50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan0%

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Akhlak

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Syaikh Abbas Al-Qummy
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 6475
Download: 2554

Komentar:

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 56 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 6475 / Download: 2554
Ukuran Ukuran Ukuran
50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan

50 Pelajaran Ahlak untuk Kehidupan

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Pelajaran Ke-17

Memohon

Saudaraku, angkatlah kedua tanganmu sebisa mungkin untuk memohon kepada Tuhanmu. Mintalah kepada-Nya segala hajat dan kebutuhanmu. Janganlah engkau tumpahkan wajahmu di hadapan orang-orang yang terkutuk hanya untuk sesuap nasi.

Di dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw bersabda bahwa orang kaya itu bukanlah orang yang banyak hartanya, tetapi orang kaya adalah orang yang jiwanya terhormat. Dalam tempat yang lain kepada seorang Badui yang memohon nasihat kepadanya, beliau bersabda: “Apabila engkau melakukan shalat maka lakukanlah seperti orang yang melakukan shalat terakhir kalinya, janganlah engkau berkata-kata dengan ucapan yang menyebabkan keesokan harinya engkau akan menyesal. Dan himpunlah rasa putus asa dari apa-apa yang ada di tangan manusia.”

Imam Shadiq As bersabda:

“Sesungguhnya Syi’ah-syi’ah kami adalah orang-orang yang tidak meminta sesuatu dari manusia dan orang lain, sekalipun ia mati kelaparan”.

Beliau bersabda dalam hadis yang lain:

“Ada tiga perkara yang merupakan kebanggaan seorang mukmin dan akan menjadi hiasan baginya di dunia dan akhirat, yaitu shalat pada akhir malam dan merasa putus asa dalam mengharap apa yang berada di tangan orang lain dan berwilayah kepada Imam dari Ahlulbait Muhammad Saw.” [53]

Ketahuilah Saudaraku, bahwa pakaian seorang raja sekalipun ia mulia, tetapi sesungguhnya ia lebih rendah daripada pakaian seorang fakir yang sabar dan rela dengan kefakirannya tersebut. Sesungguhnya makanan orang yang berleha-leha sekalipun nampaknya lezat, tetapi sesungguhnya roti kering yang dimakan oleh orang-orang fakir itu lebih lezat.

Saudaraku, janganlah engkau merasa gelisah karena sedikitnya uangmu, janganlah engkau menjual agamamu untuk duniamu, karena sesungguhnya pada hari pembalasan nanti kemuliaan itu terdapat pada agama dan bukan terdapat pada uang. Derajatmu akan menjulang tinggi dengan agamamu dan bukan dengan uangmu.

Hukama (orang-orang bijak) berkata “Seandainya air kehidupan itu dijual dan diganti dengan air wajah (kehormatan), maka tidak akan ada seorang alim pun yang bersedia untuk membelinya. Sesungguhnya mati karena sakit itu lebih baik daripada hidup dengan segala kehinaan”.

Oleh karena itu Saudaraku bersandarlah sepenuhnya kepada Allah Swt dan hindarilah rasa tamak dengan melihat apa yang ada pada orang lain dan janganlah engkau perduli dengan yang ada pada mereka. Imam Shadiq As bersabda:

“Apabila kalian menghendaki agar Tuhan kalian tidak mengabulkan suatu permintaanpun melainkan ia pasti memberikannya, maka hendaklah kalian berputus asa dari seluruh manusia dan tidak lagi menaruh harapan selain dari Allah Swt. Apabila Allah Swt mengetahui hal itu dan apa yang ada di dalam lubuk hati kalian maka apa yang dia minta pasti Allah akan memberikannya." [54]

Allah Swt berfirman: “…. orang yang tidak tahu menyangka bahwa mereka itu orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak…”. (Qs. al-Baqarah [2]:273).

Rasulullah Saw bersabda kepada Abu Dzar: “Wahai Abu Dzar, hendaklah engkau jangan meminta-meminta, karena hal itu merupakan kehinaan yang berwujud dan merupakan kefakiran yang cepat dan di dalamnya terdapat hisab yang panjang di hari kiamat." [55]

Dalam hadis yang lain diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Ali seandainya kedua tanganku ini di masukkan ke dalam mulut at tannin sampai ke sikuku hal itu lebih aku sukai daripada aku harus meminta dari orang lain yang tidak ada di sana." [56]

Amirul Mukminin Ali As pernah bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta itu akan melemahkan lisan orang yang berbicara dan akan memecahkan hati yang berani dan membuat orang yang merdeka dan mulia itu bersikap bagaikan sikap seorang budak yang hina dan menghilangkan kehormatan muka dan menghapuskan rizki." [57]

Dalam hadis yang lain beliau bersabda: “Sesungguhnya taqarrub kepada Allah Swt itu dilakukan dengan memohon kepada-Nya dan dengan cara meninggalkan apa yang ada pada manusia."

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda:

“Sesungguhnya Syi’ahku adalah orang yang tidak menjilat-jilat bagaikan seekor anjing dan orang yang tidak tamak sebagaimana tamaknya burung elang dan tidak meminta-minta kepada orang lain meskipun ia mati kelaparan."

Pada hadis yang lain beliau bersabda bahwa meminta-minta kepada orang lain adalah kunci dari kefakiran. Rasulullah Saw bersabda:

“Tidak ada seorang hambapun yang membuka pintu pada dirinya untuk meminta-minta kepada orang lain melainkan Allah akan membukakan atasnya tujuh puluh pintu kefakiran."

Imam Shadiq As bersabda:

“Barang siapa yang memohon kebutuhannya kepada orang lain, maka akan tercabut kehormatan dan rasa malunya. Dan dengan berputus asa atau tidak mengharapkan apa yang ada pada manusia adalah merupakan kemuliaan bagi seorang mukmin di dalam agamanya, sedangkan tamak adalah merupakan fakir yang hadir." [58] []

Pelajaran Ke-18

Al-Hirsh

(Rakus)

Saudaraku, hindari dan buanglah jauh-jauh sifat rakus karena sifat tersebut merupakan sahara yang luas tidak bertepi, ke arah mana saja engkau menghadapkan wajahmu maka engkau tidak akan dapat melihat dan menjangkau batasnya. Rakus merupakan lautan yang tiada bertepi dan tidak dapat dijangkau kedalamannya sekalipun kamu menyelaminya. Sungguh betapa rugi dan celakanya orang yang ditimpa penyakit rakus ini, karena ia akan mencelakakan dan menyesatkan dan sulit untuk diselamatkan.

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya orang yang rakus itu mahrum (terhalangi,) dan dengan adanya penghalang ini dia akan menjadi terhina dalam hal apa saja. Bagaimana ia tidak akan menjadi mahrum dan terhalangi sedangkan ia kabur dari ikatan janji Allah Swt? "[59]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Sesungguhnya rakus itu lebih panas dari api neraka”. Dalam riwayat yang lain beliau bersabda: “Sesungguhnya sifat rakus itu dapat menghalangi kadar dan kemuliaan seseorang dan sifat ini tidak akan menambahkan rizki kepadanya”.

Dalam riwayat yang lain beliau bersabda bahwa orang yang rakus itu adalah fakir meskipun ia memiliki dunia dan isinya. Diriwayatkan dari Imam Baqir As, beliau bersabda bahwa perumpamaan orang yang rakus terhadap dunia adalah seperti ulat sutra, dimana setiap kali bertambah lipatan sutra pada dirinya maka akan semakin jauh pulalah dirinya untuk dapat keluar dari lipatan tersebut.[60]

Ketahuilah Saudaraku, sesungguhnya qanaah (merasa cukup) adalah merupakan suatu sifat yang penuh dengan keutamaan dan fadhilah dan merupakan sifat yang membuat ketenangan seseorang di dunia dan akhirat.

Al-Allamah an-Naraqi dalam kitabnya Jami’u Sa’âdat jilid 2 hal 101 berkata bahwa qanâ'ah dan merasa cukup itu merupakan lawan dari rakus. Qanâ'ah adalah suatu sifat terpuji yang jika melekat pada diri seseorang dapat menjadikannya merasa cukup dengan sekedar kebutuhannya dari harta tanpa berusaha untuk susah payah mencari tambahannya. Qanâ'ah merupakan sifat yang mulia dan utama, dimana sifat-sifat mulia yang lain bergantung pada sifat tersebut. Dan ketiadaan sifat qanâ'ah tersebut akan menjadikan dan menyebabkan seseorang menjadi terjerumus kepada akhlak dan budi pekerti yang buruk. Orang-orang yang qanâ'ah, dengan hanya satu hidangan makanan akan bisa mencukupi sepuluh orang. Tetapi sebaliknya, sifat rakus itu tak ubahnya bagaikan dua anjing yang akan berkelahi hanya untuk memperebutkan sebuah bangkai. Demikianlah orang yang rakus, dia akan tetap lapar meskipun dunia seisinya telah menjadi milikinya. Sementara orang yang merasa cukup dan qanâ'ah akan merasa kenyang sekalipun hanya dengan sebuah roti kering.[]

Pelajaran Ke-19

Tamak

( Serakah)

Saudaraku, ketahuilah bahwa tamak merupakan sebuah sifat yang sama dengan sifat rakus. Lawan dari sifat ini adalah tidak butuh kepada orang lain.

Telah diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tamak akan menghilangkan hikmah dari kalbu-kalbu para ulama." [61]

Dan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As, beliau bersabda:

“Mulialah orang yang qanâ'ah, yaitu orang yang merasa cukup dengan apa yang dimilikinya dan hinalah orang yang tamak.” [62]

Dari Ali bin Husain as-Sajjad As bersabda:“Aku melihat kebaikan yang awalnya terkumpul dan menjadi terputus karena ketamakan manusia.” [63] []

Pelajaran Ke-20

Bakhil

(Kikir)

Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari sifat bakhil dan pelit, karena sesungguhnya orang yang bakhil dan pelit itu terhina, rendah dan tidak berharga. Cukuplah dalam keburukan sifat ini bahwa tidak akan ada seorang pun yang menyukainya di dunia ini. Dan masyarakat, bahkan anak-anaknya sendiri akan memusuhinya dan keluarga serta familinya senantiasa akan menunggu kematiannya, supaya dalam duka citanya mereka bisa mengenakan pakaian yang paling lusuh akan tetapi mereka akan membawa pakaian yang paling baik.

Sebagian ulama mengatakan: “Akar bakhil itu dari tanah dan dia akan tumbuh ketika hendak menuju ke tanah”.

Dan ketahuilah Saudaraku, bahwa orang bakhil tidak akan pernah diingat setelah kematiannya, karena telah jelas bahwa barang siapa tidak memakan rotinya ketika hidupnya, maka tidak akan ada yang menyebutkan namanya ketika matinya.

“Dan barang siapa yang kikir, sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri”. (Qs.Muhammad [47]:38)

Pelajaran Ke-21

As-Sakhâ’

(Murah Hati)

Saudaraku, sesungguhnya kebalikan dari sifat bakhil adalah sakhâ’ atau murah hati. Sakhâ’ adalah sebuah sifat yang merupakan akhlak tinggi dan mulia dimana pemiliknya senantiasa akan diterima oleh para penghuni ufuk. Keutamaan dari sifat ini begitu jelas dan terang, karena orang yang memiliki sifat ini akan menjadi orang yang dicintai dan dipuji di sisi Khaliq dan di sisi makhluk. Orang yang pemurah akan dicintai oleh para penghuni langit dan penghuni bumi, dan namanya akan senantiasa terukir dalam kebaikan.

Saudaraku, ketahuilah bahwa kekayaan merupakan perantara untuk memudahkan kehidupan. Dan kehidupan ini bukan merupakan sarana untuk mengumpulkan kekayaan. Seorang ‘Aqil (orang yang berakal sehat) pernah ditanya: “Siapakah yang dimaksud dengan orang yang beruntung, dan apakah yang dimaksud dengan kemalangan?” Sang 'Aqil berkata: “Beruntung adalah memakan dan memanen, sedangkan malang adalah mati dan tenggelam”. Dengarlah baik-baik nasihat Nabi Musa As kepada Qarun, beliau berkata: “Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Qs. Qashash [28]:77) Wahai Qarun engkau tidak mendengarkannya dan akibatnya engkau melihat keburukannya dan apa yang engkau capai”

Para cerdik pandai berkata: “Telah meninggal dunia dua orang dan keduanya menyesal, karena yang satu mempunyai tetapi tidak memakannya dan yang satunya lagi mengetahui tetapi tidak mengamalkannya.”

Saudaraku, karena engkau telah mengetahui keutamaan sifat murah hati, maka ketahuilah bahwa sifat ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemberian dan infak.

Pertama: adalah infak-infak wajib, dan yang termasuk di dalamnya seperti: zakat, khumus, nafkah keluarga dan sepertinya.

Kedua: adalah pemberian-pemberian mustahab seperti sedekah, hadiah, mengundang tamu, memberikan hak ma’lum [64] dan hak hashad [65] , memberikan pinjaman, membantu para muslim, membangun masjid, madrasah, jembatan, istal kuda, membangun kanal-kanal, mencetak buku-buku agama dan lain sebagainya, yang kesemuanya ini merupakan sedekah jariyah (yang akan selalu mengalir pahalanya-AM) dan merupakan baqiyatus-shâlihât (peninggalan amal shaleh).[]

Pelajaran Ke-22

Menghindari Harta Haram

Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari harta yang haram, karena hal itu akan menimbulkan bahaya yang teramat besar, dan merupakan penghalang terbesar dalam memperoleh kebahagiaan. Ketahuilah, bahwa sebagian besar manusia yang tidak memiliki harapan lagi untuk memperoleh karunia dan berkah Ilahi, sebabnya adalah karena mereka tidak mau menjauhkan diri dari harta yang haram. Dan sesungguhnya hati yang tumbuh dari suapan makanan haram, akan berada di suatu tempat yang tidak lagi layak untuk menerima karunia dari Yang Maha Suci.

Oleh karena itu saudaraku, ingatlah, jika engkau ingin mencari keselamatan, engkau harus mencari sesuatu yang halal dan harus menahan tangan serta perutmu dari memakan setiap makanan yang ada. Hindarilah berbuat zalim, keras kepala, berkhianat dalam amanat, menipu, licik, marah, mencuri, mengurangi timbangan, melakukan riba dan sebagainya. Saudaraku, sebaliknya kenakanlah baju taqwa dan wara’ pada tubuhmu karena sesungguhnya: “Pakaian takwa itulah yang paling baik”. (Qs. al-A’raf 07:26)[]

Pelajaran Ke-23

Percakapan Yang Tidak Bermanfaat

Saudaraku, berusahalah semampumu untuk menutup mulut, dan jauhkanlah dirimu dari tenggelam dalam kebatilan, dari percakapan yang tidak bermanfaat dan dari ikut campur dalam urusan orang lain. Karena hal itu akan menyebabkan tersia-sianya waktumu yang merupakan modal perdagangan dan modal keselamatan.

Oleh karena itu saudaraku, perhatikanlah bahwa waktu untuk mempersiapkan perjalanan akhirat lebih sempit dari melakukan hal-hal di atas, karena sesungguhnya kita adalah para musafir yang hanya berkesempatan mengikat bekal perjalanan, lalu seberapakah banyaknya waktu luang kita sehingga masih sempat duduk-duduk dan bercakap-cakap mengenai hal-hal yang tidak ada manfaatnya.[]

Pelajaran Ke-24

Hasad

(Iri Hati)

Saudaraku, hindarkan dan jauhkanlah dirimu dari sifat iri hati sekuat kemampuanmu, karena orang yang iri hati akan merasa tersiksa dengan azab yang berat, baik di dunia maupun di akhirat dan tidak akan pernah terlepas dari kesedihan dan kesusahan.

Apabila engkau perhatikan orang yang terjangkiti penyakit ini dengan baik, maka engkau akan mendapatkan bahwa dia memiliki watak keras kepala dan bersifat keras terhadap orang lain, bahkan menganggap Allah Swt (wal ‘iyâdzu billâh) adalah jahil, atau dia menganggap dirinya lebih mengetahui kemaslahatan dan keburukan hamba Allah. Ketahuilah, bahwa kedua-duanya ini merupakan kekufuran dan juhud (pengingkaran), sehingga dia akan menyandang julukan si hasad yang malang.

Maka saudaraku, jadilah mahsud (orang yang dijadikan obyek untuk iri hati-pen) dan janganlah menjadi hâsid (pelaku hasad), karena sesungguhnya mizan kebaikan para hâsid senantiasa akan menjadi ringan, karena kebaikannya itu dipindahkan ke mizan para mahsud.

Hadhrat Rasulullah Saw dalam sebuah hadis bersabda: “Sedikit sekali manusia hasad yang bisa merasakan kenikmatan."[66]

Dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda: “Sifat hasad tidak akan membawa keberuntungan." [67]

Terdapat perumpamaan masyhur yang mengatakan: “Telah cukup bagi para penghasud dengan hasad yang diidapnya.”

Apabila engkau ingin mengetahui kemalangan yang akan dibawa oleh para penghasad, maka perhatikanlah baik-baik, bahwa sebenarnya -di dalam kehidupan dunia yang hanya beberapa hari saja- tidak pantas sama sekali untuk iri hati kepada hamba Allah yang lain. Karena dalam waktu yang hanya sekejap mata, si haasid dengan mahsud akan segera terkubur di dalam tanah, dan nama mereka akan terhapus dari lembaran masa.[]

Pelajaran Ke-25

Merendahkan Orang Lain

Saudaraku, hindarkanlah dirimu dari menghina dan merendahkan orang lain dari hamba-hamba Allah.

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Barang siapa menghina salah satu dari sahabatku berarti dia telah mengikatkan tali peperangan denganku."[68]

Oleh karena itu Saudaraku, seharusnya engkau senantiasa menghormati dan memuliakan seluruh tingkatan rakyat sesuai dengan keberadaan mereka, khususnya dari keturunan mulia; ahli ilmu, ahli fadhilah dan pemilik sifat wara’ dan takwa. Demikian pula terhadap orang-orang tua dan para pendahulu Islam dan keturunan agung para sadat (keturunan Rasulullah).[]

Pelajaran Ke-26

Zalim Dan Kasar

Saudaraku, hindarkanlah dirimu sebisa mungkin dari berbuat zalim dan kasar. Sesungguhnya aniaya dan zalim menurut pendapat siapapun di alam ini, merupakan perbuatan yang buruk. Di dalam Al Qur’an al Majid dijelaskan bahwa orang-orang yang berbuat zalim berada dalam laknat yang sangat keras. Banyak sekali hadis-hadis Rasulullah Saw yang menjelaskan tentang celaan serta ancaman yang berat bagi orang-orang yang zalim. Allah Swt dalam salah satu ayatnya berfirman: “Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Qs. Ali Imran [03]:57)

Terdapat sebuah riwayat yang mengatakan bahwa berbuat zalim dan kekerasan dalam satu jam itu lebih buruk di sisi Allah dari melakukan dosa selama enam puluh tahun. Dan barang siapa yang takut dengan balasannya, maka dia pasti akan menjauhkan diri dari melakukan kezaliman tersebut, karena muntaqim (yang mengambil balas dendam) hakiki akan menuntut intiqâm (balas dendam) dari setiap orang yang berbuat kezaliman, lalu memberikan balasan yang sesuai untuknya. [69]

Demikianlah, Sultan Mahmud Ghaznawi mengatakan: “Aku tidak terlalu takut dengan pedang para lelaki singa, tetapi aku lebih takut pada amir perempuan tua”.

Telah diriwayatkan pula bahwa berbuat zalim atau berteman dengan orang yang zalim, dan rela dengan kezalimannya, mereka semua berada dalam kedudukan yang sama. Oleh karena itu saudaraku, berbuatlah sesuatu dengan adil dan hindarkanlah dirimu dari berbuat zalim kepada hamba-hamba Allah, karena kemuliaan sifat adil berada di luar sifatnya. Dan cukuplah dalam posisi sebagaimana apa yang kita lihat dalam sebuah cerita bahwa setelah lebih dari seribu tahun Anushirwan [70] yang adil terkuburkan, tetapi ternyata rakyat masih saja menyebutkan kebaikan namanya, hal ini dikarenakan satu sifat yang mulia dan tali umurnya yang selama sekian ribu tahun dalam kesultanan telah ditancapkan pada paku ajal, akan tetapi hingga kini nyanyian rantai keadilannya masih terikat erat di kubahnya.[]

Pelajaran Ke-27

Memenuhi Hajat Muslimin

Saudaraku, senantiasa bersungguh-sungguhlah dalam memenuhi dan membantukebutuhan serta hajat para muslim, dan berusahalah untuk memberikan hal-hal yang lebih penting bagi mereka.

Ketahuilah, bahwa keutamaan para muqarrab adalah karena usaha mereka yang serius untuk memenuhi keperluan orang-orang yang butuh.

Hadhrat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda dalam salah satu hadisnya kepada Kumail bin Ziyad: “Wahai Kumail, perintahkanlah kepada keluargamu untuk berusaha meraih kemuliaan dengan berupaya memenuhi kebutuhan orang-orang yang memerlukan.” [71] []

Pelajaran Ke-28

Membahagiakan Hati Mukmin

Saudaraku, bahagiakanlah hati para mukmin semampumu, karena alangkah besar dan banyaknya pahala yang dijanjikan untuk perbuatan tersebut. Dan ketahuilah bahwa membuat bahagia dan gembira hati kaum mukmin lebih baik dan lebih utama daripada meramaikan sebuah bangsa.

Hadhrat Rasul Saw bersabda: “Amalan yang paling dicintai di sisi Allah Swt adalah memberikan kebahagiaan atas para mukmin.”[72][]

Pelajaran Ke-29

Amar Ma’ruf Dan Nahi Mungkar

Saudaraku, janganlah engkau menganggap ringan pelaksanaan amar ma’ruf dan nahi mungkar, karena melalaikan masalah ini dapat mengakibatkan bahaya yang sangat fatal. Dan bahaya yang ditimbulkan oleh hal ini bersifat universal, dan kerusakan yang akan terjadipun bersifat global dan memenuhi segala segmen.

Dari Hadhrat Baqirul Ulum As telah diriwayatkan, beliau bersabda bahwa Allah Swt telah mengirimkan wahyu kepada Nabi Syu’aib As dengan berfirman bahwa “Aku akan menurunkan azab kepada seratus ribu orang dari kaummu, empat puluh ribu darinya berasal dari golongan yang buruk dan enam puluh ribu lainnya dari golongan yang baik”. Nabi Syu’aib bertanya: “Tetapi mengapa golongan yang baik-baik pun mendapatkan azab?”, Lalu beliu mendengar jawaban bahwa “Hal itu terjadi karena mereka menjilat dan menganggap sepele para pembuat maksiat, dan mereka tidak memarahi dengan kemarahan-Ku.” [73] []

Pelajaran Ke-30

Kekeluargaan

Saudaraku, ketahuilah bahwa mempunyai sifat kekeluargaan atau kekerabatan serta damai dengan masyarakat, merupakan sebuah sifat yang terpuji dan akhlak yang mulia. Sehubungan dengan masalah ini terdapat begitu banyak hadis yang mengungkapkan tentang keutamaan melakukan ziarah kepada para mukmin, mengucapkan salam, bersalaman dengan mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengiringi jenazah dan mengucapkan tasliyat kepada orang-orang yang terkena musibah dan yang semisalnya.

Saudaraku, apabila engkau perhatikan dengan baik hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini, maka engkau akan mengetahui betapa besarnya perhatian Allah Swt terhadap persoalan rasa kekeluargaan di antara seluruh makhluknya, dan betapa banyaknya sunnah-sunnah yang telah Dia tetapkan untuk mempertahankan sifat ini. Tetapi sayang dan ironis sekali, ternyata pada zaman kita sekarang ini, sebagian besar dari sunnah-sunnah tersebut telah ditinggalkan, tidak ada yang tertinggal dari nubuwwah (kenabian) melainkan formalitasnya dan tidak ada yang tertinggal dari syari’at kecuali namanya. Setan-setan dengan berbagai usahanya telah berhasil menyebarkan berbagai rencana busuknya. Sehingga umat ini jatuh dan tejerumus ke dalam perbuatan nifak dan perpecahan di antara mereka. Bahkan umat ini, kini telah berani membelakangi segala sesuatu, padahal Allah telah memberikan perhatiannya begitu besar. Mereka tidak menjenguk sesamanya, kecuali karena riya atau untuk menampakkan dan menyebarkan keburukan. Mereka menganggap bahwa memberikan salam merupakan satu perbuatan yang tercela, tetapi mereka senantiasa mengharap agar orang lain memberikan salam kepadanya. Dan mereka pun menganggap bahwa bersalaman merupakan sebuah kebiasaan yang dungu.[]

Pelajaran Ke-31

Silaturahmi

Saudaraku, silaturahmi dan menjalin ikatan persaudaraan dan kekeluargaan dengan sanak keluarga merupakan sebuah ketaatan yang sangat dianjurkan Islam. Bahkan melakukan hal ini lebih utama dari ibadah sunnah. Cukuplah mengenai keutamaan perbuatan ini bahwa hal itu dapat memperpanjang umur dan memperbanyak rizki serta mempermudah hisab pada hari kiamat. Sedang memutus silaturahmi dapat menyebabkan ditimpanya azab akhirat dan malapetaka dunia.

Dari hadis dan pengalaman membuktikan bahwa memutuskan silaturahmi dapat menyebabkan kefakiran dan ketidaktenangan serta akan memperpendek umur. Cukuplah dalam keburukannya bahwa Allah Swt dalam al-Quran berfirman: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Qs. Ar-Ra’ad 13:25)

Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (Qs. Muhammad [47]:22)[]

Pelajaran Ke-32

Menyakiti Kedua Orang Tua

Yang dimaksud dengan menyakiti kedua orang tua adalah membuat mereka marah, kecewa dan merusak ketenangan keduanya. Bahkan mengganggu ketenangan salah satu dari mereka pun dapat dikategorikan menyakitinya. Dan hal ini merupakan jenis pemutusan silahturahmi yang paling parah dan -tentunya- tanpa diragukan lagi merupakan sebuah dosa yang besar.

Betapa malang nasib orang yang menyakiti kedua orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat, karena dengan melakukan hal ini tidak ada lagi yang akan dia peroleh dari umurnya, dan tidak ada pula kemuliaannya. Usianya akan menjadi pendek dan kehidupannya merupakan hukuman baginya. Sakaratul maut akan menjadi susah dan cabutan nyawa pun akan menjadi hal yang sangat menyakitkan baginya.

Oleh karena itu Saudaraku, kasihanilah jiwamu dan hindarkanlah dirimu dari duri yang menyakitkan ini. Ingatlah selalu jerih payah dan hari-hari kedua orang tuamu yang tanpa tidur dan istirahat yang cukup telah membimbing dan membesarkanmu. Bertahun-tahun engkau berada dalam pelukan mereka yang hangat dan penuh kasih sayang, dan membesarkanmu dengan memeras jiwa. Ingatlah bahwa engkau terlahir tanpa daya, lalu layakkah setelah engkau mendapatkan sedikit kekuatan dalam dirimu, engkau segera melupakan semuanya itu?[]

Pelajaran Ke-33

Perhatian kepada Tetangga

Saudaraku, janganlah engkau mengganggu dan menyakiti para tetanggamu dan perhatikanlah haq mereka. Janganlah engkau melihat ke arah rumah mereka, jangan mengalirkan talang ke arah rumah mereka dan jangan pula meletakkan sampah di depan rumah mereka. Dan jangan sampai engkau mengganggu mereka dengan bau atau asap masakanmu, tetapi saling membantulah engkau dengan mereka.

Ingatlah, jangan sampai engkau tidur pada malam hari dalam keadaan kenyang sementara mereka tidur dalam keadaan kelaparan atau engkau hidup dalam keadaan tenang, tetapi mereka hidup dalam kesulitan, kesusahan, kedinginan dan mengenakan baju yang compang-camping.

Janganlah kalian menolak memberikan garam, air, api dan semacamnya ketika mereka memerlukan. Dan apabila mereka ingin meminjam sesuatu dari kebutuhan pokok rumah, maka berikanlah apa yang mereka inginkan.

Saudaraku, perhatikanlah segala sesuatunya, karena mereka yang berbuat baik terhadap para tetangganya, umur mereka akan menjadi panjang dan akan memperluas rumahnya. Sesungguhnya Ahlulbait As telah menegaskan dan menekankan masalah bertetangga ini dalam banyak bab. [74] []

Pelajaran Ke-34

Mencari Aib Orang Lain

Mencari aib, cela dan keburukan orang lain merupakan indikasi keburukan jiwa, keburukan karakter dan kehinaan pelakunya. Karena setiap orang yang mempunyai aib dan sifat buruk, pasti ingin menampakkan aib dan kekurangan orang lain.

Di riwayatkan dalam salah satu hadis Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Barang siapa yang menampakkan amal orang lain yang tidak layak, sesungguhnya dia telah menempatkan dirinya pada posisi tersebut.” [75]

Pengalaman membuktikan bahwa barang siapa meletakkan dirinya untuk senantiasa membuka aib orang lain, berarti dia telah membuat malu orang lain dan akan membuat dirinya tidak dipercaya.

Oleh karena itu, betapa bodohnya orang yang melihat dirinya sendiri bergelimang dengan beribu aib dan seluruh anggota -dari kaki hingga kepala- dipenuhi oleh maksiat, tetapi dia menutup matanya dari aibnya sendiri, lalu malah sibuk membuka mulutnya untuk mencari aib dan kesalahan orang lain.

Hadhrat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dalam salah satu kalimatnya mengumpamakan orang-orang yang senantiasa mencari aib orang lain lalu menukilkan aib tersebut, tetapi tidak menukilkan kebaikannya, dengan perumpamaan seekor lalat yang senantiasa mencari tempat-tempat jorok dan kotor dari badan manusia lalu hinggap di atasnya dan tidak melakukan sesuatu pun pada tempat-tempat yang bersih. [76]

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As juga bersabda dalam sebuah hadisnya: ”Sebesar-besarnya aib seseorang adalah yang menjelek-jelekkan orang lain dengan keburukan yang ada pada dirinya sendiri.“ [77] []

Pelajaran Ke-35

Menjaga Rahasia

Saudaraku, janganlah engkau membuka dan menceritakan rahasia yang engkau sembunyikan kepada orang lain, meskipun dia adalah sahabat sejatimu. Karena dia mempunyai banyak teman dan teman-temannya pun mempunyai banyak teman. Para cerdik pandai mengatakan: Setiap rahasia yang telah keluar dari lisan dua orang, berarti rahasia tersebut telah tersebar. Atau segala sesuatu yang telah keluar dari dua bibir, berarti telah menjadi berita.[]

Pelajaran Ke-36

Menggunjing

Saudaraku, ketahuilah bahwa sesungguhnya perbuatan menggunjing, baik hal tersebut dilakukan dengan perkataan, tulisan, secara langsung atau pun dengan isyarat, merupakan sifat yang paling rendah di antara sifat-sifat yang tercela. Dan sepertiga azab kubur itu muncul dikarenakan sifat buruk ini. [78] Bahkan dapat dipahami dari kalam Ilahi bahwa menggunjing seorang anak pun adalah haram hukumnya. Demikian juga Allah Swt berfirman dalam ayatnya: “Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah - yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa - yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.” (Qs. al-Qalam [68]:11-13)

Setiap orang yang mengetahui hakikat dari sifat ini, akan mengetahui bahwa menggunjing merupakan secelaka-celaka dan seburuk-buruknya oranag. Dan seburuk-buruknya penggunjing adalah berkata-kata buruk. Yaitu menggunjing di dekat orang yang dia takut terhadap bahaya, siksaan dan pembunuhannya seperti para sultan, para penguasa dan para pemimpin.[]

Pelajaran Ke-37

Kegirangan

Yang dimaksud dengan kegirangan adalah ketika seseorang mendengar bahwa musibah dan petaka telah menimpa seorang rekan atau saudaranya se-iman meskipun karena kejahatan atau keburukannya, lalu dia merasa girang dan ceria dengan kejadian tersebut.

Dari hadis [79] dan pengalaman telah terbukti bahwa orang-orang yang gembira atas musibah yang menimpa orang lain, maka dia tidak akan meninggalkan dunia ini sebelum dia mengalami musibah sebagaimana yang telah menimpa orang lain. Oleh karena itu orang yang berakal tidak akan merasa aman dari berbagai musibah dunia, dan karenanya dia tidak akan merasa gembira dengan musibah saudaranya yang se-iman.[]

Pelajaran Ke-38

Bertengkar Dan Berdebat

Yang dimaksud dengan bertengkar dan berdebat adalah merasa keberatan atas perkataan orang lain dan menampakkan kelemahan serta mengacaukan percakapan orang tersebut dengan maksud untuk merendahkannya serta untuk menampakkan kebesarannya tanpa adanya manfaat ukhrawi. Ketahuilah bahwa perbuatan seperti ini merupakan salah satu dari akhlak yang sangat tercela.

Dalam salah satu hadis Rasul Saw bersabda bahwa hakikat keimanan seorang hamba tidak akan mencapai kesempurnaan, selama dia tidak meninggalkan pertengkaran dan perdebatan, meskipun kebenaran berada pada dirinya. [80]

Tidak diragukan lagi bahwa apabila seseorang menganggap hal ini sebagai sebuah sifat yang tercela, pasti dia tidak akan pernah menyempatkan diri untuk melakukannya, karena pelaku perbuatan tercela ini diumpamakan sebagaimana seekor anjing liar yang senantiasa akan memenuhi keinginannya. Dia akan ikut terperosok dengan setiap orang dan senantiasa akan memenuhi keinginannya ini, sehingga setiap dia mendengar percakapan orang lain, dia akan melakukan perdebatan dengannya serta mencari kelanjutannya, bahkan dia merasa nikmat dengan perbuatannya tersebut. Terutama dalam kemajemukan seperti sekarang ini, dimana sebagian dari orang-orang yang lemah akalnya malah memuji orang yang mempunyai sifat tercela semacam ini. Orang-orang yang lemah akalnya itu mengatakan bahwa si fulan pendebat atau si fulan yang banyak bicara dan penceramah hebat itu tidak bisa didebat dan tidak ada yang mengalahkannya. Oleh karena itulah biasanya orang semacam ini, yaitu orang yang hobinya berdebat, selalu memilih lawan debatnya dari kelompok orang-orang yang jahil dan bodoh, sehingga dia akan dapat mengalahkannya. Sungguh malang sekali nasib orang seperti ini, karena dia tidak mengetahui bahwa barang siapa yang melakukan perdebatan dengan orang yang lebih bodoh darinya untuk mengetahui bahwa dirinya lebih pandai, sesungguhnya dia adalah orang yang bodoh.[]

Pelajaran Ke-39

Mengolok-Olok Dan Mengejek

Yang dimaksud dengan mengejek dan mengolok-olok adalah menirukan kelakuan, perbuatan, gerak-gerik dan sifat-sifat orang lain, baik dilakukan dengan perkataan, perbuatan, isyarat, sindiran atau kiasan, sehingga menyebabkan orang lain tertawa. Ketahuilah bahwa hal ini dapat menyebabkan timbulnya perpecahan, kecongkakan atau kehinaan orang yang diolok-olok. Dan bisa jadi hal ini, yakni membuat orang lain tertawa dan menganggapnya lucu, disebabkan karena ketamakan terhadap kotoran duniawi. Tak pelak lagi bahwa perbuatan semacam ini tidak akan keluar kecuali dari orang-orang yang rendah akhlaknya, tidak berpendidikan dan pemilik fitrah yang tercela. Bahkan pelaku perbuatan tersebut termasuk orang yang tidak memiliki pengetahuan agama dan tidak juga memiliki kemanusiaan.[]

Pelajaran Ke-40

Berlebihan Dalam Bercanda

Berlebihan dalam bercanda dan melawak adalah sebuah perbuatan yang buruk, bahkan akan menyebabkan kekurangsabaran, turun kehormatannya dan akan menghasilkan kehinaan serta mematikan hati.

Perbuatan inipun akan membuat lupa terhadap akhirat dan bisa jadi akan menyebabkan perpecahan dan permusuhan pula atau akan menyebabkan ketersingungan dan memalukan para Mukmin.

Namun tidak berlebihan dalam hal ini dan tidak membuat keburukan sebagaimana di atas dan tidak membuka mulut serta tertawa tanpa manfaat, merupakan hal yang terpuji.[]

Pelajaran Ke-41

Ghibah

Ghibah atau menggosip adalah mengatakan sesuatu yang tidak ada pada diri seseorang dengan maksud untuk menjelekkannya atau mencari kekurangannya, dimana apabila orang tersebut mendengar perkataannya ini, dia tidak akan senang, bahkan akan merasa sedih dan tidak rela dengan perkataan tersebut. Baik apa yang dikatakan kepadanya tersebut merupakan kekurangannya yang terdapat di tubuhnya, keturunannya, sifatnya, perbuatannya ataupun perkataannya, ataupun pada segala sesuatu yang berhubungan atau berkaitan dengannya. Sebagaimana dikatakan dalam hadis Rasulullah Saw, beliau bersabda: Apakah kalian tahu apakah ghibah itu? Mereka menjawab: Ya Rasulullah, Allah dan Utusan-Nyalah yang lebih mengetahuinya!. Beliau bersabda: “Ghibah adalah seseorang menyebut-nyebut saudaranya dengan sesuatu yang akan membuatnya tidak senang. ”

Salah seorang dari mereka bertanya: ”Ya Rasulullah apabila sifat tersebut benar-benar ada padanya, apakah hal ini tetap merupakan sebuah keburukan?” Beliau menjawab: “Apabila kekurangan tersebut ada padanya maka hal ini merupakan ghibah, dan apabila tidak ada padanya maka hal ini merupakan fitnah.” [81]

Dan tidak ada perbedaan antara ghibah yang dilakukan dengan sindiran atau yang langsung, bahkan bisa jadi sindiran itu lebih buruk, dan pendengar ghibah berada dalam hukum pelaku ghibah.

Ketahuilah bahwa ghibah merupakan perbuatan yang sangat besar bahayanya, dan menurut pendapat seluruh ulama Islam dan sesuai dengan apa yang ditegaskan dalam Kitab dan Sunnah, hal ini merupakan perbuatan yang telah jelas keharamannya.

Dari hadis yang begitu banyak dapat dipahami bahwa ghibah itu lebih buruk dari pada berzina. [82] . Dan ghibah akan memakan kebaikan yang ada sebagaimana api membakar kayu. [83] Allah Swt tidak akan mengabulkan shalat dan puasa pelaku ghibah hingga empat puluh hari empat puluh malam. [84]

Begitu banyak hadis-hadis yang menjelaskan betapa tercelanya perbuatan ini. Dan penyakit yang sangat berbahaya ini tidak akan bisa sembuh kecuali dengan merujuk kepada ayat-ayat [85] dan hadis-hadis yang mencela perbuatan ini. Kemudian fikirkanlah dan bertafakkurlah dalam masalah ini bahwa apabila seseorang melakukan ghibah atasmu di sampingmu, apakah engkau tidak akan kecewa dan marah? Sebagaimana engkau tidak akan rela untuk dirimu sendiri dalam hal yang tidak engkau sukai. Hendaklah engkau memperhatikan apa-apa yang engkau ucapkan dan berfikir dalam percakapan. Sumber ghibah itu biasanya muncul dalam bentuk kemarahan, perpecahan, sindiran, hasad, candaan murni, lelucon atau dengan maksud mengejek, mencemooh, bangga dan semisalnya.[]

Pelajaran Ke-42

Berdusta

Saudaraku, berdusta dalam berbicara merupakan sebuah sifat yang dapat membuat pelakunya menjadi orang yang rendah, hina, tanpa malu dan tidak dipercaya lagi. Hal ini merupakan modal dari perbuatan, harga diri dan hitamnya wajah di dunia dan di akhirat.

Ayat-ayat dan hadis-hadis yang menyebutkan tentang keburukan dari sifat ini begitu banyak. Dalam salah satu hadis Rasulullah Saw bersabda: Setiap kali para Mukmin berkata dusta tanpa adanya halangan syar’i, maka tujuh puluh ribu malaikat akan melaknatnya dan akan keluar bau yang sangat busuk dari hatinya dan dalam keadaan seperti itulah dia akan naik ke atas hingga sampai ke arsy Ilahi. Dengan demikian dia akan mendapatkan laknat dari para penyangga ‘arsy. Allah Swt -dengan perantaraan satu kebohongan ini- akan menuliskan tujuh puluh zina atasnya dimana paling rendahnya zina tersebut adalah seperti melakukan zina dengan ibunya sendiri. [86]

Dari hadis yang lainnya dapat dipahami bahwa pembohong tidak mempunyai iman, dan wajahnya berwarna hitam. [87] Berbohong itu lebih jelek dari meminum minuman keras. [88] Bohong merupakan kunci sebuah rumah dimana seluruh keburukan berada di dalamnya. [89] Dan bohong merupakan paling buruknya riba, [90] mewariskan fakir dan lupa [91] dan mengambil wajah insaniyah pelakunya. [92] Para pembohong akan diazab dengan azab yang khusus dalam kuburnya. [93] Pembohong mempunyai kelembutan hati yang lebih sedikit dibanding segala makhluk yang ada, [94] dan masih begitu banyak lagi kalimat-kalimat yang menjelaskan tentang keburukan dari berkata-kata bohong.

Cara untuk melepaskan diri dari keburukan ini adalah dengan merujuk kepada ayat-ayat dan hadis-hadis yang mencela perbuatan tesebut. Di samping itu juga hendaknya berpikir bahwa berbohong akan menyebabkan kematian yang abadi dan akan menyebabkan hilangnya rasa malu seseorang, kehinaan dan sumber dari jatuhnya harga diri serta kepercayaan. Cukuplah dalam sebab-sebab ketiadaan rasa malu dengan apa yang telah dikatakan dalam hadis dimana Allah Swt meletakkan penyakit lupa pada pelakunya. [95] Persoalan ini telah sampai pada pengalaman dimana dalam perumpamaan global yang menegaskan tentang lemahnya ingatan si pembohong.

Ketahuilah bahwa berkata bohong sebagaimana sabetan pedang, apabila terdapat luka karenanya maka luka tersebut akan tetap meninggalkan bekasnya. Karena saudara-saudara Yusuf As menampakkan aib kebohongannya maka tidak ada kepercayaan dalam perkataan mereka yang benar.

Allah Swt berfirman: “Ya’kub berkata: “Sesungguhnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (buruk) itu, maka kesabaran yang baik itulah kesabaranku.” (Qs. Yusuf [12]:18)

Dan ketahuilah, bahwa lawan dari berbohong adalah jujur dan berkata benar. Hal ini merupakan sifat yang baik dan merupakan pemimpin akhlak yang terpuji. Allah Swt berfirman dalam salah satu ayatnya: “Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar.” (Qs. at-Taubah [09]:119)

Dari Hadhrat Shadiq As diriwayatkan bahwa beliau bersabda: “Janganlah engkau melihat seseorang pada lama dan panjangnya rukuk serta sujudnya, karena bias jadi hal itu dia lakukan karena kebiasaannya yang apabila dia meninggalkannya, dia akan merasa tidak nyaman. Tetapi lihatlah seseorang itu pada benar tidaknya perkataannya dan bagaimana dia mengembalikan amanat yang berada di tangannya.” [96] []