Meretas jalan Islam Muhamadi

Meretas jalan Islam Muhamadi0%

Meretas jalan Islam Muhamadi pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Rasulullah & Ahlulbait

Meretas jalan Islam Muhamadi

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Sayid Moustafa Al-Qazwini
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 8950
Download: 2806

Komentar:

Meretas jalan Islam Muhamadi
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 23 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 8950 / Download: 2806
Ukuran Ukuran Ukuran
Meretas jalan Islam Muhamadi

Meretas jalan Islam Muhamadi

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Bagian 15

Beberapa Fakta Sejarah

Imam Ali As adalah pria pertama yang memeluk Islam.[123] Beliau sendiri mendeklarasikan, "Aku mulai menyembah Allah Swt sembilan tahun sebelum orang lain dari umat ini mulai menyembahnya kecuali Nabi Muhammad Saw.[124]

Rasulullah Saw mengadakan dua acara persaudaraan (mu‟akhat) ketika beliau membuat saudara-saudara kaum Muslimin antara satu dengan yang lain. Beliau melakukan hal ini sebelum hijrah ke Madinah dan seterusnya.[125] Dalam ikatan persaudaraan ini, Rasulullah Saw menjadikan persaudaraan dirinya dengan Baginda Ali As, Abu Bakar dan Umar, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf, Hamzah bin Abdul Muththalib dan Zaid bin Haritsah, Mush‘ab bin Umair dan Sa‘ad bin Abi Waqqas; Salman Farisi dan Abu Dzar Ghiffari, Thalhah dan Zubair.[126]

Rasulullah Saw memerintahkan seluruh gerbang dan pintu yang bersambung langsung dengan halaman Masjid Nabawi ditutup kecuali pintu yang berhubungan dengan rumah Imam Ali As lantaran orang junub tidak lagi dibolehkan memasuki masjid sebelum mandi.

Namun demikian, Rasulullah Saw, Imam Ali As, dan Hadhrat Fatimah Zahra As dikecualikan dari aturan ini sebagai penekanan bagi ayat tathhir (33:33). Hamzah, paman Rasulullah Saw sangat bersedih atas keputusan ini dan datang kepada Rasulullah Saw menangis. Rasulullah Saw bersabda kepadanya, ―Aku tidak melarangmu, dan aku tidak mengizinkan dia (Ali); Allah Swt yang mengizinkannya.[127] Ibnu Abbas juga meriwayatkan bahwa banyak sahabat yang merasa heran terhadap keputusan Rasulullah kecuali Imam Ali dari menutup pintunya ke masjid, dan bahwa Rasulullah Saw menjawab keheranan mereka dalam sebuah khotbah, ―Aku perintahkan bahwa pintu-pintu ini harus ditutup kecuali pintu rumah Ali. Demi Allah, hal ini bukan keinginanku pribadi, namun perintah dari Allah Swt dan aku menjalankan perintah tersebut.[128]

Atas alasan ini, Khalifah Kedua, Umar bin Khaththab, berkata, ―Ibnu Abi Thalib telah diberikan tiga keutamaan yang apabila aku memiliki satu saja dari keutamaan tersebut, maka hal itu akan lebih baik bagiku daripada segala yang ada dalam hidup ini; Rasulullah Saw menikahkannya dengan putrinya sendiri, dan dia (putri Rasulullah) melahirkan keturunan baginya; Rasulullah Saw menutup seluruh pintu ke Masjid Nabawi kecuali pintunya; dan Rasulullah Saw menyerahkan panji kepadanya pada hari Khaibar.[129]

Peristiwa Kamis

Menjelang akhir usia Rasulullah Saw, pasukan Roma berkumpul di perbatasan negara Islam. Rasulullah Saw memerintahkan seluruh sahabat bergabung dengan pasukan Usamah bin Zaid kecuali Imam Ali untuk menetap di Madinah. Beberapa sahabat utama menolak untuk bergabung. Rasulullah Saw memerintahkan mereka lagi, namun mereka tetap menolak. Kali ketiga, tatkala mereka berkumpul di kediaman beliau pada hari Kamis, empat hari sebelum Rasulullah Saw wafat, dan beliau membuka matanya dan melihat para sahabat berkumpul di sekeliling pembaringannya. Lantas, beliau meminta pena dan kertas untuk menulis wasiatnya. Salah seorang sahabat menolak untuk memberikan kepadanya dan berkata, ―Sesungguhnya sakit telah menguasainya. Kitab Allah telah cukup bagi kita.‖ Tatkala perdebatan meningkat, Rasulullah Saw berpaling kepada mereka dan berkata, ―Pergilah kalian dari sini! Kalian tidak seharusnya berbantahan di hadapanku.[130] Abdullah bin Abbas berkata, ―Petaka terjadi tatkala mereka tidak mengizinkan Rasulullah untuk menulis wasiatnya.[131] Sejarawan lainnya menukil bahwa, pada hari itu, sahabat yang sama berkata, ―Biarkan Nabi sendiri, sesungguhnya ia sedang meracau (terhalusinasi).[132] Situasi ini terjadi meski ada perintah tegas Al-Quran, Taatilah Allah dan taatilah Rasulullah sehingga engkau mendapatkan rahmat" (QS. Ali Imran [3]:132)dan, Barangsiapa yang menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS. Al-Nisa [4]:80)

Sahabat ini kemudian menyesali penolakannya atas permintaan Rasulullah tersebut pada peristiwa hari Kamis dengan berkata bahwa beliau ingin menyebutkan Ali untuk menjabat sebagai pemimpin selama masa sakitnya, lalu ia mencegah Nabi untuk melakukan hal itu.[133]

Imam Bukhari melaporkan melalui sanad Sa‘ad bin Jubair dari Ibnu Abbas, ―Hari Kamis… Duhai Hari Kamis! Kemudian ia menangis hingga matanya sembab. Kemudian saya berkata, Wahai Ibnu Abbas! Ada apa dengan hari Kamis? Ia berkata, ―Rasulullah Saw bersabda, ‘Hadirkan untukku (pena dan kertas) agar aku menuliskan sesuatu bagi kalian sebagai dokumen (yang dengan mengikutinya) kalian tidak akan pernah sesat selamanya.‘ Mereka bertengkar sementara di hadapan seorang nabi, tidak boleh ada pertengkaran. Mereka berkata, ‘Ada apa dengannya?‘ tanyanya. Beliau berkata, Tinggalkan aku sendiri. Aku lebih baik menderita. Aku mewasiatkan tiga hal kepada kalian. Usir orang-orang musyrik dari Semenanjung Arab. Berikan tunjangan kepada para utusan sebagaimana yang dulu aku berikan.‘ Namun beliau diam atas wasiat ketiga, atau beliau sampaikan namun saya lupa tentang hal itu.[134]

Penderitaan Hadhrat Fatimah Zahra

Salah satu fakta yang tidak terbantahkan bahwa seluruh sejarawan Muslim, terlepas apa pun mazhabnya, secara bulat sepakat bahwa putri kinasih Rasulullah, Hadhrat Fatimah Zahra As, wafat (syahid) tiga bulan setelah Rasulullah Saw karena luka parah dan penderitaan yang beliau alami akibat penyerangan ke rumah beliau. Beliau wafat pada usia 18 tahun 7 bulan. Pada waktu pemakaman, Imam Ali berbicara kepada Rasulullah, ―Wahai Nabi Allah! Salam padamu dariku dan dari putrimu yang telah datang kepadamu dan telah bersegera untuk menemuimu. Wahai Nabi Allah, kesabaranku atas (kepergian putri) pilihan Anda telah habis, dan ketabahanku telah melemah, kecuali bahwa aku mempunyai dasar untuk hiburan dalam menanggung kesulitan besar dan peristiwa menyayat hati dari perpisahan denganmu. Aku meletakkanmu ke dalam makammu ketika napasmu yang terakhir telah berlalu (sementara kepalamu) di antara leher dan dadaku. Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. (QS. 2:156) Sekarang amanat telah dikembalikan dan apa yang telah diberikan telah diambil kembali. Ihwal kesedihanku, (kesedihan) itu tak mengenal batas, dan tentang malam-malamku, (malam-malam) itu tetap sukar dibawa tidur hingga Allah memilih bagiku rumah di mana Anda tinggal sekarang. Sungguh, putrimu akan mengabarkan kepadamu tentang persekongkolan umatmu untuk menindasnya. Engkau tanyakan kepadanya dengan rinci dan perolehlah semua kabar tentang keadaannya. Ini telah terjadi ketika belum panjang waktu yang terentang, dan ingatan kepada Anda belum menghilang. Salamku padamu berdua, salam dari orang yang dilanda kesedihan, bukan orang yang muak dan benci; karena, apabila aku pergi jauh bukanlah itu karena letih (tentangmu), dan apabila aku tinggal bukanlah itu karena kurang percaya akan apa yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang sabar.[135]

Hadhrat Fatimah Zahra As wafat hanya tiga bulan setelah ayahandanya, Rasulullah Saw, dengan menghabiskan seluruh waktunya dalam kesedihan dan nestapa. Beliau tidak pernah terlihat tersenyum sekalipun setelah wafatnya Rasulullah Saw.[136] Penderitaannya semakin hari semakin bertambah sebagai akibat luka yang diderita tatkala para sahabat menghantam pintu setelah wafatnya ayahnya dan menyebabkan gugurnya kandungan putranya, Muhsin. Beliau juga harus kehilangan warisannya dari Rasulullah Saw, khususnya, sebuah tanah di luar kota Madinah yang disebut Fadak – dengan dalih bahwa para nabi tidak menyisakan warisan. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa tatkala Hadhrat Fatimah As meminta bagiannya dari warisan Rasulullah Saw, beliau menerima jawaban bahwa Rasulullah Saw telah bersabda, ―Kami para nabi tidak menyisakan warisan. Apa yang kami tinggalkan semuanya adalah amal kebaikan. Tatkala beliau ditolak untuk mendapatkan warisan dari ayahnya meski pada kenyataannya Al-Quran memberikan contoh para nabi mewarisi dari nabi lainnya seperti, Dan Sulaiman mewarisi dari Daud (QS. Al-Naml [27]:16). Tatkala beliau wafat, suaminya Imam Ali menguburkannya pada malam hari dan hanya segelintir sahabat yang turut serta dalam proses pemakamannya; Imam Ali menunaikan sendiri shalat (jenazah) baginya[137] Kejadian-kejadian ini berlaku meski Rasulullah Saw telah bersabda, ―Fatimah adalah bagian dariku. Barangsiapa yang membuatnya marah ia telah membuatku marah.[138] Ibnu Qutaibah mencatat bahwa Hadhrat Fatimah Zahra bersabda kepada sebagian sahabat, ―Aku jadikan Allah sebagai saksi dan para malaikat-Nya, bahwa kalian telah membuatku marah dan tidak membuatku senang. Jika aku berjumpa dengan Rasulullah, aku akan adukan duka dan nestapaku karena kalian kepadanya.[139]

Apakah Rasulullah Saw Memerintahkan Khalifah Pertama untuk Memimpin Shalat Sebelum Wafatnya?

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, Rasulullah Saw, sebelum wafatnya, memerintahkan sebagian besar sahabat untuk meninggalkan Madinah dan bergabung dengan laskar Usamah guna mempertahankan kota Madinah dari agresi tentara Roma. Namun demikian, sebagian sahabat menolak perintah Rasulullah ini dan menetap di Madinah sementara Usama berkemah di sebuah daerah bernama Jurf.

Bagaimanapun, dua orang meriwayatkan bahwa Khalifah Pertama memimpin shalat dengan izin Rasulullah Saw selagi beliau sakit yakni pertama, Aisyah, putri Khalifah Pertama dan istri Rasulullah Saw, dan kedua, dan Anas bin Malik. Aisyah meriwayatkan, "Rasulullah Saw pergi ke Masjid untuk memimpin shalat sementara beliau terlalu lemah untuk berjalan dan Abu Bakar sedang memimpin shalat. Rasulullah Saw datang dan duduk dekat Abu Bakar (menggantikannya) memimpin shalat.[140] Riwayat ini tidak mengindikasikan bahwa Rasulullah Saw memerintahkan Khalifah Pertama untuk memimpin shalat, lantaran, meski Rasulullah Saw sakit parah, beliau keluar untuk memimpin shalat. Periwayat lainnya adalah Anas bin Malik, orang yang tidak dipandang sebagai sumber netral dalam mazhab Syiah.

Para sejarawan menukil bahwa Khalifah Pertama di Madinah pada masa wafatnya Rasulullah Saw menunjukkan bahwa beliau ditakdirkan wafat pada siang hari. Aisyah memerintahkan Bilal untuk menyampaikan kepada ayahnya bahwa Rasulullah Saw memintanya untuk memimpin shalat subuh. Tatkala mengetahui hal ini, Rasulullah Saw keluar untuk mempimpin shalat, dituntun oleh Imam Ali dan Fadhl bin Abbas. Setelah menyingkirkan Khalifah Pertama dan mengambil alih memimpin shalat, Rasulullah Saw kembali ke kamarnya di Masjid Nabawi dan berkata kepada Aisyah, ―Kau adalah di antara para sahabat Yusuf.[141]

Kisah ini telah dinukil dalam redaksi yang beragam oleh sembilan perawi: Aisyah, Abdullah bin Mas‘ud, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zam‘a, Abu Musa Asy‘ari, Buraidah Aslami, Anas bin Malik dan Salim bin Ubaid. Akan tetapi, sebuah pengujian terhadap sumber-sumber ini menunjukkan bahwa seluruh riwayat ini kembali kepada Aisyah. Terdapat juga beberapa orang yang tidak tsiqah dalam mata rantai perawi. Lagi pula, bahkan sekiranya Rasulullah Saw telah menunjuk Abu Bakar untuk mengimami shalat, maka penunjukkan ini tidak bermakna pengangkatan untuk menggantikan Rasulullah Saw dalam seluruh aspek kehidupan karena beliau menunjuk banyak orang untuk menggantikannya sebagai imam dalam shalat. Dan, tentu saja, mereka tidak dipandang sebagai khalifah seperti Ibnu Ummi Maktum padahal ia adalah sahabat yang tuna netra.[142] Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah mengakui bahwa menjadi seorang khalifah untuk tugas-tugas tertentu dalam hidup tidak serta merta termasuk khilafah setelah kematian. Katakanlah bahwa Rasulullah Saw menunjuk banyak orang – seperti Ibnu Ummi Maktum, Bashir bin Abdul Munzhir, dan yang lain – pada masa hidupnya untuk tugas-tugas tertentu seperti memimpin shalat berjamaah. Kebanyakan orang ini tidak layak untuk menjawab khalifah Rasulullah pasca wafatnya.[143] Thabari[144] meriwayatkan bahwa Khalifah Pertama, Abu Bakar, tidak berada di Madinah ketika Rasulullah Saw wafat dan tatkala sakit beliau semakin parah dan beliau tidak pergi ke masjid untuk menunaikan shalat, Bilal, sang muazin bertanya, ―Ya Rasulullah! Semoga ibu dan ayahku menjadi tebusanmu, siapa yang akan memimpin shalat.[145] Rasulullah Saw memanggil Imam Ali As. Kemudian istrinya, Aisyah berkata kepada Bilal, ―Kami akan panggilkan Abu Bakar untukmu‖. Istrinya beliau yang lain, Hafsah berkata, ―Kami akan panggilkan Umar untukmu. Karena panggilan Rasulullah tidak terdengar oleh Imam Ali As, orang lain yang datang. Tatkala mereka berkumpul di sekelilingnya, Rasulullah Saw berkata, ―Pergilah kalian. Jika saya perlukan, saya akan mengutus orang untuk memanggil kalian. Kemudian para sahabat pergi.[146]

Asyâra Mubâsyarah (Sepuluh Orang yang dijamin Surga)

Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mengumumkan sepuluh orang dari sahabatnya yang dijamin masuk surga, sementara Imam Bukhari dan Muslim mengingkari bahwa Rasulullah Saw pernah berkata seperti ini, demikian juga Dzahabi dalam kitabnya, Mizân Al-I'tidâl.

Hadis ini berseberangan dengan logika pada banyak tingkatan dan dengan demikian tidak dapat diterima. Misalnya, Thalhah dan Zubair, yang termasuk dalam hadis ini, keduanya memerintahkan pembunuhan Khalifah Ketiga yang juga termasuk dalam hadis tersebut. Mereka juga Thalhah dan Zubair, yang memberontak melawan khalifah yang sah Ali bin Abi Thalib setelah memberikan baiat dan tanda kesetiaan kepadanya. Sahabat lainnya yang termasuk dalam hadis ini adalah Sa'ad bin Abi Waqqas, yang menolak memberikan baiat kepada Ali bin Abi Thalib, namun kemudian berbaiat kepada Mua'wiyah. Sahabat lainnya adalah Abdurrahman bin Auf yang memberontak melawan Khalifah Ketiga, dan dibunuh oleh antek-antek Bani Umayyah. Khalifah Kedua menjelaskan Abdurrahman bin Auf sebagai "Fir'aun umat ini."[147] Gagasan ini yang menyatakan bahwa hanya sepuluh orang dari kaum Muslimin dijamin masuk Surga tidak logis lantaran mengeluarkan ratusan orang ikhlas dan utama di kalangan kaum Muslimin seperti Hamzah, penghulu para syuhada(Sayyid al-Syuhada') dan paman Rasulullah saw; Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Sa'ad bin Mu'adz, Ammar bin Yasir yang menurut Rasulullah Saw, "Hatinya dipenuhi iman dari kepala hingga kaki," dan Salman Farisi yang menurut Rasulullah Saw adalah "Salman dari kami, Ahlulbait." Lantaran hadis asyara mubasyarah ini (sepuluh orang yang dijanjikan surga) dinukil dari Said bin Zaid, yang tidak baik hubungannya dengan Ahlulbait As. Mazhab Syiah tidak menerima nukilan riwayat darinya.

Abu Hurairah

Orang yang menukil paling banyak hadis – 5.374 (446 di antaranya termaktub di Bukhari) adalah Abu Hurairah Al-Dusi, meski ia mengatakan bahwa ia hanya menghabiskan waktu selama tiga tahun bersama Rasulullah Saw.[148] Ia memeluk Islam pada tahun ketujuh setelah hijrah ke Madinah. Abu Hurairah sendiri berkata bahwa hanya Abdullah bin Umar yang lebih banyak menukil hadis darinya dan bahwa Abdullah bin Umar menulis apa yang dinukilnya sementara dirinya tidak demikian[149]

Pada kenyataannya, Abdullah bin Umar hanya meriwayatkan 2.630 hadis ketika Imam Bukhari hanya menyebutkan tujuh hadis dan Imam Muslim, dua puluh hadis. Umar bin Khaththab sendiri meriwayatkan hanya 527 hadis, sementara Utsman bin Affan 146 hadis, Abu Bakar, 142; Aisyah, istri Rasulullah Saw, 1.210, Jabir bin Abdillah Anshari 1,540, Abdullah bin Mas'ud, 848, Abu Dzarr Ghiffari, 281; Ummu Salamah, istri Nabi Saw, 378, Ali bin Abi Thalib, 537; dan Anas bin Malik, 2.286. Lebih jauh, Imam Muslim juga meriwayatkan bahwa Khalifah Kedua, Umar bin Khaththab memukul Abu Hurairah pada satu kejadian.[150] Abu Hurairah mengakui, "Saya telah menukil beberapa hadis kepadamu yang saya nukil pada masa Umar, Umar mencambukku dengan kayu."[151] Disebutkan bahwa Abu Hurairah adalah perawi pertama yang dituduh dalam Islam[152] Umar bin Khaththab berkata kepadanya, "Engkau telah mengambil uang dari kaum Muslimin bagi dirimu…"[153] Umar juga suatu waktu berkata kepadanya, "Engkau banyak menukil hadis, dan paling terang-terangan, engkau berdusta tentang Rasulullah Saw."[154] Ibnu Hajar Asqalani berkata bahwa ulama sepakat bahwa berdusta atas nama Nabi Saw merupakan salah satu dosa besar (kaba'ir), dan yang lain lebih parah berkata bahwa barangsiapa yang berdusta atas nama Nabi Saw dipandang sebagai orang kafir. Sam'ani menegaskan bahwa riwayat-riwayat tidak diterima oleh seseorang yang berdusta atas nama Nabi Saw bahkan meski cuma sekali."[155]

Contoh lainnya riwayat-riwayat Abu Hurairah yang dijumpai dalam Shahih Bukhari. Abu Hurairah menisbahkan nasihat berikut ini kepada Rasulullah Saw: "Ketika seekor lalat jatuh dalam gelas Anda, celupkan seluruh lalat itu ke dalam gelas itu dan keluarkan, kemudian silahkan konsumsi (isi) gelas tersebut, lantaran satu sayap lalat itu adalah penyakit sedangkan sayap lainnya adalah obat."[156] Shahih Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasululah Saw tidur hingga matahari terbit dan melewatkan shalat subuh.[157] Hadis ini tidak sejalan dengan Al-Quran yang menyatakan,bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan. (QS. Al-Muzammil [73]:22-23) Bagaimana mungkin Rasulullah Saw yang tidak pernah melewatkan shalat tengah malam (tahajjud) dapat melalaikan shalat wajib subuh? Senada dengan itu, Shahih Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa kaum Muslimin siap-siap melaksanakan shalat mereka dan Rasulullah Saw baru saja menyelesaikan ikamah, dan barisan shalat yang sudah siap, tiba-tiba Rasulullah Saw ingat bahwa ia masih dalam keadaan junub (belum suci secara ritual)![158] Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw berkata, "Setan menggangguku dan membuatku sibuk."![159] Hadis ini juga berseberangan dengan Al-Quran yang menegaskan, Apabila kamu membaca Al- Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (QS Al-Nahl [16]: 98-100)

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Aisyah, istri Rasulullah Saw, bersabda:

Suatu hari, Rasulullah Saw rebahan di rumahku, pahanya tersingkap. Abu Bakar meminta izin untuk masuk.

Beliau memberikan izin, kemudian Abu Bakar masuk dan berbicara dengan Rasulullah Saw. Beliau tetap dalam kondisi yang sama (rebahan dan paha tersingkap). Kemudian, Umar meminta izin untuk masuk. Rasulullah Saw memberikan izin dan berbicara dengannya dan beliau dalam kondisi yang sama. Lalu Utsman meminta izin untuk masuk. Tatkala Utsman meminta izin untuk masuk, beliau (Rasulullah) duduk dengan pantas dan menutupi pahanya. Tatkala beliau berbicara kepadanya dan pergi, aku berkata, "Anda tidak menaruh perhatian kepada Abu Bakar dan juga tidak kepada Umar, namun mengapa Anda menutupi paha Anda, tatkala Utsman masuk?‖ Rasulullah Saw berkata, "Tidakkah aku harus malu di hadapan seseorang yang para malaikat sendiri merasa malu di hadapannya?"[160]

Ibnu 'Arafah menjelaskan bahwa kebanyakan riwayat-riwayat semacam ini dibuat pada masa Dinasti Umayah.[161] Tatkala Muawiyah naik takhta kekuasaan, ia menulis kepada gubernurnya di seluruh negeri Islam: "Untuk segala keutamaan yang diriwayatkan dari Nabi ihwal Imam Ali, aku juga memerlukan keutamaan itu untuk disampaikan tentang para sahabat."[162] Lantaran hadis merupakan sumber kedua dalam hukum syariah Islam, dan seluruh kandungan dan mata rantai hadis harus dipelajari dan dikaji secara seksama dan disandingkan dengan kitabullah sebelum diterima, Mazhab Syiah memiliki standar dan kriteria ketat dalam menilai perawi hadis dan menentukan autensitas hadis.[]