. Lebih jauh, mereka akan menjumpai kondisi-kondisi sosial yang luar biasa dan tak dapat dipahami, dan seruan dari pemimpin revolusi akan sampai ke telinga mereka. Situasi ini akan mengarahkan beribu-ribu dan beribu-ribu manusia memeluk Islam di tangan al-Mahdi.

Pada akhirnya, hal ini menyelamatkan diri mereka dari kehancuran. Mengenai orang-orang tetap bertahan dalam kemusyrikan mereka setelah tanda-tanda ini, Ahli Kitab yakni Yahudi dan Kristen, akan terus menerima perlindungan dari pemerintahan Islam. Kaum kafir pendosa dan menyimpang akan dibunuh oleh penegak keadilan universal, al-Mahdi. Jumlah dari kelompok kedua, oleh karenanya, tidak signifikan.


Ajaran-ajaran Islam akan Disebarkan ke Seluruh Dunia dari Qum
Dari hadis yang diriwayatkan oleh Ahlulbait, tampaknya di masa depan yang tak lama lagi pemapanan ajaran Syi`ah telah terkuasai lebih baik daripada sebelumnya di mana ajaran-ajaran Ahlulbait dalam persoalan-persoalan akidah dan amal, akan keluar dari keadaan yang kacau, menempa dirinya sendiri dengan teknologi komunikasi modern, dan sampai kepada manusia di seluruh pelosok dunia dengan informasi yang tepat tentang ilmu al-Quran dan Islam.

Mereka akan memperkenalkan kembali ajaran-ajaran Islam yang menjamin kebahagiaan manusia dan menekankan faktor-faktor yang menegaskan keunggulan dan keutamaan Islam. Dengan cara ini, mereka akan menyiapkan jalan untuk kemunculan Imam Keduabelas as. Semoga hari itu semakin dekat!

Dalam salah satu hadisnya Imam ash-Shadiq berkata:

Kota Kufah akan segera kosong dari orang-orang beriman. Pengetahuan [agama] akan menghilang dari daerah itu bagaikan seekor ular yang menghilang dari sarangnya masuk ke dalam bumi [tanpa meninggalkan jejak apapun]. Kemudian ilmu agama akan muncul kembali di kota yang disebut Qum. Kota tersebut menjadi harta karun ilmu agama dan keutamaan.

Dari sana akan menyebar luas ke seluruh dunia, sepenuhnya menghilangkan kebodohan dalam persoalan-persoalan agama di antara kaum lemah, termasuk kaum wanita [yang akan mendukung proses ini dengan mempelajari lagi ajaran Islam].

Ini akan terjadi menjelang kemunculan al-Qâ'im kami. Dengan cara ini, Allah menjadikan Qum dan para penduduknya sebagai pengganti hujjah-Nya. Jika ini tidak terjadi, bumi akan tenggelam, membenamkan penduduknya, dan di bumi tidak ada hujjah. Ilmu agama akan melintasi bangsa-bangsa dari Qum dan hujjah Allah akan diterima manusia dengan cara sedemikian sehingga tak seorang pun di bumi yang belum mendengar ajaran Islam dan kebijaksanaannya. Menyusul setelah kejadian itu al-Mahdi pun akan bangkit. Hukuman Allah dan siksaan-Nya akan siap dilaksanakan, karena Allah memastikan balasan-Nya hanya ketika manusia telah menolak hujjah-Nya.13

Dalam hadis lain, Imam as berkata:

Allah menjadikan kota Kufah dan para penduduknya sebagai hujjah (bukti) bagi semua tempat lainnya. Dia akan menjadikan Qum juga sebagai hujjah yang mengatasi tempat-tempat lain. Melalui penduduknya, Dia akan menjadikan suatu argumen melawan mereka, termasuk manusia dan jin, yang menolak hujjah eksistensi-Nya. Allah tidak akan menghinakan dan mencemarkan kota Qum dan penduduknya. Sebaliknya mereka akan selalu menikmati rahmat dan pertolongan Allah.

Beliau meneruskan perkataannya:

Agama dan orang-orang saleh di Qum, sekiranya berkurang, tidak akan menarik perhatian manusia. Sekiranya mereka tidak berperan sebagai hujjah Allah, baik kota maupun penduduknya pasti binasa dan pasti tidak ada bukti Ilahi bagi sebagian dunia. Selain itu, langit pasti tidak menyisakan keamanan dan pasti tidak ada peringatan yang diberikan kepada manusia.

Qum dan penduduknya akan tetap kebal dari semua malapetaka. Segera akan datang suatu masa ketika Qum dan para penghuninya akan menjadi hujjah bagi eksistensi Allah bagi seluruh dunia. Hal ini akan terjadi selama kegaiban al-Qâ'im kami sampai kemunculannya. Jika ini tidak terjadi, maka bumi akan menenggelamkan penduduknya. Malaikat Allah akan mengangkat semua nestapa dan bencana dari penduduk Qum.

Setiap agresor yang menyerang Qum akan dibinasakan oleh orang-orang yang berperang melawan para agresor ini. Lebih jauh, mereka akan ditimpa bencana yang menyusahkan atau akan berhadapan dengan lawan yang kuat. Sebagaimana para agresor ini melupakan Allah, maka Allah pun akan menjadikan mereka lupa akan Qum dan penduduknya.14

Imam Ali bin Abi Thalib as memprediksikan hal-hal berikut tentang Qum:

Akan ada seorang laki-laki dari Qum yang akan menyeru manusia kepada kebenaran. Sebagian orang akan memenuhi panggilannya dan akan mengelilinginya bagaikan serbuk-serbuk besi [yang ditarik oleh magnet]. Angin yang kuat tidak mampu menggeserkan mereka dari tempatnya. Mereka tidak akan letih dan gentar oleh peperangan. Mereka tidak percaya kepada siapapun selain Allah. Akhirnya kemenangan adalah untuk mereka yang bertakwa.15

Dr. Jalali: Anda telah memprediksikan bahwa kaum Muslim akan menjadi mayoritas di masa depan. Spekulasi ini ditentang oleh beberapa hadis berikut. Misalnya, Nabi diriwayatkan telah berkata :

Kelak akan datang suatu zaman ketika tidak ada sesuatupun dari al-Quran kecuali ayatnya saja. Dan tidak ada yang bertahan dalam Islam kecuali namanya. Ada orang-orang yang dipanggil Muslim, namun mereka sangat jauh dari Islam. Mereka membangun masjid-masjid yang megah, tapi kosong dari petunjuk.16

Tn. Hosyyar: Dalam hadis-hadis semacam itu, Nabi belum memprediksikan lebih jauh rincian khusus bahwa akan ada suatu masa di mana kebenaran Islam akan pudar dan itu tidak lebih daripada sekadar gambaran yang tersisa; dan bahwa, meskipun mereka Muslim, mereka jauh dari kebenaran Islam. Namun, prediksi ini pun sesuai dengan mayoritas Muslim, karena adalah mungkin bahwa meskipun Muslim, mereka hanya sedikit dipengaruhi oleh kebenaran dan spiritualitas Islam.

Malahan debu tebal inkonsistensi dan tradisionalisme kuno yang pasti hinggap pada Islam akan dibasmi oleh kemunculan Imam Keduabelas, yang akan meletakkan asas bagi pembaruan bangunan agama. Dalam hal ini patut diingat kembali hadis Nabi yang mengatakan :
Aku bersumpah demi Zat yang di tangan-Nya nyawaku bahwa Islam dan kaum Muslim akan selalu bertambah, sedangkan kaum kafir dan mereka yang menyekutukan Allah dengan yang lain (musyrikin) akan kian menyusut.

Lantas beliau menambahkan:

Aku bersungguh-sungguh menyatakan bahwa kapanpun malam tiba agama ini akan sampai.17

Cukuplah untuk menunjukkan, pertama-tama, ramalan bahwa sebelum Imam Keduabelas muncul, masyarakat Muslim akan mencapai jumlah yang besar. Kedua, ketika ia muncul, banyak orang akan memeluk Islam lantaran aras kesempurnaan manusia pasti mencapai kadar tersebut yang niscaya berkembang sampai ke kadar tertentu yang akan memudahkan orang-orang menerima kebenaran Islam, sebagaimana banyak hadis meriwayatkannya. Dalam hadis berikut Imam
al-Baqir telah berkata:

Ketika al-Qâ'im kami muncul, Allah akan 'menyentuhkan'rahmat kepada kepala makhluk-makhluk-Nya, sehingga akal mereka menjadi sempurna, dan mampu merealisasikan mimpi-mimpi mereka dengan akalnya itu.18

Imam Ali bin Abi Thalib as berkata:

Di Hari Akhir dan hari-hari bencana dan kejahilan manusia, Allah akan mengangkat seseorang dan akan menolongnya serta melindungi para pengikutnya melalui para malaikat. Allah akan membantunya melalui tanda-tanda yang menakjubkan dan akan memberinya kejayaan di atas semua penduduk dunia, baik mereka suka ataupun tidak, mereka akan memeluk agama sejati. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan persamaan, kecerdasan dan rasionalitas. Jarak antara tempat-tempat semakin susut baginya dengan cara sedemikian sehingga tidak ada orang kafir yang akan tersisa kecuali akan dibawa kepada keimanan [oleh orang yang diangkat Allah], dan tiada satu pelaku maksiat pun yang akan tersisa melainkan ia akan menjadi saleh.19

28
IMAM MAHDI

"Musuh-musuhmu Akan Saling Menghancurkan"
Persoalan lain yang membantu memecahkan persoalan yang diajukan oleh Ir. Madani adalah bahwa kondisi umum dunia, kemajuan dalam penemuan-penemuan ilmiah yang berbahaya, dan perlombaan senjata antara bangsa Barat dan Timur, di samping kebangkrutan moral umum dalam kemanusiaan, membolehkan kita mengantisipasi kekuatan besar tersebut, termasuk Yahudi dan Kristen, yang akan mendorong satu sama lain dalam aktivitas perseteruan, dan menghancurkan mayoritas penduduk dunia dengan perlengkapan senjata-senjata pemusnah massal. Kelompok besar lainnya akan menjadi korban dari penyakit langka yang akan tersebar di mana-mana yang mengakibatkan hancurnya sistem kekebalan alami manusia yang disediakan oleh Allah dalam tubuh manusia dan lingkungan alam.

Seorang sahabat Imam al-Baqir yang bernama Abdul Malik al-A'yan meriwayatkan bahwa suatu saat ia berdiri ketika Imam al-Baqir datang. Ia menyandarkan kedua tangannya, menangis, seraya berkata: "Saya sangat berharap saya akan menyaksikan zaman al-Qâ'im selama masih ada sisa kekuatanku." Imam as menghiburnya dan berkata:

Apakah kamu tidak puas bahwa musuh-musuhmu sibuk satu sama lain [dalam konflik], sedangkan engkau tinggal dengan nyaman di rumah? Ketika al-Qâ`im kami bangkit, setiap orang dari kalian akan memiliki kekuatan 40 orang. Hati kalian bagaikan baja, yang sekiranya dilempar ke atas gunung, niscaya gunung itu hancur seluruhnya. Engkau akan menjadi pemimpin dunia dan penjaganya.20

Dalam hadis lain Imam ash-Shadiq meramalkan hal berikut:

Sebelum kemunculan al-Qâ`im dua kematian akan terjadi: kematian merah dan kematian putih. Kematian akan membunuh lima dari setiap tujuh orang. Kematian merah akan terjadi melalui pembunuhan dan kematian putih melalui epidemik.21

Zurarah bin A'yan, sahabat dekat Imam ash-Shadiq, dalam salah satu kesempatan bertanya kepada Imam: "Apakah seruan dari langit [sebagaimana diprediksikan dalam hadis-hadis kemunculan al-Qâ'im], itu benar adanya?" Imam menjawab: "Aku nyatakan sungguh-sungguh bahwa itu akan terjadi sebagaimana semua manusia [yang telah mendengarnya] akan mengulang [seruan] tersebut dengan lidah mereka." Beliau menambahkan: "Al-Qâ`im tidak akan muncul sampai sembilan dari setiap sepuluh orang dibinasakan."22


Perang Tak Dapat Dihindari
Dr. Fahimi: Apakah tidak mungkin persiapan dari revolusi al-Mahdi bisa dilakukan dengan sedemikian rupa guna menghindari perang dan pertumpahan darah dalam menegakkan pemerintahannya?

Tn. Hosyyar: Sebagaimana yang umum terjadi dalam peristiwa semacam itu, tampaknya tidak mungkin bahwa katastrof ini dihindari. Bahkan, ketika aras pemikiran manusia berubah ke suatu tingkat di mana jumlah orang-orang baik kian bertambah, para penindas dan orang-orang egotistik akan tetap ada di tengah-tengah masyarakat manusia.

Tak pelak lagi, kelompok ini menentang keadilan dan takkan pernah menghentikan antagonisme degil mereka terhadap kekuatan apapun. Orang-orang semacam ini akan melakukan apa saja terhadap al-Mahdi yang dijanjikan guna melindungi kepentingan mereka sendiri. Bahkan, mereka akan melakukan apa saja dengan kekuatan mereka guna mengacaukan dan memerangi mereka yang mendukung Imam.

Untuk mengikis habis pengaruh negatif dari kelompok ini, tak ada solusi lain kecuali perang dan pertumpahan darah. Karena alasan ini, hadis dari Ahlulbait telah mengakui peperangan dan pertumpahan darah yang tak terelakkan lagi.

Dalam sebuah hadis, diriwayatkan bahwasanya Bashir, sahabat Imam ash-Shadiq, bertanya kepada Imam tentang apa yang manusia katakan ihwal kemunculan al-Mahdi: "Ketika ia muncul, tak setetes darah pun-yang biasanya dibolehkan keluar selama melakukan canduk-akan tertumpah." Imam as menjawab bahwa hal itu mustahil terjadi:

Apabila hal itu mungkin dilakukan, tentu Nabi saw sendiri akan melakukannya. Padahal, dalam peperangan melawan musuh, darah Nabi tertumpah dari giginya dan dahinya terluka. Demi Allah, revolusi dari ia yang akan memimpin dan mengatur urusan [masyarakat Muslim] tidak akan selesai sampai kami berkeringat di medan perang dan tumpahnya darah." Dia kemudian mengusapkan tangannya pada dahinya.23


Pertahanan Imam Mahdi
Dr. Jalali: Saya telah mendengar bahwa Imam Zaman akan muncul dengan pedang. Ini tampaknya tidak benar. Alasannya, sejauh ini manusia telah menciptakan dan menemukan berbagai macam senjata untuk digunakan dalam peperangan. Proliferasi nuklir dan senjata penghancur massa baru saja ditambahkan kepada susunan persenjataan dalam gudang senjata manusia.

Dengan menggunakan senjata kimia dan biologi, termasuk perlengkapan detonasi jarak jauh untuk senjata-senjata ganda, berjuta manusia dapat dihancurkan dalam satu letusan. Pertanyaan yang muncul, dengan semua persenjataan yang ada sekarang ini, bagaimana orang bisa membayangkan bahwa al-Mahdi dan pasukannya akan berjaya dengan pedang?

Tn. Hosyyar: Ya, sesungguhnya topik kemunculan Imam Mahdi dengan pedang dicantumkan dalam hadis-hadis. Mari saya kutipkan contoh-contoh ini. Imam al-Baqir as meriwayatkan:

Al-Mahdi mirip dengan leluhurnya, Nabi, ia juga akan bangkit dengan pedang guna membasmi para tiran dan mereka yang menyesatkan manusia, musuh Allah dan Nabi. Ia akan memperoleh kemenangan dengan pedang, dan tak seorang pun dari pasukannya akan kembali [dengan kekalahan].24

Akan tetapi, kebangkitan dengan "pedang" merupakan suatu metafora untuk peperangan. Ini menunjukkan bahwa perang dan pertumpahan darah merupakan bagian dari tugas resmi Imam al-Mahdi. Beliau diperintah Allah untuk menjadikan Islam sebagai agama universal dan memerangi kezaliman serta tirani.

Meskipun dengan kekuatan dan sebilah pedang. Keadaannya bertentangan dengan perjuangan leluhurnya, yang tidak memerlukan itu semua guna menghadapi situasi di dalam pola penuh kekuatan tersebut, karena kewajiban mereka dibatasi dengan teguran dan bimbingan. Akibatnya, "bangkit dengan pedang" tidak berarti bahwa senjata pertahanannya semata-mata pedang. Ia menahan dirinya sendiri dari menggunakan jenis senjata manapun. Tentu, ia mungkin saja menggunakan senjata pada waktu itu atau bahkan menciptakan senjata-senjata baru untuk mengalahkan semua persenjataan yang dikenal di zamannya.

Sebenarnya pengetahuan kita tentang kejadian-kejadian masa depan di dunia amatlah terbatas. Atau, kita benar-benar tidak tahu dalam persoalan apapun secara rinci tentang masa depan nasib manusia dan gerak kemajuan teknologisnya. Misalnya, kita tidak mempunyai hak guna memutuskan masa depan berdasarkan masa lalu tanpa suatu keterangan.

Kita tidak tahu negara atau bangsa mana yang memiliki kemajuan teknologis dan peradaban serta keunggulan di atas yang lainnya. Adalah mungkin bahwa bangsa-bangsa yang lemah dan terpecah di dunia Islam akan bangkit dan menyingkirkan perbedaan-perbedaan kecil mereka guna membangun persaudaraan universal di bawah panji tauhid, dan mengangkat serta menerapkan petunjuk al-Quran sebagai konstitusi bangsa Muslim universal.

Kemudian masyarakat Islam bersatu sehingga dapat memanfaatkan sumber daya alam mereka guna kemajuan mereka dan keluar dari kemalasan yang mencengkeram-diri dan isolasi yang dibebankan pada diri sendiri guna menghadapi tantangan menjadi pemimpin-pemimpin peradaban manusia di bidang sains, industri, dan etika.

Mereka dapat melaksanakan kontrol mereka atas energi-energi yang terlepas dan tidak terbatas di Timur dan di Barat guna menyalurkannya ke dalam persiapan pelaksanaan puncak revolusi al-Mahdi. Pada waktu itu, Imam Mahdi muncul dan menghancurkan kekuatan-kekuatan zalim serta tiranik dengan membantu kekuatan perkasa pada akhirnya. Lebih jauh, dengan bantuan Ilahi dan janji kemenangan, di samping kekuatan luar biasa yang memancar dari kedudukan wilâyat [pelaksanaan dari kedaulatan yang diatur secara Ilahi di bawah imamah], ia dapat meletakkan asas pemerintahan Allah yang adil dan makmur di muka bumi.

Pada waktu itu para saintis dan sarjana yang hasil penelitiannya memungkinkan terciptanya penemuan semua peralatan dan teknologi merasakan kesedihan dan menyesali diri karena penemuan-penemuan mereka tidak digunakan untuk kehidupan layak bagi kehidupan manusia tapi sebaliknya digunakan untuk menduduki dan menindas bangsa-bangsa lain di dunia.

Dengan demikian, untuk menebus pengabaian sumbangan ilmiah mereka, mereka tidak akan melihat jalan lain kecuali menjawab panggilan al-Mahdi guna berjuang demi keadilan dan berkarya demi kebaikan manusia di dunia. Kita tidak dapat meramalkan bagaimana manusia di masa depan akan melepaskan kesombongan dan sikap keras kepala mereka, keluar dari kebodohan mereka dan berkarya menuju penghapusan senjata pemusnah massal dan penerapan ketat perjanjian non-proliferasi nuklir. Namun semua kekayaan tersebut kini digunakan untuk memproduksi senjata-senjata semacam itu. Padahal, semua itu dapat dibagikan unutk mengurangi kemiskinan, kemajuan pendidikan, dan kesejahteraan manusia.


Dunia Di Bawah Pemerintahan Al-Mahdi
Ir. Madani: Sudikah Anda memberikan beberapa indikasi tentang kondisi-kondisi yang muncul di bawah pemerintahan al-Mahdi?

Tn. Hosyyar: Adalah mungkin merekonstruksi gambaran berikut tentang masa depan dari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlulbait:

Ketika al-Mahdi yang dijanjikan, Imam Keduabelas, muncul, menyusul kemenangannya atas kekuatan-kekuatan jahat dunia, ia akan mengatur seluruh dunia di bawah satu pemerintahan Islam. Ia akan menunjuk individu-individu yang well-qualified sebagai gubernur-gubernur dari berbagai kawasan di dunia dengan instruksi-instruksi dan program yang jelas untuk kedamaian dan administrasi yang adil terhadap kawasan yang ada di bawah pengaturan mereka.25

Seluruh dunia akan berkembang maju di bawah pengelolaan mereka. Al-Mahdi sendiri akan memantau seluruh dunia dari jauh, kawasan yang luas serta urusan-urusan yang ekstensif yang dapat diterima olehnya ibarat melihat telapak tangannya. Para pengikut dan pembantunya bertindak dan berbicara dengannya dari jarak jauh. Seluruh bumi akan dipenuhi dengan keadilan dan persamaan.

Manusia niscaya menjadi baik dan akan memperlakukan satu sama lain dengan kejujuran dan kesetiaan. Ada jaminan keamanan di mana-mana karena tak seorang pun akan saling mengganggu. Grafik ekonomi manusia akan meningkat pesat. Hujan yang mencurahi bumi menyuburkannya sehingga panorama hijau terhampar indah dan segala jenis biji-bijian serta buah-buahan melimpah ruah.

Kemajuan yang penting akan diperkenalkan dalam pertanian. Manusia akan lebih memperhatikan kehadiran Allah daripada dosa-dosa. Islam akan menjadi agama resmi dunia, dengan seruan tauhid yang muncul dari seluruh penjuru dunia.

Jalan-jalan akan dibangun dengan desain-desain yang menawan. Lebar jalan-jalan utama sekitar 60 yard. Pembangunan jalan-jalan akan diperhatikan dengan penuh kesungguhan sehingga masjid-masjid yang berdiri di tengah-tengah akan dimusnahkan. Jalan-jalan setapak akan berubah menjadi jalan-jalan besar. Para pejalan kaki akan diminta menyeberang jalan di tempat penyeberangan yang tepat; sedangkan para pengemudi akan diminta masuk ke tengah.

Semua jendela rumah yang terbuka ke jalan akan ditutup. Saluran terbuka dan tempat pembuangan kotoran di jalan raya dilarang dibangun. Semua bangunan megah akan dimusnahkan. Masjid-masjid dan menara-menara tinggi dan penuh hiasan serta mimbar-mimbar yang memisahkan imam shalat jama'ah dengan makmum akan dihancurkan.

Selama zaman al-Mahdi akal manusia niscaya mencapai kesempurnaan. Informasi umum di antara manusia akan mencapai suatu kemajuan sampai ke suatu tingkat di mana kaum wanita dapat merumuskan keputusan hukum ketika ada di rumah. Imam ash-Shadiq berkata:

Pengetahuan dibagi ke dalam 27 bagian. Hanya dua bagian yang diperoleh manusia. Ketika al-Qâ'im bangkit, ia akan membuka 25 bagian lainnya dan menyebarkannya di antara manusia.26

Keimanan manusia akan mencapai keunggulan dan hati mereka bebas dari kedengkian dan dendam. Akhirnya, mari saya ingatkan Anda bahwa semua penjelasan ini telah diringkaskan dari hadis-hadis bersangkutan. Sebagian besar dari hadis ini relatif jarang dan hanya dilaporkan oleh satu perawi. Siapapun yang menginginkan penjelasan yang lebih terinci dapat merujuk kitab Bihâr al-Anwâr, jilid 51 dan jilid 52, kitab Itsbat al-Hudat, jilid 6 dan 7, serta Kitab al-Ghaybah karya Nu'mani.


Kemenangan Para Nabi
Dr. Jalali: Dari semua paparan Anda dan keutamaan-keutamaan yang berhubungan dengan al-Mahdi, Imam Keduabelas as dalam hadis-hadis, tampaknya ia lebih utama (afdhal) dari semua nabi yang lain, termasuk Nabi Islam saw. Karena, pada akhirnya, tak seorang pun dari mereka (para nabi) berhasil dalam memperbaiki masyarakat manusia, menegakkan pemerintahan dunia berdasarkan tauhid, menerapkan aturan-aturan Ilahi secara menyeluruh, melaksanakan neraca keadilan Tuhan secara sempurna, dan menghapus kezaliman dan tirani secara mutlak. Satu-satunya orang yang mampu melaksanakan seluruh tugas ini adalah al-Mahdi. Tak ada yang lain.

Tn. Hosyyar: Sesungguhnya, perbaikan masyarakat manusia dan pelaksanaan hukum-hukum Ilahi merupakan aspirasi para nabi as. Setiap pembaharu (reformer) yang ditunjuk Ilahi berupaya menuntaskan cita-cita mereka sesuai dengan kesempatan dan kemampuan yang tersedia pada mereka seiring dengan zaman mereka sendiri dan mengajak manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Jika mereka tidak berjuang dan melakukan pengorbanan-pengorbanan penting, maka pemerintahan berdasarkan tauhid tidak akan pernah tercapai. Dengan kata lain, para nabi as merupakan pendukung-pendukung dan mempunyai andil terhadap keberhasilan akhir ini. Penyempurnaan oleh al-Mahdi harus dianggap sebagai keberhasilan para hamba Allah yang lain dalam garis para nabi dan pemimpin agama. Kemenangan Imam bukan kemenangan dirinya sendiri.

Sebaliknya, dengan kekuatan menakjubkan dari Imam Mahdi semuanya merupakan kemenangan kebenaran atas kebatilan, keimanan atas kemusyrikan. Ini merupakan pemenuhan janji para nabi sebelumnya kepada para pengikut mereka, dan realisasi dari cita-cita mereka untuk masyarakat manusia.

Kemenangan dari al-Mahdi yang dijanjikan, sejatinya, merupakan kemenangan Adam, Syits, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad dan para nabi lainnya (salam atas mereka semua). Mereka merupakan satu kesatuan yang, melalui pengorbanan dan kegigihan mereka, mempersiapkan jalan agung ini dan, sampai ke beberapa tingkat, akal manusia menerima seruan ini. Program itu diterima dan perjuangan tersebut dimulai oleh para nabi terdahulu. Masing-masing mereka memberikan suatu contoh melalui tindakan mereka sendiri dan mendorong tahap kesempurnaan manusia kepada tujuan Allah sehingga garis itu sampai pada

Nabi Islam. Beliau menyiapkan program sempurna dan menyediakan cetak biru yang menyeluruh untuk transformasi dunia. Menjelang wafatnya, beliau mewariskannya kepada para penggantinya yang sah, yakni para imam.

Nabi dan para imam, kemudian, berusaha melaksanakan rencana Ilahi demi kemanusiaan pada jalur ini dengan melakukan tindakan oposisi serta melakukan pengorbanan-pengorbanan besar. Seiring dengan bertambahnya perjalanan waktu, maka semakin banyak krisis dan revolusi yang harus dihadapi manusia untuk mencapai kematangan dan pemerintahan berasaskan tauhid. Ini satu-satunya yang akan terjadi kemudian dimana benteng terakhir dari kemusyrikan dan ketidakbertuhanan akan ditanggulangi oleh energi yang menakjubkan dari al-Mahdi as. Baru setelah itu, mimpi manusia pun menjadi kenyataan.

Dengan demikian, al-Mahdi yang dijanjikan adalah pelaksana rencana Nabi, termasuk para nabi sebelumnya. Kemenangannya merupakan kemenangan agama-agama yang diwahyukan. Tentang hal ini, Allah berjanji kepada Nabi Daud as dalam kitab Zabur. Bahkan, dalam salah satu ayat al-Quran yang diturunkan untuk menegaskan kemenangan puncak Imam Mahdi, Allah mengingatkan kaum Muslim tentang janji itu: "Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh." (QS al-Anbiyâ` [21]: 105).


Al-Mahdi dan Konstitusi Baru
Dr. Jalali: Saya mendapat kabar bahwa Imam Keduabelas as akan membawa agama, konstitusi, dan hukum baru kepada umat manusia. Hukum Islam saat ini akan dicabut. Bagaimanakah keabsahan hadis ini?

Tn. Hosyyar: Sumber kabar ini adalah hadis-hadis yang berkaitan dengan permasalahan ini. Jadi untuk mengklarifikasi permasalahannya, kita mesti menyebutkan beberapa hadis tersebut.

Abdullah bin Atha bertanya pada Imam mengenai karakter dan tingkah laku al-Mahdi. Imam as menjawab:

Dia akan melaksanakan misi yang sama dengan Nabi (Muhammad saw-penerj.). Dia akan menumpas bid`ah-bid`ah yang tersebar, sebagaimana Nabi menghancurkan fondasi-fondasi jahiliyah (moralitas Arab pra-Islam), dan membangun kembali Islam.27

Dalam hadis lainnya Abu Khadijah mengabarkan dari Imam ash-Shadiq bahwa beliau berkata:

Ketika al-Qâ`im muncul, dia akan datang dengan misi yang baru, sebagaimana Nabi di permulaan munculnya Islam, menyeru manusia pada sebuah misi yang baru.28

Dalam hadis yang lainnya lagi, Imam as berkata:

Ketika al-Qâ`im muncul, dia akan datang dengan misi baru, kitab baru, perilaku baru dan keputusan baru, yang terasa berat bagi orang Arab. Pekerjaannya tidak lain hanya bertempur dan tidak ada seorang pun (di antara orang-orang kafir) akan dikecualikan. Dia tidak akan takut pada cemoohan-cemoohan dalam melaksanakan tugasnya.29


Tindakan Imam Mahdi
Namun, hadis-hadis di atas dan hadis-hadis lainnya merujuk pada satu faktor yang penting berkenaan dengan tindakan Imam Mahdi, yaitu tindakan yang akan berdasarkan suri teladan datuknya, Nabi saw. Dia akan mempertahankan agama dan al-Quran yang diturunkan kepada Nabi. Misalnya, Nabi saw pernah bersabda, "Salah seorang Ahlulbaitku akan muncul dan bertindak berdasarkan hadis dan kebiasaanku."30 Beliau pun bersabda, "Al-Qâ'im di antara anak-anakku, akan memiliki nama dan julukan yang sama denganku. Dia akan memiliki ciri-ciri sepertiku dan akan mengikutiku. Dia akan memerintah manusia untuk menaatiku dan pada hukumku. Dia akan menyeru mereka pada Kitabullah."31

Dalam hadis lain, Nabi saw bersabda:

Keturunanku yang keduabelas akan gaib sedemikian rupa sehingga dia tidak akan terlihat sama sekali. Akan datang suatu saat di mana tidak ada satu pun yang tersisa kecuali bekas jejak al-Quran. Pada saat itu, Allah akan memberi izin kepadanya untuk melakukan revolusi dan melalui dialah, Allah akan memperkuat Islam dan menghidupkannya kembali.32

Dalam hadis lain, Nabi saw bersabda, "Mahdi dari keluargaku dan akan bertempur demi tradisiku, sebagaimana aku bertempur demi al-Quran."33

Seperti kita lihat, hadis-hadis yang telah disebutkan di atas dengan jelas menunjukkan bahwa agenda dan rencana Imam Keduabelas adalah mensyiarkan Islam dan menghidupkan kembali nilai-nilai al-Quran. Untuk melaksanakan ajaran-ajaran Nabi, dia akan berusaha sekuat tenaga. Oleh karena itu, bila ada kesamaran dalam hadis yang disebutkan pada bagian sebelumnya dalam buku ini, maka hadis-hadis di atas dapat menjelaskannya. Seitu, hadis-hadis tersebut harus diinterpretasikan sebagai berikut:

Selama masa kegaibannya, akan muncul bid`ah-bid`ah dalam agama dan peraturan-peraturan al-Quran serta ajaran-ajaran Islam akan diinterpretasikan sesuai dengan cita rasa manusia. Akibatnya, banyak ajaran dan hukum (Islam) akan dilupakan seolah-olah mereka tidak pernah ada dalam Islam.

Imam ash-Shadiq as dalam hadis lainnya menyebutkan peranan al-Mahdi di atas secara eksplisit, "Ketika al-Qâ'im muncul, dia akan mengikuti tindak-tanduk Nabi. Selain itu, ia juga akan menjabarkan hadis-hadis dari Nabi Muhammad saw."34

Fadhl bin Yasar mendengar Imam al-Baqir berkata, "Ketika al-Qâ'im muncul, dia akan menghadapi begitu banyak gangguan dari manusia yang Nabi sendiri pun tidak pernah mengalami hal serupa di zaman jahiliah." Fadhl bertanya, "Mengapa seperti begitu?" Imam as menjawab:

Ketika Muhammad diangkat sebagai Nabi, orang-orang menyembah batu-batu dan kayu. Namun, ketika al-Qâ'im muncul, orang-orang akan menafsirkan aturan-aturan Allah yang berlawanan dengan tafsirannya, dan mereka akan berselisih dengannya serta membantah berdasarkan al-Quran. Demi Allah, keadilan al-Qâ'im akan memasuki rumah-rumah, sebagaimana panas dan dingin memasuki mereka (rumah-rumah tersebut).35


Kebaruan Penjelasan Al-Mahdi
Umat manusia, setelah meninggalkan prinsip-prinsip yang absolut dan ajaran-ajaran Islam yang pokok, hanya mengikuti lapisan luar agama dan menganggap sikapnya itu sudah mencukupi. Inilah orang-orang yang-selain shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan penghindaran diri dari najis-tidak tahu apa-apa tentang Islam.

Selain itu, beberapa dari mereka membatasi agama di mesjid saja sehingga amat sedikit pengaruhnya pada sikap dan tindakan mereka. Ketika mereka keluar dari mesjid, yaitu di pasar atau di tempat kerja, tidak ada tanda-tanda keislaman dalam dirinya. Mereka tidak menganggap tingkah laku yang etis dan nilai-nilai moral sebagai bagian dari Islam. Mereka tidak peduli pada tindakan-tindakan amoral dan membuat-buat alasan atas tindakannya, tidak mengikuti bimbingan moral seadanya perselisihan ihwal kewajiban dan larangan-larangan berdasarkan syarat-syarat tertentu.

Mereka jauh melangkah sejajar dengan larangan agama-dengan jalan tipu daya-dan menjadikannya sesuatu yang boleh dilakukan. Mereka juga menghindari tanggung jawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada mereka oleh syariat. Dengan kata lain, mereka terlibat dalam menafsirkan agama sesuai dengan keinginan mereka belaka.

Ketika berhadapan dengan al-Quran, mereka menganggap cukuplah bagi mereka untuk memperhatikan bacaan formal saja dan menghormati kebiasaan yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, ketika Imam Keduabelas muncul, dia pasti akan bertanya kepada mereka, yaitu mengapa mereka meninggalkan intisari agama dan menafsirkan al-Quran dan hadis sesuai dengan kehendak mereka sendiri.

Mengapa mereka meninggalkan kebenaran Islam dan puas dengan ketaatan lahiriah belaka? Mengapa mereka tidak menyesuaikan karakter dan perbuatan mereka dengan ruh Islam? Mengapa mereka memutarbalikan makna agama agar sesuai dengan ketamakan mereka pribadi? Sebagaimana mereka begitu memperhatikan bacaan al-Quran yang benar, mereka pun harus mempraktikkannya. Imam Keduabelas berhak bertanya, "Kakekku, Imam Husain, tidak terbunuh demi duka cita. Mengapa kalian mengabaikan tujuan yang dipegang kakekku dan menghancurkannya?"

Imam akan menyuruh mereka mempelajari ajaran sosial dan moral Islami dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus menghindari perbuatan-perbuatan tercela dan memperhatikan kewajiban-kewajiban menyangkut keuangan, tanpa membuat alasan-alasan lemah. Mereka juga harus ingat, mengingat jasa-jasa Ahlulbait dan meratapi penderitaan mereka tidak akan dapat menggantikan zakat dan khumus serta melunasi utang-utang seseorang.

Perbuatan-perbuatan itu tidak dapat menggantikan perbuatan dosa semisal mengambil bunga (bank-penerj.) dan suap, menipu manusia lain dan memperlakukan mereka dengan tidak jujur. Mereka mesti menyadari bahwa menangisi dan berkeluh kesah demi Imam Husain tidak pernah dapat menggantikan perbuatan buruk kepada orang yatim dan janda-janda. Lebih penting lagi, seyogianya mereka tidak membatasi ketakwaan hanya di mesjid. Namun mereka pun harus berperan serta aktif di masyarakat dan melaksanakan amar makruf nahi munkar serta menumpas bid`ah-bid`ah yang merusak Islam.

Tentu saja, agama semacam ini akan tampak baru dan sulit bagi orang-orang tersebut. Bahkan boleh jadi mereka menganggapnya bukan Islam, karena mereka membayangkan Islam sebagai sesuatu yang lain. Orang-orang semacam ini terbiasa berpikir bahwa kemajuan dan kebesaran Islam terletak pada pendekorasian mesjid-mesjid dan pengkostruksian menara-menaranya.

Bila Imam Keduabelas berkata, "Kebesaran Islam bergantung pada tindakan yang benar, kejujuran, kepercayaan, penepatan janji, dan penghindaran diri dari perbuatan yang terlarang", pernyataan ini akan terasa benar-benar baru bagi mereka! Mereka dulu menganggap bahwa ketika Imam muncul, dia akan membuat perubahan bagi semua perilaku Muslim dan akan mengistirahatkan mereka di pojok-pojok mesjid.

Tetapi ketika mereka menyaksikan bahwa darah bercucuran dari pedang Imam, menyeru umat untuk berjihad dan beramar makruf nahi munkar, membunuh para ahli ibadah yang berbuat zalim, serta mengembalikan barang-barang yang mereka curi kepada pemiliknya, maka tindakan semacam ini sungguh akan terasa baru!

Imam ash-Shadiq as berkata:

Ketika al-Qâ'im muncul, dia akan menyeru manusia untuk kembali kepada Islam, membimbing mereka kepada hal-hal baru yang telah ditinggalkan umat. Dia disebut al-Mahdi karena dia akan membimbing manusia kepada hal-hal yang telah mereka pisahkan. Dia disebut al-Qâ'im karena dia akan diperintahkan untuk menegakkan kebenaran.36

Singkatnya, ada perbedaan mencolok antara al-Mahdi yang diperkirakan dengan agendanya dan al-Mahdi yang benar dengan peranannya. Karena itulah, tindakan-tindakannya tidak akan disetujui oleh orang-orang. Mereka akan meninggalkan Imam di awal kemunculannya. Namun, karena mereka tidak akan menemukan orang lain yang dapat menyelamatkannya, maka mereka akan tunduk kepadanya. Imam ash-Shadiq as berkata:

Saya dapat menyaksikan al-Qâ'im mengenakan baju khusus dan mengeluarkan surat Nabi yang bersegel emas. Setelah merobek segel tersebut, dia membacakannya kepada manusia dengan keras. Mereka berpencar darinya sebagaimana biri-biri berpencar dari gembalanya. Tak seorang pun selain dari wazir dan sebelas orang kepercayaan tetap bersamanya. Lalu orang-orang mulai mencari seorang pembaharu di mana-mana. Akan tetapi, mereka tidak dapat menemukan seorang penolong pun selain beliau. Mereka akan lari ke arahnya. Demi Allah, aku tahu kata-kata al-Qâ'im yang membuat mereka ingkar.37

29
IMAM MAHDI

Al-Mahdi dan Pencabutan Hukum-Hukum Agama
Dr. Fahimi: Saya ingat Anda pernah mengatakan pada pertemuan terdahulu bahwasanya al-Mahdi bukanlah seorang pembuat hukum. Bukan pula pencabut hukum. Di sini, pernyataan Anda tidak sepadan dengan substansi hadis berikut:

Imam ash-Shadiq berkata:

Dua kasus pertumpahan darah dibolehkan dalam Islam tapi tak seorang pun melaksanakan aturan Ilahi ini hingga Allah mengutus al-Qâ'im dari Ahlulbait yang dapat melaksanakan perintah Allah dalam kasus-kasus tersebut tanpa membutuhkan seorang saksi pun: kasus pertama adalah seorang suami yang melakukan perzinahan, dia akan dirajam olehnya. Kasus lainnya adalah orang yang menolak membayar zakat.38

Dalam hadis lain Imam as berkata, "Ketika al-Qâ'im dari keluarga Muhammad muncul, dia akan menghukum manusia tanpa perlu saksi-saksi sebagaimana peristiwa yang terjadi yang berkaitan dengan Daud dan Sulaiman."39

Hadis-hadis ini dan hadis-hadis yang senada lainnya mengimplikasikan bahwa ajaran Islam akan dicabut oleh Imam dan digantikan dengan ajaran-ajaran baru. Dengan memegang kepercayaan-kepercayaan semacam ini, sebenarnya Anda membuktikan kenabian (nubuwah) al-Mahdi, walaupun Anda tidak menyebutnya seorang nabi!

Tn. Hosyyar: Pertama-tama, izinkan saya menunjukkan bahwa sumber keyakinan semacam itu terdiri dari hadis-hadis langka yang dilaporkan oleh satu perawi.

Kedua, saya tidak melihat masalah apapun dengan dalil bahwa Allah dapat menyampaikan hukum kepada Nabi dan menginformasikannya bahwa hukum tersebut akan berlaku baginya dan bagi para pengikutnya hingga saat al-Mahdi muncul. Ketika Imam Keduabelas muncul, dia akan mengikuti hal yang kedua.

Nabi juga memberitahukan permasalahan ini kepada penerusnya sampai kepada Imam terakhir. Berdasarkan kasus ini, aturan agama tidak dicabut dan Imam tidak memperkenalkan aturan baru yang diwahyukan pada Nabi. Namun, hal yang pertama telah dibatasi oleh waktu, dan Nabi dikabarkan telah mengatakan hal yang kedua.

Jadi, pandangan sosial membutuhkan hakim yang menentukan hukumnya berdasarkan bukti objektif, saksi, dan sumpah. Nabi dan para imam juga diwajibkan mengikuti prosedur yang sama dalam pemerintahan mereka yang adil. Namun, ketika Imam Mahdi muncul dan mendirikan pemerintahan Islam, dia harus memutuskan kasus berdasarkan ilmunya. Oleh karena itu, aturan terakhir merupakan bagian dari hukum Islam, menunggu pelaksanaan setelah kemunculan Imam Mahdi.


Apakah Tidak Mungkin Al-Mahdi Telah Muncul?
Dr. Jalali: Kami meyakini kemampuan Anda yang mendasar mengenai Imam Mahdi. Namun, bagaimana kita tahu kalau beliau telah muncul? Dari awal-awal sejarah Islam sampai sekarang telah banyak pengikut Islam di berbagai tempat di dunia, baik dari suku Quraisy maupun bukan, yang muncul dan mengklaim sebagai al-Mahdi. Anehnya, mereka mendapatkan pengikut dan bahkan membuat mazhab sendiri. Malah, sebagian dari mereka berhasil mendirikan dinasti yang bertahan selama beberapa saat. Saat ini kita sedang menunggu kemunculan al-Mahdi, dan kemungkinan besar salah seorang yang mengaku al-Mahdi tersebut mungkin al-Mahdi yang sebenarnya.

Tn. Hosyyar: Seperti yang telah disebutkan di awal-awal, kita tidak meyakini al-Mahdi yang tidak teridentifikasi dan karakternya tidak diketahui kita sehingga kita bisa membuat kesalahan tentangnya. Sebaliknya, Nabi dan para imam yang mengabari manusia mengenai harapan mendasar ini dan keberadaaan Imam Mahdi, menggambarkan secara detail ihwal ciri-ciri dan kualifikasi Imam Mahdi guna menghilangkan semua keraguan dan kesamaran identitasnya. Hadis berikut merupakan gambaran Imam Mahdi yang akan datang:

Nama al-Mahdi adalah Muhammad dan julukannya adalah Abu al-Qasim, ibunya adalah seorang budak yang bernama Narjis, Shaiqal, dan Sawsan. Dia keturunan dari Bani Hasyim, dari keturunan Imam Husain, dan anak kandung Imam Hasan al-Askari. Dia lahir tahun 256 H/868 M atau 255 H/867 M di kota Samara, Irak. Dia mengalami dua jenis kegaiban: gaib pendek (ghaib sugra) dan gaib panjang (ghaib kubra).

Kegaiban yang kedua akan diperpanjang sedemikian rupa sehingga eksistensinya diragukan. Usianya akan sangat panjang. Misinya akan dimulai di Makkah. Dia akan melancarkan pemberontakan dengan pedang serta menumpas seluruh penindas dan kaum kafirin. Semua Ahli Kitab dan Muslimin akan tunduk pada kekuasaannya.

Dia akan mendirikan pemerintahan Islam universal di dunia, akan mengikis habis seluruh kekuatan tiran dan kezaliman, dan akan menggantikannya dengan keadilan dan persamaan. Islam akan menjadi agama universal dan al-Mahdi akan mengoptimalkan kekuatannya untuk menyebarkan Islam kepada seluruh manusia secara damai. Begitulah sifat dan peran al-Mahdi bagi para penantinya.


Tentang Sayyid Ali Muhammad Syirazi
Tn. Hosyyar: Dr. Jalali, izinkan saya menyampaikan satu pertanyaan. Di antara sekian banyak orang yang mengklaim diri sebagai Imam Mahdi, apakah Anda pernah mendapati orang yang berkarakter seperti al-Mahdi yang telah Anda sebutkan secara detail?

Misalnya, seseorang yang muncul di salah satu kota Iran yang mengaku sebagai al-Mahdi. Dia bukan anak Imam Hasan al-Askari juga tidak mengalami kegaiban panjang atau bertempur melawan penguasa yang lalim atau mendirikan pemerintahan Islam yang universal guna mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan.

Jelas, dia pun tidak mengangkat tangannya barang sedikit pun untuk melarang manusia dari berbuat keburukan. Selain itu, dia pun tidak menyebarkan Islam ke seluruh dunia, tapi sebaliknya mencabut semua hukum dan menciptakan ajaran baru. Dia tidak mempunyai ilmu yang mendalam dan juga tidak melaksanakan tugas yang luar biasa. Dan menjelang akhir jabatannya, walaupun dia menyesal, dia dihukum mati.40

Kisah Mahdi palsu dari kota Syiraz ini tidak berbeda dengan seseorang yang diceritakan dalam Matsnawi-nya Jalaludin Rumi perihal seseorang dari Qazwin, yang mengklaim sebagai orang kuat tetapi tidak dapat menahan sakit yang disebabkan oleh tusukan yang dilakukan oleh seseorang yang menusukkan jarum ke tangannya untuk membuat tato yang berbentuk singa sesuai dengan yang ia kehendaki. Gambar singa, menurut Rumi, adalah untuk menyombongkan kekuatannya. Namun, pada saat orang kuat dari Qazwin ini ditato, dia menghendaki sang pentato menghilangkan bagian-bagian gambar singa yang harus ditusuk oleh jarum dengan lebih sering dan dalam. Permohonan untuk menghilangkan bagian-bagian gambar singa yang utama membuat sang pentato dengan senang hati melaksanakan keinginan pelanggannya:

Siapakah yang pernah melihat singa tanpa ekor, kepala, atau perut?

Kapankah Allah pernah menciptakan singa semacam itu?

Bila engkau tidak menahan tusukan jarum

Maka jangan menginginkan singa sekuat itu (sebagai simbol kekuatanmu)

Salah satu episode menarik berkenaan dengan Sayyid Ali Muhammad Syirazi yaitu sebelum klaim sebagai al-Mahdi dan al-Qâ'im menghunjam kepalanya, dia menulis sebuah buku yang berjudul: Tafsîr-i Sûra-yi Kawtsar (Komentar Surah al-Kautsar). Dalam buku itu, dia melaporkan hadis-hadis mengenai Mahdi al-Muntazhar yang nantinya tidak sepadan dengan klaim dia. Kemudian isu ini menjadi sumber kejengkelan dan gangguan bagi dia dan para pengikutnya.

Dalam bukunya dia menulis:

Musa bin Ja'far al-Baghdadi mengabarkan bahwa dia mendengar dari Imam Hasan al-Askari: "Saya melihatmu (di masa yang akan datang) berselisih satu sama lain dalam permasalahan penggantiku. Namun, ketahuilah bahwa siapa saja mengakui seluruh imam setelah Nabi, dan menolak anakku, maka ia sama dengan seseorang yang mengakui semua nabi tetapi menolak kenabian Muhammad saw.

Barangsiapa yang menolak Nabi Allah sama dengan orang-orang yang menolak semua nabi. Alasannya, ketaatan kepada orang terakhir dari kami adalah seperti ketaatan kepada orang pertama dan penolakan kepada orang terakhir dari kami sama dengan penolakan kepada orang pertama. Ketahuilah, anakku akan mengalami kegaiban dan semua orang, kecuali beberapa orang yang akan dilindungi Allah, akan mengalami keraguan."41

Lalu dia mengutip hadis lain sebagai berikut:

Imam ar-Ridha berkata pada Di'bil, "Imam setelahku adalah anakku, Muhammad. Setelah Muhammad, anaknya Ali. Setelah Ali, anaknya Hasan. Dan, setelah Hasan, anaknya, yaitu al-Hujjah dan al-Qâ'im, yang akan ditunggu selama masa gaibnya dan ditaati ketika ia muncul. Sekiranya tersisa hanya satu hari saja di dunia ini, Allah akan memperpanjangnya sampai al-Qâ`im muncul dan mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan sebagaimana sebelumnya dunia dipenuhi dengan kezaliman dan tirani.

Adapun waktu kemunculannya akan diberitakan kemudian, sedangkan datuk-datuk kami mendapat kabar dari Ali, yang mengabarkan bahwa Nabi ditanya, "Ya Rasulullah, kapan al-Qâ'im dari keluarga Anda akan muncul?" Beliau menjawab, "Situasinya mirip dengan Hari Berbangkit (mengenai waktunya tak seorang pun mengetahuinya kecuali Allah semata). Namun, permasalahan tersebut penting sekali baik di langit ataupun di bumi. Oleh karenanya, akan terjadi dengan serta merta."42

Jelaslah, sejumlah perkara dapat dipecahkan dengan dua hadis ini: pertama, al-Qâ'im dan Mahdi adalah anak langsung dari Imam Hasan al-Askari. Kedua, dia akan mengalami periode kegaiban yang panjang. Ketiga, ketika muncul, dia akan mengisi dunia dengan keadilan dan persamaan. Dan, keempat, tak seorang pun dapat menentukan waktu kehadirannya.


Pengakuan Sayyid Ali Muhammad Mengenai Keberadaan Imam Gaib
Dalam kitabnya mengenai surah al-Kautsar, Sayyid Muhammad Ali mengakui eksistensi Imam Gaib (the Hidden Imam) dan menulis tanda-tanda dan petunjuk-petunjuk menyangkut eksistensinya itu. Umpamanya, dia menulis:

Tak ada keraguan lagi ihwal eksistensi Imam Gaib. Alasannya, andaikan dia tidak ada, niscaya tak seorang pun yang akan ada [di dunia ini]. Oleh karena itu, perkara ini sejelas matahari di langit. Meragukan keberadaannya sama dengan meragukan kekuasaan Allah. Barangsiapa meragukan eksistensi atau keberadaan Allah, maka ia seorang kafir…Adapun bagi kaum Muslimin dan orang-orang yang beriman di kalangan para pengikut Duabelas Imam, Imamiyyah, periode kelahiran beliau sudah terbukti (semoga jiwaku dan jiwa-jiwa yang berada di alam spiritual-malakut-menjadi tebusannya demi kemuliaanya!).

Selain itu, masa gaib beliau yang pendek dan mukjizat-mukjizatnya yang terjadi saat ini, juga tanda-tanda yang disampaikan kepada para wakilnya, terbukti meyakin…Dia (Imam Keduabelas adalah seorang anak yang saleh. Nama laqab-nya Imam Abu al-Qasim. Dia adalah orang yang dipercayai perintah Allah (al-qâ'im bi-amr Allâh), hujjah (bukti) keberadaan Allah bagi para makhluk-Nya, yang dibakakan (baqiyyatullâh) di antara hamba-hamba Allah, al-Mahdi, yang akan membimbing manusia kepada masalah-masalah yang misterius.

Namun, aku tidak suka menyebutkan namanya, melainkan denga cara yang Imam (Askari) telah sebutkan, yaitu mim, ha, mim, da. Banyak naskah berkenaan dengan ini, yang telah diterima langsung dari Imam (Keduabelas) as. Imam sendiri menulis sebuah catatan yang berisi ucapan-ucapannya, "Laknat Allah akan menimpa orang-orang yang menyebut-nyebutku secara terbuka."… Imam Zaman (wali al-'ashr) akan mengalami dua (bentuk) kegaiban. Selama kegaiban kecil, ia memiliki wakil-wakil dan agen-agen. Periode gaib kecil berlangsung selama 74 lebih beberapa hari.

Wakil-wakil Imam yang mulia (semoga jiwa kita menjadi tebusannya!) di antaranya adalah: Utsman bin Sa`id al-Amri dan anaknya, Muhammad bin Utsman, Husain bin Ruh, dan Ali bin Muhammad as-Samarri.

Di tempat lain dalam kitab yang sama, ia menulis tentang pengalamannya sendiri ketika melihat Imam Keduabelas di Makkah:

Satu hari aku sibuk berdoa di mesjid suci Makkah, di sisi tiang Yamani (Ka'bah). Aku melihat seorang pemuda yang berpenampilan baik dan tampan. Ia sedang berthawaf dengan amat khusyuknya. Dia mengenakan surban putih di kepalanya dan berjubah wol di bahunya. Dia berkumpul bersama kelompok saudagar dari Parsi. Ia tidak jauh dari kami. Tiba-tiba aku berpikir bahwa dia mungkin Pemilik Perintah (shâhib al-`amr). Tetapi aku segan mendekatinya. Selesai berdoa, aku tak melihatnya lagi. Namun, aku tidak begitu yakin bahwa ia adalah Pemilik Perintah.


Sayyid Ali Muhammad dan Hadis-hadis Ihwal Penetapan Waktu
Hadis berikut juga berkenaan dengan surah al-Kautsar:

Abu Bashir berkata kepada Imam ash-Shadiq as, "Semoga jiwaku menjadi tebusanmu! Kapankah al-Qâ''im muncul?" Beliau menjawab, "Wahai Abu Muhammad, kami, Ahlulbait tidak dapat menentukan waktu kemunculannya. Lagipula, Nabi Muhammad saw bersabda, "Barangsiapa menentukan waktu kemunculan (al-Qâ'im), dia adalah pendusta."43

Hadis ini dan hadis-hadis lain yang senada dapat dijadikan bukti bahwa para imam tidak pernah menentukan waktu kemunculan tersebut dan mereka mendustakan orang-orang yang menyebutkan ihwal penetapan waktu tersebut. Namun, para pengikut Sayyid dari Syirazi yang disebutkan di atas mengabaikan petunjuk-petunjuk yang jelas ini dan-berlawanan dengan bukti tekstual yang disampaikan oleh pemimpin mereka-mencari dan mendapatkan sebuah hadis lemah mengenai Abu Labid al-Makhzumi dan melalui interpretasi misterius yang sulit diterima, disebutkan tahun kemunculan Sayyid tersebut yaitu 1256 H/ 1840 M.

Kitab-kitab yang ditulis untuk menyangkal klaim-klaim yang dibuat kelompok khusus ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Labid jauh lebih banyak jika disampaikan di sini. Selain itu diskusi lebih lanjut mengenai permasalahan ini akan menyimpang dari pembahasan kita saat ini. Cukuplah untuk mengatakan bahwa menurut hadis Abu Bashir, yang diriwayatkan juga oleh Sayyid Ali Muhammad, hadis apapun yang menentukan kemunculan al-Qâ'im harus ditolak dan dinilai palsu.

Oleh karena itu, ia tidak bisa dijadikan bukti, baik hadis yang diriwayatkan oleh Abu Labid maupun oleh yang lain. Hadis berikut juga disebutkan dalam menjelaskan surah al-Kautsar:

Imam ash-Shadiq as menjelaskan dalam hadis yang panjang, "Kegaiban al-Qâ'im akan ditolak oleh umat. Beberapa orang akan mengatakan, tanpa pengetahuan apapun: 'Imam tidak pernah lahir'; sedangkan yang lainnya mengatakan, 'Dia pernah lahir, namun telah wafat'. Ada juga kelompok lainnya yang menjadi kufur, mereka mengatakan, 'Imam Kesebelas tidak memiliki seorang anak pun.

Beberapa orang akan menyebarkan semangat kekelompokan (factionalism) di masyarakat melalui ucapan mereka dan akan menambah-nambah jumlah imam yang duabelas dan akan sampai pada hitungan tigabelas imam atau lebih. Ada juga orang-orang yang membuat Allah murka dan menenggelamkan mereka karena perkataanya, "Ruh al-Qâ'im berbicara melalui orang lain."44


Apa Yang Dikatakan Para Pengikut Sayyid?
Walaupun jelas penegasan Sayyid Ali Muhammad mengenai penjelasan surah al-Kautsar, namun kami tidak tahu apa yang diyakini oleh para pengikutnya. Bila mereka menganggap dia sebagai Imam Mahdi yang dijanjikan dan al-Qâ`im, keyakinan ini tidak hanya bertentangan dengan ajaran Ahlulbait, tetapi bertabrakan dengan kata-kata Sayyid sendiri.

Alasannya, ia menganggap dirinya sendiri sebagai keturunan langsung Imam Hasan al-Askari yang dia panggil mim, ha, mim, da, sebagai al-Qâ'im dan al-Mahdi. Dia juga memperkenalkan nama laqab-nya, yaitu Abu al-Qasim, menganggap penting periode kegaibannya yang panjang dan yang pendek, dan menyebutkan beberapa wakil. Akhirnya, dia bercerita pertemuannya dengan seorang pemuda di mesjid suci Makkah yang dia perkirakan sebagai Imam Gaib.

Bila para pengikut Sayyid percaya bahwa ruh Imam Keduabelas masuk ke dalam tubuh Sayyid dan meyakini bahwa dia manisfestasi dari al-Qâ'im, maka keyakinan ini tidaklah benar. Pertama-tama, harus ditunjukkan bahwa ajaran semacam ini mengarah kepada keyakinan inkarnasi dan perpindahan ruh.

Keduanya tidak dikenal dalam Islam. Selain itu, keyakinan ini sangat bertolak belakang dengan hadis dari Imam ash-Shadiq yang dinukil Sayyid sendiri. Imam as dalam hadis ini berkata, "Akan ada orang-orang yang akan menyebabkan kemarahan Allah dan membuat Dia menenggelamkan mereka karena perkataan mereka: Ruh al-Qâ'im berbicara mengenai orang lain."


Sayyid Menyangkal Segala Pertalian Menyangkut Kenabian dan Bâbisme
Namun, bila para pengikutnya meyakini bahwa dia seorang nabi atau sebuah 'bâb' ("gerbang" berarti mediator antara Imam Gaib dan pengikutnya), maka dia sendiri menolak anggapan ini. Dalam penjelasannya mengenai surat ah-Kautsar dia menulis:

Barangsiapa yang berkata "Ingatlah nama Tuhanmu", yang artinya dia sendiri (yakni Sayyid Ali Muhammad) sebenarnya mengklaim menerima wahyu dan al-Quran, maka mereka telah menjadi kafir. Selain itu, mereka yang berkata bahwa ayat tersebut berarti bahwa dia mengklaim sebagai bâb (mediator) Baqiyatullah (Imam Keduabelas), dia juga termasuk orang kafir. Ya Allah, Engkau saksiku (aku menyatakan) siapa saja yang mengklaim sebagai orang hebat atau memiliki wilâyat atau menerima al-Quran dan wahyu, atau yang telah menghilangkan atau mengubah segala sesuatu dalam agama-Mu, maka dia adalah orang kafir.

Sesungguhnya aku menjauh dari orang-orang tersebut. Engkaulah saksiku dan aku tidak mengklaim sebagai bâb (mediator-penerj.).45
Tentu saja, ketika Sayyid menyusun ulasannya, dia tak bermaksud menyatakan klaim mesiah. Dia hanya menganggap dirinya sebagai orang terpelajar dan merasa sakit ketika melihat dirinya sendiri terkungkung di rumah, sementara pemegang kekuasaan yang terpelajar lainnya dibebani banyak tugas kemasyarakatan. Berkaitan dengan ini dia menulis:

Allah telah mengaruniaiku dengan cara mencerahkan hatiku. Aku ingin menyebarluaskan agama Allah dengan cara agama itu diwahyukan menurut al-Quran dan menunjukkan ajaran-ajaran Ahlulbait.

Dia disulitkan dengan klaim mesiah palsu yang ditujukan kepadanya dan merasa susah untuk menolaknya. Kemudian dia menyadari bahwa absurditas orang-orang itu sudah melewati batas. Mereka tidak hanya menerima apa saja yang ia katakan, mereka juga menambah-nambahkan. Mulai dari sinilah kecenderungan peranan mesiah Imam Keduabelas menjadi kuat dalam benaknya dan akhirnya dia memproklamirkan diri sebagai al-Qâ'im.


Al-Bayân dan Klaim Mesiah
Di ketujuh, pasal kedua Al-Bayân-nya, Sayyid menulis:

Karena kemunculan al-Qâ'im dari keluarga Muhammad persis sama dengan kemunculan Rasulullah, maka dia tidak akan muncul hingga dan kecuali dia mewujudkan kandungan Islam seperti yang disimpulkan dari ayat-ayat al-Quran yang telah ditanamkan dalam hati manusia. Tidak ada cara lain untuk menyimpulkan kandungan Islam kecuali dengan keiman kepadanya dan statusnya. Saat ini Islam telah menghasilkan buah-buahan, sebaliknya dia telah tampil nyata di tengah-tengah Islam dan setiap orang memproklamirkan Islam dengan memakai namanya, sedangkan pada saat yang sama mereka meyepelekannya tanpa dasar di Maku.

Kita tidak bermaksud meneliti ajaran ini secara detail untuk menyangkalnya dan menunjukkan kemustahilannya. Banyak sekali bahasan yang ditulis menyangkut hal ini dan para pembaca kita dapat mengacu pada karya-karya ini. Kita juga tidak bermaksud memeriksa masing-masing dan setiap klaim Mahdiisme yang telah dibuat sepanjang sejarah Islam atau meneliti klaim-klaim mereka dan menganalisis secara kritis bukti-bukti yang dipakai untuk mendukung mereka.

Pembahasan ini, mungkin menarik, melebihi ruang lingkup khusus bagian ini. Izinkan saya menyatakan kembali bahwa al-Mahdi yang dijanjikan telah diperkenalkan dengan memadai dan digambarkan dalam hadis-hadis yang autentik serta memiliki kepribadian yang unik dan cemerlang, dipahami di kalangan orang Syi`ah. Bila mereka mendapati orang yang cocok dengan riwayat hadis yang sah, maka mereka harus tunduk kepada otoritasnya.

Jika, sebaliknya, mereka mendapati bahwa orang tersebut adalah Imam Mahdi palsu, maka mereka harus benar-benar menolaknya. Mereka yang selama ini mengklaim posisi mesiah sebenarnya tak layak menyandangnya. Untuk membuktikan klaim mesiah mereka, mereka tidak boleh mengandalkan hadis-hadis langka dan meragukan yang disampaikan oleh perawi tunggal dan menginterpretasikannya demi keuntungan mereka.

Metode penegakkan klaim mesiah ini benar-benar tidak memadai karena peranan kritis al-Qâ'im dalam memperbaiki agama Allah dalam pengertian hakiki dan murninya. Tak satu pun hadis yang dapat menandingi dalam hal keandalan dan keautentikannya dengan hadis-hadis yang telah disebutkan.


Klaim Palsu dan Eksistensi Pengikutnya
Ir. Madani: Bila klaim-klaim Mahdi-Mahdi palsu ini tidak bermakna dan mengandung kebohongan, mengapa orang-orang tertarik menjadi pengikutnya yang setia?

Tn. Hosyyar: Adanya seorang pengikut setia seseorang tidak dapat dijadikan bukti bahwa seseorang tersebut orang yang benar. Ketabahan dan pengorbanan yang dilakukan oleh orang yang kekurangan informasi dan awam tidak dapat dijadikan sebagai bukti akan kebenaran agama dan pemimpinnya. Bahkan pandangan sekilas dalam sejarah agama-agama akan memperlihatkan kesimpulan umum berikut.

Contohnya, di zaman ini walaupun manusia telah mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan rasionalnya, namun masih ada saja berjuta-juta orang yang menyembah sapi dan percaya bahwa binatang ini telah meningkatkan statusnya di langit. Mereka menganggap membunuh sapi dan mengkonsumsi dagingnya sebagai larangan, dan menganggap pengacuhan kepada sapi dosa.

Orang-orang Hindu di India ingin mempertahankan sapinya dengan harga tinggi. Salah satu seyang menimbulkan konflik antara Hindu dan Muslim di India adalah penyembelihan sapi untuk makanan yang dihalalkan oleh Islam.

Contoh-contoh ini banyak sekali ditemukan dalam sejarah agama dunia. Oleh karena itu, jangan terheran-heran bila melihat umat manusia mengikuti berbagai jenis ajaran dan agama: tak peduli benar atau salah.

Saya percaya kita telah meliput sebagian besar aspek-aspek mendasar yang berkaitan dengan al-Mahdi dalam Islam secara umum dan dalam Syi`ah secara khususnya. Karena tidak ada lagi masalah yang akan perlu didiskusikan, kita sebaiknya menutup pembicaraan ini.

Dr. Jalali: Saya setuju dengan pendapat Anda.

Dr. Emami: Saya yakin bahwa pertemuan-pertemuan yang telah dilalui benar-benar bermanfaat bagi pemahaman saya mengenai keyakinan dan akidah Syi`ah.

Saya harap kita dapat terus belajar lagi. Namun, saat ini pembicaraan kita mengenai al-Mahdi, pemimpin dunia yang universal dan adil dicukupkan saja. Mari kita sampaikan rasa syukur kita pada Allah. Semoga Allah mempercepat kemunculan Baqiyatullah (yang dibakakan Allah) terakhir, Imam Keduabelas. Semoga pula Dia menjadikan kita sebagai hamba-hamba Islam dan pembantu Imam.

Wassalamu`alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh!


Catatan Kaki:
1. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.370.

2. Ibid., hal.327.

3. Frasa kuffar-i ghayr-i kittabi merujuk kepada orang-orang musyrik yang bukan Kristen, Yahudi, ataupun Zoroaster. Yang belakangan ketiganya diakui dalam
syariah sebagai muwahhidun, yakni monoteis. [A.A. Sachedina].

4. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.215, 247.

5. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.345.

6. Ibid., hal.376, 381.

7. Nu'mani, Kitab al-Ghaybah, hal.327.

8. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.340.

9. Ibid., hal.390.

10. Ibid., hal.340.

11. Ibid., jilid 51, hal.47.

12. Ibid., jilid 52, hal.378.

13. Safinat al-Bihâr, hadis yang berhubungan dengan Qum.

14. Ibid.

15. Bihâr al-Anwâr, jilid 60, hal.216

16. Ibid., jilid 52, hal.190

17. Ibn `Asakir, Tarikh (Edisi Damaskus, 1329), jilid 1, hal.87

18. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.328

19. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.49

20. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.335

21. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.401

22. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.244

23. Ibid., hal.358

24. Ibid., jilid 51, hal.218.

25. Ath-Thabari, Dalâ'il al-Imâmah (Edisi Najaf, 1369), hal.249.

26. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.336.

27. Ibid., hal.352.

28. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.110

29. Ibid., hal.83.

30. Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal.52.

31. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.52.

32. Munthakhab al-Atsar, hal.98.

33. Yanâbî' al-Mawaddah, jilid 2, hal.179.

34. Bihâr al-Anwâr r, jilid 52, hal.347.

35. Itsbât al-Hudât, jilid 7, hal.86.

36. Kasyf al-Ghummah, jilid 3, hal.264.

37. Bihâr al-Anwâr, jilid 52, hal.326.

38. Ibid., hal.325.

39. Ibid., hal.320.

40. Nabil Zarandi, Talkhîsh-i Tarîkh, hal.135-138.

41. Tafsîr Sûra-yi Kautsar.

42. Ibid.

43. Ibid.

44. Ibid.

45. Ibid.

30