Tata Cara Umrah Mufradah

Tata Cara Umrah Mufradah0%

Tata Cara Umrah Mufradah pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Fiqih

Tata Cara Umrah Mufradah

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: Muhammad Husein Falah Zadeh
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 6136
Download: 6608

Komentar:

Tata Cara Umrah Mufradah
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 9 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 6136 / Download: 6608
Ukuran Ukuran Ukuran
Tata Cara Umrah Mufradah

Tata Cara Umrah Mufradah

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

TATA CARA UMRAH MUFRADAH

Di Dalam Madzhab Ahlul Bait

Sesuai Fatwa

Ayatullah Udzma Imam Khomeini Ra,

Ayatullah Udzma Imam Ali Khamenei dan

Ayatullah Udzma Syeikh Mohammad Taqi Bahjat

Disusun oleh:

Muhammad Husain Falah Zadeh.

Kata Pengantar

Bismillahirahmanirrahim.

“Tingkatan maknawi haji yang merupakan modal bagi kehidupan abadi dan dapat mendekatkan manusia kepada ufuk tauhid dan pensucian tidak akan pernah berhasil kecuali dengan aturan-aturan ibadah haji yang dilakukan secara benar dan teliti”

(Imam Khomeini Ra).

Haji merupakan ritual ibadah penuh keagungan, yang merupakan puncak kulminasi pelepasan insan muwahhid dari segala sesuatu selain Dia, medan pertempuran terhadap nafsu liar, manifestasi tiada banding dari kecintaan dan kesetiaan dan merupakan kesadaran serta tanggung jawab dalam keluasan kehidupan individu dan sosial. Oleh karena itu haji adalah kristalisasi dari keseluruhan standar hakikat dan nilai ajaran Islam.

Kaum muslimin meskipun telah lama mengenal ibadah Ilahi ini, dan setiap tahun dari seluruh penjuru dunia menghadiri acara ritual tersebut, mereka berbondong-bondong menghilangkan karat-karat jiwa dengan meneguk beningnya zam-zam tauhid dan memperbaharui baiat ubudiyah kepada Yang Mahakasih, dan meskipun warisan kebudayaan kita penuh dengan pelajaran-pelajaran yang menghidupkan (nilai-nilai) haji, namun masih terdapat begitu banyak dimensi-dimensi dari kewajiban penting ini yang belum diketahui dan diabaikan.

Kemenangan Revolusi Islami dalam naungan kemilau pemikiran Imam Khomeini (Ridhwanullah Ta’ala ‘Alaih) telah meletakkan haji dalam posisinya sendiri sebagaimana seluruh ma’arif dan hukum-hukum Islam lainnya, dan menampakkannya dengan ekspresi kebenaran dan kekayaan makna yang dikandungnya. Akan tetapi masih terdapat jalan panjang yang membentang untuk mengenal falsafah,berbagai dimensi, buah dan berkah ibadah haji ini, sehingga para mukmin pelaksana haji dengan kesadaran keagamaan akan melangkahkan kakinya di atas tempat-tempat mulia dan masy'ar-masy'ar agung yang merupakan tempat turunnya para malaikat Allah dan tempat tinggal para nabi dan kekasih (wali) Allah.

Untuk menggapai maksud yang agung ini, Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbari (Kantor perwakilan urusan Haji Pemimpin Spiritual Tertinggi Ayatullah Ali Khamenei), dengan diilhami oleh pemikiran tinggi dan melegenda Alm. Imam Khomeini, penghidup Haji Ibrahimi serta dengan memanfaatkan bimbingan berharga dari yang tercinta pemimpin Revolusi Islam, Hadhrat Ayatullah Khamenei Hf dengan mendirikan Divisi Pendidikan dan Penelitian, berupaya dalam rangka membuka babak baru untuk para pemikir muslimin, para pecinta ibadah haji, para pengunjung dan juga para penziarah Haramain yang mulia. Atas dasar ini upaya yang telah dilakukan adalah upaya dalam dimensi-dimensi penelitian, penyusunan dan penterjemahan beragam karya yang berkaitan dengan hakikat dan ma’arif haji, mengenal tempat-tempat suci, sejarah dan latar belakang profil-profil agung Islam, analisa laporan serta penyajian kenangan sejarah, khususnya pengajaran terhadap masalah dan adab-adab haji.

Apa yang berada di hadapan para pembaca ini merupakan lembaran-lembaran kecil dari sekian banyak ajaran, hikmah dan nilai-nilai haji di dalam agama Islam.

Tidak ragu lagi, bimbingan dan kebersamaan para pemikir akan mencerabut kelemahan yang ada, dan untuk hal ini Bagian Pendidikan dan Penelitian Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbari, menyambut dan berjabat tangan erat atas kerjasama dan sambutan seluruh pecinta.

Hanya dari Allah SWT semata kita mengharapkan taufiq dan kepada Nya lah kita bertawakkal.

Divisi Pendidikan dan Penelitian

Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbari.

Pesan Imam Khomeini Ra

Saya berharap dari para penziarah Baitullah Yang suci (semoga Allah SWT selalu membantu mereka), agar mempelajari semua praktek dan manasik haji secara detail dan teliti dari para pembimbing haji (Rohaniawan) yang mulia dan berada di setiap kloter. Janganlah melakukan amalan apapun tanpa bimbingannya, karena -jangan sampai terjadi- dengan menyepelekan masalah ini, amalan kalian akan menjadi batal dan kalian tidak mampu menggantinya hingga akhir musim haji atau kalian tetap berada dalam keadaan ihram dan ketika kembali (ke tanah air) akan menimbulkan kesusahan bagi diri kalian sendiri dan kerabat dekat kalian, dan hal ini merupakan sebuah kewajiban syar’i yang seorangpun tidak boleh lalai terhadapnya.[1]

Pengantar Penyusun

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

“Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah.”[2]

Setiap tahun beribu-ribu kaum muslimin dari seantero dunia, dengan jiwa yang menggelora, menapakkan langkah mereka ke bumi Hijaz untuk berziarah ke “Ma’bad-e eshq wa marqad-e ma’shuq”[3] , mereka yang mempunyai istitha’at[4] untuk melakukan ibadah haji akan melakukan perjalanannya ke bumi suci tersebut pada musim tertentu untuk ikut serta dalam seremoni politik dan ibadah Islam paling besar. Bagi mereka yang tidak mempunyai kemampuan semacam ini, mereka bisa melakukan amalan dalam bentuk lain sepanjang tahun, yang dinamakan dengan “Haji Kecil” yaitu “Umrah”.

Umrah dan Haji merupakan salah satu dari aturan-aturan penting Islam dan mempunyai keistimewaan yang khas dan mempunyai perbedaan sangat banyak dengan keseluruhan ibadah lainnya. Umrah dan haji bukan hanya merupakan sebuah ibadah individual semata. Namun ibadah ini dilakukan dalam kumpulan masyarakat muslimin yang besar dan agung dan bukan pula merupakan sebuah gerakan sosial semata melainkan merupakan paling indahnya persoalan ibadah yang akan menumbuhkan jiwa manusia. Pentingnya ibadah ini hingga pada batas dimana jenis baju, makanan, minuman bahkan perbincangan dan pandangan sangat memberikan pengaruh.

Ketelitian kewajiban insan dalam melakukan seremoni ini hingga pada tempat dimana paling kecilnya ketidakpedulian terhadapnya, terkadang akan memunculkan denda yang sangat berat, yang mungkin akan tetap berada di atas pundaknya hingga akhir umurnya. Tetapi apabila penziarah rumah Allah ini mengenali dengan baik hukum-hukum dan adab-adabnya dan mengamalkannya dengan benar, bukan saja dia telah melakukan kewajiban syar’inya bahkan diapun akan mendapatkan pahala yang luar biasa banyaknya yang sangat sedikit ibadah-ibadah lain yang mampu menandinginya. Tetapi perlu diketahui bahwa tingkatan pengaruh dan efek spiritual dari safar Ilahi ini tidak akan pernah bisa dihasilkan kecuali dengan mengamalkan aturan-aturan ibadahnya dengan cara yang benar dan keterwujudan dimensi politik dan sosialnya pun bergantung pada dimensi maknawinya.

Oleh karena itu bagi para penziarah sebelum melakukan safar ini hendaklah mengenal masalah-masalah syar’i dan manasiknya, hingga mampu melakukan amalannya secara benar dengan kesadaran yang lebih tinggi dan mampu mengambil berkah dari jamuan menjadi tamu Allah SWT.

Tulisan ini yang menjelaskan tentang hukum-hukum umrah serta dilengkapi dengan gambar tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan serta tempat-tempat yang berkaitan dengannya merupakan sebuah langkah untuk menggapai maksud tersebut. Kami berharap hal ini dikabulkan oleh Allah SWT dan para tamu Allah akan bisa terbimbing dengannya.

Beberapa poin yang harus diperhatikan:

1. Tulisan ini terdiri dari tiga bagian: Bagian pertama, menjelaskan tentang amalan-amalan umrah yang wajib dikerjakan. Bagian kedua, menjelaskan tentang hal-hal yang haram dilakukan ketika ihram (larangan). Kemudian bagian ketiga, adalah ringkasan dari adab-adab dan mustahab-mustahab perjalanan suci ini.

2. Teks tulisan ini disusun sesuai dengan fatwa Imam Khomeini ra yang lebih banyak membahas tentang masalah-masalah asli dan urgensi. Jika Ayatullah Ali Khamenei atau Ayatullah Syeikh Bahjat memiliki fatwa yang berbeda, maka kami sebutkan di catatan kaki perbedaan fatwa tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para muqallid beliau.

3. Tulisan ini dibuat atas dasar keringkasan topik bahasan, maka bahasan yang ada di dalamnya hanya mencukupkan pada masalah-masalah umrah yang lebih krusial dan sebagian dari adab-adab dan hal-hal mustahabnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang ingin mendapatkan kedetailan dari masalah ini atau terdapat hal-hal khusus yang terjadi dan jawabannya tidak didapatkan dalam tulisan ini, maka mereka bisa merujuk pada kitab manasik atau merujuk pada rohaniawan yang berada di dalam kelompoknya.

4. Dalam penyusunan teks ini, upaya yang dilakukan adalah menghindari penggunaan istilah-istilah yang rumit, hingga tulisan ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca, akan tetapi dalam beberapa persoalan terkadang kami terpaksa mempergunakan istilah-istilah yang rumit, akan tetapi penjelasanna kami sajikan pula di akhir halaman tersebut.

5. Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada Divisi Audio dan Visual Bi’tsah Maqam Muadzam-e Rahbary, yang membantu kami dengan melengkapi gambar –gambar untuk tulisan ini. Akhirnya kami menunggu saran dan kritik dari Anda untuk kesempurnaan buku ini.

Yaa Allah terimalah dari kami sungguh Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui[5]

Muhammad Husain Falah Zadeh.

Musim Dingin, 1371 Hijriyah Syamsiyah.

Bagian Pertama:

Amalan-Amalan Wajib Umrah Mufradah

Arti Umrah

Umrah secara bahasa berarti ziarah dan dalam istilah fiqh berarti berziarah ke Ka’bah dengan adab-adab yang telah ditentukan.

Macam-macam Umrah

1. Umrah terbagi kepada dua bagian: yang pertama Umrah Tamattu’ dan yang kedua Umrah Mufradah. Umrah Tamattu’ terbagi menjadi dua yaitu Umrah Tamattu’ wajib dan umrah Tamattu’ Mustahab. Umrah Mufradah pun terbagi menjadi dua yaitu Umrah Mufradah Wajib dan Umrah Mufradah Mustahab.

2. Orang-orang yang tinggal di luar kota Makkah, sejauh 16 farsakh syar’i atau lebih[6] , maka tugas mereka sehubungan dengan masalah haji adalah melakukan Haji Tamattu’ bukan Haji Ifrad dan bukan pula Haji Qiran. Dan umrah yang harus mereka lakukan bersama Haji Tamattu’ tersebut dinamakan Umrah Tamattu’.

3. Barang siapa yang hendak pergi ke kota Makkah pada musim haji maka dia wajib memasuki kota Makkah dengan berpakaian ihram dan bersamaan dengan ihram tersebut dia juga diwajibkan untuk melakukan niat umrah atau haji. Dan apabila bukan pada musim haji, maka ia diwajibkan untuk mengenakan pakaian ihram dengan niat melakukan umrah mufradah kemudian melakukan amalan-amalan umrah yang lainnya.[7]

Amalan-amalan Umrah Mufradah

Umrah Mufradah terdiri dari beberapa amalan berikut:

1. Ihram.

2. Thawaf.

3. Shalat Thawaf.

4. Sa’iy.

5. Memotong atau mencukur rambut.

6. Thawaf Nisa.

7. Shalat Thawaf Nisa.

Waktu melakukan Umrah Mufradah

Umrah Mufradah tidak memiliki waktu tertentu, oleh karena itu dapat dilakukan sepanjang tahun. Tetapi apabila jarak antara dua umrah kurang dari satu bulan, maka secara hukum ihtiyat hendaknya (wajib) Umrah Mufradah yang kedua dilakukan dengan mengharap pahala dari Allah Swt (Rajaaan).[8]

Tempat melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah

1. Ihram, dilakukan di tempat yang paling dekat dengan kawasan haram, atau salah satu dari miqat haji yang telah ditentukan. Hal ini akan diterangkan lebih terperinci pada penjelasan nanti.

2. Thawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dilakukan di dalam Masjidil Haram.

3. Shalat Thawaf, dilakukan di dalam Masjidil Haram, tepatnya di belakang Maqam Ibrahim as.

4. Sa’iy yaitu berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit Safa dan bukit Marwa sebanyak tujuh kali.

5. Mencukur atau memotong rambut dan hal ini tidak memerlukan tempat khusus.

6. Thawaf Nisa, dilakukan di Masjidil Haram.

7. Shalat Thawaf Nisa juga dilakukan di dalam Masjidil Haram, tepatnya di belakang maqam Ibrahim as.

Urutan melakukan Amalan-amalan Umrah Mufradah

Miqat Haji atau Adnal Hil (Ihram)→ Masjidil Haram (Thawaf dan Shalat Thawaf)→ Tempat Sa’iy/Mas’a (Sa’iy dan memotong atau mencukur rambut)→ Masjidil Haram (Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa).

Ihram

Ihram merupakan pekerjaan pertama yang dilakukan di dalam Umrah Mufradah.

Tempat Ihram

Para penziarah yang ingin melakukan Umrah Mufradah, mereka biasanya terlebih dahulu datang ke kota Madinah untuk menziarahi makam Rasulullah Saw. dan para Imam Ahlul Bayt yang berada di pemakaman Baqi’ yang terletak di kota Madinah al Munawarah. Seusai melakukan ziarah ke tempat tersebut dan ke tempat-tempat bersejarah yang lainnya, ketika mereka ingin melakukan Umrah Mufradah dan pergi ke kota Mekkah, mereka terlebih dahulu diwajibkan melakukan ihram atau mengenakan pakaian ihram di Masjid Syajarah yang letaknya beberapa kilometer dari kota Madinah, kemudian setelah itu barulah mereka melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah.

Adapun mereka yang ingin berangkat ke kota Makkah dari kota Jeddah, maka mereka dapat melakukan ihram di Juhfah. Sedangkan orang-orang yang dekat atau tinggal di sekitar kota Makkah mereka harus melakukan ihram di satu tempat di luar kawasan Haram dan yang paling dekat dengan kawasan Haram (Adnal Hil). Tetapi sebaiknya mereka melakukan ihram di Tan’im, Hudaibiyyah atau Ja’ranah.

Tan’im, Hudaibiyyah dan Jairanah ini merupakan nama-nama tempat yang berada di sekitar kota Mekkah.

Tata cara melakukan Ihram

Kaum laki-laki dalam melakukan ihram diwajibkan untuk melepaskan seluruh pakaian yang terjahit, sekalipun pakaian dalam dan pakaian yang kecil dan menggantikannya dengan pakaian yang tidak berjahit, yang biasanya terdiri dari dua lembar pakaian ihram, yang satu diselendangkan atau dilingkarkan di bagian atas pundak. Dan yang satu lembar lainnya dijadikan sebagai sarung yang menutupi bagian perut sampai betis.

Pakaian ihram tersebut dikenakan dengan niat melakukan Umrah Mufradah. Setelah itu mengucapkan talbiyah, yaitu:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْك، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْك

“Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaika laa syariyka laka labbaik”

Ihtiyat mustahabnya (disunnahkan) setelah itu mengucakan :

إِنَّ الْحَمْدَ وَال نعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْك

“ Innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa shyarika laka labbaik”.

Sedangkan kaum wanita dibolehkan mengenakan pakaian ihram yang berjahit dan tidak diwajibkan mengenakan pakaian ihram yang tidak berjahit.

Ketika mengenakan pakaian tersebut diwajibkan melakukan niat ihram untuk melakukan Umrah Mufradah. Amalan ini dan amalan-amalan setelahnya hendaklah dilakukan demi mentaati perintah Allah Swt.[9]

Niat ihram tidak perlu diucapkan dengan lisan walaupun pada dasarnya tidak ada larangan untuk mengucapkannya.

Dua masalah penting:

1. Pakaian ihram harus suci dari najis dan harus mubah atau halal.

2. Wanita ketika melakukan ihram secara ihtiyat wajib tidak boleh mengenakan pakaian ihram yang terbuat dari sutra.

Hal-hal yang diharamkan ketika Ihram

Penziarah Baitullah al Haram setelah mengenakan pakaian ihram dan berniat serta mengucapkan talbiyah, telah menjadi seorang muhrim dan hingga akhir atau selesainya amalan-amalan Umrah Mufradahnya, diwajibkan untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan di saat ihram.

Seluruh hal-hal yang diharamkan untuk mereka berjumlah dua puluh empat. Empat darinya khusus untuk laki-laki yang muhrim dua khusus untuk wanita yang muhrim dan selebihnya adalah untuk laki-laki maupun wanita artinya diharamkan bagi laki-laki dan diharamkan pula bagi wanita.

Berikut ini akan disampaiakan secara global hal-hal yang diharamkan tersebut yang pada akhir masalah akan dijelaskan satu per satu.

A. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang sedang ihram baik laki-laki maupun perempuan:

1. Memburu binatang padang pasir.

2. Melakukan hubungan suami istri atau setiap perbuatan yang membangkitkan syahwat.

3. Melakukan akad nikah.

4. Onani.

5. Menggunakan wangi-wangian.

6. Menggunakan celak mata.

7. Melihat ke cermin.

8. Melakukan perbuatan kefasikan; seperti berdusta, mencerca atau mencaci maki dan lain sebagainya.

9. Berdebat dengan mengucapkan “Tidak, demi Alah” atau “Ya, demi Allah”.

10. Membunuh kutu yang ada di badan.

11. Memakai cincin sebagai hiasan.

12. Memakai krim atau minyak.

13. Mencabut bulu badan.

14. Mengeluarkan darah dari badan.

15. Memotong kuku.

16. Mencabut gigi.

17. Mencabut pohon atau tumbuhan yang berada di sekitar haram.

18. Membawa senjata.

B. Hal-hal yang diharamkan khusus bagi laki-laki:

1. Mengenakan pakaian berjahit.

2. Mengenakan sandal atau sepatu yang menutupi seluruh bagian kaki.

3. Menutupi kepala.

4. Memayungi kepala.

C. Hal-hal yang diharamkan khusus bagi wanita:

1. Menggunakan perhiasan seperti gelang.

2. Menggunakan cadar penutup muka.

Thawaf

Amalan Umrah Mufradah yang kedua adalah Thawaf. Orang yang ingin melakukan Umrah Mufradah dan telah memakai pakaian ihram (muhrim) kemudian memasuki kota Mekkah, maka dia diwajibkan untuk melakukan thawaf yaitu mengelilingi Ka’bah yang berada di dalam Masjidil Haram sebanyak tujuh kali putaran.

Hukum-hukum Thawaf

1. Thawaf hendaklah dilakukan dengan memulainya dari garis memanjang yang sejajar dengan Hajar Aswad dan pada garis itu pula hendaklah thawaf diakhiri.

2. Dalam thawaf hendaklah posisi Ka’bah berada di sebelah kiri si muthawif (orang yang melakukan thawaf). Oleh karena itu apabila ketika melakukan thawaf si muthawif menghadap ke arah Ka’bah atau membelakangi Ka’bah, maka thawafnya dianggap tidak sah.

3. Muthawif diharuskan memutari Hijir Ismail As., maksudnya ketika melakukan thawaf, Hijir Ismail as. tersebut dimasukkan ke dalam bagian yang dikelilingi.[10]

4. Batas tempat thawaf pada seluruh sisi Ka’bah yaitu jarak antara Ka’bah dan maqam Ibrahim as, kurang lebih selebar tiga belas meter. Oleh karena itu dari arah Hijir Ismail As. jarak ini akan berkurang menjadi enam setengah hasta.[11]

5. Apabila si muthawif karena memiliki penyakit atau karena tua atau karena banyaknya orang yang melakukan thawaf sehingga ia tidak bisa melakukan thawaf pada batas-batas tersebut, maka melakukan thawaf di luar batasan tersebut hukumnya boleh dan sah.

6. Muthawif hendaklah berada dalam keadaan suci artinya dia harus memiliki wudhu dan tidak mempunyai tanggungan atau kewajiban mandi, demikian pula badan dan pakaiannya harus suci sebagaimana ketika dia melakukan shalat.

Shalat Thawaf

Amalan ketiga dari amalan Umrah Mufradah adalah Shalat Thawaf. Setelah pelaku Umrah selesai melakukan thawaf, maka ia diwajibkan untuk melakukan shalat dua rakaat dengan niat shalat thawaf.

Tata cara shalat thawaf tidak berbeda dengan tata cara shalat Subuh hanya saja untuk bacaan Fatihah dan surahnya boleh dibaca dengan suara jelas (jahr) ataupun dengan suara pelan (tanpa dijelaskan bunyi masing-masing hurufnya atau tanpa dikeluarkan suaranya).

Waktu melakukan shalat thawaf adalah setelah selesai melaksanakan thawaf dan sebelum melakukan Sa’iy.

Sedangkan tempat melakukan shalat thawaf adalah di dalam Masjidil Haram yaitu di dekat maqam Ibrahim as. dan berdasarkan ikhtiyat wajib harus dilakukan di belakang maqam Ibrahim As. Menurut Ayatullah Khamenei wajib hukumnya melakukan shalat thawaf di belakang maqam Ibrahim As ketika keadaan memungkinkan, dan lebih baik apabila dapat dilakukan lebih dekat kepada maqam Ibrahim As. tersebut, tentu saja hal itu apabila tidak mengganggu orang lain. Apabila karena banyaknya orang yang sedang thawaf, sehingga menyebabkan seseorang tidak bisa melakukan shalat thawafnya di belakang maqam Ibrahim as. maka dia boleh melakukannya dimana saja di Masjidil Haram.[12]

Setiap muslim yang telah mencapai usia baligh dan berakal sehat diwajibkan mempelajari masalah shalat dengan baik agar dapat melakukan taklif Ilahi tersebut dengan benar dan sempurna khususnya bagi kaum muslimin yang hendak melakukan ibadah haji atau umrah, hendaklah mereka memperbaiki (mendapatkan kepastian akan keabsahan) shalatnya, sehingga seluruh shalat-shalatnya yang di antaranya adalah shalat thawaf dapat dilakukan dengan cara yang benar.

Agar dapat melakukan shalat thawaf wajib, maka diharuskan berdiri di belakang maqam Ibrahim sehingga 'urf mengatakan bahwa ia berdiri di belakang maqam tersebut.

Sa’iy Antara Bukit Shafa Dan Marwah

Amalan Umrah Mufradah yang keempat adalah Sa’iy. Setelah selesai melaksanakan shalat thawaf, maka kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan oleh orang yang sedang melaksanakan Umrah Mufradah adalah melakukan Sa’iy yaitu berjalan (berlari-lari kecil/berjalan cepat) antara bukit Shafa dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Bukit Shafa dan Marwah ini sekarang berada di dalam koridor bangunan memanjang yang letaknya di sebelah Masjidil haram.

Dalam melakukan Sa’i ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti berikut:

1. Sa’iy harus dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah.

2. Seseorang yang berjalan atau berlari-lari kecil dari bukit Safa menuju bukit Marwah dihitung satu kali sa'iy. Dan ketika ia kembali dari bukit Marwa ke bukit Shafa dihitung sa'iy yang kedua. Dengan demikian tujuh kali Sa’iy itu akan berakhir di bukit Marwah.

3. Beristirahat atau duduk sejenak di bukit Safa atau Marwa atau di tengah-tengah pelaksanan Sa’iy untuk menghilangkan rasa lelah diperbolehkan. Namun jika ia ingin melanjutkan kembali pelaksanaan sa’iy nya, maka hendaklah ia melanjutkannya dari tempat dimana dia berhenti.

4. Untuk melaksanakan Sa’iy antara bukit Safa dan Marwa tidak diwajibkan dalam keadaan suci atau memiliki wudhu, walaupun secara ihtiyat mustahab disyaratkan untuk berwudhu.

5. Sa’iy apabila dilakukan di lantai dua, mengingat bahwa posisi lantai dua tersebut lebih tinggi dari bukit Shafa dan Marwah, maka hukumnya tidak diperbolehkan.

Memotong Atau Mencukur Rambut

Amalan Umrah Mufradah yang kelima adalah memotong atau mencukur rambut. Setelah selesai melakukan Sa’iy antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali, maka pelaku Umrah diwajibkan untuk memotong atau mencukur rambutnya. Sebagaimana diperbolehkan (juga) baginya untuk memotong atau memendekkan kukunya. Bagi laki-laki dibolehkan memotong atau memendekkan bulu atau rambut yang berada di bagian muka seperti cambang atau jenggot. Lebih dari itu dalam Umrah Mufradah diperbolehkan memendekkan atau memotong rambut ini dengan menggunakan mesin atau alat cukur, sementara pada Umrah Tamattu’ menggunakan mesin atau alat cukur untuk memendekkan rambut tidak dibolehkan.

Setelah selesai memotong atau mencukur rambut atau kukunya maka hal-hal yang tadinya diharamkan baginya ketika ihram, menjadi halal baginya, kecuali satu hal yaitu: wanita atau istri. Dan bagi perempuan satu hal yang masih diharamkan baginya adalah suaminya. Dengan kata lain bahwa walaupun pemotongan atau pengguntingan rambut dan hal-hal seperti disebut di atas telah selesai dilakukan, tetapi satu hal ini, yaitu berhubungan badan antara suami istri masih tetap diharamkan sampai selesai melakukan Thawaf Nisa dan shalatnya. Setelah itu barulah hubungan antara suami istri tersebut dihalalkan kembali.

Waktu memotong atau mencukur rambut

Pemotongan atau pencukuran rambut dilakukan setelah selesai pelaksanaan Sa’iy, walaupun pelaksanaan hal tersebut tidak dituntut untuk dilakukan dengan segera, namun selama belum melakukan pemotongan atau pengguntingan rambut atau kuku, maka hal-hal yang diharamkan ketika ihram belum bisa menjadi halal bagi orang yang sedang melakukan umrah.

Tempat memotong atau memendekkan rambut

Tidak ada tempat khusus untuk hal tersebut, meskipun saat ini tempat yang biasanya dipakai oleh para jemaah haji untuk memotong atau menggunting rambutnya adalah di atas bukit Marwah.

Perlu diketahui bahwa seseorang yang belum melakukan pemotongan rambut atau kukunya, ia tidak dibolehkan menggunting atau mencukur rambut orang lain.

Thawaf Nisa Dan Shalatnya

Amalan terakhir dari Umrah Mufradah adalah Thawaf Nisa dan shalat Thawaf Nisa. Setelah selesai melakukan pemotongan atau pengguntingan rambut atau kuku, selanjutnya ia diwajibkan untuk melakukan thawaf sekali lagi, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran dan thawaf ini dinamakan Thawaf Nisa.

Setelah Thawaf tersebut selesai ia lakukan, maka kewajiban selanjutnya adalah melaksanakan Shalat Thawaf Nisa, yang pelaksanaannya dilakukan di belakang maqam Ibrahim As., tentunya dengan niat Shalat Thawaf Nisa.

Hal-hal yang perlu untuk diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa, tidak memiliki perbedaan sama sekali dengan Thawaf Umrah dan Shalat Thawaf Umrah selain terletak pada niatnya. Dengan demikian Thawaf Nisa inipun dimulai dari garis panjang yang sejajar dengan Hajar Aswad dan di garis itu pula harus diakhiri. Begitu pula ketika melakukan thawaf nisa tersebut maka bagian kiri sebelah badan harus mengarah ke arah ka’bah dan juga harus memperhatikan syarat-syarat lainnya yang terdapat pada masalah thawaf yang telah dijelaskan di atas.

2. Thawaf Nisa meskipun berarti thawaf wanita tetapi thawaf ini tidak dikhususkan untuk laki-laki saja, namun diwajibkan pula untuk semua orang yang melakukan Umrah Mufradah termasuk wanita.

3. Setelah selesai melakukan Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa, hal-hal yang diharamkan di saat ihram, seperti hubungan suami isteri, kini menjadi halal dan dibolehkan.

4. Setelah menggunting atau memotong rambut atau kuku tidak diharuskan untuk segera melakukan Thawaf Nisa, bahkan boleh mengakhirkan atau menundanya, sekalipun hingga beberapa hari. Tetapi selama ia belum melaksanakan Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa, ia diharamkan melakukan hubungan suami istri atau melakukan akad nikah. Dengan demikian maka Thawaf Nisa dan shalatnya itu untuk menghalalkan hubungan suami dengan istrinya atau istri dengan suaminya.

Anak-Anak Dan Umrah Mufradah

Sehubungan dengan ibadah ini anak-anak dibagi menjadi dua bagian, yaitu: anak-anak mumayyiz dan anak-anak ghairu mumayyiz.

1. Anak mumayyiz adalah anak yang telah mengetahui baik dan buruk sesuatu dan diapun dapat melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah dengan benar.

2. Anak ghairu mumayyiz adalah anak yang belum mencapai tingkat mumayyiz atau belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan belum bisa melakukan amalan-amalan Umrah Mufradah dengan baik.

Seorang anak yang telah mencapai tingkat mumayyiz, maka dia sendirilah yang harus melakukan ihram dan amalan-amalan lainnya. Dan dalam hal-hal yang dia tidak dapat melakukannya, maka bapak atau pembimbingnya dapat memberikan bantuan atau pertolongan kepadanya.

Adapun anak yang belum mumayyiz maka amalan-amalan Umrah Mufradahnya bisa dilakukan sebagai berikut:

1. Ihram, dalam hal ini, pemandu atau ayahnya dapat memakaikan pakaian ihram kepadanya dan menyuruhnya untuk melakukan niat ihram. Apabila dia bisa membaca talbiyah, maka dia harus membacanya sendiri. Apabila tidak bisa, maka ayahnya atau pemandunya bisa mendiktenya, misalnya ayahnya membaca satu-satu kemudian anak tersebut mengikutinya. Dan apabila hal inipun masih belum dapat dia lakukan, maka ayah atau pemandunya itulah yang harus membacakan talbiyah dengan niat mewakili (menggantikan) kewajiban talbiyah anak yang belum mumayyiz tersebut.

2. Thawaf, pada saat melakukan thawaf, anak yang belum mumayyiz ini harus melakukan thawafnya sendiri apabila mampu, dan apabila dia tidak mampu melakukannya sendiri maka dia boleh digendong atau dibawa mengelilingi Ka’bah untuk melakukan Thawaf sebanyak tujuh kali putaran.

3. Shalat thawaf, apabila anak yang belum mumayyiz tersebut bisa melaksanakan shalat thawaf sendiri, hendaklah dia disuruh melaksanakannya, dan apabila dia belum mampu melakukan shalat thawaf maka ayah atau pemandunya bisa melaksanakan shalat thawaf tersebut sebagai wakil dari anak tersebut.

4. Sa’iy bisa dilaksanakan seperti pelaksanaan thawaf di atas, yaitu jika bisa dia yang harus melaksanakannya sendiri, jika tidak maka ayah/walinya mewakilinya dalam pelaksanaan sa’iy.

5. Memotong atau mencukur rambut atau kuku, yaitu dengan cara rambut atau kukunya dipendekkan atau dipotong setelah melaksanakan Sa’iy.

6. Thawaf Nisa serta Shalat Thawaf Nisa dapat dilaksanakan sebagaimana keterangan yang disebutkan pada Thawaf Umrah dan Shalat Thawaf Umrah di atas.

Catatan:

1. Membawa anak kecil untuk melakukan amalan umrah seperti ihram dan seterusnya hukumnya mustahab atau sunah. Oleh karena itu para jemaah yang membawa bersamanya anak kecil yang belum baligh ke kota Mekkah dan Madinah, apabila mereka menginginkan agar anaknya melakukan Umrah Mufradah juga, hendaklah diperhatikan dengan sebaik-baiknya sehingga amal ibadahnya dapat dilaksanakan dengan baik, benar, sempurna dan tidak ada problem, kekurangan atau cacat.

2. Anak-anak yang telah berihram untuk Umrah Mufradah, maka dia pun harus melakukan Thawaf dan Shalat Thawaf dalam keadaan yang suci atau mempunyai wudhu. Oleh karena itu apabila seorang anak mumayyiz telah mampu melakukan wudhu dengan benar dan sempurna, maka ia sendirilah yang harus mengambil air wudhu untuk melakukan Thawaf dan Shalat Thawaf tersebut. Apabila dia belum mumayyiz dan belum bisa mengambil air wudhu maka sang ayah/wali mengajarkan kepadanya bagaimana tata cara berwudhu sehingga dia bisa mengambil wudhu sendiri. Apabila setelah diajarkan masih tetap belum bisa melakukan wudhu, maka hendaklah orang tua atau pembimbingnya mewudhu’kannya atau membantunya dalam pelaksanaan wudhu’.

3. Seorang anak yang telah melakukan ihram untuk Umrah Mufradah, diharuskan baginya untuk melaksanakan Thawaf Nisa dan juga Shalat Thawaf Nisa. Apabila dia tidak melaksanakan Thawaf Nisa dan Shalat Thawaf Nisa maka ia tidak bisa melakukan akad nikah (perkawinan)

4. Thawaf yang dilakukan oleh anak laki-laki (yang belum baligh) atau orang laki-laki dewasa yang belum dikhitan, dianggap tidak sah. Oleh karena itu orang tua atau wali dari anak-anak tersebut, apabila dia mempunyai anak kecil laki-laki dan belum dikhitan, sebaiknya tidak melakukan ihram (tidak ber ihram), sekalipun dia belum mumayyiz.

5. Pembimbing atau wali dari anak kecil, hendaklah menjauhkan anak yang sedang ihram tersebut dari segala hal yang diharamkan selama pelaksanaan ihram, kecuali berjalan di bawah payung atau naungan dimana hal itu diharamkan bagi orang laki-laki dewasa saja, dan diperbolehkan bagi anak kecil.

6. Dalam melakukan Thawaf dan Sa’iy haruslah menjaga syarat-syarat yang telah ditentukan, misalnya ketika thawaf badan dan pakaian anak kecil tersebut diharuskan dalam keadaan suci dan hendaklah bagian badan sebelah kirinya mengarah ke Ka’bah dan ketika melakukan Thawaf atau Sa’iy hendaklah dalam keadaan terjaga atau sadar. Oleh karena itu sangat dipesan atau dianjurkan bagi mereka yang tidak mampu memperhatikan anak-anak kecil tersebut dengan baik, hendaknya jangan meng ihram kan mereka (artinya biarkan mereka dari awal tidak melakukan ihram dan umrah. Pent.).

Thawaf Mustahab

1. Salah satu amalan yang disunahkan untuk dilakukan di kota suci Mekkah adalah melakukan thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran.

2. Thawaf Mustahab tidak memiliki perbedaan sama sekali dengan Thawaf Wajib. Mengingat thawaf ini hukumnya sunah, maka shalat thawaf nya pun hukumnya sunah.

3. Pelaksanaan Shalat Thawaf Mustahab tidak harus dilakukan di belakang maqam Ibrahhim As., melainkan boleh dilakukan di mana saja selama masih berada di dalam Masjidil Haram, khususnya ketika terjadi desakan dan banyaknya pengunjung di dalam Masjidil Haram tersebut, sehingga hak-hak orang lain tetap terpelihara dan terjaga.

Thawaf Wada’

1. Para penziarah yang ingin keluar dan meninggalkan kota Makkah, disunahkan baginya untuk melakukan Thawaf Wada’.

2. Thawaf Wada’ pun harus dilakukan sebanyak tujuh kali putaran sebagaimana Thawaf Umrah dan setelah itu dianjurkan pula (sunnah) untuk melakukan shalat thawaf.

3. Di saat akan meninggalkan Masjidil Haram dianjurkan (sunah) untuk berdo’a kepada Allah SWT agar mendapat rizqi dan taufik untuk kembali lagi berziarah ke Baitullah tersebut.