• Mulai
  • Sebelumnya
  • 42 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 50004 / Download: 3016
Ukuran Ukuran Ukuran
Agar Tak Salah Mendidik

Agar Tak Salah Mendidik

pengarang:
Indonesia
Agar Tak Salah Mendidik Agar Tak Salah Mendidik






Ta'lim wa Tarbiyat
Copyright © Ayatullah Ibrahim Amini
___________________________________________
Alih Bahasa
Ahmad Subandi & Salman Fadhlullah
___________________________________________
© Terjemahan Bahasa Indonesia
Penerbit Al-Huda
___________________________________________
Kulit Muka: Eja Assegai
Tata Letak: Ali Hadi
Cetakan Pertama, Sya'ban 1427 H/ September 2006 M
Penerbit Al-Huda
Jl. Buncit Raya Kav. 35 Jakarta 12073
Telepon 7996767
info@icc-jakarta.com



1
Agar Tak Salah Mendidik

DAFTAR ISI
MUKADIMAH

1. " PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN

2. " Manusia dan Kebebasan

3. " Manusia dan Penerimaan Tanggung jawab

4. " Kecenderungan-kecenderungan Hewani dan Nilai-nilai Insani

5. " TUJUAN PENDIDIKAN

6. " PENDIDIKAN DAN FAKTOR GENETIK

7. " TUGAS BERAT PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN

8. " PERIODE PENDIDIKAN

9. " PEMBENTUKAN AKHLAK DAN EMOSI PADA TAHUN PERTAMA DAN KEDUA USIA ANAK

10. " Memahat Jiwa Manusia

11. " Pelajari dengan Baik Karakter Anak Didik

12. " Tahapan-tahapan Perkembangan Manusia

13. " Jarak Antara Sang Pendidik dan Anak Didiknya

14. " Peranan Iman dalam Pendidikan

15. " Insting Seksualitas

16. " Ala Bisa Karena Biasa!

17. " MEDIA PENDIDIKAN

18. " Apresiasi, Penghormatan, Sikap Pemaaf dan Kebaikan dalam Pendidikan

19. " Katakan dengan Bahasa Kasih Sayang!

20. " CATATAN AKHIR




2
Agar Tak Salah Mendidik

MUKADIMAH
Tujuan terpenting risalah para nabi terutama Nabi Muhammad saw adalah mengajar dan mendidik manusia. Allah Swt berfirman di dalam al-Quran: "Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah" (QS. Ali Imran:164).

Salah satu kelebihan terpenting yang dimiliki manusia ialah kemampuan menerima pendidikan. Pendidikan telah dimulai sejak pertama kali manusia ada dan akan terus berlangsung sepanjang sejarah dan selama manusia masih ada. Pendidikan dan pengajaran merupakan suatu perkembangan dan pertumbuhan manusia yang terus menerus dalam bentuk generasi tua mengajarkan kepada generasi yang lebih muda berbagai hasil pelajaran dan pengalaman mereka dan orang-orang terdahulu dari mereka. Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dalam berbagai dimensinya secara umum merupakan akibat dari pendidikan dan pengajaran.

Pendidikan dan pengajaran dalam kurun waktu yang lama bukan merupakan sebuah profesi dan tidak mempunyai penanggung jawab khusus. Pada saat itu yang melaksanakan tanggung jawab ini adalah orangtua dan para pemimpin kabilah. Dengan bertambah banyaknya jumlah manusia dan bertambah luasnya disiplin ilmu dan seni, maka masalah pengajaran dan pendidikan pun menjadi bertambah rumit dan sulit, saat berbagai kesulitan yang timbul tidak dapat dipecahkan kecuali melalui penyusunan program dan kerja teliti seorang ahli saja.

Oleh karena itu, sekelompok ilmuwan menghabiskan waktunya untuk melakukan penelitian dalam masalah-masalah pendidikan dan pengajaran, kemudian mereka mempersembahkan berbagai hasil penelitiannya dalam bentuk lisan maupun tulisan kepada para pendidik. Dengan begitu, muncullah para ahli pendidikan, dan beribu-ribu buku tentang masalah pendidikan telah ditulis, sehingga pendidikan telah menjadi sebuah profesi.

Di antara para pakar pendidikan terjadi perbedaan pendapat dalam berbagai topik dan metode pendidikan, sehingga memunculkan berbagai macam mazhab pendidikan. Pada kesempatan yang terbatas ini saya tidak bisa mengkritisi satu persatu mazhab-mazhab pendidikan tersebut, namun secara umum dapat saya katakan bahwa semua mazhab pendidikan ini mempunyai satu kesamaan, yaitu semuanya mengabaikan dimensi kemanusiaan manusia dan menganggap manusia tidak lebih dari hewan yang telah mencapai kesempurnaan, yang akan lenyap dengan kematian.

Menurut mereka, dalam penciptaannya manusia tidak mempunyai tujuan selain dari mencari kesenangan dan melanjutkan kehidupan dunianya. Dengan dasar pandangan yang seperti inilah mereka kemudian menyusun program pendidikan dan pengajaran.

Berkenaan dengan pendidikan dan pengajaran manusia, Islam mempunyai mazhab tersendiri yang bersumber dari cara pandang khas terhadap alam dan manusia. Mazhab pendidikan Islam berdiri di atas dasar-dasar berikut:

1. Alam mempunyai Pencipta. Dia-lah yang mencipta dan mengatur alam ini.

2. Kemanusiaan manusia tidak hanya terbatas pada unsur jasmani, berkembang biak, nafsu hewani, insting dan emosi, melainkan juga mempunyai ruh yang tidak akan lenyap dengan mati melainkan hanya berpindah dari alam ini kepada alam akhirat.

3. Penciptaan manusia bukan sesuatu yang sia-sia dan tanpa tujuan. Manusia diciptakan dengan tujuan supaya dia mengembangkan dan menyempurnakan jiwanya dengan ilmu, amal saleh dan akhlak yang baik, dan supaya dia mempersiapkan kehidupan yang baik bagi kehidupan sesudah mati.

4. Bagi manusia telah ditetapkan adanya kehidupan sesudah mati, supaya orang-orang yang saleh memperoleh pahala dan orang-orang durhaka mendapat siksa.

5. Di alam dunia ini manusia mempunyai dua kehidupan: kehidupan duniawi yang terkait dengan jasmani dan nafsu hewaninya, dan kehidupan spiritual yang terkait dengan ruh kemanusiaannya. Di alam ini, jiwa manusia bisa bergerak meniti ke arah kesempurnaan, keindahan dan cahaya mutlak, atau jatuh ke arah kehidupan hewani dan kegelapan. Dua jenis kehidupan ini bersumber dari jenis keyakinan khas, akhlak dan perbuatan manusia.

Oleh karena itu, dalam mazhab pendidikan Islam, berbagai dimensi jasmani dan rohani manusia, begitu juga kehidupan duniawi dan kehidupan spiritual manusia mendapat perhatian.

Tidak diragukan bahwa dasar-dasar mazhab pendidikan Islam itu jelas dan terang, akan tetapi mengenai cara-cara dan metode-metode pendidikan secara terperinci sebagaimana yang terdapat dalam buku-buku pendidikan dan pengajaran belum dijelaskan. Namun begitu, di dalam al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw telah dijelaskan sebagian dari cara-cara tersebut, seperti metode dialog, argumentasi, debat, penghormatan, dan kecintaan. Tetapi sepertinya ini tidak mencukupi untuk dapat memecahkan berbagai persoalan pendidikan yang sulit dan rumit.

Oleh karena itu, mau tidak mau kita harus menggunakan buku-buku pendidikan yang merupakan hasil percobaan dan penelitian para pakar. Namun kita harus senantiasa memperhatikan beberapa poin penting berikut:

1. Para penulis dan para pakar ilmu pendidikan, mereka hanya memperhatikan dimensi jasmani dan hewani para anak didik, dan biasanya mereka melalaikan dimensi kemanusiaan dan pengaruhnya. Di sini, kita harus waspada jangan sampai petunjuk-petunjuk mereka mendatangkan kerugian bagi dimensi kemanusiaan manusia dan kehidupan spiritual mereka.

2. Para pakar ilmu pendidikan memandang segala sesuatu termasuk akhlak dari sudut pandangan duniawi, mereka mengabaikan pengaruh faktor-faktor spiritual. Oleh karena itu, kita harus waspada jangan sampai para siswa terseret kepada paham materialisme.

3. Dalam mendidik manusia, para pakar ini hanya menaruh perhatian kepada perbuatan namun mengabaikan faktor keyakinan dan niat. Jelas, ini sebuah kesalahan. Singkatnya, kita dapat mengambil manfaat dari pendapat para pakar ini, kita tidak boleh menolaknya secara serta merta, namun tidak pada setiap tempat dan tidak bagi siapa saja, melainkan pemanfaatannya memerlukan sebuah keahlian Islami supaya kita dapat mengukurnya dengan nilai-nilai Islam, kemudian memperbaiki dan menyempurnakannya.

Di sini, perlu juga saya sebutkan bahwa di dalam buku-buku sekarang banyak ditemukan hadis-hadis yang menganjurkan kepada penggunaan beberapa metode pendidikan, namun itu tidak bisa digunakan secara mutlak, di setiap tempat dan kepada siapa saja, karena sebagian dari hadis-hadis tersebut merupakan hadis dhaif dan tidak bisa secara pasti dinisbahkan kepada Islam. Meskipun dari sisi sanad sahih, namun ia tetap tidak bisa diamalkan di setiap tempat dan pada setiap keadaan. Pemanfaatan hadis-hadis pendidikan pun memerlukan keahlian dalam bidang pendidikan Islam.

Sebagai contoh, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa memukul merupakan salah satu cara pendidikan yang dianjurkan, namun itu tidak bisa dan tidak boleh dipraktikkan secara umum pada setiap tempat dan kepada siapa saja. Karena, pada beberapa kasus tindakan tersebut bukan hanya tidak bermanfaat melainkan mendatangkan hasil yang sebaliknya dari yang diharapkan.

Buku ini ditulis dengan memperhatikan pandangan dunia dan antropologi Islam, dengan tujuan untuk menegakkan ajaran-ajaran Rasulullah saw, dengan mempertimbangkan berbagai pandangan dan pendapat para pakar ilmu pendidikan, dan menggunakan al-Quran, hadis-hadis, biografi Rasulullah saw dan para imam maksum, dan terkadang pula memanfaatkan pengalaman-pengalaman saya pribadi.

Perlu juga saya sebutkan bahwa pada bulan Deymah tahun 1372 buku ini pernah diterbitkan oleh Penerbit Anjuman_e Awliya wa Murabbiyan dalam dua jilid.

Pada tahun-tahun berikutnya buku ini mengalami beberapa kali cetak ulang, namun karena buku ini dicetak dalam edisi terbatas, akhirnya saya meminta izin kepada pihak penerbit supaya buku ini bisa dicetak dan diterbitkan juga oleh penerbit lain, sehingga dapat dimanfaatkan dengan lebih baik dan lebih luas oleh masyarakat. Akhirnya, dengan lapang dada pihak penerbit menerima permintaan saya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak penerbit. Sekarang, dengan penyuntingan yang lebih teliti, buku ini diterbitkan kembali dalam bentuk satu jilid oleh Lembaga Bustan_e Kitab_e Qum.

Ardibehesyt 1383

Ibrahim Amini




3
Agar Tak Salah Mendidik

1. PENGAJARAN DAN PENDIDIKAN
Kata pengajaran dan pendidikan biasanya digunakan secara bersamaan, sehingga terkadang dianggap dua kata sinonim, padahal masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Pengajaran, menurut bahasa berarti mengajar, sedangkan pendidikan berarti mengembangkan dan menumbuhkan. Oleh karena itu, saya akan mendefinisikan masing-masing dari keduanya secara terpisah.


Definisi Pendidikan
Untuk mendefinisikan pendidikan secara benar dan sempurna, sebelumnya kita harus memperhatikan peranan pendidik dalam pendidikan dan melihat apa yang dilakukannya dalam praktik pendidikan. Untuk itu, sebagai contoh, kita perlu memperhatikan peranan seorang tukang kebun sebagai pendidik bagi pohon dan tumbuh-tumbuhan. Yang dilakukan seorang tukang kebun ialah, pertama-tama ia membajak tanah untuk persiapan menanam benih. Kemudian ia menyemai benih pohon sedemikian rupa sehingga benih itu mendapatkan udara dan sinar matahari yang cukup. Lalu, dengan tepat waktu benih itu disiram air dan diberi pupuk yang sesuai, begitu juga hama-hama diberantas, dan rumput dan tanaman pengganggu disingkirkan. Manakala tukang kebun tersebut mengerjakan semua pekerjaan yang diperlukan maka potensi kehidupan yang terkandung dalam benih tersebut akan tumbuh menjadi kehidupan riil dan secara perlahan-lahan akan tumbuh dan berkembang dan memberikan buah.

Dengan memperhatikan secara teliti contoh di atas akan menjadi jelas bahwa benihlah yang berkembang dan mengubah potensi kehidupan yang ada pada dirinya menjadi kehidupan riil, sementara peranan tukang kebun tidak lebih hanya mempersiapkan lahan dan menyediakan persyaratan-persyaratan yang diperlukan.

Pendidikan manusia juga tidak berbeda seperti ini. Maksudnya, peranan seorang pendidik dalam mendidik seorang manusia, dengan menggunakan berbagai macam metode pendidikan tidak lebih dari hanya menyediakan semua fasilitas dan persyaratan yang diperlukan, supaya orang itu menemukan dirinya dan mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya sehingga menjadi kekuatan nyata.

Di sini, pelaku pendidikan sekaligus sebagai objek pendidikan. Adapun peranan pendidik tidak lebih dari hanya menyiapkan lahan dan menyediakan berbagai fasilitas dan persyaratan yang diperlukan. Dengan demikian, di sini, pendidik yang sesungguhnya adalah orang yang menjadi objek didik, akan tetapi kepada orang yang menyiapkan berbagai persyaratan yang diperlukan bagi pendidikannya juga disebut sebagai pendidik.

Di dalam al-Quran pendidikan (tarbiyah) dan penyucian (tazkiyah) dinisbahkan kepada orang yang menjadi objek didik dan kepada orang yang menyediakan syarat-syarat yang diperlukan bagi pendidikan seseorang.

Adapun berkenaan dengan kelompok yang pertama Allah Swt berfirman:

"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikannya, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya" (QS. asy-Syams:1-10).

Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

"Dan barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya ia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah tempat kembali(mu)" (QS. Fathir:18).

Allah Swt juga berfirman:

"Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya" (QS. al-A`la:14).

Sementara berkenaan dengan kelompok yang kedua Allah Swt berfirman:

"Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah" (QS. Ali Imran:164).

Allah Swt juga berfirman:

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih-sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidikku ketika aku kecil" (QS. al-Isra:24).

Sebagaimana dapat Anda lihat, ayat-ayat di atas menyebut Nabi, ayah dan ibu sebagai pendidik dan penyuci jiwa.

Kata tarbîyyah sedikit sekali digunakan dalam ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw, justru di sini kata tazkîyyah (penyucian) lebih banyak digunakan. Namun, kata tazkîyyah dan tarbîyyah mempunyai makna yang sama. Karena, kata tarbîyyah (pendidikan) menurut bahasa berarti mengembangkan dan menumbuhkan, yang juga merupakan arti dari kata tazkîyyah.

Raghib Isfahani menulis: "Asal kata zakat berarti tumbuh dan berkembang, yang juga digunakan berkaitan dengan berkembang dan sucinya diri. Terkadang tazkîyyah (tindak penyucian) dinisbahkan kepada hamba dikarenakan dia sendiri yang mendidik dan mengembangkan dirinya, sebagaimana firman-Nya,

'Sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya.' Namun terkadang tazkîyyah dinisbahkan kepada Allah Swt, karena pada hakikatnya Dia-lah pelaku pendidikan dan penyucian sesungguhnya, sebagaimana firman-Nya, 'Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.' Terkadang pula tazkîyyah dinisbahkan kepada Nabi disebabkan dia merupakan perantara sampainya kesempurnaan kepada para hamba, sebagaimana firman-Nya, 'Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikanmu.' Namun terkadang pula tazkîyyah dinisbahkan kepada ibadah, karena ia merupakan alat bagi berkembang dan sempurnanya jiwa, sebagaimana firman-Nya, 'Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa).' "[1]

Oleh karena itu, dalam masalah pendidikan, manusia yang terimbas pendidikan mengalami perkembangan dan berbagai potensi yang ada dalam dirinya berubah menjadi kekuatan nyata. Di sini, ia menjadi pelaku langsung pendidikan. Namun, pendidikan juga dinisbahkan kepada individu dan sesuatu yang lain.

Pendidikan dinisbahkan kepada Allah Swt, karena Dia Pencipta kesempurnaan sesungguhnya, dan oleh karena itu Dia disebut sebagai Rabbul `Alamin.

Pendidikan juga dinisbahkan kepada orang-orang yang menyediakan faktor-faktor perkembangan seorang individu, seperti orangtua dan guru, dan juga orang-orang yang bukan merupakan faktor langsung perkembangan namun apa yang dilakukannya mempunyai andil terhadap tumbuh dan berkembangnya berbagai potensi diri seorang individu. Terkadang, pendidikan dan penyucian juga dinisbahkan kepada faktor-faktor perkembangan itu sendiri, karena dia mempunyai andil terhadap pertumbuhan dan perkembangan seorang individu.

Secara umum, pendidikan dan penyucian dinisbahkan kepada orang-orang yang menyediakan faktor-faktor dan syarat-syarat tumbuh berkembangnya potensi seorang individu. Dan mereka inilah yang akan menjadi objek pembahasan kita.

Oleh karena itu, definisi pendidikan yang paling sesuai ialah: memilih tindakan dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan kesempurnaan yang diharapkan.

Berkenaan dengan definisi pendidikan, kita menemukan banyak sekali definisi yang diajukan oleh para ahli, yang mana semuanya sejalan dengan spesialisasi dan cara pandang mereka tentang manusia dan tujuan hidup manusia. Sebagian besar dari definisi-definisi tersebut hanya menyentuh sebagian dimensi manusia, tidak mencakup dan tidak sempurna. Saya pikir definisi yang telah saya sebutkan di atas adalah definisi terbaik, dan kita tidak perlu lagi menyebutkan dan mempelajari definisi-definisi lainnya.

Jean Soto menulis, "Pendidikan dan pengajaran adalah pembuka wujud diri. Manusia yang sudah terdidik adalah manusia yang dengan akalnya mampu mengendalikan berbagai daya dan tabiat hewaninya dan membimbingnya ke arah kesempurnaannya… Oleh karena itu, mendidik adalah membantu anak untuk dapat menjadi pribadi yang bebas dan disiplin."


Definisi Pengajaran
Berkenaan dengan pengajaran, juga terdapat banyak definisi, namun definisi terbaik adalah mentransformasi ilmu kepada pelajar. Definisi ini tidak lepas dari kekurangan. Supaya jelas yang dimaksud kita perlu memperhatikan praktik belajar mengajar.

Seorang guru atau pengajar menyampaikan ucapan dan kata-kata kepada pelajar. Kemudian, kata-kata ini di dengar melalui telinga sehingga meninggalkan pengaruh spesifik bagi syaraf dan otak pelajar. Dan oleh karena pelajar mengetahui makna dari kata-kata yang disampaikan pengajar maka makna itu pun masuk ke dalam benaknya. Dengan begitu ia memahami maksud dan arti yang disampaikan, atau dengan kata lain ia telah menjadi berpengetahuan.

Di sini, yang menjadi berpengetahuan dan mengubah potensi kemampuan tahunya menjadi pengetahuan yang riil serta menyampaikan dirinya kepada kesempurnaan adalah pelajar itu sendiri. Adapun pengajar dia tidak memindahkan ilmu yang ada di benaknya ke benak pelajar, peranannya tidak lebih dari berbicara dan menyampaikan kata-kata. Atau dengan kata lain, dengan berbicara dan menyampaikan kata-kata, pengajar telah menyiapkan lahan supaya pelajar paham dan mengerti, sementara pelajar sendiri itulah yang mengubah potensi belajar yang ada dalam dirinya menjadi kemampuan riil sehingga ia menjadi berpengetahuan.

Oleh karena itu, kita dapat mendefinisikan pengajaran sebagai berikut: Berbicara dan menyampaikan kata-kata yang mempunyai arti sehingga pelajar mengerti arti kata-kata tersebut, dengan begitu dia dapat mengubah potensi kemampuan belajar dirinya menjadi kemampuan riil dan menjadi tahu.

Di sini tampak jelas bahwa pengajaran juga merupakan satu bentuk dari pendidikan. Perlu juga saya sebutkan di sini bahwa pengajar hakiki adalah Allah Swt, karena Dia-lah Pemberi wujud dan yang menganugerahkan berbagai kesempurnaan kepada makhluk. Ilmu juga termasuk kesempurnaan. Manusia mempunyai potensi mempelajari berbagai ilmu, dan manakala syarat-syarat yang diperlukan tersedia maka Allah Swt melimpahkan ilmu kepadanya.

Di dalam al-Quran, terkadang pengajaran dinisbahkan kepada Allah Swt: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu-lah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (QS. al-`Alaq:1-5).

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman: "Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya" (QS. al-Baqarah:282).

Selanjutnya Allah Swt berfirman: "Dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (QS. al-Baqarah:282).

Imam Muhammad Baqir as telah berkata: "Mengetahui tidak wajib bagi manusia sehingga Allah menjadi pengajar mereka, dan manakala Allah mengajar mereka, maka mereka wajib mengetahui."[2]

Imam Ja`far Shadiq as berkata: "Ilmu itu diperoleh bukan dengan belajar, melainkan ia adalah cahaya yang Allah limpahkan ke hati orang yang hendak diberi-Nya petunjuk."[3]

Rasulullah saw telah bersabda: "Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah pahamkan ia dalam agama."[4]

Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa ilmu adalah cahaya yang Allah Swt limpahkan dengan syarat-syarat tertentu kepada jiwa-jiwa yang siap. Oleh karena itu, pengajar hakiki adalah Allah Swt, yang melimpahkan kesempurnaan ilmu kepada jiwa-jiwa yang siap, meski begitu sebutan guru atau pengajar dialamatkan juga kepada orang-orang yang dengan perkataannya menjadikan jiwa-jiwa siap menangkap karunia dan limpahan Ilahi.

Mereka yang senang menuntut ilmu harus bersungguh-sungguh di jalan ini, yaitu dengan belajar, membaca, bertanya, berdiskusi dan berpikir. Sehingga pada saat mereka telah siap maka Allah akan limpahkan kesempurnaan ilmu kepada jiwa mereka, dan dengan begitu mereka telah memperoleh kesempurnaan.


Objek Pendidikan dan Pengajaran
Kita telah katakan bahwa definisi pendidikan ialah mengembangkan dan mengantarkan maujud (makhluk) secara bertahap kepada kesempurnaan, dan mengubah potensi dirinya menjadi kemampuan nyata. Berdasarkan definisi ini maka seluruh maujud kasatmata, yaitu manusia, tumbuhan dan bahkan benda mati menjadi objek pendidikan. Karena mereka semua bergerak pada jalan menuju kesempurnaan dan merubah berbagai potensi dirinya menjadi kemampuan nyata. Dengan begitu, maka objek pendidikan meliputi binatang, tumbuhan, benda mati dan manusia, namun yang akan menjadi objek pembahasan kita dalam buku ini hanya manusia.

Adapun berkenaan dengan pengajaran, maka kita harus katakan bahwa benda mati dan tumbuhan sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk belajar, sementara binatang sebagian mereka seperti burung kakaktua, monyet dan gajah mempunyai kemampuan belajar namun terbatas.


Manusia, Objek Pendidikan dan Pengajaran
Mengajar dan mendidik merupakan sebuah pekerjaan yang sulit dan rumit, yang menuntut kecerdasan, keahlian, pengalaman dan pengetahuan yang luas. Oleh karena itu, para pendidik harus mengetahui beberapa poin berikut:

1. Mengenal dengan baik esensi dan hakikat manusia.

2. Mengenal dengan baik berbagai potensi jiwa manusia.

3. Berdiri teguh pada tujuan mendidik manusia sempurna, dan mengetahui betul tujuan yang harus diraih dalam mendidik dan mengajar manusia.

4. Mengetahui faktor-faktor dan fasilitas-fasilitas apa saja yang harus digunakan dalam usaha mencapai tujuan.

5. Mengetahui hal-hal yang merintangi pencapaian tujuan dan sekaligus mengetahui cara-cara mengatasinya.


Hakikat Manusia
Banyak sekali definisi dan penjelasan yang diberikan kalangan ilmuwan tentang esensi dan hakikat manusia. Sebagai contoh, sebagian dari mereka menganggap manusia tidak lebih dari seekor binatang yang tidak mempunyai perbedaan substansial dengan binatang-binatang lain. Dalam keyakinan mereka, manusia adalah binatang yang telah memperoleh kesempurnaan namun belum melewati batas-batas kebinatangannya, sehingga seluruh perbuatan, perilaku, karakter dan bahkan ilmu dan pemikirannya tidak lebih bersumber dari pengaruh-pengaruh dan kebutuhan-kebutuhan materi. Mereka meyakini manusia itu maujud materi dan hanya mempunyai satu dimensi, dan tidak mempercayai sedikit pun akan adanya ruh, dan bahkan mereka mengatakan bahwa ruh dan jiwa manusia tidak lebih bersumber dari reaksi kimiawi materi.

Atas dasar keyakinan ini lalu mereka mendefinisikan manusia sebagai hewan pembuat alat, hewan pembangun, hewan penghasil barang dan hewan yang dapat berbicara. Namun di sini, kita tidak bermaksud mengritisi definisi-definisi tersebut.

Di sisi lain, sekelompok ilmuwan lain menganggap manusia sebagai maujud yang bebas, spesial, luhur dan mulia, yang memiliki kelebihan substansial dari seluruh hewan yang lain. Oleh karena itu, mereka mendefinisikan manusia sebagai berikut: Hewan yang mempunyai jiwa yang dapat berpikir dan memahami hakikat-hakikat universal. Jiwa dan akal inilah, yang merupakan zat dan hakikat manusia, yang menjadikannya berbeda dari seluruh hewan yang lain.

Seluruh nabi dan agama samawi mendefinisikan manusia seperti di atas, dan kita pun dalam pembahasan ini akan mengkaji manusia dari sudut pandang Islam.


Manusia, dari Sudut Pandang Filsafat
Manusia adalah maujud kompleks yang mempunyai beberapa dimensi wujud. Dari satu sisi, manusia adalah jisim unsur yang mempunyai sifat-sifat seperti: berat, panjang, lebar, kedalaman, bentuk, warna dan sifat-sifat lainnya. Dari sisi lain, ia adalah jisim yang dapat tumbuh dan berkembang (jisim nâmi), yaitu makan, tumbuh dan melahirkan. Oleh karena itu, selain manusia merupakan jisim unsur ia juga mempunyai ruh tumbuhan yang membedakannya dari benda-benda mati. Di sisi lain, ia juga seekor hewan yang mempunyai gerak, keinginan dan emosi. Dan, diri hewani inilah yang membuatnya berbeda dari benda mati dan tumbuhan. Untuk memahami dan berhubungan dengan objek luar ia juga mempunyai lima pancaindera lahir, yaitu kemampuan penglihatan, pendengaran, perabaan, perasaan dan penciuman.

Dari dimensi materi, manusia memiliki seluruh yang dimiliki jisim unsur, jisim nâmi dan hewan. Selain semua itu, manusia juga mempunyai permata yang sangat berharga yaitu yang dinamakan diri berakal (nafs 'âqilah). Diri berakal manusia adalah maujud yang terbebas dari materi dan sifat-sifatnya, yang dengannya manusia dapat berpikir dan memahami hakikat-hakikat dan pemahaman-pemahaman universal. Dengan permata yang sangat berharga inilah manusia memiliki kelebihan dari hewan-hewan lain, dan permata yang sangat berharga ini merupakan zat dan esensi manusia, bukan sifat yang dapat terlepas darinya. Oleh karena itu, manusia adalah spesies tersendiri yang dari sisi zat dan esensinya berbeda dari seluruh hewan lainnya.

Perlu saya sebutkan di sini bahwa manusia mempunyai banyak dimensi wujud, namun dari sisi zat ia tidak lebih dari satu hakikat. Bukan berarti bahwa diri berkembang (nafs nâmi), diri hewani dan diri insani pada manusia merupakan tiga wujud yang benar-benar ada dan manusia mempunyai tiga diri. Tidak demikian, melainkan yang dimaksud ialah manusia tetap hanya merupakan satu hakikat, namun hakikat yang mempunyai tiga peringkat wujud. Peringkat terendah diri manusia adalah melaksanakan pekerjaan tumbuhan, peringkat yang lebih tinggi dari itu melaksanakan pekerjaan hewan, dan peringkat tertinggi adalah berpikir dan mengerjakan segenap pekerjaan manusia.

Pada saat mengatakan berat, bentuk, warna dan dimensi materi, maka ia sedang memberitahukan tentang peringkat jasmani atau jisim unsurnya. Pada saat ia mengatakan makanan, pertumbuhan dan melahirkan, maka ia tengah menceritakan tentang peringkat jisim nâmi-nya. Pada saat ia mengatakan gerak, keinginan dan emosinya, maka ia sedang memberitahukan tentang peringkat hewaninya. Dan pada saat ia mengatakan pemikiran dan pemahamannya, maka ia sedang menceritakan tentang ruh abstrak (mujarrad) dan peringkat kemanusiaannya.

Oleh karena itu, di samping manusia itu merupakan satu hakikat namun ia mempunyai beberapa diri: diri jasmani, diri tumbuhan, diri hewani dan diri manusia, namun yang menjadi substansi dan kelebihan manusia ialah diri manusianya.

Ruh manusia adalah substansi mujarrad yang berasal dari alam malakut yang tidak akan terkena kerusakan dan ketiadaan, dan akan tetap ada untuk selamanya. Ruh manusia adalah maujud mujarrad namun bukan mujarrad sempurna melainkan mujarrad tidak sempurna, yang dari sisi peringkat rendah wujudnya mempunyai kaitan dengan jisim dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan materi. Oleh karena itu, manusia harus bergerak menuju kesempurnaan. Dari satu sisi manusia adalah hewan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan hewan, sementara dari sisi lain manusia adalah manusia dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan manusia.

Maujud yang mengagumkan ini pada awal wujudnya tidak sempurna, namun secara bertahap ia membangun dan mengembangkan dirinya. Keyakinan dan karakter yang bersumber dari perbuatan dan gerak akan menyampaikan wujud manusia kepada kesempurnaan.

Masalah-masalah yang disebutkan di atas dan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan diri (nafs) telah dibahas dalam buku-buku filsafat dan buku-buku ilmu kalam, dan para cendekiawan dan filosof Islam telah membahas masalah-masalah ini secara rinci dan panjang lebar, namun memasuki pembahasan tersebut akan membuat kita terhalang melanjutkan apa yang menjadi pokok pembahasan kita yaitu mengenai pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih dalam masalah ini alangkah baiknya bagi para pembaca budiman menelaah buku-buku filsafat dan ilmu kalam, dan pembahasan ini kita lanjutkan dengan menjelaskan pandangan Islam dan al-Quran tentang manusia.




4
Agar Tak Salah Mendidik

Manusia dalam Pandangan Islam
Islam juga memandang manusia sebagai suatu maujud yang mempunyai beberapa dimensi, yang penciptaannya dimulai dari materi yang tidak mempunyai kecerdasan, namun setelah meniti peringkat-peringkat kesempurnaan ia berubah menjadi satu bentuk maujud yang lebih utama dari materi.

Allah Swt menggambarkan penciptaan manusia sebagai berikut:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Maka Mahasuci-lah Allah, Pencipta Yang paling baik" (QS. al-Mukminun:12-14).

Pada ayat di atas, setelah menjelaskan tahapan-tahapan kesempurnaan materi manusia dan sampainya manusia kepada ujung batas potensinya dan menerima ruh mujarrad, Allah Swt berfirman, Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Allah Swt menyebut makhluk baru itu dengan makhluk yang lain, yang berbeda dengan dasar ciptaan-ciptaan sebelumnya-yang merupakan ciptaan yang bersifat materi. Maksudnya, ciptaan baru yang berbentuk diri manusia lebih baik dari ciptaan-ciptaan sebelumnya. Dengan kata lain, lebih sempurna dan terbebas dari materi. Di sini, penciptaan sesuatu yang mujarrad dari sesuatu yang materi dan berubahnya suatu bentuk materi menjadi bentuk mujarrad sungguh sesuatu yang sangat penting dan amat mencengangkan. Pada akhir ayat di atas Allah Swt berfirman, Mahasuci-lah Allah, Pencipta Yang paling baik. Perlu diperhatikan, bahwa Allah Swt menggambarkan penciptaan manusia dengan ungkapan ansya'ânu, yang berarti mencipta dengan tanpa perantara.

Pada ayat yang lain Allah Swt menjelaskan kisah penciptaan manusia sebagai berikut:

"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur" (QS. as-Sajdah:7-9).

Ayat di atas memberi isyarat kepada satu poin penting: Pertama, pada saat ruh manusia hendak ditiupkan, tubuh ini disempurnakan terlebih dulu dan begitu juga kemampuan menerimanya. Kedua, ruh manusia sedemikian penting dan berharganya sampai Allah Swt menisbahkannya kepada Diri-Nya. Maksudnya, ruh itu berasal dari alam yang tinggi dan mujarrad.

Pada ayat lain Allah Swt juga memberi isyarat kepada dua poin penting di atas:

"Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (QS. al-Hijr:29).

Pada ayat ini pun Allah Swt menyebutkan kemampuan dan kelayakan materi sebagai syarat ditiupkannya ruh, dan memperkenalkan bahwa ruh adalah maujud luhur yang dinisbahkan kepada Diri-Nya. Dan disebabkan keistimewaan besar inilah manusia memperoleh kedudukan di mana para malaikat layak bersujud kepadanya.

Dalam ayat lain Allah Swt menyebut ruh manusia sebagai wujud terbaik:

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit" (QS. al-Isra:85).

Pada ayat di atas, Rasulullah saw diperintahkan bahwa dalam menjawab orang yang bertanya tentang ruh mengatakan, bahwa ruh adalah bersumber dari ciptaan khusus Tuhanku, yang tidak melalui tahapan waktu dan tidak membutuhkan perantara.

Berkenaan dengan ayat di atas, Almarhum Allamah Thabathaba'i melakukan pembahasan secara rinci dan mendalam tentang alam amr dan ruh. Beliau mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan ruh dan amr. Dengan meneliti dan membandingkan di antara ayat-ayat tersebut, beliau menarik kesimpulan, bahwa amr yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut adalah perbuatan dan penciptaan Allah Swt yang tidak memerlukan kepada sebab-sebab dan faktor-faktor tabiat, serta tidak memerlukan kepada gerak, proses dan waktu, melainkan tercipta hanya dengan penciptaan takwînî dan semata-mata dengan kata kun (jadilah),

Allah Swt berfirman dalam al-Quran Karim:

"Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah", maka terjadilah ia. Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan" (QS. Yasin:82-83).

Dalam ayat lain Allah Swt berfirman:

"Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti sekejap mata" (QS. al-Qamar:50).

Oleh karena itu, penciptaan dengan satu perintah adalah lebih tinggi dan lebih baik dari penciptaan secara bertahap dan alami, karena tidak memerlukan kepada gerak, potensi dan waktu, melainkan dengan serta merta tercipta. Dengan demikian, maka perkara yang seperti ini sudah tentu terlepas dari materi dan waktu.

Atas dasar itu, Allah Swt memerintahkan kepada Rasulullah saw bahwa dalam menjawab orang yang bertanya tentang ruh cukup dengan mengatakan, ruh itu termasuk kategori amr (perintah), yaitu lebih baik dari materi, gerak dan waktu.[5]

Dari ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah maujud mulia dan istimewa, karena hakikat dirinya terbentuk dari ruh mujarrad, yang merupakan maujud yang lebih baik dan lebih utama dari materi.

Masalah ke-mujarrad-an diri dan ruh manusia adalah masalah filsafat yang pelik yang membutuhkan pembahasan yang panjang, yang tentunya berada di luar pembahasan buku ini. Bagi kalangan yang berminat, mereka dapat merujuk kepada buku-buku filsafat, tafsir dan ilmu kalam.


Keistimewaan-keistimewaan Manusia dalam Al-Quran
Al-Quran Karim memuji dan menyebutkan keistimewaan-keistimewaan manusia. Ayat-ayat berikut memberi isyarat kepada hal itu:

1. Manusia dimuliakan dan diutamakan oleh Allah Swt. Berkenaan dengan hal ini Allah Swt berfirman:

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan" (QS. al-Isra:70).

Manusia, disebabkan pengaruh penciptaannya yang khusus memiliki kemampuan untuk memahami berbagai macam ilmu, yang para malaikat pun tidak memilikinya.

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." Allah berfirman, "Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. al-Baqarah:31-33).

2. Disebabkan keistimewaan wujudnya maka manusia pantas menjadi Khalifah Allah di muka bumi. Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:

"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS. al-Baqarah:30).

3. Disebabkan kedudukan yang tinggi ini para malaikat tunduk dan bersujud kepada manusia. Allah Swt berfirman:

"(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku-sempurnakan kejadiannya dan Ku-tiupkan ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur bersujud kepadanya" (QS. Shad:71-72).

4. Penciptaan manusia sedemikian mengagumkan sehingga ia mampu menggunakan kekuatan akal dan kemampuan fisiknya, serta mengungkap rahasia-rahasia alam dan menundukkannya untuk kepentingan dirinya.

Allah Swt berfirman:

"Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi" (QS. al-Hajj:65).

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:

"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi" (QS. Luqman:20).

Allah Swt juga berfirman:

"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya" (QS. al-Jatsiyah:13).

Allah Swt berfirman:

"Dan Dia-lah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur" (QS. an-Nahl:14).


Pengetahuan Sempurna
5. Manusia, dari sisi ruh mujarrad memiliki pengetahuan yang sempurna, nurani akhlak, dan pemahaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Jika manusia melihat kepada zat dan ruh malakut dirinya dan benar-benar mengenal dirinya, niscaya ia akan menemukan bahwa dirinya berasal dari alam qudrah, alam kemuliaan, alam ilmu, alam rahmat, alam cahaya, alam kebajikan, alam kebaikan, alam keadilan, atau secara umum berasal dari alam kesempurnaan, dan mempunyai kesamaan dan kesesuaian dengan alam tersebut.

Di sini, manusia menemukan alam lain dan memandang ke alam yang lebih utama, serta menyaksikan kesempurnaan mutlak dan cenderung kepada nilai-nilai luhurnya, karena semua itu sesuai dengan maqam tinggi manusia. Manusia mengetahui kesesuaian alam tersebut dengan kebutuhan-kebutuhannya terhadap kesempurnaan, lalu ia berkata, "Saya harus menyempurnakan diri saya dengan perantaraannya, semua ini bermanfaat bagi kesempurnaan zat saya, dan saya harus sampai kepada ketinggian ini."

Seluruh manusia diciptakan sama dalam mengenal nilai-nilai luhur ini dan lawannya. Jika seorang manusia melihat kepada fitrah suci temannya dan juga memperhatikan kecenderungan hawa nafsunya, lalu ia pun mengenal dirinya, niscaya ia akan dapat mengenal nilai-nilai akhlak yang luhur dan begitu juga akhlak-akhlak yang buruk. Namun, ada sekelompok manusia yang kehilangan kemampuan memahami hal-hal yang suci ini, dan itu disebabkan nafsu hewaninya telah memadamkan cahaya akalnya dan menjadikan dirinya sesuatu yang asing. Al-Quran Karim juga menyebut pemahaman dan nurani yang seperti ini sebagai fitrah manusia,

"Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (QS. asy-Syams:7-10).


Fitrah Tauhid
6. Manusia mempunyai fitrah mengenal Allah. Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga secara otomatis ia cenderung kepada Sumber Wujud dan Kekuatan Yang Mahadahsyat, dan tunduk di hadapan kebesaran-Nya. Manakala menghadapi krisis dan kesulitan ia berlindung kepada-Nya. Manusia memiliki kecenderungan kepada agama. Kecenderungan kepada pencarian dan penyembahan Tuhan merupakan sebuah insting yang tertanam pada diri manusia.
Sekelompok cendekiawan menulis, bahwa semua manusia bahkan para penyembah berhala dan kalangan materialis sekalipun, mereka semua mempunyai kecenderungan kepada spiritual. Dalam batin mereka, mereka mengakui bahwa diri mereka bergantung kepada kekuatan tersembunyi dan tunduk di hadapannya. Hati manusia tidak akan merasa tenteram tanpa Tuhan, meskipun dalam menentukan siapa Tuhan terkadang mereka jatuh kepada kesalahan.

Al-Quran juga mengatakan bahwa kecenderungan kepada Tuhan merupakan fitrah manusia:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. ar-Rum:30).

Allah Swt juga berfirman:

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Benar, (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keberadaan Tuhan)" (QS. al-A`raf:171).

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata:

"Kemudian Allah Swt mengutus rasul-rasul-Nya dan sederetan nabi kepada mereka agar mereka memenuhi janji mereka terhadap penciptaan Allah, dan agar (para rasul dan nabi) mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang terlupakan dan berhujah kepada mereka dengan tablig, serta membukakan perbendaharaan akal kepada mereka…"[6]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as juga berkata:

"Dan Dia telah menciptakan hati pada fitrahnya, baik pada manusia celaka maupun manusia bahagia."

Al-Quran meyakini bahwa keyakinan dan pengakuan terhadap adanya Tuhan merupakan fitrah manusia. Seluruh manusia, bahkan orang-orang musyrik sekalipun mengakui yang demikian. Oleh karena itu, dalam banyak ayat al-Quran disebutkan bahwa jika orang-orang musyrik ditanya, siapa pencipta langit dan bumi, mereka akan menjawab, Allah yang telah menciptakan. Sebagai contoh:

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. al-`Ankabut:61).

Allah Swt berfirman:

Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. al-`Ankabut:63).

Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab, "Allah" (QS. Luqman:25).

Dari ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia pada fitrahnya mengakui keberadaan Pencipta alam ini. Meskipun terkadang di lidah mereka mengingkari-Nya, namun tatkala mereka diterpa cobaan dan kesulitan yang besar sementara semua jalan telah tertutup, maka mereka pun menghadapkan wajahnya kepada Kekuatan Gaib Yang Mahadahsyat dan memohon pertolongan kepada-Nya, dan bahkan mengakui keberadaan Allah dengan lidahnya.

Alhasil, fitrah mengenal Tuhan, fitrah untuk tunduk dan menyembah kepada-Nya telah ditanamkan pada diri manusia. Fitrah dan perasaan yang seperti ini sudah ada pada diri manusia sejak ia masih kecil, namun pada awalnya samar, lalu menjadi sebuah potensi, dan kemudian sedikit demi sedikit menjadi bangkit dan berkembang.

Seorang anak, di dalam dirinya dia merasakan bahwa dirinya butuh dan bergantung, dan secara fitrah dia cenderung kepada Sesuatu Yang dapat menyediakan segala kebutuhannya namun dia belum mempunyai kemampuan untuk menentukan. Terkadang, ia menyangka ibunya sebagai Kekuatan hebat tersebut.

Imam Muhammad Baqir as meriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah bersabda:

"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, yaitu mengenal bahwa Allah itu Penciptanya. Dan itulah yang dimaksud dengan firman-Nya, Dan sesungguhnya jika kamu tanya kepada mereka, 'Siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi', niscaya mereka akan menjawab, 'Allah'."[8]

Zurarah meriwayatkan:

"Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut. Beliau menjawab, 'Allah Swt telah menciptakan mereka pada fitrah mengenal dan mengetahui bahwa Allah Swt itu Penciptanya. Jika tidak begitu, maka tatkala mereka ditanya siapa Tuhanmu dan siapa yang memberi rezeki kepadamu maka mereka tidak akan bisa menjawab.'"[9]

Perawi yang sama meriwayatkan:

"Saya bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang ayat yang berbunyi, Dengan hanif kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia, apa yang dimaksud dengan hanafiyyah. Beliau menjawab, 'Yaitu fitrah yang manusia diciptakan atasnya, dan Allah telah menciptakan manusia dalam fitrah mengenal Dia.'"[10]

Rasulullah saw bersabda:

"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi dan Nasrani."[11]

Abdullah bin Sinan berkata:

"Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as tentang ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah tersebut, apa yang dimaksud dengan fitrah pada ayat ini? Imam menjawab, 'Fitrah Islam. Pada saat Allah Swt mengambil janji dari mereka Allah Swt menciptakan mereka di atas fitrah tauhid, lalu bertanya, Bukankah Aku ini Tuhanmu? Dan di antara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir.'"[12]

`Ala meriwayatkan:

"Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as tentang tafsir ayat, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Beliau menjawab, 'Yaitu tauhid.'"[13]

Imam Ali as berkata:

"Kata ikhlas ialah fitrah."[14]

Dari hadis-hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh manusia diciptakan dengan fitrah mengenal Allah dan tauhid.




5
Agar Tak Salah Mendidik

Penjelasan tentang Fitrah
Di sini, perlu kiranya saya memaparkan secara ringkas penjelasan tentang fitrah.

Kata fitrah banyak sekali disebutkan di dalam al-Quran dan hadis, dan disebut sebagai akar dan sumber berbagai perkara. Raghib Isfahani menulis:

"Kata fitrah menurut bahasa berarti merobek atau membelah, dan ungkapan Fatharallâhu al-Khalqa adalah berarti Allah menciptakan makhluk sedemikian rupa sehingga menjadi sumber berbagai perbuatan. Oleh karena itu, makna ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut, ialah Allah menciptakan manusia sedemikian rupa sehingga makrifah kepada-Nya tertanam pada dirinya. Dengan begitu, maka fitrah Allah ialah potensi makrifat dan keimanan yang tersimpan pada diri maujud."[15]

Para cendekiawan menjelaskan fitrah ke dalam beberapa bentuk penjelasan:

1. Fitrah adalah tabiat dan karakter khusus yang digunakan dalam penciptaan manusia, yang karenanya manusia mempunyai potensi untuk menerima iman dan agama, dan jika ia kembali kepada tabiat pertamanya ia akan menjadi orang yang beragama dan menyembah Tuhan. Oleh karena itu, orang-orang yang keluar dari agama, maka itu tidak lain disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti taklid kepada kedua orangtua.

2. Seluruh manusia, di dalam dirinya mempunyai kecenderungan kepada Sumber wujud dan kecenderungan untuk menyembah dan tunduk di hadapan-Nya. Semua manusia di dalam dirinya mengakui keberadaan-Nya, meskipun terkadang dia salah dengan menyangka yang lain sebagai Dia dan tunduk di hadapannya. Karena kecenderungan kepada Sumber wujud dan keharusan menyembah-Nya terpatri dalam diri manusia, dan terkadang manusia salah dalam menentukan siapa Tuhan, maka muncullah praktek penyembahan berhala di tengah manusia.

3. Arti dari fitrah ialah manusia diciptakan untuk mengenal, bertauhid, beragama dan menyembah Tuhan.

4. Fitrah ialah janji dan pengakuan yang telah Allah Swt ambil dari seluruh manusia pada alam dzur dan awal penciptaan. Di alam dzur telah diambil pengakuan dari seluruh manusia akan keberadaan dan keesaan-Nya, dan mereka telah berjanji untuk menjadi penyembah Allah di alam dunia. Dengan demikian, maka seluruh manusia di dalam batinnya adalah penyembah Tuhan meskipun ada sebagian orang yang meletakkan tirai di atas panggilan batinnya dan mengingkari keberadaan Tuhan dengan lidahnya.

5. Yang dimaksud dengan menyembah Allah adalah fitrah ialah bahwa akal sendiri cenderung kepada Sumber wujud dan untuk membuktikan keberadaan Tuhan tidak memerlukan argumentasi dan perolehan berbagai macam premis. Dengan berpikir tentang tatanan wujud dan mempelajari rahasia-rahasia penciptaan maka dengan sendirinya, dengan tanpa memerlukan argumentasi, manusia akan terbimbing kepada pengakuan akan adanya Pencipta alam ini. Oleh karena itu, fitrah adalah penciptaan khusus akal dan diri manusia.

6. Bangunan khusus ruh manusia diciptakan sedemikian sehingga secara otomatis dia adalah pencari dan penyembah Tuhan, dan kecenderungan kepada Sumber ciptaan dan penyembahan Tuhan telah ditanam sedemikian rupa dalam diri manusia sehingga menjadi sebuah insting. Sebagaimana insting cenderung kepada makanan tertanam pada tabiat manusia, yang secara otomatis dia merasa lapar lalu mencari makanan, maka kecenderungan kepada Tuhan dan penyembahan kepada-Nya pun tertanam dalam dirinya dan secara otomatis tertarik kepada-Nya.

Beberapa dari definisi di atas mempunyai kesamaan dan tidak berbeda antara satu sama lain. Di sini, kita perlu mengkaji dan mempelajari definisi-definisi di atas.

Pada definisi pertama dan ketiga, sesuatu yang dinamakan fitrah belum ditetapkan ada pada diri manusia. Karena pada definisi pertama, fitrah diartikan sebagai potensi manusia untuk mengenal dan menyembah Tuhan, dan potensi mengenal dan menyembah Tuhan bukan merupakan sebuah wujud khusus.

Demikian juga pada definisi ketiga, fitrah diartikan bahwa tujuan dari penciptaan manusia ialah mengenal dan menyembah Tuhan, sehingga dengan begitu ayat yang berbunyi, (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut, diartikan bahwa manusia diciptakan untuk menyembah Tuhan. Oleh karena itu, di sini juga belum ditetapkan sesuatu yang bernama fitrah bagi manusia.

Sementara penjelasan kedua dan keenam mempunyai kedekatan, keduanya menyebutkan bahwa fitrah adalah satu bentuk insting, yaitu insting untuk mencari dan menyembah Tuhan, tidak ada bedanya dengan insting merasa lapar dan haus lalu mencari makanan dan minuman. Sekelompok cendekiawan mengklaim bahwa insting yang semacam ini ada pada diri manusia, dan untuk membuktikannya mereka juga bersandar kepada pendapat sebagian kalangan pakar psikologi. Akan tetapi, untuk membuktikan keberadaan insting yang semacam ini amat sulit.

Adapun pada penjelasan kelima, fitrah diartikan sebagai fitrah akal, dan disebutkan bahwa akal telah diciptakan sedemikian rupa sehingga dengan sendirinya menghadap dan mencari Sumber ciptaan, dan untuk itu tidak diperlukan argumentasi dan dalil demonstratif (burhan: dalil filosofis tak terbantahkan-peny.).

Begitu banyak terjadi manakala akal menyaksikan sekelumit rahasia alam maka dengan serta merta menjadi jelas baginya dan dia menemukan keyakinan akan keberadaan Pencipta alam, dengan tanpa menggunakan argumentasi. Oleh karena itu, akal mempunyai hubungan khusus dengan Pencipta alam, dan dia telah diciptakan sedemikian rupa sehingga terkadang dengan tanpa argumentasi pun dia dapat menerima keberadaan Pencipta dan beriman kepada-Nya.

Kita tetap perlu memberi catatan terhadap penjelasan ini. Meskipun benar dalam beberapa keadaan dengan tanpa argumentasi akal dapat memahami dan menerima keberadaan Pencipta alam, namun jika kita melihat dengan lebih teliti niscaya kita mendapati bahwa dalam keadaan ini pun sebenarnya bukan dengan tanpa argumentasi, hanya saja akal dengan cepat dan secara otomatis berargumentasi dengan tanpa disadari. Sebelumnya akal telah mengetahui bahwa setiap akibat (ma`lul) membutuhkan sebab (`illah), dan berbagai fenomena yang indah dan mengagumkan tentunya membutuhkan seorang pencipta yang pandai dan kuasa. Dengan mengetahui ini, maka tatkala akal menyaksikan keajaiban-keajaiban alam maka dengan cepat ia berargumentasi dan mengambil kesimpulan begini: fenomena yang mengagumkan ini tentu membutuhkan keberadaan Sebab Yang Mahapandai dan Mahakuasa, dan Itu adalah Tuhan Pencipta alam.

Alhasil dalam penjelasan fitrah kita dapat mengatakan, bahwa manusia dalam penyaksian tak berperantara (hudhûri)-nya terhadap diri, kekuatan dan perbuatan dirinya, secara otomatis ia akan memahami makna hukum sebab akibat. Manusia menyaksikan di dalam dirinya bahwa kekuatan dan perbuatan dirinya adalah maujud yang butuh dan tergantung kepada dirinya, yang dengan tanpa keberadaan dirinya maka mereka itu tidak akan ada, dan dirinya itu merupakan penyedia kebutuhan-kebutuhan mereka.

Dari sini, maka secara umum dia dapat memahami bahwa setiap wujud butuh dan bergantung kepada sebab. Oleh karena itu, di dunia luar dari dirinya pun, dia akan berusaha untuk dapat mengetahui sebab dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Di sisi lain, manusia juga mendapati dirinya adalah maujud yang bergantung, membutuhkan dan tidak bebas, dan mengetahui bahwa dia bukan pemilik wujud dirinya, dan untuk memenuhi segala kebutuhannya dia membutuhkan Wujud Yang bebas dan tidak bergantung. Seluruh manusia, secara hudhûri memiliki pemahaman yang seperti ini.

Insting mencari sebab dan fitrah menyembah Tuhan bersumber dari sebuah pemahaman seperti ini. Manusia mengetahui benar bahwa dia bukan pemilik dirinya dan tidak mempunyai kemampuan untuk menjaga dan mempertahankannya. Manusia juga mengetahui bahwa dia tidak bisa menghalangi kematian dirinya dan tidak bisa mencegah musibah dan rasa sakit yang menimpa dirinya. Manusia sadar betul bahwa dia tidak mandiri, dan untuk memenuhi kebutuhannya mau tidak mau ia harus meminta tolong kepada yang lain. Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhannya dia bersandar dan meminta tolong kepada orang atau sesuatu di luar dirinya.

Dari sini, dia pun kemudian mengetahui bahwa orang lain pun seperti dirinya, tidak mandiri, butuh dan bergantung kepada Wujud Yang Mahakaya dan Mahamerdeka. Kemudian, dia mengetahui bahwa Pencipta manusia dan alam ini adalah Wujud Yang Mahamerdeka, Mahakaya dan Mahamandiri, dan sekaligus mengakui keberadaan-Nya.

Seluruh manusia dapat memiliki ilmu dan pemahaman yang seperti ini. Adapun mereka yang mengingkari keberadaan Tuhan dengan lidahnya, berarti mereka telah berpaling dari fitrah mencari Tuhan yang ada dalam dirinya dan meletakkan tirai di atas fitrahnya itu.

Dengan demikian, fitrah mencari Tuhan dapat dijelaskan dengan insting mencari sebab, yang bersumber dari ilmu hudhûri tentang diri manusia. Begitu juga ayat-ayat dan hadis-hadis tentang alam dzur pengambilan janji dapat dijelaskan dengan makna ini.


Kelemahan-kelemahan Manusia dalam Pandangan Al-Quran
Allah Swt di dalam al-Quran menyebut manusia sebagai maujud yang mulia dan tinggi, namun di sisi lain Allah juga mencela manusia dengan menyebutkan kelemahan-kelemahannya. Berikut ini saya akan menyebutkan sebagian darinya:


1. Lupa Tuhan
Sudah merupakan tabiat manusia manakala ditimpa kesusahan dan kesulitan dia berdoa dan memohon kepada Allah Swt supaya diangkat dan dihilangkan kesulitannya, namun ketika kesulitan itu telah sirna dengan segera dia pun kembali kepada kebiasaan hidup semula dan melupakan Tuhan.

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan (QS. Yunus:12).


2. Bangga dan Sombong
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, "Telah hilang bencana itu dariku." Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga (QS. Hud:10).

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, "Tuhanku telah memuliakanku." Namun apabila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku" (QS. al-Fajr:15-16).


3. Tidak bersyukur
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih (QS. Hud:9).


4. Kikir dan Berkeluh-kesah
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Katakanlah, "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya." Dan adalah manusia itu sangat kikir (QS. al-Isra:100).

Allah Swt juga berfirman:

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (QS. al-Ma`arij:19-21).


5. Lemah
Allah Swt berfirman:

Dan manusia diciptakan lemah (QS. an-Nisa:28).


6. Melampaui Batas ketika Merasa Cukup
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup (QS. al-`Alaq:6-7).


7. Tergesa-gesa
Manusia terkadang memohon kejahatan dan bahaya, karena dia maujud yang tergesa-gesa.

Allah Swt berfirman:

Dan manusia memohon kejahatan sebagaimana dia memohon kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa (QS. al-Isra:11).

Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

Manusia telah diciptakan (bertabiat) tergesa-gesa (QS. al-Anbiya:37).


8. Suka Membantah
Allah Swt berfirman:

Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam al-Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah (QS. al-Kahfi:54).


9. Zalim dan Tidak Bersyukur
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah) (QS. Ibrahim:34).


10. Bodoh
Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS. al-Ahzab:72).


11. Tergoda Kesenangan Dunia
Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (QS. Ali Imran:14).


12. Menyuruh kepada Keburukan
Al-Quran berkata:

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya diri itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali diri yang diberi rahmat oleh Tuhanku (QS. Yusuf:53).


Menggabungkan Dua Kelompok Ayat
Dengan demikian, Islam menggambarkan manusia ke dalam dua bentuk yang bertentangan:

Satu sisi manusia diperkenalkan sebagai maujud pilihan dan mulia, yang memiliki ruh malakut dan tiupan Ilahi yang mengenal Tuhan dan mencari kesempurnaan, yang potensi kesempurnaan dan pemahaman ilmunya sampai batas di mana para malaikat pun tidak mampu mencapainya, dan oleh karena itu kedudukan yang sedemikian tinggi ini para malaikat diperintahkan untuk sujud di hadapannya. Dan terakhir manusia diperkenalkan sebagai Khalifah Allah.

Dalam hadis-hadis pun manusia digambarkan ke dalam dua bentuk ini:

Timbul pertanyaan, bagaimana sebenarnya hakikat manusia dan bagaimana kita bisa menggabungkan antara kedua kelompok ayat dan hadis ini? Jika fitrah manusia berada pada tauhid dan pencarian Tuhan, dan zatnya menginginkan kebaikan, kemuliaan dan keutamaan akhlak, lantas mengapa dia kufur kepada Allah, dan mengapa dia disebut sebagai makhluk yang bodoh, zalim dan tidak bersyukur?

Mungkin saja seseorang dalam usaha menjelaskan hal ini mengatakan, "Kelompok ayat dan hadis pertama berbicara tentang fitrah, yaitu bahwa demikianlah yang dituntut oleh fitrah dan penciptaan khusus manusia, sementara kelompok ayat dan hadis kedua berbicara tentang kenyataan luar yang bersifat menempel dan tidak tetap (`aridh)."

Penjelasan ini bisa saja dibantah dengan mengatakan, kelompok ayat dan hadis pertama dan kelompok ayat dan hadis kedua dalam tataran sedang menggambarkan dan memberitahukan tentang manusia, lantas dengan alasan apa kelompok ayat dan hadis pertama kita kaitkan dengan fitrah sementara kelompok ayat dan hadis kedua kita kaitkan dengan `aridh padahal kedua kelompok itu sama.

Kelompok ayat kedua pun yang berbunyi, Sesungguhnya diri itu selalu menyuruh kepada keburukan, Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah), Dan adalah manusia itu amat kikir, Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, Sesungguhnya dia cepat putus asa lagi tidak berterima kasih, sedang memberitahukan zat manusia.

Atau, bisa saja dijelaskan bahwa pada tataran zat dan fitrah manusia, baik kebaikan maupun keburukan tidak tertanam pada diri manusia, melainkan manusia memiliki potensi keduanya. Dengan kata lain, bahwa manusia pada tataran zat tidak baik dan tidak buruk, namun dia dapat memilih jalan kebaikan dan jalan keburukan. Namun, penjelasan ini pun tidak sejalan dengan zahir ayat dan hadis, karena keduanya sedang memberitahukan tentang manusia bukan sedang memberitahukan potensi jiwanya.

Ada juga penjelasan ketiga yang mengatakan, manusia adalah maujud yang setengah zatnya berupa cahaya dan setengah zatnya lagi berupa kegelapan. Zat cahaya manusia menuntut kebaikan dan kesempurnaan, oleh karena itu mendapat pujian, sementara zat kegelapannya menuntut keburukan dan kerusakan, oleh karena itu mendapat celaan. Dengan demikian, maka sifat-sifat baik manusia bersumber dari zat cahaya sementara sifat-sifat buruk berasal dari zat kegelapan.

Namun, penjelasan ini pun bersifat samar, karena akan muncul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan dua zat di sini? Manusia tidak lebih dari satu hakikat, lantas bagaimana satu hakikat dapat menjadi sumber kebaikan dan sumber keburukan? Bagaimana satu hakikat dapat menjadi penyeru kebaikan dan kesempurnaan dan penyeru keburukan dan kerusakan? Bagaimana satu hakikat dapat menjadi bahan pujian dan bahan celaan?

Namun, dalam menjelaskan perkataan yang ketiga ini kita dapat mengatakan, benar manusia tidak lebih dari satu hakikat namun dia mempunyai dua peringkat wujud: satu sisi manusia adalah hewan dan mempunyai kecenderungan-kecenderungan hewani dalam wujudnya, dan keburukan dan kejahatan bersumber dari dimensi hewani ini. Dari sisi lain dia adalah manusia dan mempunyai diri malakut, yang memiliki kesesuaian dengan Alam Qudus dan sumber kebajikan. Dari sisi inilah manusia menuntut keutamaan, kebaikan dan kesempurnaan.

Oleh karena itu, dimensi manusia dia mendapat penghormatan dan dimensi hewani dia mendapat celaan. Dimensi manusia dia mengenal Tuhan sementara dimensi hewani dia adalah rakus, kufur nikmat, kikir, zalim dan bodoh. Dengan cara ini kita dapat menjelaskan ayat-ayat dan hadis-hadis yang berbeda.[]





6
Agar Tak Salah Mendidik

2. Manusia dan Kebebasan
Manusia adalah maujud merdeka yang melaksanakan aksinya atas dasar ilmu, kehendak dan kebebasannya. Kita semua tahu bahwa dalam berbuat dan bergerak kita tidak seperti batu yang menggelinding ke arah mana saja ia digelindingkan dan kemudian jatuh disebabkan daya gravitasi bumi. Kita tidak seperti pohon dan tumbuhan yang dalam seluruh proses pertumbuhan dan perbuatannya tidak mempunyai kebebasan.

Kita senantiasa berpikir dalam perbuatan yang kita lakukan, dan hanya melakukan pekerjaan yang kita inginkan. Sebelum melakukan suatu pekerjaan kita berpikir tentang untung dan ruginya. Jika kita melihat pekerjaan itu bermanfaat kita bertekad mengerjakannya. Ketika itulah kita menghendakinya, dan untuk itu kita menggerakkan anggota tubuh kita.

Secara nurani kita mengetahui bahwa kita bebas untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, dan oleh karena itu kita berpikir tentang perbuatan tersebut dan menimbang manfaat dan bahayanya. Karena, jika kita tidak merasa diri kita bebas maka tidak ada artinya berpikir dan menimbang di sini.

Akal menilai sebagian perbuatan itu baik dan memuji orang yang melakukannya, dan menilai sebagian perbuatan itu buruk dan mencela orang yang mengerjakannya. Jika perasaan bebas ini tidak ada maka pujian dan celaan tidak pada tempatnya (karena perbuatan baik dan buruk bukan atas dasar kehendak mandiri pribadi, tetapi dipaksakan oleh kekuatan eksternal-peny.), dan begitu juga nilai-nilai baik dan buruk tidak akan ada artinya lagi.
Islam juga memandang manusia itu bebas dan merdeka. Di dalam al-Quran banyak sekali ayat yang berbicara tentang hal ini. Berikut ini saya kemukakan beberapa contoh darinya:

Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir (QS. al-Insan:2-3).

Allah Swt juga berfirman:

Barangsiapa yang menghendaki pahala dunia niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia, dan barangsiapa yang menghendaki pahala akhirat niscaya Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat (QS. Ali Imran:145).

Allah Swt berfirman:

Dan katakanlah, "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang hendak (beriman) maka berimanlah, dan barangsiapa yang hendak (kafir) biarlah ia kafir" (QS. al-Kahfi:29).

Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang mengatakan manusia itu bebas dan punya kehendak, dan sekaligus sebagai penanggung-jawab seluruh perbuatannya, seperti:

Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya (QS. al-Insan:29).

Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Fushshilat:40).

Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya al-Quran itu adalah peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki niscaya dia mengambil pelajaran darinya (QS. al-Muddatstsir:54-55).

Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (QS. al-Baqarah:286).

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri (QS. asy-Syura:30).

Dan barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri (QS. an-Nisa:111).

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS. al-Muddatstsir:38).

Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm:39).

Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia (QS. ar-Rum:41).

Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat maka akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia maka Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia (QS. asy-Syura:20).

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah orang mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik (QS. al-Isra:18-19).

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. ar-Ra`d:11).

Di samping ayat-ayat al-Quran banyak juga hadis-hadis yang berasal dari para Imam as yang berbicara tentang hal ini. Berikut ini beberapa contoh darinya:

Ibrahim meriwayatkan, "Saya bertanya kepada Imam Ali Ridha as, 'Apakah Allah Swt memaksa hamba-Nya dalam melakukan maksiat?' Imam menjawab, 'Tidak, justru mereka dibebaskan dan diberi tempo hingga mereka bertobat.' Saya bertanya lagi, 'Apakah Allah membebani hamba-Nya dengan kewajiban (taklîf) yang tidak dapat ditanggungnya?' Imam Menjawab, 'Bagaimana mungkin Dia melakukan itu padahal Dia berfirman di dalam al-Quran, Dan tidaklah sekali-kali Tuhanmu menzalimi hamba-Nya.' Kemudian beliau as berkata, 'Ayah saya, Musa bin Ja`far telah meriwayatkan dari ayahnya, Ja`far bin Muhammad yang berkata, 'Siapa saja yang menyangka bahwa Allah Swt memaksa hamba-Nya dalam melakukan maksiat atau membebankan kepadanya kewajiban yang tidak dapat ditanggungnya, maka jangan kamu makan sembelihannya, jangan kamu terima kesaksiannya, jangan shalat di belakangnya, dan jangan berikan kepadanya zakat sedikit pun.'"[16]

Pada akhir pembahasan, saya perlu tekankan bahwa kebebasan pada manusia adalah satu perkara yang jelas, dan akal serta nurani kita memberikan kesaksian akan hal itu, namun perkara yang sedemikian jelas ini pun tidak terbebas dari pembahasan dan perdebatan. Bahkan, sekelompok para ulama sudah sejak awal mengingkari adanya kebebasan manusia dan berpegang kepada paham jabariyyah. Untuk memperkuat pandangan mereka, mereka juga berargumentasi dengan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw.

Pembahasan tentang keterpaksaan (jabr) dan kebebasan (ikhtiyâr), qadha qadar dan pendelegasian wewenang (tafwîdh) telah menjadi perdebatan sejak lama di antara para ahli kalam dan filsafat Islam. Para Imam as pun mengemukakan pandangan mereka dalam masalah ini. Para Imam as menolak konsep jabr dan tafwîdh, dan memilih posisi di antara jabr dan tafwîdh, namun di sini kita tidak akan memasuki pembahasan tersebut.[]




7
Agar Tak Salah Mendidik

3. Manusia dan Penerimaan Tanggung jawab
Di antara makhluk yang ada, manusia mempunyai sebuah kelebihan khusus, yaitu kelayakan menerima kewajiban, sedangkan makhluk lain tidak memiliki kelayakan ini.

Benda mati dan tumbuhan tidak mempunyai ilmu, pemahaman dan kehendak, dan mereka tidak memiliki kelayakan untuk menerima kewajiban dan tidak mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya. Hewan pun demikian, meskipun ia mempunyai kehendak dan perasaan berkaitan dengan perbuatannya, namun karena ia tidak mempunyai akal maka ia tidak mampu berpikir akan akibat perbuatannya, sehingga ia mampu mengontrol instingnya.

Oleh karena itu, hewan tidak mempunyai kemampuan untuk menerima kewajiban. Hewan tunduk sepenuhnya kepada kekuatan syahwat dan kekuatan marah, dan tidak bisa hidup di atas dasar hukum dan undang-undang.

Begitu juga dengan malaikat. Mereka tidak mempunyai kelayakan untuk menerima kewajiban, perintah dan larangan. Mereka adalah makhluk metafisik, bahkan akal semata, tidak mempunyai kekuatan syahwat dan marah, dan tidak mempunyai gerak menuju kesempurnaan dan gerak menuju kehinaan. Kewajiban mereka sudah jelas, dan mereka hanya berjalan di atas jalan itu, dan tidak mungkin melakukan pembangkangan. Oleh karena itu, mereka tidak butuh kepada petunjuk, penetapan hukum dan kewajiban. Allah Swt telah berfirman tentang mereka:

Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. at-Tahrim:6).

Allah Swt juga berfirman:

Tidak ada seorang pun di antara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu, dan sesungguhnya kami benar-benar bershaf-shaf (dalam menunaikan perintah Allah). Dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih (kepada Allah) (QS. ash-Shaffat:164-166).

Adapun manusia mempunyai penciptaan khusus. Maksudnya, satu sisi manusia adalah maujud materi yang mempunyai ruh tumbuhan dan hewan. Pada tingkatan ini, manusia merupakan sebuah jisim nâmi dan mempunyai sifat-sifat makan, berkembang dan berketurunan, dan juga merupakan seekor hewan yang memiliki sifat-sifat dan insting-insting hewan, seperti merasa, memahami, mempunyai kehendak, bergerak berdasarkan kehendak, insting syahwat dan insting marah.

Dari sisi lain, manusia mempunyai ruh mujarrad dan akal yang dengannya ia dapat berpikir tentang akibat-akibat perbuatannya, dan dari sini dia dapat mengontrol dan mengendalikan keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan nafsunya.

Sisi lainnya lagi, manusia adalah makhluk bebas yang dapat menemukan jalan kebahagiaan dan kesempurnaannya, yang kemudian dengan ilmu dan kehendaknya dia memilih dan mengikuti jalan tersebut.

Abdullah bin Sinan telah berkata, "Saya telah bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Mana yang lebih utama, malaikat atau anak Adam?' Imam menjawab, 'Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as telah berkata, 'Sesungguhnya Allah Swt telah menciptakan para malaikat dari akal tanpa syahwat, dan telah menciptakan hewan dari syahwat tanpa akal. Namun Allah Swt telah menggabungkan akal dan syahwat pada penciptaan manusia, maka siapa saja di antara manusia yang akalnya dapat menundukkan syahwatnya maka dia lebih baik dari malaikat, namun siapa saja yang syahwatnya dapat mengalahkan akalnya maka ia lebih buruk dari hewan.'"[17]

Karena penciptaan khusus ini manusia dapat mengemban kewajiban perintah dan larangan, dan menerima amanah dan tanggung jawab Ilahi.

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS. al-Ahzab:72).

Sebagian mufasir menafsirkan amanah yang disebutkan dalam ayat ini sebagai kewajiban. Maksudnya, Allah telah menawarkan kewajiban kepada langit dan bumi, namun karena mereka tidak memiliki kelayakan dan kemampuan untuk menerimanya, mereka enggan menolaknya. Penciptaan mereka sedemikian sehingga mereka tidak dapat hidup di bawah ruang-lingkup ketetapan hukum, perintah dan larangan, karena mereka tidak memiliki ilmu dan kehendak. Mereka tunduk pada kehendak Ilahi dan tidak mungkin melakukan pembangkangan. Namun manusia disebabkan penciptaan khususnya dia dapat menerima kewajiban dan telah menerimanya.

Manusia memiliki kelayakan dan kemampuan menerima kewajiban perintah dan larangan, untuk itu dia perlu memperoleh program hidup dan gerak kesempurnaannya dari Allah Swt. Karena itu, kasih sayang (lutf) Ilahi yang merupakan perantara kesempurnaan setiap maujud diletakkan pada diri manusia, yaitu dengan mengutus para nabi yang akan menjelaskan program kesempurnaan dan kebahagiaannya.

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir (QS. al-Insan:2-3).

Masalah manusia memiliki tanggung jawab dan dibebani kewajiban (taklîf) adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi, dan para nabi diutus untuk meletakkan tanggung jawab besar ini ke atas pundak manusia dan membantu mereka dalam melaksanakannya.

Muhammad bin `Ammarah meriwayatkan, "Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Kenapa Allah Swt menciptakan hamba-Nya?' Imam as menjawab, 'Sesungguhnya Allah Swt tidak menciptakan hamba-Nya dengan sia-sia, dan tidak membiarkannya tanpa guna, melainkan Dia menciptakan mereka untuk menampakkan kekuasaan-Nya, dan untuk membebani mereka dengan kewajiban ketaatan kepada-Nya, supaya dengan itu mereka layak mendapat keridhaan-Nya. Allah Swt tidak menciptakan hamba-Nya dengan tujuan untuk mendapat manfaat dari mereka atau untuk menolak bahaya dengan perantaraan mereka, melainkan Dia menciptakan mereka dengan tujuan supaya mereka mendapat manfaat dan menyampaikan mereka kepada kenikmatan abadi.'"[18]

Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. al-Mukminun:115).

Oleh karena itu, manusia adalah makhluk yang mempunyai tanggung jawab dan kewajiban. Setiap manusia mempunyai tanggung jawab terhadap yang lain, terutama terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya.

Rasulullah saw bersabda, "Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Maka, seorang penguasa akan ditanya tentang rakyatnya, seorang laki-laki penanggung jawab atas keluarganya dan akan ditanya perihal mereka, seorang istri penanggung jawab rumah dan anak suaminya dan akan ditanya tentang perihal mereka, dan begitu juga seorang hamba penanggung jawab harta tuannya dan akan ditanya tentang perihalnya. Ingatlah, sesungguhnya setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanya tentang perihal yang dipimpinnya."[19]


Tanggung jawab Manusia
Banyak sekali kewajiban yang dibebankan pada pundak manusia, namun dapat dikelompokkan kepada empat kelompok: Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, tanggung jawab manusia terhadap dirinya, tanggung jawab manusia terhadap masyarakat, dan tanggung jawab terhadap Makhluk Tuhan.


Tanggung jawab Manusia terhadap Tuhan
Menurut akal dan agama, manusia wajib mengenal dan mengetahui Pencipta alam, yang merupakan pemilik dan pemberi kenikmatan kepada seluruh makhluk, dan tunduk serta beribadah kepada-Nya. Manusia wajib tunduk dan menerima perintah-perintah-Nya yang diturunkan dengan perantaraan para nabi, dan mengamalkannya dalam kehidupannya.

Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. adz-Dzariyat:56).

Allah Swt juga berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan janganlah kamu merusak (pahala) amal-amalmu (QS. Muhammad:33).

Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (QS. al-Baqarah:21).

Imam Sajjad as berkata, "Adapun hak terbesar Allah atas kamu adalah kamu menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Jika kamu telah melakukan itu dengan ikhlas, maka Allah Swt pun akan mencukupkan urusan dunia dan akhiratmu, dan akan menjaga untukmu apa yang kamu senangi."[20]


Tanggung jawab Manusia terhadap Dirinya
Bagi setiap makhluk telah ditentukan kesempurnaan yang menjadi tujuannya. Dalam sistem penciptaan (nizhâm takwîn), seluruh fasilitas dan syarat yang diperlukan makhluk untuk mencapai tujuannya telah disediakan untuknya. Seluruh makhluk materi tentunya bergerak ke arah tujuannya, namun mereka tidak mempunyai ilmu tentang tujuan mereka dan bukan mereka yang memilih jalan mereka, melainkan Pencipta alam semesta yang telah mengatur sistem penciptaan, dan setiap makhluk secara penciptaan (takwîni) berjalan menuju ke arah tujuan dan kesempurnaannya, dan tidak ada pilihan lain selain ini.

Oleh karena itu, beberapa jenis makhluk dengan perantaraan petunjuk takwîni mereka sampai kepada tujuan dan kesempurnaan wujudnya, namun mereka tidak mempunyai tanggung jawab dan kebebasan dalam hal ini. Bahkan, binatang yang memiliki perasaan dan melakukan perbuatannya dengan kehendak juga tidak bebas dalam perbuatannya, melainkan tunduk kepada instingnya.

Dari semua makhluk, hanya manusia yang mempunyai tanggung jawab mengembangkan dan menyempurnakan dirinya. Bagi manusia pun telah ditetapkan apa yang menjadi tujuannya, dan telah disediakan baginya fasilitas untuk menggapai tujuan tersebut. Allah Swt, Zat Yang tidak membiarkan seluruh makhluk dengan tanpa petunjuk kepada tujuannya, juga tidak mengabaikan manusia dalam hal ini, namun petunjuk yang diberikan kepada manusia adalah petunjuk yang berupa hukum (tasyri`i) bukan petunjuk penciptaan (takwîni). Untuk kebahagiaan dan kesempurnaan manusia, Allah Swt telah memberikan program dan undang-undang kepada mereka dengan perantaraan para nabi. Para nabi datang untuk menjelaskan jalan lurus kesempurnaan manusia, dan membantu mereka dalam meniti jalan ini, namun mereka bebas dalam memilih jalan kebahagiaan atau kesengsaraan. Dan manusia memikul tanggung jawab pengembangan dan penyempurnaan dirinya, dan itu hanya bisa dilakukan dengan jalan usaha dan kesungguhan.

Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:

Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS. an-Najm:39).

Allah Swt juga berfirman:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat (pahala) dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (QS. al-Baqarah:286).

Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (QS. al-Baqarah:281).

Allah Swt juga berfirman di dalam al-Quran:

Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu (QS. at-Tahrim:6).

Imam Sajjad as berkata, "Adapun hak dirimu atas kamu adalah engkau menggunakannya dalam taat kepada Allah, engkau memberikan apa yang menjadi hak lidahmu, engkau memberikan apa yang menjadi hak telingamu, engkau memberikan apa yang menjadi hak matamu, dan engkau memberikan apa yang menjadi hak kakimu, apa yang menjadi hak perutmu, apa yang menjadi kemaluanmu, dan engkau memohon pertolongan kepada Allah dalam menunaikan semua ini."[21]

Alhasil, seluruh benda mati, tumbuhan dan binatang telah dibentuk dan memperoleh perkembangannya berdasarkan syarat-syarat penciptaan, dan dalam hal ini mereka sama sekali tidak memiliki peran dan kebebasan. Namun, berkenaan dengan manusia, dia sendirilah yang menjadi pembangun dirinya, dan dia memiliki kesadaran dan kebebasan dalam hal ini.

Dengan kekuatan akal yang dimilikinya manusia menemukan jalannya dan memilihnya sesuai dengan kehendaknya. Dari sisi sifat dan karakter, manusia adalah maujud potensial (bil quwwah). Pada saat dia dilahirkan manusia sama sekali kosong dari segala macam sifat namun dia makhluk yang mempunyai kemampuan menerima berbagai macam sifat.

Secara perlahan manusia menerima berbagai macam sifat, yang kemudian menjadi sesuatu yang menempel pada dirinya dan memberinya bentuk. Dengan demikian, manusia adalah pembangun dirinya, dan tanggung jawab besar ini telah dibebankan ke atas pundaknya. Masing-masing dari anggota tubuh manusia mempunyai hak yang harus dipenuhi olehnya.


Tanggung jawab Manusia terhadap Masyarakat
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia mempunyai kecenderungan kepada masyarakat dan kehidupan sosial. Kehidupan sosial manusia memiliki sebuah bentuk hubungan khusus, dia tidak akan dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan tanpa kerjasama dan keikutsertaan yang lain. Berbagai aktivitas manusia memiliki esensi sosial, dan oleh karena itu, mau tidak mau, mereka harus membagi pekerjaan di antara mereka. Sehingga dengan begitu mereka dapat memberikan manfaat kepada yang lain dan sekaligus mengambil manfaat dari mereka.

Oleh karena itu, manusia harus terikat dengan peraturan sosial, karena perbuatan menyalahi peraturan sosial akan menghancurkan sistem dan merampas ketenangan anggota masyarakat lain.

Tidak diragukan bahwa kebaikan dan kerusakan masyarakat, begitu juga kemajuan dan kemunduran masyarakat berpengaruh besar terhadap kebaikan dan keburukan, dan juga kemajuan dan kemunduran individu. Karena individu-individu hidup secara berkelompok, menerima pendidikan dan mengambil contoh dari yang lain. Oleh karena itu, setiap individu harus mempertimbangkan keinginan dan kecenderungan yang lain.

Oleh karena itu, seorang manusia harus menganggap dirinya itu (bagian) dari masyarakat dan masyarakat itu dari (bagian) dirinya, dan bahwa kebahagiaan masyarakat adalah kebahagiaan dirinya dan begitu juga kemunduran masyarakat adalah kemunduran dirinya.





8
Agar Tak Salah Mendidik

Mengenai tanggung jawab sosial manusia banyak sekali dijelaskan dalam hadis. Berikut ini di antaranya:

Tanggung jawab terhadap Makhluk Tuhan
Rasulullah saw telah bersabda, "Seluruh makhluk adalah keluarga Allah. Maka sebaik-baiknya makhluk di sisi Allah adalah orang yang paling banyak memberi manfaat kepada keluarga Allah dan membahagiakan mereka."[22]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Engkau harus memberi nasihat dan menginginkan kebaikan bagi hamba Allah, karena engkau tidak akan dapat membawa amal yang lebih baik dari itu di sisi Allah Swt."[23]

Rasulullah saw telah bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia."[24]

Imam Musa bin Ja`far as telah berkata, "Allah mempunyai hamba di muka bumi yang senantiasa berusaha dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Mereka inilah yang akan selamat dari siksa pada hari kiamat."[25]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Rasulullah saw pernah ditanya, 'Siapakah orang yang paling dicintai Allah?' Rasulullah saw menjawab, 'Orang yang paling bermanfaat bagi manusia.'"[26]

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. al-Maidah:2).


Tanggung jawab terhadap Orang Muslim
Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang bangun di pagi hari dalam keadaan tidak menaruh perhatian terhadap urusan kaum Muslim maka dia bukan bagian dari mereka. Dan barangsiapa yang mendengar teriakan minta tolong dari seseorang namun dia tidak menolongnya maka dia bukan seorang Muslim."[27]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum Muslim maka dia bukan seorang Muslim."[28]


Tanggung jawab terhadap Orang Mukmin
Allah Swt berfirman di dalam al-Quran, Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (QS. al-Hujurat:10).

Pada ayat lain Allah Swt berfirman:

Dan orang-orang yang beriman, baik laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya (QS. at-Taubah:71).

Rasulullah saw telah bersabda, "Engkau melihat orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang kepada sesama mereka adalah seperti sebuah tubuh, yang jika salah satu anggotanya sakit maka seluruh anggota tubuh yang lain turut demam dan tidak bisa tidur."[29]

Seorang perawi menceritakan, "Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Apa hak seorang mukmin atas mukmin lainnya?' Imam menjawab, 'Aku takut engkau mengetahui tapi tidak mengamalkannya, malah menyia-nyiakan dan tidak menjaganya.' Saya berkata, 'La Hawla wala Quwwata illa Billah (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah).' Beliau as melanjutkan perkataannya, 'Seorang mukmin mempunyai tujuh hak yang harus dilaksanakan atas orang mukmin lainnya, dan jika salah satu dari hak ini diabaikan maka dia telah keluar dari kepemimpinan Allah, sudah tidak taat lagi kepada-Nya, dan tidak lagi memiliki bagian dari kepemimpinan Allah.

Adapun yang paling kecil darinya ialah, apa yang engkau sukai untuk dirimu maka engkau juga harus sukai bagi saudaramu dan apa yang engkau benci untuk dirimu maka engkau juga harus benci untuknya.

Kedua, engkau harus membantunya dengan diri, harta, lidah, tangan dan kakimu.

Ketiga, mengikuti keinginannya, menghindari kemarahannya dan menuruti perintahnya.

Keempat, menjadi mata, petunjuk dan cermin baginya.

Kelima, jangan engkau kenyang sementara dia kelaparan atau kehausan, dan jangan engkau berpakaian sementara dia telanjang.

Keenam, jika kamu punya pembantu sementara dia tidak, maka kamu kirim pembantumu supaya mencucikan pakaiannya, memasakkan makanannya, dan mengamparkan permadaninya.

Ketujuh, membenarkan kesaksiannya, memenuhi undangannya, menjenguknya manakala sakit dan mengurusi jenazahnya. Jika ia mempunyai keperluan maka segeralah memenuhinya, dan jangan paksa ia sampai meminta-minta darimu.

Jika kamu telah memenuhi hak-haknya ini maka wilayah-mu dengan wilayah-nya, dan wilayah-nya dengan wilayah Allah telah tersambung.'"[30]


Tanggung jawab Manusia terhadap Keluarga
Allah Swt telah berfirman di dalam al-Quran:

Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. at-Tahrim:6).

Rasulullah saw telah bersabda, "Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarganya."[31]


Tanggung jawab terhadap Sanak-kerabat
Rasulullah saw bersabda, "Aku berpesan kepada umatku baik yang hadir maupun yang tidak hadir, maupun yang kini mereka masih berada dalam tulang sulbi ayah atau rahim ibu mereka hingga hari kiamat, hendaklah mereka menjalin silaturahmi dengan sanak-kerabat mereka, karena silaturahmi merupakan bagian dari agama."[32]

Imam Muhammad Baqir as berkata, "Silaturahmi itu menyucikan amal perbuatan, menolak bencana, memperbanyak harta, memperbanyak umur, memperluas rezeki, dan menumbuhkan kecintaan di antara keluarga. Oleh karena itu, hendaklah engkau takut kepada Allah dan bersilaturahmi."[33]


Tanggung jawab terhadap Tetangga
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata tatkala hendak wafat, "Takutlah engkau kepada Allah, takutlah engkau kepada Allah dalam masalah tetangga, karena Nabi engkau senantiasa berpesan dalam masalah ini. Beliau sedemikian rupa berpesan dalam masalah tetangga sampai-sampai aku hampir mengira beliau telah menempatkan mereka sebagai penerima waris."[34]

Imam Ja`far Shadiq as telah berkata, "Sungguh terkutuk, sungguh terkutuk orang yang menyakiti tetangganya."[35]

Rasulullah saw telah bersabda, "Siapa saja yang mengkhianati tetangganya meskipun hanya sejengkal tanah maka Allah akan jadikan tanah itu hingga tingkat ketujuhnya sebagai tali pelana di lehernya hingga Allah menghinakannya pada hari kiamat kecuali jika dia bertobat. Siapa saja yang menyakiti tetangganya maka Allah haramkan wangi surga baginya dan tempatnya adalah neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruknya tempat. Dan siapa saja yang menelantarkan hak tetangganya maka dia bukan dari kami. Jibril telah sedemikian rupa berpesan kepadaku tentang masalah tetangga sampai-sampai aku hampir mengira mereka juga termasuk penerima waris."[36]


Tanggung jawab terhadap Ayah dan Ibu
Allah Swt telah berfirman di dalam al-Quran:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS. al-Isra:23-24).


Tanggung jawab terhadap Anak
Imam Sajjad as telah berkata, "Adapun yang menjadi hak anakmu ialah, engkau harus tahu bahwa ia adalah darimu, dan kebaikan dan keburukannya di dunia ini dikaitkan kepadamu. Engkau juga berkewajiban membantunya dalam masalah akhlak yang baik, mengenal Allah dan ketaatan kepada-Nya. Maka berkenaan dengannya hendaklah engkau seperti orang yang yakin akan mendapat pahala jika berbuat kebajikan kepadanya dan mendapat siksa jika berbuat jelek kepadanya."[37]

Selain itu, masih terdapat berpuluh-puluh tanggung jawab sosial lainnya, seperti tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat dan tanggung jawab rakyat terhadap pemerintah, tanggung jawab guru terhadap murid dan tanggung jawab murid terhadap guru, tanggung jawab orang kaya terhadap orang miskin dan tanggung jawab orang miskin terhadap orang kaya, tanggung jawab ulama terhadap masyarakat dan tanggung jawab masyarakat terhadap ulama, tanggung jawab atasan terhadap bawahan dan tanggung jawab bawahan terhadap atasan, tanggung jawab yang tua terhadap anak-anak dan para muda dan sebaliknya, tanggung jawab di antara teman, tanggung jawab kaum Muslim terhadap kafir ahlu dzimmah, tanggung jawab terhadap anak-anak yatim dan para janda, dan tanggung jawab terhadap orang-orang cacat dan para lansia.


Tanggung jawab Manusia terhadap Alam
Dari sumber-sumber agama dapat ditarik kesimpulan bahwa alam ini diperuntukkan bagi manusia. Allah Swt telah menciptakan alam ini dan telah memberikan kemampuan kepada manusia, yang dengan kemampuan itu manusia dapat menyingkap berbagai rahasia alam, dan memanfaatkannya untuk membangun alam dan kehidupannya yang lebih baik.

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir (QS. al-Jatsiyah:12-13).

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)-mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin (QS. Luqman:20).

Allah Swt juga berfirman:

Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang (QS. Ibrahim:32-33).

Allah Swt berfirman:

Dan Dia-lah Yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS. an-Nahl:14).

Allah Swt juga berfirman:

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (QS. al-Baqarah:29).

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Takutlah kamu kepada Allah dalam urusan hamba Allah dan negerinya, karena kamu akan ditanya sampai tentang urusan sejengkal tanah dan urusan binatang."[38]

Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah Swt telah menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada padanya, seperti gunung, sungai, berbagai macam bahan tambang dan benda logam, berbagai jenis pohon dan tumbuhan, dan berbagai jenis binatang daratan maupun lautan, baik yang jinak maupun yang buas, untuk dimanfaatkan oleh manusia. Allah Swt telah menciptakan alam semesta dengan susunan yang sangat teliti, di mana terdapat beribu-ribu rahasia dan keanehan di dalamnya. Allah Swt telah memberikan kepada manusia kemampuan, akal, dan jiwa pencarian, supaya dapat menyingkap berbagai rahasia dan keajaiban alam, mengubah wajah dunia, membangun bumi, dan memperoleh manfaat dari berbagai macam nikmat Tuhan. Manusia adalah makhluk pilihan dan merupakan Khalifah Tuhan, dan alam ini diciptakan untuk manusia.

Sungguh ini merupakan tanggung jawab besar pada pundak manusia. Oleh karena itu manusia harus menghargai segala nikmat Allah dan menggunakannya pada tempatnya. Manusia harus menganggap barang tambang berharga itu sebagai nikmat dari Allah, yang telah diciptakan untuk dimanfaatkan oleh mereka, bukan untuk dihambur-hamburkan dan disia-siakan, dan air, udara, tumbuhan dan laut sebagai lingkungan hidup bagi seluruh manusia dan hewan yang harus dijaga dari segala macam bentuk perusakan dan pencemaran.

Manusia harus berusaha menjaga, memelihara dan mengembangkan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan.

Manusia harus menganggap hewan darat dan laut sebagai makhluk hidup yang juga mempunyai hak hidup sebagaimana manusia. Manusia harus berusaha mengembang-biakan hewan yang bermanfaat dan memanfaatkannya sebatas kebutuhan mereka, karena mereka telah diciptakan untuk manusia. Namun mereka tidak boleh menyakiti dan berlebihan dalam memanfaatkan mereka sehingga punah.

Alhasil, tanggung jawab membangun dan memakmurkan bumi berada di atas pundak manusia, dan masalah ini harus mendapat perhatian dalam pendidikan dan pengajaran mereka.


Membangun Diri (Jiwa) Manusia
Sebagaimana telah kita jelaskan, meskipun manusia tidak lebih dari satu hakikat, namun ia tersusun dari berbagai dimensi: fisik, jisim yang bisa tumbuh dan berkembang, hewan dan diri mujarrad. Meski demikian, yang menjadi hakikat manusia adalah ruh mujarrad yang meskipun satu namun memiliki peringkat-peringkat yang lebih rendah darinya.

Perlu dijelaskan di sini, bahwa dalam ilmu-ilmu akal telah dibuktikan bahwa meskipun pada awal wujudnya diri manusia itu adalah sebuah substansi abstrak dan lebih unggul dari materi, namun pada saat itu ia merupakan sebuah hakikat yang belum sempurna, dan ia merupakan maujud abstrak yang memiliki potensi kepada kesempurnaan. Dari sisi wujudnya yang lebih rendah manusia terikat dengan badan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat materi, dan oleh karena itu manusia mempunyai gerak menuju kesempurnaan.

Manusia adalah makhluk yang mengagumkan yang berkenaan dengannya Allah Swt berfirman, Maka Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta (QS. al-Mukminun:14). Pada awal wujudnya manusia tidak memiliki semua kesempurnaan, namun secara bertahap ia diciptakan dan menjadi sempurna, lalu mengubah berbagai potensi yang dimilikinya menjadi kekuatan nyata. Manusia, dari awal wujudnya hingga akhir hidupnya senantiasa bergerak di jalan kesempurnaan. Pada akhirnya tidak seluruh manusia berada pada jalan yang sama dan menuju tujuan yang sama, melainkan secara umum manusia bergerak pada salah satu di antara dua jalan:

Bergerak pada jalan hewani dan sibuk dalam memuaskan berbagai insting hewaninya dan memperkuat sifat-sifat hewaninya, sehingga pada zatnya ia benar-benar telah menjadi seekor hewan bahkan lebih hewani dari hewan-hewan lainnya, karena telah menggunakan kekuatan akalnya untuk melayani insting hewaninya, dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bahkan tidak dilakukan oleh seluruh hewan yang lain. Seorang manusia yang menjadi hewan dengan menggunakan kekuatan akalnya jauh lebih berbahaya dan lebih keji dari seluruh hewan yang lain.

Atau, berada pada jalan kemanusiaan dan pengembangan nilai-nilai utama, dan bergerak menuju menjadi manusia sempurna dan dekat kepada Allah, sehingga akhirnya mencapai satu kedudukan yang lebih dekat kepada Allah dibandingkan para malaikat, dan satu kedudukan yang para malaikat pun tidak mampu menggapainya.

Para nabi diutus dengan tujuan untuk mengajak manusia ke jalan ini. Para nabi berkata kepada manusia, "Kamu adalah manusia dan jangan sampai kamu mengabaikan diri kemanusiaanmu. Jangan sampai kamu hidup seperti kehidupan seekor hewan. Jika kamu mengorbankan kemanusiaanmu demi kecenderungan-kecenderungan nafsu hewanimu maka kamu akan celaka, Tidak ada bahaya yang lebih besar dari seseorang yang mengabaikan sisi kemanusiaannya dan sebagai gantinya ia memperturutkan nafsu hewaninya."

Allah Swt berfirman dalam al-Quran:

Katakanlah, "Sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat." Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata (QS. az-Zumar:15).

Imam Ali as telah berkata, "Sungguh aku merasa heran dengan orang yang berusaha keras mencari barangnya yang hilang namun tidak berusaha mencari ketika ia kehilangan dirinya."[39]

Oleh karena itu, manusia harus menganggap dimensi kemanusiaannya sebagai pokok. Dia juga harus mengembangkan dimensi hewaninya untuk melayani diri malakut-nya, bukan untuk melemahkannya.[]




9
Agar Tak Salah Mendidik

4. Kecenderungan-kecenderungan Hewani dan Nilai-nilai Insani
Manusia mempunyai dua diri: diri hewani dan diri insani, yang membentuk dua macam kehidupan, yaitu kehidupan hewani dan kehidupan insani. Masing-masing dari dua jenis kehidupan ini mempunyai kebutuhan yang bersumber dari zat manusia. Dari sisi sebagai hewan, manusia membutuhkan air, makanan, tempat tinggal dan udara; rasa lapar, haus, dan kesenangan kepada makan dan minum telah diciptakan pada diri manusia. Demikian juga untuk menjaga kelangsungan spesies manusia, di dalam dirinya telah diciptakan insting seksual.

Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, dan menyediakan segala kebutuhan fisiknya manusia perlu bekerja dan berusaha. Yang demikian di dalam Islam tidak hanya tidak dilarang melainkan sangat ditekankan dan diperintahkan. Namun perlu diingat bahwa pemenuhan kebutuhan kehidupan hewani hanya merupakan sebuah pengantar, bukan tujuan.

Dengan demikian, jika seorang manusia menganggap kehidupan hewani sebagai pokok, dan dalam kehidupan ini tidak mempunyai tujuan selain dari makan, minum, tidur, mengenakan pakaian dan memperturutkan syahwat, maka ia telah terjerumus ke dalam kesesatan. Karena ia telah mencampakkan ruh malakut dan akal insaninya dari kedudukannya sebagai pemimpin dan memenjarakannya dalam penjara bawah tanah.

Orang yang seperti ini tidak bisa lagi disebut manusia, melainkan hewan yang berupa manusia. Dia mempunyai akal namun akalnya telah disingkirkan sedemikian rupa sehingga tidak bisa lagi mengenali nilai-nilai keutamaan insani. Manusia yang seperti ini bahkan lebih buruk dari binatang. Ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis mencela orang yang seperti ini:

Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:

Maka pernahkah kami melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat) Maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (QS. al-Jatsiyah:23).

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Sungguh rugi orang yang disibukkan oleh dunia sehingga ia kehilangan bagiannya dari kehidupan akhirat."[40]

Amirul Mukminin as juga berkata, "Sungguh buruk pedagang yang menganggap dunia sebagai sesuatu yang berharga bagi dirinya, dan menjadikannya sebagai penukar bagi apa yang ada di sisi Allah Swt."[41]

Di samping itu, manusia mempunyai satu diri insani, yang juga disebut dengan diri abstrak. Sebagai substansi abstrak yang lebih unggul dari materi, untuk kesempurnaannya ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan-kebutuhan hewani.

Jika manusia secara benar mengenal dirinya dan melihat kepada zat kemanusiaannya niscaya ia akan mendapati dirinya berasal dari alam abstrak, ilmu, qudrah, kemuliaan, rahmat, kedermawanan, cahaya, kebajikan dan keadilan, atau secara umum berasal dari alam kesempurnaan, dan memiliki kesesuaian dengan alam tersebut.

Dalam perspektif inilah manusia cenderung kepada kesempurnaan mutlak dan nilai-nilai insani, dan mengetahui bahwa dengan mengamalkan nilai-nilai tersebut ia dapat menaikkan dirinya dari peringkat bawah hewani kepada maqam tinggi kemanusiaan, dan terus meniti jalan kesempurnaan hingga menggapai maqam qurb Ilahi (kedekatan kepada Allah).

Di sini, yang menjadi dasar nilai-nilai akhlak menjadi jelas, yaitu serangkaian kesempurnaan ruhani yang oleh ruh malakut dipandang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan kesempurnaan diri dan ditetapkan wajib dilaksanakan. "Keharusan-keharusan" akhlak bersumber dari kemuliaan diri dan digunakan untuk mencapai kesempurnaan ruhani.

Sebagai contoh, jika diri seseorang berkata, saya harus berkorban pada jalan kebenaran, maka itu berarti berkorban bermanfaat bagi ketinggian dan kesempurnaan jiwa saya, dan saya harus menggapai ketinggian diri ini dengan berkorban.

Jika manusia kembali kepada fitrah pengenalan kesempurnaan diri dan benar-benar berpikir niscaya ia akan dapat memahami nilai-nilai akhlak yang utama dan nilai-nilai akhlak yang buruk.

Seluruh manusia mempunyai kemampuan memahami nilai-nilai ini, dan jika ada sebagian manusia yang tidak lagi mempunyai kemampuan memahami nilai-nilai ini maka berarti hawa nafsu dan kecenderungan-kecenderungan hewaninya telah memadamkan akalnya dan telah merebut kedudukannya.

Al-Quran juga memandang kemampuan memahami nilai-nilai luhur dan utama merupakan fitrah manusia, Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya (QS. asy-Syams:7-11).

Jika seorang manusia mengenal dan memperkuat diri kemanusiaannya, menghidupkan nilai-nilai utama dalam dirinya, dan menjauhi nilai-nilai tercela, maka ia tidak akan rela melepaskan berkata benar dari dirinya dan mengotori dirinya dengan berdusta, melepaskan sifat amanah dari dirinya dan mengikuti sifat khianat, melepaskan kemuliaan dirinya dan mencampakkan dirinya kepada kehinaan, dan melepaskan sifat berbuat kebajikan dan sebagai gantinya menyakiti orang lain.

Amirul Mukminin as berkata, "Barangsiapa yang memuliakan dirinya maka ia memandang rendah nafsunya."[42]

Amirul Mukminin as juga berkata, "Diri adalah permata yang sangat berharga, barangsiapa yang menjaga dan memeliharanya maka ia telah mengangkatnya ke kedudukan yang tinggi, dan barangsiapa yang mengabaikannya maka ia telah merendahkannya."[43]

Beliau as juga berkata, "Barangsiapa yang mengetahui kemuliaan dirinya maka ia akan terpelihara dari kerendahan syahwatnya."[44]

Imam Ali as berkata, "Barangsiapa yang mempunyai kemuliaan diri maka ia tidak akan membiarkan dirinya merendah untuk meminta."[45]

Beliau as juga berkata, "Barangsiapa yang mengenal dirinya maka ia tidak akan menghinakan dirinya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang cepat sirna."[46]

Kita harus menggunakan dasar yang penting ini dalam mendidik manusia. Kita harus membantu manusia supaya mereka mengenal kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusiaan dan memahamkan kepada mereka bahwa Anda adalah manusia dan Anda telah diciptakan untuk kesempurnaan dan nilai-nilai luhur kemanusiaan, jangan sampai Anda mengira Anda ini hewan dan hanya mengerahkan tekad dan keinginan pada pemuasan hawa nafsu, karena Anda akan celaka. Anda adalah manusia dan pemegang amanah Tuhan. Anda datang ke alam ini untuk membangun diri Anda dengan perantaraan ilmu, amal dan akhlak mulia, dan untuk berjalan menuju Kesempurnaan Yang tidak terbatas.[]




10
Agar Tak Salah Mendidik

5. TUJUAN PENDIDIKAN
Pada pembahasan-pembahasan yang lalu kita telah mengenal manusia dengan berbagai dimensi wujudnya menurut pandangan Islam, dan kita sudah mengetahui bahwa meskipun manusia itu satu hakikat namun dia mempunyai tiga dimensi wujud: wujud jasmani (fisik), wujud hewani dan wujud insani. Dari sisi sebagai jasmani manusia mempunyai rupa dan susunan khusus yang dengannya manusia dapat tumbuh dan berketurunan. Dari sisi ini pula manusia dapat sehat dan sempurna atau sakit dan tidak sempurna.

Oleh karena itu, pendidikan berpengaruh terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini harus mendapat perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus memperhatikan perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik mereka menjadi individu yang sehat, kuat dan seimbang.

Dari sisi sebagai hewan, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang untuk memenuhinya telah diletakkan berbagai insting dalam dirinya dan untuk mencapainya telah diciptakan baginya anggota-anggota tubuh yang sesuai. Manusia memiliki perasaan, kehendak, kemampuan gerak, syahwat dan marah, yang jika ia kehilangan salah satu darinya maka kehidupan hewaninya menjadi terganggu. Insting-insting ini merupakan fasilitas bagi kehidupan hewaninya, dan jika salah satunya hilang atau tidak sempurna maka akan menyebabkan ketidaksempurnaan. Sikap ifrath dan tafrith dan keluar dari batas keseimbangan merupakan sebuah kekurangan dan akan menjadikan kehidupan manusia menjadi pincang.

Oleh karena itu, dalam mendidik anak para pendidik harus mengembangkan insting dan sifat-sifat hewani si anak secara seimbang. Atau dengan kata lain, mereka harus mendidik seorang individu sehingga menjadi seorang yang memiliki kehendak, aktif, semangat, penuh gerak, memiliki tubuh yang sehat dan anggota tubuh yang sempurna dan kuat.

Akan tetapi manusia tidak terbatas hanya pada dimensi-dimensi fisik, tumbuhan dan hewan saja, melainkan manusia juga mempunyai dimensi insani dan ruh malakut yang lebih unggul dari alam materi. Yaitu sebuah maujud mujarrad, pilihan dan merupakan khalifah Allah. Manusia memiliki kemampuan keilmuan yang tidak dimiliki hewan-hewan yang lain. Manusia diciptakan bebas, mempunyai kemampuan memilih dan mengemban kewajiban di pundaknya. Manusia mempunyai fitrah mencari dan menyembah Tuhan.

Makhluk pilihan Allah ini tidak akan lenyap dengan mati melainkan ia hanya berpindah dari alam ini ke alam akhirat dan kelak akan melihat hasil dari amal perbuatannya. Dengan perantaraan ilmu, iman, amal saleh dan berakhlak dengan akhlak-akhlak yang terpuji, diri manusia menjadi sempurna dan menjadi dekat dengan Allah Swt; sebaliknya keyakinan yang menyimpang, amal perbuatan buruk dan akhlak tercela akan menjatuhkan dan menjerumuskannya.

Untuk itu, para pendidik harus mengembangkan sisi-sisi kemanusiaan anak dan mendidiknya supaya menjadi manusia. Para pendidik harus mendorong dan mengembangkan fitrah iman kepada Allah dan hari akhir pada diri anak, memperkuat akhlak terpuji yang ada pada dirinya dan mengikis akhlak yang tercela.

Para pendidik harus mendidik mereka menjadi manusia yang berakal, cerdas, beriman, berakhlak baik, menghendaki kebaikan, berbicara benar, dapat dipercaya, teguh, berani, mendambakan keadilan, berpegang pada janji, suka berkorban, mengenal kewajiban, disiplin, rendah hati, gigih dan ulet.

Pendidik tidak boleh mengabaikan sisi-sisi kemanusiaan anak dan hanya memperhatikan sisi-sisi fisik dan hewani anak saja. Pendidikan yang seperti ini jelas salah, tidak sempurna dan merupakan pengkhianatan kepada anak.

Oleh karena itu, target dan tujuan pendidikan itu luas dan harus mencakup seluruh dimensi wujud manusia terutama dimensi-dimensi insaninya. Seorang pendidik anak harus tahu bahwa ia sedang mendidik seorang manusia bukan sedang mendidik seekor hewan, dan untuk itu pendidikan terhadap dimensi-dimensi kemanusiaannya harus lebih diutamakan.[]





11
Agar Tak Salah Mendidik

6. PENDIDIKAN DAN FAKTOR GENETIK

Peranan Genetik dalam Pendidikan
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan pendidikan kita perlu mengkaji masalah genetik dan peranannya dalam pendidikan dan pembentukan pribadi seseorang, namun sebelum itu ada beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan di sini:

Apakah sebagian dari sifat dan karakter seorang anak itu mereka warisi dari kedua orangtuanya dan dari kakek-kakek mereka atau tidak?

Jika jawabannya positif, lantas mana yang merupakan sifat bawaan dan mana yang bukan merupakan sifat bawaan?

Apakah sifat dan karakter genetik itu dapat dicegah?

Apakah dengan pendidikan seluruh sifat dan pengaruh genetik dapat diubah?

Apakah faktor genetik dapat bekerja secara sendirian atau untuk memberikan pengaruhnya ia memerlukan kepada faktor-faktor lain?

Yang kami maksud dengan genetik ialah sifat-sifat dan karakter-karakter individu-yang biasa terlihat pada manusia-yang terdapat pada sel-sel sperma kedua orangtua yang berpindah kepada anak-anak mereka. Karakteristik-karakteristik yang terdapat pada sperma inilah yang menentukan perjalanan, perkembangan dan pembentukan kepribadian masa depan anak, baik di dalam maupun di luar rahim.

Sudah sejak lama manusia mengetahui masalah faktor genetik. Mereka mengetahui bahwa seorang anak dalam bentuk tubuh, bentuk wajah, warna kulit dan beberapa sifat fisik dan kejiwaan mempunyai kesamaan dengan kedua orangtuanya, kakek-kakeknya, dan famili-familinya yang lain. Kelak, berdasarkan bentuk wajah mereka akan menentukan seseorang itu dari kelompok atau suku mana. Oleh karena itu, ilmu tentang wajah mempunyai kedudukan yang penting. Dalam pernikahan pun karakteristik fisik dan akhlak suatu suku dan kelompok menjadi bahan pertimbangan.

Secara umum keberadaan faktor genetik tidak dapat dipungkiri, karena sejak pertama kali seorang manusia dilahirkan dia sudah mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakannya dari seluruh hewan yang lain, seperti potensi untuk bisa berpikir, potensi untuk bisa berbicara, potensi untuk bisa berdiri dan berjalan, dan berbagai potensi lainnya.

Tidak diragukan bahwa karakter-karakter ini mereka warisi dari ayah dan ibu dan kakek-kakek mereka. Maksudnya, sel-sel sperma ayah dan ibu yang merupakan sumber pembentuk manusia, mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang akan membentuk dan mengembangkannya menjadi manusia, dan yang pada waktunya akan mengubah berbagai potensi yang tersembunyi dalam dirinya menjadi kemampuan nyata sehingga ia menjadi manusia sempurna. Seluruh binatang yang lain pun mempunyai karakteristik yang seperti ini, sehingga dengan begitu masing-masing dapat menjaga dan mempertahankan spesiesnya.

Demikian juga dengan keberadaan karakteristik genetik pada ras-ras manusia, sampai batas-batas tertentu manusia sudah mengetahuinya. Manusia etnis kulit hitam, sudah barang tentu mereka mewarisi warna kulit dan karakteristik-karakteristik etnisnya dari kedua orangtuanya dan kakek-kakek mereka. Demikian juga dengan etnis kulit merah dan etnis kulit kuning. Di sini kita harus katakan, bahwa sifat-sifat yang merupakan karakteristik etnis seseorang terpelihara di dalam sperma ayah dan ibu.

Yang menjadi pembahasan kita hanya mengenai perbedaan dan karakteristik-karakteristik di antara individu-individu manusia. Di antara individu-individu manusia sejak lahir sudah ada perbedaan-perbedaan, dan semakin besar mereka semakin tampak kelihatan perbedaan-perbedaan tersebut. Yang menjadi pembahasan kita ialah, apakah yang menjadi sumber berbagai perbedaan ini adalah faktor genetik atau faktor-faktor lain?

Kita dapat membagi perbedaan-perbedaan individu ke dalam beberapa kelompok: perbedaan lahir, perbedaan kecerdasan dan daya ingat, dan perbedaan akhlak. Di sini kami akan memberikan penjelasan kepada masing-masingnya.


Perbedaan Lahir
Yang dimaksud perbedaan lahir atau fisik ialah seperti perbedaan warna rambut, warna mata, bentuk wajah dan bentuk tubuh, bentuk mata, bentuk alis, bentuk mulut, bentuk hidung, bentuk telinga, bentuk jari-jari, bentuk kuku tangan dan kaki, bentuk telapak tangan, golongan darah, tinggi badan, dan karakteristik-karakteristik fisik lainnya yang dapat dilihat pada individu-individu manusia. Sekali lagi, yang menjadi pembahasan kita ialah, apakah yang menjadi sumber semua perbedaan ini adalah faktor genetik atau faktor-faktor lain?

Apakah karakter seorang individu telah ditentukan dalam sperma kedua orangtua, atau apakah sperma semua orang itu sama lalu disebabkan pengaruh faktor-faktor lain tercipta perbedaan?

Satu hal yang tidak diragukan ialah bahwa anak-anak lebih mirip ayah ibu dan keluarganya dibandingkan orang lain meskipun mereka dididik dalam sebuah lingkungan dan kondisi yang sama. Semua orang mengetahui hal ini dan para ayah dan ibu mengharapkan anak-anak mereka serupa dengan mereka.

Seorang ilmuwan menulis:

"Biasanya orang lebih mirip kepada kedua orangtuanya dibandingkan orang yang tidak mempunyai hubungan darah dengannya. Kemiripan ini lebih banyak disebabkan faktor kesamaan genetik di antara mereka. 50% gen anak mirip dengan ayahnya dan 50% lagi mirip dengan ibunya. Oleh karena itu, di antara anak dan kedua orangtuanya mempunyai kesamaan dalam beberapa sifat. Sebagai contoh, saya mempunyai hidung yang mancung, mata yang biru dan rambut yang pirang, dan kedua orangtua saya pun mempunyai sifat-sifat yang sama."[47]

Ilmuwan yang sama mengatakan:

"Setiap individu manusia mempunyai tabiat yang berbeda dengan tabiat individu-individu manusia lainnya. Setiap manusia tidak dilahirkan seperti sebuah lembaran kertas yang putih."[48]

Dia juga mengatakan:

"Sifat-sifat seperti bentuk wajah, mata, warna dan bentuk rambut dan sifat-sifat lahir lainnya, yang dengan itu kita dapat mengenali orang perorang, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik."[48]

Biasanya anak-anak mempunyai kemiripan dengan ayah dan ibunya, dalam beberapa sifat mirip ayahnya dan dalam beberapa sifat yang lain mirip ibunya, alhasil mereka mewarisi sifat-sifat kedua orangtuanya. Namun, seorang anak tidak senantiasa hanya mewarisi sifat-sifat dari kedua orangtuanya, karena terkadang terdapat beberapa sifat yang sama sekali tidak ada pada kedua orangtuanya. Di sini, berarti anak-anak mewarisi sifat-sifat tersebut dari kakek dan neneknya.

Seorang ilmuwan menulis:

"Individu-individu manusia, meskipun mereka mempunyai perbedaan-perbedaan individu di antara mereka namun mempunyai beberapa sifat dan karakter yang sama yang dipindahkan melalui mata rantai keluarga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sifat-sifat biologis makhluk hidup yang baru lahir-sebagaimana telah kita katakan-merupakan hasil susunan gen-gen yang terdapat dalam sel-sel sperma. Adapun mana di antara sifat-sifat ini yang akan muncul pada anak, itu bersifat probabilitas. Maksudnya, sampai sekarang manusia belum mampu memperkirakannya. Seorang anak tidak mewarisi seluruh sifat genetiknya secara langsung dari kedua orangtuanya, melainkan ½ dari kedua orangtuanya, ¼ dari kakeknya, dan ¼ nya lagi dari kakek-kakek buyutnya. Oleh karena itu, ia juga mewarisi sifat-sifat dari kakek-kakek jauhnya. Hukum tabiat ini menjelaskan kepada kita mengapa pada beberapa kasus seorang anak berbeda dengan kedua orangtuanya, dengan saudara laki-lakinya dan saudara perempuannya."[50]

Alhasil, para ilmuwan biologi dan para pakar genetik setelah mereka melakukan penelitian dan percobaan selama bertahun-tahun mereka sampai kepada kesimpulan bahwa masalah genetika adalah masalah yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Mereka menjelaskan bahwa tumbuhan, binatang dan manusia memperoleh karakteristik-karakteristik spesiesnya dan sebagian sifat-sifat individunya dari generasi sebelumnya melalui turunan.

Mereka menjelaskan:

"Yang dimaksud dengan turunan (genetik) ialah perpindahan alami beberapa sifat dan karakteristik badan atau pikiran kedua orangtua dan kakek kepada anak, dan perpindahan ini berlangsung melalui sel-sel yang ada dalam sperma kedua orangtua. Pada setiap sel sperma ini terdapat kromosom-kromosom yang berpasangan yang terkait dengan terjadinya proses genetik".

Menurut para pakar biologi, kromosom-kromosom itu sendiri mengandung sel-sel yang sangat kecil yang disebut dengan "gen". Gen-gen inilah yang menentukan karakteristik-karakteristik badan, pikiran dan akal seseorang. Kromosom-kromosom ini terdapat di dalam pusat sel-sel sperma secara berpasang-pasangan, dan pasangan-pasangan ini serupa satu sama lainnya.

Jumlah kromosom pada setiap hewan berbeda-beda. Setiap makhluk hidup sejenis mempunyai jumlah kromosom yang sama, sebagai contoh, pada setiap sel tikus gurun terdapat 36 kromosom, pada sel sapi terdapat 38 kromosom, dan pada setiap sel manusia terdapat 46 kromosom yang membentuk 23 pasangan.

Gen-gen setiap kromosom berbentuk dua rangkaian yang berada di samping satu sama lain, dan berbentuk rangkaian biji tasbih yang berpasang-pasangan dan saling berhadapan. Dari 23 pasangan kromosom yang ada pada setiap laki-laki dan perempuan terdapat sepasang kromosom penentu jenis kelamin. Sepasang kromosom ini, pada laki-laki berbentuk dua kromosom yang berbeda, yang satu disebut kromosom x dan yang lainnya disebut kromosom y, namun pada perempuan sepasang kromosom ini berbentuk sama yaitu kromosom x. Jadi, jika dalam pembuahan kromosom laki-laki itu kromosom y maka janin akan berjenis kelamin laki-laki, dan jika kromosom laki-laki kromosom x maka janin berjenis kelamin perempuan.

Sebelumnya para pakar memandang bahwa kromosom itulah yang memindahkan sifat-sifat kedua orangtua kepada anaknya, namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut dan pengkajian lebih teliti para ilmuwan sampai pada kesimpulan bahwa gen-genlah yang memikul tanggung jawab ini dan dialah yang mengontrol pertumbuhan badan baik pada masa sebelum lahir maupun sesudah lahir. Mereka memperkirakan pada setiap kromosom terdapat lebih dari 15.000 gen.

Munculnya sifat genetik kepada anak adalah ketika dua gen dari kedua orangtua itu sampai ke anak, jika keduanya mempunyai kesamaan dalam sifat tersebut maka sifat tersebut akan muncul pada anak. Di sini, kita katakan bahwa kedua gen itu muncul. Namun jika kedua gen itu mempunyai sifat yang berbeda, sebagai contoh, pada gen warna mata, warna mata ayah hitam sementara warna mata ibu biru, maka di sini gen yang kuat yang akan muncul dan gen itu disebut sebagai gen yang menang, sementara gen yang lemah yang tidak dapat menampakkan dirinya disebut gen yang tersembunyi atau gen yang kalah, namun ia tidak akan pernah lenyap melainkan tetap akan berpindah dari generasi ke generasi, dan ada kemungkinan ia akan menjadi gen yang menang pada generasi-generasi yang sesudahnya, namun sampai sekarang ilmu pengetahuan belum mampu mengungkap sebab dari semua ini."[51]

"Yang dilakukan gen-gen dalam cytoplasma ialah mengubah bentuk dan karakteristik sel-sel. Gen-gen bersama syarat-syarat internal menyebabkan sel-sel berubah dari bentuk asalnya menjadi bentuk yang bermacam-macam, seperti daging, tulang, saraf dan lainnya."[52]

Ilmuwan lain menulis:

"Faktor-faktor genetik yang berpindah dari satu generasi ke generasi berikut disebut gen. Gen-gen inilah faktor pokok munculnya sifat-sifat pada makhluk hidup, dan ia terdapat pada setiap sudut molekul yang disebut DNA."[53]


Islam dan Masalah Genetika
Secara umum Islam juga menerima masalah genetika. Al-Quran menjelaskan bahwa manusia tercipta dari sperma yang bercampur, Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat (QS. al-Insan:1-2).

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari setetes air mani yang bercampur. Para mufasir dalam menjelaskan maksud dari "air yang bercampur" memberikan dua kemungkinan:

Kemungkinan pertama, yang dimaksud ialah terbentuknya janin berasal dari sperma ayah dan sperma ibu.

Adapun kemungkinan kedua, yang dimaksud ialah bahwa terbentuknya janin berasal dari bagian yang bermacam-macam yang mempunyai pengaruh yang berbeda-beda.

Pada ayat lain Allah Swt berfirman, Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.

Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur (QS. as-Sajdah:7-9).

Mungkin saja yang dimaksud dengan saripati (sulâlah) adalah air sperma yang berasal dari sperma kedua orangtua.

Yazid bin Salam meriwayatkan bahwa dirinya telah bertanya kepada Rasulullah saw:

"Apakah Adam telah diciptakan dari seluruh tanah atau dari satu tanah?" Rasulullah saw menjawab, "Dari berbagai macam jenis tanah. Karena jika dia diciptakan dari satu jenis tanah niscaya manusia tidak akan saling mengenal satu sama lainnya, karena mereka mempunyai wajah yang sama." Perawi bertanya lagi, "Apakah yang seperti ini ada contohnya di dunia?" Rasulullah saw menjawab, "Tentu, seperti pada tanah, ada tanah yang putih, tanah yang hijau, tanah yang kecoklat-coklatan, tanah yang hitam pekat, tanah yang biru, tanah yang merah, begitu juga ada tanah yang manis, tanah yang asin, tanah yang keras dan tanah yang lembut. Oleh karena itu di antara manusia ada yang lembut dan ada yang keras, ada yang putih, ada yang kuning, ada yang sawomatang dan ada yang hitam, persis seperti warna tanah yang bermacam-macam."[54]

Imam Ja`far Shadiq as berkata:

"Manakala Allah hendak menciptakan seorang anak manusia maka Dia mengumpulkan seluruh wajah yang ada di antara dirinya, ayahnya hingga Adam, lalu Dia menciptakannya berdasarkan salah satu di antara wajah mereka. Oleh karena itu, janganlah sampai seseorang di antara kamu berkata (berkenaan dengan anaknya), 'Anak (saya) ini tidak mirip saya dan orangtua saya.'"[55]

Abdullah bin Sinan meriwayatkan, "Saya bertanya kepada Imam Ja`far Shadiq as, 'Terkadang seorang anak tidak mempunyai kemiripan dengan ayah dan pamannya?'"

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Jika sperma laki-laki mendahului sperma wanita maka anak yang akan lahir akan mirip ayah dan saudara ayahnya, namun jika sperma wanita mendahului sperma laki-laki maka anak yang akan lahir akan mirip ibunya dan saudara ibunya."[56]

Dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum Islam juga mengakui adanya hukum genetik, meskipun mengenai cara dan batasannya Islam tidak membahas secara rinci disebabkan pada masa-masa itu pembahasan ini belum begitu dikenal dan pembahasan mengenai ilmu-ilmu alam bukan termasuk tanggung jawab dan tujuan dari para nabi.


Perbedaan Kecerdasan dan Daya Ingat
Jenis perbedaan kedua yang ada pada manusia ialah perbedaan dalam kecerdasan dan daya ingat. Dari sisi kecerdasan manusia mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Sebagian manusia berada pada tingkatan yang sangat tinggi dan berada pada taraf jenius sementara sebagian lagi berada pada tingkatan yang sangat rendah. Di antara dua tingkatan ini masih terdapat banyak lagi tingkatan-tingkatan yang lain. Demikian juga dengan kemampuan daya ingat.

Apa yang menjadi penyebab semua perbedaan ini? Menurut para ahli biologi dan ahli ilmu jiwa, yang menjadi faktor terpenting perbedaan ini adalah faktor keturunan atau genetik. Biasanya, sebagian dari kecerdasan anak mereka warisi dari ayah, ibu dan kakek-kakek mereka.

Salah seorang ilmuwan menulis:

"Eksperimen menunjukkan bahwa potensi kecerdasan yang tinggi atau pun yang rendah termasuk bagian dari sifat dan karakteristik sebuah keluarga dan lebih banyak berhubungan dengan faktor genetik. Piaget meyakini, seorang anak mempunyai kemampuan menyusun dan membentuk percobaan-percobaan dirinya, namun masing-masing anak mempunyai tingkat yang berbeda dalam kemampuan ini. Adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh pada kecerdasan seorang anak, salah satunya ialah kecelakaan atau benturan yang menimpa otak anak pada saat dilahirkan. Sebagai contoh, bisa saja disebabkan kepala anak terbentur dengan benda keras akhirnya dia menderita kemunduran kecerdasan. Demikian juga dengan berbagai jenis penyakit, terutama penyakit kelamin dapat menyebabkan kelemahan pada kemampuan otak. Sebaliknya, kebersihan, kesehatan dan latihan dapat meningkatkan kecerdasan."[57]

Ilmuwan yang sama menukil perkataan seorang ilmuwan lainnya sebagai berikut:

"Tidak ada satu pun kemampuan kecerdasan dalam setiap tingkat pertumbuhan seseorang yang tidak bersandar kepada faktor genetik, hingga dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun perbedaan individu yang tidak berpijak pada dasar genetik."[58]

Ilmuwan yang lain menulis:

"Kecerdasan anak dipengaruhi turunan dan lingkungan. Makhluk hidup mewarisi anggota tubuh, otak dan bagian-bagian tubuhnya yang lain yang berpengaruh pada kecerdasannya dari orangtuanya. Jika anggota-anggota tubuh ini kurang atau cacat maka kecerdasannya pun akan kurang."[59]

Ilmuwan lain menulis:

"Manakala kedua orangtua mempunyai tingkat kecerdasan yang biasa atau tinggi maka kemungkinan besar anak yang dilahirkannya akan mempunyai kesempurnaan fisik dan kecerdasan normal. Biasanya anak dari orangtua yang seperti ini mempunyai kecerdasan normal. Begitu juga manakala salah seorang orangtua atau kedua-duanya mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah dari bilangan 70 maka tingkat kecerdasan anaknya pun akan seperti mereka. Namun, terkadang tingkat kecerdasan anak lebih tinggi atau lebih rendah dari tingkat kecerdasan orangtua."

Singkatnya, dalam masalah tingkat kecerdasan faktor genetik ikut berperan. Anak-anak yang kedua orangtuanya cerdas, biasanya lebih cerdas dari anak-anak yang lain. Demikian juga keluarga dan etnis ikut berperan dalam masalah ini. Sebagian keluarga secara keseluruhan lebih cerdas dibandingkan sebagian keluarga yang lain. Demikian juga sebagian etnis secara keseluruhan lebih rendah kecerdasannya dibandingkan sebagian etnis yang lain. Namun perlu diingat bahwa keturunan bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh pada kecerdasan melainkan terdapat juga faktor-faktor lain yang berpengaruh, seperti faktor lingkungan, pendidikan, kehidupan, latihan dan uji coba.





12
Agar Tak Salah Mendidik

Pandangan Islam
Islam juga mengakui adanya pengaruh faktor keturunan pada kecerdasan. Oleh karena itu, Islam melarang menikahi orang idiot atau orang gila.

Amirul Mukminin as berkata:

"Hindarilah menikah dengan wanita idiot. Karena bergaul dengan istri yang semacam ini adalah bencana dan anak-anaknya adalah kehilangan."[60]

Muhammad bin Muslim berkata:

"Salah seorang sahabat Imam Muhammad Baqir as bertanya, 'Seorang Muslim jatuh hati kepada seorang wanita cantik yang gila, apakah ia boleh menikah dengannya?' Imam Muhammad Baqir as menjawab, 'Tidak boleh.'"[61]


Penyakit Turunan
Sebagian manusia sejak pertama dilahirkan mempunyai tubuh yang sehat dan kuat. Ia mempunyai jantung, otak, lever, pencernaan, ginjal dan saraf yang sehat dan normal, dan hingga akhir hidupnya ia tetap dikaruniai nikmat yang besar ini. Namun sebaliknya ada sekelompok manusia yang sejak dilahirkan ia sakit dan tidak mempunyai tubuh yang sehat dan kuat, dan oleh karena itu ia terus menerus dilanda berbagai macam penyakit.

Sudah barang tentu kondisi tubuh kedua orangtua, makanan yang dikonsumsi ibu pada saat mengandung, pemberian air susu ibu dan pemeliharaan kebersihan mempunyai pengaruh pada kesehatan dan kekuatan anak. Hal-hal ini tidak termasuk faktor turunan, namun sedikit banyaknya faktor turunan pun ikut berperan pada kesehatan dan kekuatan anak.

Kalangan ilmuwan menganggap sebagian penyakit sebagai penyakit turunan, seperti penyakit buta sejak lahir, buta warna merah, buta warna hijau, bisu, buta yang disertai idiot, lumpuh, kanker mata, keterbelakangan mental, sebagian penyakit gula, gila dan mempunyai enam jari. Para ilmuwan mengatakan penyakit-penyakit ini adalah penyakit turunan dan yang menjadi penyebabnya adalah gen-gen cacat yang berasal dari kedua orangtua dan kakek-kakek mereka.

Meskipun data statistik menunjukkan anak-anak cacat jumlahnya sedikit dan merupakan minoritas dibandingkan anak-anak yang normal namun sedikit banyaknya mereka dapat ditemukan di kalangan beberapa keluarga terutama keluarga-keluarga yang mempunyai perkawinan antar famili, seperti perkawinan antar sepupu.

Pada pernikahan antar famili kemungkinan anak yang dilahirkan mengalami cacat lebih besar dibandingkan pernikahan antar orang lain. Pada keluarga yang mempunyai anak-anak yang cacat seperti ini kebahagiaan dan ketenangan terenggut dari mereka. Kondisi anak yang memprihatinkan membuat setiap orang yang melihat menjadi iba.

Seorang ilmuwan menulis:

"Kemungkinan terjadinya heterozigot pada suami istri yang mempunyai hubungan keluarga beberapa kali lipat lebih besar dibandingkan pernikahan antar dua orang yang tidak mempunyai hubungan keluarga. Semakin dekat hubungan keluarga di antara suami istri maka semakin besar kemungkinan terjadinya heterozigot."[62]

Masih ilmuwan yang sama menulis:

"Bukan hal yang mengherankan manakala sepasang suami istri yang mempunyai kakek yang sama (sepupu) mempunyai anak-anak yang sakit atau cacat, karena kemungkinan keduanya heterozigot menjadi jauh lebih besar."[63]

Salah seorang ahli ilmu jiwa menulis:

"Penelitian yang dilakukan para ilmuwan menunjukkan bahwa banyak sekali pernikahan antar keluarga melahirkan anak-anak yang mempunyai keterbelakangan mental, namun itu tidak terjadi pada setiap pernikahan antar keluarga, karena sebagaimana yang disaksikan terdapat berjuta-juta orang yang sehat dan normal di luar sana yang lahir dari pernikahan antar keluarga. Sekarang ini di banyak negara terutama di negara-negara Skandinavia dan Amerika, sebelum sepasang calon suami istri menikah mereka menjalani pemeriksaan genetik secara teliti, dan manakala hasilnya positif baru mereka menikah. Sekelompok ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa sebagaimana pernikahan sedarah (antar kakak-adik) telah dilarang maka secara perlahan pernikahan antar saudara sepupu pun harus dilarang atau paling tidak harus mendapat persetujuan dari lembaga pemeriksaan genetik, untuk mencegah semaksimal mungkin lahirnya anak-anak yang cacat."[64]

Oleh karena itu, para ahli genetik percaya bahwa penyakit-penyakit seperti ini bersifat genetis, dan berbagai penelitian membuktikan, kemungkinan munculnya anak-anak yang cacat dari pernikahan antar keluarga jauh lebih besar dibandingkan pernikahan lain. Mereka menganjurkan untuk sedapat mungkin menghindari terjadinya pernikahan antar keluarga dekat, kecuali jika sebelumnya berkonsultasi dengan dokter ahli genetik dan dokter itu menyimpulkan bahwa tidak mengapa pernikahan mereka dilangsungkan.

Berkenaan dengan hal ini Islam tidak menetapkan apa-apa, Islam hanya mengharamkan pernikahan antar keluarga derajat pertama, seperti antar saudara sekandung (seibu sebapak, seibu maupun sebapak), antar bibi dengan keponakan dan antar paman dengan keponakan. Mungkin, salah satu yang menjadi sebab pengharamannya adalah masalah ini.

Begitu juga kepada orangtua yang mempunyai anak yang cacat, mereka menganjurkan agar sebelum mempunyai anak lagi hendaknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada seorang ahli genetik, mengemukakan masalah mereka dan melaksanakan nasihat-nasihat yang diberikannya, supaya jangan sampai lahir lagi anak yang cacat dari mereka sehingga mendatangkan banyak kesulitan pada kehidupan mereka.


Kesimpulan
Para ahli ilmu genetik, setelah melakukan berbagai penelitian dan percobaan secara mendalam mereka sampai pada kesimpulan bahwa masalah genetik pada spesies dan individu-individu manusia dan bahkan pada hewan dan tumbuhan adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya, dan sampai kini mereka terus melanjutkan penelitian mereka. Namun, maksud dari perkataan para ilmuwan ini bukan berarti bahwa karakteristik-karakteristik yang terdapat pada sperma kedua orangtua adalah satu-satunya sebab bagi berbagai sifat dan karakteristik yang ada pada diri seorang anak sementara faktor-faktor lain seperti lingkungan dan pendidikan tidak mempunyai pengaruh terhadapnya, justru sifat-sifat tersebut untuk dapat muncul dan berkembang memerlukan lingkungan yang sesuai. Dengan kata lain, pada akhirnya lingkunganlah yang menentukan nasib berbagai sifat dan potensi tersebut.

Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, makanan yang dikonsumsi ibu pada saat mengandung, pemberian air susu ibu dan kondisi lingkungan tempat tumbuh dan berkembang tidak diragukan sangat memberikan pengaruh pada bagaimana munculnya potensi-potensi genetik seorang anak.

Manusia merupakan produk interaksi antara potensi-potensi genetiknya dengan kondisi lingkungannya tempat ia tumbuh dan berkembang. Masalah ini juga merupakan sesuatu yang diakui oleh para ahli genetik.

Seorang ahli genetik menulis:

"Beragamnya individu manusia bersumber dari perbedaan bawaan (genetis) mereka dan juga dari perbedaan lingkungan mereka. Faktor genetik tiap individu bukan penentu nasib mereka, ia hanya sebuah rancangan di mana manusia lahir dengannya."[65]

Ilmuwan yang sama menulis:

"Untuk dapat gen-gen membentuk kembarannya ia harus berinteraksi dengan lingkungan."[66]

Ilmuwan lain menulis:

"Setiap karakter berada dalam pengaruh lingkungan dan turunan. Manakala kedua faktor ini ada baru karakter tersebut dapat tumbuh, dan salah satu dari keduanya tidak dapat berperan tanpa yang lainnya."[67]

Masih ilmuwan yang sama menulis:

"Gen-gen yang berbeda menunjukkan reaksi yang berbeda pada sebuah lingkungan yang sama, dan begitu juga gen-gen yang sama tidak akan tumbuh sama pada lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu, setiap gen akan tumbuh sesuai dengan lingkungannya. Terkadang, lingkungannya sama namun gen-gennya berbeda, maka di sini gen-gen tersebut akan tumbuh berbeda-beda sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya."[68]

Ilmuwan lain menulis:

"Memisahkan sifat-sifat turunan dan sifat-sifat yang disebabkan lingkungan adalah tindakan yang salah, karena setiap sifat itu dipengaruhi turunan dan lingkungan sekaligus."[69]

Ilmuwan lain menulis:

"Sudah barang tentu anak-anak mewarisi banyak potensi dari kedua orangtuanya, namun untuk dapat muncul dan berkembangnya potensi-potensi tersebut diperlukan lingkungan yang sesuai, dan hanya dengan mewarisi potensi-potensi tersebut tidak cukup menjamin potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara baik."[70]

Hukum genetik mengatakan bahwa yang menjadi sumber semua sifat dan karakter turunan individu manusia ialah potensi-potensi yang terdapat pada gen-gen sperma kedua orangtua, namun ia tidak mengingkari pengaruh dan peran faktor-faktor lain, yang salah satunya adalah faktor lingkungan. Pada akhirnya, untuk dapat menampakkan pengaruhnya gen-gen tersebut membutuhkan lingkungan dan makanan yang sesuai, dan oleh karena janin mendapat makanan dari makanan ibu maka apa yang dimakan ibu akan memberikan pengaruh kepada cara dan bentuk kemunculan potensi-potensi yang dimilikinya.

Sebagai contoh, melalui sperma kedua orangtua sebuah gen yang akan menyebabkan rambut berwarna hitam berpindah kepada janin, namun gen tersebut tidak lebih hanya sebuah potensi yang untuk dapat tumbuh aktual ia memerlukan lingkungan dan kondisi yang sesuai. Bukan berarti bahwa dalam semua keadaan gen tersebut memberikan efek yang sama. Bisa jadi disebabkan makanan yang dikonsumsi rambutnya menjadi hitam legam atau hanya kehitam-hitaman, atau dapat juga pada beberapa kondisi tertentu menjadi berwarna hitam kecoklat-coklatan.

Oleh karena itu, hukum genetik tidak mengatakan bahwa sifat dan karakter setiap individu telah ditentukan pada sperma kedua orangtuanya dan sama sekali tidak dapat berubah, dan untuk dapat tumbuh dan berkembangnya tidak memerlukan faktor-faktor lain.

John Soto menulis:

"Jika faktor turunan dapat menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pendidikan dan pengajaran, maka faktor lingkungan pun secara mendasar dapat mengubah potensi anak ke arah yang diharapkan atau ke arah sebaliknya. Secara keseluruhan baik lingkungan materi maupun lingkungan sosial mempunyai peranan mendasar dalam kehidupan anak."[71]


Perbedaan Akhlak
Di antara individu-individu manusia terdapat berbagai perbedaan sifat dan kondisi kejiwaan. Sebagian orang bersifat tergesa-gesa dan sebagian lagi cermat dan teliti, sebagian pemarah sebagian lagi penyabar, sebagian cekatan dan sebagian lagi pemalas, sebagian penakut dan sebagian lagi tidak punya rasa takut, sebagian dermawan dan sebagian lagi kikir, sebagian selalu berkata benar dan sebagian lagi pembohong, sebagian bersifat amanah dan sebagian lagi bersifat khianat, sebagian rendah hati dan sebagian lagi sombong, sebagian mau mendengarkan perkataan orang dan sebagian lagi keras kepala, sebagian pemberani dan sebagian lagi lemah, sebagian bersikap disiplin dan sebagian lagi tidak disiplin, sebagian percaya diri dan sebagian lagi tidak percaya diri, sebagian senang bergaul dan sebagian lagi senang menyendiri, sebagian banyak gerak dan sebagian lagi tenang, sebagian egois dan sebagian lagi suka berkorban, sebagian mempunyai sifat tegar dan sebagian lagi cepat menyerah, yang mana semua itu merupakan sifat-sifat yang dapat kita temukan pada individu-individu manusia.

Perbedaan-perbedaan akhlak (kondisi kejiwaan) ini juga dapat kita saksikan pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Bahkan, pada individu-individu yang mempunyai sifat-sifat yang sama, biasanya mereka berbeda dalam intensitas sifat-sifat tersebut.

Sekarang, timbul pertanyaan, apa yang menjadi sumber perbedaan-perbedaan perilaku? Apakah semua perbedaan ini bersifat genetis, dalam arti bahwa seorang anak mewarisi semua sifat-sifat ini dari ayah ibunya atau dari kakek-kakeknya, dan kemudian secara perlahan-lahan sifat-sifat ini menampakkan dirinya? Atau sebaliknya, sebenarnya seluruh manusia pada awal penciptaannya sama dan yang menjadi sumber semua perbedaan kondisi kejiwaan (akhlak) adalah kondisi lingkungan dan pendidikan yang berbeda-beda? Atau kemungkinan yang ketiga, yaitu sebagian dari sifat-sifat tersebut telah tertanam pada tabiat manusia melalui jalan genetis sementara sebagian lainnya sebagai akibat dari faktor pendidikan dan lingkungan?

Khajah Nashiruddin Thusi menulis:

"Mereka berbeda pendapat apakah akhlak masing-masing individu itu tabiat, artinya tidak dapat hilang, seperti panas pada api, atau bukan tabiat. Sekelompok orang berpendapat, sebagian akhlak bersifat tabiat dan sebagian lagi diakibatkan sebab-sebab lain. Di sisi lain, ada kelompok yang mengatakan bahwa seluruh akhlak itu tabiat dan tidak dapat hilang. Sementara sekelompok yang lain mengatakan, tidak ada satu pun akhlak yang tabiat atau bertentangan dengan tabiat, melainkan manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga dapat menerima setiap akhlak, baik dengan mudah maupun susah. Akhlak yang sejalan dengan temperamennya maka dengan mudah dapat ia terima sementara yang tidak sejalan dengan temperamennya dengan susah ia terima. Adapun yang menjadi sebab sebuah akhlak menang atas tabiat sekelompok manusia, pada awalnya ia hanya berupa kehendak namun karena dilakukan secara terus menerus maka akhirnya menjadi sifat yang mendarah daging."[72]

Meskipun dalam redaksi di atas tidak ada penyebutan kata genetik atau turunan namun sebagai gantinya digunakan ungkapan "akhlak tabiat" yang mengandung arti yang sama.

Para ahli ilmu jiwa dan pakar genetik juga menyinggung masalah genetik dalam akhlak. Salah seorang dari mereka menulis,

"Adapun teori genetik mengatakan, manusia adalah makhluk yang terlahir ke dunia ini dengan sifat-sifat dan potensi-potensi yang tetap dan tidak dapat berubah. Apa yang mereka mampu laksanakan pada masa hidupnya maupun yang tidak mampu mereka lakukan telah ditetapkan sebelumnya."[73]

Pakar lain menulis:

"Sekarang ini sudah tidak diragukan bahwa hukum genetik tidak hanya berpengaruh pada pembentukan cikal bakal janin tetapi juga secara pasti berpengaruh pada kondisi kejiwaan janin yang akan lahir, dan anak-anak akan mewarisi kejiwaan dan sifat-sifat kedua orangtuanya, namun begitu lingkungan pun berpengaruh padanya."[74]

Pakar lain mengatakan:

"Perkembangan sosial anak dapat dijelaskan dari dua sisi: turunan dan lingkungan. Dengan kata lain, sebab perbedaan masing-masing anak dari sisi perkembangan sosial bisa dikarenakan faktor genetik, seperti dalam temperamennya, atau dikarenakan faktor lingkungan, tempat anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga akan berbeda dalam reaksi sosialnya dibandingkan anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga miskin, demikian juga antara anak-anak yang dibesarkan di panti asuhan dengan anak-anak yang dibesarkan dalam pelukan orangtuanya."[75]

Aristoteles berkata:

"orang-orang yang terlahir dari orangtua yang lebih baik akan menjadi orang-orang yang lebih baik, karena asal keluarga adalah keunggulan keluarga."[76]





13
Agar Tak Salah Mendidik

Penjelasan tentang Pewarisan Akhlak
Sebagaimana yang Anda lihat, para ahli ilmu jiwa dan para ulama akhlak mengakui bahwa masalah genetik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada perbedaan akhlak, namun hal ini masih perlu dibahas, dengan cara apa pewarisan di atas memberikan pengaruhnya? Apakah ini terjadi dengan perantaraan gen-gen? Dalam arti, gen-gen yang dengan perantaraan ayah dan ibu pindah ke anak membawa semua atau sebagian karakteristik akhlak yang terdapat pada diri mereka berdua atau kakek-kakek mereka?

Sampai sejauh ini yang saya ketahui masalah ini belum dibahas dalam buku-buku genetika, dan saya belum melihat ada seseorang yang mengetahui gen-gen pembawa karakteristik akhlak, namun ini tidak dapat meniadakan kemungkinan yang seperti ini. Meski demikian di dalam buku-buku psikologi, masalah pewarisan akhlak dapat dijelaskan melalui dua jalan:


Jalan pertama: pewarisan insting.
Seorang ilmuwan menulis:

"Setiap anak dilahirkan dengan membawa sejumlah insting, seperti insting takut, insting seksual, insting keibuan, insting taat, insting egois, rasa ingin tahu, ingin dikenal dan insting-insting lain yang sampai kepada mereka secara genetik. Masing-masing dari insting-insting ini ada yang lemah ada yang kuat, dan manakala sebuah insting bertemu dengan faktor-faktor lingkungan maka akan tercipta kondisi kejiwaan tertentu. Oleh karena itu, kondisi kejiwaan terbentuk dari dua faktor:

Pertama, lingkungan yang terjadi sehari-hari dan kecenderungan-kecenderungan individu. Kedua, genetik yang dinamakan dengan insting."[77]

Oleh karena itu, ilmuwan ini meyakini bahwa pewarisan terjadi pada insting. Dalam arti, semua insting yang ada pada diri seorang anak, yang menjadi sumber dari akhlak dan sifat kejiwaannya ia warisi dari ayah ibunya dan kakek-kakeknya. Semua anak manusia-dalam kondisi normal-sama dalam dasar pewarisan insting-insting ini, namun menurut keyakinan ilmuwan ini insting-insting di atas, dalam kuat dan lemahnya, tidak sama pada setiap individu, dan inilah yang menjadi sumber semua perbedaan di antara individu-individu manusia. Lantas, muncul lagi pertanyaan yang sama, apa yang menjadi faktor perbedaan kuat dan lemahnya insting-insting ini? Apakah faktor genetik atau faktor-faktor lain?


Jalan kedua : perbedaan-perbedaan jasmani.
Seorang ilmuwan menulis:

"Perilaku buruk seorang anak di sekolah bisa bersumber dari ketidaknormalan kelenjar-kelenjar yang ada dalam tubuhnya atau dari lingkungan keluarga yang tidak mengajarkan perilaku-perilaku baik. Ketidakmampuan seorang anak dalam menangkap pelajaran bisa disebabkan karena kekurangan beberapa jenis vitamin dan nutrisi yang diperlukan atau karena tidak adanya motivasi yang cukup untuk belajar."[78]

Ilmuwan lain menulis:

"Kerusakan sistem kerja kelenjar tiroid akan menyebabkan rangsangan pada saraf dan kejiwaan atau kelesuan dan kebodohan."[79]

Almarhum Khajah Nashiruddin Thusi menulis:

"Sebagian anak mempunyai kesiapan menerima etika dengan mudah dan sebagian lainnya menerimanya dengan susah."

Almarhum Mullah Muhammad Mahdi Naraqi mengatakan:

"Watak manusia mempunyai pengaruh besar terhadap sifatnya. Sebagian watak dari sejak awal memiliki kesiapan menerima akhlak-akhlak tertentu sementara sebagian yang lain cenderung kepada kebalikannya. Kami yakin ada pribadi-pribadi yang memiliki watak mudah marah, mudah takut, mudah sedih atau mudah tertawa meski karena sebab-sebab kecil sekalipun, namun sebagian lagi sebaliknya. Namun terkadang disebabkan keseimbangan pada berbagai kekuatan yang ada dalam diri, kekuatan akal dan keutamaan-keutamaan akhlak telah sampai pada tahap kesempurnaan dan telah mampu mengalahkan kekuatan marah dan syahwat, sebagaimana yang terjadi pada para nabi dan para imam. Hal yang sebaliknya terjadi pada sebagian orang, di mana mereka telah keluar dari batas-batas keseimbangan, yaitu kekuatan akal mereka melemah, akhlak mereka buruk, dan kekuatan akal mereka dikalahkan oleh kekuatan syahwat mereka."[80]

Dari semua paparan di atas kita dapat menyaksikan para ilmuwan mengakui adanya faktor keturunan pada sifat dan kondisi kejiwaan seseorang, namun itu terjadi melalui karakteristik-karakteristik yang terdapat pada bangunan tubuh seseorang. Dari sisi bahwa faktor keturunan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembentukan dan penyusunan tubuh seorang anak para ilmuwan tidak ragu sedikit pun.


Alasan yang Diajukan
Klaim para ilmuwan di atas didasarkan kepada dua alasan:

Alasan pertama: Bentuk tubuh, karakteristik saraf, karakteristik otak, karakteristik kelenjar, dan anggota-anggota utama badan mempunyai pengaruh terhadap bentuk akhlak dan kejiwaan seseorang.

Alasan kedua: Faktor keturunan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan berpengaruh pada bentuk dan susunan tubuh anak.

Dari alasan pertama dapat disimpulkan bahwa meskipun akhlak termasuk sifat dan karakteristik jiwa, dan jiwa merupakan sebuah maujud yang terbebas dari materi, namun keterkaitan jiwa dengan badan tidak dapat diingkari. Para peneliti filsafat Islam meyakini bahwa jiwa bukan sebuah hakikat abstrak yang tercipta lepas dari tubuh lalu bersatu dengan tubuh, melainkan jiwa adalah rupa spesifik tubuh yang dengan gerak substansial dan gerak kesempurnaan bertahap sampai ke tahapan abstrak dan melampaui batas materi (tajarud). Rupa spesifik (shurat nau`iyyah) terkait dengan materi dan bahkan menyatu baik sebelum maupun sesudah terbebas dari materi.

Pada tahapan ini jiwa manusia mempunyai dua dimensi atau dua peringkat wujud: satu sisi dia adalah sebuah hakikat yang lebih tinggi dan terlepas dari materi dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh materi, sementara dari sisi lain dia bersatu dengan badan dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya.

Di antara dua peringkat wujud ini terjadi hubungan yang sempurna. Peringkat wujud yang lebih tinggi berpengaruh kepada peringkat yang lebih rendah dan memanfaatkannya untuk pekerjaan-pekerjaannya. Manakala jiwa manusia memahami hal-hal yang bersifat universal maka premis-premisnya diperoleh melalui saraf dan otak dan dengan menggunakan indera.

Saling pengaruh mempengaruhi di antara jiwa dan badan sebagaimana yang dibuktikan dalam ilmu jiwa adalah sesuatu yang tidak dapat diingkari. Sebagai contoh, manakala seseorang sedang sangat emosi dan sedih, akan timbul reaksi-reaksi tertentu pada badan: nafsu makan menjadi berkurang dan begitu juga daya pencernaan tubuh menjadi melemah. Sebaliknya ketika seseorang sedang gembira-yang merupakan salah satu suasana kejiwaan-nafsu makannya menjadi bertambah dan alat pencernaannya dapat mencerna makanan dengan lebih cepat dan lebih baik. Atau, ketika seseorang sedang berpikir, yang merupakan pekerjaan jiwa, terjadi reaksi tertentu pada tubuh, yaitu lebih banyak membutuhkan makanan jenis tertentu.

Dari sisi lain, kesehatan berbagai organ tubuh mendatangkan ketenangan jiwa dan kemampuan lebih menghadapi berbagai ketidaknyamanan dan keteguhan dalam melakukan berbagai pekerjaan. Kesehatan badan dan saraf memberikan pengaruh dalam berpikir sehingga seseorang dapat berpikir dengan lebih baik dan lebih teliti. Sebagaimana disebutkan dalam ungkapan yang sangat terkenal "akal yang sehat terdapat dalam jiwa yang sehat". Oleh karena itu, individu-individu yang tidak memiliki pancaindera dan saraf yang sehat, maka dalam sifat-sifat kejiwaan dan bahkan dalam cara berpikir pun mereka kacau.

Dengan demikian, bentuk saraf dan otak seseorang sangat berpengaruh terhadap bentuk sifat kejiwaan dan akhlaknya dan bahkan berpengaruh kepada cara berpikirnya. Ini merupakan alasan yang pertama.

Sementara dari alasan kedua dapat disimpulkan bahwa sebagaimana seorang anak dalam kebanyakan sifatnya, karakteristik badannya dan karakteristik anggota-anggota utama tubuhnya seperti saraf dan otak, para-paru, lever, jantung, lambung, ginjal dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh mewarisi dari kedua orangtuanya, begitu juga bentuk watak, kesehatan dan penyakit, kekuatan dan kelemahan fisik, dan bentuk organ-organ penting tubuh mewarisi dari ibu bapak atau salah seorang kakek yang bersangkutan. Para ilmuwan telah melakukan penelitian yang mendalam dalam masalah ini dan telah menyebutkan beberapa penyakit turunan.


Kesimpulan
Dengan diterimanya kedua alasan ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bisa saja sebagian sifat ayah dan ibu berpindah kepada anak melalui faktor turunan. Artinya, bahwa sebagian sifat dan karakteristik ayah dan ibu merupakan akibat dari bentuk bangunan fisik mereka, dan bisa saja bentuk bangunan fisik mereka ini berpindah kepada anak mereka, sehingga dengan begitu sifat dan karakteristik mereka pun berpindah kepada anak mereka.


Akhlak (Perangai) Dapat Dirubah
Dari berbagai penjelasan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa perbedaan-perbedaan akhlak (perangai) yang dapat disaksikan pada anak-anak dapat terjadi disebabkan perbedaan watak tubuh mereka, yang perbedaan ini pun bersumber dari perbedaan watak tubuh ayah ibu mereka. Sebagian anak ada yang cepat marah sebagian lagi penyabar, sebagian tergesa-gesa dan sebagian lagi tenang, mungkin saja sifat ini sebagai akibat dari perbedaan bentuk bangunan fisik mereka.

Namun, ini bukan berarti bahwa sifat dan perangai tersebut tidak dapat dirubah, karena watak tubuh tertentu tidak lebih hanya berfungsi memberi lahan untuk tumbuh dan berkembangnya sifat-sifat tersebut. Dalam arti, bahwa sebagian anak mempunyai watak dan saraf tertentu yang dengan mudah tersulut emosinya sehingga ia kehilangan kontrol atas dirinya. Dari sisi seberapa cepat tersulut emosinya, orang-orang yang seperti ini tidak berada pada tingkatan yang sama melainkan mempunyai tingkatan-tingkatan.

Demikian juga kemungkinan seberapa besar dapat dirubahnya akhlak dan perangai mereka pun berbeda-beda, tergantung di tingkatan mana mereka berada, namun secara umum dapat dikatakan dapat dirubah. Kalau pun pada beberapa kasus merubah secara keseluruhan tidak dapat dilakukan namun setidaknya dapat dikurangi, dan seorang pendidik tidak boleh putus asa.

Para pendidik harus mengenal secara baik anak-anak yang hendak dididik, dan benar-benar memperhatikan berbagai potensi watak dan perangai masing-masing mereka, kemudian bersungguh-sungguh dalam mendidik dan memperbaiki akhlak dan perangai mereka. Oleh karena dari sisi potensi watak dan perangai masing-masing anak berbeda-beda maka jalan yang harus ditempuh untuk memperbaikinya pun berbeda-beda.

Seorang pendidik tidak boleh mempunyai anggapan semua anak sama dalam kemampuan menerima perbaikan. Potensi watak sebagian anak berkaitan dengan beberapa perangai sedemikian kuatnya sehingga untuk merubah dan meluruskannya diperlukan pengetahuan yang cukup, kesabaran dan kesungguhan. Bahkan terkadang sangat diperlukan berkonsultasi kepada seorang psikiater atau pun dokter ahli saraf.


Perbedaan dalam Kemampuan
Singkatnya, dari sisi penciptaan manusia terbagi kepada tiga kelompok: baik, buruk dan sedang. Kelompok pertama, mereka telah diciptakan sedemikian rupa sehingga wataknya cenderung kepada kebaikan, sehingga jika tidak ada faktor dari luar yang memalingkannya maka tentu ia condong kepada kebaikan.

Kelompok kedua, mereka telah diciptakan sedemikian rupa sehingga wataknya suka kepada keburukan, sehingga jika tidak ada faktor dari luar yang memberikan pengaruh kepadanya maka tentu ia condong kepada keburukan. Adapun kelompok ketiga berada di tengah-tengah, mereka mempunyai kesiapan yang sama untuk menerima baik dan buruk.

Mendidik dan merubah akhlak dan perangai kelompok pertama dan kedua sedikit susah dan pada beberapa keadaan sangat susah, namun masih tetap bisa dilakukan. Jika merubah dan memperbaiki akhlak itu tidak mungkin dilakukan tentunya para nabi tidak akan memerintahkannya, dan para ulama akhlak serta para pendidik tentu tidak akan berusaha memperbaikinya.

Seorang ilmuwan menulis:

"Masing-masing dari kita terlahir ke dunia ini ada yang baik, sedang dan buruk, namun sebagaimana kecerdasan, akhlak dan perangai pun dapat tumbuh dan berkembang melalui pengajaran, disiplin dan kemauan, dan ia dapat dididik."[81]

Ibnu Miskawaih menulis:

"Akhlak adalah kondisi kejiwaan saat seorang manusia tergerak melakukan sesuatu dengan tanpa berpikir terlebih dahulu, dan ini terbagi kepada dua bagian: sebagian berupa tabiat dan bersandar kepada bentuk bangunan watak, seperti seseorang yang dengan mudah tersulut amarahnya hanya karena perkara kecil yang tidak mengenakannya, atau seseorang yang dengan mudah tertawa terbahak-bahak hanya karena perkara yang tidak begitu lucu, atau seseorang yang begitu sedih hanya karena peristiwa kecil. Sebagian lagi bersumber dari kebiasaan. Bisa saja pada mulanya dilakukan dengan pikiran dan perhitungan namun karena dilakukan secara berulang-ulang maka secara perlahan-lahan ia berubah menjadi sifat diri yang tetap, yang dilakukan dengan tanpa berpikir dulu."[82]

Aristoteles mengatakan:

"Manusia yang berakhlak buruk terkadang dengan pengajaran menjadi baik, namun ini bukan sesuatu yang mutlak, karena pengulangan nasihat dan pengajaran dan digunakannya cara-cara yang baik pada individu yang berbeda-beda memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Sebagian orang dengan cepat dapat menerima pengajaran yang baik dan bergerak ke arah keutamaan, namun sebagian lainnya dengan lambat menerimanya dan dengan lambat pula bergerak ke arah kebaikan."[83]

Khajah Nashiruddin Thusi menulis:

"Jiwa itu ada dua: yang pertama tabiat, yang kedua adat. Adapun yang disebut dengan tabiat adalah watak dasar seseorang menuntut dan cenderung kepada satu keadaan dari banyak keadaan. Sebagai contoh, seseorang yang hanya karena sebab kecil cepat menjadi marah, atau seseorang yang hanya karena mendengar teriakan kecil atau mendapat berita yang sedikit tidak menyenangkan diliputi rasa takut dan prasangka buruk, atau seseorang yang hanya karena gerakan kecil yang lucu akan tertawa terbahak-bahak, atau seseorang yang hanya karena sebab kecil sedemikian bersedih. Adapun yang disebut dengan adat, pada awalnya seseorang melakukannya dengan berpikir dan menimbang terlebih dahulu dan memulainya dengan berat, namun karena dilakukan secara berulang-ulang lantas perbuatan tersebut menjadi tidak asing lagi baginya, dan sesudah tidak asing lagi maka dengan mudah perbuatan tersebut keluar dari dirinya sehingga menjadi perangainya."[84]

Sayid Muhammad Ghiyatsi menulis:

"Setiap manusia berakal dapat memperbaiki dirinya dan menyucikan akhlaknya. Jadi, yang disebut dengan akhlak atau perangai adalah kebiasaan yang dengan mudah dan tanpa berpikir terlebih dahulu akan keluar dari diri seseorang. Sebagian kalangan menyangka akhlak atau perangai seperti penciptaan yang tidak dapat dirubah. Mereka mengatakan, akhlak mengikuti watak diri, sehingga seseorang yang berwatak panas adalah pemberani dan kebalikannya adalah penakut, demikian juga dengan akhlak-akhlak lainnya. Namun, pendapat ini lemah, adapun pendapat yang benar ialah akhlak dapat dirubah dan dapat bertambah dan berkurang, maka dengan begitu keseimbangan dan penyimpangan akhlak terjadi karena pengaruh berulang-ulangnya suatu perbuatan, perkataan, gerak, diam dan khayalan. Karena jika tidak demikian maka tentu para nabi, para wali, para orang bijak tidak akan bersungguh-sungguh menyeru manusia ke jalan Tuhan dan tidak mengajak mereka kepada akhlak yang mulia, padahal Rasulullah saw telah bersabda, 'Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.'"[85]

Almarhum Naraqi mengatakan:

"Para ulama dahulu berbeda pendapat mengenai bisa atau tidak bisanya menghilangkan suatu akhlak atau perangai. Adapun pendapat ketiga mengatakan, sebagian akhlak itu berupa tabiat dan tidak dapat dihilangkan dan sebagiannya lagi bukan berupa tabiat dan timbul karena faktor-faktor dari luar dan dapat dihilangkan. Namun, para ulama kontemporer lebih memilih pendapat yang pertama, mereka mengatakan, tidak ada satu pun akhlak, baik yang sesuai dengan tabiat maupun yang tidak sesuai yang tidak dapat dirubah, jika ia sejalan dengan watak maka dengan sulit dapat merubahnya namun jika tidak sejalan maka dengan mudah dapat merubahnya. Dengan demikian, perbedaan manusia dalam akhlak dan perangai adalah akibat pilihan mereka dan faktor-faktor dari luar. Adapun yang menjadi dalil pendapat pertama ialah, setiap akhlak dapat dirubah dan setiap yang dapat dirubah tidak akan menjadi tabiat. Kesimpulannya, tidak ada satu pun akhlak yang akan menjadi tabiat."[86]


Pandangan Islam
Islam juga memandang tabiat dan penciptaan khusus manusia berpengaruh kepada kemunculan berbagai macam akhlak, dan memandang akhlak sebagai sebuah karunia Ilahi yang diletakkan pada fitrah manusia, yang tentunya manusia condong kepadanya.

Imam Ja`far Shadiq as berkata:

"Sesungguhnya akhlak adalah pemberian Ilahi yang Allah berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sebagian dari akhlak itu bersifat fitri dan tabiat dan sebagian lagi muncul karena niat." Perawi bertanya, "Mana yang lebih utama?" Imam Ja`far as menjawab, "Seseorang yang akhlaknya telah diletakkan pada tabiatnya ia harus melakukannya dan tidak dapat merubahnya, sedangkan orang yang melakukan suatu perbuatan dengan niat, ia harus berusaha dan sabar untuk melakukannya, dengan demikian yang kedua lebih utama."[87]

Rasulullah saw juga bersabda:

"Jika engkau mendengar ada gunung yang hilang dari tempatnya maka percayailah, namun jika engkau mendengar ada seorang laki-laki yang telah melepaskan diri dari tabiatnya maka jangan engkau percaya, karena mungkin saja sebenarnya ia tengah kembali kepada tabiatnya."[88]

Mungkin, makna ini juga yang dimaksud dengan kata thinah (watak, pembawaan) yang terdapat dalam hadis-hadis.[89]

Dari hadis-hadis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian akhlak telah diletakkan pada tabiat dan penciptaan manusia, sehingga upaya merubahnya sangat sulit dan bahkan menurut kebiasaan tidak dapat dilakukan.

Namun, Islam memandang upaya mendidik dan mengajar manusia dan merubah serta memperbaiki sifat-sifatnya dan juga menyucikan jiwanya adalah sesuatu yang mungkin, oleh karena Rasulullah saw menempatkan upaya penyucian jiwa sebagai program utamanya.

Allah Swt berfirman di dalam al-Quran:

Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Ali Imran:164).

Rasulullah saw juga bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak."[90]

Dengan demikian, upaya menyucikan dan memperbaiki jiwa adalah sesuatu yang mungkin. Allah Swt juga berfirman, Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. asy-Syams:7-10).

Banyak sekali ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw yang memerintahkan manusia kepada akhlak yang mulia dan memperingatkan mereka dari akhlak-akhlak yang tercela. Dari semua ini dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya penyucian jiwa dan memperbaiki akhlak adalah sesuatu yang mungkin dilakukan, karena jika tidak maka semua usaha dan anjuran ini menjadi sia-sia.[]





14
Agar Tak Salah Mendidik

7. TUGAS BERAT PENANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN
Pendidikan anak dan remaja adalah tanggung jawab semua kalangan dan memerlukan kerja sama semua individu dan lembaga yang terkait. Jika semua kalangan melaksanakan kewajibannya maka akan tercipta lahan yang kondusif untuk berlangsungnya pendidikan yang benar bagi individu dan program-program pendidikan pun akan bergerak maju.

Namun, jika tidak ada kerja sama dan kesepahaman di antara semua kalangan dapat dipastikan program-program pendidikan tidak dapat terlaksana dengan baik. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai penanggung jawab pendidikan, dan berikut saya akan menunjukkan tugas-tugas berat mereka.


Keluarga
Yang disebut dengan keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga. Di antara mereka, ayah dan ibu disebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak dan yang menyebabkan si anak terlahir ke dunia, mempunyai peranan yang sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan si anak.

Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan anak, karena yang seperti ini juga dilakukan oleh hewan. Kedua orangtua dikatakan memiliki kelayakan menjadi ayah dan ibu manakala mereka bersunggung-sungguh dalam mendidik anak mereka. Islam menganggap pendidikan sebagai salah satu hak anak, yang jika kedua orangtua melalaikannya berarti mereka telah menzalimi anaknya dan kelak pada hari kiamat mereka dimintai pertanggungjawabannya.

Rasulullah saw telah bersabda, "Allah menamakan mereka orang-orang yang berbuat baik (abrâr) dikarenakan mereka berbuat baik kepada kedua orangtua dan anak-anak mereka. Sebagaimana ayah ibumu mempunyai hak atas kamu maka anak-anakmu pun mempunyai hak atas kamu."[91]

Dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda, "Bantulah anak-anakmu pada kebaikan, karena setiap orang dapat mengeluarkan sikap durhaka dari anak-anaknya."[92]

Beliau saw juga bersabda, "Wahai Ali, Allah melaknat ayah dan ibu yang menyebabkan anaknya durhaka kepadanya. Wahai Ali, sebagaimana seorang anak dapat berbuat durhaka kepada kedua orangtuanya maka seorang ayah dan ibu pun dapat berbuat durhaka kepada anak-anaknya. Wahai Ali, Allah mengasihi kedua orangtua yang menjadikan anak-anaknya berbakti kepada keduanya."[93]

Imam Sajjad as berkata, "Adapun yang menjadi hak anakmu atas kamu ialah engkau harus tahu bahwa ia berasal darimu dan dinisbahkan kepadamu, dan kebaikan dan keburukannya di dunia ini dinisbahkan kepadamu. Engkau mempunyai tanggung jawab untuk mendidiknya, menunjukkannya kepada Tuhannya dan membantunya untuk taat kepada-Nya. Oleh karena itu, berbuatlah dalam urusannya seperti perbuatan orang yang tahu jika ia berbuat baik kepadanya maka ia mendapat pahala dan jika berbuat buruk kepadanya maka ia mendapat siksa."[94]

Rasulullah saw bersabda, "Semua kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya atas orang yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin dan penanggung jawab rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dan penanggung jawab keluarganya. Dan seorang wanita adalah pemimpin dan penanggung jawab rumah dan anak-anak suaminya."[95]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Ada tiga hak yang dimiliki anak atas ayahnya: Memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang baik, dan bersungguh-sungguh dalam mendidiknya."[96]

Rasulullah saw bersabda, "Hak anak atas ayahnya ialah mengajarkannya menulis, berenang dan memanah, dan tidak memberinya makan kecuali dengan rezeki yang halal."[97]

Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, "Hak anak atas ayahnya ialah memberinya nama yang baik, mendidiknya dengan baik dan mengajarkan al-Quran kepadanya."[98]

Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang mempunyai anak perempuan maka ia harus mendidiknya dengan baik, berusaha keras dalam mengajarnya, dan memberikan kepadanya berbagai nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya, karena kelak anak perempuannya itu akan mencegahnya dari masuk ke dalam neraka."[99]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Ketika ayat 'Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka' turun, orang-orang bertanya, Bagaimana caranya kita menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka? Rasulullah saw berkata, 'Kerjakanlah perbuatan-perbuatan yang baik, ingatkanlah keluargamu untuk mengerjakannya, dan didiklah mereka untuk taat kepada Allah.'"[100]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Seorang mukmin senantiasa mewariskan ilmu dan akhlak yang baik kepada keluarganya, sehingga mereka semua baik yang kecil maupun yang besar bahkan pembantu dan tetangga semuanya masuk surga; sementara seorang pendurhaka mewariskan akhlak yang buruk kepada keluarganya, sehingga mereka semua baik yang kecil maupun yang besar bahkan pembantu dan tetangga semuanya masuk neraka."[101]

Rasulullah saw telah bersabda, "Didiklah anakmu atas tiga karakter: mencintai Nabimu, mencintai Ahlulbait Nabimu dan membaca al-Quran."[102]

Amirul Mukminin as berkata, "Tidak ada warisan yang lebih utama yang diwariskan seorang ayah kepada anaknya dari akhlak yang baik."[103]

Rasulullah saw bersabda, "Muliakanlah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan baik, niscaya Allah akan mengampunimu."[104]

Oleh karena itu, mendidik dan mengajar anak merupakan salah satu kewajiban yang sangat penting dan berat yang diletakkan di atas pundak kedua orangtua. Masa kanak-kanak, terutama pada dua tahun pertama dari usia seorang anak adalah masa yang sangat menentukan. Pada masa itu kepribadian anak belum terbentuk dan ia siap menerima segala macam bentuk pendidikan. Kebetulan, pada periode ini seorang anak berada dalam pelukan kasih sayang ibu dan pengawasan ayah, dan berbagai potensinya berkembang di bawah pengaruh perilaku dan perkataan keduanya, begitu juga kepribadian masa depannya.

Oleh karena itu, nasib seorang anak sampai batas tertentu berada di tangan kedua orangtuanya, dan ini terkait dengan tingkat pendidikan keduanya, dan sampai sejauh mana perhatian yang diberikan keduanya dalam mendidik dan mengajar anak-anaknya. Jika seorang ayah dan ibu benar-benar menunaikan kewajibannya maka ia telah melakukan pelayanan terbesar kepada anak-anaknya dan telah menjamin kebahagiaan dan masa depan yang cerah bagi mereka.

Di samping itu, mereka juga akan memperoleh keuntungan dengan memiliki anak-anak yang seperti ini, dan dengan itu berarti mereka telah melakukan pelayanan yang besar kepada masyarakat, karena mereka telah mendidik individu-individu yang berkualitas dan berguna, dan mempersembahkannya kepada masyarakat. Dengan demikian, orangtua yang semacam ini akan mendapat kemuliaan di dunia dan di akhirat.

Sebaliknya, jika mereka bersikap lalai dan masa bodoh dalam menunaikan tanggung jawab besar ini, berarti mereka telah melakukan pengkhianatan dan tindak kejahatan besar kepada anak-anaknya, karena dengan memberikan pendidikan yang salah berarti mereka telah menyiapkan berbagai kesengsaraan bagi anak-anaknya, dan pengkhianatan yang seperti ini tidak akan dibiarkan tanpa balasan pada hari akhirat. Di samping itu, akibat dari pendidikan yang buruk terhadap anak akan dirasakan juga oleh kedua orangtua di dunia ini.

Berbagai problema yang dihadapi para pemuda, seperti penyimpangan seksual, tidak disiplin dan tidak taat pada peraturan, kecanduan narkotika, pengangguran, tindak pencurian, tindak kejahatan, bunuh diri, lari dari rumah, putus asa, resah dan gelisah, tidak mempunyai semangat hidup, mementingkan diri sendiri, tidak percaya diri, lemah kemauan, egois, merendahkan diri sendiri, dan berpuluh-puluh problema akhlak lainnya yang menimpa para pemuda, secara langsung bersumber dari pendidikan yang salah dari kedua orangtua atau setidaknya hal ini mempunyai peranan yang besar dalam masalah ini.

Melahirkan anak itu tidak wajib tetapi mendidik dan mengajar anak merupakan kewajiban seorang ibu. Apa perlunya manusia melahirkan anak jika ia tidak memperhatikan pendidikannya, sehingga hanya akan mempersembahkan individu-individu yang sengsara dan tidak terdidik ke tengah masyarakat, yang akan mencoreng wajahnya.

Amirul Mukminin as berkata, "Musibah terbesar adalah mempunyai anak yang buruk (jahat)."[105]

Seorang anak yang buruk akan menghancurkan kehormatan ayah dan ibunya dan meruntuhkan nama baik moyangnya. Pekerjaan mendidik anak tidak boleh dianggap sebagai perkara sepele yang dapat dilakukan dengan sambil lalu, justru ia merupakan kewajiban yang sangat penting yang harus mendapat perhatian besar dari ayah dan ibu.

Rosseau berkeyakinan,"Memperbaiki masyarakat bukan dimulai dari pemerintah melainkan harus dimulai dari keluarga. Jika ingin memperbaiki perilaku dan kebiasaan umum masyarakat maka harus dimulai dengan memperbaiki perilaku dan kebiasaan keluarga, dan ini mutlak merupakan kewajiban ayah dan ibu."[106]

Perlu saya ingatkan, bahwa kewajiban mendidik anak bukan hanya berlangsung pada masa kanak-kanak tetapi terus berlanjut hingga anak memasuki usia remaja, bahkan masa remaja dan masa muda adalah masa yang sangat sensitif yang perlu mendapat perhatian yang sangat besar dari kedua orangtua. Pada masa ini orangtua harus benar-benar mengawasi anaknya, namun cara pengawasan yang dilakukan pada masa ini berbeda dengan cara pengawasan yang dilakukan pada saat anak masih kanak-kanak.


Sekolah
Pada usia enam tahun biasanya seorang anak mulai masuk sekolah dan ia akan terus bersekolah hingga kira-kira berusia delapan belas tahun. Setiap harinya mereka berada di sekolah kurang lebih sekitar enam jam, ketika kembali ke rumah, selain pada jam-jam tidur, makan dan sedikit bermain, mereka sibuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Dengan demikian, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk urusan sekolah. Begitulah ia melalui masa kanak-kanak dan masa remajanya di sekolah.

Seorang anak, menghabiskan enam tahun umur pertamanya dalam lingkungan keluarga di sisi ayah ibunya, namun pada saat memasuki umur tujuh tahun ia mulai memasuki lingkungan yang lebih besar, lingkungan sekolah, yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru dan anak-anak seusianya atau sedikit lebih besar darinya.

Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang benar-benar baru dan penting bagi anak. Dengan memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru dan menyaksikan perilaku anggota masyarakat barunya ia mulai mengkaji ulang semua pelajaran dan perilaku yang diperolehnya di lingkungan keluarga, untuk kemudian memilih bentuk yang tetap bagi dirinya. Oleh karena itu, masa kanak-kanak usia sekolah adalah masa yang sangat penting dan menentukan.

Masa remaja juga masa yang sangat penting dan menentukan. Pada usia ini hasrat seksual mulai tumbuh, sehingga ia sangat memerlukan bimbingan seorang yang bijak yang dapat merencanakan masa depan dan menunjukkan jalan yang benar baginya, dan menjauhkannya dari berbagai penyimpangan.

Pada usia ini seorang remaja mengalami perubahan pada fisik dan mental. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan keinginan akan kebebasan diri, pandangan akan masa depan, masa pembentukan diri, masa yang dipenuhi dengan semangat, cinta, harapan, aktivitas, imajinasi, usaha dan rasa ingin tahu.

Pada masa yang kritis dan penuh tantangan ini seorang remaja sangat membutuhkan seorang pembimbing yang berpengalaman, tulus dan penuh kasih, yang dapat memahami dengan baik segala perasaan dan keinginan-keinginannya dan kemudian dengan tulus menceritakan berbagai hasil pengalamannya, yang menjadi tempat konsultasi baginya dan mau menolong berbagai kesulitan yang dihadapinya.

Sayangnya, kebanyakan orangtua tidak mampu memahami dengan benar anak remajanya dan begitu juga perasaan-perasaan dan keinginan-keinginannya, sehingga mereka menjadi asing dan tidak akrab dengan anak-anaknya.

Satu-satunya lembaga terbaik yang dapat memenuhi kekurangan ini dan membantu remaja pada masa yang sangat sensitif ini adalah lembaga sekolah. Sekolah adalah lembaga penting yang memikul tanggung jawab yang berat. Sekolah tidak hanya berkewajiban mengajarkan ilmu kepada para anak didik, sekolah juga mempunyai kewajiban untuk mendidik mental dan akhlak para anak didik dan mencegah mereka supaya tidak terjerumus kepada berbagai tindak penyimpangan. Pihak sekolah telah menerima tanggung jawab besar yang suci, dan oleh karena itu mereka harus bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya.

Jika pihak sekolah melaksanakan kewajiban ini dengan benar maka mereka akan memperoleh sebaik-baiknya ganjaran di sisi Allah Swt, dan sebaliknya jika mereka melalaikan kewajiban ini maka mereka akan memperoleh siksa dari-Nya.

Jika dalam hadis-hadis disebutkan bahwa para guru mempunyai kedudukan yang sedemikian tinggi sehingga pada hari kiamat mereka diberikan hak untuk memberikan syafaat, maka itu bukan semata-mata karena mereka mengajarkan ilmu melainkan karena mereka juga mendidik para murid. Murid adalah amanah Ilahi yang diserahkan ke sekolah untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan, dan pada rentang masa ini tanggung jawab pendidikan dan pengurusannya berada di atas pundak kepala sekolah dan para guru.

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Kelak pada hari kiamat Allah akan membangkitkan orang ahli ilmu dan ahli ibadah. Manakala keduanya berada di hadapan Allah Swt, Allah Swt berkata kepada ahli ibadah, 'Pergilah engkau ke surga,' sementara kepada ahli ilmu Allah Swt berkata, 'Berhenti, dan berikanlah syafaat kepada orang-orang yang telah engkau didik dengan baik.'"[107]

Imam Muhammad Baqir as berkata, "Siapa saja yang mengajarkan jalan kebaikan kepada orang lain maka baginya pahala orang yang mengamalkannya, dengan tanpa mengurangi sedikit pun ganjaran orang yang mengamalkannya. Siapa saja yang mengajarkan jalan kesesatan kepada orang lain maka baginya siksa orang yang mengamalkannya, dengan tanpa mengurangi siksa orang yang mengamalkannya."[108]

Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah merahmati para khalifahku." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah para khalifahmu itu?" Rasulullah saw menjawab, "Mereka itu adalah orang-orang yang menghidupkan Sunahku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah."[109]

Alhasil, sekolah memikul tanggung jawab yang sangat berat dalam mendidik dan mengajar para remaja, dan mereka mempunyai peranan yang sangat menentukan.





15
Agar Tak Salah Mendidik

Radio dan Televisi
Sekarang ini, radio dan televisi bisa dihitung sebagai media publik yang dapat dijumpai pada hampir seluruh keluarga. Terutama radio, bisa dikatakan tidak ada satu pun pada zaman sekarang ini rumah yang tidak memiliki radio. Di keluarga kaya maupun keluarga miskin, di kalangan berpendidikan maupun yang buta huruf, di kota-kota maupun di desa-desa, di pabrik-pabrik maupun di kantor-kantor, di warung-warung maupun di supermarket-supermarket, di kendaraan-kendaraan umum maupun di kendaraan-kendaraan pribadi, di persawahan maupun di pegunungan, di mesjid-mesjid maupun di majelis-majelis pengajian, di hotel-hotel maupun di warung-warung kopi, alhasil di semua tempat radio dapat dijumpai. Radio adalah media publik yang mengudara siang dan malam, yang kapan saja kita kehendaki dengan mudah kita dapat menggunakannya.

Radio telah menjadi salah satu kebutuhan pokok, telah menjadi sarana hiburan, telah menjadi pembimbing, guru, teman dekat, yang menjawab berbagai masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, radio termasuk salah satu sarana terpenting untuk mendidik dan mengajar masyarakat, dan dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan kebudayaan Islam.

Setelah radio, televisi menduduki peringkat berikutnya sebagai sarana yang sangat penting dalam pendidikan dan pengajaran. Meskipun televisi belum seperti radio dalam luas jangkauan cakupannya, dan tidak semua keluarga memilikinya, serta program-programnya belum berlangsung hingga 24 jam, namun ia mempunyai penggemar yang lebih banyak, dan secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan pengaruh yang lebih dalam kepada para pemirsa, karena program-program televisi biasanya ditayangkan dalam bentuk film, seni dan gambar, sehingga mempunyai daya tarik tersendiri, dan dari sisi ini televisi lebih unggul dari radio. Oleh karena itu, televisi pun dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam menyebarluaskan kebudayaan Islam dan dalam mendidik dan mengajar masyarakat.

Radio dan televisi, di samping dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada Islam dan masyarakat, yaitu dengan cara menyusun dan menampilkan program-program yang menarik, bermanfaat dan sejalan dengan Islam, sehingga dapat memainkan peranan yang penting dalam menyucikan dan menyempurnakan jiwa manusia, mendidik dan mengembangkan akhlak yang baik, mencegah akhlak yang buruk, dan memajukan negara, ia juga dapat menjadi sarana hiburan semata yang kurang bermanfaat, yang bukan hanya tidak memainkan peranannya dalam pengembangan akhlak yang baik melainkan sebaliknya karena ketidakpedulian dan penayangan acara-cara yang salah malah menjadi sarana penyebaran berbagai penyimpangan dan akhlak yang buruk. Oleh karena itu, sangat penting untuk diperhatikan program-program apa yang mesti ditayangkan dan bagaimana cara mengemasnya.

Untuk itu, para penanggung jawab radio televisi harus memperhatikan beberapa poin berikut:

Pekerjaan mereka secara langsung atau tidak langsung adalah pekerjaan budaya yang sangat erat kaitannya dengan masalah pendidikan dan pengajaran masyarakat. Sehingga, dengan memilih pekerjaan ini berarti mereka telah siap memikul tanggung jawab penting, yaitu pendidikan dan pengajaran masyarakat.

Jika mereka menunaikan kewajiban ini dengan benar maka mereka berhak mendapatkan pahala yang besar dari Allah Swt, tetapi sebaliknya jika mereka melalaikan kewajiban ini maka mereka berhak mendapat siksa dari-Nya.

Pendidikan adalah sebuah seni yang rumit dan sensitif dan memerlukan pengetahuan yang cukup. Para seniman, para aktor dan para presenter harus sadar bahwa di sana terdapat berjuta-juta manusia, dengan tingkat usia yang berbeda-beda, pola pikir yang beraneka ragam dan kondisi sosial yang bermacam-macam, sedang memperhatikan omongan dan gerak-gerik tingkah laku mereka, menyerap pengaruh darinya dan kemudian menirunya. Para pemirsa, biasanya tidak begitu menaruh perhatian kepada tujuan para pelaku peran, dari keseluruhan acara mereka hanya menangkap poin-poin yang sesuai dengan kemampuan daya tangkap mereka. Terkadang, bisa saja terjadi dengan hanya mendengar sebuah kalimat atau sebuah gambar dari program yang ditayangkan seseorang dapat berubah, meskipun sebenarnya para pelaku peran (aktor) sama sekali tidak mempunyai tujuan itu.

Sebagian besar anggaran biaya media massa ini dibiayai dari anggaran negara, yang tentunya berasal dari uang rakyat. Oleh karena itu, ia harus digunakan untuk melayani kepentingan masyarakat, menyebarluaskan pendidikan dan pengajaran yang benar, dan tidak menempatkan program-program hiburan sebagai program yang utama.

Republik Islam Iran adalah sebuah pemerintahan Islam, ia harus menjadikan penyebarluasan Islam dan nilai-nilai akhlak yang utama sebagai program utama. Oleh karena itu, seluruh program televisi dan radio Republik Islam Iran harus bersumber dari nilai-nilai dan budaya Islam.

Untuk bisa mencapai tujuan besar ini maka seluruh penanggung jawab radio dan televisi harus terus senantiasa melakukan kontak dengan para ahli Islam dan para ahli pendidikan dan pengajaran Islam. Dengan terjalinnya kerja sama di antara kelompok ini maka akan dapat dihasilkan program-program yang mendidik dan sekaligus menarik, sehingga budaya Islam tidak hanya dapat disebarluaskan di Iran tetapi juga di seluruh penjuru dunia, dan pada saat yang sama dapat menangkal berbagai dekadensi moral.


Para Ahli Agama
Dalam masalah pendidikan dan pengajaran para ulama mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dari yang lain, bahkan mereka yang pertama kali harus disorot dalam masalah ini. Karena, manakala seseorang telah memilih menjadi ulama berarti dia telah siap memikul tanggung jawab untuk menyebarluaskan agama dan nilai-nilai Islam. Para ulama adalah pengganti Nabi saw dan ahli ilmu-ilmu Islam, mereka mempunyai kewajiban melaksanakan pekerjaan Nabi saw dan Ahlulbaitnya as, yaitu mengajar dan menyucikan jiwa-jiwa manusia. Mereka memperoleh nafkah dari baitulmal dan melalui agama, oleh karena itu mereka harus bersungguh-sungguh di dalam menyebarluaskan nilai-nilai agama dan mendidik jiwa manusia. Sedemikian besar pujian dan penghargaan yang diberikan kepada para ulama di dalam hadis-hadis Nabi saw, hingga pada hari kiamat mereka diberi hak untuk memberikan syafaat kepada para pengikutnya.

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Kelak pada hari kiamat Allah membangkitkan ahli ilmu dan ahli ibadah. Manakala keduanya telah berdiri di hadapan Allah Swt, Allah Swt berkata kepada ahli ibadah, 'Pergilah engkau ke surga,' sementara kepada ahli ilmu Allah Swt berkata, 'Berhenti, dan berikanlah syafaat kepada orang-orang yang telah engkau didik dengan baik.'"[110]

Jika kedua orangtua adalah penanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya, maka para ulama?sebagai ahli pendidikan dan pengajaran Islam?mempunyai kewajiban memberitahukan materi dan metode pendidikan dan pengajaran Islam kepada para orangtua. Jika para guru mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan mengajar anak-anak dan para pemuda, maka para ulama pun mempunyai kewajiban untuk menjelaskan pandangan-pandangan Islam berkenaan dengan masalah pendidikan dan pengajaran kepada orang yang memerlukan. Para ulama, di samping harus berusaha mendidik dan mengajar anak-anak, para pemuda dan yang lainnya dengan tulisan, ucapan dan tingkah laku mereka, mereka juga harus membantu dan bekerja sama dengan pihak radio dan televisi.

Para guru dan pelajar agama tidak boleh bersikap acuh terhadap pengajaran program dan metode pendidikan dan pengajaran Islam dan bersikap seolah-olah Islam tidak mempunyai pandangan berkenaan dengan masalah pendidikan dan pengajaran.


Para Penulis
Sarana lain yang sangat penting dan efektif dalam pendidikan dan pengajaran adalah buku, majalah dan suratkabar.

Dapat dikatakan suratkabar dan majalah dapat ditemukan hampir pada setiap rumah, dan sebagian orang menghabiskan sebagian waktu luangnya dengan membacanya. Sebagian orang yang senang membaca sedikit banyaknya tentu membaca buku, sementara orang-orang yang berilmu senantiasa tidak lepas dari buku, majalah dan suratkabar, yang dengan itu mereka bisa menambah pengetahuan mereka.

Alhasil, kegiatan membaca buku, majalah dan surat kabar telah mengambil sebagian waktu anggota masyarakat, yang dengan begitu tentunya akan memberikan pengaruh kepada jiwa mereka baik pengaruh positif ataupun pengaruh negatif.

Atas dasar ini, kegiatan penerbitan harus dianggap sebagai salah satu sarana penting bagi pendidikan dan pengajaran masyarakat. Oleh karena itu, para penulis dan para penerbit, dalam kaitan ini mempunyai tanggung jawab yang sangat penting. Karena, nilai dan budaya apa saja yang mereka sebarkan, masyarakat akan terdidik dengan itu. Kalangan pegiat yang bergerak di bidang penerbitan dapat menjadi para penyebar budaya cinta ilmu, budaya sadar kewajiban, budaya kebajikan, kebebasan, cinta keadilan, senang membantu orang, suka berkorban, menjaga kesucian diri, budaya kerja keras, budaya tahan banting dan nilai-nilai kebajikan lainnya; namun mereka juga dapat menjadi penyebar budaya cinta materi, budaya mengejar keuntungan semata, egoisme, budaya konsumtif, hedonisme, tidak taat hukum, pikiran picik, lemah dan tidak tahan banting, suka ingkar janji dan sifat-sifat tercela lainnya.

Para penulis harus menyadari bahwa dengan tulisan-tulisan mereka, novel-novel mereka, analisa, pujian, kritikan dan bahkan kata-kata mereka telah memberikan pengaruh kepada berbagai lapisan masyarakat, baik pengaruh positif atau pengaruh negatif. Seorang penulis kelak akan mempertanggungjawabkan apa-apa yang ditulisnya di hadapan Allah Swt. Jika ia menjalankan kewajibannya dengan benar ia akan memperoleh ganjaran namun jika ia menulis karya-karya yang memberikan pengaruh yang negatif ia akan mendapat siksa dari Allah Swt.

Oleh karena itu, menulis bukan sebuah pekerjaan yang mudah melainkan sebuah pekerjaan yang sulit dan penuh tanggung jawab. Seorang penulis harus benar-benar teliti pada materi yang ditulis sehingga tidak bertentangan dengan kebenaran, dan ia harus benar-benar memperhatikan jangan sampai ia menulis sesuatu yang memberikan pengaruh yang negatif kepada masyarakat.


Pemerintahan Islam
Di antara para penanggung jawab pendidikan dan pengajaran, yang mempunyai kewajiban yang lebih berat dan lebih luas adalah pemerintahan Islam. Pemerintahan Islam harus menjadi pembela Islam, ia harus menyebarkan dan melaksanakan seluruh program-program Islam dalam semua lapangan kehidupan.

Sebagai contoh, dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat ia harus bersandar kepada dasar-dasar pendidikan Islam. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai hak memperoleh pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan dasar-dasar pendidikan Islam, dan pemerintahan Islam mempunyai kewajiban atas hal ini.

Pemerintahan Islam harus memberikan perhatian yang serius dan melakukan investasi dengan sungguh-sungguh untuk mendidik anggota masyarakat secara benar dan melindungi mereka dari kerusakan dan dekadensi moral. Ia harus mengundang para ahli pendidikan Islam dan para pakar Islam dan meminta mereka untuk menyusun dan merumuskan program-program yang menyeluruh dan saling mendukung bagi pendidikan dan pengajaran Islam. Setelah itu, menyerahkan program-program tersebut ke institusi-institusi pendidikan, seperti perguruan tinggi, pendidikan dasar dan menengah, para orangtua, lembaga radio televisi, para penyiar dan para penulis, para penanggung jawab suratkabar dan majalah, dan meminta mereka melaksanakan program-program tersebut secara terkoordinasi.

Di antara semua kewajiban ini, kewajiban mendidik anak-anak, remaja dan para pemuda adalah kewajiban yang paling perlu mendapat perhatian, karena mereka adalah penentu masa depan negara, sehingga bentuk pendidikan yang mereka terima akan sangat berpengaruh besar terhadap masa depan negara, dan setiap tenaga dan fasilitas yang dicurahkan di jalan ini akan sangat berarti. Dan, jika pemerintahan Islam bersikap acuh terhadap kewajiban ini kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Rasulullah saw bersabda, "Ketahuilah, sesungguhnya setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang orang yang dipimpinnya. Maka seorang penguasa yang memimpin rakyat kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyat yang dipimpinnya."[111]

Ma`qal meriwayatkan, "Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Siapa saja yang memegang kendali urusan kaum Muslim namun ia tidak bersungguh-sungguh dalam memperbaiki keadaan mereka dan membimbing mereka maka ia tidak akan masuk surga bersama mereka.'"[112]

Ketika Rasulullah saw mengutus Mu`adz untuk menjadi Gubernur Yaman beliau bersabda kepadanya, "Wahai Mu`adz, ajarkanlah kepada mereka Kitab Allah dan didiklah mereka dengan akhlak yang baik."[113]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya aku mempunyai hak atas kamu dan kamu pun mempunyai hak atasku. Adapun hak kamu atasku ialah aku harus menasihatimu, membagikan harta pampasan perang secara benar di antara kamu, mengajarimu supaya kamu tidak bodoh, dan mendidikmu supaya kamu mengetahui berbagai macam ilmu."[114]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tidak ada kewajiban atas pemimpin kaum Muslim kecuali apa yang telah Allah Swt perintahkan kepadanya, yaitu menyampaikan peringatan, bersungguh-sungguh di dalam memberikan nasihat kepada masyarakat, menghidupkan Sunah, menegakkan hukum, dan menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya."[115]


Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pendidikan
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidikan dapat berlangsung manakala individu yang dididik mempunyai sejumlah syarat tertentu, dan ia dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Oleh karena itu, pendidikan bukan merupakan urusan individu yang dapat dilakukan sesuai dengan kehendak pendidik tetapi ia juga harus memperhatikan kondisi dan kemampuan objek didik dan menganggapnya sebagai salah satu faktor penting dalam pendidikan, di samping faktor-faktor lain, seperti faktor orangtua, anggota keluarga yang lain, teman sepermainan, lingkungan tempat tinggal, kondisi ekonomi keluarga, sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi, teman sekelas, mesjid, lembaga-lembaga agama lainnya, pusat-pusat rekreasi dan bermain, radio televisi, surat kabar dan majalah, buku dan bioskop. Di samping itu, cara berpikir dan bertindak para pesohor dan juga budaya yang berlaku di masyarakat sangat berpengaruh bagi pendidikan individu masyarakat.

Dalam pendidikan, seorang anak didik dipengaruhi oleh karakter, potensi dan kemampuan yang ada dalam dirinya. Tidak ada satu pun dari faktor-faktor di atas yang dengan sendirian dapat menyediakan pendidikan yang benar kepada anak. Pendidikan yang benar hanya dapat dilakukan melalui sebuah program pendidikan yang terkoordinasi di antara faktor-faktor yang ada.

Jika seluruh faktor yang berpengaruh bekerja sama dalam sebuah program pendidikan dan bekerja keras untuk mencapai sebuah tujuan maka peluang untuk mencapai keberhasilan akan sangat besar. Sebaliknya, jika sebagian faktor bekerja untuk mencapai suatu tujuan namun sebagian faktor yang lain melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan tersebut dan berusaha menggagalkannya maka dapat dipastikan tujuan akan sulit tercapai. Sebagai contoh, jika kedua orangtua memperlakukan seorang anak dengan satu cara sementara sekolah memperlakukannya dengan cara lain yang berbeda maka si anak akan merasa bingung jalan mana yang harus ia pilih, dan pada akhirnya akan muncul reaksi yang buruk dan bahkan terkadang berbahaya dari diri si anak.

Oleh karena itu, dalam mendidik dan memperbaiki perilaku seorang anak sangat penting dilakukan kerja sama antara orangtua dan guru. Demikian juga halnya jika para guru bekerja untuk mencapai tujuan tertentu namun program-program televisi dan radio, atau majalah dan surat kabar bergerak ke arah yang bertentangan dengan tujuan yang hendak diraih oleh para guru, maka para orangtua murid tidak dapat berharap banyak untuk dapat mencapai tujuannya.

Karena alasan itulah, pemerintahan Islam berkewajiban mengkoordinir dan menyelaraskan berbagai program kebudayaan dan pendidikan masyarakat, dan meminta kepada seluruh lembaga yang terkait untuk sungguh-sungguh bekerja sama melaksanakan program-program tersebut dalam satu koordinasi.[]




16
Agar Tak Salah Mendidik

8. PERIODE PENDIDIKAN

Periode Pertama: Pendidikan Pra Natal
Peranan orangtua dalam mendidik anak bukan hanya dimulai setelah anak lahir tetapi telah dimulai pada dua periode sebelum anak dilahirkan: pada saat memilih istri dan pada saat istri hamil.


Memilih Istri
Seseorang yang memikirkan masa depan anaknya dan ingin anaknya cantik, sehat dan berakhlak baik, sebelum menikah ia harus menaruh perhatian kepada hal ini. Seorang laki-laki pada saat hendak memilih istri ia harus benar-benar sadar kepada wanita yang bagaimana ia akan letakkan nasib anaknya kelak, dan begitu juga sebaliknya seorang wanita harus benar-benar teliti laki-laki yang bagaimana yang ia harus pilih untuk menjadi bapak bagi anak-anaknya kelak.

Seorang anak, pada umumnya mempunyai sifat-sifat fisik dan kejiwaan dan bahkan jenis penyakit yang mirip dengan ayah dan ibunya. Sumber pembentuk janin adalah dua sel hidup yang berasal dari ayah dan ibu yang bersemayam dalam rahim ibu, yang kemudian membentuk menjadi sebuah makhluk baru yang berkembang dengan cepat sehingga menjadi seorang manusia dalam rupa yang baik dan sempurna.

Allah Swt berfirman: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat (QS. al-Insan:2).

Oleh karena itu, pada umumnya seorang anak dalam warna kulit, bentuk badan, tinggi badan, bentuk mata, hidung, dan bahkan dalam kecerdasan dan sebagian perilaku mirip dengan ayah dan ibunya atau salah seorang keluarga dekatnya. Kesehatan dan keseimbangan fungsi tubuh, begitu juga kelemahan dan ketidakmampuan ayah dan ibu dapat memberikan pengaruh yang besar kepada bentuk seorang anak. Islam sangat menaruh perhatian kepada masalah yang sangat penting ini dan menyebut rahim ibu sebagai sumber dan permulaan bagi kebahagiaan dan kesengsaraan seorang anak manusia.

Rasulullah saw bersabda, "Orang yang beruntung adalah orang yang beruntung ketika berada dalam perut ibunya, dan orang yang sengsara adalah orang yang sengsara ketika berada dalam perut ibunya."[116]

Pada hadis yang lain Rasulullah saw bersabda, "Pilihlah wanita yang baik bagi tempat spermamu."[117]

Rasulullah saw juga bersabda, "Nikahilah wanita yang sederajat denganmu, dan pilihlah tempat yang baik bagi spermamu."[118]

Rasulullah saw bersabda, "Hindarilah olehmu menikahi wanita dungu, karena bergaul dengan istri yang seperti ini adalah bencana dan anak-anak yang lahir darinya akan lenyap."[119]

Seorang ilmuwan menulis, "Biasanya seseorang lebih mirip kepada kedua orangtuanya dibandingkan kepada orang-orang yang tidak mempunyai hubungan nasab dengannya. Kemiripan ini lebih banyak bersumber dari kesamaan faktor genetik di antara mereka. Karena lima puluh persen gen seorang anak sama dengan gen ayahnya dan lima puluh persen lagi sama dengan gen ibunya. Oleh karena itu, dapat diperkirakan di antara seorang anak dan kedua orangtuanya terdapat beberapa kemiripan yang dapat terlihat dengan jelas."[120]


Periode Hamil
Pendidikan di dalam janin adalah periode yang sangat sensitif dan menentukan, baik bagi si wanita itu sendiri maupun bagi bayi yang ada dalam kandungannya. Pada periode ini seorang wanita harus memperhatikan dua hal berikut:


Masa-masa Awal Kehamilan
Seorang wanita harus sadar bahwa sejak masa hamil ia telah menjadi seorang ibu dan mempunyai tanggung jawab yang berat sebagai seorang ibu.
Sesungguhnya umur seorang manusia telah dimulai sejak masa ini.

Seorang ilmuwan menulis, "Ketika seorang manusia lahir ke dunia berarti dia telah menjalani sembilan bulan dari umurnya, dan perjalanan masa sembilan bulan ini dari seluruh rangkaian hidupnya akan sangat berpengaruh dalam menentukan kehidupan selanjutnya. Di Cina, sudah biasa seorang anak yang baru lahir dihitung telah berumur setahun, dan periode satu tahun ini ditambahkan kepada jumlah umurnya."[121]

Seorang wanita yang hamil harus sadar bahwa ia sedang mendidik makhluk hidup dalam rahimnya dan sangat berpengaruh bagi masa depannya, karena rahim ibu adalah lingkungan pendidikan pertama bagi seorang anak yang akan sangat berpengaruh bagi masa depannya. Benar, bahwa sperma ayah dan ibu dan gen-gen berpindah kepada makhluk baru ini melalui hukum genetika dan mempunyai pengaruh pada pembentukan fisik dan rohaninya namun demikian makhluk hidup ini harus tumbuh dalam rahim ibu dan bagaimana pertumbuhannya pun sampai batas tertentu berada dalam genggaman seorang ibu.

Oleh karena itu, seorang wanita hamil jangan menganggap masa yang sedang dilaluinya ini sebagai masa biasa dan bersikap tidak peduli. Ia harus sadar jika ia lengah sedikit saja atau menganggap sebagai sesuatu yang enteng bisa saja ia akan kehilangan kesehatannya atau akan melahirkan seorang anak yang cacat, sakit dan lemah, seorang anak yang terpaksa menjalani hidup di dunia ini dengan kesengsaraan.

Seorang ilmuwan menulis:

"Badan seorang ibu dan segala peristiwa yang menimpa padanya sangat berpengaruh pada lingkungan perkembangan seorang janin. Setiap wanita mempunyai tanggung jawab menyediakan lingkungan terbaik bagi rumah pertama anaknya, dan itu baru akan berhasil apabila ia mengetahui peristiwa-peristiwa apa dari hidupnya yang akan berpengaruh pada perkembangan anaknya. Seorang ibu yang sedang hamil tidak boleh sedih karena itu akan menyebabkan perkembangan anak menjadi tidak normal dan merenggut kebahagiaannya. Kelalaian dan ketidaktahuan akan faktor-faktor-faktor ini akan menyebabkan penyakit ini sulit diobati."[122]

Ilmuwan lain menulis:

"Engels mengatakan, dari penelitian ilmiah akhir-akhir ini dapat diketahui secara pasti bahwa faktor lingkungan yang menjadi penyebab asli dari timbulnya berbagai bentuk kecacatan dan kelumpuhan anak. Oleh karena itu, perhatian harus lebih diberikan kepada lingkungan sebelum anak lahir, karena lingkungan manusialah yang dapat dirubah, bukan gen dan kromosom."[123]

Seorang ilmuwan menulis:

"Ketidaknormalan yang terjadi pada seorang anak dapat disebabkan benih yang baik namun berada pada lingkungan yang buruk atau benih yang buruk yang berada pada lingkungan yang baik. Banyak sekali fenomena cacat fisik yang terjadi pada anak, seperti bibir sumbing dan wajah Mongolia, yang dahulu dianggap sebagai akibat turunan, namun kini diketahui bahwa penyebabnya adalah faktor lingkungan terutama karena kekurangan oksigen pada masa kehamilan."[124]

Seorang ilmuwan lain menulis:

"Perlu diketahui bahwa lingkungan pada masa perkembangan awal janin memberikan pengaruh kepada janin yang pengaruhnya lebih besar dari pengaruh lingkungan luar."[125]


Pekanya Masa Kehamilan
Seorang wanita hamil harus menyadari akan pentingnya masa kehamilan bagi pertumbuhan janin yang ada dalam rahimnya. Ia harus tahu bahwa ia sedang mendidik seorang manusia kecil dalam rahimnya yang sama sekali tidak mempunyai peranan sekecil apapun bagi pertumbuhan dan perkembangan dirinya dan sepenuhnya bergantung kepada ibunya. Janin memperoleh makanan dari makanan ibunya, ia memperoleh kehangatan dan oksigen dari kehangatan dan oksigen yang dihirup ibunya. Benar, janin bukan merupakan anggota tubuh seorang ibu namun meski begitu ia memperoleh makanan dari tubuh ibunya.

Oleh karena itu, seorang wanita hamil dalam mengonsumsi makanan harus memperhatikan dirinya dan juga memperhatikan janin yang bergantung kepadanya.

Makanan yang dimakan seorang ibu hamil harus kaya dengan gizi sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuhnya dan memelihara kekuatan dan kesehatan dirinya, sehingga ia dapat menyediakan lingkungan yang baik dan aman bagi janin yang hidup dalam rahimnya dan pada sisi lain dapat memberikan zat-zat makanan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental si janin, sehingga ia dapat tumbuh dengan baik dan mengaktualisasikan segenap potensi yang ada pada dirinya.

Ia harus mengatur dan memprogram makanan yang dikonsumsinya secara teliti, karena kekurangan beberapa jenis zat makanan dan vitamin yang dibutuhkan dapat merusak kesehatannya dan menjadikan janin yang ada dalam kandungannya berada dalam bahaya. Coba perhatikan keterangan berikut:

"Berdasarkan survey, 80% anak yang cacat fisik di dunia dan anak-anak yang mempunyai keterbelakangan perkembangan otak adalah disebabkan tidak memperoleh makanan secara baik pada masa kehamilan."[126]

Sudah sejak lama diketahui bahwa makanan yang dimakan seorang ibu pada saat mengandung dan masa menyusui sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Seorang ibu harus menyediakan semua jenis vitamin, hidrokarbon, lemak dan berbagai zat besi yang dibutuhkan bagi perkembangan sel-sel hidup yang ada dalam tubuh anak.

Penelitian menunjukkan bahwa seorang ibu harus menjamin ketersediaan dalam jumlah yang cukup vitamin-vitamin yang diperlukan untuk aktivitas sel-sel hidup dalam tubuh janin, karena janin lebih sensitif dari kekurangan berbagai jenis vitamin dibandingkan ibunya. Oleh karena itu, bisa saja seorang ibu pada masa mengandung sehat-sehat saja namun janin yang ada dalam rahimnya mengalami kekurangan vitamin dan terhambat pertumbuhannya.[127]

Ketika individu baru memulai hidupnya ia membawa segenap energi dan karakteristik yang diperlukan, namun pertumbuhan semua itu hanya dapat terjadi manakala plasenta memperoleh makanan yang cukup. Meskipun faktor-faktor yang menjadikan janin menjadi manusia telah disediakan oleh ovum dan sperma namun sempurna dan tidak sempurnanya pertumbuhannya bergantung kepada cukup atau tidak cukupnya plasenta mendapat makanan. Janin bukanlah bagian anggota tubuh ibu, ia adalah sebuah tubuh yang untuk sementara waktu berdiam dalam rahim ibu. Esensi genetik seorang anak tidak identik dengan esensi genetik seorang ibu, karena terciptanya seorang anak di antara gen-gen ibu dan juga gen-gen ayah. Sangat mungkin kedua faktor gen tersebut sangat berbeda. Oleh karena itu janin senantiasa dalam keadaan mengalami perubahan. Kebutuhan-kebutuhan janin berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan ibu yang telah sempurna pertumbuhannya. Sehingga bisa saja zat-zat makanan yang bermanfaat bagi ibu malah berbahaya bagi janin. Di plasenta perbedaan-perbedaan ini berhadapan dengan sel-sel pemberi makanan janin, dan sel-sel inilah yang menentukan mana zat-zat yang boleh masuk dari ibu ke janin atau sebaliknya dari janin ke ibu.[128]

Segala sesuatu yang berpengaruh pada kesehatan ibu akan berpengaruh pada kesehatan janin. Jika seorang ibu kekurangan zat kalsium maka keadaan itu akan berpengaruh pada pembentukan tulang dan gigi anak. Kelelahan berlebihan yang dialami ibu akan menyebabkan banyaknya zat racun di dalam darah, dan darah yang merupakan pembentuk makanan bagi janin tentunya akan berpengaruh pada pembentukan anak.

Seorang ibu hamil harus melakukan olah raga yang ringan, istirahat yang cukup, menghirup udara yang segar, dan mengonsumsi makanan yang sesuai yang sebagian besarnya terdiri dari susu dan hijau-hijauan. Suasana emosi yang berlebihan dan tekanan-tekanan batin yang dialami seorang ibu sudah barang tentu akan berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Karena, kondisi-kondisi yang seperti ini akan merusak sistem syaraf. Sangat mungkin satu-satunya sebab yang menyebabkan seorang anak labil emosinya dan rawan terkena penyakit-penyakit kejiwaan adalah tekanan-tekanan emosi yang dialami ibu pada saat hamil. Oleh karena itu, pada saat hamil seorang ibu harus benar-benar menjaga dan memperhatikan kesehatan dirinya, makanan yang dimakannya, melakukan istirahat yang cukup dan memperoleh udara yang segar, karena yang demikian itu sangat berpengaruh bagi kesehatan anak yang dikandungnya.[129]

Seorang ilmuwan menulis:

Jika aliran darah ibu tidak bisa mensuplai zat kalsium yang dibutuhkan kepada tubuh anak maka itu akan menyebabkan kerapuhan pada kerangka tulang anak. Jika seorang ibu menderita penyakit gula dan zat gula darahnya melebihi batas normal maka ini akan memaksa pankreas janin bekerja lebih keras, dan jika keadaan ini terus berlanjut setelah janin itu lahir maka gula darah anak menjadi sedikit, dan manakala tidak diobati maka anak itu akan mati karena kekurangan zat glukogen.[130]

Dr. Ali Akbar Syi`ari menulis:

"Makanan yang dimakan ibu akan sangat berpengaruh pada janin yang dikandungnya terutama pada masa menjelang dekat dengan kelahiran saat tingkat kebutuhannya pada jumlah dan kualitas makanan bertambah. Oleh karena itu, seorang ibu yang tidak mengonsumsi makanan sehat dan cukup pada masa kehamilan biasanya anak yang dilahirkannya akan mengalami kekurangan dari sisi fisik dan mental atau menderita penyakit-penyakit kejiwaan."[131]


Pandangan Islam
Islam juga sangat menaruh perhatian kepada dua masalah ini: masalah pemberian makan janin dari makanan ibu dan pengaruh makanan yang dikonsumsi ibu hamil pada pertumbuhan janin yang ada dalam kandungannya. Berikut ini hadis-hadis yang mengisyaratkan akan hal itu:

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Makanan janin tersedia dari makanan yang dimakan ibunya, secara perlahan-lahan ia mengambil makanan dari ibunya."[132]

Pada hadis lain Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Salman bertanya kepada Amirul Mukminin as, 'Dari mana tersedia makanan bagi anak yang ada dalam perut ibunya?' Amirul Mukminin as menjawab, 'Allah menahan darah haid lalu menjadikannya makanan baginya.'"[133]

Rasulullah saw bersabda, "Makananlah buah safarjal (sejenis apel) dan berilah kepada temanmu sebagai hadiah, karena buah itu dapat mempertajam sinar mata dan menumbuhkan rasa cinta kasih pada hati. Suruhlah wanita hamil memakan buah itu, karena ia akan membuat cantik rupa anak yang akan dilahirkan. (Dalam riwayat lain disebutkan), supaya bagus akhlak anak yang akan dilahirkan."[134]

Untuk itu, bagi wanita yang sedang hamil dianjurkan:

1.Mengatur jumlah dan kualitas makanan sesuai dengan kebutuhan diri dan anak yang ada dalam kandungan.

2. Usahakan senantiasa menghirup udara yang segar dan oksigen yang cukup. Semaksimal mungkin hindari udara kotor dan berpolusi. Ketika tidur bukalah pintu atau jendela kamar supaya udara segar dapat masuk ke dalam kamar.

3. Lakukan olah raga ringan, seperti jalan kaki, terutama pada waktu pagi di mana udara masih segar. Sedapat mungkin hindari pekerjaan-pekerjaan berat dan melelahkan.

4. Usahakan untuk senantiasa gembira dan jangan bersedih. Hindari film-film atau pemandangan-pemandangan yang menegangkan dan menakutkan.


Pengaruh Makanan Ibu pada Akhlak Anak
Kondisi makanan yang dikonsumsi ibu pada masa-masa hamil bukan hanya berpengaruh pada kesehatan janin tetapi juga berpengaruh pada akhlaknya dan sejauh mana tingkat kecerdasannya. Karena seluruh organ tubuh janin, termasuk saraf dan otaknya terbentuk dari makanan yang berasal dari makanan yang dikonsumsi ibu. Hubungan keadaan akhlak seseorang dengan kondisi bentuk sarafnya adalah sesuatu yang tampak jelas bagi para peneliti.

Oleh karena itu, Islam menganjurkan kepada para wanita hamil untuk mengonsumsi beberapa jenis makanan dan buah-buahan, di antaranya:

Rasulullah saw bersabda, "Berilah makan kurma wanita yang sedang hamil pada bulan-bulan terakhir kehamilannya supaya anaknya menjadi anak yang penyabar dan suci."[135]

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Berilah makan barni (sejenis kurma) wanita yang telah melahirkan (pada masa nifas) supaya anaknya menjadi anak yang berakal dan murah hati."[136]

Amirul Mukminin as berkata, "Barni adalah sebagus-bagusnya kurma. Berilah ia kepada para wanita yang sedang dalam masa nifas, supaya anaknya menjadi anak yang penyabar dan bijak."[137]

Rasulullah saw bersabda, "Berilah makan lubân (sejenis kemenyan khas Arab-peny.) wanita yang sedang hamil, karena janin yang memakan lubân dalam perut ibunya akan menjaiya di kuat akalnya. Jika ia laki-laki ia akan menjadi seorang pemberani, jika ia perempuan ia akan menjadi perempuan yang besar pinggulnya dan dicintai suaminya."[138]

Imam Ali Ridha as berkata, "Berilah makan lubân wanita yang sedang hamil. Karena, jika ia anak laki-laki ia akan menjadi laki-laki yang cerdas, pintar dan pemberani, dan jika ia anak perempuan ia akan menjadi perempuan yang berakhlak baik, cantik, berpinggul besar dan dicintai suaminya."[139]

Rasulullah saw bersabda, "Berilah makan buah safarjal (sejenis apel) kepada wanita yang sedang hamil, karena ia dapat membuat bagus akhlak anak yang akan dilahirkan."[140]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tidak ada makanan dan obat yang lebih baik bagi wanita selain buah kurma matang. Allah Swt berfirman kepada Maryam di dalam al-Quran, Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu."[141]

Rasulullah saw bersabda, "Setiap wanita hamil yang makan buah semangka maka anaknya akan cantik wajahnya dan baik akhlaknya."[142]

Dari hadis-hadis di atas dapat ditarik dua kesimpulan: pertama, sangat sensitifnya masa kehamilan bagi perkembangan janin; kedua, begitu besarnya pengaruh makanan yang dikonsumsi ibu pada masa kehamilan pada kecerdasan dan akhlak anak yang akan dilahirkan.




17
Agar Tak Salah Mendidik

Program Makan Wanita Hamil
Makanan yang dikonsumsi wanita hamil harus kaya dengan nutrisi, sempurna, dan mengandung semua zat yang dibutuhkan, seperti macam-macam vitamin, protein, zat besi dan zat garam. Pada kesempatan ini saya tidak akan membahas satu persatu macam-macam makanan, buah dan sayur-mayur beserta khasiat-khasiatnya. Untuk mengetahui itu para ibu dapat membaca buku-buku yang telah banyak ditulis khusus mengenai hal ini. Namun demikian, pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan poin berikut:

Salah satu kesulitan yang dihadapi para wanita yang sedang hamil ialah hilangnya selera makan. Meskipun pada masa kehamilan seorang wanita membutuhkan makanan lebih banyak dibandingkan masa-masa lainnya namun sayangnya kebanyakan mereka pada masa ini tidak mempunyai selera kepada makanan.

Sampai beberapa waktu para wanita yang sedang hamil biasanya menderita ngidam yang berat sehingga mereka tidak suka dengan berbagai jenis makanan.

Pada masa ini makanan yang diberikan kepada mereka hendaknya sedikit jumlahnya namun menguatkan.

Zat-zat yang dibutuhkan tubuh terdapat pada berbagai macam buah, sayuran, biji-bijian, daging, susu, yoghurt, mentega, lemak hewan dan tumbuh-tumbuhan, dan telur. Oleh karena itu, mengonsumsi secara berganti-ganti jenis makanan tersebut adalah upaya terbaik bagi para wanita hamil.

Seorang penulis berkata:

"Untuk memiliki tubuh yang sehat bukan hanya kita harus makan yang cukup tetapi juga harus mengonsumsi berbagai jenis makanan."[143]

Ilmuwan yang lain mengatakan:

"Seorang ibu yang sedang hamil harus menambahkan zat-zat mineral dan berbagai jenis vitamin pada makan siang dan makan malamnya, supaya janin yang ada dalam kandungannya dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna."[144]

Singkatnya, makanan terbaik bagi masyarakat umum, khususnya bagi para ibu hamil adalah berbagai jenis sayuran, baik yang mentah maupun yang masak, berbagai jenis buah-buahan dan biji-bijian, susu dan berbagai produk turunannya. Pohon dan tumbuh-tumbuhan memperoleh makanan dari tanah, air, udara dan sinar matahari, lalu mereka menyediakan makanan yang sehat dan alami bagi kita. Namun, masing-masing dari mereka tidak mencakup semua zat makanan yang dibutuhkan melainkan hanya mempunyai khasiat tertentu.

Seseorang yang menginginkan kesehatan dan keselamatan bagi dirinya ia harus mengonsumsi makanan yang bermacam-macam. Dari berbagai macam buah-buahan pohon, seperti apel, safarjal, pir, lobi-lobi, blueberri, kurma, anggur, sirsak, mangga, pisang, delima, jeruk dan pepaya. Di samping itu, dia juga harus mengonsumsi buah-buahan tanah, seperti, buah melon, semangka, ketimun suri dan ketimun.

Dia juga harus mengonsumsi berbagai jenis sayuran, seperti bawang putih, bawang merah, kol, lobak, kacang buncis, kangkung, bayam, sawi, kacang polong dan labuh. Dia juga harus mengonsumsi berbagai jenis biji-bijian, seperti gandum, jagung, kacang adas dan beras.

Hendaknya dia juga mengonsumsi berbagai macam daging: daging kambing, daging sapi, daging ayam dan telurnya, ikan, begitu juga berbagai jenis susu dan turunannya.

Zat-zat makanan yang dibutuhkan manusia terdapat di dalam berbagai jenis makanan di atas, sehingga jika kita mengonsumsi makanan beragam maka berbagai macam kebutuhan akan makanan akan terpenuhi dan kita tidak akan kekurangan nutrisi.

Yang kami maksud bukanlah berarti setiap hari seseorang harus mengonsumsi semua jenis makanan di atas, tetapi hendaknya disusun program makan yang mencakup berbagai jenis makanan meskipun sedikit. Melaksanakan program yang semacam ini tidaklah sulit hanya saja kita membutuhkan kemauan dan informasi. Melaksanakan program makan yang benar sangat perlu dan berguna bagi setiap orang terutama bagi para wanita hamil yang mempunyai tanggung jawab memelihara perkembangan janin yang ada dalam kandungannya.

Islam juga menaruh perhatian yang besar kepada masalah ini. Islam menjelaskan manfaat dan khasiat beberapa jenis buah dan menganjurkan orang untuk memakannya, terutama kepada para wanita yang sedang hamil dan menyusui.

Menyusun program makan yang sesuai dibebankan kepada suami wanita yang sedang hamil. Seorang suami mempunyai kewajiban memperhatikan keadaan istrinya yang sedang dalam periode sensitif, dan sedapat mungkin berusaha menyediakan berbagai jenis makanan yang dibutuhkan istrinya dan anak yang ada dalam kandungannya. Jika ia melihat istrinya yang sedang ngidam tidak suka kepada beberapa macam makanan maka ia harus menyediakan makanan lain yang sejenis dengannya yang mempunyai khasiat yang sama, sehingga dengan begitu ia dapat menjaga kesehatan dan selera makan istrinya dan juga menjaga perkembangan janin yang ada dalam perut istrinya.

Seorang suami harus tahu bahwa sikap tidak peduli dan tidak mau tahu dalam masalah ini dapat membahayakan kesehatan istri dan anak yang ada dalam kandungannya, dan ini merupakan sebuah kejahatan yang harus dia bayar di dunia ini juga, dan pada hari kiamat ia juga akan dimintai pertanggungjawabannya.


Hamil dan Mengonsumsi Zat-zat Adiktif
Mengonsumsi zat-zat adiktif seperti rokok, ganja, heroin, sabu-sabu dan lainnya sangat berbahaya bagi siapa saja dan kapan saja. Seseorang yang peduli pada kesehatan dirinya benar-benar harus menjauhi zat-zat semacam itu. Pada kesempatan ini kita tidak sedang menjelaskan berbagai macam bahaya fisik, kejiwaan dan ekonomi yang ditimbulkan oleh zat-zat ini, tetapi tujuan kita di sini ialah hendak menjelaskan bahaya yang ditimbulkan zat-zat ini bagi janin yang ada dalam kandungan ibunya. Untuk mengetahui hal ini alangkah baiknya kita menelaah berbagai tulisan para ahli berikut:

Pertama, coba Anda simak ringkasan sebuah makalah yang dimuat dalam salah satu majalah asing yang cukup terkenal,

"Sebuah penelitian yang dilakukan di negara-negara Skandinavia terhadap 6363 orang ibu menunjukkan bahwa berat rata-rata tubuh anak yang lahir dari ibu yang kecanduan rokok 170 gram lebih ringan dibandingkan berat tubuh rata-rata seluruh anak. Demikian juga dengan ukuran kepalanya. Selanjutnya, tingkat kematian yang terjadi di antara anak-anak ini enam kali lebih banyak dibandingkan tingkat kematian yang terjadi di antara seluruh anak. Begitu juga cacat sejak lahir yang terjadi pada anak-anak ini jauh lebih banyak dibandingkan pada anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak kecanduan rokok. Mengonsumsi rokok akan menyebabkan berkurangnya kadar oksigen di dalam darah ibu dan janin. Penyakit jantung bawaan pada anak-anak yang terlahir dari ibu yang merokok 50% lebih banyak dibandingkan pada anak-anak yang terlahir dari ibu yang tidak merokok. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak ini akan tertinggal dibandingkan anak-anak seusianya di sekolah, dan tingkat ketertinggalannya ini terkait erat dengan seberapa banyak rokok yang dikonsumsi pada saat ibu mengandung. Karena rokok dapat menyebabkan berkurangnya sel-sel otak anak. Ini hanya merupakan sebagian kecil dari bahaya yang ditimbulkan rokok pada seorang anak."[145]

Dr. Jaza'iri menulis:

"Mengonsumsi rokok bukan hanya membahayakan bagi ibu tetapi juga membahayakan bagi anak yang ada dalam rahim. Minuman beralkohol pun sangat-sangat berbahaya bagi ibu yang sedang hamil. Karena alkohol, di samping memabukkan dia juga menghancurkan berbagai macam vitamin yang dibutuhkan ibu dan anak yang ada dalam kandungan, sehingga anak yang dilahirkan akan menjadi cacat."[146]

Dr. Jalali menyebutkan,

"Alkohol, morfin dan semua zat adiktif lainnya akan masuk ke dalam darah, dan pada gilirannya akan berpengaruh pada perkembangan janin. Bahkan, menurut keyakinan banyak pihak, penggunaan zat adiktif akan membahayakan pembentukan jantung janin."[147]


Sakit ketika Hamil
Jika wanita yang sedang hamil sakit, dan penyakit yang dideritanya itu penyakit yang ringan, seperti demam ringan, sebaiknya ia istirahat dan mengobati penyakitnya dengan obat tumbuh-tumbuhan dan sedapat mungkin menghindari obat-obat kimia. Akan tetapi jika penyakit yang dideritanya penyakit yang berat maka sesegera mungkin ia harus mendatangi seorang dokter yang ahli dan menaati segenap anjuran-anjurannya hingga ia benar-benar pulih dari penyakitnya.

Karena jika ia tidak berobat maka itu tidak hanya akan membahayakan kepada dirinya tetapi juga membahayakan keselamatan janin yang ada dalam kandungannya.

Seorang ibu hamil yang sakit harus memperhatikan dua hal penting berikut:

Pertama, dia harus memberitahukan kepada dokter bahwa dirinya sedang hamil, sehingga di dalam memberikan resep dan obat, dokter akan memperhatikan keadaan janin dan ia tidak akan memberikan obat yang akan membahayakan janin. Karena biasanya obat disediakan dan telah diuji coba bagi orang-orang yang lebih besar.

Oleh karena itu, bisa saja beberapa jenis obat berbahaya bagi janin yang ada dalam kandungan, karena para ilmuwan mengatakan bahwa obat sebagaimana juga makanan sampai ke tubuh janin melalui plasenta dan memberikan pengaruh kepadanya. Bisa saja sebuah obat yang bermanfaat bagi ibu namun berbahaya bagi tubuh kecil yang sedang dalam proses pertumbuhan. Oleh karena itu, di dalam mengonsumsi obat seorang wanita hamil harus memperhatikan keadaan janin yang ada dalam kandungannya.

Kedua, menghindari penggunaan obat tanpa seizin dokter, karena bisa saja obat tersebut dapat membahayakan keselamatan dirinya dan janin yang ada dalam kandungannya.

Seorang ilmuwan mengatakan,

"Dalam kondisi tertentu virus dan mikroba dapat masuk melalui plasenta dan menyerang janin yang tidak berdaya sehingga ia menderita penyakit yang diderita ibunya."[148]

Penulis yang sama berkata,

"Perubahan pola makan ibu, obat-obat yang dikonsumsi dan penyakit yang diderita akan memberikan pengaruh kepada janin. Sebuah kerusakan kecil yang terjadi pada masa-masa awal kehidupan janin akan berpengaruh besar pada perkembangan janin. Oleh karena itu, kaum wanita mempunyai kewajiban khusus menjaga kesehatan dirinya pada masa-masa ketika diperkirakan ia hamil."[149]


Pengaruh Kondisi Kejiwaan Ibu pada Janin
Tidak ada sedikit pun keraguan di kalangan para ilmuwan akan besarnya pengaruh pola makan ibu terhadap perkembangan janin. Namun yang ingin dibahas di sini ialah, apakah pikiran, emosi dan kondisi kejiwaan ibu juga memberikan pengaruh kepada jiwa janin atau tidak? Sebagian ilmuwan mengatakan, kondisi kejiwaan dan emosi seorang ibu pada saat hamil, seperti rasa bimbang, gelisah, marah, dendam dan hasud juga berpengaruh kepada jiwa si janin, dan sangat mungkin sifat-sifat ini atau yang sejenisnya berpindah dari ibu kepada si anak.

Demikian juga dengan sifat-sifat baik dan ketenteraman jiwa ibu, seperti sifat percaya diri, optimis, iman dan penyayang. Sifat-sifat tersebut dapat memberikan pengaruh positif kepada perkembangan jiwa janin dan menjadikannya bersifat dengan sifat-sifat tersebut.

Di dalam menjelaskan perkataannya mereka mengatakan, "Janin yang hidup dalam rahim ibu dan memperoleh makanan dari makanan ibunya adalah bagian dari tubuh ibu. Oleh karena itu, suasana kejiwaan ibu, sebagaimana berpengaruh kepada anggota-anggota tubuhnya juga berpengaruh kepada janin yang ada dalam kandungannya."

Namun, para ahli janin dan para ahli jiwa anak membantah pernyataan ini dan mengatakan bahwa argumentasi yang dikemukakan tidak sempurna. Mereka mengatakan, benar bahwa janin hidup dalam rahim ibu, memperoleh makan dari makanan ibu dan mempunyai hubungan dengan alat pencernaan ibu, namun di antara keduanya tidak terdapat hubungan saraf (neurologis) hingga kondisi kejiwaan ibu dapat berpindah kepadanya.

Dr. Jalali berkata tentang hal ini,

"Tidak ada hubungan langsung di antara ibu dan janin. Hubungan antara ibu dan janin yang ada dalam kandungannya terjadi melalui tali pusar, dan pada tali pusar ini tidak terdapat urat saraf yang menuntun peristiwa-peristiwa emosi, ia hanya terdiri dari pembuluh-pembuluh darah. Oleh karena itu, suasana emosi tidak dapat berpindah kepada janin melalui tali pusar."[150]

Kebenaran ada pada pihak kedua yang mengatakan bahwa pikiran dan suasana emosi wanita hamil tidak dapat secara langsung memberikan pengaruh kepada jiwa janin, karena-sebagaimana mereka katakan-tidak adanya hubungan saraf di antara keduanya. Namun demikian, tidak benar juga jika dikatakan tidak ada pengaruh sedikit pun pikiran dan kondisi kejiwaan ibu meski secara tidak langsung terhadap pembentukan jiwa janin. Untuk lebih jelas coba simak tiga poin berikut:

1. Sudah terbukti bahwa jiwa dan tubuh manusia mempunyai hubungan yang sangat dekat, bahkan merupakan sebuah satu kesatuan di mana satu sama lainnya saling mempengaruhi. Sehat dan sakitnya tubuh, kuat dan lemahnya saraf, dan bahkan kenyang dan laparnya seseorang sampai batas-batas tertentu memberikan pengaruh terhadap cara berpikir dan perilakunya. Akhlak dan kepribadian seseorang sampai batas tertentu banyak memberikan pengaruh kepada bentuk indera dan susunan saraf dan otaknya. Mereka mengatakan, jiwa yang kuat terdapat dalam tubuh yang sehat. Kekurangan sebagian zat makan dapat saja menjadikan otak dan saraf menjadi lahan subur bagi munculnya sifat-sifat tercela dan emosi yang meletup-letup. Oleh karena itu, beberapa penyakit kejiwaan dapat disembuhkan dengan obat dan makanan.

Selama janin hidup di dalam rahim ibu ia memperoleh makanan melalui alat pencernaan ibu. Artinya, seratus persen ia bergantung kepada ibu. Oleh karena itu, pola makan ibu memberikan pengaruh sempurna terhadap pertumbuhan tubuh, saraf dan jiwa janin.

Dr. Jalali berkata, "Segala sesuatu yang berpengaruh bagi kesehatan ibu maka ia juga berpengaruh bagi kesehatan janin. Jika makanan ibu kekurangan kalsium maka itu akan berpengaruh pada pembentukan tulang dan gigi anak."[151]

Sudah terbukti dan dapat dirasakan bahwa kegelisahan dan keresahan jiwa yang parah sangat berpengaruh terhadap seluruh tubuh, salah satunya organ alat pencernaan. Anda sendiri dapat merasakan pada saat Anda sedang sedih, resah dan takut maka nafsu makan Anda menjadi berkurang dan Anda tidak dapat mencerna makanan secara sempurna. Di sini, sistem alat pencernaan Anda menjadi terganggu dan keseimbangan organ saraf-saraf Anda menjadi kacau.

Dari penjelasan tiga poin di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Meskipun berbagai pikiran dan suasana jiwa ibu tidak dapat berpindah ke saraf dan otak anak secara langsung -karena tidak ada hubungan saraf- namun dikarenakan hal-hal tersebut memberikan pengaruh kepada tubuh ibu terutama organ pencernaannya, sementara makanan janin diperoleh melalui organ pencernaan ibu, dan begitu juga pola makan ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan saraf dan kejiwaan anak maka secara pasti dapat dikatakan bahwa suasana kejiwaan ibu pada saat hamil, yang buruk maupun baik banyak berpengaruh terhadap perkembangan saraf dan kejiwaan janin, dan begitu juga terhadap pembentukan sifat-sifat dirinya di masa yang akan datang.

Rasa sedih, emosi, gelisah dan rasa takut ekstrim yang dialami seorang ibu secara umum dapat merusak organ pencernaan dan sarafnya. Kondisi yang tidak normal ini bukan hanya berbahaya bagi tubuh dan jiwa ibu tetapi juga berakibat buruk terhadap kondisi proses pemberian makan janin yang berada dalam kandungannya, dan sangat mungkin saraf dan otak si anak nantinya akan tertimpa gangguan kejiwaan.

Seorang ibu hamil yang menjalani hidup dengan tenang dan memperoleh makanan yang cukup akan mempunyai tubuh dan jiwa yang sehat, dan pada akhirnya janin yang ada dalam kandungannya pun dapat tumbuh dengan sehat dan sempurna baik fisik maupun jiwanya.

Sebaliknya, seorang ibu hamil yang menjalani hidup dengan sedih, gelisah, bimbang, menyesal dan akhlak yang jelek, tidak hanya akan membahayakan fisik dan jiwanya tetapi juga akan merusak kondisi pemberian makan janin dan ketenangan jiwanya, dan tentunya janin yang tumbuh dalam lingkungan yang seperti ini akan mempunyai nasib yang buruk. Coba perhatikan data statistik berikut:

" Para dokter jiwa membuktikan bahwa 66% dari anak-anak yang menderita penyakit jiwa mewarisi penyakitnya dari ibunya. Manakala seorang ibu sehat dan normal maka anaknya pun akan mempunyai jiwa yang sehat dan normal. Jika seorang ibu ingin mempunyai anak yang sehat, ceria dan mempunyai akal yang kuat maka sebelum anak itu lahir ia harus peduli akan kesehatan dirinya."[152]





18
Agar Tak Salah Mendidik

Menghirup Udara Segar dan Cukup Istirahat
Janin yang hidup dalam perut ibu, di samping untuk makan bergantung kepada ibunya, dalam menghirup oksigen pun ia membutuhkan ibunya. Dengan cara bernafas manusia dapat memenuhi oksigen yang dibutuhkannya dan membuang karbondioksida yang ada pada tubuhnya. Dengan begitu ia dapat menjaga suhu tubuhnya dan melangsungkan hidupnya. Janin pun untuk dapat tumbuh memerlukan oksigen, namun alat pernafasannya masih belum bekerja, dan untuk itu ia memperoleh oksigen dari oksigen yang dihirup ibunya.

Oleh karena itu, kualitas udara yang dihirup ibu bukan hanya berpengaruh pada kesehatan tubuhnya tetapi juga berpengaruh pada pertumbuhan janin yang ada dalam kandungannya. Dengan menghirup udara yang segar, seorang ibu tidak hanya menjaga kesehatan tubuhnya tetapi ia juga membantu pertumbuhan dan perkembangan janin. Jika ibu menghirup udara yang kotor dan berpolusi maka itu akan membahayakan bagi dirinya dan juga bagi janin yang ada dalam kandungannya.

Oleh karena itu, sangat dianjurkan kepada para wanita yang sedang hamil untuk sedapat mungkin menghirup udara yang bersih dan segar. Cobalah berjalan kaki di udara yang bersih dan menarik nafas dalam-dalam, dan hindari begadang di tengah malam. Hindari merokok dan bernafas di ruangan yang dipenuhi asap rokok, karena udara yang kotor dan minim oksigen akan membahayakan kesehatan janin.

Para wanita yang sedang hamil dapat melakukan aktivitas hidupnya secara biasa namun ia harus menghindari mengangkat beban yang berat, melakukan gerakan yang cepat dan aktivitas yang melelahkan, karena hal itu akan mengganggu kenyamanan janin yang ada dalam kandungan dan bisa saja menyebabkan keguguran. Melakukan perjalanan dekat dan dengan kendaraan yang nyaman tidak membahayakan namun ia harus menghindari perjalanan jauh dan melelahkan kecuali dalam keadaan terpaksa, terutama pada bulan-bulan pertama dan bulan-bulan akhir masa kehamilannya.

Alhasil wanita hamil memerlukan istirahat yang lebih banyak. Namun demikian, aktivitas-aktivitas ringan seperti gerakan-gerakan perlahan dan jalan kaki bukan hanya tidak membahayakan malah sangat bermanfaat bagi kesehatan dan kekuatan ibu dan janin, terutama nanti pada saat melahirkan.


Melahirkan
Sebagaimana yang Anda sudah ketahui bahwa kehidupan pada masa pra natal adalah kehidupan yang sangat sensitif dan menentukan, dan akan sangat berpengaruh pada masa depan kehidupan anak. Pada masa ini janin hidup dalam sebuah ruang yang pengelolaannya bukan berada pada dirinya. Dia berada di hadapan berbagai bahaya fisik dan kejiwaan yang tidak dapat dia hindari, dan tanggung jawab semua itu berada di pundak kedua orangtuanya, terutama ibu.

Namun akhirnya, periode ini-baik atau buruk-akan berakhir pada saat waktu melahirkan tiba, yang merupakan jenjang terakhir tanggung jawab periode kehamilan. Jenjang melahirkan juga adalah jenjang yang sangat penting baik bagi ibu maupun anak. Pada periode ini tubuh anak relatif sudah besar, terutama kepalanya dibandingkan anggota tubuh lainnya relatif mengalami perkembangan yang lebih cepat, dan sekarang sudah waktunya mau tidak mau ia harus keluar dari rahim ibu meskipun dengan susah payah.

Perjalanan bayi melewati lorong sempit pada saat lahir adalah perjalanan yang paling berbahaya yang dilakukan seorang manusia sepanjang hidupnya. Bisa saja pada saat proses kelahiran seorang bayi kehilangan nyawanya, bisa saja ia mengalami patah tulang, bisa saja tulang batok kepala yang masih lunak menerima tekanan sehingga merusak saraf-saraf otak yang ada di kepalanya.

Dr. Jalali menulis,

"Ketika lahir ke dunia seorang anak mengalami tekanan untuk beberapa waktu. Bagian kepala, yang merupakan bagian tubuh yang paling besar adalah bagian yang paling banyak kemungkinannya menderita kerusakan. Jika kelahiran berjalan tidak normal maka tingkat kesulitan untuk lahir ke dunia meningkat beberapa kali, dan anak di samping menerima tekanan yang biasa mau tidak mau ia juga harus menghadapi benturan alat-alat mekanik. Salah satu sebab meninggalnya anak pada saat dilahirkan atau beberapa saat setelah dilahirkan ialah tekanan-tekanan dan benturan-benturan tersebut. Sebagian cacat tubuh dan otak yang kita temukan pada anak-anak, seperti lumpuh, gila dan lainnya biasanya diakibatkan berbagai benturan dan tekanan yang dialami anak pada saat dilahirkan."[153]

Dengan memperhatikan penjelasan-penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwa melahirkan bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan sepele tetapi justru merupakan sebuah perkara yang sangat penting yang keselamatan ibu dan anak bergantung kepadanya. Jika terjadi kelalaian sekecil apa pun pada prosesnya dapat mendatangkan kerugian besar bagi ibu dan anak, atau bahkan mungkin dapat menyebabkan kematian bagi keduanya atau salah satunya.

Oleh karena itu, alangkah baiknya seorang ibu hamil melaksanakan kewajiban-kewajiban masa hamilnya dan melaksanakan nasihat-nasihat dokter, dan mempersiapkan dirinya untuk dapat melahirkan secara normal dan lancar dengan mengonsumsi makanan dengan benar, menjaga kebersihan, menghindari kegiatan-kegiatan yang melelahkan dan melakukan aktivitas-aktivitas ringan. Untungnya, banyak sekali buku-buku bagus yang telah ditulis mengenai hal ini sehingga para ibu dapat memanfaatkannya.

Kepada para ibu hamil dianjurkan untuk sedapat mungkin mendatangi seorang dokter spesialis atau rumah sakit secara berkala untuk memperoleh petunjuk-petunjuk yang diperlukan. Demikian juga jika mengalami keluhan-keluhan baru maka segera pergi ke dokter supaya tidak mengalami kesulitan yang lebih besar. Manakala melihat tanda-tanda sudah dekatnya saat kelahiran maka harus segera pergi ke rumah sakit untuk dirawat, karena:

Pertama, di rumah sakit senantiasa ada dokter, obat dan bidan, yang senantiasa mengawasi ibu yang akan melahirkan, dan manakala diperlukan dengan segera mereka akan membantu. Jika terjadi kelahiran yang tidak normal dan diperlukan tindakan operasi, rumah sakit memiliki kesiapan dan dengan segera akan menolong ibu. Namun, jika proses kelahiran dilakukan di rumah, sementara proses kelahiran berjalan tidak normal, maka untuk memindahkan ibu yang melahirkan ke rumah sakit diperlukan waktu, yang bisa saja mengakibatkan nyawa ibu atau anak yang dilahirkan tidak dapat tertolong.

Kedua, dari sisi kebersihan. Kamar-kamar di rumah sakit lebih terjaga dibandingkan kamar-kamar di rumah, sehingga sangat bagus untuk istirahat.

Ketiga, dalam proses melahirkan tidak ada saudara, tetangga dan teman yang ikut campur dan memberikan pandangan dalam proses kelahiran sehingga mengganggu ibu yang hamil. Karena, campur tangan mereka yang tidak berdasarkan ilmu justru akan membahayakan. Namun, jika tidak mampu pergi ke rumah sakit atau dokter spesialis maka silahkan melahirkan di rumah dengan dibantu bidan-bidan yang berpengalaman. Dalam keadaan ini perlu diperhatikan poin-poin berikut:

1. Udara ruangan kamar untuk melahirkan harus sedang dan normal, tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Karena seorang wanita hamil disebabkan berjam-jam menekan ia kehilangan keseimbangan dirinya dan biasanya banyak mengeluarkan keringat, dan pada keadaan yang seperti ini ia sangat mudah terserang flu. Jika udara ruangan kamar terlalu dingin maka sangat mungkin ibu yang melahirkan terserang penyakit flu. Di samping itu, udara dingin sangat berbahaya bagi bayi yang baru lahir, karena di dalam rahim ibu bayi tinggal di lingkungan yang bersuhu 35/5 derajat, dan perubahan suhu udara yang tiba-tiba sangat berbahaya baginya. Udara yang terlalu panas pun tidak baik, karena dapat membuat ibu yang melahirkan merasa tidak nyaman. Yang terbaik adalah suhu udara yang normal yang membuat ibu yang hendak melahirkan merasa nyaman.

2. Hati-hati, jangan sampai udara kamar tercemar oleh asap, bau minyak dan yang lainnya. Karena bernafas di udara yang tercemar ini bukan hanya berbahaya bagi keselamatan ibu tetapi juga bagi bayi yang baru saja belajar bernafas.

3. Ranjang, selimut dan pakaian salin yang digunakan harus bersih dan menggunakan disinfektan. Demikian juga, bidan harus mencuci tangannya dengan sabun dan kalau bisa juga menggunakan disinfektan. Karena dalam keadaan ini, ibu dan bayi yang baru lahir sangat rentan untuk terserang penyakit dan kuman, dan upaya menjaga kebersihan sangat membantu kesehatan dan keselamatan mereka.

4. Wanita yang akan melahirkan biasanya dihinggapi rasa bimbang dan sedih, dan bahkan ia merasa pesimis dengan keselamatan dan kelangsungan hidupnya. Ia menderita rasa sakit, sedih dan takut. Dalam keadaan ini ia sangat membutuhkan dorongan semangat sehingga dapat menanggung tekanan-tekanan yang dia rasakan dan membantu cepat keluarnya anak. Oleh karena itu, perlu diberi pengertian kepada mereka bahwa proses melahirkan adalah sesuatu yang alami, hendaknya mereka diberi semangat dan dijauhkan dari perasaan takut, jangan sampai mereka dihinggapi perasaan tidak mampu melakukannya.

5. Wanita yang akan melahirkan, disebabkan kebimbangan dan perubahan pada suasana jiwanya, biasanya tidak mempunyai selera makan, dan memang mengonsumsi makanan berat dan banyak baginya itu tidak baik, karena itu jangan memaksa mereka memakan makan berat dan banyak. Namun demikian, untuk bisa menanggung rasa sakit dan kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam proses melahirkan dan membantu mengeluarkan anak sangat dibutuhkan energi yang banyak. Oleh karena itu, di sela-sela menahan rasa sakit alangkah baiknya diberikan kepada mereka makanan ringan yang penuh energi, seperti minuman sari buah, minuman madu, daging bakar, sup dan roti, namun tidak banyak-banyak, seukuran yang dibutuhkan. Karena jika tidak maka ia akan mengalami kesulitan dalam melahirkan.

6. Sedapat mungkin ruangan tempat melahirkan diusahakan tenang tidak berisik, dan anak-anak dan wanita-wanita yang tidak berkepentingan disuruh keluar. Karena, di samping mereka tidak bisa membantu apa-apa, keberadaan mereka pun akan membuat wanita yang hendak melahirkan malu. Di samping itu, haram hukumnya seorang wanita melihat aurat wanita lain dalam semua keadaan, salah satunya adalah pada saat melahirkan.

Imam Muhammad Baqir as berkata, "Imam Ali bin Husain as, pada saat seorang wanita melahirkan berkata, 'Suruh para wanita keluar dari kamar, jangan sampai mereka melihat aurat wanita yang sedang melahirkan.'"[154]

Ada dua hal penting yang perlu diingatkan:

Pertama, benar, bahwa masa hamil dan melahirkan adalah sebuah pekerjaan sulit namun ia sebuah pekerjaan yang bagus dan bernilai. Jika seorang wanita hamil, lalu menunaikan kewajibannya pada masa ini, menjaga kandungannya dengan sempurna, melewati masa ini dengan selamat, dan mempersembahkan seorang anak yang baik dan sehat kepada masyarakat, maka ia telah melakukan sebuah pekerjaan yang sangat berharga. Ia telah melahirkan seorang anak yang normal yang akan selalu merasa berhutang kepada ibunya. Ia juga telah berkhidmat kepada masyarakat manusia, karena seorang anak yang sehat dan normal yang ia lahirkan bisa saja keberadaannya akan menjadi sumber bagi keberkahan dan kebaikan umat manusia. Tentu saja, pelayanan besar yang seperti ini tidak akan berlalu begitu saja tanpa ganjaran dari Allah Swt.

Zaid bin Ali meriwayatkan, "Pada suatu hari Rasulullah saw berbicara tentang keutamaan jihad. Lalu, seorang wanita berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah kaum wanita dapat memperoleh keutamaan jihad?' Rasulullah saw menjawab, 'Tentu, wanita memperoleh pahala jihad pada masa ia hamil hingga melahirkan, lalu setelah itu menyusui anaknya hingga ia menyapihnya. Pada seluruh masa ini ia tidak berbeda dengan seorang laki-laki yang sedang berperang di jalan Allah. Jika ia meninggal pada masa itu maka kedudukannya sama dengan kedudukan orang yang mati syahid.'"[155]

Kedua, para suami harus sadar bahwa masa kehamilan dan pekerjaan melahirkan bukan sesuatu yang mudah. Pada masa ini seorang wanita yang hamil sangat membutuhkan pengawasan dan kerjasama dari suami. Baik agama maupun nurani mewajibkan seorang suami melindungi dan membesarkan hati istrinya yang sedang hamil dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia harus lebih menunjukkan kasih sayangnya kepada istrinya dibandingkan sebelumnya, membesarkan hatinya, dan meyakinkannya bahwa ia akan membantu sepenuh hati pada saat melahirkan. Seorang suami, ketika merasa saat melahirkan istrinya sudah dekat, sesegera mungkin ia harus membawanya ke rumah sakit atau ke dokter spesialis. Jika dikarenakan kelalaian, ketidakpedulian atau pun kekikirannya lalu anak atau istrinya sampai celaka atau meninggal maka ia layak dihukum dalam pandangan agama dan nurani, dan pada hari kiamat pun ia akan diminta pertanggungjawabannya.


Periode Kedua: Setelah Melahirkan dan Tahun Pertama dan Kedua Usia Anak
Tahun pertama kehidupan anak adalah periode terpenting kehidupannya. Pada saat itu jiwanya tidak ubahnya seperti kertas putih yang siap menerima apa pun gambar yang ditorehkan di atasnya. Sebelumnya, belum ada satu pun gambar ilmu yang ditorehkan padanya, namun ia mempunyai potensi untuk memperoleh ilmu dan informasi secara bertahap. Begitu juga dengan alat pemahamannya (indera, rasa dan otak), ia merupakan alat yang sangat sensitif, yang belum pernah digunakan sebelumnya, dan bentuk serta cara penggunaannya akan sangat menentukan bagi masa depan anak yang bersangkutan. Jiwa yang sensitif dan halus, dan alat pemahaman yang rumit ini tentunya menerima pengaruh dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode dan juga dari bentuk perlakuan keluarganya kepadanya. Namun, yang menjadi kesulitan terbesar ialah umumnya orang tidak mengetahui kecenderungan, keinginan dan perasaan bayi pada periode ini.

Allah Swt berfirman, Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (QS. an-Nahl:78).

Oleh karena itu, para pendidik harus benar-benar menaruh perhatian kepada masa yang sangat sensitif ini, dan memperlakukan mereka dengan cara yang benar, sehingga mereka terjaga dari kejadian-kejadian yang akan melukai jiwa mereka.

Kedua orangtua dari tiga sisi dapat memberikan pengaruh pada bentuk pendidikan anaknya secara benar: pemberian makan yang baik, menyediakan semua kebutuhan materinya, dan memperlakukannya dengan penuh sayang. Berikut ini kami bahas masing-masing dari ketiganya secara ringkas:


Pengaruh Pemberian Makan pada Pendidikan
Pemberian makan anak mempunyai pengaruh pada bentuk pendidikan anak dari dua sisi: dari sisi pembentukan jasmani dan dari sisi pengaruh kejiwaan dan emosi. Adapun dari sisi pertama, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa bentuk pemberian makan anak tidak diragukan akan sangat berpengaruh pada bagaimana bentuk dan susunan fisik, kesehatan dan penyakit, kekuatan dan kelemahan anak. Dari sisi lain, bentuk susunan fisik akan berpengaruh pada perilaku dan kepribadian anak. Jika seorang ibu, dengan program yang benar dan terencana menyediakan makanan yang dibutuhkan anak maka ia berarti membantu kesehatan fisik, saraf dan otak anak, yang tentunya juga akan berpengaruh juga pada perilaku dan kepribadiannya.

Oleh karena itu, pemberian makan yang benar kepada bayi adalah salah satu faktor penting pendidikan, dan para pendidik tidak boleh lalai akan hal ini. Ayah dan ibu yang menginginkan anaknya bahagia ia harus mengetahui makanan-makanan yang dibutuhkan anaknya, lalu dengan program yang benar dan terencana memberi anaknya makan. Di sini, kami tidak bisa menjelaskan secara rinci program pemberian makan anak, akan tetapi kami sarankan kepada yang ingin mengetahuinya untuk membaca buku-buku yang telah banyak ditulis tentang hal ini, namun demikian kami ingin menyinggung secara umum dua masalah yang kami anggap penting:


Peran Air Susu Ibu (ASI) pada Pendidikan
ASI adalah makanan sempurna, dan dari sisi kandungan gizi merupakan makanan terbaik. Di antara semua jenis susu, air susu ibu adalah yang paling sesuai dan paling menyehatkan bagi anak, terutama bagi anak yang baru lahir, karena memiliki kelebihan-kelebihan berikut:

1. Dari sisi nutrisi, air susu ibu adalah makanan yang paling sesuai dengan bangunan tubuh anak. Karena, selama sembilan bulan janin hidup di dalam rahim ibu ia memperoleh makan yang disediakan oleh alat pencernaan ibu, dan setelah lahir alat yang sama itu juga yang memproduksi air susu ibu.

2. Air susu ibu dikonsumsi secara alami dan langsung, dan oleh karena itu zat-zat nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak hilang. Berbeda dengan susu-susu lain, yang dari sisi higienis harus dilindungi, dan sebagai konsekuensinya ia kehilangan sebagian zat nutrisi yang dikandungnya.

3.Air susu ibu melalui puting susu langsung masuk ke dalam mulut anak dan tidak bersentuhan dengan wadah lain, oleh karena itu dari sisi kebersihan ia lebih utama dari makanan-makanan lain.

4.Air susu ibu terjaga dari berbagai jenis mikroba pembawa penyakit. Berbeda dengan susu binatang yang mempunyai kemungkinan tertular mikroba pembawa penyakit.

5.Air susu ibu senantiasa dikonsumsi dalam keadaan baru dan dengan suhu kehangatan yang sesuai. Berbeda dengan susu-susu lain yang bisa rusak karena lama disimpan.

6. Tidak ada tindak pemalsuan pada air susu ibu, sementara pada susu-susu lain bisa terjadi tindak pemalsuan.

Atas dasar itu, dengan pasti dapat dikatakan bahwa air susu ibu adalah makanan yang bagus dan paling sesuai bagi anak dibandingkan makanan-makanan yang lain. Oleh karena itu, anak-anak yang diberi air susu ibu biasanya lebih sehat dan lebih kebal menghadapi penyakit dibandingkan anak-anak yang tidak diberi air susu ibu. Hampir seluruh para ahli mendukung teori ini.





19
Agar Tak Salah Mendidik

Islam dan Air Susu Ibu
Islam juga meyakini air susu ibu sebagai makanan terbaik bagi anak, dan merupakan sebuah hak alami.

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Tidak ada satu pun susu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai bagi anak dari air susu ibu."[156]

Sedemikian pentingnya kedudukan air susu ibu dalam Islam, sehingga para ibu sangat dianjurkan untuk menyusui anaknya dan bagi mereka disediakan pahala yang besar manakala melakukannya.

Rasulullah saw bersabda, "Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah membalas setiap isapan air susu yang diisap anak dengan pahala memerdekakan seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai menyusui anaknya malaikat pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu seraya berkata, 'Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu.'"[157]

Oleh karena itu, para ibu yang menginginkan pendidikan yang benar bagi anaknya sedapat mungkin ia harus menyusui anaknya, karena hal itu akan sangat membantu bagi kesehatan fisik dan jiwa anaknya.


Islam dan Pengaruh Air Susu Ibu
Islam meyakini jenis susu sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Oleh karena itu, pertama, Islam menganjurkan untuk teliti dalam memilih istri-yang kelak akan menjadi ibu bagi anak-anak. Pilihlah seorang wanita yang berakal, cantik, berakhlak baik, sehat dan kuat, supaya kelak Anda mempunyai anak yang cantik, kuat, sehat, pintar dan berakhlak baik. Kedua, Islam menekankan agar sedapat mungkin anak diberi air susu ibu. Ketiga, jika terpaksa mengambil pengasuh bagi anak-anak Anda, pilihlah pengasuh yang berakal, cantik, berakhlak baik dan sehat, karena meski bagaimana pun air susu sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Sebagai contoh, perhatikanlah hadis-hadis berikut:

Rasulullah saw bersabda, "Hindarilah menikah dengan wanita bodoh. Karena bergaul dengannya adalah sebuah bencana dan anak-anak yang dilahirkannya akan menjadi generasi yang hilang."[158]

Rasulullah saw bersabda, "Jangan engkau susui anak-anakmu dari air susu wanita bodoh, karena air susu akan membentuknya sebagaimana keadaannya."[159]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Perhatikanlah, siapa yang menyusui anak-anakmu, karena anak akan tumbuh sebagaimana keadaannya."[160]
Imam Muhammad Baqir as berkata, "Jangan engkau suruh wanita bodoh menyusui anak-anakmu, karena air susu akan menular, sehingga anak-anakmu akan tertular bodoh."[161]

Rasulullah saw bersabda, "Jangan engkau minta wanita bodoh dan lemah penglihatannya menyusui anak-anakmu, karena air susu akan menular."[162]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, "Sebagaimana untuk menikah engkau berusaha memilih wanita-wanita baik, maka untuk menyusui anakmu pun engkau harus menemukan wanita-wanita yang baik, karena air susu dapat merubah watak."[163]

Imam Muhammad Baqir as berkata, "Mintalah wanita-wanita cantik menyusui anakmu, dan hindari wanita-wanita jelek, karena air susu akan menulari."[164]

Pada hadis lain Imam Muhammad Baqir as berkata, "Mintalah wanita-wanita suci (yang senantiasa dalam keadaan wudhu) untuk menyusui anakmu, karena air susu itu menulari."[165]


Pengaruh Makanan pada Air Susu
Oleh karena air susu ibu terbuat dari makanan yang dikonsumsi ibu maka sudah barang tentu kualitas dan jumlah makanan yang dimakannya sangat berpengaruh pada kualitas dan jumlah air susunya, namun demikian watak khusus masing-masing wanita pun ada pengaruhnya di sini. Oleh karena itu, para ibu yang sedang menyusui anaknya harus memperhatikan makanan yang dikonsumsinya. Makanan yang dikonsumsi hendaknya beraneka ragam, dan jangan lupa mengonsumsi dari jenis buah-buahan, daun-daunan dan biji-bijian. Begitu juga, makanan-makanan cair sangat bermanfaat. Singkatnya, makanan ibu menyusui harus sempurna dan harus kaya dengan nutrisi, supaya ia tetap sehat dan air susu yang dihasilkannya kaya akan nutrisi. Dalam menyusun program makan ibu menyusui Anda dapat membaca buku-buku tentang makanan dan buku-buku yang berkenaan dengan kesehatan ibu menyusui.


Jadwal Pemberian Air Susu Ibu
Di antara para ahli terdapat perbedaan pendapat apakah pemberian air susu ibu kepada anak harus dijadwal atau tidak? Di sini, terdapat dua pendapat: sebagian berpendapat bahwa pemberian air susu ibu kepada anak secara terjadwal bukan hanya akan bermanfaat bagi anak tetapi juga bermanfaat bagi ayah dan ibunya, dan mereka menyebutkan beberapa kelebihannya, di antaranya:

1.Dengan cara ini anak menjadi terbiasa bahwa pada jam-jam tertentu ia minum susu, dan ini berarti sejak dini ia telah dibiasakan untuk menjaga keteraturan, sehingga di masa yang akan datang dalam kehidupannya ia sudah terbiasa memelihara keteraturan.

2.Dari sejak dini ia sudah tahu bahwa hidup punya perhitungan, dan ia tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada orang lain dengan berteriak, menangis atau membuat kekacauan.

3.Dengan cara ia belajar dan dilatih untuk dapat bersabar menghadapi tuntutan-tuntutan dirinya.

4.Dengan menjaga keteraturan, kesehatan alat pencernaannya akan terjaga dengan baik. Karena untuk tercernanya makanan dengan baik makanan perlu berada dalam lambung untuk beberapa waktu, dan selama jangka itu sebaiknya tidak ada makanan lain yang masuk. Karena, jika berbagai makanan masuk begitu saja ke dalam lambung secara tidak teratur dan menumpuk di sana, tentu akan sulit bagi lambung untuk mencernanya, dan hal ini akan dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan.

5.Manakala anak sudah terbiasa meminum air susu ibu secara teratur tentu ayah dan ibunya akan merasa leluasa.

Dengan alasan-alasan ini mereka sangat menekankan supaya anak diberi air susu ibu secara terjadwal pada jam-jam yang telah ditentukan.

Sementara kelompok yang kedua tidak menerima pendapat ini, mereka tidak hanya mengatakan tidak perlu memberikan air susu ibu secara terjadwal bahkan lebih jauh mereka mengatakan bahwa pemberian air susu ibu secara terjadwal justru akan memberikan pengaruh negatif bagi anak.

Mereka mengatakan, tidak perlu diberlakukan jadwal secara ketat dalam memberikan air susu ibu kepada anak, karena setiap kali anak merasa lapar ia akan memberi isyarat dengan cara menangis, dan saat itu ibu harus segera memberikan air susu kepadanya. Mereka menyebutkan beberapa keuntungan dengan cara ini:

1.Dengan cara ini anak akan lebih merasa aman dan terlindungi.

2.Anak mempunyai harapan dan pandangan positif kepada ibu dan orang-orang yang ada di sekelilingnya, dan ia tahu bahwa ketika ia memerlukannya dengan segera mereka akan membantunya.

3. Karena pada saat ia merasa lapar ibu segera memberinya makan maka ia tidak merasa kekurangan dan merasa tidak perlu bimbang.

Dengan alasan-alasan ini, kelompok kedua berpendapat sebaiknya masalah pemberian air susu ibu diserahkan kepada para ibu karena merekalah yang lebih mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana seharusnya mereka memberikan air susu kepada anaknya.

Untuk mendukung pendapatnya masing-masing kelompok telah memberikan alasannya, namun menurut hemat kami pendapat pertama-meskipun untuk melaksanakannya diperlukan kesungguhan-lebih baik dari pendapat kedua baik dari sisi kesehatan anak, dari sisi pendidikan akhlaknya maupun dari sisi kemudahan dan keleluasaan bagi ibu.

Benar, sebagaimana menurut pendapat kedua bahwa ketika anak merasa lapar dengan segera ibu datang menolongnya dan anak tidak perlu merasa resah dan khawatir, dan ia akan mempunyai pandangan yang positif kepada ibu dan orang-orang yang ada di sekelilingnya, namun tentunya anak akan menjadi terbiasa dengan keadaan ini, sehingga ketika sudah besar dan hidup di tengah-tengah masyarakat ia berharap semua orang bertindak seperti ibunya dalam menuruti semua keinginannya. Untuk mencapai tujuannya ia akan selalu berteriak sebagaimana yang biasa ia lakukan kepada ibunya, dan kalau bisa dengan cara memaksa, dan jika ia tidak dapat mencapai apa yang diinginkannya ia akan menganggap orang lain sebagai manusia-manusia yang tidak memiliki perasaan.

Sebaiknya sejak awal anak dibiasakan untuk menjaga keteraturan dan diberitahu bahwa hidup di dunia ada perhitungannya dan tidak senantiasa sejalan dengan keinginan seseorang. Di samping itu, dengan menjaga jadwal yang sudah diperhitungkan, maka aktivitas makan bukan hanya akan bermanfaat bagi orang-orang dewasa tetapi juga amat bermanfaat bagi sistem pencernaan bayi yang masih baru.

Islam mengecam makan berlebihan. Rasulullah saw bersabda,

"Hindari makan berlebihan, karena itu akan merusak pencernaan, mendatangkan penyakit dan membuat malas dalam beribadah."[166]

Amirul Mukminin as berkata, "Senantiasa kenyang akan mendatangkan berbagai penyakit."[167]

Akan menjadi kebaikan bagi anak jika sejak dini ia tidak dibiasakan untuk selalu kenyang dalam makan. Oleh karena itu, meminum air susu secara teratur dan terjadwal akan sangat bermanfaat bagi tubuh anak dan juga bagi pendidikan jiwanya.

Juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli mengenai jadwal dan jeda waktu pemberian air susu. Sekelompok dari mereka berpendapat sebaiknya setiap empat jam sekali anak diberi air susu, sementara yang lain merekomendasikan setiap tiga jam atau tiga jam setengah sekali. Sekelompok lain mengatakan, pada tiga bulan pertama sebaiknya diberikan setiap tiga jam sekali, dan setelah itu setiap empat jam sekali. Namun demikian semua mereka sepakat, pada malam hari jarak waktunya lebih lama, yaitu setiap enam atau lima jam sekali. Mereka juga sepakat bahwa pada setiap waktu pemberian air susu anak harus menyusu sampai kenyang.

Berikut ini ada beberapa poin penting yang ingin kami ingatkan:

1.Oleh karena tidak semua anak memiliki kondisi yang sama pada bangunan fisik dan alat pencernaannya, yang bisa saja pada kondisi-kondisi tertentu didapati keadaan-keadaan yang berbeda, maka alangkah baiknya jika dalam jadwal pemberian air susu para ibu berkonsultasi kepada dokter spesialis anak dan kemudian menaati petunjuk-petunjuknya.

2.Yang dimaksud bahwa anak harus diberi air susu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan bukan berarti bahwa ia harus diberi air susu tepat pada waktu yang telah ditentukan, tidak boleh lebih tidak boleh kurang, sehingga jika seandainya anak sudah merasa lapar setengah jam lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan dan ia menangis, ibu tetap harus sabar menunggu hingga tiba waktu menyusui, tetapi yang dimaksud ialah mengikuti sebuah jadwal yang teratur yang sekiranya terjadi percepatan atau keterlambatan beberapa menit pada keadaan tertentu tidak akan merusak jadwal.

3.Mungkin bagi sebagian ibu sangat sulit untuk terikat dengan jadwal menyusui secara teratur dan menganggap yang demikian itu tidak sesuai dengan perasaan seorang ibu, namun jika ibu-ibu ini mempunyai tekad dan sejak awal ia menyusui anaknya sesuai jadwal, tentunya secara perlahan-lahan mereka akan terbiasa dengan jadwal yang seperti ini dan mereka tidak akan sulit untuk mengikutinya.


Air Susu Ibu Tidak Mencukupi
Jika jumlah air susu ibu tidak cukup untuk mengenyangkan anak, seorang ibu tidak boleh menjadikan anaknya tidak memperoleh air susunya sama sekali dan menggantinya secara keseluruhan dengan susu lain, tetapi ia tetap harus memberikan air susu yang ada padanya dan untuk kekurangannya diganti dengan susu atau makanan lain.

Setelah air susu ibu, makanan yang terbaik bagi anak ialah susu sapi karena memiliki beberapa kesamaan dengan air susu ibu namun perlu diperhatikan hal-hal berikut:

1.Karena air susu sapi lebih kental dari air susu ibu maka sebaiknya ia ditambahkan terlebih dahulu dengan sedikit gula dan air mendidih hingga menyerupai air susu ibu dari sisi kekentalannya.

2.Hendaknya air susu sapi dididihkan terlebih dahulu selama dua puluh menit sehingga jika ada bakteri atau kuman ia akan mati.

3.Berikan air susu sapi kepada anak dalam keadaan tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin tetapi seukuran hangat air susu.

4.Usahakan sedapat mungkin memberikan air susu yang baru dan sehat.

5.Setiap kali hendak memberikan susu hendaknya botolnya dicuci terlebih dahulu dengan air panas, jangan sampai bercampur dengan sisa air susu sebelumnya.

6.Gendonglah anak pada saat memberi air susu sehingga seolah-olah ia meminum susu dari puting ibu, sehingga dengan begitu ia masih tetap dapat merasakan pelukan dan kasih sayang ibu.

Jika ingin menggunakan susu kering sebaiknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada seorang dokter spesialis anak dan memilih jenis susu sesuai dengan petunjuknya, karena susu kering mempunyai jenis yang bermacam-macam, yang belum tentu cocok bagi setiap anak dan bagi setiap usia. Hanya dokter yang dapat merekomendasikan kepada Anda dalam memilih jenis dan ukuran susu kering yang layak diberikan kepada anak. Jika setelah menggunakannya beberapa waktu lalu Anda merasa susu tersebut tidak cocok bagi anak Anda, Anda harus datang lagi ke dokter dan meminta jenis susu yang lain.


Larangan Memberikan Air Susu
Meskipun air susu ibu lebih bermanfaat bagi anak dibanding seluruh jenis makanan yang lain namun pada beberapa keadaan tertentu ibu tidak boleh memberikan air susu ibu kepada anaknya:

1.Pada saat ibu menderita penyakit menular berbahaya seperti penyakit paru-paru.

2.Pada saat ibu menderita penyakit berbahaya dan dokter mengatakan tindakan menyusui akan membahayakan diri si ibu, seperti penyakit jantung.

3.Seorang ibu yang mempunyai penyakit gila atau ayan.

4.Ibu-ibu yang suka minum minuman beralkohol atau kecanduan menggunakan zat-zat narkotika.

Pada keadaan-keadaan ini anak tidak boleh diberikan air susu ibunya dan sebagai gantinya ia diberi susu lain.


Makanan Tambahan
Sepanjang tahun pertama dan tahun kedua kehidupan anak yang menjadi makanan pokok anak adalah air susu ibu, dan itu harus terus berlangsung hingga akhir tahun kedua, karena air susu ibu adalah satu-satunya makanan yang paling sempurna dan cocok bagi pencernaannya, namun demikian anak juga tidak boleh hanya meminum air susu ibu tetapi secara bertahap ia juga harus mengenal makanan-makanan lain. Pada usia tiga bulan ke atas secara perlahan-lahan anak dikenalkan kepada makanan-makanan lain. Makanan yang diberikan kepadanya harus makanan yang sederhana, sempurna dan cair.

Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan memperkuat tulang perlu diberikan sup tulang yang dicampur wortel. Kepada anak perlu juga diberikan kentang dan telur yang direbus, biskuit, mentega, nasi, sup daging, daging ayam, buah-buahan segar, dan begitu juga sedikit minyak ikan.

Makanan anak harus beragam, sederhana, ringan, sesuai dengan pencernaannya dan sesuai dengan kebutuhannya, tidak boleh berlebihan. Untuk mula-mula, makanan yang diberikan harus makanan cair dan dengan porsi yang sedikit, baru setelah itu secara perlahan ditambah dan diberi makanan yang lebih berat.

Ketika gigi telah tumbuh boleh diberikan makanan-makanan yang perlu dikunyah. Namun, dalam periode ini air susu ibu tetap menjadi makanan yang terpenting bagi anak.


Menyapih Anak
Selama dua tahun anak menyusu kepada ibunya, dan ini merupakan hak alami anak yang telah ditetapkan Allah Swt, Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan (QS. al-Baqarah:233).

Imam Ja`far Shadiq as berkata, "Menyusui itu selama dua puluh satu bulan, jika kurang dari itu maka itu merupakan kezaliman bagi anak."[168]

Manakala seorang ibu tidak mempunyai halangan ia harus menyusui anaknya selama dua tahun atau paling sedikit dua puluh satu bulan, dan jika telah sampai dua tahun ia dapat menyapih anaknya. Menyapih anak bukan sebuah pekerjaan yang mudah, karena selama dua tahun anak telah terbiasa menyusu sehingga sulit baginya jika harus tidak menyusu. Sudah barang tentu untuk beberapa hari anak akan resah dan terus menangis, dan keadaan ini dapat saja membuatnya mempunyai pandangan yang jelek kepada ibunya dan meninggalkan kesan negatif dalam jiwanya.

Oleh karena itu, terlebih dahulu harus disiapkan hal-hal yang diperlukan dan anak dipersiapkan untuk bisa tidak lagi menyusu kepada ibunya. Seorang ibu yang pintar, sepanjang dua tahun secara perlahan-lahan ia mengenalkan anaknya kepada makanan-makanan lain, dan pada bulan-bulan terakhir secara perlahan-lahan ia mengurangi intensitas pemberian air susu ibu dan sebagai gantinya memberinya makanan yang lain.

Kemudian, pada bulan terakhir ia memberikan air susu ibu sesedikit mungkin, sehingga secara alami anak akan melupakan air susu ibunya. Ibu bisa saja memberi warna hitam pada teteknya atau melumuri sesuatu yang pahit pada putingnya sehingga anak tidak ada selera lagi untuk menyusu. Usahakan supaya anak disibukkan dengan sesuatu yang lain sehingga ia lupa untuk menyusu lagi. Namun jangan sekali-kali menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang menyeramkan karena bisa meninggalkan bekas negatif pada tubuh dan jiwanya. Alhasil, hanya dengan kesabaran, kesungguhan dan perencanaan anak dapat disapih dengan baik, tanpa harus meninggalkan luka pada jiwa anak.

Pada akhir pembahasan ada satu poin penting yang ingin saya ingatkan kepada para ibu:

Sebelumnya, sebagian besar zat-zat makanan yang dibutuhkan anak Anda diperoleh dari air susu ibu, setelah disapih tentunya ia kehilangan sumber makanan ini, oleh karena itu program makanannya harus diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi semua kebutuhannya. Zat-zat makanan yang dibutuhkan anak Anda meliputi antara lain:

1.Zat gula, seperti buah-buahan segar, roti dan kentang.

2.Zat lemak, seperti berbagai macam minyak-minyakan.

3.Zat protein, seperti telur ayam, daging, ikan, daging ayam dan susu.

4.Zat besi, terdapat dalam sayur-sayuran dan mentega.

5.Berbagai macam vitamin, terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian dan lemak ikan.

Di sini, saya tidak bisa menjelaskan secara rinci khasiat macam-macam makanan, dan untuk mengetahui itu Anda dapat membaca buku-buku yang telah ditulis khusus mengenai hal ini, namun demikian secara umum saya telah kemukakan bahwa makanan anak Anda harus beragam.[]




20