Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil

Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil   	0%

Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil   	pengarang:
Kategori: Imam Kazhim as
Halaman: 3

Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil

pengarang: Sayyid Mahdî Ayatullâhî
Kategori:

Halaman: 3
Pengunjung: 3151
Download: 583

Komentar:

Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 3 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 3151 / Download: 583
Ukuran Ukuran Ukuran
Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil

Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil

pengarang:
Indonesia
Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil


Diterjemahkan dari :
asynâi bâ Ma'sumîn
Hadrat Imam Mûsa al-Kâzim As
Imame Haftum
Karya : Sayyid Mahdî Ayatullâhî
Terbitan : Intisyârât Jahân arâ
Islâmic Republic of Iran
Penerjemah : A. Kamil
Penyunting : Abu 'Ali Akbar
Diperbanyak oleh : Yayasan Putra Ka'bah
Qum Al-Muqaddas
Jumadil Tsani 1424 H

1
Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil

Imam Mûsa al-Kâzim As
Adik-adik dan remaja tercinta

Adik-adik, dalam kehidupan dunia ini, kita memerlukan teladan dari yang berakhlak agung dan mulia, sehingga dengan keteladanan dari mereka, kita dapat meniru akhlak luhur mereka. Para pemimpin agama dan para Imam Ahlul Bait As adalah contoh dan teladan bagi kita semua. Oleh karena itu, kami telah membuat penelitian perihal kehidupan mereka, dengan maksud untuk memperkenalkan kepada adik-adik akan kehidupan mereka. Dan semaksimal mungkin kami telah menyusun buku-buku ihwal kehidupan mereka dengan bahasa sederhana sehingga dapat dipahami dengan mudah.
Kumpulan kisah manusia-manusia suci ini disusun seringkas mungkin dengan tidak melupakan keabsahan kisah-kisah teladan Imam Ahlul Bait itu.
Para ahli sejarah Islâm telah mengkajinya secara serius dan mereka mendukung adanya penyusunan buku ini.
Kami berharap, adik-adik sekalian sudi mengkajinya secara serius pula. Hasil dari pelajaran ini, kami meminta kepada adik-adik untuk dapat menyampaikan kesan dan pandangannya.
Kami sangat berterima kasih atas perhatian adik-adik. Dan semoga adik-adik mau bersabar menantikan edisi-edisi selanjutnya.

Wilâdah
Imam Mûsa Kâzim lahir pada hari Ahad, bertepatan dengan tanggal 7 Safar tahun 120 H, di sebuah lembah yang bernama "Abwa". Lembah ini terletak diantara kota Mekah dan kota Madinah. Ibunda Imam Mûsa al-Kâzim As bernama Hamida. Imam Mûsa al-Kâzim mencapai Imamah pada usia 21 tahun.
Abû Basîr berkata: " Kami bersama Imam Ja'far melakukan safar ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Tidak lama setelah tiba di sebuah tempat yang dikenal dengan Abwa dan setelah menyantap sarapan pagi , Imam mendapat kabar bahwa Allâh Swt telah menganugerahinya seorang putra.
Dengan suka-cita dan gembira-ria Imam Ja'far segera menemui Hâmida, istrinya. Tidak lama kemudian, beliau kembali dengan wajah sumringah berkata: Allâh Swt telah menganugerahkan seorang anak kepadaku. Kelahiran putraku merupakan anugerah terbaik dari- Nya.
Ibundanya bercerita bahwa ketika putranya lahir, ia melakukan sujud dan memanjatkan rasa syukurnya kepada Allâh Swt. Perbuatan ini merupakan tanda dari Imamah beliau. Saat Imam Shâdîq tiba di Madinah, beliau menghidangkan jamuan makan selama tiga hari dan mengundang orang-orang yang tertimpa kesusahan dan orang-orang miskin.
Ya'qub Sirâj berkata: "Aku mengunjungi Imam Sâdiq As di Madinah. Saya melihatnya berdiri di dekat ayunan putranya , Mûsa al-Kâzim As. Aku mengucapkan salam kepada beliau dan beliau dengan tatapan yang cerah menjawab salamku tersebut. Lalu beliau berkata "Mari mendekat kepada Imam dan sampaikan salam padanya. Aku mendekatinya dan menyampaikan salam. Imam Ja'far berkata: "Allâh Swt telah menanugerahimu seorang putri dan engkau telah memberinya nama yang kurang pantas untuknya. Pergilah dan ganti namanya. Ibunda Imam Mûsa Al Kâzim As adalah seorang kaniza (budak) yang dibeli oleh Imam Ja'far. Namun, meskipun demikian beliau telah mendapatkan pengajaran ilmu dari Imam Ja'far Sâdiq As, yang menjadikannya seseorang yang memiliki keluasan ilmu dan kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu agama. Sehingga kadang-kadang Imam Ja'far meminta para wanita untuk bertanya masalah-masalah agama kepadanya.

Periode kehidupan Imam Mûsa al-Kâzim As dapat dibagi menjadi 2 bagian:

1. Kehidupan Imam bersama ayahandanya di Madinah yang berlangsung selama 20 tahun. Periode ini berlangsung sebelum beliau mencapai Imamah.

2. Masa-masa awal perlawanan, pemenjaraan dan pengasingan yang menimpa kehidupan Imam.

Akhlak Mulia Sang Imam
Meskipun postur tubuh Imam As ramping dan kurus, namun beliau memiliki jiwa yang kuat. Baju dalam beliau terbuat dari bahan kain kasar. Beliau kadang-kadang berjalan kaki di tengah keramaian penduduk, menyampaikan salam pada mereka , mencintai keluarganya dan menghormati mereka. Imam Mûsa al-Kâzim adalah orang yang peduli dan sangat perhatian terhadap kehidupan fakir miskin dan orang-orang yang tertimpa musibah. Pada malam hari, beliau memikul makanan di pundaknya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh mereka tentang keberadaan beliau. Bahkan setiap bulannya, Imam memberikan gaji kepada beberapa orang diantara mereka.
Salah seorang sahabat Imam berceritera tentang ketabahan dan kesabaran sang Imam. Ia berkata: " Musuh-musuhnya kadang-kadang merasa malu dan berkecil hati atas akhlâqul karîmah yang ditunjukkan oleh Imam". Suatu waktu, seseorang yang bermukim di Madinah , ketika ia melihat Imam, ia memintanya untuk berhenti dan kemudian menyampaikan kata-kata kasar yang berisi makian terhadap Imam. Para sahabat Imam berkata: "Izinkan kami untuk menghajarnya, wahai Imam". Imam berkata: " Biarkanlah jangan kalian ganggu ". Beberapa hari kemudian, tidak ada berita tentang orang tersebut. Imam menanyakan tentang kesehatan orang itu. Para penduduk berkata bahwa ia pergi ke ladangnya untuk bercocok tanam yang letaknya di luar kota Madinah. Mendengar kabar tersebut, Imam segera menunggangi kudanya dan bergerak menuju ke ladang orang tersebut. Ketika orang itu melihat kedatangan Imam, ia berteriak dengan lantang dari kejauhan. Ia berkata: " Jangan anda masuk ke ladangku. Aku adalah musuhmu dan musuh datuk-datukmu. Imam mendekatinya, menyampaikan salam menanyakan tentang kesehatan dan kesejahteraan hidup orang tersebut. Imam dengan ramah bertanya: " Berapa Dinar yang anda habiskan untuk biaya ladangmu ini? ". Ia menjawab: " Seratus Dinar." Imam bertanya lagi: " Berapa banyak keuntungan yang anda harapkan dari semua ini? ". Orang itu berkata: " Dua ratus Dinar ". Mendengar jawaban ini, Imam mengambil sekantong tas yang berisi uang tiga ratus Dinar dan memberikannya pada orang tersebut. Imam berkata: " Ambillah uang ini dan ladang ini juga tetap menjadi kepunyaanmu".
Orang yang selama ini berlaku kurang ajar dan kasar pada Imam itu, tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti itu dari Imam. Ketika Imam ingin bertolak kembali ke Madinah, Imam Bersabda: " Lepaskan amarahmu dengan cara seperti ini". (tetap menunjukkan Akhlak al-karimah, -penj). Al-Kâzim berarti orang yang mampu mengontrol amarahnya ketika mendapat gangguan dan membalasnya dengan kebaikan dan penghormatan. Perbuatan mulia ini telah membuat musuh-musuhnya menjadi sangat malu.
Telah menjadi kebiasaan Imam menunjukkan cinta kasih dan kehangatannya kepada kerabat beliau. Beliau berkata: " Apabila terdapat permusuhan yang terjadi diantara kerabat, jika mereka saling berjabat tangan erat ketika mereka berjumpa, maka permusuhan itu akan pergi dan sesama mereka akan saling senang satu sama lainnya dan bergembira.

Sikap Pemurah Imam
Imam masyhur dan dikenal diantara para penduduk akan kemurahan dan keramahannya yang ada pada beliau, seperti perbuatan Imam membebaskan seribu budak. Dan bantuan Imam kepada mereka yang dalam kesulitan dan terhimpit masalah hidup serta membayarkan utang-utang orang-orang yang terlilit utang.
Ibn Shar Ashâb menukilkan bahwa suatu hari " Khalifah Mansûr" mengundang Imam ke istananya dan meminta beliau untuk duduk di singgasana Khalifah pada hari tahun baru dan membawa hadiah-hadiah yang dibawa oleh para tetamu untuk dapat dimanfaatkan oleh Imam. Meskipun Imam tidak begitu tertarik untuk memenuhi undangan itu, namun beliau dengan terpaksa menerimanya. Beliau duduk di singgasana itu. Atas perintah Khalifah Mansûr para punggawa kerajaan, aristokrat dan para pembesar yang ikut dalam acara resmi tersebut, menyerahkan hadiah-hadiah yang mereka bawa kepada Imam As. Mansûr memerintahkan kepada salah seorang pelayannya untuk mencatat dan merekam secara detail jumlah hadiah itu dan menyiapkan perlengkapannya untuk diangkut oleh Imam. Di ujung acara itu, seseorang yang berusia lanjut datang dan berkata: " Wahai putra Rasulullâh, aku tidak memiliki sesuatu pun untuk aku serahkan kepadamu, akan tetapi aku memiliki beberapa sajak yang berhubungan dengan duka dan nestapa yang menimpa datukmu Imam Husain As, yang dapat aku persembahkan padamu, wahai Imam".
Orang itu kemudian mendeklamasikan sajaknya di depan Imam dan meninggalkan kesan yang sangat luar biasa dalam diri sang Imam. Beliau meminta pengawal Mansûr untuk pergi menjumpai Mansûr dan menanyakan tentang apa yang harus dilakukan dengan hadiah-hadiah tersebut. Pengawal tersebut beranjak menjumpai Mansûr dan setelah kembali, ia mengatakan bahwa: "Raja Hârun berkata: "Aku serahkan seluruh hadiah ini kepadamu. Anda bisa serahkan kepada siapa saja yang anda kehendaki.
Pandangan Imam jatuh kepada orang tua tadi, lalu beliau berkata: " Untuk syair yang telah anda deklamasikan sehubungan dengan nestapa dan bencana yang menimpa datukku, aku anugerahkan hadiah ini untukmu sehingga dengannya anda akan terbebas dari kemiskinan dan penderitaan.

Perjuangan Imam dalam Menghadapi Hidup
Imam Mûsa bercocok tanam di ladang yang menjadi kekayaan pribadi beliau dan dari hasil cocok tanam itu, Imam membelanjakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Kadang-kadang, karena kerja keras membuat seluruh badan beliau penuh dengan peluh.
Suatu hari, salah seorang sahabat Imam yang bernama "''Ali Batâinî" - yang memiliki hubungan kerja dengan Imam - datang mengunjungi beliau di ladangnya. Ketika ia melihat Imam dalam kesulitan dan kesusahan, ia pun menjadi sedih dan berkata: " Semoga jiwaku menjadi tebusanmu, wahai Imam, mengapa anda tidak membiarkan orang lain untuk melakukan pekerjaan ini.
Imam berkata: " Mengapa aku harus memikulkan pekerjaan ini ke pundak orang lain sementara mereka lebih baik dalam melakukan pekerjaan ini dari pada aku" . Aku bertanya: " Siapakah mereka itu " ?
Imam berkata: " Rasulullâh Saw, Amirul mukminin ''Ali As, ayahandaku dan datukku." Kerja dan payah adalah sunah para nabi, sunnah para awsiya Allâh, para hambanya yang sholeh, mereka ini senantiasa bekerja dan bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dengan hasil kerja yang mereka dapatkan.

Metode Dakwah dan Bimbingan Imam
Suatu ketika Imam melintasi sebuah jalan. Denting suara musik dan dendang lagu terdengar hingga keluar rumah. Pemilik rumah tersebut adalah seorang yang memiliki kedudukan terhormat, telah membangun sebuah tempat untuk bersenang-senang dan membuat ia bergembira ria. Tiba-tiba seorang budak keluar dari rumah itu untuk membuang sampah di sudut jalan. Secara kebetulan, ia melihat Imam dan berdiri terdiam. Lalu, ia memberikan salam kepada Imam.
Sang Imam bertanya padanya: " Apakah pemilik rumah ini adalah seorang hamba atau seorang merdeka"?
Ia menjawab : " Seorang yang merdeka."
Imam berkata lagi : Ya. Jelas dan terang bahwa ia adalah seorang yang merdeka. Jika ia seorang hamba, maka ia pasti memiliki rasa takut kepada Allâh Swt dan tidak akan mengerjakan perbuatan sia-sia ini.
Budak itu memasuki rumahnya kembali dan ketika tuannya bertanya mengapa ia datang terlambat. Ia menceritakan kisah perjumpaannya dengan Imam dan perkataan beliau.
Orang itu sejenak berpikir dan merenungi perkataan Imam As itu. Tiba-tiba ia bangkit dari tempat duduknya dan dengan kaki telanjang ia berlari menyusul Imam dari belakang hingga berjumpa dengan beliau. Orang itu memberikan salam kepada Imam dan menyampaikan penyesalannya kepada Imam As.
Sejak saat itu, ia merubah pusat hiburan itu menjadi tempat peribadatan dan peringatan kenangan setiap hari ia berjalan dengan kaki telanjang. Orang ini kemudian dikenal dengan nama " Bushri Hâfî " yang berarti Si Bushri yang datang dengan kaki telanjang.

Kezuhudan dan Ibâdah Imam Mûsa As
Imam As sangat terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya sehingga di mana pun orang bercerita tentang beliau, mereka berkata " Beliau adalah seorang pecinta ibadah dan ahli taat." Syaikh Mufid menulis tentang beliau, " Beliau adalah orang yang paling shaleh dan bertakwa pada zamannya. Pada malam harinya, beliau larut dalam salât dan bilamana beliau melaksanakan sujud beliau memanjangkannya dan air matanya luruh sehingga janggut beliau basah dengan air mata.
Syablanjî, seorang ulama Sunnî menulis tentang beliau, " Imam Mûsa Kâzim As adalah orang yang paling bertaqwa dan zuhud pada zamannya. Beliau sangat arif, bijaksana, pemurah dan pengasih kepada siapa saja. Beliau membantu dan merawat orang-orang malang dan banyak waktunya dihabiskan untuk sibuk mengerjakan ibadah tanpa diketahui oleh orang banyak. Beliau berkata : " Yâ Allâh jadikan kematian mudah untukku dan ampuni dosa-dosaku sewaktu aku dihadapkan pada-Mu kelak dihari kiamat.
Beliau merupakan seorang pecinta Tuhan sejati sehingga membuat orang-orang menjadi takjub dan keheranan. Sedemikian rupa, sehingga ia pernah membuat Fadal si kepala penjara ikut menangis. Pembantu khusus Hârun , yang diutus ke penjara dengan misi untuk menarik perhatian dan menggoda Imam Mûsa As sehingga beliau tertarik kepadanya dan dengan demikian Hârun memiliki alasan untuk menghukum Imam, sangat terpukau oleh perangai Imam di dalam penjara sehingga ia kembali dalam keadaan menangis dan menyatakan keberatan atas keputusan Hârun memenjarakan Imam Mûsa As.

Tragedi Fakh
Husain bin 'Ali salah seorang Alawi dari Madinah atas perintah Imam Mûsa Kâzim As memberontak terhadap Hâdî yang menjadi Khalifah Dinasti Abbâsiyah ketika itu. Ia beserta dengan tiga ribu pasukan bangkit melawan pemerintahan Abbâsiyah karena tekanan dan kebrutalan, kedzâliman mereka terhadap anak-anak 'Ali As.
Akhirnya, serdadu Hâdî berhasil mengepung mereka di tanah Fakh dan melakukan pembunuhan massal di tempat itu, dengan memenggal kepala mereka. Kepala-kepala yang terpenggal itu dan para tawanan perang dibawa kehadapan Hâdî. Hâdî memberi perintah kepada algojonya untuk membunuh para tawanan itu. Kejadian ini dikenal dalam sejarah sebagai tragedi Fakh dan pejuang 'Alawî ini dikenal dengan " Husain ", syuhâda Fakh.

Hijrah Pertama Imam ke Baghdad
Mansûr dibunuh pada tahun 158 Hijriah dan anaknya "Mahdi" naik takhta sebagai Khalifah baru menggantikan ayahnya. Ia memberlakukan siasat-siasat keji kepada masyarakat. Ia mendandani dirinya dan bertingkah seakan-akan seorang yang taat beragama di hadapan masyarakat tetapi dibelakang masyarakat ia senantiasa berbuat dosa. Ketika ia memegang kekuasaan, Khalifah Mahdi membebaskan para tahanan politik diantaranya Imam Mûsa, dan mengembalikan harta yang dirampas dari tangan mereka. Akan tetapi, ia juga memberikan hadiah yang besar kepada para pujangga yang memaki dan melaknat keluarga 'Ali As. Seperti ketika ia memberikan hadiah tujuh puluh ribu Dirham kepada " Busyâr bin Burd " dan seratus ribu Dirham kepada Marwân berkat syair-syair mereka berisikan laknat dan makian terhadap keluarga 'Ali As.
Ia menghabiskan uang Baitul Mal (harta kaum muslimin) untuk berfoya-foya dan bersenang-senang, sebagaimana ketika ia habiskan lima puluh lima juta Dirham untuk pesta pernikahan putranya.
Suatu ketika, mata-matanya menyampaikan tentang popularitas Imam dan kecendrungan masyarakat terhadap beliau. Hâdî, mendengar berita itu, benar-benar geram dan dengan segera ia memerintahkan orang-orang setianya untuk mengirim Imam dari Madinah ke Baghdad dan memenjarakannya di sana.
Abû Khâlid berkata, suatu hari Imam disertai dengan pasukan resmi kerajaan tiba di rumahku di " Zubâla ". Imam, dalam waktu yang singkat itu, menghindar dari penjagaan pasukan kerajaan itu, dan beliau memintaku untuk membelikan beberapa barang. Aku sangat bersedih dan menangis melihat keadaan Imam seperti itu. Imam berkata padaku, " Jangan risaukan aku karena aku akan segera kembali, dan nantikan aku hingga hari itu, di tempat itu."
Aku persembahkan diriku atas apa yang telah Imam perintahkan kepadaku dan aku melihat beliau memimpin karavan tersebut. Aku cukup bergembira dan maju ke depan dan mencium Imam. Beliau berkata, " Wahai Abû Khâlid mereka akan membawaku kembali ke Baghdad dan aku tidak akan kembali dari perjalanan itu.
Ketika aku mencari tahu alasan mengapa Imam dibebaskan, aku menjadi tahu bahwa Mahdî melihat Imam 'Ali As dalam mimpinya, pada malam yang sama. Ia dalam mimpinya melihat Imam 'Ali dengan tatapan marah dan murka memberi peringatan dan teguran padanya. Pada pagi harinya karena ketakutan ia pun melepaskan Imam dan mengirimnya kembali ke Madinah dengan pengormatan dan kemuliaan.
Meskipun keadaan yang mencekik dan menyiksa di Madinah, Imam tetap sibuk membimbing dan menuntun umat yang bermukim di kota itu. Tidak lama berselang, Mahdî meninggal dunia dan anaknya Hâdî naik takhta menggantikannya sebagai Khalifah. Hâdî - berbeda dengan ayahnya - ia tidak mengamalkan perbuatan sembunyi-sembunyi, dan sangat jelas dan terbuka memulai perlawanannya melawan anak keturunan Imam 'Ali As. Perbuatannya yang paling memalukan adalah pembantaiannya terhadap anak keturunan 'Ali As yang dinamakan dengan tragedi " Fakh " dan oleh ahli sejarah dipandang sebagai tragedi kedua dalam sejarah setelah tragedi Karbâlâ.
Hâdî adalah orang yang berlumuran dosa, berperangai jahat dan tidak memiliki kelayakan untuk menduduki jabatan sebagai Kh'Alifah. Ia menghabiskan uang secara serampangan untuk berpoya-poya dan bersenang-senang dan memberikan hadiah yang melimpah kepada mereka yang membacakan syair dan yang mendendangkan lagu untuknya.
Hâdî wafat pada tahun 170 Hijriah dan " Hârun " yang menggantikan kedudukannya sebagai Khalifah. Ketika itu Imam telah berusia 42 tahun. Zaman " Hârun " merupakan zaman terakhir kekuasaan Dinasti Abbâsiyah. Hârun, setelah baiat dan orang-orang yang loyal dengan baiat itu, melantik " Yahyâ Barmakî" - yang merupakan orang Iran - sebagai menterinya dan memberikan wewenang yang penuh padanya. Hârun sendiri menyibukkan dirinya menggelapkan harta Baitul Mal yang ketika itu kantong kas Baitul Mal sedang gemuk, banyak pemasukan.
Ia menghabiskan seluruhnya dengan berlebih-lebihan untuk berfoya-foya dan bersenang-senang - sedemikian rupa - hingga pembelanjaan suatu acara makan menghabiskan biaya sebesar empat ribu Dirham.


2
Imam Mûsa Kâzim As; Insân Kâmil

Sikap keras kepala Hârun terhadap keluarga 'Ali As.
Hârun sangat terusik dengan perlawanan anak keturunan 'Ali terhadap Dinasti Abbâsiyah. Ia, dengan menggunakan segala cara untuk memisahkan dan menjauhkan masyarakat dari keluarga 'Ali As. Ia memberikan uang yang melimpah kepada para pujangga yang mendendangkan syair-syair berisikan makian, hujatan, cemoohan terhadap mereka. Oleh karena itu, Mansûr memberikan izin kepada salah seorang pujangga - yang karena syairnya menghujat keluarga 'Ali - masuk ke dalam gudang kekayaannya untuk memilih dan mengambil apa saja yang dikehendaki oleh pujangga tersebut.
Hârun membuang Sadât (keluarga ''Ali dan Fâtimah As) dari Baghdad ke Madinah, dan membunuh banyak diantara mereka.
Hamid bin Fataba, yang merupakan wakil Hârun di Khurasan menukilkan kepada 'Abdullah Bazzaz Nishapuri bahwa Hârun memiliki satu taman di Nishapur yang dikunjunginya setiap tahun. Pada suatu waktu, ia memanggilku di waktu tengah malam dan berkata : " Tunjukkan seberapa tinggi imanmu kepadaku?" Aku berkata : " Aku korbankan hidup dan hartaku untukmu. Ia berkata: " Apa lagi?" Aku berkata: " Kehormatanku, istriku dan anakku untukmu. " Ia bertanya lagi: " Apa lagi? " Aku berkata: " Agamaku." Harûn menegakkan kepalanya dan dengan tertawa ia berkata, " Anda telah mengatakan apa yang aku dambakan." Mendekatlah, ambil pedang ini dan laksanakan perintah yang budakku sampaikan kepadamu."
Budak Harûn itu menuntunku ke sebuah rumah tempat enam puluh orang, pemuda dan orang tua dari keluarga ''Ali As di penjara. Kemudian ia membawa satu persatu dari tawanan tersebut dan memerintahkan aku untuk membunuh mereka. Aku dengan setia mematuhi perintah Harûn tersebut. Setelah aku mengeksekusi mereka, aku buang bangkai mayat itu ke dalam sebuah sumur yang penuh dengan lumpur di sebuah kampung.
Duhai sahabatku! Ketika aku mengingat tragedi memilukan ini bergetar badanku, merinding bulu romaku. Harûn dengan segala kekejian dan kejahatannya yang kelewat batas juga memerintahkan aku untuk menggali kuburan Imam Husain As dan merubuhkan Haram Imam Husain As (kuburan suci) dengan maksud agar orang-orang tidak dapat menziarahi marqad beliau.

Ikrar Imam
Jelas dan terang alasan mengapa Imam Mûsa Kâdzim secara tegas menolak dan tidak mau bekerja sama dengan sebuah pemerintahan durjana dan biadab seperti pemerintahan Dinasti Abbâsiyah. Beliau tidak dapat berdiam diri atas kebiadaban dan kedurjanaan ini. Oleh karena itu, beliau bangkit memberontak melawan pemerintahan Hârun. Di mana saja tempat yang dianggap cocok, beliau membeberkan dan menyingkap kebejatan dan buruknya perangai Hârun kepada masyarakat. Hal ini tentu saja membuat Hârun menjadi malu dan tercoreng namanya di hadapan masyarakat. Imam memerintahkan beberapa sahabatnya untuk menghindari segala bentuk kerja sama dan bantuan kepada pemerintahan Hârun. Misalnya kepada Sâfwan, sahabatnya. Kepada Sâfwan beliau berkata: " Engkau adalah orang yang berbudi baik dalam segala hal, kecuali satu, engkau telah memberikan untamu untuk disewa oleh Hârun. Sâfwan menjawab: " Aku menyewakan untaku padanya hanya pada musim Haji saja dan toh aku tidak menemaninya dalam perjalanan. Imam berkata: " Duhai Sâfwan, tidakkah anda akan bergembira sampai untamu kembali, dan Hârun masih hidup sehingga anda menerima uang sewa darinya. Ia menjawab : " Ya ". Imam berkata lagi : " Barang siapa yang suka bila seorang dzâlim tetap hidup, maka ia pun termasuk bagian dari mereka."
Walaupun Sâfwan telah menandatangani perjanjian sewa-menyewa dengan Hârun yang mensyaratkan kepada Sâfwan untuk menyediakan perlengkapan dan peralatan perjalanan Haji kepada Khalifah, namun ketika ia mendengar apa yang disabdakan oleh Imam Mûsa As, ia pun menjual seluruh unta yang dimilikinya. Hârun kemudian memanggil dan menegurnya dan mendesak ia untuk membeberkan alasan mengapa ia menjual seluruh untanya tanpa sedikit pun memberi kabar kepadanya.
Akhirnya, Hârun mengerti apa yang telah terjadi dan berkata kepada Sâfwan, jika sekiranya aku tidak mengingat hubungan persahabatan yang dulu terjalin diantara kita, maka detik ini juga akan aku perintahkan algojoku untuk memenggal kepalamu. Aku tahu siapa yang memberikan perintah ini padamu. Mûsa bin Ja'far yang telah memerintahkan ini padamu. Walaupun Imam tidak menyetujui dan membolehkan seorang pun untuk berkerja sama dengan Hârun, akan tetapi beliau memerintahkan seseorang yang cakap dalam bidang pemerintahan untuk menyusup dan membangun pengaruh didalam pemerintahan Hârun al-Râsyid dan juga membantu sahabat-sahabat Imam yang kesusahan serta membocorkan informasi atau keputusan yang telah diambil oleh pemerintah. Oleh karena itu, beliau memberikan izin kepada 'Ali bin Yaqtîn untuk mengemban tugas ini dan menjabat kedudukan sebagai menteri Hârun al-Râsyid sehingga dengan tugas ini ia dapat membantu sahabat-sahabatnya dan orang-orang Syî'ah.
Suatu hari, Imam menulis surat yang isinya meminta 'Ali bin Yaqtîn bila tidak ada yang melihatnya, ia dapat mengambil wudhu sesuai dengan ajaran Imam dan bila ada yang menemaninya, berwudhu dengan cara mereka. Terima hadiah-hadiah yang diberikan padamu - sebagai salah satu ujian yang dibuat oleh Hârun untuk menguji orang-orangya - dan jangan engkau tolak.

Pertanyaan Hârun dan Jawaban Imam
Hârun berusaha bertanya sesuatu yang membuat Imam tidak mampu atau tidak dapat memberikan jawaban. Sehingga dengan siasat ini, ia dapat menjatuhkan citra dan menghina kehormatan Imam. Tapi bilamana ia mendekati samudra keilmuan Sang Imam maka ia menemukan dirinya tidak berdaya, tidak mampu dan terhina dihadapan Imam Mûsa bin Ja'far As. Dalam sebuah kesempatan, Hârun membawa Imam dari Madinah ke Baghdad dan sesampainya di Baghdad ia membuka sebuah ruang diskusi.
Hârun : Aku ingin menyampaikan sebuah pertanyaan yang hingga kini aku belum temukan jawabannya.
Imam : Jika aku memiliki kebebasan dalam menyampaikan pendapat, aku akan menjawab pertanyaanmu itu.
Hârun : Anda bebas menyampaikan pendapat anda, katakanlah apa yang ingin kau katakan.
Hârun : Mengapa anda berkeyakinan bahwa anda lebih unggul dari kami, anak keturunan Abbâs? Padahal, kita berdua dari garis keturunan yang sama (nenek moyang yang sama, red. ). Kita berdua berasal dari Banî Hâsyim.
Imam : Kami lebih dekat kepada Nabi Saw dari pada anda.
Hârun : Bagaimana?
Imam : Karena, ayah kami Abû Tâlîb dan ayah Nabi Muhammad Saw berasal dari ibu dan ayah yang sama. Tetapi ayahmu 'Abbâs hanya memiliki nasab (hubungan) dari pihak ayah saja.
Hârun : Sewaktu Nabi Saw wafat, ayahmu Abû Tâlîb telah lebih dahulu wafat tetapi ayah kami 'Abbâs masih tetap hidup. Jelas bahwa selama paman masih hidup anda sebagai sepupu tidak dapat menerima warisan.
Imam : Selama seorang anak masih hidup, paman tidak dapat menerima warisan. Oleh karena itu, ketika Fâtimah masih hidup ayahmu 'Abbâs tidak ada hak untuk menerima warisan.
Hârun : Mengapa anda membiarkan orang-orang memanggilmu dengan sebutan putra Rasulullâh, sementara anda ini adalah putranya ''Ali bin Abî Tâlîb. Sebab setiap orang bernasab kepada ayahnya dan Rasulullâh adalah kakekmu dari pihak ibu.
Imam : Jika sekiranya Rasulullâh Saw hidup dan meminang putrimu, apakah anda bersedia untuk menerima pinangan beliau dan memberikan putrimu padanya.
Hârun : Tentu saja, dengan penuh kebanggan dan kehormatan aku akan menerimanya.
Imam : Tetapi Rasulullâh Saw tidak akan pernah meminang putriku untuk beliau nikahi.
Hârun : Mengapa demikian?
Imam : Karena, beliau adalah ayahku walaupun dari pihak ibu sedangkan beliau bukan ayahmu. Dengan demikian, aku menganggap diriku sebagai putra Rasulullâh Saw.
Hârun, duduk diam seribu bahasa, bersikap dingin mendengarkan jawaban Imam yang seakan-akan meremukkan tubuhnya itu. Ia lalu meminta Imam untuk meminta apa saja yang diinginkan oleh beliau. Imam berkata : " Aku tidak ingin apa pun darimu, biarkan saja aku pergi melakukan pekerjaanku".

Pengkhianatan salah seorang kerabat Imam
Kemenakan Imam yang bernama ''Ali bin Ismâ'il diundang oleh sahabat Hârun untuk menemaninya ke Baghdad dan untuk memberi kabar kepada Hârun perihal keadaan Mûsa bin Ja'far. Ketika Imam diberi tahu tentang undangan itu, beliau memanggil kemenakannya itu dan berkata : " Kau mau kemana?" ''Ali bin Ismâ'il menjawab : " Aku ingin pergi ke Baghdad."
Imam berkata : " Untuk keperluan apa engkau ke sana?" Ia berkata : " Aku terlilit hutang, barangkali dengan kepergianku ini aku dapat memperoleh uang untuk membayar hutangku itu."
Imam berkata lagi : " Aku yang akan membayar seluruh utangmu itu dan memberikan padamu uang untuk keperluan hidupmu beserta keluargamu."
Tetapi Ismâ'il menolak tawaran Imam tersebut dan bersikeras untuk tetap pergi. Akhirnya, ia berkata pada Imam : " Aku tetap akan pergi dan aku meminta nasihat darimu."
Imam berkata padanya : " Aku wasiatkan padamu dan ini merupakan perintahku bahwa engkau jangan turut serta dan mengambil saham atas darahku karena akibatnya tidak baik untukmu kelak."
Ismâ'il berkata : " Apa maksud perkataan anda ini?" Ia berkata lagi pada Imam untuk memberinya nasihat. Imam kembali mengulangi perkataannya kepada Ismâ'il. Ia tidak tahu bahwa Imam mengetahui apa yang akan terjadi. Ismâ'il beranjak pergi meninggalkan Imam. Imam memberikan tiga ratus Dinar padanya dan berkata : " Ini untuk anak-anakmu." Ismâ'il mengambil uang tersebut dan pergi.
Kemudian setelah Ismâ'il meninggalkan tempat itu, Imam menyampaikan pesan kepada orang-orang yang hadir dalam pertemuan itu, beliau berkata : " Demi Allâh, kemenakanku ini akan turut serta dalam pembunuhanku dan menjadikan anak-anakku yatim. Para hadirin berkata : " Wahai putra Rasulullâh, jika anda mengetahui dia akan berlaku khianat pada anda, lalu mengapa anda masih saja menolongnya."
Beliau menjawab, " Datukku Rasulullâh Saw bersabda jika seseorang berbuat baik dan mencintai kerabatnya dan si kerabat membalasnya dengan perbuatan jahat, maka Allâh Swt akan mengazabnya dan ia sedikit pun tidak akan sampai pada apa yang ditujunya."
Ismâ'il tiba di Baghdad dan berkunjung ke kediaman Yahyâ Barmakî. Kemudian setelah itu, ia bersama Yahyâ Barmakî pergi menjumpai Hârun. Ia menyampaikan laporannya kepada Hârun, katanya : " Wahai Hârun! Mûsa bin Ja'far memerintah dan mengatur Madinah dan ia memiliki uang yang melimpah yang dikirim oleh orang-orangnya dari berbagai tempat. Ia telah mengambil keputusan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahanmu."
Hârun senang mendapatkan laporang dari Ismâ'il itu dan memberi uang sebanyak dua ratus Dirham padanya. Ismâ'il dengan riang gembira menerima uang tersebut lalu segera pulang ke rumahnya di Madinah. Namun tiba-tiba rasa sakit menyerang tenggorokannya dan mati seketika di tempat itu. Hârun memutuskan untuk datang ke Madinah untuk menangkap Imam dan menjebloskannya ke dalam penjara.
Pada tahun yang sama ia menulis surat kepada seluruh orang-orangya untuk berkumpul dan pergi ke Mekah dan Madinah. Sepulangnya dari Madinah, ia memerintahkan gubernur Madinah untuk menangkap Imam dan mengirimnya ke Basra. Imam As dipenjara selama satu tahun di Basrah. Kota Basra ketika itu dipimpin oleh Yahyâ Barmakî.
Akhlak, budi luhur dan perkhidmatan Imam meninggalkan kesan yang dalam pada diri Yahyâ sehingga membuat ia menulis surat kepada Hârun, Wahai Hârun, Aku tidak melihat sesuatu apa pun yang ada dalam diri Mûsa bin Ja'far selama dalam penjara kecuali kebaikan dan ketaqwaan. Aku tidak tahan lagi untuk memenjarakannya. Terimalah ia kembali atau aku akan bebaskan dia pergi. Hârun akhirnya memutuskan untuk memindahkan Imam dari Madinah ke Baghdad. Atas perintah Hârun, orang murah hati itu dipindahkan ke penjara yang ada di Baghdad dibawah pengawasan Fadal. Fadal seperti Yahyâ pun terpesona akan kepribadian Imam Mûsa As dan meminta Hârun agar ia sendiri yang mengawasi Imam. Akhirnya, Imam dipindahkan lagi ke penjara " Sindî bin Syâhik " yang merupakan seorang durjana dan berperangai buruk.

Perlawanan Imam di dalam penjara
Hârun mencoba dan terus berupaya untuk mengalihkan perhatian Imam dari dirinya. Suatu hari, ia mengutus Yahyâ bin Khâlik ke penjara. Tugas yang diemban Yahyâ bin Khâlik ini adalah menyadarkan Imam untuk tidak menentang Khalifah dan menawarkan amnesti (ampunan) kepada beliau lalu membebaskan beliau pergi. Namun Imam tidak menerima tawaran itu. Imam As menulis surat kepada Hârun yang berisikan : " Setiap hari aku lalui dengan kesusahan sementara engkau lalui hari-harimu dengan ketenangan dan kesejahteraan. Nantikanlah hingga diantara kita disidang di mahkamah Ilahi, ketika orang-orang licik akan menjadi pecundang dan terkalahkan.

Mengapa Penjara Imam diganti
Alasan mengapa penjara Imam diganti adalah karena permintaan Hârun terhadap setiap sipir penjara untuk mengeksekusi Imam namun mereka tidak bersedia untuk memenuhi permintaan Hârun tersebut. Hingga akhirnya Sindî yang memiliki hati bak batu itu bersedia untuk menjadi algojo meracuni Imam As.
Hârun dengan menggunakan saksi-saksi palsu dan orang-orang bayaran mencoba menunjukkan kepada khalayak bahwa kematian Imam adalah sebuah kematian yang wajar dan alamiah. Siasat licik dan keji ini digunakan untuk menghindari pemberontakan murid-murid dan orang-orang yang setia pada Imam. Namun segalanya sia-sia. Ujungnya, dengan usaha-usaha salah seorang yang memiliki hubungan dengan Hârun yang bernama " Sulaîman " memimpin pemberontakan yang terjadi di Baghdad. Upacara Penguburan Imam yang mereka rencanakan berlangsung secara rahasia dan sembunyi-sembunyi gagal. Hârun dalam keadaan terpaksa ikut serta melayat jenazah kudus Imam dan menghadiri upacara penguburan beliau. Keikutsertaanya merupakan hal yang tidak dapat dihindari olehnya.
Akhirnya, Imam Mûsa Kâzim As dikebumikan di Kazimain di tengah duka, sedih dan ratapan orang-orang Kazimain. Marqad beliau masih merupakan pusat kegiatan orang-orang Syî'ah.

Sahabat-sahabat Imam As
Ketika ayahnya yang mulia Imam Ja'far Sâdiq As wafat, murid-murid ayahnya memusatkan perhatian mereka kepada Imam Mûsa bin Ja'far As. Mereka menuntut ilmu kepada Imam Mûsa selama tiga puluh tiga tahun.
Beberapa murid beliau antara lain :

1. Ibn Abî 'Umâir

Orang ini belajar pada tiga Imam, Imam Mûsa Kâzim As, Imam Ridâ As dan Imam Jawâd As. Ibn Abî 'Umâir merupakan salah seorang yang ulama terkenal dan ternama pada zamannya. Ia meninggalkan banyak kitab-kitab sunnah sebagai tanda mata darinya.
Beberapa orang memberi kabar kepada pemerintah bahwa Ibn Abî 'Umâir adalah orang Syî'ah dari Iraq. Ia ditangkap dan diinterogasi untuk membeberkan nama-nama orang Syî'ah yang ia kenali. Tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya untuk memenuhi permintaan mereka. Ia ditelanjangi dan diikat pada pohon kurma. Mereka menghadiahi seratus cambukan kepada murid setia Aimmah As ini.
Syaikh Mufîd bercerita bahwa sahabat utama Imam ini dipenjara selama tujuh puluh tahun. Seluruh harta bendanya dimusnahkan. Walaupun didera dengan cobaan yang berat dan memilukan ini, ia tetap mengatupkan bibirnya dan tidak berkata sepatah kata pun untuk membeberkan informasi kepada kaum durjana.

2. ''Ali bin Yaqtîn

''Ali bin Yaqtîn adalah salah seorang sahabat Imam Sâdiq As. Marwân memata-matainya dan menuntut agar ia di tangkap. Akan tetapi ''Ali bin Yaqtîn berhasil kabûr dan melarikan diri kejaran Marwân. Ia mengirim istri dan anak-anaknya ke Madinah. Ia kembali ke Kufah menyusul kejatuhan Banî Umayyah di tangan Banî Abbâsiyah. Ia menjalin kontak yang dekat dengan orang-orang Abbâsiyah dan menjabat kedudukan-kedudukan penting dalam pemerintahan Abbâsiyah. Dengan kedudukannya ini ia banyak membantu orang-orang Syî'ah.
Hârun menempatkan ia sebagai menterinya. Sebenarnya ia merupakan seorang utusan Imam dalam pemerintahan Hârun al-Râsyid. Kapan saja Imam memberi pernitah maka ia tanpa basa-basi melaksanakan perintah itu.
Beberapa kali ia bermaksud mengundurkan diri, namun ia ditahan oleh Imam untuk tetap menjalankan tugasnya. Ia wafat pada masa Imam dalam penjara. Ia banyak menulis kitab dan meninggalkannya sebagai kenang-kenangan. Kitab-kitabnya itu berisikan ajaran-ajaran suci Ahli Bait As.

3. Mu'minut Tâq

Mu'minut Tâq adalah seorang sahabat Imam Ja'far Shâdîq As dan Imam Mûsa Kâzim As. Imam Sâdiq menganggapnya sebagai salah seorang sahabat utama beliau dan memberikan penghormatan kepadanya.
Mu'min merupakan jawara dalam diskusi. Ia berdiskusi dengan siapa saja. Ia dalam diskusi senantiasa meraih sukses dan mengalahkan siapa saja yang berdiskusi dengannya.
Imam Ja'far Sâdiq berkata tentang dia : " Mu'min ibarat seorang seekor elang yang menerkam mangsanya.

4. Hisyâm bin Hakam

Hisyâm bin Hakam merupakan seorang yang pakar dalam bidang ilmu logika. Bilamana terdapat sebuah masalah pelik, Imam Sâdiq selalu mengutusnya untuk pergi memecahkan masalah itu. Ia sangat ahli dalam pembahasan Imamah. Ia merupakan murid jenius Imam dan cekatan dalam memberikan jawaban. Ia juga seorang pakar dan ahli dalam masalah-masalah tauhid dan aqidah.
Ia banyak menulis kitab dan terlibat dalam diskusi-diskusi dengan ulama yang berasal dari berbagai golongan. Dan ia - tentu saja - selalu menjadi pemenang dalam diskusi-diskusi tersebut.[]


Mutiara Hadits Imam Mûsa Kâzim As
Katakan yang haq walaupun nampaknya mendatangkan kerugian bagimu.

Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertaqwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allâh Swt atas anugerah ini.

Bersikap tegaslah dan keras terhadap orang-orang zâlim sehingga engkau dapat merebut haq orang-orang mazlum (yang tertindas) darinya.

Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.


Dunia ini berkulit halus dan cantik ibarat seekor ular namun menyimpan racun pembunuh di dalamnya.

*******


Jawablah pertanyaan berikut ini dengan singkat:

1. Bagaimana perlakuan Imam terhadap setiap musuh-musuhnya?
2. Bagaimana metode dakwah Imam?
3. Atas perintah Khalifah siapa Imam di bawa ke Baghdad untuk yang pertama kalinya?
4. Mengapa Hârun berlaku buruk kepada keluarga ''Ali As?
5. Apa yang ditulis oleh Imam ke Hârun semasa beliau dalam penjara?



Seri Pemuka Manusia Suci

Muhammad bin 'Abdullâh
''Ali bin Abî Tâlîb
Fâtimah binti Muhammad
Hasan bin ''Ali bin Abî Tâlîb
Huseîn bin ''Ali bin Abî Tâlîb
''Ali bin Huseîn Zainal Abidin
Muhammad bin ''Ali al-Bâqir
Ja'far bin Muhammad Bâqir
Mûsa bin Ja'far al-Kâzim
''Ali bin Mûsa ar-Ridâ
Muhammad bin ''Ali al-Jawâd
''Ali bin Muhammad al-Hâdî
Hasan bin ''Ali al-'Askarî
Muhammad bin Hasan al-Mahdî

3