Psikologi Islam

Psikologi Islam0%

Psikologi Islam pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Buku Umum

Psikologi Islam

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Sayyid Mujtaba Musavi Lari
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 10149
Download: 2616

Komentar:

Psikologi Islam
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 21 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 10149 / Download: 2616
Ukuran Ukuran Ukuran
Psikologi Islam

Psikologi Islam

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

6. Fitnah

• Masyarakat yang Ternodai Fitnah

• Mudarat-mudarat Fitnah

• Apakah yang Membuat Fitnah Berkembang

• Agama Terhadap Akhlak yang Buruk

Masyarakat yang Ternodai Fitnah

Tidak syak lagi bahwa saat sekarang ini masyarakat manusia menderita berbagai macam penyelewengan rohani dan korupsi sosial dan telah lalai dalam mengembangkan akhlak mereka, pada langkah yang sama mereka mampu menjaga kemewahan-kemewahan materi bagi diri mereka: Hari demi hari masyarakat semacam ini menghadapi sejumlah besar penyakit gawat yang telah membanjiri lautan kehidupan dengan berbagai penderitaan yang fatal. Orang-orang yang bersungguh-sungguh berjuang untuk menghindari berbagai penderitaan pun menyudahi keracunan mereka dengan dosa-dosa dan' mencari tempat berlindung dalam pangkuan kerendahan guna mengurangi berbagai penderitaan rohani dan kegelisahan mereka. Namun sinar matahari kebahagiaan tidak akan pernah mengalihkan cahayanya yang menerangi kehidupan mereka.

Orang-orang ini telah menipu diri sendiri dengan meyakini bahwa mereka telah bebas dari segala pembatasan dan peraturan-peraturan, dan kini mereka berlomba-lomba di medan-medan kerendahan dan kelalaian, Bila secara hati-hati kita memeriksa kehidupan orang-orang yang tanpa akhlak ini, kita temukan bahwa mereka menggunakan cara-cara peningkatan materi yang cepat terhadap berbagai tujuan yang mereka ciptakan untuk kepentingan itu. Mereka telah menjadikan fenomena materi sebagai suatu poros bagi berbagai hasrat dan keinginan mereka, dan mendung dosa-dosa pun telah membayangi masyarakat mereka.

Akan lebih produktif lagi jika mereka menggunakan harta kekayaan mereka yang melimpah, yang mereka habiskan untuk penyelewengan dan kekacauan, di wilayah akhlak yang baik yang tidak dapat dirubah. Meskipun begitu norma-norma perilaku yang mereka terima, secara terus menerus berubah.

Tiada gunanya untuk mengatakan bahwa kalau sifat-sifat yang mulia menjadi hakim bagi kepribadian-kepribadian yang baik, para anggota masyarakat tidak akan melaksanakannya melainkan akan selalu dipengaruhi oleh pikiran sosial yang mengarahkan mereka untuk meniru perbuatan-perbuatan masyarakat lain, mereka pun tidak tahu menahu tentang adanya kemungkinan pengaruh-pengaruh yang merugikan. Atas dasar ini kita harus menyadari bahwa peradaban kontemporer kurang mampu menciptakan watak-watak yang sehat dan mulia, mereka juga tidak dapat menjamin keselamatan atau kebahagiaan bagi masyarakat mana pun. Dr. Carl, seorang sarjana Perancis terkenal berkata:

Kira membutuhkan suatu dunia di mana setiap orang dapat menemukan suatu tempat yang pantas bagi dirinya tanpa membeda-bedakan antara kebutuhan materi atau kebutuhan rohani. Dengan ini kita mampu menyadari bagaimana kita bisa hidup, kemudian kita menyadari pula bahwa kemajuan pada jalan kehidupan tanpa suatu pedoman yang benar adalah suatu hal yang berbahaya. Kini kita menyadari bahaya ini, namun mengherankan betapa kita telah lalai untuk mencari cara-cara berpikir yang benar. Kenyataannya bahwa hanya sedikit yang benar-benar mengetahui bahaya ini. Kebanyakan manusia dikuasai oleh nafsu-nafsu mereka dan mereka begitu mabuk dengannya yang, tanpa menghiraukan seberapa tinggi teknologi mereka, mereka tidak berkehendak untuk menghentikan segala kesenangan yang haram itu demi suatu peradaban yang layak.

Kehidupan hari ini seperti sungai indah yang mengalir dari lereng yang curam, menghanyutkan harapan dan mimpi-mimpi kira ke dalam lautan kerusakan dan penyelewengan demi memuaskan keinginan-keinginan sementara dan kebutuhan-kebutuhan sesaat. Banyak orang telah menemukan kebutuhan-kebutuhan baru dan kini berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan ini. Di samping kebutuhan ini, ada hal-hal lainnya yang membawa kebahagiaan sementara kepada mereka, seperti fitnah, bergunjing, perbincangan tanpa arah tujuan, dan lain-lainnya yang sebenamya lebih berbahaya daripada alkohol terhadap kesehatan.

Salah satu penyelewengan sosial yang hendak kami uraikan adalah fitnah; tidaklah perlu untuk menjelaskan makna teknis dari fitnah, karena setiap orang telah mengetahuinya.

Mudarat-mudarat Fitnah

Mudarat fitnah yang paling berbahaya adalah pengrusakan kepribadian rohani dari kesadaran orang yang memfitnah. Orang-orang yang menyimpang dari jalan pemikiran alami mereka akan kehilangan keseimbangan berpikir dan sistem perilaku mereka yang mulia; di samping itu juga merusak perasaan-perasaan manusia dengan menyingkap rahasia dan kesalahan mereka.

Fitnah menghancurkan singgasana moralitas manusia dan merampas martabat dan sifat-sifatnya yang tinggi dengan kecepatan yang menakjubkan. Sebenarnya, fitnah membakar lapisan-lapisan moralitas di dalam hati pemfitnah hingga menjadi abu. Fitnah menggelapkan pemikiran yang jernih hingga akhirnya gerbang-gerbang akal dan pemahaman menjadi mati. Bila kita berpikir tentang bahaya fitnah terhadap masyarakat, kira temukan bahwa fitnah telah membuat kerusakan besar terhadap para anggota masyarakat.

Fitnah memainkan suatu peranan yang menghancurkan dalam menyebabkan terjadinya permusuhan dan kebencian di antara para anggota masyarakat yang berbeda-beda. Jika fitnah dibiarkan berkembang dalam masyarakat, akan merampas kebesarannya, reputasi baiknya dan menciptakan perselisihan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan di antara anggota masyarakat.

Patut disayangkan bahwa kita harus mengakui kenyataan bahwa fitnah telah menemukan jalannya menuju semua kelas sosial. Hal ini menunjukkan suam kenyataan bahwa berbagai peristiwa kehidupan itu saling terkait, sehingga penyelewengan-penyelewengan psikologis yang mungkin timbul dalam suatu kelas sosial akan merasuk ke semua kelas lainnya. Sebagai akibat dari berkembangnya fitnah ini; sifat pesimis dan prasangka pun membayang-bayangi masyarakat; manusia kehilangan kepercayaan satu sama lain dan berubah menjadi kecurigaan. Mengingat hal ini, kita dengan aman dapat mengatakan bahwa tanpa mencerahkan diri dengan berpikir secara bersaudara dan dengan sifat-sifat yang mulia, masyarakat tidak akan pernah memperoleh keharmonisan atau persatuan di dalamnya. Sebuah masyarakat yang kurang akan karunia sifat-sifat yang mulia sudah pasti jauh dari watak-watak kehidupan yang sesungguhnya.

Apakah yang Membuat Fitnah Berkembang

Dengan tidak menghiraukan fakta bahwa fitnah merupakan suatu pengejawantahan dari dosa-dosa praktis, ia secara langsung berhubungan dengan rohani manusia. Fitnah adalah suatu tanda dari bahaya yang mendasari kekacauan jiwa, yang karena itu kita harus mencari alam rohani dan kejiwaan.

Para sarjana behavioris menyebutkan sejumlah alasan bagi berkembangnya fitnah. Hal terpenting adalah: dengki, amarah, sombong, egois dan prasangka. Tidak syak lagi, setiap perbuatan yang dilakukan individu berangkat dari keadaan tertentu yang berada dalam kesadarannya, dan sebagai akibat dari pengejawantahan keadaan-keadaan semacam ini, yang adalah seperti bara api di bawah abu yang dingin, yakni lidah; penerjemah perasaan-perasaan manusia, mengeluarkan fitnah.

Ketika watak-watak tertentu secara mendalam telah berakar dalam kesadaran manusia, ia membutakan matanya dan menguasai pemikirannya. Salah satu alasan fitnah yang berkembang luas adalah bahwa para pemfitnah tidak mempedulikan dampak-dampak bahaya sesudahnya. Kita melihat orang-orang yang menahan diri dari dosa-dosa lainnya tetapi tidak berpikir dua kali terhadap perbuatan jahat yang menyengsarakan ini. Pengulangan fitnah tanpa mempertimbangkan dampak-dampak sesudahnya akan merampas kendali kemampuan manusia Untuk menahan diri dari mengikuti nafsu-nafsunya tanpa menghiraukan pengetahuannya tentang realitasnya yang berbahaya. Orang-orang ini berusaha untuk meraih integritas dan kesempurnaan. Orang-orang seperti ini melarikan diri dari realitas dan menolak untuk menanggung sedikit penderitaan dalam mencapai kebahagiaan. Dengan demikian mereka menjadi korban kekuasaan nafsu-nafsu mereka yang rendah.

Orang-orang yang tidak memperhatikan martabat dirinya sendiri atau orang lain, tidak patuh kepada hukum etika; dan seseorang yang membuat kehidupan sebagai arena bagi nafsu-nafsunya, akan menerima kesengsaraan akibat melanggar batas hak-hak orang lain.

Sifat akhlak yang miskin ini berasal dari keimanan yang lemah, sedangkan akhlak merupakan buah dari keimanan. Jika seseorang tidak mempunyai iman, ia tidak mempunyai motif untuk berkelakuan baik atau menjalankan moral yang mulia.

Setiap orang memiliki pendapat mengenai cara terbaik dalam menolong orang dari penyelewengan dan pengrusakan moral. Menurut pendapat saya cara yang paling efektif adalah mendorong, kehendak baik mereka dengan menyadarkan terhadap seruan-seruan kepada kebaikan dan berbagai naluri manusiawi serta mengarahkan mereka untuk menggali kekayaan pikiran manusia dalam meraih kebahagiaan. Dengan menarik perhatian manusia. kepada dampak-dampak akhlak yang buruk dan dengan memperkuat kehendak mereka, kita dapat mengalahkan segala watak buruk dan mengganti rel kegelapan dengan sifat-sifat yang mulia.

Dr. Jago menulis:

Bila kita berniat memerangi kebiasaan yang tidak baik pertama-tama kita harus menyadari akibat-akibat buruknya. Kemudian kita harus mengakui kebiasaan tersebut dan akhirnya merenungkan kejadian-kejadian yang membuat kita menjadi korban kebiasaan semacam ini. Jika kita mengenal diri kita sendiri melalui tahap-tahap kebiasaan ini. kita akan mengalahkan niat buruk itu dan merasa senang dalam menyingkirkannya.

Dengan adanya benih-benih integritas dalam jiwa manusia dan dengan tersedianya cara-cara untuk bertahan, kita mampu menyadari sebab-sebab di balik kesesatan dan kebingungan serta menyingkirkannya dari jiwa dan kesadaran kita membangun tembok yang kuat dalam menghadapi berbagai keinginan dan nafsu yang tiada habis-habisnya.

Berbagai tindakan merupakan gambaran dari si pelaku dan oleh karenanya merupakan pencerminan dari martabat dan realitas mereka. Dengan alasan ini jika seseorang mendambakan kebahagiaan, ia harus. memilih tindakan-tindakan yang benar guna merubahnya menjadi benih-benih kebahagiaan yang berharga. Manusia juga harus menyadari bahwa Allah mengetahui semua tindakannya, tidak pandang seberapa pun kecilnya.

Menurut seorang filosof:

Janganlah mengatakan bahwa alam semesta ini tidak memiliki akal atau perasaan, karena dengan berkata demikian berarti anda menuduh diri anda sendiri tidak berakal dan atau berperasaan. Jika alam semesta tidak berakal atau berperasaan, maka anda juga tanpa perasaan dan akal.

Dengan cara yang sama, masyarakat membutuhkan barang-barang materi agar mampu untuk terus hidup, ia membutuhkan sejumlah keharmonisan tertentu untuk memelihara berbagai ikatan rohani di antara anggotanya. Suatu masyarakat yang dengan teliti mengamati beban yang berat di antara tugas-tugas sosialnya dapat memanfaatkannya dalam memperoleh integritas.

Bagi kita. untuk mengeluarkan jiwa kita dari kegelapan kepada cahaya, kita harus memperkuat segala pemikiran yang mulia di dalam hati kita guna menangkis berbagai gagasan atau niat yang merusak. Dengan menjaga lidah kita dari fitnah, berarti kita mengambil langkah pertama untuk kebahagiaan. Bagi kita, menangkis berkembang pesatnya pengrusakan adalah wajib untuk menciptakan suatu revolusi psikologis di antara umat ini. Kita dapat melaksanakan ini dengan memperhatikan hak-hak orang lain yang nantinya akan menumbuhkan akar-akar kemanusiaan dan kerohanian, kemudian mengambil langkah lagi untuk membela sifat-sifat yang mulia, yang kepadanyalah perjuangan hidup setiap masyarakat bergantung.

Agama Terhadap Akhlak yang Buruk

Al-Quran mengungkapkan realitas fitnah dalam sebuah ayat yang singkat namun mengesankan:

“Apakah salah seorang di antara kamu senang memakan daging mayat saudaranya? Tentu kamu tidak menyukainya.”

Oleh karena itu, sewajarnyalah jika manusia menolak memakan daging orang yang telah mati, akalnya pasti membenci fitnah. Para pemimpin agama begitu banyak memberikan perhatian kepada perbaikan perasaan dan watak kejiwaan manusia sebanyak yang mereka berikan kepada perjuangan untuk menyingkirkan politeisme dan ateisme.

Rasulullah Saw. bersabda:

"Aku tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan akblak yang mulia."

Manusia telah dibimbing kepada moralitas oleh mazhab besar lslam dan didukung dengan pemahaman yang kuat dan logis. lslam memandang segala pelanggaran batas dari sudut moralitas sebagai suatu dosa besar dan tercela.

Sesungguhnya, Islam tidak hanya berhenti pada penunjukan fitnah sebagai dosa yang mengerikan, tetapi juga mewajibkan kepada semua kaum Muslimin untuk mempertahankan martabat orang-orang yang terkena fitnah.

“Jika seseorang difitnah sementara kamu ada di sana, maka jadilah penolong orang tersebut, celalah pemfitnah dan asingkanlah kelompoknya.”

(Nahj Al-Fasahah, hal. 48)

Rasulullah Saw. bersabda:

"Barangsiapa yang mempertahankan martabat saudaranya di saat ketidakhadirannya, maka adalah haknya atas Allah untuk melindunginya dari api neraka."

(Nahj Al-Fasahah, hal. 613)

Rasulullah Saw. juga bersabda:

"Barangsiapa yang memfitnah seorang Muslim selama bulan Ramadhan, tidak akan ada pahala bagi puasanya."

(Bihar Al-Anwar, jilid XVI, hal. 179)

Rasulullah Saw. juga menggambarkan tentang kedudukan seorang Muslim sebagai berikut:

"Seorang Muslim adalah orang yang menjaga Muslim yang lain dari tangan dan lidahnya."

Jelaslah bahwa jika seseorang membiarkan lidahnya memfitnah saudara Muslimnya yang lain maka ia telah melanggar aturan-aturan moralitas dan menjadi seorang kriminal di mata kemanusiaan dan lslam. Semua mazhab Islam dengan suara bulat setuju bahwa fitnah merupakan dosa besar; karena pemfitnah melanggar perintah-perintah Ilahi dan melanggar hak-hak orang lain dan tidak mengindahkan perintah-perintah Sang Pencipta.

Sebagaimana seorang yang tidak hadir tidak dapat mempertahankan martabat dan kehormatannya, orang yang telah mati pun tidak dapat mempertahankan diri, oleh karena itu, adalah tugas setiap orang untuk menghormati hukum mengenai kehormatan orang yang telah mati.

Fitnah dan gunjingan adalah semacam tekanan rohani. Imam Ali a.s. berkata:

Fitnah adalah suara orang yang lemah.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 38)

Dr. H. Shakhter berkata:

Kekecewaan dalam memperoleh berbagai kebutuhan mengakibakan siksaan rohani. Siksaan rohani ini menghasut kita untuk melukiskan suatu bentuk pertahanan. Dalam keadaan seperti ini manusia berbeda-beda dalam jenis perbuatan yang mereka lakukan. Jika seseorang merasa bahwa orang lain tidak memberinya perhatian yang ia harapkan, karena merasa takut akan ditolak, ia memilih jalan pengasingan dan penyendirian dari hidup bermasyarakat. Ia mungkin duduk di sudut suatu perkumpulan dengan berdiam diri dan terpisah, tidak berbicara kepada siapa pun, mengkritik mereka, atau tertawa sendiri tanpa ada alasan. Atau mungkin ia berdebat dengan orang lain, memfitnah yang tidak hadir dan mengecam sampai ia membuktikan kehadirannya dengan cara seperti ini.

(Rushd e Syakhshiat)

Dr. Mann dalam bukunya yang berjudul The Fundamentals of Psychology menulis:

Untuk memelihara martabat kita, kita mungkin mencoba untuk mengganti kekalahan atau kelemahan kita dengan mengecam orang lain. Misalnya, jika kira gagal dalam ujian, maka kita mengecam guru dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikannya; atau jika kita tidak diangkat ke suatu kedudukan, kita melepaskan kedudukan kita atau memfitnah orang yang mendapat kedudukan tersebut. Atau kira mungkin mengambil tanggung jawab orang lain karena ketidakmampuan kita.

Kesimpulannya, untuk Dr. Mann dalam bukunya yang berjudul The Fundamentals of Psychology menulis:

Untuk memelihara martabat kita, kita mungkin mencoba untuk mengganti kekalahan atau kelemahan kita dengan mengecam orang lain. Misalnya, jika kira gagal dalam ujian, maka kita mengecam guru dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikannya; atau jika kita tidak diangkat ke suatu kedudukan, kita melepaskan kedudukan kita atau memfitnah orang yang mendapat kedudukan tersebut. Atau kira mungkin mengambil tanggung jawab orang lain karena ketidakmampuan kita.

Kesimpulannya, untuk mengembangkan sifat-sifat yang baik, kita harus memperhatikan diri kita dan memelihara niat-niat yang bersih kita harus memulai dari diri kita sendiri sehingga kita dapat memperoleh landasan yang tepat bagi kebahagiaan kita dan bagi kebahagiaan masyarakat kita di segala bidang.

7. Mencari-Cari Kesalahan

• Ketidaktahuan Atas Kesalahan Sendiri

• Sindiran dan Para Penghina

• Ajaran Agama Terhadap Sifat Menyindir

Ketidaktahuan Atas Kesalahan Sendiri

Salah satu perilaku manusia yang paling lemah adalah ketidaktahuan atau kejahilannya atas kesalahan-kesalahannya sendiri. Dalam banyak hal jiwa tidak tahu akan suatu sifat yang tidak dikehendaki, yang akibatnya secara tidak sadar mengambil sifat semacam ini sebagai dasar kesengsaraan. Ketika seseorang menjadi budak kejahilannya, ia membunuh ruh moralitas di dalam dirinya. Setelah itu menjadi korban berbagai kecenderungan dan beragam nafsunya yang mengasingkannya dari kebahagiaan dan kesenangan. Di bawah keadaan seperti ini, baik petunjuk maupun nasehat yang bersifat membangun tidak akan berpengaruh.

Kebutuhan pertama bagi keselamatan diri adalah menyadari kelemahan-kelemahan anda. Satu-satunya jalan agar manusia dapat menyingkirkan akhlak-akhlak buruknya dan menolong dirinya dari berbagai bahaya dalam kepribadiannya yang dapat mengarahkannya kepada penderitaan, adalah jika ia menyadari akhlak-akhlak semacam ini.

Suatu telaah yang hati-hati atas watak-watak jiwa manusia untuk mendidik umat manusia, merupakan langkah penting menuju integritas rohani dan perilaku. Renungan diri membuat seseorang menyadari berbagai kelemahan dan hal-hal positifnya, menghapus sifat-sifat yang tidak dikehendaki, dan menjernihkan cermin jiwanya dari noda dosa-dosa dengan mengadakan penyucian akhlak.

Kita melakukan suatu kesalahan yang tidak dapat diampuni ketika secara ceroboh tidak mengetahui cerminan sesungguhnya dari diri kita di dalam cermin perbuatan-perbuatan kita. Adalah tanggung jawab kita untuk menemukan watak kita sendiri untuk secara tepat menunjukkan sifat-sifat yang tidak dikehendaki yang tanpa terasa telah tumbuh di dalam diri kita. Tidak syak lagi, kita akan mampu mencabut akar-akar sifat semacam ini, bahkan menahannya agar tidak muncul dalam kehidupan kita dengan tenis menerus berjuang melawannya. Bagaimanapun juga, pencapaian sifat-sifat mulia memerlukan kesabaran melalui kerja keras yang tiada akhirnya. Masalah ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan.

Bagi kita, untuk mencabut akar-akar kebiasaan yang berbahaya dan merusak, tidak mungkin hanya sekadar menyadarinya tetapi juga harus memiliki kehendak yang kuat ke arah sana. Lebih baik lagi bila kita mengerahkan tindakan-tindakan kita juga pemikiran kita menjadi lebih lurus dan lebih produktif. Hasil-hasil dari setiap langkah dalam proses ini akan membawa kira maju ke tahap selanjutnya.

Dr. Carl menulis:

Cara yang paling efektif untuk mengubah program harian kita menjadi program yang dapat diterima adalah dengan memeriksanya secara cermat setiap pagi dan meninjau kembali hasil-hasilnya setiap malam. Kemudian dengan cara yang sama pula kita menyelesaikan tugas tertentu pada kesempatan khusus; kita harus memasukkan ke dalam jadwal kita mengenai langkah-langkah tertentu sehingga orang lain dapat memanfaatkannya dari berbagai aktivitas kita. Dalam tingkah laku kita harus fair dan adil.

Rendahnya perilaku adalah sebagaimana kejijikan terhadap tubuh yang kotor. Maka, pentingnya membersihkan tubuh kita dari kotoran seperti mensucikan akhlak kita dari noda. Beberapa orang melakukan gerak badan sebelum dan atau sesudah tidur; demikian juga pentingnya merenungkan akhlak dan pemikiran kita sepenting gerak badan ini. Dengan mempelajari cara ini kita harus bertindak dan berupaya untuk memperhatikan batas-batas kira yang ditandai, kita dapat melihat kenyataan kira sendiri tanpa adanya penghalang. Keberhasilan kita dalam membuat keputusan secara langsung berhubungan dengan batin kita sendiri. Adalah wajib atas setiap orang, baik-tua atau muda, kaya atau miskin, terpelajar atau jahil, untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dalam pengeluaran dan pendapatan harian, sebagaimana para saintis menulis tentang hasil-hasil eksperimen mereka. Dengan menggunakan cara seperti ini secara cermat dan sabar, jasmani dan rohani kita akan berubah ke arah yang lebih baik.

Sindiran dan Para Penghina

Adalah fitrah manusia dalam mencari kesalahan, kekeliruan dan rahasia orang lain serta mengkritik dan mengecam mereka atas dasar kelemahan-kelemahan ini. Namun dalam banyak hal, berbagai kesalahan dan kelemahan orang-orang ini sangat melampaui sifat-sifat mulia mereka. Mereka tidak tahu akan hal ini dan mendudukkan diri mereka di atas berbagai kemalangan orang lain.

Menghina orang lain merupakan suatu sifat jahat yang mengotori kehidupan manusia dan menurunkan watak perilakunya.

Unsur-unsur yang mendorong manusia untuk menjatuhkan orang lain menjadi lebih berbahaya ketika disertai dengan kesombongan, keangkuhan, dan egois. Kerumitan-kerumitan perilaku ini menghasut manusia untuk membuat keputusan-keputusan yang keliru dan berpikir bahwa mereka adalah orang-orang yang benar.

Orang-orang yang suka mengkritik orang lain telah menyia-nyiakan usahanya dengan cara-cara yang tidak dapat diterima oleh akal maupun hukum. Mereka terlalu bernafsu melihat berbagai kesalahan temannya untuk menghina dan merendahkan mereka, mereka tidak tahu bahwa dengan berbuat demikian mereka sebenarnya membuang kesempatan untuk melihat kesalahannya sendiri, atau membimbing dirinya kepada hidayah dan kebenaran. Orang-orang yang tidak teguh hatinya tidak melihat adanya syariat atau tidak menghormati martabat orang lain; mereka tidak dapat hidup secara harmonis dengan orang-orang yang paling dekat dengan mereka. Ketika orang-orang ini tidak dapat menemukan sasaran untuk menghina; mereka pun kembali kepada para sahabat dan teman mereka; dengan alasan tadi orang-orang ini tidak mampu mendapatkan sahabat-sahabat yang sesungguhnya, yang cinta dan rasa hormatnya dapat mereka rasakan.

Di sepanjang hidupnya manusia memperoleh kemuliaan; oleh karena itu, orang-orang yang suka menghina orang lain tidak bisa menyadari jumlah kerusakan yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri, mereka tidak dapat menghentikan diri mereka dari reaksi sosial terhadap perbuatan-perbuatan salah mereka. Perbuatan-perbuatan salah yang mereka lakukan tidak lain akan menimbulkan kebencian, permusuhan dan kejijikan. Mereka merasa bersalah, tetapi sebagaimana dikatakan, "Tidaklah mungkin mengembalikan burung ke sarangnya bila ia telah terbang jauh".

Orang-orang yang ingin hidup bermasyarakat dengan orang lain harus menentukan berbagai tugas dan tanggung jawabnya sendiri, salah satu darinya adalah dengan selalu mencari sifat-sifat luhur dan perbuatan-perbuatan baik orang lain agar dapat memuliakan mereka. Ia juga harus menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang menghina martabat orang lain dan yang bertentangan dengan dasar-dasar cinta, karena cinta hanya tumbuh dan hidup di dalam rasa saling menghormati dan saling menaati di antara kedua kelompok. Orang yang memiliki kebiasaan menyembunyikan berbagai kelemahan orang-orang dan teman-teman yang dicintai akan merasakan hubungan yang lebih stabil.

Sertakanlah puji-pujian jika seseorang hendak menarik perhatian orang-orang yang ia cintai kepada titik-titik lemahnya sehingga orang tersebut mempunyai kesempatan untuk berubah. Tentu saja perlu bagi individu yang bermaksud menunjuki perhatian temannya kepada sifatnya yang tidak menyenangkan dengan menggunakan keahlian khusus agar tidak menghina atau "menyakiti perasaannya".

Menurut seorang pendidik:

Adalah mungkin menarik perhatian pendengar anda kepada kesalahan-kesalahannya dengan suatu pandangan sekilas atau gerak isyarat, biasanya tidak perlu untuk berbicara secara langsung. Jika anda berkata kepada seseorang, 'Anda membuat kesalahan', maka ia tidak akan pernah setuju dengan anda karena anda telah menghina akalnya, kemampuannya untuk berpikir dan kepercayaannya. Menentangnya secara terang-terangan akan membuatnya melawan tindakan anda tanpa membetulkan berbagai pandangannya, meskipun anda buktikan kepadanya secara meyakinkan bahwa anda benar. Bila anda sedang berbincang-bincang dan tidak mengawalinya dengan, 'Saya akan membuktikannya kepadamu,' atau 'Saya akan membenarkan itu', ini berarti anda lebih cerdas atau lebih pandai dari orang yang anda ajak bicara. Tindakan mengoreksi pemikiran seseorang merupakan tugas yang sulit, maka kenapa menambah lagi kesulitan dengan mengikuti prosedur yang salah dan menciptakan rintangan yang tidak dapat diubah. Bila anda mengusulkan untuk membuktikan sesuatu, adalah penting bahwa orang-orang tersebut tidak menyadari niat anda. Anda harus memulai tujuan anda dengan langkah-langkah yang tepat tanpa memberikan kesempatan kepada siapa pun untuk mengetahui maksud anda. Ingatlah kata-kata berikut ketika anda berupaya dalam bidang ini: 'Ajarlah orang tanpa harus menjadi guru.'

Ajaran Agama Terhadap Sifat Menyindir

Al-Quran memperingatkan penyindir terhadap nasib mereka yang suram, dan memperingatkan mereka tentang berbagai akibat perbuatan jahat mereka. Tertulis dalam Al-Quran:

"Sengsaralah setiap pemfitnah, pencemar nama baik".

lslam mewajibkan kepada kaum Muslimin untuk memperhatikan aturan-aturan akhlak dan tingkah laku yang baik guna memelihara persatuan lslam juga melarang memfitnah dan menyindir untuk menghindari permusuhan dan lemahnya hubungan persaudaraan. Oleh karena itu, adalah tugas setiap Muslim untuk memperhatikan hak-hak orang lain dan menjauhkan diri dari sifat menghina dan merendahkan mereka.

Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. berkata:

Seorang beriman menjadi lebih tenteram hatinya di dekat seorang beriman yang lain lebih daripada orang kehausan ketika menemukan air yang sejuk.

(Al-Kafi, jilid II, hal. 247)

Imam Al-Baqir a.s. berkata:

Cukuplah suatu kesalahan seseorang ketika mencari kesalahan-kesalahan orang dan tidak tahu bahwa ia mengalaminya, mengkritik orang lain karena sesuatu hal yang ia sendiri mengerjakannya, atau menyakiti sahabat karibnya yang oleh sebab itu tidak prihatin padanya.

(AI-Kaji, jilid II, hal. 459)

Datuk mereka, Imam Ali a.s. berkata:

Hindarilah persahabatan dengan orang-orang yang mencari kelemahan-kelemahan orang lain, karena persahabatan dengan mereka akan menjadikan tidak aman dari makar-makar mereka.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 148)

Kendati sebagian dari fitrah manusia adalah menolak kritikan, namun kita harus penuh perhatian terhadap kritik yang bersifat membangun. Di bawah bayang-bayang nasehat yang membangun kita mampu mempersiapkan berbagai unsur guna meningkatkan diri kita, Insya Allah.

Amirul Mukminin Ali a.s. mengingatkan kita akan kenyataan tersebut di atas ketika beliau berkata:

Biarlah orang yang paling dekat denganmu menjadi orang-orang yang membimbingmu untuk (menemukan) kelemahan-kelemahanmu, dan membantumu melawan berbagai inspirasi mu yang keliru.

(Ghurar AI-Hikam, hal. 558)

Berikut ini adalah dari buku karya Dr. Dale Carnegie, How to Win Friends and Influence People:

Kita harus mendengarkan kritik dan menerimanya, karena jangan sampai kita mengharapkan dua per tiga hari tindakan dan pemikiran kira benar. Albert Einstein mengakui bahwa sembilan puluh sembilan persen dari gagasan dan kesimpulannya salah. Ketika seseorang hendak mengkritik saya, saya lihat diri saya menjadi defensif bahkan tanpa mengetahui apa yang ingin ia katakan; namun ketika hal ini terjadi, setelah itu saya membenci diri saya sendiri. Kita semua lebih menyukai pujian dan sanjungan dan menolak celaan dan kritikan tanpa memperhatikan tingkat ketepatan dan keakuratan berbagai ulasannya. Sesungguhnya kita bukanlah anak bukti dan logika, tetapi anak perasaan. Berbagai pikiran kita menjadi seperti perahu layar yang dilambungkan oleh gelombang perasaan di tengah laut yang gelap. Saat ini banyak di antara kita yang percaya diri, tetapi dalam usia empat puluh tahun kita akan melihat ke belakang mengenai diri kira dan kita pun tertawa terhadap berbagai tindakan dan pemikiran kita.

Imam Ali a.s. berkata:

Barangsiapa yang mencari kesalahan orang lain harus memulai dari dirinya.

(Ghumr Al-Hikam, hal, 659)

Dr. H. Shakhter berkata:

Sebagai ganti dari mengeluh terhadap berbagai ucapan atau tindakan orang lain, lebih baik merenungkan berbagai problem dan penderitaan anda sendiri, dan bila mungkin memperbaikinya. Adalah wajib atas tiap orang di antara kita untuk merenungkan berbagai problem kita, menemukan kesalahan-kesalahan dan kelemahan kita, dan memecahkannya jika mampu.

(Roshd e Shakhsiat)

Orang yang bodoh mencoba menyembunyikan kelemahan-kelemahannya dan tidak berusaha untuk menghilangkannya.

Menurut Imam Ali a.s.:

Adalah suatu kebodohan dalam diri seseorang yang membuatnya memperhatikan kesalahan-kesalahan orang lain dan tidak melihat apa yang tersembunyi tentang kesalahannya sendiri.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 559)

Dr. Auibuty berkata:

Karena kebodohan kita, kita sering tidak mengetahui kelemahan-kelemahan kita dan menyembunyikannya di balik kerudung kejahilan dan ketidaksadaran yang membujuk diri kita dengan cara ini. Adalah mengherankan, bagaimana manusia mencoba menyembunyikan kelemahan-kelemahan mereka dari mata orang lain tanpa pernah mencoba untuk menghapusnya. Namun ketika salah satu dari kesalahan mereka terungkap dan mereka tidak dapat menyembunyikannya, mereka pun menciptakan ribuan alasan untuk memuaskan diri mereka dan orang lain. Orang-orang ini mencoba untuk menutupi harga diri tentang berbagai kesalahan mereka di mata orang lain, mereka lupa bahwa hari demi hari gengsi terhadap kesalahan semacam ini akan menjadi lebih nyata. Tepatnya seperti benih yang tumbuh menjadi pohon yang perkasa.

(Dar Jostojuye Khushbakhti)

Mempelajari kepribadian adalah satu-satunya cara yang diterima oleh para psikolog untuk mendiagnosis dan mengobati berbagai macam penyakit. Imam Ali a.s. menasehati manusia dengan cara yang sama. Beliau berkata:

Adalah wajib bagi orang yang berakal untuk menunjukkan secara tepat tentang berbagai kelemahannya dalam agama, pendapat, perilaku dan akhlak, serta mengumpulkannya di dalam hati mereka atau dalam .sebuah buku dan berupaya untuk menghapusnya.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 448)

Juga menurut seorang psikolog:

Duduklah dengan santai di dalam sebuah ruangan yang tenang dengan pikiran yang bersih dan pintalah keluargamu agar tidak mengizinkan orang lain mengganggumu. Tempat yang lebih menyenangkan dan lebih mengistirahatkanmu adalah tempat yang lebih baik; karena apa yang ingin kita lakukan memerlukan hukum dasar yang tidak mengizinkan pemikiran anda terganggu dengan hanya berkonsentrasi pada sasaran utama. Juga, jangan sampai tubuh anda dibelokkan oleh kebutuhan-kebutuhan jasmaniah anda.

Ambillah beberapa kertas buram yang murah dan sebuah pena yang dapat menulis dengan mudah. Saya menyebut kertas buram yang murah agar mengizinkan anda untuk menggunakan jumlah yang besar tanpa mengkhawatirkan biayanya. Saya juga menyebut pena yang mudah karena anda akan dikelilingi oleh ribuan faktor rohani dan psikologis ketika anda mempelajari diri anda, anda akan membutuhkan sebuah pena yang tidak akan mengganggu anda.

Buatlah sebuah daftar tentang berbagai jenis perasaan dan reaksi yang anda alami di dalam diri anda pada hari ini dan hari sebelumnya. Sekarang tinjaulah kembali masing-masing darinya, berpikirlah secara mendalam tentangnya, selanjutnya tulislah segala hal yang datang ke dalam pikiran anda mengenai berbagai perasaan ini tanpa adanya syarat-syarat atau batasan-batasan. Janganlah khawatir jika hal ini banyak memakan waktu.

Bila anda telah menuliskan semua tindakan, pemikiran, perasaan dan reaksi, bawalah pikiran anda ke naluri cinta diri, keterasingan, kesombongan... dan seterusnya. Sekarang cocokkanlah setiap tindakan atau pemikiran dengan naluri yang mendorongnya dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana kepada diri anda: naluri manakah yang mendorong tindakan atau ucapan ini?

Tujuan psikologis dari analisis diri ini adalah untuk mengizinkan penderita merubah banyaknya kepribadian rohaninya sebanyak semangat hidupnya, dan berbagai kekuatan rohani yang bersifat membangun dapat menghapus berbagai reaksi psikologis dan berbagai keadaan bingung. Dengan cara ini ia akan secara sadar merasa bahwa ia adalah seorang pribadi yang baru. Oleh karenanya, ia akan menyadari tujuan-tujuan dan makna-makna baru dalam kehidupan dan mampu mengambil jalan baru dalam kehidupan bagi dirinya yang lain daripada kehidupan sebelumnya.

(Ravankavi)