• Mulai
  • Sebelumnya
  • 24 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 7166 / Download: 2502
Ukuran Ukuran Ukuran
Dialog Antar Iman

Dialog Antar Iman

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Dialog Ke-4

Bagaimana Islam Memandang Penciptaan Semesta?

Wilson: Dengan kemajuan sains, banyak pertanyaan yang dapat dilontarkan seputar masalah penciptaan semesta. Pertanyaan-pertanyaan ini nampaknya tidak memiliki jawaban dalam Injil, dan terkadang kami temukan beberapa ayat dalam Injil yang bertentangan dengan pengetahuan modern dewasa ini. Saya penasaran jika kita dapat menemukan jawaban-jawaban atas beberapa pertanyaan serup dalam kitab suci umat Islam. Alam semesta kini telah dibuktikan bahwa ia telah menginjak usia lanjut. Usianya diperkirakan triliunan tahun. Kelihatannya Injil mengurangi usia semesta dengan hanya beberapa ribu tahun. Apakah al-Qur’an mengandung penjabaran tentang usia semesta ini?

Chirri: Kitab Suci al-Qur’an tidak menjabarkan usia semesta ini dalam bentuk apapun. Sains juga sejauh ini tidak mampu mengatakan dengan tepat kapan semesta ini bermula. Kitab Suci al-Qur’an telah diperkenalkan pada masa dimana masyarakatnya bukanlah masyarakat ilmiah, masa tatkala orang-orang tidak mampu menerima jangka dan bilangan waktu milyaran atau jutaan tahun. Jika al-Qur’an menyatakan bahwa bintang-bintang bersumber dari milyaran tahun yang lalu, orang-orang telah menolak konsep Islam secara keseluruhan. Al-Qur’an, dengan demikian, secara bijak berdiam diri dalam masalah ini. Untuk menjadi benar, Anda tidak perlu mengatakan seluruh apa yang Anda ketahui ihwal kebenaran; yang Anda perlukan hanyalah mencegah orang-orang tidak menerima informasi dan berita yang salah serta menyesatkan. Oleh karena itu, pintu tetap terbuka untuk setiap teori ilmiah, sehingga informasi dan warta keagamaan tidak berbenturan dengan setiap pengetahuan ilmiah.

Wilson: Benda-benda angkasa, bintang-gemintang, dan planet-planet yang kini terhitung sebanyak miliaran dan ratusan miliar banyaknya. Jumlah dari kesemua itu sangatlah fantastis dan terkadang di luar imaginasi kita. Untuk membentuk benda-benda yang tak terhitung semacam itu, hal itu akan mengambil sejumlah material yang berada di luar kemampuan kita untuk menghitungnya. Apakah kita memiliki ayat dalam al-Qur’an tentang dari jenis materi apa benda-benda ini terbuat?

Chirri: Kitab Suci al-Qur’an menyatakan bahwa benda-benda itu terbuat dari benda semacam gas. Hal ini sesuai dengan teori modern yang mengatakan bahwa benda-benda angkasa terbuat dari gas hidrogen. Dari al-Qur’an kita membaca, “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. (Qs. Fusshilat [41]:11)

Wilson: Apakah al-Qur’an mengandung ayat tentang materi pertama yang dicipta?

Chirri: Ayat yang dinukil di atas menunjukkan bahwa asap atau apa yang membentuk molekul-molekul dan atom-atom asap merupakan benda pertama yang hadir di dunia ini.

Wilson: Dari materi apa Allah Yang Mahakuasa menciptakan kehidupan?

Chirri: Al-Qur’an menyatakan bahwa Tuhan menciptakan seluruh makhluk hidup dari air: “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Qs. al-Anbiya [21]:30)“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. an-Nur [24]:45)

Tatanan Penciptaan

Wilson: Apakah Qur’an menegaskan ayat dalam Injil yang termaktub dalam kitab Kejadian (Genesis) ihwal tatanan dalam penciptaan semesta?

Chirri: Al-Qur’an tidak memuat ayat semacam itu tentang tatanan dalam penciptaan. Namun, kaum Muslimin tidak menerima kandungan bagian pertama dalam kitab Kejadian (Genesis) lantaran dalam buku itu terdapat kontrakdiksi dan ketidak selarasan.

Wilson: Coba berikan beberapa contoh dari kontradiksi yang Anda sebutkan itu.

Chirri: Silahkan perhatikan beberapa contoh berikut ini:

1. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi. Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.” (Kejadian, 1:3-5) Ayat Kejadian ini menunjukkan bahwa hal pertama yang dicipta adalah siang dan malam. Namun kita ketahui bahwa siang dan malam dapat hadir setelah keberadaan matahari dan melalui terbit dan terbenamnya. Bagaimanapun, ayat 14 dari surah yang sama mengindikasikan bahwa matahari diciptakan pada hari keempat: “Berfirmanlah Allah: “Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari serta tahun-tahun. Dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi.” Dan jadilah demikian. Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang. Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi dan untuk menguasai siang dan malam dan untuk memisahkan terang dari gelap. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.” (Kejadian 1:14-19) Redaksi pada ayat ini menunjukkan bahwa matahari dicipta pada hari keempat, dan dari sinilah seharusnya hari bermula. Hal ini, tentu saja, berseberangan dengan ayat 3 yang mengabarkan kepada kita permulaan hari ketiga tahap sebelum pembentukan matahari.

2. Pada Surah yang sama disebutkan bahwa tumbuh-tumbuhan, tanaman yang memiliki benih, dan pepohonan yang berbuah diciptakan dan tumbuh pada hari ketiga: “Dan Tuhan berfirman, “Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pepohonan buah-buahan yang menghasilkan berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan yang berbiji. Allah melihatnya semuanya itu baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ketiga.” (Kejadian 1:11-13) Namun kita tahu bahwa tidak satu pun tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman ini dapat tumbuh berkembang tanpa matahari, sementara pada surah yang sama disebutkan bahwa matahari diciptakan pada hari keempat sebagaiamana yang disebutkan sebelumnya.

3. Pada surah yang sama disebutkan bahwa Tuhan, pada hari keenam, menciptakan manusia dalam citra dan rupa-Nya sendiri: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (Kejadian 1: 27) Kaum Muslimin meyakini bahwa Tuhan tidak memiliki rupa dan bentuk. Dia adalah tak terbatas Yang meliputi seluruh semesta. Dia tidak memiliki raga, juga tidak berbentuk materi, juga pandangan tidak mampu mencerap-Nya. Berpikir bahwa Tuhan memiliki bentuk dan rupa manusia, bagi kaum Muslimin adalah meruntuhkan seluruh tatanan konsep Ketuhanan.

4. Surah kedua (dari kitab Kejadian) bertolak belakang dengan surah pertama. Pada surah pertama, sebagaiamana Anda ketahui, telah disebutkan bahwa tumbuh-tumbuhan dan tanaman serta pepohonan diciptakan pada hari ketiga, sebelum penciptaan manusia, yang diciptakan pada hari keenam. Surah kedua mengatakan bahwa manusia diciptakan sebelum penciptaan tumbuh-tumbuhan dan tanaman: “Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan. Ketika Allah menjadikan bumi dan langit… belum ada semak apapun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apapun di ilalang, sebab Tuhan Allah belum menurunkan hujan di bumi, dan belum ada yang mengusahakan tanah itu; tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu. Ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden; di sebelah timur; di situlah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk makan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang buruk.”(Kejadian 2:49) Pada ayat ini disebutkan secara terang bahwa tidak ada tanaman sebelum penciptaan manusia. Terdapat poin lain dalam ayat ini, yaitu, adanya pohon pengetahuan ihwal baik dan buruk. Namu yang kita ketahui bahwa pengetahuan tidak tumbuh di atas pohon; ia didapatkan melalui pengalaman dan pembelajaran.

5. Pada surah pertama (dari kitab Kejadian) telah disebutkan bahwa kerajaan binatang diciptakan pada hari kelima: “Dan Tuhan berfirman, “Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup, dan hendaklah burung berterbangan di atas bumi melintasi cakrawala.” Maka Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang bersayap. Allah melihat semuanya itu baik. Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: “Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kelima. Berfirmanlah Allah: “Baiklah kita menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang melata di muka bumi. Allah melihat bahwa semuanya baik. Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kejadian 1:20-26) Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa manusia diciptakan setelah penciptaan ikan, burung-burung, binatang liar dan melata, namun pada surah kedua disebutkan bahwa manusia diciptakan sebelum penciptaan makhluk tersebut: “Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk hidup, demikianlah nanti nama makhluk hidup itu.” (Kejadian 2:18-19)

6. Kita jumpai pada surah ketiga kitab Kejadian bahwa Hawa dikecoh oleh ular yang membujuknya untuk memakan pohon terlarang: “Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman, “Semua pohon dalam taman ini jangan kamu memakan buahnya, bukan? ….Namun ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati. Tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3:1-5) Tapi kita tahu bahwa seekor ular tidak mampu berbicara, mengecoh atau membujuk. Seekor ular tidak dianugerahi kemampuan mental atau mengucapkan kata-kata dan bercakap-cakap.

7. Pada surah yang sama kita jumpai hal yang menunjukkan keterbatasan pengetahuan Tuhan, dan Dia adalah raga yang berjalan dan bahwa Adam dan Hawa mampu bersembunyi dari-Nya:“Dan ketika mereka mendengar suara langkah Tuhan, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu dari Tuhan Allah di antara pepohonan dan taman. Tetapi Tuhan Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya, “Dimanakah engkau?” Ia menjawab: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.” Firman-Nya, “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” (Kejadian 3:8-11) Tiada satu pun yang tersembunyi dari Tuhan yang Mahahadir dan Mahatahu segala sesuatu. Tuhan tidak perlu bertanya kepada Adam dimana gerangan ia berada dan juga tidak perlu bertanya apakah ia telah memakan pohon itu.

Dialog Ke-5

Pencipta Semesta

Wilson: Saya tahu bahwa beriman kepada Tuhan, Sang Pencipta semesta merupakan hal pertama dan utama dalam keyakinan Islam, dan bahwa pengingkaran terhadap keberadaan-Nya mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Tapi saya tidak tahu apakah Islam menawarkan bukti konkrit tentang eksistensi Wujud Agung atau apakah ia menasihati para pengikutnya untuk bersandar kepada ayat-ayat otoritatif Qur’an dan hadis-hadis Nabi.

Chirri: Islam menuntut setiap pengikutnya untuk beriman kepada Tuhan, Sang Pencipta Semesta, tapi ia tidak menasihatkan mereka untuk menyandarkan keyakinan tersebut kepada ayat-ayat Qur’an atau hadis-hadis Nabi Saw. Keyakinan kami kepada sebuah kitab suci, seperti al-Qur’an, atau kepada seorang nabi suci, seperti Muhammad, harus didahului oleh keyakinan kami kepada Tuhan. Sebuah kitab religius adalah suci lantaran diperkenalkan oleh seorang yang kita pandang sebagai nabi. Kenabian dapat diterima bilamana ada Tuhan karena seorang nabi merupakan seorang utusan Tuhan. Keyakinan kami kepada Tuhan, dengan demikian, harus hadir sebelum keyakinan kami terhadap sebuah kitab agama atau seorang nabi, bukan sebaliknya. Tidak ada kitab agama yang diyakini oleh setiap orang, dan tidak ada nabi yang dikenali secara universal. Oleh karena itu, akan menjadi sia-sia bersandar kepada sebuah hadis otoritatif seorang nabi atau sebuah kitab suci tatkala berurusan dengan seorang atheis yang menolak seluruh pewahyuan samawi dan mengingkari seluruh konsep tentang Tuhan.

Wilson: Apakah harus saya pahami dari komentar Anda bahwa Islam menawarkan beberapa bukti (argumen) universal untuk menyokong keberadaan Tuhan yang boleh jadi dipertimbangkan bahkan oleh mereka yang tidak memeluk satu agama pun, seperti kaum atheis dan agnostis? Jika ini yang Anda maksud, apa buktinya (argumen)?

Chirri: Tatkala keyakinan kita kepada Tuhan mendahului keyakinan keagamaan yang lain, bukti yang menghasilkan keyakinan semacam ini harus bercorak universal dan tersedia bagi setiap makhluk rasional, apakah ia mengikuti sebuah agama tertentu atau tidak. Kitab Suci al-Qur’an menawarkan semesta sebagai bukti keberadaan Penciptanya. Dunia material, benda-benda angkasa, bumi, dan planet-planet lainnya, dipandang oleh Islam sebagai bukti utama Pencipta materi dan energi. Dunia materi dapat diamati oleh atheis demikian juga oleh kaum beriman, bagi mereka yang tak terpelajar dan juga bagi filosof. Seseorang dapat merefleksikan susunan benda-benda angkasa dan keberadaan materi dan energi tanpa menganut suatu agama tertentu atau mengenal setiap kitab-kitab agama.

Wilson: Namun mengapa seseorang harus memandang keberadaan dunia mater sebagai bukti keberadaan pencipta materi? Anggaplah seseorang memandang bahwa materi atau energi telah berusia lanjut secara tak terbatas, dan ia tidak pernah didahului oleh ketiadaan. Mampukah Anda mematahkan pandangannya?

Chirri: Sangat sukar diterima gagasan yang menyatakan bahwa materi berusia lanjut secara tak terbatas. Ketika seseorang berkata bahwa materi atau energi telah berusia lanjut secara tak terbatas, ia beranggapan bahwa materi yang darinya miliaran bintang-bintang tercipta, hadir secara simultan. Tatkala kita sadari bahwa setiap bintang memuat miliaran ton materi, dan bahwa keseimbangan materi mentah lebih banyak dari materi yang terkandung dalam bintang-bintang dan planet-planet, kita sadari kemustahilan gagasan ini. Kita tidak dapat menerima bahwa seluruh kuantitas materi ini hadir dalam sekejap dan tiada satu pun darinya yang didahului oleh ketiadaan. Ketika Anda berkata bahwa hanya satu porsi dari materi itu yang berusia lanjut secara tak terbatas, dan porsi lainnya mewujud pada tingkatan selanjutnya, artinya Anda menerima kebutuhan pencipta, karena materi yang tidak hidup tidak berkembang melalui swa-reproduksi. Hanya makhluk hidup yang mampu memperbanyak jenis mereka melalui swa-reproduksi. Membolehkan adanya perkembangan gradual dalam kuantitas materi artinya menerima kebutuhan terhadap seorang pencipta.

Wilson: Saya boleh jadi setuju dengan Anda bahwa materi dan energi harus didahului oleh ketiadaan. Namun hal ini tidak begitu jelas bagi manusia. Apakah ajaran Islam menyarankan pertimbangan segala sesuatu dalam tabiat bahwa secara pasti didahului oleh ketiadaan?

Chirri: Iya, ada sesuatu yang kita ketahui semuanya, dan ia lahir setelah keberadaan bumi, namanya:kehidupan.

Para ilmuan kita mengatakan bahwa bumi terlalu panas (dan sebagian dari mereka berkta terlalu dingin) bagi setiap jenis kehidupan untuk mengada. Bumi memerlukan jutaan tahun lamanya hingga ia menjadi tempat yang layak untuk kehidupan. Oleh karena itu, tanpa ragu, kehidupan adalah sebuah kelahiran baru. Ilmu pengetahuan, bagaimanapun, mengatakan kepada kita bahwa kehidupan tidak bermula dari non-makhluk hidup. Eksperimen Pasteur, yang terjadi pada abad kesembilanbelas, masih berlaku hingga sekarang. Melalui sup yang ia sterilkan, ia membuktikan tanpa adanya keraguan bahwa kehidupan tidak bermula dari materi non-animatif (yang tidak hidup). Kaum ilmuan dewasa ini masih tidak mampu untuk mematahkan kesimpulannya. Bumi, beserta atmosfirnya, pada saat pembentukannya adalah steril dan tidak produktif. Transformasi materi-materi yang non-animatif seperti, karbon, hidrogen, nitrogen, kalsium dan besi, tidak dapat dilakukan melalui proses natural. Ia harus dilakukan melalui mukjizat. Hal ini bermakna bahwa keberadaan hidup di atas planet merupakan bukti yang terang akan keberadaan sosok Cerdas, Pencipta yang bersifat supernatural.

Wilson: Anda telah membuatnya jelas. Pada kenyataannya, para ilmuan selama beberapa dekade telah mencoba tanpa henti untuk menyingkap misteri kehidupan dan menjelaskan permulaannya pada planet ini. Namun usaha mereka yang tak kenal lelah sejauh ini tidak menghasilkan pengetahuan yang bersifat substansial dalam bidang ini. Keberadaan kehidupan di planet ini, tanpa disangsikan, sebuah keajaiban besar yang tidak dapat terjadi tanpa adanya sebab supernatural. Manusia telah banyak menyingkap rahasia di alam semesta, maju dalam pengetahuan teknis dan ilmiahnya, dan bahkan telah mendarat di bulan; namun di samping semua ini, ia masih tidak mampu menghasilkan selembar daun dari sebuah tanaman atau sebiji benih dari apel. Kini, saya ingin bertanya apakah al-Qur’an menyebutkan keberadaan kehidupan di planet kita dalam menyokong keberadan Tuhan?

Chirri: Iya, Qur’an menyebutkan transformasi bumi yang tidak hidup menjadi hidup sebagai sebuah tanda keberadaan Tuhan: “…Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air.” (Qs. Yasin [36]:33-34)

Wilson: Sejauh ini, Anda telah menjawab banyak pertanyaan penting ihwal keberadaan Tuhan, namun ada satu lagi pertanyaan penting lainnya yang Anda tidak singgung: Mengapa kita tidak dapat melihat Tuhan?

Chirri: Dari diskusi kita yang sebelumnya, telah menjadi jelas bahwa Pencipta semesta haruslah bersifat Mutlak dan Tak-terbatas. Dia meliputi seluruh semesta. Dia Mahaberada dan tidak pernah alpa dari manapun. Dengan ke-Mahaberadaan-Nya, penampakannya tidak akan membuat kita percaya kepada-Nya atau mengenal-Nya. Penampakannya akan menjadi sangat merugikan bagi kita. Sebelum kita mengenal-Nya dengan ke-Mahaberadaan-Nya, kita akan binasa. Penampakannya akan membutakan seluruh manusia. Anggaplah bahwa udara (yang wujud hanya pada ruang yang terbatas) dapat dilihat. Ia akan memiliki warna, dan kita tidak akan melihat apapun kecuali udara yang telah mengisi seluruh atmosfir. Sekiranya hal ini terjadi, kita tidak akan mampu mendapatkan makanan atau minuman, juga tidak akan mampu menemukan jalan atau perlindungan. Jika penampakan udara yang wujud hanya pada atmosfir planet kita akan membutakan dan membinasakan, apatah lagi penampakan Sang Pencipta yang meliputi seluruh alam semesta? Tatkala memikirkan hal ini, kita sadari bahwa betapa beruntungnya kita tidak mampu melihat Tuhan, Pencipta kita.

Wilson: Jika Tuhan tidak dapat dilihat, bagaimana kita dapat yakin akan keberadaan-Nya? Bagaimana mungkin seorang atheis percaya kepada Tuhan yang ia tidak lihat?

Chirri: Untuk meyakini sesuatu, Anda tidak perlu harus melihatnya. Anda percaya kepada listrik, namun Anda tidak melihatnya. Anda meyakininya hanya karena Anda melihat produknya seperti cahaya, panas dan sebagainya. Jika hal ini memadai untuk membuat Anda menjadi seorang beriman kepada keberadaan listrik, semesta raya seharusnya memadai bagi setiap manusia untuk percaya kepada keberadaan Sang Pencipta.

Wilson: Tolong Anda sebutkan contoh selain listrik.

Chirri: Eksistensi Anda sendiri merupakan sebuah bukti agung tentang keberadaan Adam dan Hawa, atau kita katakan dua manusia pertama. Anda tidak melihat Adam dan Hawa, namun Anda yakin bahwa mereka pernah ada. Untuk membuatnya lebih jelas: Anda datang melalui kedua orangtua Anda. Kedua orang tua Anda datang melalui kedua orang tua mereka, dan kedua orang tua mereka datang melalui kedua orang tua mereka, dan seterusnya. Anda dapat melanjutkannya kembali hingga Adam dan Hawa. Jika Anda mengingkari kedua manusia pertama, Anda akan melenyapkan generasi pertama dari anak-anak mereka. Dengan menghilangkan generasi pertama, Anda menghilangkan generasi kedua dan seterusnya. Dan pada akhirnya, Anda harus melenyapkan kedua orang tua Anda. Namun Anda berkata kepada diri sendiri: Saya tidak dapat melakukan hal itu karena saya ada di sini. Oleh karena itu, Anda harus berkata: Adam dan Hawa dulu ada.

Wilson: Anda telah membuat persoalan ini menjadi jelas. Kita harus percaya kepada Tuhan. Namun bagaimana kita dapat percaya bahwa Dia tidak memiliki permulaan sementara segala sesuatu yang lain selainnya memiliki permulaan?

Chirri: Sang Pencipta semesta tidak dapat didahului oleh ketiadaan; kalau tidak, Dia akan memerlukan tuhan yang lain untuk menciptakannya; dan tuhan itu, jika ia didahului oleh ketiadaan, ia akan memerlukan tuhan yang lain dan demikian seterusnya. Dengan demikian, kita akan memiliki mata rantai yang tak berujung tanpa mencapai sebuah sebab yang tak bersebab yang menjadi sumber keberadaan semesta. Lalu kita harus mengingkari keberadaan semesta. Juga kita harus mengingkari diri kita sendiri sebagai bagian dari semesta ini.

Dialog Ke-6

Satu Pencipta

Wilson: Anda telah menyebutkan sebelumnya bahwa keesaan Tuhan (dialog kedua) merupakan tema yang sangat ditekankan dalam Kitab Suci al-Qur’an; bahwa Islam, atas alasan ini, juga disebut sebagai “Din at-Tauhid (agama yang meyakini keesaan Tuhan); dan bahwa bersaksi terhadap keesaan-Nya merupakan redaksi pertama dalam Deklarasi Keimanan: “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Apakah Islam menyuguhkan bukti-bukti atas prinsip penting ini?

Chirri: Kitab Suci al-Qur’an menyebutkan hubungan di antara bagian-bagian semesta sebagai bukti keesaan Penciptanya. Ia menasihatkan kita untuk melihat tatanan yang ada di alam semesta, dan kenyataan bahwa tatanan semacam itu tidak dapat mewujud jika terdapat lebih dari Satu Pencipta. Lebih dari satu administrasi bagi semesta adalah lebih mirip dengan satu administrasi untuk satu kota, negeri atau bangsa. Tentu saja hal ini akan menimbulkan kekacauan dan disorder (amburadul). “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (Qs. al-Anbiya [21]:22) “Dan ketahuilah, wahai putraku,” sabda Imam Ali bin Abi Thalib kepada putranya al-Hasan, “bahwa bila Tuhanmu memiliki sekutu, nabi-nabi dari sekutu-Nya akan datang kepadamu. Namun Dialah satu-satunya Tuhan, sendiri tanpa sekutu.” (Nahjul Balagha, bagian 3)

Wilson: Bagaimana pandangan Islam ihwal doktrin Trinitas?

Chirri: Islam dengan sangat tegas mengingkari dan menolak doktrin ini. Kitab Suci al-Qur’an mendeklarasikan: “Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Qs. al-Ikhlas [112]:1-4)“Dan mereka berkata: “Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena Ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, Karena mereka mendakwahkan Allah yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (Qs. Maryam [19]:88-92)

Wilson: Mengapa Islam menolak sedemikian tegas doktrin Trinitas?

Chirri: Islam menolak Trinitas lantaran kebapakan Tuhan bagi seluruh makhluk hidup atau non-makhluk hidup tidak dapat diterima dan mendegradasi konsep ketuhanan. Dia tidak terbatas dan terangkum dalam bentuk raga, dan Dia meliputi segala sesuatu di alam semesta ini. Dia tidak memiliki sekutu untuk memiliki anak sebagaimana tabiat makhluk hidup. Ruh kebapakannya juga tidak dapat diterima bagi setiap jiwa atau ruh apabila hal ini bermakna selain menjadi Pencipta jiwa dan ruh. Tidak ada hubungan yang dapat diterima antara Pencipta dan ciptaan-Nya. Kalau tidak, wujud yang lain akan mandiri dan merdeka dari Tuhan, dan akan menjadi sekutu-Nya. Kini, jika kita menisbahkan anak menyatu dengan Tuhan, urusannya seolah-olah saya mengatakan bahwa anakku dan aku adalah satu. Jika statmen itu benar adanya, aku akan menjadi ayah bagi diriku, lantaran aku sendiri adalah putraku sendiri. Dan putraku akan menjadi putra bagi dirinya sendiri, lantaran ia adalah aku. Oleh karena itu, Tuhan akan menjadi bapak bagi dirinya sendiri, dan putra-Nya menjadi putra bagi dirinya sendiri. Tuhan tidak, dan tidak dapat menjadi bapak dari makhluk hidup atau non-hidup jika kebapakan digunakan dengan makna yang sesungguhnya. Jika kata yang digunakan memiliki arti majazi (figuratif), bermaksud bahwa Tuhan adalah pengasih terhadap makhluknya sebagaimana pengasihnya seorang ayah, maka Dia tidak hanya akan menjadi ayah bagi satu orang tetapi bagi seluruh umat manusia. Dan hal ini merupakan sesuatu yang dapat dipahami dari doa kaum Krisitan, “Bapa kami, Engkau di surga…”Akan tetapi, bahkan penggunaan ini juga tertolak bagi Islam, lantaran kalimat ini menyesatkan dan membingungkan orang. Oleh karena itu, kaum muslimin, tidak menggunakan kalimat figuratif ini untuk Tuhan.

Wilson: Ucapan Anda menunjukkan bahwa kaum Muslimin tidak meyakini keilahian Isa. Apakah Anda memiliki bukti jelas terhadap klaim yang menentang keilahian Isa?

Chirri: Anda tidak perlu mematahkan bukti keilahian Isa atau Muhammad atau manusia lainnya. Namun jika Anda mengklaim keilahian seseorang selain Tuhan, Anda harus membuktikan klaim tersebut. Jika seseorang mengklaim bahwa Anda merupakan seorang malaikat, ia harus membuktikan klaim itu. Saya tidak perlu membuktikan bahwa Anda merupakan seorang manusia lantaran penampilan Anda sebagai seorang manusia dan memiliki seluruh atribut seorang manusia. Orang yang mengklaim Anda sebagai seorang malaikat yang harus membuktikan klaimnya, lantaran klaimnya itu berlawanan dengan akal sehat dan dengan kenyataan faktual yang terlihat. Tatkala seseorang berkata bahwa Isa atau Muhammad adalah manusia, bukan seorang Tuhan, ia sejalan dengan definisi yang diterima. Isa hidup sebagaimana manusia, memiliki rupa seperti manusia, tidur dan makan sebagaimana laiknya manusia dan dianiaya sebagaimana manusia. Tidak ada satu pun dari fakta ini yang memerlukan bukti. Hal ini tidak seperti kasusnya dengan orang yang mengklaim keilahiannya. Klaimnya bertentangan dengan pengetahuan umum. Oleh karena itu, ia dan bukan orang lain, yang harus menghadirkan bukti untuk menyokong klaim tersebut. Meski kaum Muslimin tidak sepatutnya menyuguhkan bukti untuk mengingkari keilahian Isa, mereka dapat menghadirkan bukti dan argumen lebih dari satu:

1. Isa merupakan seorang yang ahli ibadah. Tentu saja, ia beribadah kepada Tuhan, bukan kepada dirinya. Hal ini membuktikan bahwa ia bukanlah tuhan namun seorang hamba Tuhan.

2. Sesuai dengan tiga kitab Injil, ucapan terakhir yang disampaikan Isa adalah: “Tuhanku, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkanku?” Seseorang yang memiliki tuhan bukanlah Tuhan.

3. Tuhan adalah abadi, sementara Isa adalah fana; Tuhan Mahakuasa, tapi Isa dianiaya.

Wilson: Mengapa kita tidak dapat melihat Isa sebagai seorang tuhan dari sisi spiritual dan seorang manusia yang fana dari sisi keragaannya?

Chirri: Memiliki dua sisi, raga dan ruhani, tidak hanya dimiliki oleh Isa secara eksklusif, karena setiap manusia memiliki kedua sisi ini. Anda memiliki dua sisi, ruhani dan ragawi dan demikian juga saya. Dan ruh kita tidak ada satu pun yang berisifat fana, karena ruh kita akan tetap hidup setelah kematian kita. Namun hal ini tidak membuat kita menjadi Tuhan, demikian juga bagi Isa.

Wilson: Namun Isa tidak seperti kita. Ia, menurut al-Qur’an dan Injil, lahir dari seorang ibu perawan tanpa ayah. Bukankah hal ini bermakna bahwa ia lebih dari seorang manusia biasa?

Chirri: Terlahir dari seorang ibu tanpa seorang ayah tidak akan membuat Isa lebih dari seorang manusia biasa. Adam dicipta tanpa ayah dan ibu, dan hal itu tidak membuatnya melebihi manusia biasa. Dari al-Qur’an kita membaca: “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), Maka jadilah Dia.” (Qs. Ali Imran [3]:59) Isa bukanlah tuhan, demikian juga Adam karena tidak satu pun dari mereka yang merupakan Sang Pencipta semesta.

Wilson: Bagaimana kita tahu bahwa ia bukan Pencipta semesta?

Chirri: Para ilmuan berkata bahwa usia bintang-bintang adalah lebih dari empat miliar tahun lamanya, dan Isa lahir kurang lebih dua ribu tahun yang lalu. Bagaimana mungkin usia semesta yang sedemikian tuanya dicipta oleh seorang pencipta muda?

Wilson: Anda tepat. Dan saya pikir Anda telah membuat masalahnya menjadi jelas untuk meyakinkan setiap orang yang berpikiran jujur dan jernih. Sebenarnya, fakta-fakta yang Anda beberkan telah masyhur bagi setiap orang. Namun menakjubkan bagaimana orang-orang melalaikannya. Saya pikir mereka melakukan hal ini karena mereka diajarkan keilahian Isa semenjak kecil. Ajaran ini diulang-ulang di rumah dan di gereja yang tetap lekat dalam ingatan anak-anak; dan ketika mereka tumbuh dewasa, mereka tumbuh seiring dengan pikiran mereka. Mereka tidak mempersoalkan masalah ini karena mengangggap masalah ini sudah seperti ini adanya (taken for granted). Dari apa yang telah didialogkan selama ini, telah jelas bagiku pandangan tanpa kompromi Islam ihwal keesaan Tuhan yang merupakan hal yang sangat rasional. Oleh karena itu, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Mahakuasa, Esa tanpa sekutu, mitra dan anak.

Dialog Ke-7

Persamaan dan Perbedaan Islam-Kristen ihwal Isa

Wilson: Seluruh masalah tauhid dan monoteisme dalam Islam, sesuai dengan penjelasan Anda, telah menjadi jelas. Ajaran Islam berkenaan dengan Isa juga telah menjadi terang. Kini saya ingin mendengar poin secara ringkas tentang persamaan Islam dan Kristen ihwal Isa.

Chirri: Islam sejalan dengan Kristen, secara umum, sebagaimana pada poin-poin berikut ini:

1. Islam mendakwahkan kesucian Isa As.

Pada kenyataannya, hal ini menjadi bagian penting dalam ajaran Islam untuk mengagungkan dan meyakini kesucian Isa As, dan bahwa ia hidup di dunia ini sebagai seorang yang bebas dari segala bentuk dosa. Dari al-Qur’an kita membaca, “(ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).” (Qs. Ali Imran [3]:45)

2. Islam mendeklarasikan kesucian Maria, ibunda Isa.

Tidak ada seorang Muslim yang dapat meragukan kesucian dan kesusilaan Maria. Ia, sesuai dengan al-Qur’an,merupakan wanita tersuci di antara bangsa-bangsa, “Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’. (Qs. Ali Imran [3]:42-43)

3. Islam menyatakan bahwa Isa dengan mukjizat lahir dari seorang ibu perawan tanpa seorang ayah.

Al-Qur’an menegaskan, “Dan Ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qura'n, Yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Maka ia Mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”. Maryam berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Jibril berkata: “Demikianlah”. Tuhanmu berfirman: “Hal itu adalah mudah bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan”. Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, Dia berkata: “Aduhai, Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”. Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (Qs. Maryam [19]:16-26) 4. Al-Qur’an mengatributkan kepada Isa banyak mukjizat yang disebutkan dalam Injil. Menurut al-Qur’an, Isa diberikan kekuasaan oleh Allah untuk menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan membuat orang buta menjadi melihat, “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, Yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.” (Qs. Ali Imran [3]:49) Di samping itu, Kitab Suci al-Qur’an menisbahkan kepada Isa sebuah mukjizat yang tidak tercatat dalam kitab-kitab Injil: Isa berbicara dengan jelas tatkala ia masih dalam buaian (ayunan), “Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. kaumnya berkata: “Hai Maryam, Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina”. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana Kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?” Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaKu, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Qs. Maryam [19]:27-33)

Wilson: Titik-titik persamaan, berkat penjelasan Anda, telah menjadi jelas. Saya tahu bahwa para pengikut banyak agama memiliki pandangan yang berbeda dalam masalah Isa. Sebagian dari mereka dapat dipandang sebagai anti-Isa lantaran mereka mengingkari kesucian Isa dan Maria, tidak meyakini mukjizat-mukjizatnya dan menolak kebenarannya; sebagian dari mereka bersikap netral, juga tidak bersikap anti-Isa; dan beberapa dari mereka pro terhadap Isa, meyakini kesuciannya dan menerima seluruh ajarannya dan meyekini seluruh mukjizatnya. Sesuai dengan penjelasan Anda, kaum Muslimin harus dipandang sebagai pro-Isa, sebagaimana kaum Kristian sendiri. Apa yang tertinggal kini adalah melihat titik-titik perbedaan antara kaum Muslimin dan kaum Kristian berkenaan dengan Isa.

Chirri: Wilayah perbedaan antara Islam dan Kristen, dalam melihat Isa, termasuk dalam beberapa poin-poin berikut ini: 1. Kendati Islam menerima kesucian Isa, namun ia mengingkari keilahian Isa. Menurut ajaran Islam, Isa tidak memiliki sifat ketuhanan. Ia bukan Tuhan, juga tidak menyatu dengan Tuhan. Ia layak mendapatkan pengagungan, takzim dan penghormatan, namun ia tidak patut untuk disembah. Islam bersikap non-kompromi dalam tauhidnya. Tuhan hanya Satu, tiada Tuhan selain Dia, Mahakuasa, Abadi, Swa-Ada, Nir-batas dalam pengetahuan, hidup dan kekuasaan. Isa tidak abadi. Ia hidup kurang lebih 2000 tahun yang lalu, dan menurut kitab-kitab Injil, usianya tidak panjang. Ia bukan mahakuasa lantaran mendapatkan penganiayaan; juga tidak nir-batas. Ia tidak dapat menjadi Sang Pencipta semesta lantaran semesta telah berusia lebih dari empat miliar tahun lamanya, sementara ia lahir kurang lebih dua ribu tahun yang lalu. Ia tidak layak disembah karena ia sendiri merupakan hamba yang beribadah kepada Tuhan.

2. Isa, sesuai dengan ajaran Islam, bukan merupakan anak Tuhan. Tuhan tidak memiliki putra atau anak, karena Dia di atas semua itu. Sejatinya, kebapakan merupakan sesuatu yang tidak diterima dalam urusan Tuhan lantaran Dia tidak berbentuk fisikal. Kebapakan spiritual juga tidak dapat diterima karena Dia merupakan Pencipta setiap wujud spiritual dan material. Dalam al-Qur’an kita dapat menemui poin ini dengan jelas, “Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan. Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak Padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu. (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu.” (Qs. al-An’am *6+: 100-102)

3. Islam mengingkari kruksifisi (penyaliban) Isa.

Isa tidak mati di atas salib. Dalam al-Qur’an kita dapat menjumpai poin ini dengan jelas, “Dan karena Ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah “, Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya, dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. an-Nisa [4]:157-158)

Wilson: Pandangan ini adalah berseberangan secara tajam dengan ayat-ayat dalam seluruh kitab Injil. Keempat Injil secara terang menyatakan bahwa Isa mati di atas salib. Bagaimana kita dapat merekonsiliasi ayat al-Qur’an ini yang mengingkari dengan tegas kematian Isa di atas salib?

Chirri: Ada sebuah jalan untuk merekonsiliasi ayat Qur’ani dan ayat-ayat dalam kitab-kitab Injil: Perbedaan keduanya dapat menjadi sebuah perbedaan antara penampilan dan realitas. Tidak ada keraguan, beberapa peristiwa yang terjadi pada masa apa yang dipandang sebagai masa penyaliban Isa dan kematiannya di atas salib. Kehidupan Isa merupakan kehidupan yang penuh dengan mukjizat. Boleh jadi bahwa orang lain (seperti Yudas, orang yang mengkhianatinya) yang secara mukjizat diserupakan dengannya, dan ia, bukan Isa, yang mati di atas salib. Ada jalan lain juga untuk merekonsiliasi antara ayat Qur’ani dan ayat-ayat Injil tanpa berujung pada asumsi terhadap mukjizat: Anggaplah Isa ditaruh di atas salib, dan ia pingsan, sehingga ia kelihatannya mati, sementara ia masih hidup. Asumsi ini bukan tanpa bukti dari kitab-kitab Injil: kitab-kitab Injil menyatakan bahwa Isa tidak bertahan lama di atas salib. Ia diturunkan dengan segera, tanpa dipatahkan kakinya, sementara sudah merupakan kebiasaan untuk mematahkan kaki orang yang disalib. Orang-orang Yahudi mempersiapkan untuk merayakan kepergiannya. Mereka tidak ingin ia tinggal di atas salib hingga hari berikutnya, Sabtu, pada hari dimana mereka tidak boleh melakukan pekerjaan apa pun termasuk penguburan. Karena Isa tidak bertahan lama di atas salib, ia boleh jadi tetap hidup. Kitab-kitab Injil juga menyatakan bahwa setelah Isa kelihatan mati, seseorang menghajarnya dengan sebuah tombak, dan darah mengucur keluar dari badannya. Kita tahu bahwa darah tidak akan mengucur dari badan yang mati. Hal ini menunjukkan bahwa Isa masih hidup. Kitab-kitab Injil menyatakan bahwa Isa diletakkan di atas kuburnya, dan sebuah batu berat ditaruh di atas pusaranya, dan pada hari Minggu, tubuh itu lenyap, dan bahwa batu itu tersingkir dari mulut pusara itu. Kita memiliki hak untuk curiga bahwa beberapa orang murid Isa menyingkirkan batu itu dan menyelamatkannya. Jika Isa dibangkitkan dengan mukjizat, maka tidak akan perlu adanya penyingkiran batu itu. Tuhan mampu untuk membangkitkan dari kuburnya dan tetap membiarkan batu itu tak bergerak. Penyingkiran batu itu nampaknya merupakan perbuatan manusia, bukan pekerjaan Tuhan. Di samping itu, kitab-kitab Injil menyatakan bahwa Isa muncul beberapa kali di hadapan muridnya setelah kejadian penyaliban. Seluruh kemunculan ini nampaknya terjadi secara rahasia, dan bahwa Isa tidak ingin muncul secara terang-terangan. Jika ia dibangkitkan dengan mukjizat, ia tidak perlu menyembunyikan dirinya dari musuh-musuhnya. Rahasia kemunculannya mengindikasikan bahwa ia masih hidup sebagaimana sebelumnya, dan bahwa hidupnya tidak diganggu oleh kematian singkat, dan bahwa ia masih merasa takut akan kejaran musuh-musuhnya. Masyarakat internasional Kafan Suci akhir-akhir ini telah menyimpulkan bahwa noda-noda darah pada kain kafan Isa menunjukkan bahwa Isa masih hidup ketika ia diturunkan dari salib. Kalau tidak, maka tidak akan ada darah pada lembaran kain yang menutupi tubuhnya. Seorang Kristian, yang beriman kepada penyaliban Isa, akan kesusahan untuk mendamaikan antara dua prinsip yang ia yakini, yaitu: Isa adalah Tuhan dan Isa disalib. Seorang yang disalib tidak dapat menjadi Tuhan lantaran ia tidak mampu melindungi dirinya, apatah lagi untuk menjadi mahakuasa. Seorang Muslim, di sisi lain, tidak menghadapi problem semacam ini. Ia yakin bahwa Isa merupakan seoarang nabi dan tidak lebih. Seorang nabi boleh jadi dianiaya dan disalib, lantaran seorang nabi tidak harus menjadi mahakuasa. Meski Islam tidak memiliki problem kontradiksi, ia telah memecahkan problem yang sebenarnya tidak ia miliki. Isa tidak disalib. Tuhan yang telah melindunginya.

4. Islam tidak sejalan dengan Kristen dalam hal doktrin penebusan dosa. (Doctrine of Redemption). Doktrin penebusan adalah bersandar pada doktrin dosa semula (original sin): bahwa umat manusia telah dikutuk oleh Tuhan karena dosa Adam dan Hawa yang secara konsekuensial diwarisi oleh anak-anak mereka. Islam menafikan seluruh doktrin dosa semula; Tuhan tidak mengutuk manusia lantaran sebuah dosa yang dilakukan oleh sepasang manusia yang hidup pada masa-masa awal penciptaan. (Hal ini dapat dibuat jelas dalam poin-poin berikut ini) Tidak ada dosa asli; oleh karena itu, tidak perlu pada penebusan bagi manusia dari dosa yang sebenarnya tidak ada. Terlebih, anggaplah bahwa terdapat dosa semula. Untuk memaafkan umat manusia dari dosa asal mereka, Tuhan tidak perlu kepada seorang yang tanpa dosa, sepert Isa, untuk disalib. Dia dapat memaafkan umat tanpa menyebabkan penderitaan seorang yang tak berdosa. Berkata bahwa Tuhan tidak memaafkan umat manusia kecuali menyalib Isa, adalah menempatkan Dia pada posisi seorang penguasa yang tidak ditaati oleh warganya. Tatkala anak-anak meminta penguasa untuk memaafkan dosa ayah mereka, ia menolak untuk melakukan hal itu kecuali ia membunuh salah seorang yang ia cintai. Jika mereka melakukan kejahatan yang serius, ia akan memaafkannya; kalau tidak, ia tidak akan melakukannya. Saya kira bahwa pendakwahan dosa asal tidak akan menempatkan Tuhan dalam posisi seperti itu. Tuhan, Maha Adil dan Maha Pengasih, tidak mengutuk manusia lantaran dosa para nenek moyang mereka.. Dia dapat mengampuni dosa-dosa mereka tanpa meminta mereka untuk melakukan dosa yang lebih besar.