• Mulai
  • Sebelumnya
  • 9 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 8917 / Download: 2695
Ukuran Ukuran Ukuran
Pernikahan Ummu Kulsum dengan Umar

Pernikahan Ummu Kulsum dengan Umar

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Bagian Kedua

Evaluasi Sanad Riwayat

Evaluasi Sanad-Sanad Riwayat

Riwayat-riwayat yang telah anda baca, sanad-sanad terpentingnya berasal dari kitab-kitab Ahlu Sunah. Sebagian riwayat berkaitan dengan peristiwa Imam Ali as menikahkan putrinya dengan Umar secara langsung, sebagian lagi berkenaan dengan pernikahan Ummu Kultsum sepeninggal Umar, dan sebagian lainnya berkenaan dengan wafatnya dan putranya.

Berdasarkan metode dan kaidah ilmu hadits Ahlu Sunah, dan dengan merujuk pendapat para ulama dalam ilmu Rijal, jika kita mengevaluasi sanad riwayat-riwayat tersebut, kelak akan menjadi jelas bahwa inti cerita itu tidak berdasar sama sekali, apa lagi detil ceritanya.9

Kini sebelum menjelaskan sanad-sanad riwayat, kami akan menjelaskan beberapa poin penting:

1. Riwayat tentang pernikahan Umar dengan Ummu Kultsum tidak pernah disebutkan dalam dua kitab

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Penyusun kedua kitab tersebut mengkritik riwayat tersebut dan tidak menampilkannya di dalam kitab mereka.

2. Riwayat-riwayat tersebut juga tidak ada dalam kitab-kitab yang disebut Ahlu Sunah sebagai Shihah. Oleh karena itu, para penulis dan penyusun kitab-kitab Shihah Ahlu Sunah sepakat untuk tidak mencantumkan riwayat-riwayat itu dalam kitab mereka.

3. Kisah pernikahan Ummu Kultsum dengan Umar juga tidak disebutkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, dan Ahmad bin Hanbal sendiri serta yang lainnya berkata

bahwa segala yang tidak disebutkan dalam kitab ini - Musnad Ahmad -adalah riwayat yang tidak shahih...10

Perlu difahami bahwa Ahlu Sunah sering kali tidak pernah mau membahas riwayat-riwayat yang memiliki sanad shahih atau bahkan menjadikannya sebagai dalil, hanya karena riwayat tersebut tidak tercantum dalam

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim serta kitab-kitab shahih lainnya!

Hal penting dalam masalah ini

Hal terpenting dalam pembahasan ini adalah:

Cerita ini dalam sebagian riwayat dinukil dari perkataan Imam-Imam Ahlul Bait as dan dari perawi-perawi mereka. Riwayat-riwayat tersebut ada dalam kitab-kitab seperti Ath-Thabaqât Ibnu Sa'ad, Al-Mustadrak Hakim, As-Sunan Al-Kubra Baihaqi dan Ad-Dzurriyah At-Thâhirah Dulabi.

Tentang riwayat-riwayat ini ada dua poin yang perlu dijelaskan:

Pertama: Setelah bertahun-tahun kami mengevaluasi riwayat-riwayat dan hadits-hadits Ahlu Sunah, kami menemukan bahwa: Ketika Ahlu Sunah dan para penentang Ahlul Bait as ingin menyatakan suatu hal yang bertentangan dengan Syiah, mereka memalsukan sebagian riwayat dan mengaku bahwa riwayat-riwayat tersebut berasal dari Imam-Imam Syiah.

Ketika mereka ingin menghina Nabi saw, sang putri Fathimah as dan Imam Ali as, mereka memalsukan kisah lamaran Imam Ali as terhadap putri Abu Jahal melalui lisan Ahlul Bait as.11

Saat mereka ingin menyebarkan isu bahwa mut'ah adalah haram dan memprotes Ibn Abbas –yang sampai akhir umur menganggapnya halal-, mereka memalsukan riwayat-riwayat yang berisi diharamkannya mut'ah dan protes Ibn Abbas kepada Imam Ali as lalu mereka membuat hadits dengan dinisbatkan pada keturunan sucinya.12

Ketika mereka ingin menciptakan hadits-hadits palsu yang memuji para sahabat, mereka membuat hadits yang diaku sebagai hadits Imam Shadiq as yang berisi bahwa sahabat-sahabat nabi bagaikan bintang-bintang di langit.13

Oleh karena itu tak ayal bahwa kisah pernikahan Ummu Kultsum dengan Umar adalah hal yang sama pula.

Kedua: Ahlu Sunah menyatakan bahwa hadits itu diriwayatkan dari Imam Shadiq as dari ayahnya (sebagaimana yang disebutkan dalam Ath-Thabaqât Ibnu Sa'ad), atau dari Imam Shadiq as dari ayahnya dari Imam Sajjad as (sebagaimana yang disebutkan oleh Hakim dalam Al-Mustadrak), atau diriwayatkan dari Hasan bin Hasan (sebagaimana yang disebutkan dalam

Al-Dzurri'ah Ath-Thâhirah), atau dari Hasan bin Hasan dari ayahnya (sebagaimana yang disebutkan oleh Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra).

Oleh karena itu jika mereka bermaksud berdalil dengan riwayat-riwayat tersebut, maka bagi mereka, mereka harus mempercayai kebenaran sanad-sanad riwayat tersebut.

Berdasarkan hal itu, Ahlu Sunah tak dapat berdalil dengan riwayat-riwayat itu, karena Ibnu Sa'ad, penulis Ath-Thabaqât Al-Kubra, secara terang-terangan tidak menerima Imam Shadiq as dan berkata:

"Ia mempunyai banyak hadits yang mana kita tidak dapat berdalil dengan semua hadits itu dan hadits-haditsnya lemah. Suatu hari ia ditanya: "Apakah hadits-hadits ini kau dengar dari ayahmu?" Ia menjawab: "Ya, benar." Lalu di saat lainnya ia ditanya dengan pertanyaan yang sama namun ia menjawab: "Aku menemukan hadits-hadits itu di kitab-kitabnya."13

Begitu pula hadits yang dinyatakan Hakim dinukil dari Imam Shadiq as dari Imam Sajjad as dalam Al-Mustadrak dan ia menyebutnya shahih, namun Dzahabi seusai menukil hadits itu berkata: "Hadits tersebut munqati' (terpotong)."14

Bahaqi berkata mengenai hadits tersebut: "Itu adalah hadits yang mursal."15

Dan hadits yang diriwayatkan dari Hasan bin Hasan dalam kitab Al-Dzurriyyah Ath-Thahirah juga begitu; lebih dari itu, perawi-perawi hadits tersebut juga dianggap dhaif sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

Yang jelas, dalam sebuah riwayat dalam As-Sunan Al-Kubra Baihaqi disebutkan bahwa hadits tersebut diriwayatkan dari Hasan bin Hasan dari ayahnya, yang mana tidak terjadi keterputusan (inqitha') di sini; namun sanadnya, dengan beberapa pertimbangan, tidak dapat diterima. Khususnya perawi hadits itu, yang meriwayatkan dari Hasan bin Hasan, adalah Ibnu Abi Malikah. Kami akan menjelaskan lebih lanjut permasalahan ini.

Di sisi lain, jika maksud mereka menukilkan riwayat-riwayat ini adalah supaya membuat Syiah mengakuinya, karena riwayat-riwayat itu dari para Imam Ahlul Bait as, Syiah pasti akan mengakui, namun dengan syarat, menurut Syiah perawi-perawi riwayat tersebut dapat dipercaya (muwattsaq), dan ini adalah permulaan pembahasan Syiah dengan Ahlu Sunah.

Oleh karena itu, tidak validnya riwayat-riwayat tersebut telah jelas. (Dan riwayat-riwayat lain mereka dalam masalah ini pun -secara pasti- juga tidak valid.)

Namun meskipun begitu kita tetap akan membahasnya secara rinci.

Pertama-tama, kita akan membahas tentang sanad riwayat yang disebutkan dalam As-Sunan Al-Kubra Baihaqi yang diriwayatkan dari Imam Baqir as dari ayahnya Imam Sajjad as, dan dalam Al-Istii'ab yang diriwayatkan dari Imam Baiqr as dan dalam As-Sunan Al-Kubra juga diriwayatkan dari Hasan bin Hasan. Setelah itu baru kita membahas sanad-sanad lainnya hingga akhir pembahasan.

Riwayat ini disebutkan oleh Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra menukil dari Hakim Abu Abdillah Neisyaburi dari Imam Baqir as dari ayahnya Imam Sajjad as, yang mana dalam silsilah sanadnya terlihat ada Ahmad bin Abdul Jabbar. Oleh karena itu mari kita berbicara tentang tentang perawi itu:

Ahmad bin Abdul Jabbar dalam perkataan ahli ilmu Rijal

Sebagian ulama ilmu Rijal memiliki berbagai pendapat tentang Ahmad bin Abdul Jabbar. Misalnya:

Ibn Abi Hatim berkata: "Aku banyak menulis riwayat dari Ahmad, namun karena perkataan kebanyakan orang tentangnya, aku tidak pernah menukilkannya."

Ibn Ma'in berkata: "Ia sering berbohong."

Abu Ahmad Hakim juga berkata tentangnya, "Ahmad bin Abdul Jabbar bagi para ahli Rijal tidak lah "kuat". Oleh karena itu Ibnu 'Uqdah meninggalkan riwayat-riwayatnya."

Ibn 'Adi juga berkata tentangnya: "Orang-orang Iraq semua bersepakat menyebutnya dha'if..."16

Yunus bin Bukir dalam perkataan ahli Rijal

Yunus bin Bukir juga terlihat dalam silsilah sanad riwayat itu, yang mana menurut para ahli ilmu Rijal begini:

Ajuri menukil dari Abi Dawud bahwa Yunus bin Bukir di sisiku bukanlah hujjah (tak dapat dipercaya). Ia sering mengambil perkataan-perkataan Ibnu Ishaq dan menyambungkannya dengan hadits-hadits.

Nasai tentang ia berkata: "Yunus dalam penukilan hadits tidaklah kuat."

Nasai dalam penjelasan lain berkata: "Yunus lemah dalam menukilkan hadits adalah dha'if."

Jauzjani tentang Yunus berkata: "Selayaknya kita lebih teliti lagi jika berkenaan dengannya."

Saji berkata: "Ibn Madini tidak meriwayatkan dari Yunus, namun bagaimanapun juga ia termasuk orang jujur bagi Ahlu Sunah."

Ahmad bin Hanbal tentang dia berkata: "Masyarakat cenderung membenci dan menjauhinya sehingga seakan tidak ada selain dia yang seperti itu."

Ibn Abu Syaibah berkata: "Pada dirinya terdapat kelemahan."

Saji berkata: "Yunus adalah orang jujur, hanya saja kelemahannya adalah ia mengikuti para amir dan bermadzhab Murji'ah17 ..."18

Penjelasan-penjelasan di atas masih belum termasuk dengan apa-apa yang telah disebutkan tentang Muhammad bin Ishaq.

'Amr bin Dinar menurut ahli ilmu Rijal

Riwayat tersebut juga pernah diriwayatkan oleh Ibn Abdul Barr dan Ibn Hajar dengan sanad yang menyambung ke Imam Baqir as, yang mana dalam silsilah sanadnya ditemukan 'Amr bin Dinar. Mari kita simak perkataan para ahli Rijal tentang dia:

Maimuni menukil dari Ahmad bin Hanbal bahwa 'Amr bin Dinar dari segi menukil riwayat adalah lemah dan termasuk orang yang munkarul hadits.

Ishaq bin Manshur menukil dari Ibn Ma'in bahwa dia tidak pernah dipedulikan oleh para ahli Rijal.

Ya'qub bin Syibah juga menukil darinya bahwa 'Amr bin Dinar adalah orang yang dzahibul hadits19 .

'Amr bin Ali tentang ia berkata, "Hadits-hadits 'Amr dari segi penukilan riwayat adalah dhaif. Ia menukilkan hadits dari Salim dari Umar dari Rasulullah saw yang mana hadits-hadits itu munkar."

Abu Hatim berkata sama dan ia menambahkan, "Semua hadits-haditsnya munkar."

Abu Zur'ah tentang 'Amr berkata, "Hadits-haditsnya lemah."

Bukhari pernah berkata, "Ia perlu direnungi."

Abu Dawud tentang haditsnya berkata, "Tidak perlu diperhatikan."

Tirmidzi berkata, "Dari segi penukilan hadits, dia tidak kuat."

Nasai tentang 'Amr berkata begini, "Ia tidak dipercaya, karena ia menukil hadits-hadits munkar dari Salim."

Dalam penjelasan lain ia berkata, "Ia dhaif dalam menukil hadits."

Jauzjani dan Dar Quthni tentangnya berkata sama.

Ibn Hibban berkata, "Setiap orang yang melihat tulisan-tulisannya, pasti akan terheran-heran. Ia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari perawi-perawi yang dapat dipercaya."

Bukhari dalam kitab Al-Awsath tentangnya berkata, "Kita tidak bisa mengikuti riwayat-riwayatnya serta mempercayainya."

Ibn 'Ammar Maushuli juga pernah berkata, "Dalam menukilkan hadits, ia lemah”. Saji juga menekankan hal ini lalu menambahkan bahwa, “Dia lemah karena ia meriwayatkan hadits-hadits munkar dari Salim."20

Demikian ungkapan para ahli Rijal mengenai 'Amr bin Dinar.

Oleh karena itu, riwayatnya tidak valid.

Selain itu juga ada Sufyan bin 'Uyainyah dalam sanad hadits.

Sufyan bin 'Uyainah menurut ahli Rijal

Baihaqi juga menukilkan riwayat ini dari Hasan bin Hasan dari ayahnya, yang mana Sufyan bin 'Uyainah juga termasuk perawi hadits tersebut. Tentang Sufyan bin 'Uyainah dijelaskan demikian:

Ibn 'Ammar berkata: "Aku mendengar dari Yahya bin Sa'id Qaththan ia berkata: "Perhatikanlah baik baik, bahwa Sufyan bin 'Uyainah pada tahun 197 telah kehilangan akalnya. Maka barang siapa mendengar hadits darinya pada tahun itu dan setelahnya, maka tidak ada gunanya."

Ibn Hajar 'Asqalani setelah menukil ucapan Ibn 'Ammar (dalam menjawab sanggahan Dzahabi) berkata, “Hanya Dzahabi saja yang mengatakan ini; karena Ibn Ammar termasuk orang terpandang dan dipercaya. Apa salahnya Yahya bin Sa'id mendengar dari sekelompok jamaah haji tahun itu dan karena jumlah mereka banyak, ia mempercayai perkataan mereka dan bersaksi bahwa perkataan mereka benar?

Aku mendengar perkataan Yahya bin Sa'id yang menjadi sebab penukilan Ibnu 'Ammar darinya, tentang Ibn 'Uyainah. Ibn Sa'ad bin Sam'ani dalam menjelaskan tentang Isma'il bin Abi Shali Muadzin, dalam kitab Tarikh Baghdad dengan sanad yang kuat menukil dari Abdurrahman bin Busyr bin Hakam bahwa:

"Aku mendengar dari Yahya bin Sa'id bahwa ia berkata, "Aku berkata kepada Ibn 'Uyainah, "Engkau sering menambah dan mengurangi sanad-sanad riwayat yang kau tulis dan kau riwayatkan!"

Ia berkata, "Hadits-hadits yang dulu pernah kau dengar dariku saja kau terima, karena sekarang aku sudah tua."

Abu Mu'in Razi dalam kitab Al-Iman Ahmad bin Hanbal menulis:

"Harun bin Ma'ruf berkata kepada Ahmad: "Keadaan Ibnu 'Uyainah semakin kacau di akhir umurnya." Sulaiman bin Harb juga berkata kepadanya: "Ibn 'Uyainah sering salah dalam menukil riwayat dari Ayyub."21

Waki' bin Jarrah dalam perkataan ahli Rijal

Salah satu perawi lainnya adalah Waki' bin Jarrah. Dzahabi menyebut namanya dalam Mizân Al-I'tidâl dan menukil bahwa Ahmad bin Hanbal pernah menyebut riwayatnya tidak berguna, ia adalah pencaci orang-orang terdahulu, peminum minuman keras dan suka berfatwa batil.22

Khatib Baghdadi dengan silsilah sanadnya dari Na'im bin Hammad menukil bahwa ia pernah makan malam (atau sarapan) bersama Waki'. Ia berkata: "Apa yang ingin kalian minum? Nabidz23 untuk orang tua atau untuk anak muda?"

Aku berkata: "Kamu berkata seperti ini?"

Ia berkata: "Menurutku ini lebih halal dari air furat."24

Ibn Hajar menukil dari Ahmad bahwa Waki' telah melakukan kesalahan dengan lima ratus hadits.25

Ia menukil dari Muhammad bin Nashr Marwazi bahwa Waki' di akhir hidupnya menukilkan hadits-hadits berdasarkan hafalannya dan merubah-rubah kata-kata dalam hadits-hadits tersebut."26

Ibn Juraij menurut para ahli ilmu Rijal

Ibn Juraij adalah termasuk perawi hadits tersebut. Tentang Ibn Juraij disebutkan:

Malik berkata, "Ibn Juraij dalam menukilkan hadits seperti orang yang mengumpulkan kayu-kayu kecil di malam hari."27

Ibn Ma'in berkata, "Riwayat-riwayat yang dinukil dari Zuhri tidak perlu dianggap."

Ahmad berkata, "Ketika Ibn Juraij berkata, "Seseorang berkata.. Seseorang berkata..." atau "Aku mengabarimu..." maka ia sedang menukilkan riwayat palsu."

Yahya bin Sa'id berkata, "Ketika Ibn Juraij berkata, "Seseorang telah berkata..." maka itu sama saja dengan angin lalu."

Ibn Madini berkata, "Aku bertanya kepada Yahya bin Sa'id tentang riwayat-riwayat yang dinukil Ibn Juraij dari 'Atha' Khurasani. Ia berkata, "Riwayat-riwayatnya dhaif."

Aku berkata kepada Yahya, "Ibn Juraij berkata, "'Atha' Khurasani yang mengabariku."

Yahya berkata, "Ucapannya tidak perlu didengar, semuanya adalah dhaif. 'Atha' hanya sekedar memberikan sebuah kitab kepadanya."

Ibn Hibban berkata, "Ibn Juraij telah mencampur adukkan yang benar dan batil."

Dar Quthni berkata, "Hindarilah tadlis28 dan tipuan Ibn Juraij, karena tadlis-tadlis-nya sangat amat tercela."29

Dzahabi dalam Mizân Al-I'tidâl tentang Ibn Juraij menulis, "Ia selalu melakukan tadlis dalam menukil hadits."30

Ibn Hajar tentang masalah ini berkata, "Ibn Juraij dalam penukilan hadits selalu mencampur yang benar dan batil dan meriwayatkan secara mursal."31

Lebih penting dari itu semua, Ahmad bin Hanbal berkata tentangnya, "Sebagian hadits-hadits yang diriwayatkan secara mursal oleh Ibn Juraij adalah palsu. Ia tidak hati-hati dalam meriwayatkan hadits."32

Ibn Abi Malikah menurut ulama Rijal

Namanya adalah Abdullah bin Ubaidillah, dan ketidakvalidannya cukup dengan kenyataan bahwa ia adalah hakim Ibn Zubair dan muadzin pribadinya.33

Kini sekali lagi kita merujuk kembali ke hadits dan jika perlu kita membahas perawi-perawi sanad-sanad yang lain.

Dalam riwayat-riwayat Ibn Sa'ad dan riwayat-riwayat yang dinukil Ibn Hajar darinya dalam kitab Al-Ishâbah, ada Waki' bin Jarrah di situ yang mana kita telah membahasnya baru saja.

Husyam bin Sa'ad dalam perkataan para ahli Rijal

Husyam bin Sa'ad adalah salah satu perawi hadits ini. Dzhabai mengenai dia dalam Mizân Al-I'tidâl menulis:

Ahmad berkata tentangnya: "Husyam bukanlah hafidz34 . Dari sisi lain, yahya bin Qaththan juga tidak meriwayatkan darinya."

Lalu Dzahabi melanjutkan dan berkata: "Ahmad pada kesempatan yang lain berkata: "Dalam hadits-hadits Husyam tidak ditemukan hadits-hadits yang kuat dan terpercaya."

Ibnu Ma'in tentangnya berkata: "Hadits-haditsnya tidak kuat namun juga tidak bisa ditinggalkan."

Nasa'i berkata begini tentangnya: "Husyam dari segi penukilan hadits adalah lemah."

Dalam penjelasan yang lain dikatakan: "Husyam dalam menukil hadits tidaklah kuat."

Ibn 'Adi tentangnya berkata: "Meskipun Husyam memang lemah dalam menukilkan hadits, namun bagaimanapun juga hadits-haditsnya dapat ditulis."

Ibn Hajar berkata tentang Husyam: "Duri menukil dari M'ain bahwa Husyam dari segi penukilan hadits adalah dhaif."

Abu Hatim juga menyatakan hal yang sama dan berkata: "Hadits-hadits Husyam dapat ditulis, namun hadits-haditsnya tidak dapat dijadikan dalil."

Dzahabi menambahkan: "Ibn Abdul Barr, mencantumkan namanya di bagian orang-orang yang dhaif namun riwayat-riwayatnya ditulis. Ya'qub bin Sufyan juga menyebutnya sebagai orang yang dhaif."

Ibn Sa'ad berkata tentang Husyam: "Ia banyak menukil hadits; namun ia dianggap dhaif, ia memiliki kecenderungan ke Syiah."35

Ibn Wahab menurut para ahli Rijal

Dalam riwayat-riwayat yang dinukil oleh Ibn Abdul Barr dan Ibn Hajar dengan sanad-sanadnya dari Aslam (Maula Umar bin Khattab), ditemukan nama Ibn Wahab yang mana penjelasan tentang perawi itu adalah demikian:

Ibn Wahab, yakni Abdullah bin Wahab adalah orang Quraisy, yang mana ia berasal dari Mesir dan termasuk orang-orang yang seperjanjian dengan Quraisy.

Ibn 'Adi memasukkannya di dalam Al-Kâmil fi Adh-Dhu'afa36 dan begitu juga Dzahabi dalam Mizân Al-I'tidâl.37

Ibn Ma'in juga sering mencelanya dalam pembicaraan-pembicaraannya.38

Ibnu Sa'ad tentang Ibnu Wahab berkata: "Ia suka mencampur yang benar dengan yang batil."39

Ahmad bin Hanbal berkata tentangnya: "Hadits-hadits yang dinukil oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Juraih perlu direnungi."

Abu 'Awanah dalam membenarkan perkataan ini berkata: "Ahmad berkata benar, karena Ibnu Wahab sering mengatakan hal-hal yang tidak dikatakan oleh selainnya."40

Musa bin Ali Lakhmi menurut para ahli Rijal

Riwayat tersebut dinukil oleh Khatib Baghdadi dengan sanadnya dari Laits bin Sa'ad dari Musa bin Ali bin Rabah Lakhmi dari ayahnya, dari 'Uqmah bin 'Amir Juhani, yang mana perawi-perawinya perlu dibahas.

Berdasarkan yang dijelaskan oleh Suyuthi: Musa bin Lakhmi adalah walikota Mesir dari tahun 155 hingga 161.41

Ibn Hajar tentangnya berkata: "Musa dari tahun 161 memimpin Mesir."42

Sam'ani berkata tentang Musa Lakhmi: "Ia adalah walikota Mesir."43

Ibn Ma'in tentangnya berkata demikian: "Musa tidak kuat dalam menukilkan hadits."

Ibn Abdul Barr tentang hal ini menulis: "Riwayat-riwayat yang hanya dinukilkan oleh Musa tidaklah kuat."44

Ali bin Rabah Lakhmi menurut para ahli Rijal

Ibn Hajar telah menjelaskan tentang siapa Ali Lakhmi, yang mana penjelasan tersebut seperti ini:

Ia datang kepada Mu'awiyah sebagai wakil.

Ia sering berkata: "Orang yang menyebutku Ali sangat aku benci! Karena namaku adalah Ula."

Ia memiliki kedudukan di sisi Abdul Aziz (putra Marwan dan saudara Abdul Malik yang pernah menjadi penguasa Mesir), hingga sampai pada suatu hari Abdul

Aziz mengirimnya ke Afrika untuk berperang dan ia mati di sana.45

Uqbah bin Amir Juhani dalam perspektif ahli Rijal

Tentang 'Uqbah cukup sudah dengan penjelasan ini:

1. Ia adalah antek Mu'awiyah bin Abi Sufyan...

Sam'ani dalam hal ini berkata: "'Uqbah hadir dalam pemenangan Mesir dan ia yang mengukur luas tanahnya, pada tahun 44 sepeninggal Utbah bin Abi Sufyan ia memegang kendali kekuasaan laskar Mu'awiyah. Kemudian Mu'awiyah mengirimnya ke peperangan di laut.46

Ibn Hajar berkata tentang Uqbah: Ia pada tahun 44 menjadi penguasa Mesir atas perintah Mu'awiyah."47

Suyuthi juga berkata sedemikian rupa.48

2. Ia adalah pembunuh (atau termasuk para pembunuh) Ammar bin Yasir.

Ibn Sa'ad dalam masalah ini menulis: Ammar ra di usia 91 tahun telah terbunuh. Ia lahir sebelum Rasulullah saw. Dalam perang Shiffin, ada tiga orang yang berhadapan dengan Ammar: Uqbah bin Amir Juhani, Umar bin Harits Khulani dan Syarik bin Salamah Muradi. Saat mereka berhadap-hadapan, Ammar berkata kepada mereka: "Demi Tuhan! Jika kalian menyerang kami dan membuat kami mundur sampai perkebunan kurma Hajar, aku yakin bahwa kami benar dan kalian salah."

Saat itulah mereka bertiga menyerang dan membunuhnya. Sebagian orang menyangka Uqbah bin Amir adalah pembunuh Ammar.

4. Ia adalah orang yang diperintah Utsman untuk memukuli Ammar.

Ibnu Sa'ad setelah penjelasan di atas berkata: Uqbah adalah orang yang diperintahkan oleh Utsman bin Affan untuk memukuli Ammar.49

Dengan menyimak pembahasan di atas, kita sudah tidak perlu lagi membahas tentang Laits bin Sa'ad dan perawi-perawi lain yang ada di silsilah sanad riwayat Khatib Baghdadi.

Atha' Khurasani dalam pandangan ahli Rijal

Atha' adalah salah satu dari perawi-perawi riwayat itu. Bukhari mencantumkan namanya dalam kitab Adh-Dhu'afa' Al-Shagir.50

Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab Al-Majruhin.51

Uqaili menyebutkan namanya dalam kitab Al-Dhu'afa' Al-Kabir.52

Dzahabi juga menjelaskan riwayat hidupnya dalam dua kitab Mizân Al-I'tidâl dan Al-Mughni fi Adh-Dhu'afa'.53

Sam'ani berkata tentang Atha' Khurasani: "Ia adalah orang yang lemah ingatan, suka tercampur-campur, sering salah padahal dirinya sendiri tidak menyadarinya dan riwayat-riwayat terus dinukilkan darinya (dalam keadaan demikian). Ketika riwayat-riwayatnya seperti ini, maka batil jika kita berdalil dengan semua itu."54

Lebih dari itu, di riwayat-riwayatnya sering terlihat keterpotongan. Karena 'Atha' lahir pada tahun 50 dan meninggal pada tahun 133 atau 150. Oleh karenanya, alangkah baiknya jika riwayat yang kita bahas dinukil dari yang lain yang tidak menyebut namanya.

Muhammad bin Umar Waqidi dalam pandangan ulama

Rijal

Salah satu perawi riwayat adalah Muhammad bin 'Umar Waqidi. Para ahli ilmu Rijal memberikan penjelasan seperti ini tentangnya:

Ahmad bin Hanbal berkata: "Ia sering sekali berbohong dan mengacaukan hadits-hadits."

Bukhari dan Abu Hatim tentangnya berkata: "Muhammad bin Umar adalah orang yang ditinggalkan

(matruk)."

Begitu pula Abu Hatim dan Nasa'i berkata: "Ia orang yang menciptakan hadits."

Ibn Rahwaih berkata: "Menurutku ia adalah orang yang menciptakan hadits."

Ibnu Ma'in berkata: "Ia bukanlah orang yang dapat dipercaya."

Dar Quthni berkata: "Dari segi penukilan hadits, ia lemah."

Ibn 'Adi berkata: "Hadits-haditsnya tidaklah mahfudz dan mundhabith (tak layak) dan segala kesengsaraan timbul darinya."

Ibn Khallakan mengatakan: "Ulama Rijal menganggapnya sebagai orang lemah dalam penukilan hadits dan banyak membahas tentangnya."

Yafi'i berkata: "Para ahli hadits melemahkannya."

Dzahabi berkata: "Ada kesepakatan dalam meninggalkan riwayat-riwayatnya."55

Abdurrahman bin Zaid dalam pandangan ulama Rijal

Salah satu perawi hadits itu adalah Abdurrahman bin Zaid. Abu Thalib berkata: "Ahmad bin Hanbal tentang Abdurrahman bin Zaid berkata: "Ia dari segi penukilan hadits adalah lemah."."

Abdullah bin Ahmad berkata: "Aku mendengar dari ayahku bahwa ia melemahkan Abdurrahman dan berkata: "Ia meriwayatkan hadits-hadits munkar."."

Duri berkata: "Ibn Ma'in mengenai Abdurrahman berkata: "Riwayatnya tidak perlu dihiraukan."."

Bukhari dan Abu Hatim tentangnya berkata: "Ali bin Madini sangat melemahkannya".

Abu Dawud berkata: "Anak-anak Zaid bin Aslam semua lemah dari segi penukilan hadits."

Nasai dan Abu Zur'ah berkata: "Ia dari segi penukilan hadits adalah lemah."

Abu Hatim berkata: "Abdurrahman tidaklah kuat dalam penukilan hadits."

Ibn Hibban tentang Abdurrahman berkata demikian:

"Ia menukil riwayat-riwayat dengan cara bodoh dan terbalik-balik; banyak sekali hadits mursal dinukil secara marfu'ah dan hadits mauquf dengan bersanad. Oleh karena itu riwayat-riwayatnya perlu ditinggalkan."

Ibn Sa'ad berkata: "Ia menukilkan banyak sekali riwayat; namun sungguh, dari segi penukilan hadits, ia lemah."

Ibn Khuzaimah berkata: "Abdurrahman termasuk orang-orang yang riwayat-riwayatnya tidak dianggap oleh ahli ilmu karena ingatannya yang lemah".

Saji berkata: "Riwayat-riwayatnya munkar."

Thahawi berkata: "Riwayat-riwayatnya bagi para ahli hadits berada di puncak ke-dha'if-an."

Jauzjani berkata: "Anak-anak Zaid dari segi penukilan hadits semuanya lemah."

Hakim dan Abu Na'im berkata: "Abdurrahman sering menukilkan hadits-hadits palsu dari ayahnya."

Ibn Jauzi berkata: "Para ulama Rijal bersepakat dalam menyebutnya dha'if."56

Zaid bin Aslam dalam pandangan ahli Rijal

Salah satu perawi riwayat adalah Zaid bin Aslam.

Banyak sekali yang telah memberikan penjelasan tentang zaid bin Aslam. Disebutkan bahwa ia menukilkan riwayat dari Jabir bin Abdullah Anshari dan Abu Hurairah. Padahal Ibnu Ma'in berkata, "Zaid sama sekali tidak pernah mendengar satupun riwayat dari Jabir dan Abu Hurairah."

Banyak sekali riwayat yang dinukilkan oleh Zaid dari para sahabat, yang padahal ia sama sekali tidak pernah mendengarnya langsung dari mereka.

Ibn Abdul Barr menjelaskan masalah ini dan Ibn Hajar menukil darinya dan menerima pernyataannya; ia berkata, "Ibn Abdul Barr dalam pembukaan kitab At-Tamhid menjelaskan masalah-masalah yang menunjukkan bahwa Zaid dalam penukilan hadits sering mencampur adukkan yang benar dan batil (tadlis)."

Lebih dari itu, dinukilkan dari Ibn Umar bahwa: "Kami tidak mengenal aib apapun darinya kecuali ia suka menafsirkan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri dan ia keterlaluan dalam hal ini."57

Apa yang telah dijelaskan adalah dengan menutup mata dari evaluasi perawi-perawi riwayat ini yang ada di antara Ibnu Abdul Barr, Ibnu Hajar dan Ibnu Wahab.

Zubair bin Bakkar dalam pandangan ulama Rijal

Riwayat itu dinukil Ibn Hajar dalam Al-Ishâbah dari Zubair bin Bakkar.

Zubair bin Bakkar adalah hakim Makkah dan termasuk orang-orang yang menyimpang dan melenceng dari Imam Ali as dan Ahlul Bait as. Ia pun bukan termasuk orang yang baik bagi Ahlu Sunah. Zubair meninggal pada tahun 256.

Dinukil dari Ibn Hatim bawa ia berkata: "Aku melihat Zubair, namun aku tidak menulis satupun hadits darinya."

Ahmad bin Ali Sulaimani menyebutkan nama Zubair bin Bakkar dalam kitab Dhu'afa' dan berkata: "Haditsnya munkar."58

Lebih dari itu, riwayat Ibnu Hajar dari Zubair dinukil secara mursal.

Evaluasi Sanad Riwayat Pernikahan Ummu Kultsum Setelah Wafatnya Umar

Apa yang telah dijelaskan berkenaan dengan permasalahan inti, yang mana setelah dievaluasi ternyata kisah itu sama sekali tidak berdasar.

Kini kita akan membahas sanad riwayat-riwayat yang menjelaskan pernikahan Ummu Kultsum setelah wafatnya Umar.

Dalam kitab-kitab referensi disebutkan bahwa sepeninggal Umar, Imam Ali as menikahkan Ummu Kultsum dengan 'Aun bin Ja'far. Sumber utama riwayat itu adalah kitab Al-Dzurriyyah Ath-Thâhirah yang mana kitab-kitab lain seperti Usud Al-Ghâbah, Al-Ishâbah, dan Dzakhâir Al-'Uqba menukilkan riwayat itu dari kitab tersebut.

Riwayat itu dari Hasan bin Hasan...yang mana telah diriwayatkan melalui:

Ahmad bin Abdul Jabbar;

Yunus bin Bukir;

Ibn Ishaq;

dari Hasan bin Hasan.

Jelasnya kita telah membahas sanad riwayat ini.

Riwayat ini dinukil oleh Dulabi dengan sanadnya dari Ibnu Shahab Zuhri (yang merupakan salah satu orang yang dikenal menyeleweng dari Ahlul Bait as)59 .

Dalam kajian ini kita tidak perlu membahas perawi-perawi lain dalam sanad ini dan hanya perlu kami jelaskan bahwa Ibnu Mani' (yang mana telah meriwayatkan dari Zuhri) adalah saudara istri Husyam bin Abdul Malik.60

Evaluasi sanad riwayat wafatnya Ummu Kultsum

Riwayat-riwayat berkenaan dengan wafatnya Ummu Kultsum yang sampai ke tangan kita kebanyakan dinukil oleh Ibn Sa'ad dalam kitab Al-Thabaqât Al-Kubra. Di sini kita akan sedikit melihat sanad-sanadnya, dan setelah itu kita akan membahas implikasinya.

Tak diragukan bahwa sebagian besar dari sanad-sanad riwayat ini berujung kepada Amir Sya'bi. Oleh karena itu kita perlu mengkaji tentang siapa dia.

Sekilas tentang 'Amir Sya'bi

Enam tahun sebelum kekhalifahan Umar berakhir, 'Amir Sya'bi terlahir di dunia. Ia meninggal setelah tahun keseratus. Oleh karena itu riwayatnya mursal. Sya'bi adalah hakim di jaman Marwan.

Ia adalah orang yang membenci Imam Ali as. Pernah diceritakan ia mendatangi Hajjaj dan mencaci maki Imam Ali as (!!).

Hasan Bashri marah karena perbuatannya itu lalu menasehatinya.61

Kebenciannya sampai membuatnya pernah berkata: "Ali tidak pernah membaca Qur'an dan tidak menghafalnya(!!)" Perkataannya itu membuat jengkel sebagian orang dan ucapannya tidak diterima.62

Permusuhan inilah yang membuatnya suka memalsukan riwayat-riwayat, misalnya:

Abu Bakar menshalati jenazah Fathimah Azzahra as dan takbir sebanyak empat kali (!!).

Saat Fathimah Azzahra as meninggal, Ali bin Abi Thalib as menguburkannya di malam hari dan menarik tangan Abu Bakar ke depan untuk menshalati jenazah (!!).

Kepalsuan riwayat-riwayat itu sangat jelas sekali sampai Ibn Hajar mengomentari dan berkata: "Dalam riwayat-riwayat itu terdapat kelemahan dan keterpotongan."63

Kebenciannya juga membuatnya menuduh orang-orang seperti Harits Hamadani sebagai pembohong (karena Harits adalah Syiah) hingga banyak yang mengkritiknya.

Ibn Hajar berkata dalam hal ini: "Ibnu Abdul Barr dalam kitabnya yang bernama Al-'Ilm, ketika menukil dari Ibrahim bahwa Sya'bi menyebut Harits sebagai penipu, ia menjelaskan:

"Kupikir Sya'bi dihukum karena menuduh Harits sebagai pembohong. Karena Harits tidak pernah terbukti berbohong; hanya saja kesalahan Harits baginya adalah karena ia keterlaluan dalam mencintai Ali bin Abi Thalib as."64

Sekilas tentang Ammar bin Abi Ammar

Karena sanad sebagian riwayat berujung kepada Ammar bin Abi Ammar, secara sekilas kita akan memberikan penjelasan bahwa:

Sebagian ahli ilmu Rijal seperti Syu'bah bin Hajjaj, Bukhari, Ibn Hibban dan selainnya menjelekkan Ammar bin Abi Ammar.65

Sekilas tentang Nafi'

Sebagian lain dari riwayat-riwayat itu sanadnya sampai pada Nafi' tuannya Ibn Umar. Oleh karena itu kita perlu membahasnya secara sekilas.

Cukup kita tahu bahwa Abdullah bin umar berkata kepadanya:

"Wahai Nafi'! Takutlah kepada Allah dan janganlah berbohong atasku, sebagaimana 'Ikramah berbohong atas Ibn 'Abbas."

Perkataan Ibn Umar ini sangat dikenal dalam penjelasan tentang Nafi' dan 'Ikramah.

Lebih dari itu, perkataan Ahmad bin Hanbal tentang Nafi' juga perlu kita dengar yang mana ia berkata: "Riwayat Nafi' dari Umar adalah terpotong."66

Sekilas tentang Abdullah Bahiy

Sebagian dari riwayat-riwayat itu sanadnya juga berujung pada Abdullah Bahiy, yang mana ia adalah Abdullah bin Yasar.

Ibn Hajar tentang ia berkata, "Abdullah, adalah tuannya Mu'shab bin Zubair... jadi riwayatnya mursal."

Orang itu setiap kali meriwayatkan dari 'Aisyah berkata, "'Aisyah meriwayatkan untukku.", dan ulama menganggapnya bohong dan berkata, "Ia hanya meriwayatkan dari 'Urwah bin Zubair."

Ibn Abi Hatim dalam kitab Al-'Ilal menyebut Abdullah dan menukil dari ayahnya bahwa kita tidak bisa berdalil dengan riwayat-riwayat Bahiy dan hadits-haditsnya mudhtharib.67

Apa yang telah dijelaskan adalah berkenaan dengan riwayat-riwayat tentang Ummu Kultsum.

Yang jelas kami di sini sangat menyingkat pembahasan dan tidak melakukan evaluasi terhadap perawi-perawi lain riwayat itu.