Psikologi Islam

Psikologi Islam0%

Psikologi Islam pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Buku Umum

Psikologi Islam

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Sayyid Mujtaba Musavi Lari
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 10155
Download: 2617

Komentar:

Psikologi Islam
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 21 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 10155 / Download: 2617
Ukuran Ukuran Ukuran
Psikologi Islam

Psikologi Islam

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

11. Permusuhan dan kebencian

• Kenapa Harus Tidak Memaafkan?

• Kemerosotan Akibat Permusuhan

• Reaksi Imam As-Sajjad terhadap Orang-orang yang Menganiaya Dirinya

Kenapa Harus Tidak Memaafkan?

Tidak pelak lagi, manusia tidak dapat menjauhkan diri dari masyarakatnya dan hidup dalam pengasingan. la adalah makhluk yang saling bergantung dan yang kebutuhannya tidak kenal batas. Kenyataannya manusia bergantung secara sosial; hal ini sepenuhnya sesuai dengan watak dan berbagai kebutuhannya, dan menjadikannya untuk hidup di bawah semangat untuk kerja sama atau gotong royong. Kehidupan sosial mempunyai beragam keperluan yang membuatnya melakukan berbagai peraturan-peraturan dan tugas-tugas tertentu dan kepadanyalah keberhasilan dalam kehidupan bersandar.

Kehidupan sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam perkembangan watak manusia, tidak saja terbatas kepada hal-hal materi; lebih dari itu, hubungan tersebut akan membuahkan kesatuan jiwa; hubungan manusia merupakan pengejawantahan dari kesatuan semacam ini. Jika suatu masyarakat merasakan persatuan lahir dan batin yang berbentuk kesatuan jiwa yang menyeluruh, sudah pasti kehidupan ini tidak mungkin kehilangan keindahan dan ketenteraman.

Salah satu kewajiban kita dalam hal berhubungan dengan orang lain adalah mampu untuk memaafkan kesalahan-kesalahan orang lain. Tugas ini diperintahkan kepada kita oleh suatu kebutuhan terhadap hubungan manusia yang terus menerus.

Jalan terbaik menuju hidup penuh kedamaian adalah benar-benar hidup dengan damai bersama orang lain.

Jangan sampai kita tidak peduli terhadap kenyataan bahwa tiada seorang pun di dunia ini yang sempurna, dan bahwa manusia yang sepenuhnya stabil dan memiliki watak serta akhlak yang normal jarang ditemukan. Kita juga harus mengingat bahwa bahkan yang paling berwatak mulia pun tidak sepenuhnya suci. Oleh karena itu, setiap insan mesti memaklumi kekeliruan-kekeliruan yang tidak dapat diramalkan yang dilakukan orang lain. Dalam kebanyakan kasus, pengakuan adalah suatu bagian yang sangat penting dalam menemukan kedamaian yang kekal dan berakar dalam.

Seorang penyair tua berkata, bahwa andil setiap orang atas waktunya adalah apa yang telah terbiasa olehnya. Namun, apa yang membiasakan dirinya untuk bangkit dad keadaan rohani dan akhlaknya. Sifat pemaaf adalah pengejawantahan lahiriah dari kehendak yang kuat dan mawas diri, yang merupakan perbedaan antara keteguhan hati dan kekuatan.

Orang-orang yang mau memaafkan merasakan ketenangan rohani yang tak ternilai. Mereka memiliki kehendak kuat dan kedewasaan rohani yang merupakan sumber-sumber kebaikan; suatu faktor yang menentukan dalam membebaskan manusia dari rantai-rantai perbudakan rohani. Memaafkan kekurangan-kekurangan orang lain adalah suatu beban yang berat bagi fitrah manusia. Memang sulit bagi manusia yang memiliki watak-watak yang penuh kebencian; bagaimanapun juga, semakin kuat ia masuk dalam situasi ini, setidak-tidaknya ia akan mengalami kegelisahan jiwa. Kemudian pada akhirnya ia akan menjadi orang yang berbelas kasih kepada dunia.

Pokok utama lainnya mengenai hal ini adalah, bahwa tidak syak lagi sifat pemaaf mempengaruhi perasaan musuh, ia menciptakan perubahan yang cepat dalam pemikiran dan tingkah laku musuh. Banyak kasus mengenai hubungan yang renggang menjadi baik karena pengaruh sifat pemaaf; kebencian dan rasa bermusuhan yang berakar dalam berubah menjadi ketenteraman dan ketaatan, 'dan banyak lagi kasus rentang musuh yang tunduk kepada orang yang menghiasi dirinya dengan kebaikan dan pemikiran yang mau memaafkan.

Menurut para ulama:

Bakat terbesar manusia yang tidak dimiliki hewan adalah sifat pemaaf dan melupakan kesalahan-kesalahan orang lain. Ketika anda dirugikan oleh orang lain, anda memiliki kesempatan yang baik untuk memaafkan dan menikmati perasaan batin aras sifat yang mulia ini, Kita diajak untuk memaafkan musuh-musuh kita, tetapi kira tidak pernah diminta untuk memaafkan kekurangan-kekurangan ayah dan sahabat-sahabat kita, karena sewajarnyalah setiap orang mall memaafkan kesalahan-kesalahan.

Ketika anda membalas dendam atas musuh anda, anda menempatkan diri anda pada tempat yang sama dengan musuh anda, karena anda telah memperlakukannya dengan cara yang sama seperti dia telah berlaku terhadap anda. Tetapi anda akan mendapatkan kemuliaan jika anda mau memaafkan kesalahannya. Bila kita membalasnya, mungkin saja orang itu lebih kuat dari kita. Tetapi bila kita memaafkan musuh, pasti kita pemenangnya. Dengan sifat pemaaf, kita mampu mengalahkan musuh-musuh tanpa pertikaian dan memaksa mereka untuk rendah hati terhadap kita. Menolak persaingan dan menghindari perselisihan dengan mereka merupakan cara pencegahan terbaik yang dapat kita ambil untuk melawan mereka, karena kekalahan mereka adaIah keunggulan.

Adalah wajib bagi kita untuk bersikap baik ketika orang lain melanggar, karena kebaikan merupakan kebijakan surgawi, yang dengan itu bumi dan para penghuninya dapat hidup dalam kedamaian dan keharmonisan.

Kemerosotan Akibat Permusuhan

Tidak ada beban yang lebih berat atau perilaku atau kekacauan jiwa yang lebih berbahaya yang membebani manusia lebih daripada permusuhan dan tindakan memendam perasaan benci terhadap orang lain. Benci adalah salah satu perasaan yang paling merugikan yang mempengaruhi kebahagiaan dan ketenangan manusia. Benci berangkat dari sifat amarah dan merusak keseimbangan rohani manusia. Ketika seseorang marah, beberapa alasan dapat menyebabkannya tenang kembali dan menghilangkan kegelisahan jiwanya dengan memadamkan kobaran api di dalam hatinya. Walau demikian, bunga api dari api kebencian mungkin tetap ada di dalam hati untuk membakar kebahagiaannya dan mengganggu ketenangannya.

Bertentangan dengan sifat pemaaf yang merupakan unsur kebaikan, keseimbangan jiwa, kedamaian dan keharmonisan, kebencian dan permusuhan adalah penyebab perselisihan dan pertentangan. Ia merupakan pengejawantahan kejahatan rohani. Marah menghilangkan kegelisahan dan keresahan emosi, tetapi penderitaan yang didapat oleh orang yang mencoba berbuat jahat dengan kejahatan jauh lebih besar daripada penderitaan yang ditimbulkan oleh sebab-sebab lainnya. Alasan untuk ini adalah bahwa jenis penderitaan yang kedua biasanya: hanya sementara, tetapi ketika "ksatria" permusuhan muncul, ia menghasut untuk memendam kebencian guna melukai kesadaran selama-lamanya. Di samping itu, permusuhan tidak dimunculkan hanya dengan satu tindakan jahat: ia memperlebar luka di hati yang menyebabkan musuh mempersiapkan diri untuk mengambil tindakan pertahanan atau balasan.

Permusuhan, jika terjadi, memiliki akibat-akibat dan kekacauan-kekacauan yang menyakitkan yang bisa menjadi penyakit yang tidak dapat diobati. Seseorang dapat menjadi korban kesadaran sebagai akibat tindakan yang tidak masuk akal yang berasal dari kebencian atau permusuhan. Ia dapat merambah jauh hingga menimbulkan bencana atas dirinya sendiri.

Ada beberapa orang yang semasa hidupnya tidak mau memaafkan atau tidak bermurah hari, karena mereka tidak melupakan suatu kekurangan atau adanya kesalahan kecil terhadap mereka. Perasaan yang berlebih-lebihan ini menghasut mereka untuk menghamburkan energi dan kemampuan mereka dalam mencari pembalasan, walaupun hal ini mengarahkannya untuk menjatuhkan dirinya ke dalam amukan api.

Orang-orang yang mudah marah terhadap berbagai peristiwa dengan cepat cenderung membantah. Mereka tidak kuat mendengar kritik, walau sekecil apa pun, atas tingkah lakunya; di lain pihak, orang-orang yang kuat dan dewasa mempelajari kritik yang bersifat membangun dan, oleh karena itu, membenahi diri mereka dengan faktor-faktor yang dapat membimbing mereka kepada akhlak-akhlak yang lebih baik.

Menurut seorang ulama:

Reaksi yang kuat (terhadap kritik) menunjukkan kurangnya kedewasaan, karena pada mulanya seringkali tidak ada keadaan yang memadamkan atau sindiran yang menimbulkan reaksi semacam ini.

Orang boleh membayangkan berbagai alasan atas penghinaan yang sebenarnya tidak ada; atau mungkin penghinaan yang terjadi tidak secara disengaja. Dalam kedua kasus ini, tidak semestinya ada alasan untuk bersedih atau mengeluh. Jika penghinaan itu terjadi dengan disengaja, terhadap kekurangan yang memang ada sehingga ia merasa menderita dalam hal ini tidak semestinya ia mengeluh tetapi berupaya untuk menghilangkan kekurangannya; atau tidaklah beralasan bila lantas ia bertindak melampaui batas, terapi ia harus menyadari bahwa orang yang menghinanya itu dengki dan penuh dengan niat buruk, orang yang gagal dan ceroboh lah yang mencoba membalasnya, atau orang yang bodoh yang mencoba menjatuhkan orang lain dengan mengada-ada berbagai urusan batil terhadap mereka. Bagaimanapun juga orang yang bijak tidak pernah merasa sakit hanya karena tindakan orang-orang yang jahil.

Tindakan balas dendam terjadi dari perasaan meremehkan orang, sebagai akibat memendam rasa benci dari trauma masa kanak-kanak, atau dari lingkungan sosial di mana in mengalami berbagai peristiwa menyedihkan. Dengan kata lain, balas dendam merupakan suatu cara yang dengan itu orang yang menderita "pelecehan" mencoba untuk memperbaiki perasaan gagal dan rendahnya. Orang tersebut mencari segala cara yang memungkinkan dengan merugikan orang lain dan berbuat kejahatan.

Di antara faktor-faktor pendukung yang membantu orang semacam ini untuk menolak kejahatan adalah ketaatan terhadap tujuantujuan suci dalam kehidupan. Karena, orang yang mensucikan jiwa dan akhlaknya serta tidak menghiraukan tujuan-tujuan orang lain, nantinya tidak akan mempedulikan penganiayaan orang lain.

Sejauh mana kita bereaksi terhadap penganiayaan orang lain sepenuhnya berada di tangan kita. Juga terserah kita untuk mengubah jalan pemikiran kita; oleh karena itu mungkin bagi kita mengubah berbagai pengaruh dalam memperkuat diri kita untuk menyingkirkan rasa dendam yang terus menekan jiwa kita. Walau demikian, jika kita tidak tahu tanggung jawab moral kita, orang lain tidak akan mampu menolong kita mengubah kekurangan-kekurangan kita.

Sifat dendam memiliki beragam bentuk. Beberapa orang membuat lawan-lawannya tertimpa berbagai kemalangan dengan berpura-pura membimbing mereka kepada ketaatan dan kejujuran. Dendam seperti ini mencari orang untuk berkomplot secara hati-hati.

Menurut seorang sarjana Barat:

Benci dan permusuhan berangkat dari kegoncangan mental, terutama ketika tidak ada sebab-sebab yang terlibat. Kira dapat memecahkan banyak persoalan dengan cara-cara persaudaraan, tetapi sifat sombong dan angkuh menghalangi kita ke arah itu. Kita sering menolak teman-teman kita dan mencintai yang lainnya hanya karena kesalahan kecil yang kita terima dari mereka. Kadang-kadang kita mengetahui bahwa mereka tidak bersalah, namun kita tetap menolak untuk memaafkan mereka. Saya berharap kita mampu memperkecil ketidakadilan kita terhadap mereka.

Reaksi Imam As-Sajjad terhadap Orang-orang yang Menganiaya Dirinya

Kehidupan para pemimpin agama merupakan pelajaran-pelajaran tentang kehormatan, martabat, pemaafan dan kemanusiaan. Kebaikan-kebaikan rohani mereka tercermin dalam pelajaran-pelajaran praktis dengan lukisan yang sangat indah.

Suatu hari Imam Ali Ibnu AI-Husain As-Sajjad a.s. sedang duduk bersama para sahabat beliau ketika seorang lelaki mendekati beliau dan mulai mencerca Imam a.s. Nama lelaki ini adalah Hassan Ibnu AI-Mutsanna. Imam Ali a.s, tidak mengenal lelaki ini dan ketika ia telah pergi, beliau berkata kepada para sahabat:

"Kalian dengar apa yang dikatakan orang itu kepadaku. Aku ingin kalian ikut bersamaku untuk mendengar jawabanku padanya."

Para sahabat Imam Ali a.s. kemudian berkata:

"Kami akan ikut bersamamu, walau kami ingin engkau atau kami mengatakan sesuatu (suatu tanggapan yang sama) terhadapnya."

Imam a.s. berjalan menuju rumah lelaki itu seraya membacakan:

"Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji alau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan adakah yang mengampuni selain daripada Allah, dan mereka tidak meneruskan perbualan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

(QS.3:J35)

Para sahabat beliau mendengarkan kesimpulan ini bahwa Imam a.s. hanya ingin mengatakan kata-kata yang baik kepada lelaki itu. Sesampai di rumah AI-Hassan Ibnu Mutsanna, Imam a.s. berkata:

"Katakan padanya bahwa aku adalah Ali Ibnu Al-Husain."

Lelaki itu mendengar kata-kata ini dan keluar bersiap-siap untuk menemuinya. la yakin bahwa Imam As-Sajjad a.s, datang hanya untuk membalas tindakannya. Ketika Al-Hassan Ibnu Al-Mutsanna muncul, Imam As-Sajjad a.s. berkata:

"Saudaraku! kamu telah datang kepadaku dan telah mengatakan sesuatu. Jika kamu mengatakan sesuatu tentang kebohonganku, aku memohon ampunan kepada Allah; dan jika kamu menuduhku padahal aku tidak bersalah, aku memohon kepada Allah untuk mengampunimu!"

Ketika lelaki itu mendengar kata-kata Imam a.s. ia mencium kening beliau dan berkata:

"Sesungguhnya aku menuduhmu padahal engkau tidak bersalah. Kata-kata ini menggambarkan aku."

(Irshad Al-Mufid, hal. 257)

Kata-kata Imam As-Sajjad a.s. mempengaruhi rohani lelaki ini; kata-kata itu membebaskannya dari penderitaan dan menampakkan padanya tanda-tanda kesedihan dan penyesalan.

Imam mengajarkan kepada para sahabatnya tentang sifat pemaaf dan melupakan kesalahan-kesalahan orang lain. Beliau juga menceritakan tentang penyesalan yang membahagiakan yang dialami lelaki itu sebagai akibat dari sifat pemaafnya.

Imam Ali a.s. berkata:

Kurangnya sifat pemaaf adalah yang paling buruk di antara segala kekurangan, dan ketergesaan dalam membalas dendam adalah dosa yang paling besar.

(Ghurar AI-Hikam, hal. 768)

Al-Quran selalu menasehati kaum Muslimin untuk mau memaafkan.

"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dari orang-orang yang berhijrah di jalan AIIah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

(QS 24:22)

Allah SWT juga berfirman:

"Dan tidak lah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang terbaik, maka orang-orang yang antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia."

(QS. 41 :34)

Ketika seseorang memiliki kekuatan dendam, sifat pemaaf merupakan sifat yang sangat dibutuhkan. Imam Ash-Shadiq a.s. menempatkannya di antara sifat para nabi dan orang-orang bertakwa.

(Safinah Al-Bihar, jilid 11, hal. 702)

Imam Ali a.s. memandang sifat pemaaf termasuk di antara senjata pertahanan terbaik melawan persekongkolan para pelaku kejahatan:

Tegurlah saudaramu dengan melaksanakan amal perbuatan yang baik terhadapnya dan belokkanlah kejahatannya dengan memberinya kebaikan hati.

(Nahj Al-Balaghah, hal. 115)

Imam Ali a.s. menyingkap kebenaran-kebenaran yang sensitif dan tersembunyi mengenai kebencian dengan pernyataan yang singkat namun mengesankan. Beliau menyatakan secara tidak langsung bahwa orang-orang yang dengki dibebani dengan sejenis perasaan tanpa belas kasih dan kurangnya sifat pemurah:

Hati yang sangat menderita karena haus akan dendam adalah hati pendengki.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 178)

Pandangan psikologi menyatakan bahwa:

Orang-orang yang iri hati mudah marah dan tiada bermurah hati; sifat ini dapat membakar habis sebuah toko hanya karena orang tersebut kehilangan sapu tangannya. Meskipun penampilan pendendam berakhlak baik dan lembut hati, di dalam diri mereka bersembunyi gejolak lautan api kebencian dan dendam suatu perasaan seperti gunung berapi yang siap meletus. Gunung berapi ini meletus begitu ada kesempatan dengan membakar habis yang hijau dan yang kering, teman dan musuh.

(Ravankavi)

Pendengki tersiksa oleh penderitaan rohani yang mendalam dan terus menerus:

Jiwa pendengki itu tersiksa dan keresahannya berlipatganda.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 85)

Dr. Dale Carnegie menulis di dalam bukunya, How to Win Friends and Influence People:

Ketika kita menyembunyikan kebencian dan permusuhan di dalam hati terhadap musuh-musuh kita, sebenarnya kita memberi mereka kontrol terhadap makan, minum, tidur, kesehatan, kebahagiaan kita, dan bahkan darah kita dan tekanannya. Sesungguhnya kita membuat mereka mengendalikan hal ini melalui diri kita. Kebencian kita terhadap mereka tidaklah melukai mereka sedikit pun, kecuali justru mengubah kehidupan kita menjadi neraka yang tidak tertanggungkan.

Para psikolog masa kini mendiagnosis gangguan jiwa dan mental lewat eksperimen, kemudian mereka mencoba untuk menghilangkannya. Di masa lalu, Imam Ali a.s, mengatakan hal yang sama kepada umatnya:

Ketika kesadaran itu dihilangkan, kehendak buruk pun muncul.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 490)

Salah satu watak pendengki adalah, bahwa kobaran kebenciannya tidak berhenti sampai mereka membalas lawannya. Imam Ali a.s. berkata:

Kebencian adalah api tersembunyi yang tidak padam kecuali dengan kemenangan.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 106)

Menurut seorang psikolog:

Pendengki memaksa orang lain untuk patuh dan tunduk kepada mereka dengan ancaman, cacian dan kata-kata tanpa belas kasih. Cara ini dilakukan di antara para pendendam. Bahkan pendendam memandang ini sebagai hal yang mudah dan penting, padahal cara ini merupakan dosa besar di sisi Allah.

Saya mengenal seorang perwira tentara yang suatu hari ketika sedang berkendaraan bertabrakan dengan sepeda motor yang dikendarai oleh seorang lelaki miskin. Pengendara motor ini menaruh dua guci dari tanah liat di dalam keranjang yang berada di atas roda belakang. Sebagai akibat dari tabrakan ini guci dan roda belakang motor rusak berat. Jalan tersebut menjadi putih karena tumpahan susu yang bocor dari guci yang pecah itu.

Kejadian ini menjadi kesalahan lelaki miskin itu, tetapi keadaan lelaki ini benar-benar sepatutnya mendapatkan belas kasihan dan kebaikan sebagai ganti dari cacian tanpa belas kasih yang dilemparkan oleh tentara "terdidik" kepadanya. Lelaki miskin itu perlahan mengangkat kakinya karena kesakitan; ia pasrah dan mulai sekarat. Lelaki miskin itu menuding si tentara seolah-olah ia seorang instruktur yang sudah lama ia kenal sewaktu ia sedang berbicara padanya. Pada saat itu ia mengeluarkan kebenciannya yang telah lama terpendam terhadap seorang instruktur penindas dan berkuasa. Teman saya (instruktur) ingin mencela lelaki miskin itu karena berani menghina seorang perwira tinggi, tetapi saya dan seorang teman menahannya untuk tidak berbuat demikian. Malam itu kami habiskan dengan ngobrol bersamanya, ia tidak henti-hentinya mengecam kami dan dirinya sendiri karena tidak mencari pembalasan atas "kejahatan" itu. Ia tidak pernah memaafkan kami dan juga dirinya karena kelemahannya!!! dan tidak membalas dendam terhadap lelaki miskin itu.

(Ravankavi)

Imam a.s. berkata:

Dengki mendorong amarah.

(Ghurar Al-Hikam, bal. 21)

Seorang psikolog juga berkata:

Jika anda tidak memenuhi permintaan pendengki, bahkan jika permintaan itu tidak masuk akal, ia akan merasa gagal dan tidak akan pernah istirahat sampai ia berhasil membalas orang yang tidak patuh dengan kehendaknya.

(Ravankavi)

Manusia hanya memperoleh keharmonisan rohani, kesadaran dan mental ketika ia menghapus noda kebencian dari hatinya.

Imam Ali a.s. berkata:

Barangsiapa yang menghapus kebencian, hati dan akalnya akan senang.

(Ghurar Al-Hikam)

Menurut psikolog lainnya:

Semakin manusia menjauhkan dirinya dari kemubaziran dan pengumbaran amarah dan kebencian, semakin ia melindungi dirinya dari gangguan rasa gelisah yang menyebabkan ketimpangan rohani.

(Selection journal. Psychological Section)

Orang yang beruntung adalah orang yang mensucikan dirinya dari perselisihan dan dendam.

Imam Ali a.s. berkata:

Kebahagiaan seseorang datang ketika hatinya bebas dari hasad dan dengki.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 399)

Kini kita simpulkan pokok yang penting: yakni, dalam beberapa hal Islam melarang pengabaian beberapa tindakan. Memang benar bahwa tujuan lslam adalah untuk memperoleh keamanan dan ketertiban, tetapi Islam juga memandang hukuman itu penting ketika terjadi usaha berupa suatu pelanggaran terhadap berbagai urusan masyarakat dan keamanannya. Pasal-pasal peraturan hukum merupakan hak-hak manusia yang dapat dipraktekkan atau ditolak oleh manusia sendiri. Peraturan-peraturan ini adalah hak-hak Allah atas manusia.

12. Amarah

• Manfaat Pengendalian Diri

• Akibat-akibat Amarah

• Petunjuk Para Pemimpin Agama

Manfaat Pengendalian Diri

Di sekeliling diri manusia terdapat banyak rahasia-rahasia yang menakjubkan. Ia merupakan makhluk yang dilengkapi dengan dua kekuatan besar, yaitu akal dan kehendak atau kemauan. Akal adalah cahaya yang menentukan nasib jiwa manusia dalam kehidupan. Akal dipandang sebagai wakil kepribadian yang nyata dari manusia dan merupakan cahaya yang menerangi kehidupan. Oleh sebab itu, tanpa petunjuk serta pengawasan akal, kita tidak dapat berkembang dalam kehidupan yang serba rumit.

Manusia dituntut untuk berusaha keras mengendalikan berbagai perasaan dalam dirinya, yaitu dengan menekannya kuat-kuat atau menganggap remeh perasaan-perasaan itu. Akal adalah sebuah kekuatan, dan yang telah menunjukkan kepada kira satu metode rasional dalam mempergunakan perasaan-perasaan yang sehat dan mencegah nafsu guna mengarahkan kita untuk menaati perintah-perintahnya. Sebenarnya, jika cahaya akal memantulkan sinarnya kepada perasaan atau nafsu, maka hal itu menjamin bahwa kebahagiaan akan menyinari kehidupan. Tetapi sebaliknya, jika manusia diperbudak oleh nafsu, maka dirinya akan dilemahkan dan kalah dalam setiap langkah kehidupan.

Mengenai kehendak manusia, yang merupakan salah satu faktor moral yang paling berpengaruh serta jalan terkuat untuk mewujudkan harapan yang mulia dan cita-cita yang baik, ia memiliki hubungan dengan dasar-dasar kebahagiaan manusia. Kehendak manusia juga akan menjaga kepribadiannya dari keburukan.

Kehendak yang kuat akan menemukan kebahagiaan hidup, karena ia dapat mendorong diri manusia untuk menolak keinginan-keinginan yang dapat mempengaruhi kehidupannya. Semakin banyak usaha untuk memelihara kekuatan yang sangat penting ini, maka semakin banyak pula tenaga yang kita dapatkan untuk meraih kebaikan moral serta menghindarkan diri dari kerusakan. Kemudian jiwa kira menjadi tenang dan tetap terlindung dari kekacauan.

Seorang pemikir Barat telah memberikan komentarnya sebagai berikut:

Terdapat satu definisi akal yang baik di mana ia juga menyiratkan keseimbangannya, yaitu, akal merupakan satu kekuatan yang terorganisir. Kekuatan ini laksana sistem kemudi jenis terbaru untuk kendaraan sehingga ia dapat mencegah kaum pria dan wanita bertabrakan satu sama lainnya. Kekuatan ini juga merupakan satu sistem yang dapat menahan guncangan akibat tabrakan yang tiba-tiba atau yang disebabkan oleh ketidakteraturan jalan. Ta juga memberikan kenyamanan serta jaminan bagi para penumpangnya, walaupun di atas jalan yang paling buruk.

Kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan peranannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.

Amarah mengubah manusia laksana sungai kecil yang mengalir di antara gunung-gunung yang tinggi sehingga menciptakan suara-suara bising. Manusia mulia yang memiliki keunggulan moral adalah laksana sungai besar yang mengalir di antara rawa-rawa dan bermuara di laut tanpa menimbulkan gelombang.

Sifat-sifat buruk membutuhkan kehendak yang kuat untuk mencegahnya mempengaruhi jiwa. Jika tidak, ia dapat memaksa seorang individu untuk membuat keputusan yang tergesa-gesa pada saat merasakan penderitaan atau ketika berada di bawah tekanan, dengan demikian dapat menuntun manusia ke dalam nasib yang tidak menentu.

Seorang individu untuk membuat keputusan yang tergesa-gesa pada saat merasakan penderitaan atau ketika berada di bawah tekanan, dengan demikian dapat menuntun manusia ke dalam nasib yang tidak menentu.

Akibat-akibat Amarah

Keadaan psikologis yang dapat menggiring sifat manusia dari keadaannya yang wajar ke arah penyelewengan adalah sifat marah. Ketika amarah menguasai serta melingkupi diri manusia, maka ia akan mengambil bentuk sifat yang angkuh atau sombong serta menyingkirkan segala hambatan yang dapat mencegahnya mempengaruhi kehendak manusia, karena itu ia dapat menghasut manusia agar mencelakakan lawan-lawannya tanpa pertimbangan sama sekali. Selubung amarah juga membutakan pikiran dan mengubah jiwa manusia menjadi buas tanpa menghiraukan kenyataan. Hal itu juga mendorong diri manusia untuk melakukan segala kejahatan yang mengandung berbagai akibat fatal dalam kehidupan. Namun, ketika ia menyadari kesalahan-kesalahan tersebut, terutama tatkala menghadapi akibat yang tak diinginkan, maka ia baru merasa sedih dan cemas.

Sifat jahat hanya menyebabkan penderitaan. karena pada akhirnya ia tidak dapat menyelamatkan jiwa dan mengubah perbuatan-perbuatan yang rendah menjadi kemarahan hingga sesuai pertimbangan akal dan hati nurani, menyebabkan kepercayaannya hilang. Jika berbagai akibat pertimbangan akal muncul pada diri orang yang marah, maka gelombang penderitaan disertai rasa penyesalan yang hebat akan menggerogoti hatinya. Bahkan rubuh pun mudah terserang penyakit akibat amarah tersebut, karena tubuh merupakan tempat kediaman bagi ketenangan dan kebahagiaan jiwa.

Memang benar bahwa kekuatan amarah dalam proporsi yang benar juga sangat diperlukan. Dalam proporsi tersebut amarah merupakan suatu unsur kekuatan dan unsur usia muda. Jenis amarah yang mengharuskan manusia melawan penindasan serta mempertahankan hak-haknya adalah salah satu sifat dasar kemanusiaan.

Pembalasan dendam yang berbaur dengan sifat amarah akan membuat hidup penuh dengan kesuraman. Jika kita bermaksud melawan kejahatan dengan kejahatan dalam setiap kejadian, serta membalas dendam dengan penghinaan yang tidak sopan, maka berarti kita telah menghabiskan sebagian hidup ini dalam perdebatan dan persengketaan. Selain itu kita akan kehilangan kekuatan dan melemahkan sifat rendah hati.

Manusia adalah tempat kesalahan dan sifat pelupa. Karena itu jika tindakan-tindakan kita mengundang kemarahan orang lain, maka cara terbaik untuk mendapatkan ampunan ialah dengan mengakui kesalahan-kesalahan tersebut.

Menurut Dr. Dale Carnegie:

Jika ternyata menjadi jelas bahwa kita patut menerima hukuman atau celaan, lalu tidakkah lebih baik untuk mengakui kesalahan-kesalahan itu? Apakah celaan yang kita tujukan langsung kepada diri kita lebih pantas dan tepat dibandingkan jika orang lain yang melakukannya? Karena itu marilah kita mulai mengakui tindakan-tindakan yang tercela agar dapat mengalahkan 'senjata-senjata' lawan kita. Dalam sikap seperti ini dapat dijamin hingga 90 persen bahwa kita akan memperoleh ampunan dan keinginan untuk memaafkan kesalahan-kesalahan itu. Setiap orang dapat dengan mudah menyembunyikan kesalahan atau kekurangannya, tetapi manusia yang mulia akan mendapatkan rasa kehormatan serta kebanggaan khusus ketika ia mengakui berbagai kesalahannya. Jika kita yakin bahwa kebajikan berada di sisi kita, maka menjadi suatu kewajiban untuk menciptakan suasana yang baik guna memikat hati orang lain dengan kebajikan yang kita miliki. Sebaliknya, jika kita berada dalam kesalahan, maka adalah suatu kewajiban moral untuk segera mengakuinya. Setelah mengakui berbagai kesalahan, maka tidak hanya akan memperoleh hasil yang baik, tetapi juga merasa lebih lega dibandingkan jika kita membalas dendam.

Dengan memaafkan, hati manusia terisi oleh cahaya kebahagiaan yang sejati serta gelombang perasaan mulia. Bahkan kita pun dapat mempengaruhi musuh serta memaksanya untuk tunduk dengan memaafkan berbagai kesalahannya. Hal yang demikian juga memberikan rasa percaya dalam diri dan kepada orang lain, yang dengannya cahaya cinta dan keharmonisan memancarkan sinarnya. Di samping itu, memberi maaf menyebabkan kita dan musuh-musuh saling berpadu dan mengabaikan perselisihan serta pertikaian.

Pengetahuan merupakan sarana untuk mengurangi kekerasan dan memperbaiki sikap. Semakin pengetahuan seseorang bertambah, maka semakin luaslah jangkauan pemikirannya serta memberikan kekuatan untuk melawan berbagai perangkap nafsu. Ia juga akan menjadi sabar dan lebih pemaaf.

Petunjuk Para Pemimpin Agama

Pengobatan paling efektif bagi penyimpangan yang dikenal sebagai amarah adalah ketaatan kepada ajaran-ajaran para Nabi dan imam-imam. Kajian serta kesimpulan yang dilakukan oleh para dokter, ahli ilmu jiwa dan para ahli filsafat bukan berarti tidak berguna sama sekali, tetapi mereka pada umumnya tidak dapat dengan sempurna menghapus penyimpangan-penyimpangan itu.

Para pemimpin agama telah menggugah perhatian kira dengan kata-kata mereka yang bijaksana tentang akibat-akibat amarah yang berbahaya serta manfaat yang luar biasa dalam mengendalikannya.

Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. telah berkata:

Hindarilah amarah, karena hal itu akan menyebabkan kamu tercela.

Dr. Mardin telah menguraikan hal itu sebagai berikut:

Seseorang yang sedang marah, apa pun alasannya, akan menyadari ketidakberartian hal itu segera setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta maaf kepada mereka yang telah ia hina. Jika anda membiasakan diri untuk mengakui ketidakgunaan amarah tatkala ia muncul, maka anda dapat mengurangi tingkatan dari berbagai akibat yang tidak diinginkan.

(Pirozi Fikr)

Imam Ja'far Ash-Shadiq a.s. berkata:

Amarah membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya.

(Ushul Kafi, bab II, hal. 305)

Amarah dan kekecewaan yang terjadi akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Menurut para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu mencapai tingkat intensitas (kehebatan) tertentu.

Imam Ali a .s. berkata:

Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, akan mempercepat kematian.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 625)

Dr. Mardin berkata:

Apakah mereka yang memiliki hati lemah menyadari bahwa beberapa kekecewaan dapat mengorbankan hidupnya? Mereka mungkin tidak mengetahui, terapi harus disadari bahwa banyak individu yang sehat menjadi korban akibat amarah yang hebat, sehingga ia mati oleh serangan jantung. Amarah juga dapat berakibat hilangnya nafsu makan serta mengganggu otot dan syaraf selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Amarah, secara merugikan, mempengaruhi seluruh fungsi spiritual dan rubuh. Bahkan amarah seorang ibu yang sedang menyusui dapat meng-akibatkan peracunan yang berbahaya terhadap air susunya.

(Pirozi Ftkr)

Dr. Mann menambahkan:

Penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh fisiologis akibat kecemasan telah mengungkapkan adanya berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon Adrenalin dan hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.

(Psychology oleh Dr. Mann)

Imam Ali a.s. berkata:

Hindarkanlah sifat marah, karena awalnya adalah ketidakwajaran dan akhirnya penderitaan. Amarah adalah api yang mengamuk. Barangsiapa dapat mengendalikannya berarti ia memadamkan api itu dan barangsiapa membiarkan, berarti dia yang pertama kali terbakar.

(Ghurar AI-Hikam, hal. 71)

Amirul Mukminin Imam Ali a.s. telah memerintahkan sabar sebagai alat untuk melawan amarah dan juga untuk menghindarkan akibat-akibatnya. Selanjutnya beliau berkata:

Berhati-hatilah terhadap kejahatan amarah dan lindungilah dirimu dengan sifat sabar agar dapat menghadapinya. Mengendalikan diri pada saat-saat amarah akan melindungimu dari kehancuran total.

(Ghurar Al-Hikam, hal. 131,462)

Imam Muhammad Al-Baqir a.s. juga menegaskan bahwa sangat mungkin seseorang melakukan pembunuhan pada saat marah. Ia berkata:

Apakah yang lebih jahat dibandingkan dengan amarah? Sesungguhnya manusia dapat marah dan pada gilirannya akan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah.

(Al-Wafi, bab lll, hal. 148)

Menurut John Markoist:

Beberapa individu, dengan berbagai masalah kejiwaan tertentu akan mengalami adegan (pemandangan) kejahatan secepat pemutaran film.

Sifat khas penderita semacam ini ialah, pada saat mereka berpikir untuk melakukan kejahatan, dia kemudian melakukannya tanpa ragu-ragu. Dengan kata lain, mereka adalah para pembunuh seketika.

(Chi Midanam)

Rasulullah Saw. juga memerintahkan umatnya, jika amarah menguasai diri mereka, agar melakukan hal-hal berikut. Beliau berkata:

"Oleh karena itu, jika salah seorang di antara kalian mendapatkan amarah dalam dirimu, maka apabila engkau sedang berdiri duduklah dan apabila engkau sedang duduk, maka engkau harus berbaring. Jika engkau masih marah, maka lakukanlah wudhu atau mandi, karena sesungguhnya amarah itu api dan api dapat dipadamkan dengan air."

(lhya Al-Ulum, bab II, hal. 151)

Dr. Victor Pashi berkata:

Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa anda memarahinya dengan kasar, maka anda dapat menekan amarah tersebut dengan memandikannya dengan air dingin atau menyelimutinya dengan kain yang lembab atau basah.

(Rah e Khosbhakbti)

Dr. C. Robbin mengatakan:

Kebersihan tubuh memiliki pengaruh yang baik terhadap tingkah laku. Mandi menggunakan air hangat setiap pagi dan sore selain dapat membersihkan tubuh juga mengendurkan otot-otot. Hal itu juga dapat menghilangkan kebosanan serta menghilangkan nafsu makan. Mandi dengan air hangat juga dapat menekan amarah yang mungkin timbul oleh kebiasaan (rutinitas) sehari-hari. Oleh sebab itu kita dapat memberikan penekanan akan pentingnya hal itu bagi tubuh dan pikiran.

(Chi Midanam)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa para pemimpin agama telah menetapkan contoh-contoh serta ajaran yang baik untuk kita. Dalam kisah berikut ini, telah diceritakan oleh Ibnu Syahr Ashoub dalam kitabnya Al-Manaqib, di mana Mubarad dan Ibnu Aisya mengisahkan bahwa seorang lelaki yang berasal dari Syria melihat Imam Hasan a.s. sedang mengendarai seekor kuda. Pada saat itu si lelaki mulai menghinanya. Imam Hasan a.s. tidak menjawab hinaan orang tersebut, dan setelah lelaki itu berhenti ia pun berjalan ke arahnya. Setelah memberi salam, sang Imam berkata:

Wahai orang tua, saya yakin bahwa engkau adalah orang asing. Boleh jadi engkau telah salah mengiraku karena orang lain. Jika engkau memohon maaf, maka saya akan berikan. Jika engkau membutuhkan pertolongan saya akan membantumu. Jika engkau sedang mencari petunjuk, saya akan menjadi pemandunya. Jika engkau membutuhkan kendaraan, saya akan memberikan untukmu. Jika engkau lapar saya akan memberimu makanan. Jika engkau buruh pakaian. saya akan menyediakannya. Jika engkau dalam pencarian. maka saya akan memberikan perlindungan. Jika engkau memiliki beberapa kebutuhan, maka saya akan memenuhinya. Dan jika engkau ingin melanjutkan kafilahmu,jadilah tamuku hingga kau pergi. Hal ini lebih berguna bagimu karena aku memiliki kedudukan yang baik, kemuliaan serta harta yang sangat banyak.

Setelah mendengar kata-kata Imam Hasan a.s., lelaki tua itu menangis lalu berkata:

Aku bersaksi bahwa engkau adalah pewaris ajaran Allah di muka bumi. Sesungguhnya Allah mengetahui kepada siapa Dia menyerahkan risalah-Nya. Kau dan ayahmu adalah makhluk yang paling kusakiti hatinya, tetapi sekarang engkau adalah hamba Allah yang paling kucintai.

Kemudian lelaki itu mengurus kafilahnya dan menjadi tamu di kota itu hingga keberangkatannya. Dan, kini, ia yakin akan kecintaan mereka (Ahlul Bait Nabi Saw.).