• Mulai
  • Sebelumnya
  • 12 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 9505 / Download: 2950
Ukuran Ukuran Ukuran
tragedi karbala

tragedi karbala

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Peristiwa Malam Asyura

Syeikh Mufid meriwayatkan kisah peristiwa malam Asyura dari Imam Ali Zainal Abidin Assajjad as

yang menceritakannya antara lain sebagai berikut:

"Pada malam sebelum hari dimana ayahku syahid aku sedang sakit dan dirawat oleh bibiku, Zainab.

Tanpa kuduga, tiba-tiba ayahku memasuki kemahku. Saat itu terdapat Jun, seorang budak yang sudah

dibebaskan oleh Abu Dzar, sedang membenahi pedang milik ayahku. Saat itu, ayahku sempat

melantunkan syair yang mengatakan:

'Hai zaman, persahabatan bukanlah sesuatu yang abadi, kecintaan tanpa permusuhan bukan sesuatu yang berarti. Cukuplah siang dan malam sebagian dari sahabat menghendaki pembunuhan sambil

menyembunyikan permusuhan. Namun, setiap kehidupan pastilah bergerak menuju kematian

sebagaimana aku, kecuali Tuhan Yang Maha Agung.'26

"Begitu mendengar syair ini aku yakin bahwa bencana akan segera tiba dan akan membuat manusia

mulia itu pasrah kepada kematian. Karena itu, aku tak kuasa menahan tangis meski aku dapat menahan

rasa takut. Namun, bibiku tak kuasa menahannya sehingga dia menangis keras dan membuka

kerudungnya sambil beranjak mendekati ayahku dan berkata:

'Hai kakakku dan cendera mataku! Hai khalifah para pemimpin terdahulu! Hai keindahan orang-orang

yang akan datang, alangkah bahagianya seandainya kematian dapat mengakhiri kehidupanku sekarang

juga.'27

"Ayahku berkata: 'Alangkah beratnya musibah ini. Alangkah indahnya seandainya kematian

mengakhiri kehidupanku. Kini aku bagai menyaksikan lagi kematian ibundaku, ayahandaku, dan

kakandaku Hasan. Hai generasi orang-orang terdahulu! Hai penolong generasi yang menyusul, hanya

kamulah yang aku miliki..' "28

Diriwayatkan pula bahwa saat itu Imam Husain as memandangi adik perempuannya, Zainab, dan

berkata:

"Hai adikku, syaitan tidak akan menghilangkan kesabaranmu. Sebagaimana penghuni langit juga akan

mati, penghuni bumi tidak akan ada yang tersisa. Segala sesuatu akan binasa kecuali Allah. Ketentuan

ada ditangan-Nya dan kepada-Nya-lah segala sesuatu akan kembali."29

Kata-kata terucap dari bibir Imam Husain as sementara kedua matanya menitikkan air mata. Beliau

berkata lagi:

"Burung belibis pun akan tentram dalam sarangnya bila ditinggalkan."30

Hazrat Zainab as terus menangis sambil merintihkan kata-kata:

"Betapa malangnya nasibku. Engkau terpaksa pasrah kepada kematian. Orang-orang telah meremukkan

batinku. Segala sesuatu kini sangat menyakitkan jiwaku." Sedemikian pedihnya perasaannya Hazrat

Zainab sehingga dia akhirnya terjatuh ke tanah.

Imam Husain as menghampirinya dan mengusapkan sisa air ke wajah adiknya sambil berkata:

"Tenanglah adikku. Bersabarlah karena kesabaran adalah suatu kebaikan yang diciptakan Allah.

Ketahuilah sesungguhnya penghuni langit dan bumi pasti akan mati. Tak ada sesuatu yang abadi

kecuali Allah. Kakekku, ayahku, dan saudaraku yang lebih baik dariku telah pergi meninggalkan

dunia. Bagiku dan bagi setiap muslim ketataan kepada Rasulullah."

"Demi hakku atasmu aku bersumpah semoga engkau sepeninggalku tidaklah mencakari wajahmu dan

mengharapkan kebinasaan."

"Sesungguhnya aku akan telah menyaksikan tak lama lagi engkau akan diperlakukan seperti budak.

Orang-orang menggiringmu di depan iring-iringan kuda dan menyiksamu dengan siksaan yang amat

buruk."31

Imam Ali Assajjad as berkisah: "Ayahku membawa bibiku ke hadapanku kemudian beliau kembali

mendatangi para sahabatnya untuk berunding tentang hari Asyura nanti."

Perundingan Pertengahan Malam Asyura

Hazrat Zainab as mengisahkan: "Pertengahan malam Asyura aku mendatangi tenda adikku, Abu Fadhl

Abbas. Aku menyaksikan para pemuda Bani Hasyim berkumpul mengelilinginya. Abu Fadhl berkata kepada

mereka:

'Saudara-saudaraku sekalian, jika besok perang sudah dimulai, orang-orang yang pertama kali bergegas

ke medan pertempuran adalah kalian sendiri agar masyarakat tidak mengatakan bahwa Bani Hasyim

telah meminta pertolongan orang lain tetapi mereka (Bani Hasyim) ternyata lebih mementingkan kehidupan mereka sendiri ketimbang kematian orang-orang lain...'

"Para pemuda Bani Hasyim itu menjawab: 'Kami taat kepada perintahmu.'"

Hazrat Zainab juga berkisah: "Dari kemah itu kemudian aku mendatangi tenda Habib bin Madhahir.32

Aku mendapatinya sedang berunding dengan beberapa orang non-Bani Hasyim. Habib bin Madhahir

berkata kepada mereka:

'Besok, tatkala perang sudah dimulai, kalianlah yang harus terjun terlebih dahulu ke medan laga, dan

jangan sampai kalian didahului oleh satupun orang dari Bani Hasyim, karena mereka adalah para

pemuka dan junjungan kita semua...' "

"Para sahabat Habib bin Madhahir berkata: 'Kata-katamu benar, dan kami akan setia mentaatinya.' "

Malam Asyura itu seakan diharapkan segela berlalu untuk menyongsong pagi dan siang yang akan

mementaskan adegan keberanian pahlawan-pahlawan Karbala yang bersenjatakan keperkasaan iman

dan semangat pengorbanan yang besar, semangat altruisme yang kelak terpahat dalam prasasti

keabadian sejarah.

Namun demikian, kegagah beranian para pejuang Islam tentu saja mempersembahkan adegan haru

biru yang merenyuhkan simpati, empati, dan hati nurani setiap insan sejati. Karenanya, dalam kitab

Maqtal Al-Husain tercatat untaian syair yang menyatakan:

"Seandainya hari Asyura itu mengerti apa yang akan terjadi di dalamnya,

niscaya fajarnya tidak akan menyemburat dan bersinar

sebagaimana mentarinya juga tak akan mengguyur cahaya untuk menyajikan siang."

Imam Husain as dan para pengikutnya kemudian menghabiskan saat-saat malam Asyura itu dengan

ibadah dan munajat. Rintihan dan doa mereka terdengar bagai dengung lebah. Masing-masing

melarutkan diri dalam suasana khusuk sujud, dan tengadah tangan doa di depan Allah SWT.

Malam Asyura adalah malam perpisahan keluarga suci Rasulullah saaw di alam fana. Saat itu adalah

malam pembaharuan janji dan sumpah setia yang pernah dinyatakan di alam zarrah untuk kemudian

dibuktikan pada hari Asyura.

Imam Husain as sendiri sangatlah mendambakan terlaksananya janji itu. Malam itu Allah mengutus

malaikat Jibril as untuk membawakan catatan ikrar yang pernah dinyatakan Imam Husain as agar cucu

Rasul ini memperbaharui janjinya itu. Saat tiba di depan Imam Husain as, Jibril as berkata:

"Hai Husain, Allah SWT telah berfirman: 'Jika kamu menyesali janjimu itu, maka boleh

menggagalkannya, dan Aku akan memaafkanmu.'"

Imam Husain as menjawab: "Tidak, aku tidak menyesalinya."

Malaikat Jibril as kemudian kembali ke langit, dan tatkala fajar menerangi cakrawala untuk

menyongsong pagi, Imam Husain as dan rombongannya yang sudah kehabisan bekal air terpaksa

bertayammum untuk menunaikan solat Subuh jamaah. Seusai tahiyat dan salam Imam Husain as

berdoa kepada Al-Khalik:

"Wahai Engkau Sang Maha Penolong orang-orang suci, Wahai Sang Maha Pengampun di hari

pembalasan, sesungguhnya ini adalah hari yang telah Engkau janjikan, dan hari dimana kakekku,

ayahku, ibuku, dan kakakku ikut menyaksikan."

Imam Husain as kemudian membaca awal surat Al-waaqi'ah:

اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ

"Tatkala peristiwa besar (hari kiamat) terjadi, tidak ada seorangpun yang dapat mendustakan

kejadiannya." (QS. Al Waaqi'ah: 1-2)

Malaikat Jibril as berkata: "Hai Husain, hari ini engkau harus terjun ke medan laga dengan jiwa yang penuh kerinduan sebagaimana kerinduan setiap orang kepada kekasihnya."

Imam Husain as menjawab: "Hai Jibril, sekarang lihatlah mereka yang terdiri dari orang-orang tua dan

muda, kaya dan miskin, serta para wanita yang rambutnya sudah lusuh, para hamba sahaya, dan para

anggota rumah tangga ini telah aku bina sedemikian rupa sehingga untuk menjadi tawananpun mereka

siap. Mereka inilah Ali Akbar, Abbas, Qasim, 'Aun, Fadhl, Jakfar, serta para pemuda yang sudah

dewasa, dan inilah mereka sekumpulan kaum wanita dan anak-anak, mereka semua telah aku bawa aku

korbankan sebelum kemudian akupun akan menyerahkan nyawaku."

Jibril as menjawab: "Hujjahmu sudah sempurna, maka sekarang bersiaplah untuk menyambut cobaan

besar.."

Jibril as kemudian terbang ke langit sambil berseru: "Hai pasukan Allah, segeralah mengendarai kuda!"

Mendengar suara ini, segenap pasukan Imam Husain as bergegas mengendarai kuda kemudian

membentuk barisan kecil di depan barisan raksasa pasukan musuh.

Saat pasukan Umar bin Sa'ad juga sudah mengendarai kuda dan siap membantai Imam Husain as dan

rombongannya, Imam Husain as memerintahkan Barir bin Khudair untuk mencoba memberikan nasihat

lagi kepada musuh. Namun, apalah artinya kata-kata Barir untuk musuh yang sudah menutup pintu hati

nurani mereka itu. Apapun yang dikatakan Barir sama sekali tidak menyentuh jiwa dan perasaan

mereka.

Dalam keadaan sedemikian rupa, Imam Husain as bertahan untuk tidak memulai pertempuran antara

pasukan hak dan pasukan batil itu. Sebaliknya, beliau masih membiarkan dirinya tenang manakala

pasukan Umar bin Sa'ad sudah mulai berulah di sekeliling perkemahan Imam Husain as dengan

menggali parit dan menyulut kobaran-kobaran api.

Saat suasana bertambah panas, Syimir bin Dzil Jausyan berteriak keras memanggil Imam Husain as.

"Hai Husain!" Pekik Shimir, "Adakah kamu tergesa-gesa untuk masuk ke dalam neraka sebelum hari

kiamat nanti?!"

Begitu mengetahui suara itu berasal dari mulut Syimir, Imam Husain as membalas: "Hai anak

pengembala sapi, kamulah yang pantas menghuni neraka."

Melihat kebejatan Syimir kepada cucu Rasul itu, Muslim bin Ausajah mencoba melepaskan anak

panahnya ke tubuh Syimir. Namun Imam Husain as mencegahnya.

"Jangan!" Seru Imam Husain as. "Sesungguhnya aku tidak ingin memulai peperangan."33

Penuntasan Hujjah

Demi menuntaskan hujjahnya, Imam Husain as kemudian berseru kepada manusia-manusia durhaka

itu:

"Hai orang-orang, coba kalian perhatikan kata-kataku. Kalian semua tahu siapa aku dan dengan

siapakah nasabku bersambung. Kembalilah kalian hati nurani kalian, niscaya kalian akan mencela diri

kalian. Cobalah kalian sadari, apakah maslahat untuk kalian jika kalian membunuhku?! Bukankah aku

adalah petera dari puteri Nabi kalian? Bukankah aku adalah putera washi dan sepupu nabi kalian?

Bukankah aku adalah putera washi Nabi yang telah beriman sebelum orang lain beriman serta

mengakui kebenaran apa yang dibawa Nabi dari Allah? Bukankah Hamzah, pemuka kaum syuhada,

adalah paman ayahku? Bukankah Jakfar yang terbang di dalam surga dengan kedua sayapnya itu

adalah pamanku? Bukankah tentang aku dan kakakku, Hasan, kalian telah mendengar sabda Rasulullah

SAWW: 'Sesungguhnya keduanya adalah pemuka kaum pemuda penghuni surga'?

"Hai orang-orang, jika kalian mengakui kebenaran kata-kataku, kalian akan pasti mengetahui mana

yang hak. Demi Allah, Allah memusuhi para pendusta, dan karenanya aku tidak akan berdusta. Hai

orang-orang, seandainya kalian meragukan kebenaran kata-kataku, apakah mungkin kalian meragukan

bahwa aku adalah putera dari puteri Nabi kalian? Demi Allah, baik di tengah kalian maupun di tengah

orang-orang lain, tidak ada putera dari puteri Nabi selain aku.

"Alangkah celakanya kalian. Adakah kalian hendak menuntut darahku sedangkan aku tidak pernah

membunuh siapapun diantara kalian? Adakah kalian akan meng-qisasku sedangkan aku tidak pernah

mengusik harta benda kalian atau melukai seseorang dari kalian?"

Semua orang terdiam mendengar kata-kata Imam Husain as. Tak seorang pun berani menjawab. Beliau

berseru lagi:

"Hai Syaits bin Rab'ii, Hai Hajjar bin Ajbar, hai Qais bin Asy'ats, hai Zaid bin Harits, bukan kalian telah menulis surat kepadaku dan menyatakan: 'Buah di pohon-pohon kami telah matang, kebun-kebun

kami telah hijau, dan jika engkau datang kepada kami niscaya kami akan mempersiapkan pasukan

untukmu'?"

Qais bin Asy'ats tiba-tiba menjawab: "Kata-katamu ini sudah tidak ada gunanya lagi. Kamu tak usah

berperang dan lebih baik menyerah kepada anak-anak pamanmu itu karena mereka tidak akan berbuat

buruk kepadamu."

Imam Husain as berkata: "Demi Allah, aku tidak akan menyerah kepada kalian. Aku tidak bersedia

menjadi orang hina di depan orang-orang durhaka. Aku tidak akan membebani diriku dengan ketaatan

kepada aturan manusia-manusia yang terbelenggu."

Puteri Fatimah Azzahra ini kemudian membacakan dua ayat suci dalam AlQuran dengan suara lantang:

وَاِنّي عُذْتُ بِرَبّي وَرَبّكُمْ اَن تَرْجُمُونِ

"Sesungguhnya aku hanya berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian dari kehendak kalian untuk

merajamku." (QS. Ad Dukhaan: 20)

وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ

"Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian dari setiap manusia takabur yang

tak beriman kepada hari pembalasan." (QS. Ad Dukhaan: 27)

Imam Husain as kemudian meminta Umar bin Sa'ad datang mendekati beliau. Meski dengan berat hati

dan gengsi, Ibnu Sa'ad itu memenuhi permintaan Imam Husain as.

"Hai Ibnu Sa'ad!" Cecar Imam Husain as. "Apakah kamu akan membunuhku supaya Abdullah bin

Siyad si anak zina dan putera zina itu menyerahkan kekuasaan di Rey dan Jurjan kepadamu? Demi

Allah, apa yang kamu harapkan itu tidak dapat kamu capai. Kamu tidak menyaksikan hari yang kamu

harapkan akan menuai ucapan selamat atas kekuasaanmu di dua wilayah itu. Aku seakan sudah melihat

bagaimana kepala tertancap diujung tombak kemudian dilempari oleh anak-anak kecil di Kufah."

Kata-kata Imam Husain as ini memancing emosi Umar bin Sa'ad. Dia segera berpaling ke arah

pasukannya sambil berteriak: "Menunggu apa kalian? Cepat bereskan si pemalas ini. Seranglah Husain

dan para pengikutnya yang jumlahnya hanya segelintir itu."

Imam Husain as segera bergegas menunggangi kudanya. Orang-orang yang ada masih tetap dimintanya

untuk tenang lagi. Ketika mereka masih bersedia diam, beliau menyampaikan sebuah khutbah yangn

diawali dengan puja puji kepada Allah dan salam serta salawat kepada para nabi dan rasul serta para

malaikat Allah. Dalam khutbahnya beliau antara lain berkata kepada pasukan musuh sebagai berikut:

"Celakalah kalian semua! Kemiskinan dan kesengsaraan adalah nasib kalian tadinya dengan penuh

antusias telah menganggapku sebagai penyambung lidah kalian sehingga kamipun datang dengan

maksud menolong kalian. Namun, pedang-pedang yang tadinya adalah milik kami lalu kami serahkan

kepada kalian kini telah kalian hunus untuk menghabisi kami. Kobaran api yang tadinya kami kobarkan

untuk melawan musuh kami dan kalian kini kalian kobarkan terhadap kami. Kalian berkomplot dengan

musuh untuk menumpas teman-teman kalian sendiri. Padahal musuh-musuh itu tidaklah menerapkan

keadilan di tengah kalian sehingga kalian pun tidak memiliki harapan yang baik di tengah mereka.

"Karena itu celakalah kalian semua! Di saat pedang-pedang masih tersimpan di dalam sarangnya,

ketika jiwa semua orang masih tenang dan tak ada yang berpikir untuk berperang, mengapa sejak itu

pula kalian enggan membiarkan kami tenang?! Sebaliknya kalian malah seperti gerombolan hama

yang mengalir menuju bencana, dan ibarat kumpulan kupu-kupu yang terbang centang perenang di

tengah bencana.

"Celakalah kalian, hai para budak dan orang-orang pinggiran! Hai orang-orang yang berpaling dari

Kitab Allah! Hai para pendurjana! Hai air ludah yang mengalir dari mulut syaitan! Hai para pemadam

sunnah Ilahiah! Adakah kalian masih akan membantu kelompok musuh dan membiarkan kami tertindas

sendirian?"

Imam Husain as kemudian membacakan ayat-ayat suci AlQuran sebagai berikut:

وَلاَ يَحْسَبَنّ الّذِينَ كَفَرُواْ اَنّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لّاَنفُسِهِمْ اِنّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُواْ اِثْماً وَلَهْمُ عَذَابٌ مّهِينٌ

مّا كَانَ اللّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا اَنتُمْ عَلَيْهِ حَتّىَ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطّيّبِ وَمَا كَانَ

اللّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنّ اللّهَ يَجْتَبِي مِن رّسُلِهِ مَن يَشَاءُ فَامِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَاِن

تُؤْمِنُواْ وَتَتّقُواْ فَلَكُمْ اَجْرٌ عَظِيمٌ

"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada

mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh kepada mereka

hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan. Allah

sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini,

sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)." (QS. Al Imran: 178-179)

"Demi Allah, perbuatan makar kalian ini bukanlah yang pertama kalinya. Perbuatan ini sudah

mengakar dan mendarah daging dalam diri kalian. Darinyalah dahan-dahan kalian tumbuh dan terawat.

Kalian adalah buah paling najis dari pohon ini dan kini sedang dikulum oleh pemilik yang

mengawasinya, tetapi di saat kalian nanti sudah menjadi duri dan tulang yang mengganjal tenggorokan

niscaya kalian akan ditelan begitu saja."

"Ketahuilah, Ubaidillah bin Siyad, anak zina putera si anak zina itu telah menghadapkanku pada dua

pilihan; berperang mengangkat pedang dan meneguk syahadah, atau pasrah kepada kehinaan, tetapi

alangkah jauhnya kehinaan itu dari kami.

"Allah tidak menerima kehinaan menimpa kami. Rasulullah dan orang-orang yang beriman juga tidak

menerimanya. Kesucian yang telah membina kami sama sekali tidak memperkenankan kami berada di

bawah kezaliman dan penganiayaan. Mereka semua tidak akan merestui keputusan kami untuk lebih

mengutamakan ketaatan kepada manusia-manusia durjana dan hina daripada kematian sebagai manusia

agung dan mulia.

"Ketahuilah bahwa aku bersama segelintir jamaahku ini telah siap berperang walaupun jumlah kami

kecil dan tak akan ada lagi orang yang membantu kami.

"Keengganan berkorban demi suatu kecintaan adalah pantangan bagi kami. Keengganan seperti ini agar

kami dapat tidur nyenyak adalah pantangan bagi kami. Kamilah orang-orang yang tak kenal lelah.

Dalam ajaran kami tidak akan ada pengenduran tali pinggang."

Imam Husain as kemudian mengaitkan kata-katanya dengan bait-bait syair Farwah bin Musaik

AlMuradi. Dari beberapa bait syair itu beliau mengungkapkan tamsil sebagai berikut:

"Seandainya kami menang dan berhasil mengalahkan musuh maka ini bukan sesuatu yang baru bagi

kami karena sejak dulu kehendak dan kejadian seperti ini sudah pernah kami alami. Namun, seandainya

kamipun tak berdaya maka itu bukan berarti kami telah kalah karena niat dan kehendak kami adalah

demi kebaikan dan takwa, dan makna sedemikian ini tidak akan pernah mengenal kata kalah.

"Seandainya kematian menarik diri dari suatu kaum, maka kematian akan mereggut suatu kaum yang

lain, dan sesungguhnya tak ada satupun manusia yang bisa lolos dari kematian. Kematian inilah yang

telah meniadakan para pemuka kaum kami, sebagaimana ia telah meniadakan kaum-kaum terdahulu.

"Seandainya para raja dan penguasa bumi di alam dunia dapat hidup abadi, niscaya kamipun akan

dapat hidup abadi. Seandainya orang-orang besar dapat bertahan hidup, maka kami pun juga akan

bertahan hidup. Akan tetapi keabadian (di alam dunia) tidak akan pernah ada.

"Maka dari itu, katakanlah kepada mereka yang menghujat kami: 'Sadarlah kalian, dan ketahuilah

bahwa kalian juga akan menyongsong kematian sebagaimana kami.'

"Demi Allah, setelah syahadahku nanti, kalian tidak akan bisa menggapai apa yang kalian dambakan.

Kalian tidak akan bisa lama-lama di dunia ini. Seperti saat kalian berkelana dengan mengendarai,

kalian akan merasakan waktu ini hanya seperti putaran batu penggilingan yang mengelilingi kalian.

Dan karena porosnya berkutat pada kalian maka kalian tertambat pada keraguan. Ini adalah suatu

perjanjian yang dijalin ayahku dengan restu kakekku.

"Sekarang coba kalian pertemukan pandangan kalian dengan pikran para komplotan kalian. Cobalah

kalian pikirkan lalu ambillah keputusan karena kalian tahu pasti urusan kalian sendiri. Pikirkan matang-matang agar kalian tidak menyesal dan tertimpa beban pikiran. Jika ini sudah kalian pikirkan, maka

kalian tak usah ragu-ragu dalam menyerangku. Habisilah aku sesegera mungkin!

"Aku bertawakkal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian semua. Tak sesuatu yang bergerak di

muka bumi ini kecuali sudah ditentukan dalam kodrat-Nya. Saya yakin bahwa Tuhanku ada di pihak

yang benar."34

Imam Husain as kemudian menghadapkan wajahnya ke arah para sahabatnya. Setelah mengucapkan

pujian kepada Allah beliau berkata:

"Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha Mulia telah meridhai terbunuhnya kalian dan aku

pada hari ini, maka sabarlah kalian dan bersiaplah untuk berperang."35

Demi menuntaskan hujjahnya lagi, beliau berkata kepada para sahabat dan pengikutnya:

"Hai putera-putera yang mulia, bertabah kalian, karena sesungguhnya kematian ini tak lain adalah

jembatan yang akan kalian titi dari penderitaan menuju surga yang sangat luas, menuju kenikmatan

yang abadi. Maka janganlah kalian khawatir untuk berpindah dari penjara menuju istana, sedangkan

musuh-musuh kalian tak lain ibarat orang yang dipindahkan dari istana menuju penjara dan siksaan.

Mengutipkan sabda Rasulullah, ayahku pernah berkata kepadaku: 'Sesungguhnya dunia adalah penjara

bagi orang yang beriman dan surga bagi orang yang kafir. Kematian adalah jembatan menuju surga

bagi mereka yang beriman serta merupakan jembatan menuju neraka bagi mereka yang kafir. Aku

tidaklah berdusta dan tidak pula didustai."36

Istighotsah Imam Husain as dan Taubat Hur

Imam Husain as kemudian berdoa:

"Ya Allah, janganlah Engkau turunkan air hujan dari langit untuk kaum ini. Azablah mereka dengan

kekeringan dan kelaparan seperti pada zaman nabi Yusuf. Kuasakan atas mereka nanti Astsaqafi agar

mereka merasakan kegetiran karena mereka telah mendustakan kami, menisbatkan kebohongan kepada kami, dan menyia-nyiakan kami.

"Ilahi, kami bertawakkal kepada-Mu. Kepada-Mulah kami dan segala sesuatu pasti akan kembali."37

Imam Husain as kemudian mendekati para pengikutnya dan berkata: "Bersabarlah, sesungguhnya Allah

telah mengizinkan kalian untuk berperang hingga titik penghabisan. Sesungguhnya kalian semua akan

terbunuh kecuali Ali bin Husain."38

Imam Husain as yang sudah siap bertempur berkata lagi:

"Adakah lagi seseorang yang akan menolongku demi mendapatkan keridhaan Allah? Adakah lagi

seseorang yang siap membela kehormatan Rasulullah?"

Syaikh Mufid ra dalam kitabnya mengisahkan: saat mendengar istighotsah Imam Husain as, perasaan

Hur bin Yazid tersentuh sehingga dia datang mendekati Umar bin Sa'ad.

"Hai Umar, apakah kamu akan tetap memerangi orang ini?" Tanya Hur.

"Ya, demi Allah" Jawab Umar Bin Sa'ad. "Kita akan kobarkan perang yang paling dahsyat dimana

paling tidak kepala-kepala mereka harus terpenggal sebagaimana tangan-tangan mereka harus

terpotong dari jasad-jasad mereka.", tambah Umar.

"Apakah tidak mungkin perbuatan ini dipertimbangkan lagi?"

"Itu mungkin saja seandainya kekuasaan ada di tanganku, namun pemimpinmu, Ubaidillah, tidak

menghendaki perdamaian dan pembenahan kebijakan seperti itu."

Dengan hati kecewa Hur beranjak dari tempat Umar bin Sa'ad lalu terpaku di sebuah tempat di dekat

Qurrah bin Qais, salah satu orang dekatnya. Hur bertanya kepada Qurrah: "Hai Qurrah, sudahkah kamu

memberi minum kudamu hari ini?". "Belum" Jawab Qurrah.

"Maukah kamu memberinya minum sekarang?" Tanya Hur lagi.

Dari pertanyaan ini, Qurrah curiga bahwa Hur berniat keluar dari rombongan pasukan, pergi, dan

seterusnya. Namun, di luar dugaan itu, Hur ternyata perlahan-lahan bergerak mendekati Imam Husain

as. Begitu sampai di hadapan beliau, Hur meletakkan telapak tangan di kepalanya sambil berseru:

"Ya Allah, aku kembali kepada-Mu. Ya allah, ampunilah aku yang telah membuat para pecinta dan

putera-puteri rasul-Mu menderita dan ketakutan."

Saat melihat Hur mendekati Imam Husain itu, sebagian orang menduganya akan memulai peperangan.

Namun, mereka baru sadar dugaan itu salah setelah melihat Hur membalikkan perisainya. Saat itu Hur

datang menyapa Imam Husain as dimulai dengan ucapan salam takzim dan hormat lalu menyusulnya

dengan kata-kata:

"Hai putera Rasul, aku siap berkorban untukmu. Aku adalah orang yang beberapa waktu lalu telah

mencegat perjalananmu, mencegahmu pulang, lalu menggiringmu ke tanah yang penuh dengan petaka

ini tanpa aku tahu sebelumnya bahwa orang-orang ini akan menolak kata-katamu dan memperlakukan

dirimu sedemikian rupa. Demi Allah, seandainya aku tahu inilah yang akan terjadi, tidak mungkin akan

berbuat seperti itu kepadamu. Sekarang aku menyesal, tetapi apakah mungkin Allah akan menerima

taubatku?"

Imam Husain as menjawab: "Allah pasti akan menerima taubatmu." Beliau meminta Hur supaya

beristirahat, namun Hur malah meminta restu beliau untuk segera memulai perjuangan di depan musuh.

Imam pun berkata: "Semoga Allah merahmatimu. Aku mengizinkanmu berjuang."

Hur kemudian meminta diri dari Imam Husain as dan pergi mendekati pasukan Umar bin Sa'ad yang

kini sudah menjadi musuhnya. Di depan mereka Hur memberondongkan kata-kata pedas dan kutukan.

Begitu kata-kata Hur tuntang, beberapa orang pasukan Ibnu Sa'ad membidikkan anak panah ke arah

Hur. Hur bergegas pergi menghadap Imam Husain as untuk memohon instruksi penyerangan.

Serentak dengan ini, Umar bin Sa'ad berteriak kepada budaknya: "Hai Darid, cepat maju!" Umar

mengambil sepucuk anak panah dan memasangnya ke tali busur sambil berteriak lagi: "Hai orangorang,

saksikanlah bahwa akulah orang pertama yang membidikkan anak panah ke arah pasukan

Husain." Anak panah itupun melesat.

Sayid Ibnu Thawus meriwayatkan, melesatnya anak panah Umar bin Sa'ad segera disusul dengan hujan

panah dari anak buahnya ke arah pasukan Imam Husain as. Imam Husain pun menurunkan instruksi

untuk melakukan perlawanan.