BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula0%

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Muhammad Husein Falah Zadeh
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 14869
Download: 3000

Komentar:

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 50 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 14869 / Download: 3000
Ukuran Ukuran Ukuran
BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Pelajaran 23 & 24

KERAGUAN-KERAGUAN

DALAM SALAT

Kadang-kadang pelaku salat—ketika mengerjakan suatu bagian dari salatnya—mengalami

keraguan, misalnya; dia tidak tahu apakah sudah membaca tasyahud atau belum, atau tidak tahu

apakah sudah sujud sekali atau sudah dua kali. Dan boleh jadi dia ragu tentang jumlah rakaat

yang dikerjakannya, misalnya; dia tidak tahu apakah sekarang sedang dalam rakaat ketiga atau

keempat.

Sekaitan dengan keraguan dalam salat, terdapat hukum-hukum secara khusus. Hanya saja,

menjelaskan semua masalah-masalahnya dalam buku ini tidak mungkin, namun kami akan

menjelaskan macam-macam keraguan dan hukumnya masing-masing secara ringkas.

Macam-macam Keraguan dalam Salat[326]

1. Keraguan dalam bagian–bagian salat:

a. Jika pelaku salat ragu tentang mengerjakan bagian dari salat, yakni tidak tahu apakah

sudah mengerjakan bagian tersebut ataukah belum, maka jika belum memulai bagian

selanjutnya—artinya, belum keluar dari bagian tersebut—maka dia harus mengerjakan

bagian tersebut. Akan tetapi, jika kera-guannya terjadi setelah memasuki bagian selanjutnya—

yakni sudah keluar dari bagian ter-sebut—maka dia tidak perlu memperdulikan

kera-guan semacam ini dan lanjutkan salat dan salatnya sah.

b. Jika dia ragu tentang sahnya bagian dari salat, yakni tidak tahu apakah bagian tertentu

darinya sudah dikerjakannya secara sah ataukah tidak, maka dalam kondisi ini dia tidak

perlu memperhatikan keraguan tersebut, yakni anggap saja bagian tertentu itu telah

dikerjakannya secara sah lalu lanjutkanlah salat dan salatnya sah.

2. Keraguan dalam rakaat salat:[327]

o Keraguan yang membatalkan salat:[328]

a. Jika terjadi keraguan tentang rakaat dalam salat yang dua rakaat seperti: salat Subuh

atau pada salat Maghrib, maka salatnya batal.

b. Ragu antara satu rakaat atau lebih, yakni apakah sudah mengerjakan satu rakaat atau

lebih, maka salatnya batal.

c. Jika dalam salat tidak tahu; berapa rakaatkah yang sudah dikerjakannya, maka

salatnya batal.

o Keraguan yang tidak perlu diperhatikan:[329]

a. Dalam salat sunah.

b. Dalam salat jamaah.

c. Setelah mengucapkan salam; jika seusai salat terjadi keraguan tentang rakaat atau

tentang bagian lain dari salat, tidak perlu mengulangi salatnya.

d. Setelah habis waktu salat; jika waktu salat sudah habis lalu ragu; apakah sudah

mengerjakan salat atau belum, maka tidak perlu mengerjakan salat.

o Keraguan pada salat empat rakaat (lihat tabel di halaman berikut ini![330] )

Salat Ihtiyath

1. Jika pelaku salat mengalami hal-hal yang mewajibkan salat ihtiyath seperti; ragu antara rakaat

3 atau 4, maka seusai mengucapkan salam—dengan tidak sampai merusak bentuk salat atau

melakukan hal-hal yangmembatalkan salat—hendaknya berdiri kemudian ber-takbirotul ihrom

untukmengerjakan salat ihtiyath tanpa azan dan iqomah.

o Perbedaan salat ihtiyath dengan salat lainnya:

a. Di dalamnya, niat tidak boleh diucapkan dengan kata-kata.

b. Dalamnya, tidak ada qunut dan surah selain Al-Fatihah, sekalipun salat ithtiyath itu

dua rakaat.

c. Berdasarkan ihtiyath wajib, Al-Fatihah harus dibaca pelan.[331]

2. Jika salat ihtiyath itu hanya satu rakaat, maka setelah sujud dua kali harus bertasyahud

kemudian mengu-capkan salam. Jika salat ihtiyath itu dua rakaat, maka pada rakaat pertama

tidak boleh bertasyahud dan membaca salam, akan tetapi lanjutkan dengan me-ngerjakan

rakaat kedua (tanpa takbirotul ihrom) dan di akhirnya bacalah tasyahud dan salam.[332]

* * *

Sujud Sahwi

1. Sekaitan dengan hal-hal yang mewajibkan sujud sahwi, misalnya jika dalam kondisi duduk,

pelaku salat ragu antara rakaat 4 atau 5, maka setelah membaca salam dia harus bersujud dan

membaca:

بسم الله و بالله اللهم صل علی محمد وآل محمد

Dan akan lebih utama bila membaca:

بسم الله و بالله السلام علیک ایها النبی و رحمه الله و برکاته [333]

Setelah itu, duduk lalu bersujud untuk kedua kali dengan membaca bacaan di atas, kemudian

duduk lagi dan membaca tasyahud lalu salam.[334]

2. Dalam sujud sahwi, tidak ada takbirotul ihrom.

Kesimpulan Pelajaran

1. Jika pelaku salat ragu tentang pelaksanaan bagian salat sementara dia belum masuk ke bagian

berikutnya, dia harus mengerjakan bagian yang diragukannya itu.

2. Jika dia ragu tentang bagian salat yang sudah dia lewati, maka tidak perlu memperhatikan

keraguan ini.

3. Jika dia ragu tentang sah atau tidaknya bagian dari salat, maka tidak perlu memperhatikan

keraguan ini.

4. Jika dia ragu tentang jumlah rakaat dalam salat dua rakaat atau tiga rakaat (seperti salat

Subuh dan salat Maghrib), maka salatnya batal.

5. Pada masalah-masalah di bawah ini tidak usah mem-perhatikan keraguan:

· Pada salat sunah.

· Pada salat jamaah.

· Setelah membaca salam.

· Setelah habisnya waktu salat.

6. Sekaitan dengan keraguan tentang jumlah rakaat salat yang tidak sampai membatalkan salat,

jika sisi yang lebih banyaknya tidak lebih dari empat, maka tetapkan saja jumlah rakaat pada

yang lebih banyak. Misalnya, ragu antara 3 atau 4, maka tetapkan saja 4.

7. Kegunaan salat ihtiyath ialah untuk menutupi keku-rangan yang mungkin terjadi pada salat.

Oleh karena itu, pada keraguan antara rakaat 3 atau 4, salat ihtiyath satu rakaat harus

dikerjakan. Juga pada keraguan antara rakaat 2 atau 4, salat ihtiyath dua rakaat harus dikerjakan.

8. Perbedaan antara salat ihtiyath dengan salat yang lain-nya adalah:

· Di dalamnya, niat tidak boleh diucapkan dengan kata-kata.

· Di dalamnya, tidak ada surah (selain Al-Fatihah) ataupun qunut.

· Surah Al-Fatihah harus dibaca secara pelan.

9. Sujud sahwi harus dilakukan segera setelah usai salat. Sujud ini terdiri dari dua sujud tanpa

takbirotul ihrom.

Pertanyaan:

1. Jika dalam keadaan membaca empat tasbih ragu; apakah sudah bertasyahud ataukah belum,

apa yang harus dilakukan?

2. Berikan 4 contoh keraguan pada bagian-bagian salat!

3. Jika terjadi keraguan tentang jumlah rakaat dalam salat Subuh atau salat Maghrib, apa yang

harus dilakukan?

4. Jika terjadi keraguan tentang jumlah rakaat dalam salat empat rakaat (seperti; salat Isya) pada

saat rukuk, yakni ragu dalam keadaan rukuk; apakah sekarang ini rakaat ketiga atau keempat,

maka apa yang harus dilakukan?

5. Orang yang pada jam empat sore ragu; apakah sudah mengerjakan salat Zuhur dan Asar

apakah belum, apa yang harus dia lakukan?

6. Orang yang ragu setelah membaca takbirotul ihrom; apakah sudah benar membacanya ataukah

tidak, apa yang harus dia lakukan?

7. Orang yang dalam keadaan berdiri ragu; apakah ini rakaat 4 atau 5, apa yang harus dia

lakukan?

8. Apakah kamu tahu, kenapa Al-Fatihah dalam salat ihtiyath harus dibaca pelan?

9. Apakah selama ini kamu pernah mengalami keraguan dalam salat? Jika demikian, jelaskan

apa yang kamu lakukan ketika itu!

10. Terangkan cara-cara sujud sahwi!

Pelajaran 25

SALATMUSAFIR

Bagi orang musafir (orang yang sedang bepergian), salat-salat empat rakaatnya harus dikerjakan

menjadi dua rakaat dengan syarat; jarak perjalanannya tidak kurang dari 8 farsakh, yaitu kira-kira

45 km (pulang-pergi, -peny.).[335]

Beberapa Masalah

1. Jika dari suatu tempat seperti tempat tinggal—yang salat di dalamnya yang harus dikerjakan

secara tamam (sempurna; 4 rakaat)[336] —seorang musafir pergi ke tempat tujuan dengan

menempuh jarak sekurang-kurangnya4 farsakh dan kembali lagi dengan juga menempuh

jarak yang sama (4 farsakh), maka salatnya dalam bepergian ini harus dilakukan secara qoshr,

yakni meringkas salat-salat empat rakaatnya menjadi dua rakaat saja.[337]

2. Seorang musafir sudah bisa meng-qoshr (meringkas) salatnya jika perjalanannya telah sampai

batas dimana dia tidak melihat[338] lagi dinding-dinding kota tempat tinggalnya dan tidak

mendengar[339] lagi suara azannya. Jika ingin mengerjakan salat sebelum batas ini, maka dia

harus mengerjakannya secara tamam (sempurna).[340]

3. Jika dia bepergian dari suatu daerah yang di situ tidak ada lagi rumah dan dindingdindingnya,[341]

maka ketika sampai di sebuah tempat yang—sekiranya ada dinding di daerah

itu, darinya dinding ini sudah tidak tampak, dia harus mengerjakan salatnya secara qoshr.[342]

4. Jika dia pergi ke suatu tempat yangmemiliki dua jalan; jarak jalan pertama kurang dari 45 km,

sedangkan jarak jalan kedua 45 km atau bahkan lebih, maka dia harus meng-qoshr salatnya

jika dia pergi dan menempuh jalan yang kedua, dan harus menyempurnakan salatnya jika

menempuh jalan pertama.[343]

Pada keadaan-keadaan di bawah ini, salat dalam bepergian harus dikerjakan secara tamam

(sempurna):

1. Sebelum mencapai 45 km, musafir melewati kota tempat tinggalnya, atau dia sampai di suatu

tempat dan ingin menetap di sana selama 10 hari.

2. Sejak awal, dia tidak berniat bepergian sejauh jarak 45 km, namun ternyata dia telah

menempuh jarak tersebut, seperti orang yangmencari sesuatu yang hilang.

3. Mengurungkan niat di tengah perjalanan. Yakni, sebe-lum mencapai jarak 4 farsakh (22,5 km),

dia membatalkan kepergiannya.

4. Orang yang pekerjaannya adalah bepergian, seperti ma-sinis, sopir bus antarkota, pilot dan

nakhoda kapal.

5. Orang yang hukum bepergiannya adalah haram, seperti bepergian yang dapat mengganggu

orang tua.[344]

Di tempat-tempat di bawah ini, salat harus dikerjakan secara tamam (sempurna):

1. Di tempat tinggal.

2. Di tempat yang dia tahu atau berniat mau tinggal se-lama 10 hari.

3. Di tempat yang setelah 30 hari dia dalam keadaan ragu untuk tinggal, yakni tidak menentu;

tetap tinggal atau pergi. Bila sampai 30 hari dia tinggal di sana dalam kondisi seperti ini dan

tidak pergi ke tempat lain, maka setelah 30 hari dia harus salat secara sempurna.[345]

Definisi Wathon (Tempat Tinggal)?

1. Wathon atau tempat tinggal adalah tempat yang dipilih oleh seseorang sebagai tempat tinggal,

baik dia lahir di sana di mana tempat itu adalah negeri orang tuanya, atau dia sendiri memilih

tempat tersebut sebagai tempat tinggalnya.[346]

2. Selama seseorang tidak berniat untuk tinggal selamanya di selain negerinya yang asli maka

tempat itu tidak ter-hitung sebagai wathon-nya.[347] .[348]

3. Jika berniat tinggal untuk masa tertentu di satu tempat yang bukan wathon aslinya kemudian

pergi ke tempat lain, maka tempat itu tidak terhitung sebagai negerinya, seperti pelajar yang

tinggal di satu kota untuk sekolah.[349]

4. Jika seseorang tanpa berniat untuk tinggal selamanya di satu tempat, tetapi dia begitu lama

tinggal di tempat tersebut sehingga masyarakat menganggapnya bahwa dia adalah warga

setempat, maka tempat itu dihukumi sebagai wathon-nya.[350]

5. Jika dia pergi ke satu tempat yang sebelumnya adalah wathon-nya, akan tetapi sekarang dia

sudah tidak men-jadikannya tempat itu sebagai wathon-nya, maka dia tidak boleh melakukan

salatnya secara tamam (sempur-na), walaupun dia belum memilih tempat lain sebagai wathon

dan tempat tinggal untuk dirinya.[351]

6. Seorang musafir yang kembali ke wathon-nya; ketika dia melihat[352] dinding-dindingnya dan

mendengar azan di sana, maka salatnya harus dikerjakan secara tamam (sempurna).[353]

Niat Sepuluh Hari

1. Seorang musafir yang berniat tinggal di satu tempat selama 10 hari; jika dia tinggal di sana

lebih dari 10 hari dan selama belum pergi ke tempat lain, maka salatnya harus tamam

(sempurna) dan tidak perlu niat lagi untuk tinggal selama 10 hari.[354]

2. Jika seorangmusafir membatalkan niat tinggal 10 hari:

a. Jika sebelum mengerjakan salat yang empat rakaat membatalkan niatnya, dia harus

mengqoshr salatnya.

b. Setelah mengerjakan satu salat yang empat rakaat dia membatalkan niatnya, maka selama

berada di tempat tersebut dia harus mengerjakan salat secara tamam (sempurna).[355]

Musafir yang Mengerjakan Salat secara Tamam

1. Jika dia tidak tahu bahwa musafir harus meng-qoshr salatnya, salat yang sudah dikerjakannya

adalah sah.[356]

2. Dia tahu hukum salat dalam bepergian, tetapi tidak tahu sebagian darinya (yakni, dari rincian

hu-kumnya) atau tidak tahu kalau dirinya sebagai musafir, maka salat yang sudah

dikerjakannya harus diulangi lagi.[357] .[358]

Masalah: seseorang harus mengerjakan salatnya secara sempurna. Akan tetapi jika dia meng-qoshr

salat, maka da-lam kondisi apapun salatnya batal.[359] .[360]

Kesimpulan Pelajaran

1. Seseorang dalam bepergian harus meng-qoshr salat yang empat rakaat (salatnya yang empat

rakaat harus dikerjakan dalam dua rakaat saja) dengan syarat; jarak bepergiannya tidak

kurang dari 45 km.

2. Dalam bepergian, seorang musafir bisa meng-qoshr salatnya jika sudah jauh sampai dia tidak

melihat lagi dinding-dinding kota tempat tinggalnya dan tidak lagimendengar azan di sana.

3. Jika dia pergi dari suatu tempat yang tidak memiliki dinding, maka dia harus mengandaikan

bahwa sekira-nya tempat tersebut memiliki dinding, maka sampai di daerah tertentu dinding

itu sudah tak terlihat lagi.

4. Pada beberapa hal di bawah ini, salat harus dikerjakan secara sempurna:

a. Bepergian di mana sebelum 45 km musafir sudah sampai di daerah tempat tinggalnya.

b. Musafir tidak berniat bepergian sejarak 45 km.

c. Pekerjaan musafir adalah bepergian.

d. Orang yang bepergiannya adalah haram.

5. Wathon (tempat tinggal) dan tempat yang di situ musafir berniat mukim selama sepuluh hari,

maka salatnya harus dikerjakan secara sempurna.

6. Wathon (tempat tinggal) adalah tempat yang dipilih oleh seseorang untuk tinggal dan

hidupnya.

7. Selama seseorang tidak berniat tinggal untuk selamanya di tempat yang bukan wathon-nya,

maka tempat itu tidak bisa dihitung sebagai wathon-nya.

8. Musafir yang kembali ke tempat tinggalnya, ketika sam-pai di daerah yang dari situ dia bisa

melihat dinding-dinding tempat tinggalnya dan mendengar azannya, maka dia harus

mengerjakan salatnya secara sempurna.

9. Seorang musafir tidak tahu hukum qoshr salat musafir sehingga dia mengerjakan salatnya

secara tamam (sem-purna), maka salatnya sah. Akan tetapi, jika dia tahu pokok masalahnya

(bahwa musafir harus meng-qoshr salat yang empat rakaat) hanya saja dia tidak tahu

rinciannya, lalu dia mengerjakan salatnya secara sem-purna, maka dia harus mengulangi salat

tersebut.

10. Seseorang wajib mengerjakan salat secara sempurna. Apabila dia mengerjakannya secara

qoshr, maka dalam kondisi apapun salatnya batal.

Pertanyaan:

1. Salat harian yang berapa rakaatkah yang harus diring-kas selama bepergian?

2. Seseorang dari tempat tinggalnya pergi ke kota bagian timur yang jaraknya 32 km lalu

kembali ke tempat tinggalnya, kemudian dia pergi lagi ke kota bagian barat yang jaraknya

dari desa pertama (bagian timur) adalah 50 km, kemudian kembali lagi ke tempat tinggalnya.

Apakah salatnya harus tamam atau qoshr di dua desa itu dan di tengah perjalanannya?

3. seorang pegawai atau tentara yang karena tugas mereka tinggal di suatu tempat selama

bertahun-tahun; apakah tempat itu termasuk tempat tinggalmereka?

4. Jelaskan tolok ukur suatu tempat itu menjadi tempat tinggal seseorang!

5. Seorang petani pulang dan pergi ke sawahnya setiap hari, dan jarak antara rumah dan sawah

adalah 3 farsakh, bagaimana hukum salatnya?

6. Seseorang dari desa pergi ke kota untuk bekerja. Ketika sedang dalam perjalanan kembali ke

desa, apakah dia harus mengerjakan salat secara tamam atau qasar?

7. apakah sah salat seorangmusafir yang lupa sehingga mengerjakan salatnya secara tamam?

Pelajaran 26

SALAT QODHO

Pada pelajaran 13 telah dijelaskan bahwa salat qodho adalah salat yang dikerjakan setelah habis

waktunya. Jelas bahwa setiap orang harus mengerjakan seluruh salat wajib pada waktunya, dan

jika tanpa uzur salatnya menjadi qodho, maka dia terhitung sebagai pendosa dan harus bertaubat

serta mengerjakan salat qodho.

1. Pada dua hal mengerjakan salat qodho adalah wajib:

a. Jika salat wajibnya tidak dikerjakan pada waktunya.

b. Setelah lewat waktunya dia paham, bahwa salatnya tadi batal.[361]

2. Seseorang yang memiliki salat qodho tidak boleh mere-mehkannya, akan tetapi tidak wajib

untuk bersegera mengerjakannya.[362]

3. Macam-macam kondisi seseorang sekaitan dengan salat qodho:

a. Dia yakin bahwa dirinya tidak punya tanggungan salat qodho, maka tidak ada kewajiban

atas dirinya.

b. Dia ragu; apakah punya tanggungan salat qodho atau tidak, maka tidak ada kewajiban atas

dirinya.

c. Dia menduga ‘mungkin’ dirinya punya tanggungan salat qodho, maka sunah mengerjakan

salat qodho.

d. Dia yakin punya tanggungan salat qodho, akan tetapi tidak tahu berapa jumlahnya,

misalnya tidak tahu apakah 4 atau 5; jika dia mengerjakan 4 (yang lebih sedikit) maka itu

sudah cukup baginya.

e. Dia tahu jumlah salat qodho tetapi lupa, maka jika dia mengerjakan jumlah yang lebih

sedikit, ini sudah cukup baginya.

f. Dia tahu jumlah salat qodho-nya, maka dia harus me-ngerjakan sesuai jumlah tersebut.[363]

4. Meng-qodho salat harian tidak harus[364] dikerjakan secara tertib, misalnya jika seseorang pada

hari ini tidak salat Asar lalu besoknya tidak salat Zuhur, dia tidak harus meng-qodho salat

Asar terlebih dahulu kemudian meng-qodho salat Zuhur.[365]

5. Salat qodho bisa dikerjakan secara berjamaah, baik salat imam jamaah itu salat qodho ataupun

salat ada’an (salat pada waktunya), dan tidak harus makmum dan imam mengerjakan salat

yang sama. Misalnya, jika makmum mengerjakan salat qodho Subuh secara berjamaah dengan

imam yang sedangmengerjakan salat Zuhur atau salat Asar, maka tidak ada masalah.[366]

6. Jika seorang musafir—yang wajib meng-qoshr salat—ternyata salat Zuhur, atau Asar, atau

Isyanya menjadi salat qodho, maka dia harus mengerjakan salat qodho-nya itu secara qoshr

(ringkas; menjadi dua rakaat), walaupun dia ingin mengerjakan salat qodho-nya pada saat

tidak sedang bepergian.[367]

7. Dalam bepergian, seorang musafir tidak boleh berpuasa, sekalipun puasa qodho, akan tetapi

dia bisa mengerjakan salat qodho.[368]

8. Jika dalam bepergian dia ingin mengerjakan salat-salat qodho yang tamam/bukan qoshr, maka

salat qodho Zuhur, Asar dan Isyanya harus dikerjakan juga secara tamam (sempurna), yakni 4

rakaat.[369]

9. Salat qodho bisa dikerjakan sewaktu-waktu. Misalnya, sa-lat qodho Subuh bisa dikerjakan pada

siang atau malam hari.[370]

Salat Qodho Ayah

1. Selama seseorang masih hidup, orang lain tidak boleh mengerjakan salat qodho-nya, sekalipun

dia tidakmam-pu mengerjakan salat.[371]

2. Setelah ayah wafat, anak laki-laki terbesar wajib menger-jakan salat qodho dan puasa qodho

ayahnya. Dan berda-sarkan ihtiyath mustahab[372] , anak laki-laki terbesar itu juga hendaknya

mengerjakan salat qodho dan puasa qodho ibunya yang sudah meninggal.[373]

3. Macam-macam kondisi anak laki-laki terbesar sekaitan dengan salat qodho ayahnya:

· Dia tahu bahwa ayahnya punya salat qodho:

a. Dia tahu berapa jumlahnya: maka dia wajib mengerjakan salat qodhonya sejumlah itu.

b. Dia tidak tahu berapa jumlahnya: jika dia me-ngerjakan jumlah yang lebih sedikit, ini

sudah cukup.

c. Dia ragu apakah ayahnya telah mengerjakan salat qodhonya sendiri atau belum: maka

ber-dasarkan ihtiyath wajib dia harus mengerjakan salat qodho ayahnya.[374]

· Dia ragu apakah ayahnya punya salat qodho atau tidak: maka tidak ada kewajiban mengqodho

salat tersebut atas dirinya.[375]

4. Jika anak laki-laki hendak mengerjakan salat qodho ayah atau ibunya, maka dia harus

mengerjakan sesuai dengan tugasnya. Misalnya, salat qodho Subuh, Maghrib dan Isya harus

dikerjakan dengan suara keras.[376]

5. Jika sebelum anak laki-laki terbesar meninggal sebelum dia sempat mengerjakan salat qodho

dan puasa qodho ayahnya, maka tidak ada kewajiban meng-qodho ke atas adik laki-laki

terbesarnya.[377] .   [378]

Kesimpulan Pelajaran

1. Mengerjakan salat-salat qodho yang belum dikerjakan dan salat-salat yang tidak sah adalah

wajib.

2. Jika tidak tahu; apakah punya salat qodho atau tidak, maka tidak ada kewajiban meng-qodho

atas dirinya.

3. Jika dia tahu bahwa dia punya tanggungan salat qodho, hanya saja dia tidak tahu berapa

jumlahnya; jika dia mengerjakannya menurut jumlah yang dia bisa dia pas-tikan bahwa itu

tidak kurang dari jumlah sebenarnya, maka sudah cukup.

4. Salat qodho bisa dikerjakan secara berjamaah.

5. Salat qodho bisa dikerjakan sewaktu-waktu, baik malam atau siang, dalam bepergian atau

tidak.

6. Setelah wafatnya ayah, wajib atas anak laki-laki terbesar agar mengerjakan salat qodho dan

puasa qodho ayahnya.

7. Jika anak laki-laki terbesar tidak tahu apakah ayahnya punya tanggungan salat qodho atau

tidak, maka tidak ada kewajiban meng-qodho atas dirinya.

8. Jika seorang ayah tidak punya anak laki-laki, atau anak laki-laki terbesarnya wafat sebelum

mengerjakan salat dan puasa qodho ayahnya, maka tidak ada kewajiban meng-qodho ke atas

yang lain.

Pertanyaan:

1. Apa perbedaan antara salat ada’an dan salat qodho?

2. Apa tugas orang yang tahu bahwa dia punya tang-gungan salat qodho, akan tetapi dia tidak

tahu berapa jumlahnya?

3. Jika setelah mengerjakan salat zuhur dan asar, ingin mengerjakan salat qodho subuh apakah

bacaannya harus di baca keras atau pelan?

4. Apa tugas seorang anak lelaki yang tidak tahu; apakah ayahnya punya tanggungan salat qodho

atau tidak, sementara dulu ayahnya tidakmengatakan apa-apa?

Pelajaran 27

SALAT JAMAAH(1)

Dari sekian banyak masalah yang mendapatkan perhatian khusus dalam Islam ialah persatuan umat. Dalam rangka menjaga dan membina persatuan ini, Islam memiliki prog-ram-program

khusus, di antaranya salat Jamaah.

Dalam salat jamaah, salah satu dari para pelaku salat yangmemiliki kriteria dan syarat khusus berdiri di depan dan yang lainnya berbaris secara teratur di belakangnya untuk mengerjakan salat secara bersama-sama. Orang yang berdiri di depan disebut sebagai imam jamaah, sedangkan orang yang berbaris di belakangnya untukmengikuti salat disebut sebagai makmum.

Pentingnya Salat Jamaah

Dalam hadis-hadis, banyak sekali ditekankan pahala salat Jamaah secara detil. Dan pada sebagian dari masalah fikih, kita akan mendapatkan pentingnya ibadah ini, dan pada pelajaran inilah kita

akan mempelajari sebagian darinya. Yaitu:

1. Sunah mengerjakan salat secara berjamaah, khususnya bagi tetangga masjid.[379]

2. Seseorang disunahkan untuk bersabar sehingga menger-jakan salatnya secara berjamaah.

3. Salat Jamaah—sekalipun tidak dikerjakan di awal waktu –lebih baik daripada salat di awal waktu yang diker-jakan sendirian.

4. Salat Jamaah yang dikerjakan secara singkat lebih baik daripada salat sendirian yang dikerjakan secara lama.[380]

5. Tidak seyogianya seseorang meninggalkan salat Jamaah tanpa uzur.

6. Tidak hadir dalam salat Jamaah lantaran acuh tak acuh tidaklah diperbolehkan.[381]

Syarat-syarat Salat Jamaah

1. Makmum tidak boleh berdiri lebih depan dari imam jamaah, dan menurut ihtiyath wajib,

makmum berdiri lebih belakang dari imam.

2. Tempat salat imam jamaah tidak boleh lebih tinggi dari tempat salat makmum.

3. Tidak boleh ada jarak yang besar antara imam dengan makmum dan antara barisan-barisan

(shoff) makmum.

4. Tidak boleh ada pemisah antara imam jamaah dan makmum, begitu juga antara barisanbarisan

(shoff), seperti dinding atau tabir. Akan tetapi, adanya tabir pemisah antara barisan

laki-laki dan barisan perempuan tidak apa-apa.[382]

Imam salat jamaah harus adil, baligh dan bisa

mengerjakan salat dengan benar.[383]

Mengikuti Imam Salat Jamaah

Mengikuti imam untuk salat Jamaah bisa dilakukan dalam setiap rakaat,[384] itu pun hanya pada saat

bacaan (Al-Fatihah dan surah) dan rukuk. Oleh karena itu, jika imam sudah selesai rukuk,

hendaknya makmum menunggu sampai imam memulai rakaat berikutnya kemudian barulah dia

bergabung dan mengikutinya. Dan, jika dia berjamaah pada saat imam dalam keadaan rukuk,

maka ini sudah terhitung satu rakaat.

Beberapa Kondisi Makmum untuk Berjamaah

1. Berjamaah pada Rakaat Pertama

a. Pada saat bacaan: makmum tidak boleh membaca Al-Fatihah dan surah, namun dia harus

mengerjakan amalan-amalan salat lainnya bersama imam jamaah.

b. Pada saat rukuk: makmum mengerjakan rukuk dan amalan lainnya bersama imam

jamaah.[385]

2. Berjamaah pada Rakaat Kedua

a. Pada saat bacaan: makmum tidak membaca Al-Fatihah dan surah, akan tetapi

mengerjakan qunut, rukuk dan sujud bersama imam jamaah. Dan, pada saat imam jamaah

membaca tasyahud, berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya makmum duduk dalam kondisi

jongkok[386] , lalu jika salatnya jenis dua rakaat (misalnya salat Subuh) maka rakaatnya yang

kedua dilakukan sendirian dan menyelesaikannya, dan jika salatnya jenis tiga (salat

Maghrib) atau empat rakaat; dimana makmum mengerjakan rakaat kedua semen-tara

imam jamaah mengerjakan rakaat ketiga, maka makmum harus membaca Al-Fatihah dan

surah sekalipun imam sedangmembaca Empat Tasbih.

Dan tatkala imam jamaah telah menyelesaikan rakaat ketiga dan berdiri untuk rakaat

keempat, hen-daknya makmum—setelah melakukan dua sujud—membaca tasyahud

kemudian berdiri untuk menger-jakan rakaat ketiga. Dan manakala imam jamaah sedang

menyelesaikan rakaat terakhir dengan mem-baca tasyahud dan salam, makmum harus

berdiri untuk satu rakaat lagi secara sendirian.[387]

b. Pada saat rukuk: makmum melakukan rukuk ber-sama imam lalu melanjutkan salat

sebagaimana penjelasan di atas ini (2.a.).

3. Berjamaah pada Rakaat Ketiga

a. Pada saat bacaan: jika makmum tahu bahwa dia punya waktu cukup untuk membaca Al-

Fatihah dan surah lain atau Al-Fatihah saja, maka dia bisa mengikuti imam jamaah dan

harus membaca Al-Fatihah dan surah lainnya atau surah Al-Fatihah saja. Jika dia tahu

bahwa waktunya tidak cukup, maka berdasarkan ihtiyath wajib hendaknya bersabar

sampai imam melakukan rukuk kemudian barulah dia berjamaah dan mengikuti imam

jamaah.

b. Pada saat rukuk: jika makmum mengikuti imam pada saat imam dalam keadaan rukuk,

maka mak-mum harus melakukan rukuk bersama imam dan gugurlah pembacaan Al-

Fatihah dan surah lainnya untuk rakaat ini, dan makmum melanjutkan salat-nya

sebagaimana telah dijelaskan (2.b.).[388]

4. Berjamaah pada Rakaat Keempat

a. Pada saat bacaan: hukumnya sama dengan ber-jamaah pada rakaat ketiga (3.a.). Dan

ketika imam jamaah—pada rakaat terakhir—duduk untuk mem-baca tasyahud dan salam,

makmum bisa berdiri dan melanjutkan salatnya sendirian atau tetap duduk dalam kondisi

jongkok sampai imam menyelesaikan bacaan tasyahud dan salam lantas dia (makmum)

berdiri.

b. Pada saat rukuk: makmum melakukan rukuk dan dua sujud bersama imam jamaah—

dimana ketika ini, imam pada rakaat keempat dan makmum pada rakaat pertama—lalu

makmum melanjutkan salat-nya sendirian sebagaimana telah dijelaskan (4.a.).[389]

Kesimpulan Pelajaran

1. Mengerjakan salat wajib secara berjamaah—khususnya salat harian—adalah sunah.

2. Salat Jamaah lebih utama daripada salat sendirian yang dikerjakan di awal waktu.

3. Salat Jamaah lebih utama daripada salat sendirian yang dikerjakan secara lama.

4. Tidak hadir dalam salat Jamaah karena acuh tak acuh tidaklah diperbolehkan.

5. Tidak baikmeninggalkan salat Jamaah tanpa uzur.

6. Imam jamaah harus adil, baligh dan bisa mengerjakan salat dengan benar.

7. Makmum tidak boleh berdiri lebih depan dari imam jamaah, begitu juga imam tidak boleh

berdiri lebih ting-gi tempatnya darimakmum.

8. Jarak antara imam dengan makmum dan jarak antara barisan-barisan tidak boleh jauh (kirakira

satu meter).

9. Mengikuti salat Jamaah pada setiap rakaat hanya boleh pada saat bacaan dan rukuk. Oleh

karena itu, jika mak-mum mulai berjamaah setelah imam jamaah rukuk, maka dia harus

memulai berjamaah pada rakaat beri-kutnya.

Pertanyaan:

1. Jelaskan kalimat ini, “Tidak boleh meninggalkan salat berjamaah karena acuh tak acuh”!

2. Dalam keadaan bagaimanakah bisa membaca tasyahud empat kali pada salat yang empat

rakaat?

3. Kewajiban salat yang manakah makmum tidak boleh melakukannya?

4. Apabila kamu berjamaah pada saat imam sedang mela-kukan rukuk rakaat kedua, bagaimana

kamu mengerja-kan kelanjutan salatmu?

5. Apa yang dimaksudkan dari keadilan? Jelaskan!