BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula0%

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Muhammad Husein Falah Zadeh
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 14872
Download: 3000

Komentar:

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 50 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 14872 / Download: 3000
Ukuran Ukuran Ukuran
BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

BELAJAR FIKIH Untuk Tingkat Pemula

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

Pelajaran 37

AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNKAR[534]

Setiap orang bertanggung jawab atas setiap perbuatan buruk yang dilakukan dan perbuatan baik

atau wajib yang ditinggalkan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, tidak boleh diam atau

masabodoh jika suatu perbuatan wajib ditinggalkan dan perbuatan haram dikerjakan. Semua

lapi-san masyarakat harus berusaha mengamalkan yang wajib dan mencegah yang haram. Inilah

yang disebut dengan amar makruf dan nahi munkar.

Pentingnya Amar Makruf dan Nahi Munkar

Pada sebagian hadis imam maksum a.s. dikatakan bahwa:

· Amar makruf dan nahimunkar termasuk kewajiban yang paling penting dan mulia.

· Kewajiban-kewajiban agama tetap kokoh karena ter-laksananya amar makruf dan nahi

munkar.

· Amar makruf dan nahi munkar termasuk ajaran agama yang tegas dan jelas. Dan barang

siapa yang mengingkarinya adalah kafir.

· Jika masyarakat meninggalkan amar makruf dan nahi munkar maka akan hilang

keberkahan hidup dan doa-doa tidak dikabulkan.

Definisi Makruf dan Munkar

Dalam hukum agama, seluruh kewajiban dan sunah disebut dengan makruf, dan seluruh yang

haram dan makruh disebut dengan munkar. Karenanya, mengajak masyarakat untuk

melaksanakan kewajiban dan sunah adalah amar makruf, dan mencegah mereka dari pekerjaan

haram dan makruh adalah nahi munkar.

Amar makruf dan nahi munkar adalah wajib kifayah, yakni kewajiban semua masyarakat yang

apabila salah satu dari mereka telah melakukannya secara baik dan cukup, maka kewajiban ini

gugur dari yang lain. Akan tetapi, jika semua orang meninggalkan dan tidak melakukan amar

makruf dan nahi munkar, sedangkan syarat-syaratnya telah terpenuhi, maka mereka semua

dihukumi telah mening-galkan kewajiban.[535]

Syarat-syarat Amar Makruf dan Nahi Munkar

Amar makruf dan nahi munkar itu wajib jika syarat-syaratnya terpenuhi, dan tentunya ia tidak

wajib jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi.

Syarat-syarat amar makruf dan nahimunkar ialah:

1. Pelaku amar makruf dan nahi munkar tahu bahwa apa yang dilakukan oleh orang lain adalah

perkara haram dan apa yang ditinggalkannya adalah perkara wajib. Oleh karenanya,

seseorang yang tidak tahu; apakah yang dilakukan orang lain itu perkara haram atau perkara

wajib, dia tidak wajib mencegahnya.

2. Dia melihat adanya kemungkinan amar makruf dan nahi munkarnya akan berpengaruh.

Namun, jika dia ragu demikian, atau tahu bahwa itu tidak ada penga-ruhnya, maka dia tidak

wajib beramar makruf dan nahimunkar.

3. Pelaku maksiat/munkar bersikeras dalam berbuat mak-siat. Oleh karena itu, jika diketahui

bahwa dia mening-galkan maksiatnya dan tidak mengulangi atau tidak berhasil untuk

mengulanginya, maka amar makruf dan nahi munkar terhadapnya tidaklah wajib.

4. Amar makruf dan nahi munkar tidak membahayakan secara serius jiwa, martabat dan harta

pelakunya, keluarga, dan teman-temannya, maupun orang-orang Mukmin yang lain.[536]

Tahap-tahap Amar Makruf dan Nahi Munkar

Terdapat tahap-tahap dalam beramar makruf dan nahi munkar. Jika dengan melakukan tahap

yang paling rendah sudah dapat mencapai tujuan amar makruf dan nahi munkar, maka tidak

boleh melakukan tahap berikutnya. Tahap-tahap itu adalah:

Tahap Pertama: yaitu melakukan sesuatu sehingga pemaksiat (peninggal kewajiban ataupun

pelaku maksiat) mengerti bahwa karena maksiatnya itu orang lain bersikap demikian, misalnya

memalingkan wajah, bermuka masam di hadapannya atau tidak berbicara dengannya.

Tahap Kedua: yaitu beramar makruf dan nahi munkar dengan ucapan,[537] yakni mengajak

peninggal kewajiban untuk mengerjakannya dan mengajak pelaku maksiat untuk

meninggalkannya.

Tahap Ketiga: Menggunakan kekerasan, yaitu dengan melakukan pemukulan terhadap

pelaku maksiat dan peninggal kewajiban dalam rangka melaksanakan amar makruf dan nahi

munkar.[538]

Hukum-hukum Amar Makruf dan Nahi Munkar

1. Belajar syarat-syarat amar makruf dan nahi munkar dan masalah-masalah yang terkait

dengannya adalah wajib supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memerintahkan yang makruf

dan melarang yang munkar.[539]

2. Jika tahu bahwa amar makruf dan nahi munkar tidak akan berpengaruh tanpa disertai

permohonan dan nasihat, maka wajib disertai permohonan dan nasihat. Jika tahu bahwa

permohonan dan nasihat saja—tanpa amar makruf dan nahi munkar—sudah berpengaruh,

maka wajib melakukan demikian saja.[540]

3. Jika tahu atau memperkirakan bahwa dengan berulang kali, amar makruf dan nahi

munkarnya akan berpe-ngaruh, maka wajib melakukannya dengan berulang kali.[541]

4. Maksud dari bersikeras dalam berbuat dosa tidak berarti berbuat maksiat secara terus

menerus, tetapi melakukan maksiat tersebut walaupun hanya untuk kali kedua. Oleh

karenanya, jika sekalimeninggalkan salat dan ada rencana untukmeninggalkannya lagi, maka

beramar makruf dan nahimunkar di sini adalah wajib.[542]

5. Dalam beramar makruf dan nahi munkar, tidak boleh melukai, mencederai dan membunuh

pemaksiat tanpa izin hakim syar’i, kecuali jika kemunkarannya betul-betul serius seperti;

pemaksiat hendak membunuh orang yang tak berdosa dan tidak bisa dicegah kecuali dengan

melukainya.[543] .[544]

Kearifan Amar Makruf dan Nahi Munkar

Orang yangmelakukan amar makruf dan nahi munkar sebaiknya:

1. Layaknya seorang dokter yang baik dan seorang ayah yang penyayang.

2. Berniat ikhlas dan hanya karena Allah beramar makruf dan nahi munkar dan bukan karena

sombong.

3. Tidak menganggap dirinya seolah paling suci, karena betapa banyak orang hari ini berbuat

kesalahan sifat yang mulia yang membuatnya pantas disayangi oleh Allah Swt., walaupun

kesalahannya hari ini tidaklah terpuji dan dibenci oleh-Nya.[545]

Kesimpulan Pelajaran

1. Makruf adalah perkara-perkara wajib dan sunah, dan munkar adalah perkara-perkara haram

dan makruh.

2. Amar makruf dan nahimunkar adalah wajib kifayah.

3. Syarat-syarat amar makruf dan nahimunkar yaitu:

a. Pelaku amar makruf dan nahi munkar tahu mana yang makruf dan mana yangmunkar.

b. Melihat kemungkinan akan adanya pengaruh dalam amar makruf dan nahi munkarnya.

c. Pemaksiat berniat keras mengulangi maksiatnya.

d. Perintah dan larangan tidak berdampak negatif.

4. Tahap-tahap amar makruf dan nahi munkar adalah sebagai berikut:

a. Tidak berteman dan berinteraksi dengan pemaksiat.

b. Memerintah atau melarang dengan ucapan.

c. Melakukan pemukulan terhadap pemaksiat.

5. Belajar syarat-syarat amar makruf dan nahi munkar serta tahap-tahap dan masalah-masalah

yang terkait dengannya adalah wajib.

6. Jika pengulangan perintah atau larangan dalam beramar makruf dan nahi munkar diperlukan

maka pengulangan wajib dilakukan.

7. Tidak boleh melukai dan membunuh pendosa tanpa izin pemimpin syar’i kecuali

kemunkarannya termasuk per-kara yang betul-betul serius.

Pertanyaan:

1. Berikan lima contoh dari perkara yangmakruf dan lima contoh dari perkara yangmunkar!.

2. Dalam kondisi apa saja amar makruf dan nahi munkar tidak wajib?

3. Jika seseorang sedang mendengarkan musik, dan kita tidak tahu musik itu haram atau tidak,

apakah wajib melarangnya atau tidak?

4. Jika melihat seseorang sedang salat dengan pakaian najis apakah wajib memberitahukan

kepadanya? Mengapa?

5. Bolehkah membeli sesuatu dari toko yang pemiliknya meninggalkan salat?

6. Dalam kondisi apakah boleh mencederai pemaksiat? Berikan dua contoh!

Pelajaran 38

JIHAD DAN PERTAHANAN

Dengan munculnya Islam, seluruh ajaran dan agama menjadi gugur dan tidak diterima. Seluruh

umat manusia harus siap menerima ajaran-ajaran Islam sekalipun mereka punya kebebasan

dalam penelitian dan penerimaan yang berkesadaran.

Pada tahap awal, Nabi Muhammad saw. dan para penggantinya menjelaskan ajaran-ajaran

Islam demi kesela-matan manusia dan menyerukan mereka agar meneri-manya. Sebaliknya,

orang-orang yang menentang ajaran Islam akan dibalas dengan siksa ilahi dan ancaman kaum

Muslimin. Usaha untuk memajukan Islam dan menghadapi para penentang ajarannya adalah

jihad.

Tentunya, jihad dalam strategi Islam memiliki bentuk-bentuk dan taktik-taktik tertentu yang

hanya dilakukan oleh Nabi Saw. dan para penggantinya sebagai manusia-manusia yang

terlindungi dari kekeliruan. Maka itu, jihad meru-pakan perkara yang secara khusus berlaku pada

masa hidup-hadir mereka yang maksum itu. Adapun pada masa kita sekarang ini—yaitu masa

kegaiban dan ketakhadiran imam maksum—jihad tidaklah wajib.

Namun, ada kewajiban lain untuk melawan musuh Islam yang disebut dengan difa’, yaitu

pertahanan dan mempertahankan diri, dan ini merupakan hak penuh seluruh kaum Muslimin;

yang di manapun dan kapanpun mereka berada—demi menjaga jiwa dan agama mereka—harus

melakukan perlawanan terhadap musuh-musuh yang menyerang diri mereka atau

membahayakan agama mereka. Nah, dalam pelajaran ini, kita akan mengenal macam-macam dan

hukum-hukum kewajiban ilahi ini, yakni pertahanan (difa’).

Macam-macam Pertahanan

1. Mempertahankan agama Islam dan negara Islam.

2. Mempertahankan jiwa dan hak-hak pribadi.[546]

Mempertahankan Islam dan Negara Islam

Wajib atas kaum Muslimin untuk melakukan pertahanan di hadapan berbagai serangan musuh

dan menggagalkan ren-cana buruk mereka, yaitu apabila:

1. Musuh Islam menyerang negara-negara Islam.

2. Musuh berencana menguasai sumber-sumber ekonomi dan militer kaum Muslimin.

3. Musuh berencana menguasai kekuatan politik negara-negara Islam.

Mempertahankan Jiwa dan Hak-hak Pribadi

1. Jiwa dan harta kaum Muslimin kehormatan yang harus dijaga. Maka, jika seseorang

melakukan penyerangan terhadap orang lain atau keluarganya seperti; anak, ayah, ibu dan

saudara, maka orang ini wajib melakukan pertahanan dan perlawanan terhadapnya,

sekalipun berakhir pada tewasnya orang yangmenyerang itu.[547]

2. Jika ada pencuri dan menyerang dalam rangka mencuri harta, maka pemilik harta wajib

melakukan pertahanan dan perlawanan terhadapnya.[548]

3. Jika seseorang menengok rumah lain untuk melihat orang yang bukan muhrim di dalamnya,

maka wajib untukmelarangnya sekalipun dengan pukulan.[549]

Kesimpulan Pelajaran

1. Jihad dan perang dalam rangka memperjuangkan kemajuan Islam dan memperluas negeri

Islam berlaku secara khusus khusus pada zaman imam maksum a.s.

2. Pertahanan dan perlawanan pada setiap masa adalah wajib, dan tidak khusus pada masa

imam maksum a.s.

3. Ada dua macam pertahanan:

a. Pertahanan demi Islam dan negara Islam.

b. Pertahanan demi jiwa dan hak-hak pribadi.

4. Jika musuh menyerang negara Islam atau punya rencana menyerang, maka seluruh kaum

muslimin wajib untuk melakukan pertahanan dan perlawanan.

5. Jika seseorang menyerang orang lain atau keluarganya, maka orang ini harus melakukan

pertahanan dan perlawanan terhadap serangan orang penyerang.

6. Mempertahankan harta juga merupakan kewajiban.

7. Jika seseorang mengamati rumah orang lain untuk melihat orang yang bukan muhrimnya,

maka wajib melarangnya dari perbuatan tersebut.

Pertanyaan:

1. Jelaskan perbedaan antara jihad dan pertahanan!

2. Sebutkan macam-macam pertahanan dan bawakan con-tohnya masing-masing!

3. Dalam kondisi bagaimanakah melawan pencuri itu hu-kumnya wajib?

Pelajaran 39

JUAL BELI

Macam-macam Jual Beli

1. Wajib

2. Haram

3. Sunah

4. Makruh

5. Mubah

Jual Beli Wajib

Nganggur dan malas-malasan sangat dicela dalam Islam, sementara usaha mencari nafkah adalah

wajib. Orang yang tidak bisa mendapatkan nafkah hidupnya kecuali dengan berjual beli—yakni,

dia tidak punya cara lain kecuali dengan jalan berjual beli—maka dia wajib berjual beli guna

memperoleh nafkah hidup dan tidakmenjadi beban hidup orang lain.[550]

Jual Beli Sunah

Jual beli untuk menambah kecukupan keluarga dan untuk membagikan keuntungan kepada

kaum Muslimin adalah sunah. Misalnya, seorang petani yang bertani untuk men-dapatkan hasil,

akan tetapi pada waktu-waktu senggang dia melakukan jual beli agar dapat membantu orang

miskin, maka dia akan mendapatkan pahala.[551]

Jual Beli Haram

1. Jual beli barang najis seperti bangkai.

2. Jual beli barang yang kegunaan pada umumnya adalah haram seperti alat-alat judi.

3. Jual beli barang hasil dari perjudian dan pencurian.

4. Jual beli kitab-kitab yangmenyesatkan.

5. Jual beli dengan logam (alat tukar) yang tak berlaku lagi.

6. Menjual sesuatu kepada musuh-musuh Islam yang dapat menambah kekuatan mereka dalam

memusuhi kaum Muslimin.

7. Menjual senjata kepada musuh-musuh Islam sehingga dapat menambah kekuatan mereka

dalam memusuhi kaum Muslimin.[552] .[553]

Selain di atas ini, jual beli haram juga terdapat pada perkara-perkara yang kini tidak lagi dialami

oleh orang.

Jual Beli Makruh

1.Berjual beli dengan orang yang berperangai buruk.

2. Berjual beli di antara azan subuh dan terbitnya matahari.

3. Menjualbelikan barang yang hendak dibeli orang lain.[554]

Kearifan Jual Beli

· Sunah

1. Tidakmenawarkan harga yang berbeda kepada para pembeli.

2. Tidakmempersulit penawaran harga barang.

3. Apabila salah satu pihak transaksi menyesal dan ingin membatalkan transaksi, hendaknya

pihak lain menerimanya.[555]

· Makruh

1. Memuji-muji barang.

2. Menjelek-jelekkan pembeli.

3. Bersumpah benar dalam transaksi, adapun sumpah palsu tentu saja haram.

4. Lebih dahulu masuk pasar daripada yang lain untuk bertransaksi, dan lebih lambat keluar

dari pasar.

5. Menimbang atau mengukur barang, sementara dia tidak begitu tahu cara menimbang dan

mengukur.

6. Menawar harga setelah transaksi dilakukan.[556]

Hukum-hukum Jual Beli

1. Haram menjual dan menyewakan rumah atau barang lainnya untuk kegunaan yang haram.[557]

2. Haram berjual beli, menyimpan, menulis, membaca dan mengajarkan buku-buku yang

menyesatkan[558] , kecuali untuk tujuan yang benar, misalnya untuk mengoreksi kesalahankesalahannya.[559]

3. Haram mencampur barang yang ditawarkan dengan barang yang tidak berharga atau barang

yang harganya lebih rendah. Misalnya, meletakkan buah yang jelek di bagian bawah kotak

dan menata buah yang bagus di bagian atasnya, lalu menawarkannya sebagai buah-buahan

yang bagus. Atau mencampur susu dengan air lalu menjualnya.[560]

4. Barang wakaf tidak bisa dijual kecuali dalam kondisi rusak dan tidak dapat dipergunakan

lagi, seperti karpet masjid yang sudah rusak dan tidak bisa dipakai lagi.[561] .[562]

5. Jual beli rumah atau barang yang sedang disewakan kepada seseorang tidak apa-apa, akan

tetapi selama masih disewakan, hak penggunaannya berada di tangan orang yangmenyewa.[563]

6. Dalam transaksi, ciri-ciri barang yang diperjualbelikan harus diketahui secara jelas. Akan

tetapi, tidak perlu membicarakan ciri-ciri yang—baik dibicarakan ataupun tidak—tidak akan

mempengaruhi kecenderungan dan minat orang lain pada barang tersebut.[564]

7. Jual beli barang sejenis yang dijualbelikan dengan tim-bangan atau takaran yang tidak sama

(yakni yang satu lebih banyak dari yang lain) adalah riba dan hukumnya haram. Misalnya,

menjual gandum seberat satu ton dengan gandum seberat satu ton 200 kg. Begitu juga

meminjamkan barang atau uang kepada seseorang lalu setelah beberapa lama mengambil kembali dengan jumlah yang lebih banyak, misalnya menghutangi Rp. 10.000 dan setahun

kemudian mengambil kembali Rp. 12.000 dari pengutang.[565]

Membatalkan Transaksi Jual Beli

Pada beberapa keadaan, penjual atau pembeli bisa memba-talkan transaksinya, di antaranya:

1. Jika pihak pembeli atau pihak penjual tertipu.

2. Dalam transaksi mereka sepakat bahwa sampai waktu tertentu kedua pihak atau salah

satunya dapat mem-batalkan transaksi, misalnya ketika bertransaksi mereka menyatakan

bahwa pihakmana saja yang menyesal bisa mengembalikan barangnya dalam tiga hari.

3. Barang yang dibeli dalam keadaan cacat dan baru dike-tahui setelah dilakukannya transaksi.

4. Penjual menyebutkan ciri-ciri barangnya kemudian diketahui bahwa ciri-cirinya itu tidaklah

demikian, misalnya dia mengatakan bahwa buku ini setebal 200 halaman, tetapi kemudian

diketahui dan ternyata ku-rang dari itu.[566]

5. Jika kecacatan barang baru diketahui setelah dilakukan-nya transaksi dan tidak langsung

membatalkannya, maka setelah itu tidak ada hak untuk membatalkan transaksi tersebut.[567] .[568]

Kesimpulan Pelajaran

1. Jika memperoleh nafkah hidup tidak dapat dilakukan kecuali hanya dengan cara berjual beli,

maka hukum jual beli di sini adalah wajib.

2. Pada beberapa hal berikut ini, hukum jual beli adalah haram:

a. Jual beli barang najis seperti bangkai.

b. Jual beli kitab-kitab yang menyesatkan.

c. Menjual sesuatu kepada musuh-musuh Islam yang membuat mereka menjadi lebih kuat.

d. Menjual senjata kepada musuh-musuh Islam.

3. Pada sebagian hal, hukum jual beli adalah sunah, dan pada beberapa perkara, hukumnya

makruh.

4. Sunah agar penjual tidak membedakan harga kepada semua pembeli, dan tidak mempersulit

dalam menawar-kan harga, juga hendaknya menerima jika pembeli ingin membatalkan

transaksi.

5. Memuji-muji barang dan bersumpah benar dalam jual beli adalah makruh, begitu juga

menawar harga setelah dilakukannya transaksi.

6. Tidak boleh menjual dan menyewakan rumah untuk dipergunakan demi hal-hal yang haram.

7. Haram berjual beli, menulis, menyimpan, mengajar dan membaca buku dan kitab yang

menyesatkan, kecuali untuk tujuan yang benar.

8. Tidak boleh menjual barang wakaf.

9. Tidak boleh mencampur barang yang ditawarkan de-ngan barang yang nilainya rendah atau

yang tidak lagi bernilai.

10. Dalam transaksi, sifat-sifat dan ciri-ciri barang harus diketahui dengan jelas.

11. Riba dalam jual beli dan utang piutang adalah haram.

12. Jika penjual atau pembeli dalam transaksinya tertipu, maka ia bisa membatalkan transaksi.

13. Jika barang yang sudah dijual itu cacat, dan pembeli baru tahu demikian setelah transaksi

dilakukan, maka dia bisa membatalkan transaksi.

Pertanyaan:

1. Dalam kondisi bagaimanakah hukum jual beli itu sunah?

2. Apa hukumnya jual beli catur, kartu dan alat musik seperti gitar?

3. Sebutkan lima macam jual beli haram!

4. Apa hukumnya bersumpah dalam transaksi?

5. Jelaskan riba itu apa dan berilah tiga contoh!

Pelajaran 40

PERSEWAAN, PERHUTANGANDANPENITIPAN

PERSEWAAN

Jika pemilik barang sewaan mengatakan kepada penyewa, “Kusewakan barang ini kepadamu”,

dan penyewa men-jawab, “Aku terima”, maka persewaan mereka ini sah. Seandainya pun mereka

tidak mengatakan apa-apa, tetapi jika pemilik barang sewaan berniat untuk menyewakan dan

menyerahkannya kepada penyewa, begitu pula penyewa berniat untuk menyewa dan menerima

miliknya, maka persewaan mereka ini juga sah. Misalnya, pemilik rumah menyerahkan kunci

rumah kepada penyewa.[569]

Syarat-syarat Barang Sewaan

Barang yang hendak disewakan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Barang sewaan harus jelas. Maka itu, jika pemilik mengatakan, ”Kusewakan salah satu dari

kamar rumah ini kepadamu”, tanpa kejelasan kamar yang mana, maka tidak sah.

2. Penyewa harus melihat barangnya, atau ciri-cirinya harus diberitahukan kepada penyewa

sehingga benar-benar jelas.

3. Barang sewaan tidak kehilangan bentuk dasarnya. Oleh karenanya, menyewakan roti atau

buah dan seluruh makanan tidak sah.[570]

Hukum-hukum Persewaan

1. Dalam sewa-menyewa, batas waktu penggunaan barang harus ditentukan, misalnya satu

tahun atau satu bulan.[571]

2. Jika pemilik barang sewaan telah menyerahkan barangnya kepada penyewa, baik penyewa

menerima-nya atau tidak, atau tidak menggunakannya sampai batas waktunya, maka

penyewa tetap harus membayar uang sewaannya.[572]

3. Jika seseorang memanggil seorang kuli untuk menger-jakan sesuatu pada hari tertentu,

misalnya untuk mengangkat batu bata ke dalam bangunan atau membuat kapur dan

sebagainya, dan kuli itu datang pada hari yang telah ditentukan, maka dia harus mem-bayar

upahnya, sekalipun pada hari itu tidak ada pekerjaan, misalnya tidak ada batu bata yang

harus diangkat ke dalam bangunan.[573]

4. Jika ahli mekanik merusak barang yang dikerjakannya, maka dia harus membayar

kerugiannya. Misalnya, seorang tukang bengkel merusakkan mobil, maka dia harus

membayar kerugiannya.[574] .[575]

5. Jika seseorang menyewa rumah atau toko atau sebuah kamar dan pemiliknya memberikan

syarat bahwa hanya dia (penyewa) saja yang boleh menggunakannya, maka penyewa tidak

berhakmenyewakan kepada orang lain.[576]

* * *

PERHUTANGAN

Memberi hutang adalah perbuatan sunah yang dianjurkan dalam Al-Quran maupun hadis-hadis.

Orang pemberi hutang akan mendapatkan pahala yang banyak sekali di akhirat.

Macam-macam Hutang

1. Berjangka. Artinya, dalam perhutangan sudah ditentu-kan waktu pengembalian hutang.

2. Tak berjangka. Artinya, waktu pengembalian hutang tidak ditentukan.

Hukum-hukum Perhutangan

1. Pada hutang berjangka, pemberi hutang tidak bisa[577] menagih sebelum habis waktunya.[578]

2. Pada hutang tak berjangka, pemberi hutang bisa me-nagih setiap saat.[579]

3. Jika pemberi hutang menagih dan pengutangmampu membayar, maka dia (pengutang) harus

segera mem-bayar, dan dia berdosa jika tidak bersegera.

4. Jika memberi hutang kepada seseorang dan mensya-ratkan—misalnya—setelah genap

setahun harus mem-bayar lebih banyak, maka ini termasuk riba dan hukum-nya haram.

Umpamanya, menghutangkan Rp. 100.000 dan mensyaratkan setelah genap setahun dia akan

meminta Rp. 120.000 dari pengutang.[580]

* * *

PENITIPAN

Jika seseorang menyerahkan barangnya kepada orang lain dan mengatakan ini sebagai amanat

atau barang titipan, dan orang kedua itu menerimanya, maka dia (orang kedua ini) harus

mengamalkan hukum-hukum yang berkaitan dengan penitipan atau amanat.[581]

Hukum-hukum Penitipan

1. Siapa saja yang tidak bisa menjaga barang titipan, maka berdasarkan ihtiyath[582] wajib tidak boleh

menerima titipan orang lain.[583]

2. Penitip bisa mengambil barangnya kapan saja, dan penerima titipan—kapan saja

menginginkan—boleh mengembalikan titipan kepada pemilik/penitipnya.[584]

3. Jika penerima titipan tidak punya tempat yang semes-tinya, dia harus menyiapkan tempat tersebut. Misalnya, jika titipan itu berupa uang dan dia tidak bisa men-jaganya di rumah, maka dia harus menyimpannya di bank.[585]

4. Penerima titipan harus menjaga titipannya sehingga masyarakat tidak sampai mengatakan bahwa dia berkhi-anat atau teledor.[586]

5. Jika barang titipan hilang:

a. Jika penerima titipan teledor dalam menjaganya, dia harus mengganti titipan dan

mengembalikannya ke-pada penitip/pemiliknya.

b. Jika penerima barang tidak teledor dalam men-jaganya, akan tetapi titipan itu hilang

begitu saja, misalnya hilang terbawa banjir, maka penerima titipan tidak bertanggung

jawab dan tidak wajib mengganti titipan tersebut.[587]

Kesimpulan Pelajaran

1. Barang yang akan disewakan harus jelas, dan penyewa harus melihatnya atau ia tahu betul

ciri-cirinya.

2. Tidak sah menyewakan barang yang bisa hilang bentuk dasarnya lantaran dipergunakan,

sepertimenyewakan makanan.

3. Dalam persewaan, jangka waktu hak guna harus jelas.

4. Jika pemilik barang telah menyerahkan barang sewaan-nya kepada penyewa, maka penyewa

harus membayar uang sewaan sekalipun belum atau tidakmengguna-kannya.

5. Jika dalam persewaan terdapat syarat bahwa hanya penyewa yang bisa menggunakan barang

sewaan, maka penyewa tidak boleh menyewakan barang tersebut ke-pada orang lain.

6. Dalam perhutangan berjangka, pemberi hutang tidak boleh meminta hutangnya sebelum

habis waktunya.

7. Dalam perhutangan tak berjangka, pemberi hutang bisa meminta barangnya kapan saja dia

menginginkan.

8. Jika pemberi hutang menagih dan pengutang mampu membayar, maka pengutang tidak

boleh menunda pem-bayarannya.

9. Riba dalam perhutangan juga haram.

10. Orang yang tidak bisa menjaga titipan, berdasarkan ihtiyath wajib tidak boleh menerima

titipan.

11. Pemilik barang bisa meminta barangnya dari penerima titipan, kapan saja pemilik itu

menghendaki.

12. Jika penerima titipan tidak sungguh-sungguh dalam menjaga titipan sehingga mengalami

kerusakan atau kerugian padanya, maka dia bertanggung jawab atas akibat buruk ini.

Pertanyaan:

1. Berilah lima contoh untuk masing-masing barang yang bisa disewakan dan barang yang tidak

bisa disewakan!

2. Seorang mandor bangunan membawa seorang pekerja untuk bekerja di bangunannya pada

hari itu dengan upah Rp. 5000. Namun sesampainya di bangunan, tidak ada air sehingga dia

tidak bisa bekerja. Apakah mandor bangunan boleh membiarkan pekerja tersebut tanpa upah

untuk hari itu ataukah tidak?

3. Sebutkan macam-macam hutang dan berikan contoh-contohnya!

4. Jelaskan riba dalam perhutangan beserta contohnya!

5. Apa tugas penerima titipan jika titipan tersebut lantaran dicuri orang?

6. Apa perbedaan antara hutang dan titipan?

Pelajaran 41

PERPINJAMAN, SEDEKAH DAN BARANG TEMUAN

PERPINJAMAN

1. Perpinjaman yaitu seseorang memberikan barangnya kepada orang lain untuk dipergunakan

tanpa mengam-bil ongkos sebagai gantinya. Misalnya, meminjamkan sepeda untuk dinaiki

pulang ke rumahnya lalu kembali lagi.[588]

2. Peminjam harus menjaga barang pinjaman dengan baik.

3. Jika seseorang meminjam barang dan barang itu hilang atau cacat, maka:

a. Jika dia tidak teledor dalam menjaganya, atau tidak berlebihan dalam menggunakannya,

maka dia tidakmenanggung kerugian.

b. Jika dia teledor dalam menjaganya, atau berlebihan dalam menggunakannya, maka dia

harus mengganti kerugiannya.[589]

4. Jika sebelumnya disyaratkan bahwa peminjam harus bertanggung jawab bila terjadi

kerusakan pada barang pinjaman, maka peminjam harus mengganti kerusakan itu.[590]

SEDEKAH[591]

Sedekah adalah perbuatan sunah yang sering dipesankan dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadishadis

para imam mak-sum a.s. Dijelaskan bahwa pahalanya besar sekali, sebagai-mana dikatakan,

“Di dunia, sedekah merupakan penolak bencana dan kematian mendadak, dan di akhirat sedekah

mengurangi dosa-dosa besar dan memudahkan hisab di Hari Kiamat”. Karena pentingnya

masalah sedekah, pada pelajaran ini kita akan mempelajari beberapa hukum terkait.

Hukum-hukum Sedekah

1. Hendaknya sedekah disertai niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Yakni, bersedekah

semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah Swt. Jangan sampai sedekah karena riya dan

unjuk diri.[592]

2. Tidak boleh mengambil kembali sedekah.[593]

3. Sedekah juga halal untuk sayyid. Akan tetapi, zakat selain sayyid untuk sayyid adalah

haram.[594]

4. Boleh bersedekah kepada orang kafir yang tidak sedang berperang dengan kaum Muslimin

dan tidakmemusuhi Nabi Saw. atau para imam maksum a.s.[595]

5. Sebaiknya bersedekah secara diam-diam, kecuali jika ingin memberi semangat kepada orang

lain. Adapun zakat sebaiknya diberikan secara terang-terangan.[596]

6. Mengemis dan menolak pengemis (tidak memberi sesu-atu kepada pengemis) adalah makruh.[597]

BARANG TEMUAN

1. Mengambil barang temuan adalah makruh.

2. Jika seseorang menemukan sesuatu dan tidak meng-ambilnya, maka tidak ada tugas tertentu

baginya.

3. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya, maka dia memiliki tugas tertentu dengan

keterangan sebagai berikut:

a. Jika barang itu memiliki tanda-tanda atau alamat yang menunjukkan indentitas

pemiliknya, berdasar-kan ihtiyath wajib hendaknya dia bersedekah dan diniatkan dari

pemilik barang.

b. Jika terdapat tanda-tanda atau alamat:

1) Nilai barang kurang dari 6/12 nukhud logam perak:[598]

§ Pemiliknya diketahui, maka dia harus me-nyerahkan kepadanya.

§ Pemiliknya tidak diketahui, maka dia bisa memilikinya.

2) Nilai barang sebesar 6/12 nukhud logam perak, maka dia harus mengumumkan sampai

setahun. Ketika itu, jika pemiliknya ditemukan, maka dia harus menyerahkan barang

itu kepadanya. Na-mun, jika pemiliknya tidak ditemukan, maka:

§ Dia bisa memiliki barang tersebut.

§ Dia menyimpannya sampai pemiliknya dite-mukan.

§ Menurut ihtiyath mustahab, dia bersede-kah dengan niat dari pemilik barang tersebut.[599]

4. Dalam masalah pengumuman untuk menemukan pemilik barang temuan, hendaknya diumumkan setiap hari sekali sampai seminggu, setelah itu diumumkan sekali dalam seminggu sampai setahun lamanya di tempat berkumpulnya masyarakat seperti pasar dan tempat salat jamaah.[600] .[601]

5. Berdasarkan ihtiyath wajib harus diumumkan langsung dan tidak boleh ditunda.[602]

6. Jika tahu bahwa pengumuman itu tidak ada faedahnya atau sudah putus asa dari usaha menemukan pemilik-nya, maka tidak perlu mengumumkan.[603]

7. Jika anak kecil belum baligh menemukan sesuatu maka walinya (ayah atau kakeknya) harus mengumumkan-nya.[604] .[605]

Kehilangan Sepatu

Jika seseorang kehilangan sepatu atau alas kaki lantaran dibawa-pergi oleh orang lain sehingga yang tertinggal adalah sepatu orang lain itu. Di sini terdapat beberapa masalah:

1. Dia tahu bahwa sepatu yang tertinggal adalah milik orang pembawa-pergi[606] sepatunya. Maka,

jika dia putus asa dari menemukan orang pemakai atau susah mene-mukannya, dia bisa

mengambil sepatu tersebut sebagai ganti sepatunya sendiri. Akan tetapi, jika sepatu itu lebih

mahal harganya dari sepatunya sendiri sedangkan dia sudah putus asa dari menemukan pemiliknya, maka dengan izin pemimpin syar’i dia harus bersedekah kepada fakir dengan

meniatkan (sedekah itu) dari pemilik sepatu tersebut.

2. Dia mengira sepertinya sepatu yang tertinggal bukan milik orang pembawa-pergi sepatunya.

Nah, jika dia (yang kehilangan sepatu) mengambil sepatu tersebut, maka dia wajib mencari

pemilik sepatu tersebut.[607] Dan jika dia sudah putus asa dari menemukan pemilik sepatu, maka

dia bisa bersedekah kepada fakir dengan meniatkan sedekahnya dari pemilik sepatu tersebut.

Akan tetapi, sebaiknya dia tidak menyentuh (meng-ambil) sepatu tersebut.[608]

Kesimpulan Pelajaran

1. Orang yang meminjam barang harus menjaganya de-ngan baik.

2. Jika teledor menjaga barang pinjaman dan terjadi kerusakan atau hilang, dia harus

bertanggung jawab.

3. Sedekah sunah juga halal untuk sayyid, sekalipun zakat selain sayyid bagi mereka adalah

haram.

4. Sebaiknya, sedekah diberikan secara diam-diam, kecuali jika ingin memberi semangat kepada

orang lain.

5. Mengemis dan menolak pengemis adalah makruh.

6. Memungut barang temuan adalah makruh.

7. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya, maka ia harus mengembalikan kepada

pemiliknya.

8. Jika menemukan sesuatu dan mengambilnya, namun pemiliknya tidak diketahui dan nilai

barang tersebut kurang dari satu dirham[609] , maka dia bisa memilikinya.

9. Jika nilai barang temuan itu lebih dari satu dirham dan ada tanda-tandanya sehingga

pemiliknya dapat ditemu-kan, maka hendaknya mengumumkannya sampai satu tahun.

10. Jika dia tahu bahwa pengumuman tidak ada gunanya atau putus asa dari menemukan

pemiliknya, maka dia tidak perlu mengumumkannya.

11. Jika anak belum baligh menemukan sesuatu, maka walinya harus mengumumkannya.

12. Jika sepatu seseorang dibawa-pergi orang lain dan dia tahu bahwa sepatu yang tertinggal

adalah milik orang yang membawa-pergi sepatunya, maka dia bisa meng-ambil sepatu

tersebut sebagai ganti sepatunya sendiri.

Pertanyaan:

1. Jelaskan maksud dari perpinjaman dan perbedaannya dengan amanat!

2. Jika barang pinjaman mengalami keruskan, maka dalam kondisi apakah peminjam yang tidak

teledor dalam menjaganya tetap harus menanggung kerusakan ter-sebut?

3. Apa hukum mengambil kembali sedekah?

4. Apa hukum bersedekah kepada selain Muslim yang ter-timpa bencana gempa?

5. Apa tugas seseorang yang menemukan buku di sekolah?