sji'ah

sji'ah0%

sji'ah pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Agama & Aliran

sji'ah

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: PROF. DR. H . ABOEBAKAR ATJEH
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 11888
Download: 2886

Komentar:

sji'ah
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 70 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 11888 / Download: 2886
Ukuran Ukuran Ukuran
sji'ah

sji'ah

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

2. NABI MUHAMMAD DAN ALI

Orang-orang Sji'ah mengemukakan hadis-hadis jang dapat mendjelaskan persaudaraan djiwa antara Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Thalib. Dan sampai dimana pula Ali dapat mewarisi sifat-sifat Nabi jang ditjintai. Dapat pula kami menarik kesimpulan, bahwa Nabi meratakan djalan chalifah bagi Ali dalam batas-batas dan sjarat-sjarat jang ditetpkan dalam Islam. Nabi bersabda:

"Memandang muka Ali adalah suatu ibadat"[1] , dan djuga sabda Nabi :

"Siapa jang mengganggu Ali, maka berarti ia mengganggu aku."

Al-Jaqubi dalam sedjarahnja bahagian ke II mengatakan bahwa Nabi sewaktu kembali dari menunaikan ibadah hadjinja jang penghabisan pada suatu malam, menudju ke Medinah. Sesampainja ditelaga Chum, pada tanggal 18 Zulhidjdjah, dimana Nabi berpidato seraja memegang tangan Ali. Diantaranja beliau bersabda :

"Siapa jang mengaku bahwa aku sebagai walinja, maka Ali inilah Walinja. Hai Allah, sokonglah seseorang jang menjokongnja dan musuhilah seseorang jang memusuhinja"[2] .

Dikatakan dalam Tafsir Fachru ar-Razi bahwa setelah itu Umar bin Chattab mengatakan pada Ali sebagai berikut :

"Aku memberi selamat kepadamu. Karena engkau sekarang telah mendjadi wali bagi tiap-tiap Mu'min."

Hadis ini disebut oleh ahli sedjarah jang banjak dan disebut pula oleh ulama-ulama seperti Turmudzi, Nasaie dan Ahmad bin Hanbal dan diriwajatkan oleh 16 sahabat Nabi. Djuga disebutsebut oleh ahli-ahli sedjarah dan sastera sebagai Hasan bin Tsabit, Abu Taman al-Thaie dan Al-Kumait al-Asa'di.

Dalam kitab Al-Aal karangan Ibnu Chalweh mengisahkan bahwa Nabi pernah mengatakan kepada Ali :

"Mentjintaimu itu adalah iman, dan membentjimu itu sifat munafik, dan pertama-tama orang jang masuk sorga ialah jang mentjintaimu, dan jang pertama-tama masuk neraka ialah jang membentjimu."

Dan semua ahli hadis bersatu paham dan sepakat untuk menjalakan bahwa Nabi sering mengulang-ngulangi utjapan :

"Inilah saudaraku....... "

Dalam hadis jang diriwajatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda dihadapan sahabat-sahabatnja :

"Djika kamu ingin melihat pengetahuan Nabi Adam, kesusahan pikiran Nuh, sifat-sifat Ibrahim, ibadat doanja Musa, umur Isa dan suluh ilmunja Muhammad, lihatlah kepada jang datang ini."

Maka sekalian sahabat-sahabatnja mengangkat kepalanja untuk melihat jang datang itu maka nampaklah ia Imam Ali. Pada suatu ketika, datanglah seorang sahabatnja untuk menjampaikan sebuah pengaduan kepada Nabi tentang Ali.

Maka mendengar ini Nabi bersabda :

"Apakah jang kamu ingini dari Ali ? (diutjapkannja tiga kali). "Dia sebahagian daripadaku. Dan dia wali bagi tiap-tiap mu'min, sesudahku."

Inilah sebahagian dari utjapan-utjapan Nabi, dari utjapanutjapan ini dapat dimengerti bahwa Nabi merasai suatu matjam persaudaraan jang sangat istimewa dengan Ali. Dan bahwa Ali merasakan persaudaraan ini djuga. Selain daripada itu Nabi hendak menarik perhatian orang-orang kepada sifat-sifat kemanusiaan agung jang nampak bersinar pada pribadi Ali dan menundjukkan bahwa hanja ia sendiri jang dapat menjempurnakan sjarat-sjarat seruannja djika Nabi sudah wafat. Ali dilahirkan dalam Ka'bah, kiblat jang mendjadi kerinduan umat Islam. Mula-mula jang dilihatnja ialah Muhammad dan Chadidjah sedang bersembahjang, waktu ia ditanjakan bagaimana ia memeluk agama Islam tanpa izin ajahnja, ia mendjawab :

"Apa perlunja aku bermusjawarah untuk mengabdi pada Tuhan !"

Selang beberapa lama. Islam hanja berkembang dirumah Muhammad sadja. Jakni berkisar pada Muhammad, isterinja Chadidjah, Ali dan Zaid bin Haritsah. Tatkala Nabi mengundang sanak-keluarganja pada suatu djamuan dirumahnja. Nabi mulai menerangkan tentang Islam. Maka Abu Lahab memutuskan pembitjaraannja dan menjuruh hadirin jang lain supaja meninggalkan djamuan makan itu. Pada keesokan harinja Nabi mengadakan pula djamuan makan, setelah selesai bersantap maka berkatalah Nabi:

"Saja rasa tak ada seorang jang membawa kepada sesuatu jang lebih mulia daripada jang kubawa sekarang. Maka siapakah daripada kamu jang mendampingiku untuk ini ?"

Semua mereka marah dan akan meninggalkan rumah itu. Tetapi Ali jang pada waktu itu masih belum baligh, bangkit lalu berkata :

Hai, Rasulullah, aku menjokongmu. Aku akan memerangi siapapun jang memerangimu," maka disambut oleh hadirin dengan tertawaan sambil melihat-lihat Abu Thalib dan anaknja itu. Selandjutnja mereka meninggalkan tempat itu sambil mengedjek-edjek.

Pada tiap-tiap peperangan jang dikepalai Nabi, bendera selalu ditangan Ali, ia mengerahkan kepandaian naik kudanja hanja semata-mata untuk Nabi dan untuk memenangkan risalahnja dalam medan keperwiraan. Dan musuh-musuhnja mengakui kepahlawanannya. Pada peperangan Chandaq ia tetap sebagai gunung raksasa, dimana berdebar-debar hati kawan-kawannja hingga musuh dapat dikalahkan.

Ali pada peperangan Chaibar telah dapat mengalahkan musuhnja — sesudah Nabi mengepung kota Chaibar beberapa saat tetapi penduduk Chaibar berteguh membela kotanja sekuat-kuatnja, karena djika kota ini dikuasai Muhammad tentu tak mungkin lagi bangsa Jahudi mengadakan gerakan-gerakan rahasianja untuk membunuh Nabi. Dan pedagang-pedagang mereka akan musnah. Berturut-turut Abu Bakar dan Umar bin Chattab mengadakan serangan-serangan terhadap kota itu, tetapi serangan-serangan itu gagal sama sekali. Setelah itu Nabi menjerahkan tentara pada Ali jang menjerang kota Chaibar, mentjabut pintu gerbangnja jang besar itu dan kemudian didjadikan sebagai tameng. Hingga dengan demikian kota Chaibar ini djatuh ketangan tentara Islam. Disini ada terdapat suatu keanehan. Karena sedjarah mengenal pahlawan-pahlawan jang gugur dalam perdjuangan untuk menegakkan suatu îdiologi, walaupun mereka memilih perdamaian djika mungkin dan dapat serta ingin mendjelmakannja keadaan normal, jang sudah barang tentu mereka tiada ingin menempuh peperangan.

Sedjarah mengenal pahlawan-pahlawan jang gugur dalam menuntut tudjuan-tudjuan jang mulia. Tetapi kepahlawanan dan keagungan itu tidak berupa suatu perbuatan dalam djangka jang lama, jang dapat membajangkan betapa gambar-gambar dari maut dan kesedihan jang mengintainja. Karena terdjadinja itu terbatas kala semangat berkobar-kobar dan kadang-kadang dibawah perlindungan kawan-kawan dan pengawasan mereka. Tetapi Ali berlainan lagi, ia berdjuang untuk menegakkan idiologi. jaitu idiologi Muhammad — untuk kebenaran dan persaudaraan, dengan perdjuangan jang tak ada bandingannja alam sedjarah. Karena perdjuangan itu merupakan persatuan dua buah tubuh manusia. Dua pribadi besar.

Sewaktu manusia ini hendak meninggalkan kota Makkah, mereka selalu berkejakinan bahwa tentara Quraisj akan menjusulnja, oleh karena Muhammad mendjalani djalanan jang tidak pernah dilalui orang biasa, apalagi pada waktu-waktu jang tiada tersangka-sangka pula. Pada suatu malam Muhammad bersiapsiap untuk meninggalkan Mekkah. Kaum Quraisj menjediakan orang dan pemuda-pemuda jang kuat-kuat untuk membunuhnya. Mereka mengepung rumahnja sepandjang malam supaja Nabi tidak berkesempatan untuk melarikan diri. Tetapi pada malam itu pula Muhammad meminta supaja Ali tidur ditempat tidur Nabi dengan memakai selimut hidjaunja. Dan Ali untuk sementara tetap taat untuk menjampaikan amanat-amanat kepada orang-orang jang menjimpan sesuatu pada Nabi. Perintah itu dilaksanakan oleh Ali dengan gembira dan bersenang hati,, seperti biasanja pada tiap-tiap pembelaannja. Pemuda-pemuda Quraisj mengepung rumah Nabi. Dan menunggu-nunggu seraja melihat-lihat dari lobang pintu. Pada malam jang agak larut mereka melihat seseorang sedang rebah ditempat tidur Nabi, orang ini ialah Ali. Tetapi mereka menjangka bahwa jang sedang tidur itu ialah Muhammad.

Nabi sudah berada dirumah Abu Bakar — akan keluar menudju gua Tsaur. Kedua mereka disusul oleh pasukan berkuda Quraisj, tetapi tiada pernah menemukannja. Ini suatu pengorbanan jang akan didjalankan oleh Ali — ia tidur ditempat tidur seseorang jang akan dibunuh. Ia insaf dan mengetahui, bahwa maut sedang mengintai dihadapan matanja. Tetapi betapapun ia akan menjambutnja dengan gembira untuk menjelamatkan saudara sepupunja Muhammad.

Pertalian batin antara Muhammad dan Ali berlangsung dengan teguhnja. Mereka berdua bahu-membahu untuk mentjapai tjita-tjitanja. Tali kebatinan ini — jang memang sudah dimulai pada masa Abu Thalib dan masa perhubungan Ali dengan Muhammad, semendjak mereka bertiga berdiam dalam sebuah rumah. Rumah inilah jang dapat menjaksikan keunggulan Muhammad. jang dalam pada itu reaksinja nampak pada pembelaan Abu Thalib, dan pada pikiran jang besar, serta perasaan mendalam.

3. MENGAPA ALI DITJINTAI SJI'AH

Abdul Halim Mahmud dalam bukunja "At-Tafkirul Falsafi fil Islam" (Mesir, 1955) menerangkan, bahwa ketaatan Sji'ah kepada Ali tidaklah bertentangan dengan adjaran Islam umum, jang mewadjibkan taat kepada Allah, taat kepada Rasulnja dan taat kepada Ulil Amri, sehingga golongan Sji'ah ini memasukkan sebagai salah satu kejakinannja, bahwa mentaati imam itu adalah salah satu rukun jang wadjb dalam Islam.

Sebab-sebab terdjadinja kejakinan Sji'ah ini sudah berlaku sedjak zaman Rasulullah. Perdjalanan hidup Rasulullah baik sebelum maupun sesudah mendjadi Nabi tidak terlepas daripada kepribadian Ali bin Abi Thalib. Ketika mentjeriterakan asal kedjadian Sji'ah, Abdul Halim Mahmud menerangkan, bahwa orang tidak boleh lupa hubungan kekeluargaan antara Muhammad dengan Abi Thalib, bahkan dengan Abdul Muttalib. Kita batja sedjarah, apa jang diperbuat oleh Abdul Muttalib terhadap Muhammad, apa jang diperbuat oleh Abi Thalib terhadap kehidupan dan pembelaan atas diri Muhamad, bagaimana memelihara Muhammad itu lebih daripada anaknja sendiri Ali, ketika ia mengawinkannja dengan Chadidjah, beban kekeluargaan ini hampir-hampir tidak terpikul olehnja. Achirnja Muhammad, sesudah berumah tangga dan berpenghidupan, segera meringankan beban itu dengan mengambil Ali, jang diakui adiknja, dan Abbas mengambil tanggung djawab tentang Dja'far.

Tatkala Nabi diangkat mendjadi Rasul, Ali masih berumur dua belas tahun, dan Nabi melihat bahwa Ali belum pernah dahinja kotor karena sudjud kepada berhala, karena berbuat sesuatu kemaksiatan, sebagaimana jang terdjadi dengan anak-anak Quraisj jang lain. Ali memeluk agama Islam setjara jang sangat murni dan bersih.

Mundur madju Ali sebelum memasuki Islam, semalam-malaman ia berpikir, sehingga tidak dapat memedjamkan matanja. Achirnja ia memutuskan dan menerangkan kepada Nabi memeluk agama Islam, dengan tidak bermusjawarat lebih dahulu dengan ajahnja. Katanja : "Memang Tuhan sudah mentakdirkan tidak berunding lebih dahulu, karena tidak ada keperluan bermusjawarat dalam beribadat kepada Tuhan." Ibn Hisjam mentjeritakan, tatkala Rasulullah keluar ke Sji'ab Mekkah mau sembahjang, Ali bin Abi Thalib mengikutinja dengan diam-diam. dengan tidak setahu ajahnja, paman-pamannja dan seluruh keluarganja, lalu sembahjang berdua dengan Nabi Muhammad. Sesudah selesai dan istirahat sebentar, kembali pulang berdua-dua (Sirah, hal. 263).

Tatkala turun ajat jang berbunji : "Berilah chabar pertakut kepada keluargamu jang terdekat," Nabi Muhammad mengundang keluarganja makan dirumahnja dan berbitjara dihadapan mereka itu, mengadjak menerima adjaran Tuhan. Abu Lahab memutuskan pembitjaran Nabi, dan mengadjak pengikutnja meninggalkan pertemuan itu. Nabi Muhammad mengadakan lagi esok harinja undangan makan. Sesudah habis makan, Nabi berkata : Tidak ada kuketahui orang-orang jang lebih baik daripada kamu ditanah Arab, jang datang pada hari ini. Moga-moga ketabahanmu itu membawa kebadjikan dunia achirat. Sesungguhnja Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk mengadjak kamu sekaliannja kepada adjarannja. Siapakah diantara kamu jang akan membantuku (Juwasiruni) aku dalam meneruskan pekerdjaan ini? Sunji senjap, tidak ada sahutan, tidak ada djawaban jang dapat menampungnja. Semua mereka itu membalik kebelakang, meninggalkan pertemuan itu. Tetapi Ali lalu bangun tegak berdiri berkata dengan lantang : "Aku ja Rasulullah jang akan membantumu. Aku sedia memerangi siapa jang akan memerangimu !" Bani Hasjim jang hadir itu semuanja tertawa terbahak-bahak, pandangan mereka itu berpindah dari Abu Thalib kepada anaknja jang masih ketjil. Kemudian mereka itupun meninggalkan tempat itu sambil mengedjek (Dr. Haikal, Hajat Muhammad, hal. 140).

Siapa jang menolong djiwa Nabi pada waktu hidjrah ke Madinah ? Rasulullah menjuruh Ali pada malam hidjrah itu tidur diatas tempat tidurnja, dan berselimut dengan selimutnja burdah hadrahmi jang hidjau, dan menjuruh dia tinggal beberapa waktu di Mekkah ?

Di Madinah Nabi mempersaudarakan sahabat-sahabatnja Muhadjirin dengan Anshar, agar tidak tjanggung dan merasa asing, agar bersatu dalam kekeluargaan sebagai saudara kandung sebiran tulang, tjinta mentjintai, setia dan kasih sajang. Maka terdjadilah persaudaraan jang belum pernah dikenal sedjarah manusia, ikatan kekeluargaan jang lebih daripada saudara kandung. Nabi mengambil tangan Ali bin Abi Thalib dan berkata kepada umum : "Ini saudaraku !" Maka mendjadilah pula persaudaraan antara Rasulullah dan Ali bin Abi Thalib (Ibn Hisjam, Sirah, hal 18).

Memang bukan ikatan lahir sadja jang memperkokohkan hubungan antara Rasulullah dengan Ali, tetapi djuga ikatan bathin jang tidak bisa dipetjah tjeraikan antara satu sama lain. Rasulullah mendidik Ali itu sedjak ketjil, dan Ali itu hidup dirumahnja sebagai salah seorang anaknja. Ali adalah orang laki-laki jang mula-mula masuk Islam, saudaranja, menantunja jang dikawinkan dengan anaknja Fathimah jang sangat ditjintainja. Ali seorang jang perkasa dan berani, seorang pembela Rasulullah jang tidak ada taranja, seorang jang ichlas, seorang jang takwa, seorang zahid jang tidak usah diperpandjangkan lagi tjeritanja. Tiap mata orang Islam, baik dahulu dan sekarang, baik ia pernah mendjadi sahabat Nabi atau hanja mengenal kehidupan Nabi dalam sedjarah hidupnja mengakui jang demikian itu.

Inilah jang menjebabkan Dr. Thaha Husain berkata dengan segala kebenaran : "Djikalau ada orang Islam sesudah wafat Nabi mengatakan, bahwa Ali itu adalah orang jang terdekat kepadanja, seorang asuhannja, seorang chalifah dalam bentuk adjaran jang dituangnja, seorang saudaranja jang ditjap demikian, seorang menantunja, seorang bapak pengikutnja, seorang petugas jang kebanjakan kali membawa pandji-pandjinja, seorang kepala rumah tangganja, seorang jang dipanggil Rasulullah dalam Hadisnja bahwa ia mengambil tempat kedudukan kepadanja sebagai Harun terhadap Musa, djikalau orang-orang Islam itu berkata terang-terangan jang demikian itu semua dan memilih Ali sebagai chalifah jang tepat sesudah Nabi Muhammad, mereka jang berkata itu tidak memutar balikkan apa jang terdjadi" (Usman, hal. 152).

Demikian kata Dr. Thaha Husain, bukan dalam mempertahankan pendirian Sji'ah, tetapi dalam mendjelaskan kebenaran jang terkandung dalam kejakinannja, apa sebab orang-orang Sji'ah itu mentjintai Ali demikian rupa, sehingga ketjintaan itu termasuk kedalam adjarannja. Kata Dr. Abdul Halim Mahmud, bahwa jang demikian itu tidak mengherankan, karena semua sahabat Nabi melihat bahwa Ali bin Abi Thalib lebih mulia dari Abu Bakar, Umar dan lain-lain. Jang berpendapat demikian itu diantara lain ialah Ammar, Salman Farisi, Djabir bin Abdullah, Abbas dan anaknja, Ubaj bin Ka'ab, Hanifah dan lain-lain. Ini dapat dibatja orang dengan djelas dalam kitab Fadjarul Islam pada hal. 327. Ketjintaan ini berubah mendjadi fanatik, tatkala orang jang merupakan mutiara dalam mata Rasulullah dan sahabat-sahabat terkemuka itu dibunuh oleh Ibn Muldjam setjara kedji, dan anak tjutjunja ditjela dan dihinakan setjara kotor.

Memang pergeseran ini sudah terasa djuga oleh Ali sendiri pada waktu perundingan memutuskan memilih Abu Bakar mendjadi chalifah ganti Nabi. Sudah kelihatan ketika itu bahwa Ali merasa dirinja lebih berhak. Kedjadian ini ditjeriterakan dalam sebuah hadis jang diriwajatkan oleh Buchari dari Jahja bin Budiair dari Aisjah, jang menerangkan bahwa Fathimah anak Nabi mengirimkan seorang utusannja kepada Abu Bakar untuk memintakan bahagiannja dari peninggalan Rasulullah di Madinah dan di Fadak, begitu djuga ketinggalan pembajaran chumus daripada rampasan chaibar. Abu Bakar mendjawab, bahwa Rasulullah pernah berkata : "Kami Nabi2 tidak waris-mewarisi, apa jang kami pernah berkata: "Kami Nabi2 tidak waris-mewarisi, apa jg. kami tinggalkan adalah sedekah". Dan oleh karena itu Abu Bakar menetapkan : "Demi Tuhan, aku tidak berani mengubah sesuatu daripada kedudukannja sedekah Rasulullah itu, begitu keadaannja dizamannja, begitu pula aku laksanakan sekarang ini. Abu Bakar tidak memberikan apa-apa kepada Fathimah, sehingga kedjadian itu menimbulkan rasa sedih hati Fathimah terhadap Abu Bakar jang tidak habis-habis. Ia meninggalkan Abu Bakar tidak berbitjara dengan dia lagi sampai ia mati. Enam bulan Fathimah hidup sesudah wafat Nabi, kemudian ia meninggal dunia. Ia dikuburkan oleh suaminja Ali dengan tidak memberi tahukan kepada Abu Bakar. Kelihatan kepada orang- perobahan air muka Ali tatkala ia menjembahjangkan isterinja. Kemudian menghendaki bi'at terhadap keangkatan Abu Bakar, tetapi Ali tidak mau melakukannja. Kita tidak tahu. apakah jang terdjadi, djika Abu Bakar tidak mendatangi Ali dan berkata : "Kami akui kemuliaanmu, kami melihat apa jang diberikan Tuhan kepadamu, kami tidak iri hati melihat kebadjikan jang pernah dikaruniakan Allah kepadamu, tetapi engkau bersifat keras kepada kami, kami termasuk keluarga Rasulullah jang menerima nasib sematjam ini." Abu Bakar mengeluarkan air matanja tatkala mendengar utjapan jang sedih itu, seraja berkata : "Demi Allah, sesungguhnja keluarga Rasulullah itu lebih aku tjintai daripada keluargaku sendiri. Adapun perasaan jang tumbuh antaramu dengan daku mengenai harta benda itu, tidaklah merusakkan kebadjikan. Aku tidak akan meninggalkan mengerdjakan suatu perkara jang kulihat dikerdjakan oleh Rasulullah sendiri." Maka kata Ali kepada Abu Bakar, bahwa ia akan menangguhkan bi'atnja. Setelah Abu Bakar sembahjang lohor, ia lalu naik kemimbar menghadapi umum, menerangkan keadaan Ali jang mengundurkan bai'at, dan meminta kepada umum mengundurkan diri. Kemudian ia mengutjapkan istighfar. Tatkala itu Ali bangkit dan mengutjapkan bi'at sumpah setia, sehingga naiklah kembali kebesaran dan kekuasaan Abu Bakar itu. Keterangan Ali, bahwa ia tidak menghilangkan kebesaran Abu Bakar. Dan tidak iri hati terhadap kelebihan jang dikurniakan Allah kepadanja, tetapi Ali melihat untuk dirinja memang telah mendjadi nasib sebagai keluarga Nabi, membuat orang2 Islam jang hadir ketika itu bergembira sangat, sambil berkata : "Kebenaran disampingmu, dan orang muslimin menjusun diri kepada Ali, sehingga kembalilah Ammar Ma'ruf sebagai biasa."

Demikian ini hadis Buchari tersebut. Bagaimanapun disembunjikan, kelihatan ada apa-apa antara Ali dan Abu bakar pada waktu menetapkan chalifah jang pertama sesudah wafat Nabi. Sebagai orang Sunnah dapat kita memahami, bagaimana kesulitan Abu Bakar ketika itu tak ubah sebagai menating minjak penuh, dari satu sudut ia ingin melakukan kebidjaksanaan menerima dirinja diangkat dan disetudjui oleh orang Anshar dan Muhadjirin, cari lain sudut ia mengakui kehormatan ada pada keluarga Nabi, dan dari lain sudut pula sukar memenuhi permintaan Fathimah dan Ali mengenai harta pusaka, karena ia hendak mendjalankan sepandjang wasiat Nabi. Tetapi orang-orang Sji'ah lebih dahulu melihat hal-hal jang merusakkan perasaan keluarga Nabi jang terdekat, dan oleh karena itu sebagai manusia barang pasti ia berpihak kepada Ali.

Dengan demikian Ali memberikan sumpah setianja kepada Abu Bakar sebagai seorang mu'min jang ichlas, jang imannja benar, jang ketaatannja dalam segala urusan Islam dapat diudji. Dengan menekan perasaan ia mendjalankan hidupnja sebagai jang terdapat pada pembawaannja, ia tetap zahid, ia tetap takwa, ia tetap mempergunakan pikiran sebagai seorang jang melimpah-limpah ilmunja, ia tetap hidup wara', tulus ichlas dalam mendjalankan agamanja. Ali tetap menundjukkan tjontoh jang tinggi dalam mentjapai keridhaan Allah lebih daripada kepentingan dirinja.

Masa berdjalan terus. Abu Bakar wafat, pimpinan berpindah dan chalifah beralih kepada Umar. Dan Umar mendjalankan tugasnja dengan segala kekuatan jang ada padanja untuk mentjapai keridhaan Tuhan. Ali tetap sebagaimana nasibnja dalam masa Abu Bakar, tetapi ia tetap pula memantjarkan sinarnja jang gemilang serta memberikan tjontoh jang utama.

Tidak ada jang lebih lajak diserahi chalifah sesudah Umar melainkan Ali. Suasana menantikan kedjadian ini, karena ia termasuk ahli kerabat Nabi, karena ia termasuk orang-orang jang mula-mula masuk Islam, karena kedudukan Ali dalam mata kaum muslimin, dan kalau dilihat pertjobaan-pertjobaan atas dirinja dalam menempuh djihad fi sabilillah, kalau dilihat perdjalanan hidupnja jang belum pernah menjimpang, kesungguhan dalam melakukan agama, keistimewaannja dalam memegang kitab dan sunnah, ketetapan hatinja dalam menghadapi segala kesukaran. Dalam segala keadaan ia terkemuka, dalam segala suasana ia melebihi orang lain. Tetapi meskipun demikian banjaklah suara untuknja, dipilih orang djuga Abu Bakar, karena dianggap lebih tinggi kedudukannja pada Nabi karena dianggap dialah salah satu sahabat setia dalam gua Hira', dan karena dialah jang diperintahkan Nabi mengimami salat untuk kaum muslimin beberapa saat sebelum Nabi wafat. Meskipun ia dikemukakan lebih dari Umar, Umar djuga jang diangkat djadi chalifah, karena ia dianggap lebih tjakap dan karena wasiat jang ditinggalkan Abu Bakar untuk memilih Umar itu.

Djika sekiranja Ali dipilih dan diangkat ketika itu, pasti orang tidak mendapat kesukaran, karena Umar sendiri telah menjatakan kepentingan tersebut, dan karena kedudukan pribadi Ali sendiri dalam mata umat membenarkannja. Apalagi djika ditjindjau dari sudut tjinta suku dan asabijah Arab umum, tjinta suku-suku Quraisj, jang melebihkan kedudukannja daripada Abdurrachman bin Auf. Ali lebih dapat diterima oleh Quraisj, Ali lebih dapat diterima oleh Mudhar, Ali lebih dapat diterima oleh Rabi'ah, Ali lebih dapat diterima oleh suku-suku Jaman, karena ada hubungan keluarga dengan bermatjam-matjam kabilah itu. Djika Ali menduduki singgasana chalifah sebelum ada terdjadi perpetjahan, pasti ia akan merupakan seorang tokoh jang dapat memperdekatkan rasa dari suku2 Arab jang djauh itu, pasti Ali dapat mengumpulkan semua suku-suku itu untuk mentaatinja dan membawa suku2 itu kepada kedjajaan. Tetapi sebagaimana kata Umar ada sebab2nja orang tidak memilih dia mendjadi chalifah : pertama ketakutan Quraisj, bahwa kechalifahan itu akan tetap dimonopoli oleh Bani Hasjim, djika dimulai dengan salah seorang dari tokoh Bani Hasjim itu. Padahal kenjataan menundjukkan, bahwa jang demikian itu tidak akan terdjadi, sebagaimana Umar, Alipun akan mengikuti djedjak Nabi, jang tidak akan mendjadikan chalifah itu pangkat warisan.

Dan dengan alasan-alasan itu Ali tidak djadi dipilih mendjadi chalifah, jang diangkat orang lain lagi, jaitu Usman bin Affan Ali tetap dalam keadaannja, dalam keadaan murni, dalam keadaan menekan diri mengikuti petundjuk dan memberi tjontoh utama.

Suasana makin sehari-makin mendjadi katjau. Perasaan suku-suku bangsa Arab timbul meluap-luap, jang achirnja berkesudahan dengan suatu pembunuhan kedjam atas diri Usman. Barulah orang sadar mentjari suatu tokoh jang dapat mengatasinja, barulah orang melihat kembali kepada kedudukan Ali dan pengaruhnja. Memang Ali diangkat mendjadi chalifah, dan meskipun tidak diangkat mendjadi chalifah, akan terdjadi dengan sendirinja karena suasana, tetapi kekatjauan sudah memuntjak.

Meskipun sebagai chalifah, Ali tidak berubah pembawaannja. Sebagaimana ia hidup sebelum kemenangan-kemenangan Islam, begitu djuga ia hidup sesudah kemenangan-kemenangan itu. Ia hidup demikian sederhananja, hingga mendekati hidup kemiskinan dan djelata. Tidak ada keluasaan, tidak ada kemakmuran dalam rumah tangganja. Apa jang diperoleh dari usahanja di Janbu'.

itulah jang merupakan satu-satu penghidupannja, tidak berlebih dan tidak bertambah. Tatkala ia mati, ia tidak meninggalkan ribuan, djika dibanding dengan orang lain jang meninggalkan harta pusakanja lipat sepuluh, lipat seratus dan lipat miliunan. Orang besar ini dikala wafatnja hanja meninggalkan untuk keluarganja sebagaimana keterangan Hasan anaknja dalam chotbah, hanja tudjuh ratus dirham, jang disediakan untuk membeli seorang budak jang akan dimerdekakannja.

Memang Ali terkenal sederhana, bahkan ia terkenal dengan hidup sufi, pada waktu ia memangku djabatan chalifah dalam waktu jang singkat itu, semua mata dapat melihat bahwa ia diantara chalifah Islam jang memakai badju kasar dan bertambal, jang mengepit kendi dan berdjalan dipasar, jang mengadjar dan mendidik keluarganja seperti pernah dilakukan oleh Umar bin Chattab. Keadaan itu semua menundjukkan kepada Umar kebenaran firasatnja, tatkala ia berkata : "Djika orang mengangkat sigundul djambang, tentu kedjajaan akan berkembang" (Usman, Thaha Husain, hal 154).

Sungguh tak dapat dipungkiri, bahwa Ali adalah tjontoh jang murni dalam agama dan achlak, orang baru melihat kemudian sesudah ia diangkat mendjadi chalifah sesudah wafat Usman, dikala keadaan sudah katjau, peraturan-peraturan sudah banjak dilanggar.

Ali disuruh menghadapi suasana jang genting itu. Dan memang Ali meskipun sudah terlambat, ingin membawa manusia itu kedjalan achirat, karena suasana ketika itu penuh dengan keduniaan jang merusakkan, ia ingin membawa manusia itu kembali kepada Tuhan, meskipun kehidupan mereka telah sangat dikuasai oleh harta benda. Masa pemerintahannja dalam arti jang sedapat-dapatnja penuh dengan sabar dan merendah diri, menentang hawa nafsu sjahwat, kegemaran kemabukan dunia. Tetapi sajang pada achir pemerintahannja ia djatuh tersungkur dalam tangan Abdurrahman bin Muldjam. Ketika itu menanglah kembali bahwa nafsu sjahwat kegemaran dunia itu bersama dengan kemenangan Mu'awijah. Dunia menang untuknja, tetapi achirat menang untuk Ali, sebagai orang jang asjik dan ditjintai Tuhan. Kemenangan ini belum pernah didapat Ali dalam masa hidupnja, barulah tatkala ia kembali kepada Tuhannja dapat beroleh kekajaan dan kemakmuran jang tidak terbatas. Sampai disaat ia dibunuh, sampai disaat ia melepaskan darah dan djiwanja jang sutji murni, ia tetap berbuat amal salih. ia tetap sutji, ia tetap bersih, ia tetap hendak mendekati Tuhan, apa jang lebih baik daripada itu baginja.

Kehidupan inilah jang membuat Sji'ah mentjintai Ali, sebagaimana Salman Farisi mentjintai sanak keluarganja Rasulullah. Kelemah-lembutan dan penderitaan Ali menjebabkan tjinta jang tidak terbatas, dan kekedjaman jang dilakukan orang terhadap dirinja menimbulkan golongan-golongan, seperti golongan Sji'ah dalam bermatjam-matjam bentuknja; jang masih dapat menahan dirinja dalam batas-batas ke-Islaman hanja mentjintainja sebagai seorang sahabat dan keluarga Nabi jang istimewa, jang tidak dapat menahan perasaannja jang meluap-luap mengangggapnja berdjiwa sutji. Maka timbullah didalam Sji'ah itu golongan-golongan itu, seperti Sji'ah Imamijah, Sji'ah Zaidijah, Sji'ah Ismailijah, Sji'ah Churabiah, Sji'ah Kisanijah dll.

Maka dalam menentukan pendirian golongan-golongan itu perlulah bagi kita pengetahuan jang luas tentang Sji'ah itu, untuk mengetahui mana golongannja jang benar, jang dekat dengan Ahli Sunnah, dan mana golongan2 jang salah, jang tidak dapat diterima i'tikadnja oleh adjaran iman dan Islam jang kita anut. Pada pendapat saja setelah mempeladjari beberapa buku Sji'ah, baik jang dikarang oleh alim ulamanja sendiri maupun jang disusun oleh pengarang-pengarang diluar aliran ini, tidak dapat begitu sadja kita mengkafirkannja seluruh aliran Sji'ah, sebagaimana jang pernah dilakukan oleh Tgk. Abdussalam Meraksa dalam bukunja "Firqah-firqah Islam", jang pernah ditjetak dengan huruf Arab dan disiarkan setjara luas di Atjeh.

4. ALI DAN ANAK-ANAKNJA

Dua buah kedjadian dipeperangan di Shiffin ini patut mendapat perhatian. Jang pertama ialah dimana Mu'awijah untuk pertama kali dapat menguasai lembah Furat, dimana kemudian dia dengan sombongnja melarang lawannja untuk mengambil setitik airpun dari sungai itu. Namun setelah Ali dapat menguasai sungai itu kembali, dia membolehkan, malah mengandjurkan untuk mengmbil air disungai itu bagi lawan-lawannja.

Kemudian Ali mendaki sebuah bukit untuk memanggil Mu'awijah supaja dia tampil kemuka untuk bertanding. Maka Amr al-As menegur Mu'awijah dengan utjapan : panggilan itu adalah adil ! Tetapi Mu'awijah mendjawab : Tamaklah kau pada kekuasaan, maksudnja ialah, djika aku bertanding, pasti aku terbunuh, dan engkau akan menggantikan kedudukanku. Seterusnja Amr tampil sendiri kehadapan Ali. Ali dapat mengalahkan Amr. Untuk melindungi dirinja dari pedang Ali, Amr membuka auratnja, Ali memalingkan mukanja dan meninggalkan Amr, karena dia tidak mau melihat aurat lawannja, aurat jang mendjadi perisai bagi dirinja.

Ali mendapat kritikan jang hebat, mengapa djustru dia membolehkan musuhnja untuk mengambilkan air, sesudah mereka diusir dari lembah sungai itu. Dan mengapa pula dia meninggalkan Aamr ?.

Sepintas lalu kritikan-kritikan itu memang dapat dimengerti. Tetapi betapapun harus pula diingat bahwa Ali adalah seorang jang memiliki sifat kemanusiaan achlak jang ulung dan djiwa jang besar sekali. Sifat ini ada padanja disembarang waktu. Baik dia dimasa damai ataupun dimasa perang.

Sebagai sebuah tjermin daripada ketjerdikan hatinja dia pernah berkata, bahwa :

"Sebaik-baiknja orang jang memberikan ampun, ialah jang lebih berkuasa dalam memberikan hukuman."

Demikianlah adanja. bahwa mereka jang tidak menjetudjui perundingan di Shiffin dan mengantjam akan berontak, telah meninggalkan Ali dan mereka menudju kepedusunan Harura. Mereka inilah jang mendjadi asal mula kaum Charidji.

Ali kemudian mengandjurkan pada mereka agar sudi bertukar pikiran. Dari hati kehati ! Siapa jang salah harus mengakui kesalahannja. Dan sudah barang tentu harus mengikuti jang benar.

Mereka memang mengirimkan utusan. Utusan itu ialah Abdullah bin al-Kawa. Setelah bertukar pikiran dengan Ali, dia setjara djudjur kemudian, mengakui kesalahan kaum Charidji. Tetapi apa boleh buat pengakuan dari utusan ini kemudian ternjata tiada dapat diterima oleh kaum Charidji dan malah begitu djauh berani mengkafirkan Ali. Dalam pada itu, memang mereka mengakui kepandaian, ketjerdasan serta kelintjahan Ali.

Kembali Ali memperlihatkan kegiatannja jang telah terkenal untuk menghindarkan pertumpahan darah dengan mentjoba mengadakan permusjawaratan. Namun untuk kesekian kalinja pula dia menghadapi kegagalan lagi. Achirnja Ali terpaksa pula menghunus pedangnja, karena dari sehari-kesehari golongan ini menampakkan gedjala-gedjala jang sangat merugikan masjarakat banjak, krena mereka tiada segan-segan melakukan pembegalan, pembunuhan dan penggarongan dimana-mana. Kaum Charadji pun mengadakan perlawanan dan serangan jang tiada boleh dikatakan enteng pula. Perang telah petjah. Tetapi sangat singkat kedjadiannja. Dimana achirnja kemenangan diperoleh Ali dengan sangat gampangnja. Kaum Charidji mati terbunuh. Dari sekian banjak djumlah gerombolan mereka, hanja empat ratus orang jang tertawan atau luka-luka, kemudian dirawat dengan baik sekali oleh Ali.

Setelah peristiwa ini selesai, maka Ali mulai mempersiapkan tentaranja untuk memerangi Mu'awijah. Tetapi apa hendak dikata, Al-Asj'ath bin Quis menentang, dan malah mengandjurkan sebagian tentara supaja meninggalkan Ali. Alasan jang dikemukakan ialah bahwa tentara perlu diberikan istirahat dahulu untuk sementara waktu. Keadaan ini sangat menguntungkan Mu'awijah jang pada hakikatnja sudah sangat terdjepit oleh tumpasan malapetaka Shiffin jang menimpa diri dan pengikut-pengikutnja. Dia dapat mempergunakan waktu terluang ini untuk kembali ke Sjam dan menjusun kembali balatentaranja jang telah mendjadi porak-poranda.

Sedjak itu terdjadilah peristiwa-peristiwa jang tiada menguntungkan dan tiada diinginkan oleh Ali. Malah lebih djauh, dengan diam-diam terbentuklah gerakan bawah tanah oleh kaum Charidji jang akan membunuh Ali. Ali kemudian terbunuh oleh Abdurrachman bin Muldjam.

Kedjadian tentang peristiwa pembunuhan terhadap Ali, terdjadi di mesdjid Kota Kufah. Lukanja teramat berat oleh tusukan pedang beratjun. Pada saat itu djuga pembunuhnja dapat tertangkap hidup-hidup. Tetapi Ali dalam pada itu berpesan, berikanlah kepadanja makanan dan tempat tidur dalam tawanannja.

Salah seorang tabib jang didatangkan memberikan pertolongan tentang nasib Ali, mengatakan bahwa luka itu sudah tiada dapat disembuhkan lagi. Perihal ini djangan terus terang diberitahukannja kepada Ali.

Mendengar ini, Ali tiada membajangkan rasa gentar sedikitr pun nampak diwadjahnja, hanja dia berpesan kepada kedua orang puteranja, jakni Hasan dan Husain, bahwa kematiannja ini djangan sampai terdjadi kegaduhan dan huru hara. Dia berkata :

"Djika engkau mengampuninja, maka itu sebenarnja lebih mendekati takwa !"

Sebenarnja pesanan dan amanat Ali kepada kedua orang putera dan para pengikutnja sangat pandjangnja. Dibawah ini lagi kami kutipkan seketjak dari padanja, bahwa :

"Djagalah tetanggamu baik-baik. Berikan zakat atas harta bendamu. Kasihlah zakat itu kepada fakir dan miskin. Hiduplah engkau bersama-sama mereka. Berkatalah baik kepada sesama manusia, sebagaimana diperintahkan Allah kepadamu. Djanganlah bosan dan meninggalkan kelakuan jang baik, dan mengandjurkan orang berbuat baik. Rendahkan hatimu dan suka tolong-menolong sesama manusia. Djagalah, djangan sampai engkau mendjadi terpetjah-belah. Dan djangan sekali bermusuh-musuhan."

Ali menderita luka parah — teramat parahnja — pada hari Djum'at pagi. Dan beliau wafat pada malam Ahad, 21 Ramadhan 40 H.

Nasab imam dua belas

Nabi Muhamad [W 11 H] --- (1) Fatimah binti Rasul+ Ali [W 40H] ----- (2) Hasan [w 50 H] {penganutnja jaitu kaum Idrisi di Afrika Utara dan Sjarif dari Marokko} (3) Husein [w 61 H] ----- (4) Ali Zainal Abidin [ w 94 H] ----- Zaid [w 122 H ] {penganutnja jaitu kaum Zaidi di Jaman dan Parsi Utara} dan (5) Muhamad Al-Baqir [ w 113 H] ----- (6) Dja’far Ash-Shadiq [w 148 H ] ------ Ismail {pengikutnja chalifah-chalifah Fathimijah} dan (7) Musa Al-Kazim [w 183 H ] ----- (8) Ali Ar-Ridha [ w 202 H ] ----- (9) Muhamad Al-Djawad [ w 220 H ] ----- (10) Ali Al-Hadi [ w 254 H ] ----- (11) Hasan Al- Askari [ w 260 H ] ----- (12) Muhamad Al-Muntazar [ lenyap 260 H ] {Pengikut dua belas imam ini dinamai Imamijah atau Isna Asjarijah.}

Ismail {pengikutnja chalifah-chalifah Fathimijah} ----- Al-Mustansir [ chalifah ke-VIII dari dinasti Fathimijah, w. 147 H ] ----- Al-Musta’li [chaifah ke-IX dari dinasti Fathimijah, w. 495 H ] { Pengikutnja disebut Musta'li atau Isma'ilijah Barat di Jaman, Siria dan India. }

Ismail {pengikutnja chalifah-chalifah Fathimijah} ----- Al-Mustansir [ chalifah ke-VIII dari dinasti Fathimijah, w. 147 H ] ----- Nizar { Pengikutnja disebut Nazari atau Ismaili Timur di Pakistan, India, Rusia Selatan dll. }

Aliran Ismaili ini dinamakan djuga Sab'ijah, penjaja kepada tudjuh imam,.

5. ALI DAN DA'WAH ISLAM

Bahan untuk bahagian ini saja petik dari karangan seorang jang netral dalam aliran Islam, jang tidak memihak kesana dan kemari, bahkan seorang Kristen jang tjinta Arab, jaitu Djirdji Zaidan, dalam kitabnja "Tarichut Tamaddunil Islami" (Mesir, 1935), djuz ke I. Djirdji Zaidan mentjenterakan tanpa tedeng aling-aling, bahwa perselisihan antara Bani Hasjim dengan Umaijah sudah terdjadi djauh sebelum lahir Islam, dikala membicarakan, siapa jang mengurus Ka'bah dan berkuasa dikota Mekkah. Sesudah Qusaj, jang mendirikan Mekkah dan memakmurkannja, berkuasa dalam kota itu, ia meninggalkan anaknja Abdu Manaf. Abdu Manaf ini meninggalkan dua orang anak, jang sangat berlainan sifat dan tabiatnja, pertama Hasjim, seorang jang salih, kedua Abdu Sjams, jang mempunjai sifat keduniaan. Tatkala Abdu Manaf ini meninggal, ia menjerahkan urusan ka'bah itu kepada kedua anaknja. Tetapi anak Abdu Sjams, jang bernama Umaijjah, jaitu neneknja Bani Umaijah tidak menjenangi kekuasaan itu diberikan kepada pamannja, dan akan memutuskan perhubungan dengan Hasjim. Rapat kekeluargaan memutuskan bahwa hal jang demikian itu tidak diperkenankan. Hasjim pun tidak ingin meninggalkan anak saudaranja. ketjuali dengan menjediakan lima puluh ekor unta dan meninggalkan Mekkah dua puluh tahun. Umaijah menjetudjui keputusan ini dan mendjadikan hakim seorang dari suku Chuzai't, jang akan menjelesaikan perkara itu. Hakim ini memutuskan, bahwa kemenangan djatuh kepada Hasjim, jang lalu menjembelih unta itu semuanja dan memberi makan seluruh penduduk Mekkah.

Dengan demikian Umaijah, jang sangat tersinggung perasaannja meninggalkan Mekkah selama 20 tahun dan pergi melenjapkan dirinja ke Sjam. Inilah permusuhan jang pertama terdjadi antara Hasjim dan Umaijiih, jang kemudian diteruskan turun-temurun sampai kepada masa Islam dan masa sesudah Islam zaman Nabi dan Chalifah Abu Bakar dan Umar. Maka tetaplah jang mendjadi penguasa dalam urusan ka'bah ialah Hasjim, sesudah wafatnja kekuasaan itu djatuh kedalam tangan Abdul Muttalib, nenek Nabi Muhammad saw.(20).

Quraisj tetap dalam agamanja menjembah berhala, jang ditaburkan disekitar ka'bah sampai Nabi Muhammad berumur 40 th. jaitu diangkat mendjadi Nabi dalam th. 609 M., dan mengadakan da' wah untuk membasmi penjembahan berhala dan mengembalikan orang Arab itu kepada tauhid. Sebagaimana diketahui, bahwa sesudah mati neneknja Abdul Muttalib, ia dipelihara oleh Abu Thalib, jang lebih mentjintainja daripada anaknja sendiri, sampai ia dikawinkan dengan Chadidjah anak Chuwailid, jang membuat kedudukannja mendjadi lebih mulia dalam kalangan orang Quraisj.

Maka turunlah wahju jang pertama jang mengandung perintah membatja dan menjuruh meninggalkan penjembahan berhala. Djirdji Zaidan mentjeritakan, bagaimana kesukaran Nabi Muhammad dalam menghadapi golongan Quraisj mengenai penjiaran adjaran tauhid itu.

Tiga tahun lamanja ia mengalami kesukaran itu dalam dirinja dan achirnja ia djaja dalam memperoleh pengikut-pengikut dari orang2 besar Quraisj. Jang pertama sekali iman kepadanja ialah Ali bin Abi Thalib, kemenakannja dan jang sudah diakui mendjadi siudaranja seperdjuagan dan sehidup semati dengan dia. Ali telah masuk Islam sedjak ia masih anak2. Kemudian menjusul Abu Bakar, salah seorang jang disegani Quraisj, kemudian Abu Ubaidah bin Djarrah serta lain-lain.

Djirdji Zaidan menerangkan, bahwa Nabi Muhammad ingin mengadakan penjiaran Islam terang-terangan. Dimulainja dalam kalangan keluarganja sendiri. Pada suatu hari, ia perintahkan Ali menjediakan makanan dan djamuan dan memanggil keluarganja untuk berkumpul, diantaranja paman2nja, anak2nja, semuanja tidak kurang dari 40 orang. Pertemuan itu diadakan dirumah Abu Thalib. dan sudah selesai makan Nabi Muhammad berbitjara dengan kata2 jang lemah lembut, menjuruh meninggalkan penjembahan berhala dan menjembah Allah Jang Maha Esa. Pamannja Abu Lahab meninggalkan pertemuan itu, dan sedjak itu ia mengadakan pertentangan dan perpetjah belah menghadapi Muhammad.

Djirdji Zaidan menerangkan, bahwa kemauan N. Muhammad tidak lemah karena pemboikotan itu. Ia mengadakan perdjamuan jang kedua, dimana ia djelaskan kembali maksudnja jg baik untuk mentjari persatuan dalam kalangan Quraisj dan mengadjak orang2 Quraisj itu meninggalkan penjembahan berhala. Ia berkata : ,,Aku belum pernah mengetahui, bahwa ada orang Arab jang datang menasihatkan bangsanja lebih baik daripada adjaran jg. aku bawa ini untukmu, jang baik untuk dunia dan untuk achiratmu. Tuhan memerintahkan daku untuk menjampaikan adjaran itu kepadamu. Aku ingin tahu, siapa jang akan ingin membantu aku dalam persoalan ini, sehingga ia mendjadi saudaraku, mendjadi ahli warisku chalifahku di-tengah2 kamu ?" Semua jang hadir diam, dan tidak berbitjara sepatah kata apun. Maka bangunlah Ali anak pamannja seraja berkata : "Aku ini, wahai Nabi Allah, akulah jang sanggup mendjadi penggantimu, untuk menjampaikan amanat ini kepada mereka".

Nabi lalu memeluk lehernja dan berkata : "Inilah saudaraku, inilah ahli warisku dan inilah chalifahku untukmu, dengarlah apa jang diutjapkannja, taatilah apa jang diperintahkannja !"

Maka bangunlah orang2 Quraisj itu, terutama dari keturunan Bani Umaijah, dan berkata sambil mengedjek serta tersenjum kepada Abu Thalib : "Dengar wahai Abu Thalib ! Dia telah menjuruh engkau mengikut dan taat kepada anakmu sendiri !" (28)

Dalam sedjarah kebudajaan Islam tersebut karangan Djirdji Zaidan kita batja selandjutnja apa jang biasa kita ketahui dari sedjarah Nabi Muhammad, bahwa orang Quraisj mendjadi sangat marah kepadanja dan akan membunuhnja karena ia mengedjek agama dan Tuhan2 nenek mojangnja. Dalam bahagian jang lain Djirdji Zaidan melandjutkan pembitjaraan tentang pertentangan antara Bani Umaijah dan Bani Abbas dalam menghantjurkan keturunan Ali atau Bani Hasjim jang akan melandjutkan adjaran Nabi Muhammad membawa manusia kepada adjaran agama Islam jang sebenarnja.

DJALAN TJERITERA ABDULLAH BIN SABA'

OLEH SAIF BIN UMAR AT-TAMIMI (m. 170 H)

DJALAN TJERITERA ABDULLAH BIN SABA' OLEH SAIF BIN UMAR AT-TAMIMI (m. 170 H)

(1) AT-THABARI, IBN DJARIR (310) ----- Orientalis Barat ------ Encycl. des Islam ----- Nicholson & Van Vloten ----- Donaldson.

(2) AT-THABARI, IBN DJARIR (310) ----- Ibn Chaldun (808) & Ibn Kathir (774) ----- [Mir Chwand (903) ----- Ghijathuddin (940) ] & [Farid Wadjdi & Ahmad Amin & Hasan Ibrahim ].

(3) AT-THABARI, IBN DJARIR (310) ----- Ibn Athir (630) ----- Abul Fida' (730) ----- [Ibn Abi Bakar (741)] & [Rasjid Ridha (1356)].

(4) Ibn Abi Bakar (741) ----- Sa'id Al-Afg.

(5) IBN ASAK (570) ----- Ibn Badran (1346) ----- Sa'id Al-Afg.

III. KETURUNAN ALI