• Mulai
  • Sebelumnya
  • 17 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 8599 / Download: 3516
Ukuran Ukuran Ukuran
Menjelajah Semesta Iman

Menjelajah Semesta Iman

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Bagian Ke-7

Semesta ini Acak atau Teratur?

Si pemuda tidak tidur malam itu. Sebaliknya, ia menghabiskan malam itu dengan mengerjakan shalat dan sujud. Ia menengadahkan tangannya memanggil Tuhan, dan melupakan bahwa lengannya telah capek. Ia membaca bagian-bagian yang lain dari doa-doa yang ia hafal, mengulang-ngulang beberapa kalimat, mendongakkan kepalanya dan melihat ke angkasa raya yang dihiasi gemilau pendaran cahaya purnama, sedemikian sehingga tiada bintang yang terlihat. Seolah-olah bintang gemintang membiarkan purnama yang lebih besar dan lebih kuat mengambil alih tempatnya. Pada saat itu, anak muda itu mengingat sebuah ayat dari al-Qur’an: “Segala yang ada di langit dan di bumi bersujud di hadapan Allah.” Bintang-gemintang dan planet-planet bersujud di hadapan Tuhan. “Mereka seluruhnya beribadah,” katanya. “Mereka melakukan apa yang tengah kulakukan, atau sebaliknya saya yang melakukan sesuatu yang tengah mereka lakukan.” Lalu ia menatap bulan yang tunduk dan bintang-gemintang dalam gugusannya. Ia membayangkan langit sebagai masjid agung dimana bulan bertindak sebagai seorang imam bagi bintang-gemintang dalam kebesarannya beribadah kepada Allah Swt.

Ia berandai-andai sekiranya berada di salah satu tempat bintang-gemintang itu, bahkan tempat kecil sekali pun, untuk turut serta dalam ibadah kudus dan mengesankan tersebut di balik kilauan rembulan. Ia berandai-andai sekiranya seluruh makhluk dapat turut serta dalam ibadah universal tersebut. Tiba-tiba ia teringat sebuah ayat al-Qur’an, pada surah al-Hajj, ia menghafal ayat tersebut dan mulai membacakannya: “Apakah kamu tidak melihat bahwa kepada Allah bersujud siapa yang ada di langit dan di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar dari manusia. Tetapi banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atas mereka (lantaran enggan untuk sujud). Dan barang siapa yang dihinakan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memuliakannya.Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Qs. Al-Hajj [22]:18) Ia merasa bahwa seremoni ibadah yang ia saksikan adalah lebih besar dari yang ia bayangkan! Ada pegunungan, pepohonan dan binatang-binatang yang turut serta dalam ibadah ini. Ada juga banyak orang dan ia bergabung dengan mereka pada malam itu. Ia mengulang-ulang bacaan berikut ini sambil bersujud: Segala puji bagi Allah! Segala puji bagi Dia yang layak mendapatkan pujian yang tidak dimiliki oleh seorang pun!

Segala puji bagi Yang Mahakuasa dan Mahapemurah!

Sujud anak muda tersebut berlangsung lama hingga ia hanyut bersama pikirannya. Ia menggambarkan pemimpin kelompok ini dalam benaknya, rembulan yang benderang, dan galaksi-galaksi, meteor-meteor di belakangnya. Ia melebarkan visinya hingga mencapai berjuta-juta pohon yang berbaris untuk beribadah dan bukit-bukit serta pegunungan, yang nampaknya nyaris meletus di hadapan keagungan Tuhan. Ia beranjak lebih jauh bersama imaginasinya dan melintasi pegunungan menuju hewan-hewan, ikan-ikan dan burung-burung dengan corak, warna dan aneka ragamnya. Mereka seluruhnya tenggelam dalam ibadah dan pujiaan kepada-Nya. Kemudian ia menggambarkan potret Ka’bah dikitari oleh jutaan orang-orang yang ibadah yang mengisi seluruh tempat guna melengkapi ibadah universal ini. Lalu segala sesuatu dan setiap orang di semesta ini bersujud di hadapan Tuhan, Sang Pencipta tujuh petala langit dan bumi. Menatap sisi lain dari gambaran tersebut, di sebuah sudut kecil, terdapat sekelompok kecil orang bertebaran bersujud di hadapan sebuah patung. Kelompok yang menyimpang ini nampak seperti nuktah hitam dalam gambar yang menawan tersebut.

Anak muda tersebut terlambat bangun. Ia tidak banyak tidur, bahkan ia merasa tidak lagi ingin tidur. Ia merasa bahagia karena tidak ketinggalan shalat Subuh karena ia beranjak ke pembaringan setelah menunaikan shalat. Ia telah merasakan kepuasan spiritual lantaran malam sebelumnya dan keikutsertaannya dalam ibadah semesta dengan seluruh makhluk yang beribadah kepada Tuhan. Ia membandingkan perasaanya dengan mereka yang menderita kehampaan. Juga membandingkan perasaannya dengan perasaan sebelum ia menemukan Tuhan dengan jalannya sendiri setelah menerima pelajaran dari ayahnya.

Ia bangun dari pembaringannya untuk mencari buku-bukunya yang ia tinggal berserakan, kini telah tertata rapi dan apik di atas mejanya. Dan pakaian-pakaian yang ia letakkan di mana-mana, kini tersusun rapi di tempatnya. “Siapa yang melakukan hal ini?” Tanyanya.

Ibunya (Mom) menyapanya dan berkata bahwa sarapannya sudah siap. Ia membalasa sapaan (salam) ibunya dan berkata: “Siapa yang telah merapikan kamarku, menata seluruh buku dan pakaianku di tempatnya?” “Tidak seorang pun” jawab ibunya.

S Tidak seorang pun? Bagaimana hal ini dapat terjadi?

M Tidak seorang pun. Apakah kau meninggalkan pintu jendela tetap terbuka sebelum kau pergi tidur?

S Oh..iya..iya!

M Barangkali anginlah yang menggerakkan buku-buku dan pakaianmu dan merapikannya.

S Mom! Anda bercanda! Apa yang Anda katakan?

M Hal ini boleh saja terjadi. Engkau tahu bahwa angin yang kuat dapat melakukan hal itu.

S Ah..mustahil, Mom! Pasti Anda yang telah melakukan hal itu.

M No! Never! Mom tidak masuk ke kamarmu semenjak kemarin. Well, Ayolah Son segera santap sarapanmu.

Ia meninggalkan kamarnya sembari berpikir tentang apa yang telah terjadi. Sewaktu ia memasuki ruang keluarga, ia dikejutkan oleh sesuatu yang sangat aneh. Kertas-kertas berhamburan di ruangan itu, menutupi segala sesuatu termasuk karpet dan furniture! Ketika ia melihat lebih dekat, ia dapatkan lembaran-lembaran buku alamat berserakan di mana-mana. “O God! Apa yang telah terjadi?” Sebelum ia bertanya kepada ibunya, yang sedang di dapur, akan kekacauan ini, telepon berdering. Ternyata ayahyan yang menelpon katanya:

D Son! Ada masalah penting dan kau harus menjumpai pemilik percetakan, Abu Ahmed. Ia ada perlu denganmu.

S OK Dad! Tapi ada sesuatu yang perlu Anda ketahui.

D Saya tidak ada waktu sekarang. Telepon Abu Abu Ahmad sebelum engkau pergi untuk memastikan apakah ia di rumah.

S Nomor telponnya berapa?

D Cari di buku telepon.

S Namun buku telepon sobek dan seluruh lembarannnya berserakan di mana-mana. Apakah Anda tahu siapa yang melakukan itu? Dan mengapa?

D Saya tidak punya waktu sekarang. Kau pikirkan masalah ini dan pecahkan sendiri. Sampai nanti, son.

Si anak muda melihat ke kiri dan ke kanan dan berpikir sejenak dan bergegas ke dapur mulai bertanya kepada ibunya atas apa yang sedang terjadi.

S Siapa yang telah merobek buku telepon dan siapa yang menserakkannya? Mengapa hal ini terjadi? Anda ada dimana ketika itu? Dan bagaimana saya dapat menemukan nomor telepon Abu Ahmad sekarang?

Sang ibu melihat kepadanya dengan tenang dan simpatik lalu berkata dengan lembut:

M Son! Calm down. Tidak perlu resah begitu. Ayahmu marah, dan tidak dapat menjumpai sesuatu yang lain untuk meredam kemarahannya kecuali buku telepon yang berada dalam jangkauannya. Ia merobek lembaran buku telepon itu lalu membuka jendela sebelum ia pergi.

S    Lalu mengapa Daddy membuka jendela?

M Ia membuka jendela; supaya angin boleh jadi merapikan kembali lembaran buku telepon itu. Ia juga meninggalkan sebotol lem supaya angin dapat menumpahkan lem tersebut dan melem lembaran-lembaran buku telepon tersebut sehingga tersusun kembali.

S Oh! Iya, Kini saya mengerti! Hal ini merupakan laboratorium dimana saya harus menjalani pelajaran praktik “Argumen Keteraturan.”

M Tidakkah kau berpikir bahwa pengalaman ini bernilai kehilangan kopian dari buku telepon ini?

S Hal itu betul-betul senilai. Gambaran ini sekali-kali tidak akan terhapus dari benakku. Saya akan mengambil foto dari pengalaman ini untuk melengkapi koleksiku dengan foto-foto yang lain. Tolong tunggu, saya akan mengambil kamera sebelum mengumpulkan lembaran-lembaran ini. Saya ingin mengambil foto dari laboratorium Argumen Keteraturan ini.

Ia mengambil foto (untuk Argumen Keteraturan), membawa kamera dan pergi ke kediaman Abu Ahmad tanpa menelponnya terlebih dahulu. Ia sampai di bangunan dengan tergesa-gesa dan langsung masuk ke kantor Abu Ahmad. Abu Ahmad yang ia jumpai bukanlah Abu Ahmad yang selama ini ia kenal; ia mendapatkan Abu Ahmad sibuk membaca beberapa lembaran dengan ratusan jika tidak ribuan lembaran yang berserakan di sana sini di kantornya. Ia betul-betul tenggelam dalam membaca lembaran tersebut seolah-olah mencari sesuatu yang sangan spesifik. Ketika ia melihat anak muda itu, ia dengan ceria menyambutnya dan menyampaikan salam kepadanya lalu berkata:

A Kau tiba tepat waktu. Saya teringat akan bakatmu dalam sastra dan pengetahuanmu dalam dunia puisi yang membuatmu sebagai orang yang terdekat di area ini yang mampu membuatku memenangkan hadiah.

S  Hadiah yang mana Anda maksud?

A Hadiah Asosiasi Pengarang Bahasa Indonesia bagi puisi yang terbaik dalam merayakan 50 tahun pendirian asosiasi tersebut.

S  Apakah Anda seorang penyair..?

A  Bukan…

S Lalu bagaimana Anda bermaksud untuk memenangkan hadiah ketika Anda harus bertanding dengan para penyair kawakan nusantara di bidang ini?

A My son! Sangat sederhana. Saya akan menggunakan metode praktis.

S Apalagi metode praktis ini yang membawa Anda memenangkan hadiah Asosiasi Pengarang Nusantara?

A Well! Masuklah, saya akan tunjukkan kepadamu.

Ia membuka pintu belakang dan berjalan menuju ke ruang utama. Anak muda itu mendapatkan suasana berbeda dari suasana sebelumnya. Dulu ia melihat tempat itu dalam keadaan tertata rapi, dimana ruangan utama dikelilingi oleh rak-rak yang penuh buku dengan abjad yang teratur diletakkan dengan cara menawan. Para pegawai berdiri di hadapan rak-rak buku itu untuk mengambil surat-surat dan meletakkanya dalam frame-frame yang ditaruh di hadapan surat-surat itu sesuai dengan teks dari masing-masing frame itu. Ketika mereka telah menyelesaikan satu halaman, mereka beralih halaman berikutnya. Segalanya terjadi di sekeliling ruangan itu, sementara di tengahnya hampir kosong. Namun hari ini terdapat sebuah kontainer besar di tengan ruangan itu. Seluruh isi rak-rak itu dipindahkan dan diletakkan di dalam kontainer tersebut, yang kini telah penuh dengan surat-surat. Para pegawai mengoncang kontainer itu dengan kuat ke kiri dan ke kanan dan kadang-kadang memutarnya untuk mencampur-aduk surat-surat itu. Demikian seterusnya, seorang pegawai datang untuk mengambil sekumpulan surat dan meletakkannya secara acak dan meneruskannya ke sebuah mesin cetak. Kemudian Abu Ahmad akan mengambil lembaran yang telah dicetak itu untuk dibaca secara seksama. Ia kemudian menambahkan lembaran itu pada kertas-kertas yang lainnya yang disaksikan oleh si pemuda ketika pertama kali masuk ke tempat itu.

Si pemuda tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Ia berpaling kepada Abu Ahmad dan mencoba berkata sesuatu namun lisannya kelu dan tidak tahu harus berkata apa. Kemudian Abu Ahmad berkata:

A Apakah engkau pernah belajar bagaimana membuat sebuah puis dengan cara praktis?

Si pemuda menggelengkan kepalanya tanpa sepatah kata yang menandakan bahwa ia tidak pernah belajar hal demikian dan Abu Ahmad melanjutkan:

A Caranya berdasar pada kemungkinan dan proses kebetulan (by chance). Kita mencampur-aduk surat-surat itu dengan acak untuk mendapatkan sebuah contoh puisi secara kebetulan. Dan tentu saja kita tidak akan mampu mendapatkan puisi untuk pertama kalinya, kedua kalinya dan bahkan keseratus kalinya namun dengan proses berulang-ulang, ada kemungkinan membuat sebuah puisi yang menarik dan luar biasa untuk memenangkan hadiah pertama dan menumbangkan para penyair kawakan setelah bertanding dengan puisi artifisial kita yang disusun dengan cara demikian.

Si pemuda merasa pusing dan gerah dari apa yang didengarnya dari orang yang waras, yang berbicara ngawur. Ia berharap dapat berkata kepada Abu Ahmad: ”Gila kali…” namun si pemuda mengendalikan kegerahannya dan bertanya:

S Apakah para pekerja ini sudah gila?

A Tidak, saya meminta mereka untuk melakukan hal ini setelah konsultasi dengan ayahmu. Sebjatinya ayahmu yang memintaku untuk melakukan hal ini. Ia juga berkata bahwa ia siap untuk membayar gaji para pekerja ini. Kia juga telah sepakat bahwa engkau harus datang dan membantu kami untuk membaca gundukan kertas yang engkau lihat di kantor tadi untuk menemukan puis yang memenangkan hadiah pertama.

Senyum simpul tersungging di bibir Abu Ahmad demikian juga para pekerjanya, yang menghentikan setelah mereka menyelesaikan apa yang telah disepakati bersama. Wajah pemuda itu bercahaya dengan sebuah senyum simpul setelah diberikan surprise sedemikian. Ia memeluk Abu Ahmad, menciumnya dan berkata:

S Betapa besarnya budimu dan budi ayahku yang merencanakan eksperimen ini untuk membuktikan argumen keteraturan bagiku?

Lalu ia berpaling ke arah para pekerja dan berkata:

S Biarkan saya ambil foto selagi kalian sibuk mencampur-aduk kertas-kertas tersebut. Saya akan membuat sebuah album dari foto-foto itu dan menamainya sebagai “The Illustrated Monotheistic Book.”

Sebelum meninggalkan tempat itu, ia mampir di kantor Abu Ahmad dan mengambil foto dari gundukan lembaran itu, yang dicetak dengan meletakkan kertas-kertas itu secara acak. Ia tidak bergeming sama sekali untuk membaca bahkan selembar pun dari lembaran-lembaran itu karena ia sepenuhnya yakin bahwa puisi yang ritmis tidak akan pernah tercipta secara acak bahkan bila para pekerja itu melanjutkan mencampur aduk lembaran-lembaran tersebut seumur hidupnya.

Ia bergegas menuju ke jalan tanpa tahu mau kemana. Benak dan pikiranyna terusik oleh pengalaman terakhir yang disaksikannya. Ia memikirkan bagaimana ayahnya menjelaskan kepadanya secara praktis bahwa setiap keteraturan (by design) tidak dapat diperoleh tanpa seorang pengatur dan bahwa sebuah tugas yang sempurna harus memiliki seorang perencana. Hal ini bermakna sebuah keteraturan tidak akan pernah ada tanpa seorang pengatur dan..

“Stop!”

Ia memalingkan wajahnya dan melihat seorang petugas polisi berteriak kepadanya lantaran berjalan tidak mengindahkan rambu-rambu lalu-lintas.

Petugas polisi itu bertanya kepadanya: “Engkau berasal dari desa mana?” Tidakkah engkau akrab dengan rambu-rambu lalu-lintas, apakah engkau tidak ingin mematuhi aturan?”

Ia menjawab seraya kalimat “aturan” meletup di kepalanya:

S  Tidak…Saya dari kota ini.

P “Gitu yaa! Jadi engkau adalah seorang pemuda pelanggar hukum. Pergi sana ke petugas yang duduk di mobil itu” kata polisi tersebut.

Ia mengalihkan wajahnya ke arah yang ditunjuk oleh polisi itu dan melihat petugas yang lain mengenakan seragam yang sama. Ia perhatikan sebuah lencana pada seragam petugas itu yang membedakannya dengan petugas lainnya. Ia juga melirik gugusan bintang di pundak petugas itu yang menunjukkan pangkat kepolisiannya.

Ketika ia sampai pada petugas itu, ia menjelaskan bahwa ia harus mematuhi dan menghormati peraturan lalu-lintas yang telah dibuat oleh para ahli regional dan internasional dalam rangka menjaga keselamatan para pejalan kaki dan pengendara. Petugas itu juga menyebutkan bahwa apabila seseorang melalaikan hukum akan dikenakan hukuman tertentu jika ia masih di bawah 18 tahun.

Anak muda itu berterima kasih kepada petugas itu karena kebaikannya dan sebelum ia pergi, ia bertanya sambil tersenyum:

S Mengapa Anda tidak biarkan saja mobil-mobil berseliweran tanpa aturan; barangkali mobil-mobil itu akan tertib secara kebetulan tanpa adanya hukum atau para ahli?

Petugas itu tertawa dan tidak memberikan jawaban; ia tidak tahu apa yang tersembunyi di balik pertanyaan anak muda itu. Namun anak muda itu berbalik ke arah petugas itu dan bertanya:

S Sudihkah Anda mengizinkan saya mengambil foto dari keteraturan lalu-lintas Anda?

P “Foto keteraturan lalu-lintas?! Apaan tuh?” seru polisi itu.

S “Anda dan petugas lainnya berdiri dekat lampu merah dekat lintasan pejalan kaki (zebra cross) dimana kendaraan dan pejalan kaki dapat terlihat.”

Petugas itu tidak membantah dan mengabulkan permintaan anak muda itu. Dengan demikian bertambahlan halaman baru bagi buku “Buku Bergambar Tauhid” yang ia susun.

Sekembalinya ke rumah, ia melihat sebuah papan iklan di sebuah bangunan; yang tertulis “Organisasi Kesehatan Dunia. Ia mengulang redaksi ini dalam benaknya, organisasi…Organisasi Kesehatan Dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, Organisasi PBB…Organisasi Internasional….Organisasi Regional…Organisasi Manajemen…Organisasi Hakim… … Organisasi… organisasi (baca: keteraturan).

Organisasi tersebar di seluruh aspek kehidupan manusia, dan setiap organisasi diatur oleh seorang organizer, baik dalam skala kelompok atau pun individu. Tiada seorang pun yang percaya bahwa organizer (pengatur) dari organisasi-organisasi ini tidak memiliki pengetahuan dan keahlian di bidangnya. Lalu bagaimana beberapa orang dungu dapat berkata bahwa organisasi universal ini tercipta secara kebetulan, aksidental dan begitu saja tanpa adanya sosok Pencipta yang Bijaksana, Berpengetahuan, Berkuasa.

Ia kembali ke rumah setelah berjalan-jalan di kota melihat tanda-tanda keteraturan di setiap tempat di kota. Itulah pelajaran praktik baginya di dalam “laboratorium tauhid,” yang hadir di setiap tempat. Ia kini mengerti apa yang dimaksud oleh ayahnya ketika ia berkata bahwa ia telah menemukan di mana laboratorium ini. Oleh karena itu dimana saja ia alihkan pandangannya, sebuah tanda “laboratorium tauhid” dapat dijumpai jika ia dapat menemukan maknanya.

Ia tiba di rumah dalam keadaan lapar dan mendapatkan makanan telah siap disantap. Makanan yang tersaji di meja makan adalah makanan kesukaannya. Saudari perempuannya berkata dengan senyum mungil: “Aku memasak makanan kesukaanmu ini karena Mom berkata kau suka dan karena Mom lelah dan tidak dapat memasaknya sendiri. So aku sajikan makanan ini untukmu.”

Ia berpikir sejenak apa yang telah dikatakan oleh saudari perempuanyna yang bahkan masak telur saja tidak bisa. Setelah beberapa lama, ia tertawa penuh arti ketika ia melihat ibunya berdiri, menantikan reaksi darinya. Lalu berkata: S Luar biasa! Menakjubkan! Saudariku! Engkau pun telah ikut serta memberikan pelajaran praktis kepadaku tentang “Argumen Keteraturan.” Lalu ia melihat ke ibunya dan berkata:

S God bless you Mom! Saya tahu bahwa saudariku tidak dapat masak bahkan sebutir telur pun. Namun saya tidak pernah berpikir sebelumnya hubungan makanan yang saya santap dan mengenal Tuhan melalui “Argumen Keteraturan” yang telah ditunjukkan oleh Dady kepadaku secara teoritis dan praktis. Anyway, Saya berterima kasih kepada kalian atas adegan yang menakjubkan ini.

Ibunya menjawab: “Cicipin dulu makanannya; coba yang satu ini dulu. ”

Ketika ia menyantap makanan itu, ia dapatkan makanan itu terasa hambar namun ia malu untuk menolaknya. Lalu ia mengunyah makanan itu dan bertanya kepada ibunya:

S Mom! Mom lupayah menaruh garam di makanan ini?

M “No son” jawabnya.“ Mom telah memberikan garam. Coba santap bagian pinggir piring itu.

Ia mengambil makanan dari bagian yang ditunjukkan oleh ibunya, namun segera setelah ia mengunyah makannan itu, ia tidak mampu mengendalikan dirinya, segera ia memuntahkan makanan itu dari mulutnya.

M “Ada apa?” Tanya ibunya. “Katanya lapar?”

S   Mom asin banget. Asin banget untuk dimakan.

M  Sekarang makan dari bagian tengah piring itu.

Ia kemudian mengambil makanan dari bagian tengah piring dan menyuapkan ke mulutnya dengan hati-hati. Makanan itu sangat enak. Ia mengangkat kepalanya dan berkata:

S   Mom! Apa maksudnya pelajaran ini?

M  Hal itu berarti bahwa kuantitas juga memiliki peran dalam keteraturan (organisasi), engkau tidak dapat menggunakan garam secara serampangan, namun tetap diperlukan kuantitas sesuai proporsinya. Al-Qur’an menyatakan: “Segala sesuatu dalam pandangan-Nya, berada pada proporsinya masing-masing.” Jadi apabila kuantitas berkurang atau berlebihan, ia akan merusak makanan atau komposisinya. Bukankah demikian, son?

S Well-done! Thank you Mom; thank you my little sister, and thanks Dad!… Juga thank you God telah menjadikan aku sebagai bagian dari organisasi keluarga ini yang membimbingku ke jalan yang benar.[]

Bagian Ke-8

Ayat-ayat Tuhan Sehamparan Bumi

Pada malam harinya, si pemuda itu menunjukkan hasratnya yang menggebu-gebu mengikuti pelajaran teori yang diberikan kepadanya. Ia telah menjalani praktikum di laboratorium dan kini telah mengetahui bahwa eksperimen-eksperimen yang telah direncanakan ayahnya tidak akan berbekas sekiranya ia hanya mempelajarinya secara teoritis. Tanda-tanda buku dan pakaian yang berserakan di kamarnya lalu buku telepon yang berserakan yang menantikan angin untuk menatanya kembali seperti sediakala dan adegan Abu Ahmad yang asyik mencari sebuah puisi besar yang digubahnya secara acak; dan adegan para pekerja yang berusaha keras untuk mencampur aduk surat-surat dan mengambilnya seukuran genggaman tangan untuk mereka cetak dengan harapan mereka dapat menggubah sebuah puisi yang menarik; juga adegan saudari mudanya yang bangga karena telah memasakakkan makanan lezat baginya dan adegan mencicipi makanan hambar, sangat asin dan yang terasa pas kadar garamnya, yang menandakan bahwa lisannya juga turut berpartisipasi dalam menemukan “Argumen Keteraturan.”

Seluruh adegan ini seperti gambaran taktik dan prosedur yang biasanya mengalami pengalaman sedemikian dalam benaknya tanpa menggunakan kamera. Bagaimanapun, si pemuda berpikir untuk menerbitkan enskilopedi yang detail tentang tauhid untuk membantu kaum muda yang dijambangi keraguan. Iya, ia akan menulis sebuah buku dan menyerahkannya kepada Abu Ahmad untuk menerbitkannya. Tapi tidak seperti caranya menggubah sebuah puisi!

Lalu, metode pengajarannya tentu sangat penting dalam mengajarkan iman. Apa yang dapat ia capai hanya dalam sehari boleh jadi tidak dicapainya selama bertahun-tahun melalui pelajaran agama yang diterima di sekolah. Pelajaran-pelajaran agama di sekolah tidak memadai untuk membantu murid mempraktikkan pelajaran tersebut dalam tataran praktis.

Ia bertanya-tanya mengapa ada kesenjangan menganga dalam metode pembelajaran di sekolah. Fisika diajarkan melalui metode pembelajaran yang paling modern, sementara dalam pembelajaran agama tidak demikian. Mengapa pelajaran-pelajaran agama tidak didasarkan kepada teknik-teknik modern? Apakah ada unsur kesengajaan di balik semua ini? Apakah kader-kader kementerian pendidikan nasional tidak mampu melakukan sebagaimana yang dilakukan ayahnya dalam mengajarkan ide-ide keagamaan baik dalam skala teoritis maupun tataran praktis, disertai dengan pengalaman-pengalaman yang menarik yang menghormati pikiran pelajar dan memotivasi lebih banyak minat dan lebih ilmiah?

Mengapa buku-buku agama diabaikan, sementara buku-buku katakanlah seperti Kimia sangat mendapat perhatian?

Juga mengapa agama hanya diajarkan di sekolah-sekolah tidak di universitas? Bukankah hal itu bermakna bahwa mahasiswa tidak memerlukan pendidikan agama atau pengetahuan agama mereka telah memadai dan tidak perlu lagi belajar atau membahasnya?

Jika demikian adanya, lalu mengapa kita melihat alur perbedaan ideologis di pelbagai universitas yang menyeret minat para mahasiswa dari agama dan menyesatkan mereka dari segala arah?

Boleh jadi para mahasiswa telah belajar agama sebelum mereka memasuki tingkat universitas dan kini telah melupakannya dan tidak lagi merasa perlu untuk terlibat dalam diskusi-diskusi keagamaan.

Kenyataannya bahwa sistem pendidikan yang jauh dari agama telah mengguncang kaum muda. Ia ingat istilah “Tuhan” telah hilang dari seluruh buku-buku pelajaran. Ia juga mengingat bahwa hukum negara menindak siapa saja yang melanggar hukum pemerintah, namun tidak menindak mereka yang melanggar hukum-hukum Tuhan.

Ia pikir bahwa seluruh warga dipaksa untuk mentaati presiden, namun tidak dipaksa untuk menuruti titah Tuhan. Oleh karena itu siapa saja yang menghina presiden akan dipenjarakan namun tidak demikian bila seseorang menghina Tuhan. Ia merasa kuatir dengan kenyataan bahwa ia hidup di tengah masyarakat yang telah berpaling dari Tuhan dan tidak mematuhi hukum-hukum-Nya semetnara mereka tunduk patuh kepada presiden. Masyarakat ini alih-alih menyembah Tuhan, malah menyembah presiden. Ia teringat sebuah kisah yang pernah diceriterakan ayahnya: Suatu hari beberapa orang Nasrani memanggil Nabi selagi beliau membaca ayat berikut ini: “Mereka menjadikan para pendeta dan rahib sebagai tuhan-tuhan mereka sebagai ganti dari Allah.” Orang-orang Nasrani itu protes bahwa mereka tidak menjadi para pendeta dan rahib sebagai ganti dari Allah. Nabi Saw menjawab: “Para pendeta telah menghalalkan kaum Kristian untuk mengerjakan sesuatu yang telah diharamkan dan melarang apa yang telah dihalalkan dan umat Kristian mengikut mereka.” Dengan demikian, mereka menyembah para pendeta bukan menyembah Tuhan.”

Anak muda itu menyimpulkan bahwa masyarakat yang alih-alih menyembah Tuhan menyembah pemimpin, membuat ia berteriak: Tiada tuhan selain Allah dan kita tidak menyembah siapa pun selain-Nya. Kita beriman kepadanya, meski kaum musyrikin tidak menyenangi. Tiba-tiba ia berhenti untuk berpikir dan bertanya kepada dirinya: “Tidakkah benar orang-orang itu berkata: Tiada tuhan selain Allah? Lalu bagaimana mereka bisa tidak takut mengatakan hal tersebut? Dan mengapa pemimpin tidak memberikan tanggung jawab kepada mereka untuk berkata tiada tuhan selain Allah?” Mereka tidak mengetahui betapa pentingnya kalimat ini karena mereka tidak mengetahui maknanya. Jika manusia mengetahui makna kalimat ini bahwa tiada yang patut disembah selain Allah, tidak ada yang member hukum selain Allah, tiada kekuatan dan kekuasaan kecuali untuk Allah, tiada yang patut ditakuti selain Allah, tiada hukum selain hukum Allah, mereka akan takut akan bahayanya, baik pengatur dan aturannya. Dan Anda akan jumpai bahwa ucapan “tiada tuhan selain Allah” merupakan sebuah kejahatan yang patut dihukumi penjara seumur hidup karena membahayakan keamanan nasional dan merongrong pemerintahan.

Orang-orang Arab sepenuhnya mengerti bahwa makna “tiada tuhan selain Allah” tatkala Nabi Saw mendeklarasikannya secara terbuka dan beliau mendapatkan penganiayaan dari musuh-musuh Islam yang menolak untuk menerimanya. Jika mereka tidak mengerti maknanya, mereka akan membiarkannya dan pengikutnya untuk mengekspresikan apa saja yang mereka suka. Namun mereka benar-benar memahami bahaya di balik kalimat sederhana ini.

Pada malam harinya, keluarga berkumpul di meja makan meninjau kembali kejadian dan pengalaman hari itu. Sang ayah merasa bahagia dan sambil terseyum berkata: “Kita semua telah ikut serta dalam memberikan pelajaran tauhid kepadamu…aku, ibumu…” Lalu putrinya memotong dan berkata “Dan juga aku Dad! Aku!!”

“Dan tentu saja engkau putriku” sahut sang ayah, “tiada yang tersisa kecuali kuculuk kecilku, yang masih belum dapat berkata dan hanya mampu menangis dan meminum susu.” Sang putra menjawab:

S Bahkan kuculuk ini memberiku pelajaran tahuid yang berharga.

D How, son?

S Saya melihatnya selagi ibu menyusuinya. Saya membuka buku mengenal Tuhan dan mulai membacanya halaman demi halaman. Makhluk yang lemah ini merasa lapar dan menujukkannya dengan menangis; tangisnya menggerakan perasaan ibu. Jika ibu tidak dibekali dengan perasaan seperti ini, mereka akan membiarkan bayi-bayinya. Dengan perasaan sang ibu kemudian memeluk sang bayi dan mendekatkan kepala sang bayi untuk ia beri ASI dan mulailah si bayi meminum ASI; ia tidak tahu apa pun namun ia tahu dimana mendapatkan makanan. Dada ibu menumpahkan ASI dan tangis sang bayi berhenti karena mendapatkan makanan. Ia terus menyusu hingga merasa kenyang. Jika ia berhenti sebelum kenyang, ia akan merana. Dan jika tidak berhenti setelah kekenyangan, ia akan muntah. Hal ini telah dibuat untuk memenuhi keseimbangan; Sang bayi menyusu seperlunya untuk perkembangannya dan menjaganya dari kelaparan. Sebagaimana Anda tahu, susu ibu sangat banyak dengan segala nutrisi yang diperlukan si bayi. Tiada seorang pun yang mampu menciptakan yang serupa dengan segala karakteristiknya seperti elemen-elemen nutrisi, rasa, temperatur, dan tidak lupa sisi emosional saat member ASI; manusia tidak akan mampu membuat hal ini. Dad! Saudara kuculukku ini memberiku sebuah pelajaran tauhid dengan baik.

D Pelajaran tauhid dapat dijumpai dimana-mana. Al-Qur’an menyebut setiap pelajaran dengan sebuah tanda atau ayat. Jadi ayat-ayat Tuhan sangat banyak dan tak-terhitung. Jumlahnya sebanyak bebatuan dan butiran pasir sehamparan bumi. Namun setiap tanda memerlukan kesadaran dan seruan batin,“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qs. Al-Qaf [50]:37) ayat-ayat Tuhan dan gelombang seruan batin ini mirip sinyal dan transmisi radio. Suasana di sekeliling kita penuh dengan sinyal dari ratusan stasiun siaran, baik televisi atau pun radio. Namun diperlukan sebuah media yang mampu menangkap apa yang ditransmisikan oleh stasiun-stasiun tersebut. Semakin modern peralatan yang kita miliki maka semaksin banyak saluran yang dapat kita dengar dan lihat. Demikian juga dengan fitrah manusia; Jika ia murni, bebas dari dosa dan tidak terpengaruh oleh tradisi-tradisi masyarakat, ia akan menerima dan menangkap pelbagai pelajaran dimana-mana. Pernah engkau mendengar sabda Imam Ali” Aku tidak melihat sesuatu kecuali melihat Allah, sebelum, pertengahan dan sesudahnya?

S God is great!… Dad! Saya telah mendekati sepertiga dari apa yang dicapai oleh Ali bin Abi Thalib.

D Bagaimana?

S Saya menemukan Tuhan saat mengikuti pelajaran-pelajaran praktis dan teoritis darimu, Dad. Semenjak itu, saya senantiasa merasakan kehadiran Tuhan pada setiap apa saja yang aku lihat, namun saya tidak mampu merasakan-Nya sebelum dan sesudahnya. Dan menurutku apa yang kini aku capai sepertiga dari apa yang harus kita capai.

D Take it easy, son! Seluruh orang yang menyusuri jalan ini akan mencapai sebuah tujuan. Manusia mampu mencapai hal yang paling besar dengan usaha yang kecil.

S Hal yang paling besar itu adalah Tuhan.

D Dan usaha yang kecil itu adalah niat. Yang Dady maksud adalah niat yang tulus. Jadi jika engkau memiliki niat yang tulus untuk mencapai Tuhan, segala puji bagi-Nya, Dia akan menolongmu dalam perjalananmu. Tidakkah engkau pernah membaca ayat berikut ini:“Dan mereka yang berjuang di jalan Kami, sesungguhnya akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami” (Qs. Al-Ankabut [29]:29) Jika seorang hamba Allah bergerak ke arah-Nya sejengkal, Tuhan akan mendekatinya sehasta. Demikian juga, jika seorang hamba mendekatinya dengan berjalan, Tuhan akan menghampirinya dengan berlari.

S Hal ini merupakan kebaikan Ilahi yang paling mungkin yang dapat dilakukan Tuhan kepada seorang hamba yang ingin serapat dan selekat mungkin kepada Tuhan. Dad! Saya sangat berhasrat mengikuti pelajaran-pelajaran tauhid. Sudikah Anda memberikan pelajaran lain kepadaku hari ini?

D Tidak. Belum saatnya. Sebaiknya engkau memahami benar apa yang telah engkau pelajari dan boleh jadi engkau masih memiliki pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Kemudian setelah menguasai tema pokoknya, kita akan melanjutkan proses pembelajaran ini pada pelajaran selanjutnya.

S Saya ada sebuah pertanyaan.

D Silahkan.

S Sudihkah Anda katakana kepadaku apakah metode yang Dady telah gunakan dalam mengajariku merupakan metode Dady sendiri atau…?

D“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam kitab ini.” (Qs. al-An’am 5:27)

S Kalau begitu metode yang Anda gunakan bersumber dari al-Qur’an?

D Iya. Al-Qur’an banyak mengilustrasikan contoh untuk menyeru manusia kepada Tuhan secara praktis. Misalnya, kisah Ibrahim, ketika Ibrahim beradu argumen dengan kaumnya untuk berhenti menyembah berhala, yang tidak dapat mendengar juga tidak dapat berpikir, ia tidak mampu mendorong kaumnya untuk tidak menyembah berhala. Lalu ia merubah taktiknya dengan mengajarkan kepada mereka sebuah pelajaran praktik. Ia memikul kapaknya dan menghantam berhala-berhala itu lalu menghancurkan mereka seluruhnya. Namun, ia menyisakan berhala yang paling besar dan menggantungkan kapaknya di bagian leher berhala tersebut. “Tatkala orang-orang data ng untuk menyembah berhala mereka, berhala-berhala tersebut telah hancur.. Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.” Mereka berkata, “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.” Mereka berkata, “(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan.” Mereka bertanya, “Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim.” Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala-berhala itu jika mereka dapat berbicara.” (Qs. Al-Anbiya [21]:59-63)

S Bagaimana hasil dari pelajaran praktik tersebut?

D Mereka berpikir dan berkata:“Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri).” (Qs. Al-Anbiya [21]:59-63) Seluruh argumen-argumen teoritis sebelumnya tidak memberikan solusi yang dapat diterima, namun dengan pelajaran praktis ini membuat mereka berpaling kepada seruan batin mereka dan mengakui secara jujur bahwa mereka telah berbuat salah.

S Jadi.. Anda telah belajar metode praktis Nabi Ibrahim?

D Iya. Abu Ibrahim! []

Bagian Ke-9

Menolak Aksiden..Menerima Keteraturan..

Upaya Sang ayah dalam membimbing anaknya mengenal agama, Tuhan dan kehidupan ini secara perlahan menunjukkan hasilnya. Kini anak yang beranjak remaja itu dengan semangat 45 berusaha sedapat mungkin dimana saja dan kapan saja mengulang-ngulang apa yang ia pelajarinya dari ayahnya. Setelah melalui beberapa bimbingan berharga, sang anak menyiapkan beberapa pertanyaan untuk ia ajukan kepada ayahnya malam itu. Beberapa pertanyaan itu dikumpulkan dari beberapa buku yang telah baca sebelumnya dan selebihnya merupakan hasil dari obrolan dan diskusinya dengan teman-teman dan gurunya di sekolah. Ayahnya datang terlambat, sembari menunggu, ia mulai menulis pertanyaan-pertanyaannya di atas selembar kertas sehingga ia tidak lupa nantinya. Ayahnya kemudian datang sambil membawa sebuah tas yang terbuat dari kain, namun si anak tidak bisa menggambarkan gerangan apa isi tas tersebut.

Tatkala waktu untuk mengajukan pertanyaan tiba, sang anak mengajukan pertanyaan berikut ini:

S Dad, Saya merasa heran: Bagaimana orang-orang dapat mengingkari keberadaan Sang Pencipta sementara seluruh semesta berisikan bukti atas keberadaan-Nya?

D Saya ingin engkau lebih teliti dalam menyuguhkan pertanyaanmu. Apakah pertanyaanmu itu berkaitan dengan pengingkaran kepada Sang Pencipta atau tentang ketidakberimanan mereka kepada-Nya, segala puji bagi-Nya?

S Apa bedanya?

D Perbedaan antara pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan dan tidak beriman kepada Tuhan adalah bahwa orang yang menginkari memiliki alasan ihwal ketiadaan Tuhan. Namun mereka yang tidak beriman tidak memiliki bukti akan keberadaan Tuhan.

S Kelompok mana yang lebih banyak? Kelompok yang mengingkari Tuhan atau mereka yang tidak meyakini keberadaan-Nya?

D Kelompok yang mengingkari keberadaan Tuhan. Pengingkaran menuntut sebuah alasan dan bagaimana mereka mendapatkan alasan? Tentu saja terdapat orang-orang yang mengingkari keberadaan-Nya namun ketika engkau berdiskusi dengan mereka, engkau akan menjumpai bahwa mereka tidak mengingkari kenyataan mereka hanya tidak beriman.

S Namun terdapat banyak orang yang mengingkari keberadaan Tuhan karena mereka belum mendapatkan keyakinan tentang bukti-bukti keberadaan-Nya.

D Mereka ini tidak disebut sebagai pengingkar. Seorang pengingkar merupakan orang yang memiliki alasan yang solid dan meyakinkan atas ketiadaan Tuhan. Dan engkau lihat hal ini berbeda dengan orang yang tidak beriman kepada-Nya. Jadi, son, membedakan kedua kelompok ini merupakan hal yang sangat penting.

S Bagaimana dengan kelompok yang tidak beriman kepada Tuhan?

D Mereka ini adalah orang yang memiliki kredo dan trend. Mengapa engkau memperhatikan tas ini Son? Apa yang sedang engkau pikirkan?

S Saya sedang mendengarkan penjelasan Anda, Dad. Saya melihat tas itu karena tidak tahu atas alasan apa Anda membawanya kemari?

D Engkau akan lihat bahwa tas ini memiliki pertalian yang erat dengan keyakinan seseorang yang tidak beriman kepada Tuhan.

S  I’m listening to you, Dad!

D Terdapat perbedaan tipe orang yang tidak beriman kepada Tuhan; mereka biasanya disebut sebagai materialis karena mereka hanya meyakini terhadap hal-hal yang bersifat material dan mengingkari segala yang non-material. Dua ide yang paling penting yang mereka yakini adalah: Pertama, semesta tidak memerlukan seorang Pencipta karena materi-materi telah ada. Dan inilah dari apa yang kami sebut sebagai keabadian materi-materi. Kedua, Semesta teratur dan kenyataan ini tidak dapat diingkari hanya saja bahwa keteraturan tidak memiliki pengatur dan telah tercipta secara aksidental sepanjang tahun. Hal ini disebut sebagai penciptaan secara aksiden, teori kemungkinan jika engkau bertanya kepada orang-orang pengingkar: Siapa yang menciptakan semesta? Mereka akan menjawab: Tiada seorang pun yang menciptakan semesta; semesta ini abadi. Juga, sekiranya engkau bertanya: “Bagaimana Anda menafsirkan keteraturan di seluruh aspek semesta? Mereka akan menjawab: Keteraturan yang ada secara kebetulan dan aksidental.

Sang ayah memperhatikan anaknya yang tetap melirik ke arah tas kapan saja ia ada waktu. Ia kemudian tersenyum dan si anak mengerti rahasia di balik senyum ayahnya. Lalu si anak tersenyum dan berkata:

S Bagaimana isi tas ini dapat menjawab seorang materialis? Apakah jawabannya adalah keabadian semesta atau penciptaan aksidental (kebetulan)?

D Yang kedua…. Jawabannya adalah pada gagasan yang mengatakan bahwa keteraturan diciptakan oleh sebuah aksiden atau kebetulan. Ambillah tas ini dan lihat apa isinya..

Sang ayah mengosongkan tas tersebut; dari tas itu terdapat sepuluh potong logam yang memiliki sisi yang sama, memiliki nomor dari satu hingga sepuluh. Ia melanjutkan:

D Dahulu kala, terdapat beberapa orang yang biasa menggunakan ungkapan “kebetulan” untuk membenarkan kebodohannya. Hal ini persis seperti sebuah goa yang mereka hadapi untuk mengingkari keberadaan Tuhan lantaran “kebetulan” tidak memiliki aturan dan tidak mengikuti sebuah pola tertentu… kebetulan bermakna bahwa tiada hukum dan aturan yang berlaku baginya. Namun dewasa ini segalanya berbeda.. matematika modern bekerja mengobservasi perkara ini dan menemukan hukum-hukum yang mengatur bertentangan dengan mereka yang berpikir bahwa tiada aturan yang mengatur operasi ini.

S Suatu waktu, guru matematika kami bercerita tentang hukum kemungkinan namun ia tidak menjelaskannya kepada kami.

D  Apa yang engkau bicarakan itu disebut sebagai teori kemungkinan. Teori ini telah mengalami perkembangan dan kini dipandang sebagai salah satu teori penting yang digunakan dalam berbagai bidang dimana hukum-hukum matematika kuno tidak dapat digunakan.

S Maukah Anda menjelaskannya kepadaku?

D Tentu saja! Coba lihat pada sepuluh potongan logam yang bernomor itu..letakkan dalam tas dan kocok dengan baik.

S   OK!… Well… Apakah kocokanku sudah cukup?

D Kocok lagi. Tahan tas itu dari kedua sisi dan gerakkan dengan baik.

S Well… Saya telah mengocok potongan-potongan ini dengan baik.

D Kini, tanpa engkau lihat, coba berikan kepadaku potongan nomor satu. Dapatkah engkau lakukan hal itu?

S Saya akan coba.. OK! Nomor satu; ayo dong keluar… Oh! Tidak.. yang keluar nomor tujuh.

D Taruh kembali di dalam tas, aduk lagi potongan-potongan logam itu di dalam tas sekali lagi dan kemudian coba ambil potongan lainnya. Boleh jadi nomor satu yang akan keluar.

S Percobaan kedua… Pertama saya campur potongan-potongan logam itu dan kemudian ambil satu potongan…yang keluar adalah nomor empat.

D Coba lagi untuk ketiga kalinya!

S Well!… Yang keluar adalah nomor dua. Saya sudah hampir mendapatkan nomor satu.. Boleh saya ulang sekali lagi.

D  Iya. Silahkan lakukan percobaan sekali lagi.

S Yang keluar kali ini adalah nomor sepuluh. Payah juga. Berapa lama saya harus ulang hingga nomor satu dapat keluar?

D Perhatikan, son! Teori kemungkinan berkata: Kemungkinan keluarnya nomor satu adalah satu per sepuluh yang berarti bahwa engkau harus mengulang proses pengacakan ini sebanyak sepuluh kali hingga engkau mendapatkan nomor satu.

S Ok!

D Namun jika engkau ingin mendapatkan dua potong, katakanlah nomor satu dan dua secara berurutan, kemungkinannya akan menjadi 10 X 10 yang berarti bahwa engkau harus mengulang usahamu secara acak sebanyak seratus kali untuk mendapatkan kedua nomor tersebut secara berurutan. Jika engkau ingin mendapatkan tiga nomor secara berurutan, maka engkau harus melakukan 1000 kali percobaan. Dengan demikian, kemungkinan mendapatkan ketiga potong logam tersebut adalah satu seperseribu.

S Bagaimana jika saya ingin mengeluarkan kesepuluh potongan logam tersebut secara berurutan?

D Dalam hal ini engkau harus melakukan 1010 operasi. Yaitu 10 milyar percobaan.

S   Kemungkinan ini nampaknya mustahil.

D  Iya benar demikian.

S Well, kini bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa apa yang dikatakan oleh puak materialis tentang semesta ini tercipta secara kebetulan adalah tidak benar dan invalid?

D Kita menunjukkan invaliditas apa yang mereka yakini dengan metode berikut ini: Jumlah dari hal-hal yang teratur dan partikel-partikel di alam semesta ini tidak dapat dihitung. Seluruh aspek di alam semesta ini dikendalikan oleh sebuah hukum atau sebuah sistem aturan. Setiap keteraturan termasuk sejumlah unit yang jauh melebihi sepuluh potong logam yang engkau lihat dalam tas ini. Kemungkinan dari benda yang tak-berbilang ini secara acak diatur kemudian dapat menciptakan sebuah keteraturan adalah hampir nihil (zero) dalam ilmu Matematika. Oleh karena itu, ada terdapat perencanaan, pengetahuan, kehendak, kekuasaan berhimpun untuk membangun keteraturan semesta. Seluruh benda yang terdapat di alam semesta ini mengikut kepada sebuah system dan peristiwa kebetulan tidak memainkan peran apa pun dalam sistem yang tertata dan terorganisir secara canggih dan apik ini.

S Well-done Dad! Keterangan yang Anda berikan sangat ilmiah dan meyakinkan.

F Saya akan memberikan kepada sebuah contoh praktis tentang masalah ini.

S Silahkan, Dad.

D Contoh ini berdasarkan kepada elemen-elemen protein yang merupakan unsur pokok dari setiap substansi yang hidup. Saya telah sarikan bagian ini dari sebuah buku yang bernama: “Manifestasi Tuhan pada Sains Modern.” Buku ini merupakan buku yang sangat berharga dan saya nasihatkan kepadamu untuk membaca buku tersebut, tapi saya tidak yakin engkau bisa mendapatkannya di perpustakaan atau tidak. Saya meminjamnya dari salah seorang teman dan mengkopi beberapa bagian yang saya perlukan. Ambil beberapa lembar dan bacalah.

S Tolong berikan kepadaku! Protein merupakan salah satu komponen penting dari seluruh sel-sel yang hidup. Protein terdiri dari lima elemen: Karbon, Hydrogen, Nitrogen, Oksigen and Sulfur. Jumlah atom dari masing-masing setiap protein adalah 40.000. Jika kita katakan bahwa 92 elemen kimia di dunia ini didistribusikan secara acak, maka kemungkinan percampuran kelima elemen ini untuk membentuk satu komponen protein dapat dihitung dengan mengetahui kuantitas yang harus dicampur untuk membuat komponen ini dan mengetahui masa yang digunakan dalam proses ini.

Seorang matematikawan Swiss, Charles Yujengay, telah menghitung kemungkinan waktu yang digunakan untuk proses yang disebutkan di atas. Ia menemukan bahwa kemungkinan untuk mendapatkan peluang bagi bentuk acak dari protein itu adalah 1/10160 yang berarti bahwa proses pembentukan tersebut harus diulang lebih dari 10160 kali untuk mengakhiri pembentukan satu komponen protein. Angka ini tidak dapat diucapkan dengan kata-kata yang sederhana. Kenyataan yang menarik lainnya adalah bahwa bilangan substansi yang diperlukan untuk pembentukan satu komponen protein secara kebetulan ini jauh melebihi seluruh substansi yang kini tersedia di dunia ini sebanyak jutaan kali. Durasi waktu yang diperlukan dalam pembentukan acak dari satu elemen protein di muka bumi adalah jutaan tahun lamanya. Matematikawan Swiss mengestimasi periode tersebut sebanyak 10243 tahun. Protein-protein terbentuk dari rangkaian panjang amino acid-amino acid. Lalu bagaimana unsur-unsur pokok ini dapat bertemu? Jika unsur-unsur ini terbentuk dengan sebuah cara lain, mereka tidak memiliki kelayakan untuk hidup dan terkadang berubah menjadi toksin-toksin (racun). Ilmuan Inggris, J. B. Leathes telah menghitung angka reaksi-reaksi yang diperlukan dalam satu protein dan ia mendapatkan angka 1048. Dengan demikian, proses ini mustahil terlaksana secara rasional karena seluruh reaksi terjadi secara acak bertujuan hanya untuk membentuk satu komponen protein saja. Menariknya, protein-protein merupakan komponen-komponen kimia yang tak bernyawa. Mereka tidak dapat hidup kecuali mereka mendapatkan rahasia aneh yang hingga saat ini belum kita ketahui esensi dan tabiatnya.Hanya Tuhanlah yang mampu mengetahui kenyataan bahwa komponen protein mampu hidup menjadi komponen dasar dari kehidupan. Lalu Dia membangunnya, memvisualkannya, dan menjadikannya sebagai rahasia kehidupan.

S Dad! Alangkah besarnya bukti ilmiah ini!“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Qs. Fathir [35]:28)”

Seluruh yang engkau baca adalah tentang formasi sebuah komponen protein! Dapatkah engkau menebak jumlah komponen protein yang terdapat di alam semesta ini? Bagaiman dengan elemen-elemen non-protein? Berapa banyak system-sistem yang tak terbatas di dunia ini? Memikirkan hal tersebut membuat penciptaan dunia secara kebetulan adalah sejenis kegilaan atau sejenis kekerasan kepala yang disengaja berdasarkan penyakit kejiwaanyang tak dapat terobati.[]