BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula0%

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Muhammad Husein Falah Zadeh
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 14865
Download: 2997

Komentar:

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 50 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 14865 / Download: 2997
Ukuran Ukuran Ukuran
BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Pelajaran 3

BERSUCI

Sebagaimana pada Pelajaran1, semua ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan amalan disebut

dengan fikih. Dalam fikih Islam, salah satu yang paling penting ialah menjalan-kan kewajibankewajiban.

Salah satu kewajiban yang paling penting dan utama adalah salat.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan salat dapat dibagimenjadi tiga:

· Pendahuluan-pendahuluan salat (muqaddamat).

· Amalan-amalan salat (muqarinat).

· Hal-hal yang membatalkan salat (mubthilat).

Maksud dari pendahuluan-pendahuluan salat yaitu seorang pelaku salat harus menjaganya

sebelum melakukan salat.

Maksud dari amalan-amalan salat adalah hal-hal yang berkaitan dengan bacaan salat; dari

takbirotul ihrom sampai pembacaan salam.

Dan maksud dari hal-hal yang membatalkan salat yaitu apa saja yang berkaitan dengan segala

sesuatu yang bisa membatalkan salat.

Pendahuluan-pendahuluan Salat

Dari sekian masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku salat sebelum mengerjakan salat ialah

bersuci dan kesucian. Pelaku salat harus menyucikan badan dan pakaiannya dari najis. Untuk

bersuci dari najis dan cara menyucikan sesuatu yang najis diperlukan pengetahuan tentang najis.

Oleh kare-na itu, kami akan menjelaskan ihwal najis

Sebelum mengenal hal-hal yang najis, perhatikan sebuah kaidah umum dalam fikih Islam:

Apa saja yang di dalam ini adalah suci, kecuali sebelas benda najis dan apa saja yang bersentuhan dengannya

Benda-benda Najis:

1. Kencing.

2. Tinja.

3. Mani.

4. Bangkai.

5. Darah.

6. Anjing.

7. Babi.

8. Arak dan setiap cairan yangmemabukkan.

9. Fuqqa’; yaitu minuman yang dibuat dari bulir (seje-nis gandum).

10. Orang kafir.

11. Keringat unta pemakan tinja manusia.

Keterangan:

Kencing dan tinja manusia dan hewan yang dagingnya haram dan darahnya mengalir adalah najis.

Hewan yang darahnya mengalir adalah hewan yang jika urat nadinya dipotong maka

darahnya memancur seperti: kucing dan tikus.

Manusia dan hewan yang darahnya mengalir seperti: kambing, maka air mani, bangkai dan

darah mereka najis.

Anjing dan babi yang hidup di darat adalah najis, tetapi anjing dan babi yang hidup di laut

tidak najis.

Kesucian (thaharah) berbeda dengan kebersihan. Demi-kian juga najis tidaklah sama dengan

kotor. Boleh jadi sesu-atu itu dianggap bersih, akan tetapi menurut hukum Islam, ia belum tentu

dinyatakan suci. Yang diinginkan oleh Islam adalah kesucian dan kebersihan. Artinya, seseorang

harus memperhatikan kesucian dan kebersihan diri, lingkungan dan kehidupannya. Dan

pelajaran kita ini berkaitan dengan kesucian.

Masalah:

1. Kencing dan tinja manusia dan seluruh hewan yang da-gingnya haram dan darahnya

mengalir adalah najis.[38]

2. Kencing dan tinja seluruh hewan yang halal dagingnya seperti: sapi, kambing dan seluruh

hewan yang darah-nya tidak mengalir seperti: ular dan ikan adalah suci.[39]

3. Kencing dan tinja seluruh hewan yang makruh da-gingnya seperti: kuda dan keledai adalah

suci.[40]

4. Tinja seluruh burung yang haram dagingnya seperti; gagak, adalah najis.[41] &[42]

Hukum Bangkai [43]

Mayat manusia, walaupun baru meninggal dunia dan ba-dannya belum dingin (selain

anggotanya yang tidak bernyawa—yakni mati—seperti: kuku, rambut dan gigi), seluruh

badannya najis, kecuali:[44]

1. Meninggal dunia di medan perang (syahid).

2. Sudah dimandikan (tiga kali mandi secara sempurna).

Bangkai Binatang

1. Bangkai hewan yang darahnya tidakmengalir seperti; ikan, adalah suci.

2. Bangkai hewan yang darahnya mengalir, maka ang-gota-anggota tubuhnya yang tidak

bernyawa (mati) seperti: bulu dan tanduk, adalah suci, sementara ang-gota-anggota

tubuhnya yang bernyawa (hidup) seperti daging dan kulit, adalah najis.[45]

Hukum Bangkai Binatang

1. Anjing dan babi; seluruh anggota badan mereka adalah najis.

2. Binatang-binatang selain anjing dan babi:

a. Yang darahnya memancur/mengalir:

· Anggota badannya yang hidup adalah najis.

· Anggota badannya yang mati adalah suci.

b. Yang darahnya tidak memancur/tidak mengalir; maka seluruh anggota badan mereka adalah suci.

Hukum-hukum Darah

1. Darah manusia dan darah setiap hewan yang darahnya mengalir adalah najis seperti; ayam

dan kambing.

2. Darah hewan yang darahnya tidak mengalir adalah suci seperti; ikan dan nyamuk.

3. Darah yang kadang-kadang ada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath

wajib, hendaknya tidak dimakan. Jika darah sudah bercampur dengan kuning telur sehingga

tidak tampak lagi, maka tidak ada larangan untukmemakan kuningnya.[46]

4. Darah yang keluar dari sela-sela gigi (gusi), jika sudah bercampur dengan air ludah dan tidak

tampak lagi, maka hukumnya suci, dan dengan demikian tidak ada larangan untuk menelan

air ludah tersebut.[47]

Kesimpulan Pelajaran

1. Untukmengerjakan salat, badan dan pakaian pelaku salat harus suci.

2. Seluruh apa yang ada di alam ini hukumnya suci kecuali 11 benda najis.

3. Jenazah manusia yang meninggal tidak di medan pe-rang dan belum dimandikan, maka

hukumnya najis kecuali anggota tubuhnya yang tak bernyawa (mati).

4. Bangkai anjing, babi dan anggota-anggota yang ber-nyawa (hidup) dari seluruh bangkai

hewan yang da-rahnya mengalir adalah najis.

5. Bangkai seluruh hewan yang darahnya tidak mengalir, begitu juga anggota-anggota yang tak

bernyawa dari seluruh bangkai hewan yang darahnya mengalir adalah suci.

6. Seluruh hewan yang darahnya mengalir, maka darah mereka najis.

7. Darah yang berada pada telur tidaklah najis, akan tetapi berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya

tidak dimakan kecuali jika sedikit sehingga ketika dikocok tidak tam-pak lagi.

8. Darah yang keluar dari sela-sela gigi, jika bercampur dengan air ludah dan tidak tampak lagi,

hukumnya suci dan tidak apa-apa menelannya.

Pertanyaan:

1. Apa hukum bangkai ular, kalajengking dan katak?

2. Apa hukum tinja keledai dan tinja burung gagak?

3. Apa hukumdarah yang tampak di mulut ketika meng-gosok gigi?

4. Manusia yang bagaimana sehingga badannya dihukumi suci tatkala meninggal dunia?

5. Apakah bulu kambing yang sudah mati bisa digunakan?

Pelajaran 4

BAGAIMANASESUATU YANGSUCI

BISAMENJADINAJIS?

Pada pelajaran yang lalu, telah dijelaskan bahwa semua yang ada di alam ini hukumnya suci,

kecuali sebagian kecil saja. Namun demikian, sesuatu yang suci bisa menjadi najis karena

bersentuhan dengan benda najis. Ini terjadi dengan syarat; salah satu dari keduanya (benda yang

suci atau benda yang najis) harus basah. Perlu ditambahkan, bahwa kebasahan salah satu dari

kedua benda itu telah berpindah ke yang lain.[48]

1. Jika benda yang suci bersentuhan dengan benda najis dan salah satu dari keduanya basah dan

mempengaruhi yang lain dengan kebasahannya, maka benda yang suci itu menjadi najis.

2. Kasus-kasus di bawah ini dihukumi suci:

· Tidak tahu pasti; apakah benda yang suci telah bersentuhan atau tidak dengan benda

najis.

· Tidak tahu pasti; benda yang suci dan benda najis itu basah atau tidak.

· Tidak tahu pasti; kebasahan salah satunya berpe-ngaruh dan berpindah kepada yang lain

atau tidak.[49]

Beberapa Masalah

1. Jika seseorang tidak tahu; benda yang tadinya suci telah menjadi najis atau belum, maka

hukumnya suci dan tidak wajib untuk memeriksanya, walaupun bisa dike-tahui kenajisannya

atau kesuciannya.[50]

2. Haram memakan dan meminum sesuatu yang najis.[51]

3. Jika seseorang melihat orang lain memakan sesuatu yang najis atau salat dengan baju yang

najis, dia tidak wajib memberitahukan kepadanya.[52]

Benda-benda yang Bisa Menyucikan

Bagaimana sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci? Semua yang terkena najis bisa kembali

suci dengan benda-benda penyuci. Benda-benda yang dapat menyucikan itu antara lain:

1. Air.

2. Tanah.

3. Sinar matahari.

4. Islam.

5. Hilangnya najis.[53]

Air bisa menyucikan sesuatu yang terkena najis. Air banyak sekali macamnya. Mengetahui

macam-macam air sangat membantu kita untuk lebih mudah mempelajari masalah-masalah yang

berkaitan dengannya.

Macam-macam Air

1. Air mudhaf.

2. Air mutlaq:

· Air sumur

· Air mengalir

· Air hujan

· Air diam:

1. Kur (banyak).

2. Qalil (sedikit).

Air mudhaf adalah air yang diambil dan diperas dari sesuatu seperti; air apel dan air semangka,

atau air yang sudah bercampur sehingga tidak bisa dikatakan lagi bahwa itu air murni seperti:

sirup.

Dan air mutlaq yaitu air yang selain mudhaf.

Hukum-hukum Air Mudhaf

1. Tidak bisa menyucikan sesuatu yang najis (bukan ter-masuk benda yang bisa menyucikan).

2. Akan menjadi najis jika bersentuhan dengan benda najis, walaupun bau atau warna atau

rasanya tidak berubah, ataupun benda najis itu sedikit.

3. Berwudu dan mandi dengannya tidak sah.[54]

Macam-macam Air Mutlaq

Yaitu air yang keluar dari bumi, atau turun dari langit, atau tidak keluar dari bumi juga tidak

turun dari langit. Air yang turun dari langit disebut air hujan, dan air yang keluar dari bumi,

kalau dia bergerak disebut sebagai air mengalir, dan kalau dia tidak bergerak disebut sebagai air

sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit disebut sebagai air diam. Air

diam; kalau ukurannya banyak, maka disebut sebagai kur (banyak), dan kalau sedikit, dia disebut

sebagai qalil (sedikit).

Ukuran Air Kur (Banyak)[55]

1. Yaitu air yang berada dalam bak atau kolam yang ukurannya tiga jengkal setengah (kurang

lebih 70 cm panjang, lebar dan tingginya).[56]

2. Beratnya sekitar 377 hingga 419 kg.

Ukuran Air Qalil (Sedikit)

Air yang kurang dari kur disebut dengan air qalil. Hanya air mutlaq yang bisa menyucikan sesuatu

yang terkena najis. Boleh jadi air mudhaf bisa membersihkan kotoran, akan tetapi ia sama sekali

tidak akan bisa menyucikan najis.

Pada pelajaran yang akan datang, kita akan mengenal hukum-hukum air mutlaq dan cara-cara

bersuci dengannya.

Kesimpulan Pelajaran

1. Sesuatu yang bisa menyucikan bisa menyucikan semua benda yang terkena najis. Artinya,

tidak ada sesuatu yang terkena najis yang tidak bisa disucikan.

2. Sesuatu yang bisa menyucikan antara lain; air, tanah, sinar matahari, Islam dan hilangnya

benda najis.

3. Di antara yang bisa menyucikan adalah air, itu pun air mutlaq; bukan air mudhaf.

4. Air yang keluar dari bumi dan bergerak adalah air mengalir. Air yang keluar dari bumi dan

tidak bergerak adalah air sumur. Air yang tidak keluar dari bumi juga tidak turun dari langit

adalah air diam. Lalu, jika air yang diam itu banyak, dia disebut kur (banyak), dan jika sedikit,

dia disebut qalil (sedikit).

5. Jika berat air mencapai 377 hingga 419 kg, maka dia di-sebut air kur.

Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara air mutlaq dan air mudhaf?

2. Apa perbedaan antara air sumur dan air mengalir?

3. Hitunglah bak air yang panjangnya 25 jengkal, lebarnya 5 jengkal dan dalamnya 1 jengkal;

apakah mencapai kur atau tidak?

4. Seseorang yang kakinya basah dan menginjak karpet yang najis, akan tetapi dia tidak tahu

apakah kebasahan kakinya sampai pada karpet atau tidak, apakah kakinya dihukumi najis?

Pelajaran 5

HUKUM-HUKUMAIR

Air Qalil (Sedikit)

1. Jika air qalil bertemu dengan benda najis, maka ia men-jadi najis (misalnya, disiramkan ke

permukaan benda najis (atau benda yang ternajisi) atau benda yang najis bertemu

dengannya).[57]

2. Jika air qalil yang najis dan bercampur itu bersambung dengan air kur atau air mengalir, maka

ia menjadi suci. Misalnya, air qalil yang sudah najis diletakkan di bawah kran air yang

bersambung dengan sumber air kur, lalu kran air tersebut dibuka sehingga bercampur dengan

air qalil tersebut[58] .[59]

Air Kur, Air Mengalir, Air Sumur

1. Segala macam air mutlak selain air qalil, selama bau atau warna atau rasanya tidak berubah

karena benda najis, maka hukumnya suci. Dan jika bersentuhan dengan benda najis sehingga

bau atau warna atau rasanya ber-ubah, maka dihukumi najis. Air-air yang memiliki hu-kum

di atas tadi adalah air mengalir, air sumur, air kur, begitu juga air hujan.[60]

2. Hukum air ledeng yang bersambung dengan sumber air kur adalah seperti hukum air kur itu

sendiri.[61]

Ciri-ciri Air Hujan

1. Jika air hujan turun hanya sekali pada sesuatu yang najis yang sudah tidak ada benda najis

padanya,[62] maka sesuatu itu menjadi suci.

2. Jika air hujan turun pada karpet dan baju yang najis, karpet dan baju menjadi suci dan tidak

perlu diperas.[63]

3. Jika hujan turun pada tanah yang najis, maka tanah ini menjadi suci.

4. Mencuci sesuatu yang najis di genangan air hujan yang kurang dari satu kur, maka selama

hujan masih ber-langsung dan air genangan itu tidak berubah bau, warna atau rasanya,

hukum air itu adalah suci.[64]

Hukum-hukum Keraguan tentang Air

1. Air yang ukurannya tidak jelas; apakah air kur atau bukan; jika tersentuh najis, maka ia tidak

najis, akan tetapi tidakmemiliki hukum-hukum air kur.

2. Air yang ukuran sebelumnya adalah kur, tetapi sekarang diragukan; apakah sudah menjadi air

qalil atau belum, maka hukumnya adalah air kur.

3. Air yang tidak jelas; apakah suci atau najis, maka dihukumi suci.

4. Air yang sebelumnya suci lalu diragukan; apakah masih suci atau sudah najis, maka hukumnya suci.

5. Air yang sebelumnya najis lalu belum jelas; sudah kembali suci ataukah masih najis, maka dihukumi najis.

6. Air yang sebelumnya adalah air mutlak lalu tidak jelas; apakah sudah menjadi air mudhaf atau

masih air mutlak, maka dihukumi tetap sebagai air mutlak.[65]

Bagaimana Sesuatu yang Ternajisi Dapat

Kembali Suci dengan Air?

Air adalah sumber kehidupan dan penyuci kebanyakan hal-hal yang ternajisi. Air terhitung

sebagai penyuci yang digu-nakan oleh semua manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang,

mari kita belajar bagaimana sesuatu yang ternajisi bisa menjadi suci dengan air.

Penyucian Sesuatu yang Ternajisi [66]

1. Penyucian wadah:

· Dengan air kur: cukup dengan sekali siraman.

· Dengan air qalil: tiga kali siraman.

2. Penyucian selain wadah:

· Najis oleh air kencing:

- Dengan air kur: sekali.[67]

- Dengan air qalil: dua kali.

· Najis oleh selain kencing:

- Dengan air kur: sekali.

- Dengan air qalil: sekali.

Keterangan:

a. Untuk menyucikan sesuatu yang (terkena) najis, per-tama-tama hilangkan benda najisnya

kemudian cucilah sesuai dengan penjelasan di atas. Misalnya, wadah yang najis dan setelah

benda najisnya dihilangkan; jika dicuci di air kur, maka sekali cucian saja sudah cukup.

b. Karpet, pakaian atau apa saja yang semacamnya yang bisa menyerap air dan bisa diperas, jika

menyucikannya dengan air qalil, maka setiap kali disiram hendaknya diperas sehingga air

yang ada di dalamnya keluar, atau dengan cara apa saja sehingga air itu keluar. Bila menyucikannya

dengan air kur atau dengan air mengalir, maka berdasarkan ihtiyath wajib

hendaknya diperas sam-pai airnya keluar.[68]

c. Hukum air mengalir dan air sumur untuk menyucikan sesuatu yang najis adalah seperti

hukum air kur.

Masalah:

Cara menyucikan wadah yang najis adalah sebagai berikut:

· Dengan air kur: masukkan ke dalamnya lalu angkat.

· Dengan air qalil: penuhilah wadah dengan air sebanyak tiga kali lalu kosongkan. Atau

siramkan air ke wadah sebanyak tiga kali, dan setiap siraman digoyangkan sedemikian rupa

sehingga airnya sampai ke letak-letak wadah yang terkena najis kemudian buanglah airnya.

Kesimpulan Pelajaran

Bila air qalil bersentuhan dengan najis, ia menjadi najis.

Tentang air kur, air mengalir, air sumur, dan air hujan; jika bau, warna dan rasa mereka

berubah karena bersen-tuhan dengan najis, maka semua air inimenjadi najis.

3. Tentang seluruh air yang hukumnya sebagaimana hukum air kur; selama bau, warna dan rasa

mereka tidak berubah karena najis, maka hukum mereka adalah suci.

4. Air hujan bisa menyucikan, dan untuk karpet dan baju tidak perlu diperas. Dan selama bau,

warna dan rasanya tidak berubah karena najis, hukumnya adalah suci.

5. Tentang air yang tidak diketahui secara jelas; apakah air itu kur atau bukan; jika bersentuhan

dengan najis, maka ia tidak menjadi najis.

6. Air yang tidak diketahui secara jelas; apakah suci atau tidak, hukumnya adalah suci.

7. Air tidak diketahui, apakah air mutlak atau air mudhaf? Maka dihukumi air mutlak.

8. Seluruh barang yang najis (selain wadah) dengan sekali siraman menjadi suci, kecuali jika

najisnya lantaran ter-kena kencing, maka jika menyucikannya dengan air qalil, hendaknya

dicuci sebanyak dua kali.

9. Untuk menyucikan karpet dan pakaian dan semacam-nya, maka pada setiap siraman

hendaknya diperas atau dengan cara apa saja sehingga airnya keluar.

Pertanyaan:

1. Bagaimana air kur bisa menjadi najis?

2. Apakah hukum air hujan yang bergenang dalam sebuah genangan dan hujan itu sudah

berhenti seperti hukum air hujan yang sedang berlangsung?

3. Jika sumber air kadarnya lebih dari satu kur, lalu kita ragu apakah air yang ada di dalamnya

sebanyak satu kur atau tidak, apakah hukum air itu?

4. Bagaimana cara menyucikan pakaian najis karena ter-kena darah dengan memakai air qalil

atau air parit?

Pelajaran 6

CARAMENYUCIKAN TANAH

YANGNAJIS

Menyucikan Tanah [69]

1. Dengan air kur: pertama-tama, buanglah tanah yang ter-kena najis lalu siramkan air kur atau

alirkan air ke per-mukaannya sampai ke seluruh letak-letak najis.

2. Dengan air qalil:

a. Kalaulah permukaan tanah itu membuat air tidak bisa mengalir di atasnya (yakni tanah

itu menyerap air), maka tanah tidak bisa suci dengan air qalil.[70]

b. Jika air bisa mengalir di atas tanah, maka hanya per-mukaan yang dialiri air saja menjadi

suci.

Beberapa Masalah

1. Dinding yang najis bisa menjadi suci seperti halnya per-mukaan tanah.[71]

2. Dalam menyucikan permukaan tanah, jika air itu meng-alir dan masuk ke dalam sumur, atau

air itu mengalir ke tempat lain, maka seluruh permukaan tanah yang dialiri air tersebut

menjadi suci.

Tanah

1. Jika telapak kaki atau bawah sepatu berjalan dalam keadaan najis, dan karena bersentuhan

dengan tanah sehingga benda najisnya hilang, maka ia menjadi suci. Dengan demikian, tanah

adalah penyuci telapak kaki dan bawah sepatu, akan tetapi harus memenuhi bebe-rapa syarat:

a. Hendaknya tanah itu suci.

b. Hendaknya tanah itu kering (tidak basah).

c. Tanah penyuci dapat berupa tanah, pasir, batu, pa-ving dan sebagainya.[72]

Masalah: bila persentuhan telapak kaki atau bawah sepatu dengan tanah dapat menghilangkan

benda najisnya, maka ia menjadi suci. Akan tetapi, sebaiknya berjalan minimal sam-pai lima belas

langkah.[73]

Sinar Matahari

Sinar matahari—dengan syarat-syaratnya yang akan dise-butkan—dapat menyucikan bendabenda

seperti:

1. Tanah.

2. Bangunan dan bagian-bagiannya, seperti pintu dan jendela.

3. Pohon dan tumbuhan.[74]

Syarat-syarat Sinar Matahari sebagai Penyuci

 

1. Benda yang terkena najis hendaknya masih basah; sede-mikian rupa sehingga benda lain akan

basah seketika bersentuhan dengannya.

2. Benda yang terkena najis menjadi kering karena sinar matahari. Bila benda itu tetap basah

atau lembab, maka ia belumlah suci.

3. Hendaknya tidak ada penghalang yang menghalau sinar matahari seperti awan atau gorden,

kecuali jika sangat tipis dan tidak sampaimenghalau sinarnya.

4. Benda yang terkena najis itu menjadi kering semata-mata akibat sinar matahari. Artinya, tidak

dibantu oleh angin, misalnya.

5. Ketika sinar matahari memancar, hendaknya benda najis sudah tidak ada pada benda yang

ternajisi.[75] Bila benda najis itu masih ada padanya, maka sebelum terkena sinar matahari,

hendaknya benda najis tersebut dihi-langkan terlebih dahulu darinya.

6. Bagian luar dan dalam dinding atau tanah hendaknya kering sekaligus. Jadi, bila pada hari ini

bagian luarnya kering namun pada esok hari, bagian dalamnya baru kering, maka yang suci

pada hari ini adalah bagian luarnya saja.

Masalah:

jika tanah dan sebagainya terkena najis akan tetapi tidak basah, maka siramkanlah

sedikit air atau sesuatu yang bisa membasahinya ke atasnya, dan untuk menyucikannya biarkan

sinar matahari mengena padanya.[76]

Islam

Jika orang kafir membaca dua kalimat syahadat, dia menjadi Muslim, dan dengan demikian,

seluruh badannya menjadi suci. Kalimat syahadat adalah seperti di bawah ini:

اَشْه د اَنْ لاَ اِله اِلَّا اللهُ و اَشْه د اَنَّ م ح م د ا ر س و لُ الله   [77]

( Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna Muham-madan rasulullah)

Hilangnya Benda Najis

Pada dua perkara di bawah ini, sesuatu yang terkena najis bisa menjadi suci dengan hilangnya

benda najis dan tidakmemerlukan siraman air, yaitu:

1. Anggota badan binatang. Misalnya, tatkala seekor ayam memakan benda najis; patuknya

menjadi suci seketika hilangnya benda najis darinya.

2. Bagian-bagian dalam badan manusia seperti; bagian dalam mulut, hidung dan telinga.

Misalnya, ketika menggosok gigi, darah keluar dari gusi. Bila air ludah tidak berwarna darah,

maka mulut itu suci dan tidak perlu membasuhnya.[78]

Kesimpulan Pelajaran

1. Tanah yang tidak bisa dialiri air tidak dapat disucikan dengan air qalil.

2. Jika menyucikan tanah dengan air qalil, permukaan yang dialiri air saja menjadi suci, adapun

permukaan yang digenangi air adalah najis.

3. Telapak kaki dan bawah sepatu yang najis dapat men-jadi suci hanya dengan berjalan di atas

tanah lalu benda najisnya hilang.

4. Sinar matahari dengan syarat-syaratnya bisa menyuci-kan tanah, bangunan, pohon dan

tumbuhan.

5. Jika orang kafir menjadimuslim, maka dia menjadi suci.

6. Bagian dalam mulut dan hidung menjadi suci dan tidak perlu dibasuh hanya dengan

hilangnya najis dari bagi-an-bagian dalam tersebut

Pertanyaan:

1. Sebagian dari dinding rumah ternajisi. Jelaskan bagai-mana cara menyucikannya!

2. Bawah sepatu terkena lumpur yang najis. Bagaimana ia bisa menjadi suci dengan hanya

berjalan kaki?

3. Apakah sinar matahari bisa menyucikan kayu, gandum dan padi?

4. Bisakah menjadi suci; jika orang kafir membaca dua kali-mat syahadat dengan bahasa

Indonesia atau Inggris?

Pelajaran 7

WUDU

Setelah belajar mukadimah salat yang paling awal, yaitu penyucian badan dan pakaian dari halhal

najis, kita akan menjelaskan mukadimah kedua, yaitu wudu. Sebelum mela-kukan salat,

hendaknya pelaku salat berwudu dan memper-siapkan dirinya untuk menunaikan ibadah yang

agung ini. Bahkan pada keadaan tertentu, diwajibkan mandi terlebih dahulu; artinya membasuh

seluruh badan. Bila tidak bisa wudu atau mandi, dia harus melakukan amalan pengganti, yaitu

tayamum sebagaimana akan diterangkan hukumnya masing-masing pada pelajaran ini dan

pelajaran yang akan datang.

Cara Berwudu

Untuk berwudu, mula-mula membasuh wajah lalu memba-suh tangan kanan kemudian tangan

kiri. Setelah membasuh ketiga anggota ini, segera mengusap kepala dengan air dari basuhan yang

tersisa di telapak tangan. Yakni, usapkan telapak tangan kanan pada kepala dan lanjutkan dengan

mengusap kaki kanan, dan akhirnya usaplah kaki kiri de-ngan air yang tersisa di tangan kiri.

Untuk lebih detail, kini perhatikan penjelasan amalan-amalan wudu di bawah ini:

Amalan-amalan Wudu [79]

1. Membasuh:

a. Wajah: ukuran panjangnya dari tempat tumbuhnya rambut sampai dagu, dan ukuran

lebarnya antara ujung ibu jari sampai ujung jari tengah. Ini bisa dila-kukan dengan

meletakkan telapak tangan di tengah-tengah muka.

b. Tangan kanan: dari siku sampai ujung jari.

c. Tangan kiri: dari siku sampai ujung jari.

2. Mengusap:

a. Kepala: bagian depan di atas dahi.

b. Kaki kanan: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.[80]

c. Kaki kiri: atas kaki dari ujung jari sampai tonjolan kaki bagian atas.

Keterangan Amalan-amalan Wudu

Membasuh

1. Ukuran wajib dalam membasuh wajah dan kedua tangan adalah sebagaimana di atas. Akan

tetapi, untuk lebih yakin, basuhlah yang wajib dan basuhlah sedikit sekitarnya.[81]

2. Berdasarkan ihtiyath wajib,[82] membasuh wajah hendak-nya dari atas ke bawah. Bila membasuh

wajah dilakukan sebaliknya, maka wudu tidaklah sah.[83]

Mengusap

Mengusap Kepala

1. Letak usapan: sebagian dari kepala yang berada di atas dahi (kepala bagian depan).

2. Ukuran wajibnya usapan: sekadarnya sudah cukup (yakni, sekadar orang dapat melihatnya

dan mengata-kan bahwa ia telah mengusap kepalanya).

3. Ukuran sunahnya usapan: selebar tiga jari rapat dan sepanjang satu jari.

4. Boleh mengusap dengan tangan kiri.[84]

5. Mengusap tidak harus sampai kulit kepala, bahkan mengusap rambut di bagian depan kepala

sudah sah, kecuali jika rambutnya begitu panjang sehingga ketika di sisir mengurai ke arah

wajah, maka pada kondisi demikian ini hendaknya mengusap kulit kepala atau pangkal rambut.

6. Mengusap rambut di selain letak yang ditentukan itu tidak sah, sekalipun rambut itu dikumpulkan di atas letak pengusapan kepala.[85]

Mengusap Kaki

1. Letak usapan: punggung kaki.

2. Ukuran wajibnya usapan: punggung kaki dari ujung jari sampai tonjolannya.[86] Lebarnya:

sekedarnya sudah cukup walaupun selebar satu jari.

3. Ukuran sunahnya usapan: seluruh punggung kaki (dari ujung jari kaki sampai pergelangannya).

4. Usaplah kaki kanan terlebih dahulu sebelum mengusap kaki kiri.[87] Akan tetapi, tidak harus mengusap kaki kanan dengan tangan kanan dan kaki kiri dengan tangan kiri.[88]

Hukum-hukum yang Sama dalam Mengusap Kepala dan Kaki

1. Dalam mengusap kepala dan kaki, tanganlah yang harus bergerak. Bila tangan tidak bergerak

namun kepala atau kaki yang bergerak, maka wudunya tidak sah. Namun, ketika tangan

sedangmembasuh dan kepala atau kaki sedikit bergerak, demikian ini tidak apa-apa.[89]

2. Jika untuk mengusap tidak ada sisa air di telapak ta-ngan, maka tidak boleh membasah

tangan dengan air lain, akan tetapi harus mengambil air yang tersisa dari anggota wudu

lainnya.[90]

3. Ukuran air di tangan adalah sekadar berpengaruh untuk mengusap basah kepala dan kaki.[91]

4. Letak usapan (kepala dan punggung kaki) hendaknya kering. Oleh karenanya,  bila letak

usapan itu basah, hen-daknya dikeringkan terlebih dahulu. Akan tetapi, jika basahnya sedikit

sekali sehingga tidak sampai meng-halangi pengaruh basahnya tangan pada letak usapan,

maka tidak apa-apa.[92]

5. Hendaknya antara tangan dan kepala atau kaki tidak ada penghalang seperti jilbab, topi atau

kaos kaki dan sepatu, walaupun tipis sekali, sehingga air usapan bisa sampai pada kulit

usapan (kecuali bila terpaksa).[93]

6. Letak usapan harus suci. Oleh karena itu, jika letak usapan najis dan tidak mungkin untuk

disucikan, maka hendaknya bertayamum.[94]

Kesimpulan Pelajaran

1. Wudu yaitu membasuh wajah dan tangan dan mengu-sap kepala dan kaki dengan syaratsyarat

yang akan datang.

2. Berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya wajah dan kedua tangan dibasuh dari atas ke bawah.

3. Dalam berwudu, setelah membasuh wajah dan kedua tangan, harus mengusap kepala bagian

depan dan pung-gung kedua kaki.

4. Ukuran wajibnya mengusap kepala adalah sekadar da-pat dikatakan bahwa pewudu telah

mengusap kepala.

5. Mengusap kepala harus pada kepala bagian depan di atas dahi.

6. Mengusap punggung kedua kaki sekedarnya saja sudah cukup, walaupun lebarnya hanya

satu jari, tetapi ukuran panjangnya yang harus diusap ialah dari ujung jari sam-pai tonjolan

punggung kaki.

7. Dalam mengusap hendaknya:

a. Tangan yang ditarik bergerak.

b. Letak usapan suci.

c. Tidak ada penghalang di antara tangan dan letak usapan.

Pertanyaan:

1. Sebutkan cara-cara wudu!

2. Seseorang menyisir rambut sampingnya ke bagian de-pan kepala. Apakah kewajiban pelaku

wudu ketika dia harus mengusap kepala?

3. Jelaskan empat darimasalah-masalah yang sama dalam mengusap kepala dan kaki!

4. Apakah boleh mengusap kepala dalam keadaan ber-jalan?

5. Apakah boleh mengusap kaos kaki atau sepatu jika udara dingin sekali?

6. Jelaskan ukuran wajib dan sunahnya mengusap kepala dan punggung kedua kaki!