sji'ah

sji'ah0%

sji'ah pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Agama & Aliran

sji'ah

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: PROF. DR. H . ABOEBAKAR ATJEH
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 11890
Download: 2886

Komentar:

sji'ah
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 70 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 11890 / Download: 2886
Ukuran Ukuran Ukuran
sji'ah

sji'ah

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

5. TJINTA AHLIL BAIT

Tjinta kepada Nabi dan keluarganja lahir sudah sedjak hari2 pertama dalam sedjarah Islam, baik oleh Qur'an oleh Hadis maupun oleh achlak dan tingkah laku Nabi dan karena pergaulan jang mesra dengan Rasulullah. Hubungan ketjintaan ini dikuatkan oleh rasa senasib dan seperdjuangan dalam membela Islam. Adjaran-adjaran Nabi menghilangkan asabijah, rasa kebanggaan suku dan keturunan, sudah berganti dengan persaudaraan jang kokoh dan meresap sepandjang adjaran iman dan tauhid.

Sahabat-sahabat Nabi merasa lebih bangga disebut muslim daripada sebutan nama sukunja. Semua mereka mentjintai Nabi sebagai pemimpin dan Ahlil Bait sebagai pengasuh, sehingga isteri-isteri Nabi digelarkan "ibu orang-orang jang beriman."

Tidak ada seorang Islam jang dapat menundjukkan tjintanja kepada Nabi dan keluarganja lebih dari Chalifah Abu Bakar.

Tjinta Umar bin Chattab djuga memberi bekas jang dalam kepada semua orang Islam. Ia pernah memberi tundjangan kepada tiap-tiap anak pedjuang Badr dua ribu dinar dalam setahun, tetapi kepada Hasan dan Husain masing-masing diberikan lima ribu dinar setahun. Dalam kitab sedjarah ditjeriterakan, bahwa Husain bin Ali pernah bertjeritera sbb. : "Aku datangi Umar dimasa kanak-kanak, sedang ia berchutbah diatas mimbar. Aku naik keatas mimbar mesdjid itu dan berkata : "Turun engkau dari mimbar ajahku dan pergi berchutbah diatas mimbar ajahmu." Umar mendjawab : "Ajahku tidak mempunjai mimbar", seraja didudukkannja aku disampingnja bermain-main dengan tongkatku. Tatkala aku turun ia membawa daku kerumahnja dan bertanja : "Siapa mengadjarkan engkau berbuat jang demikian itu ?. Djawabku : "Demi Allah tidak ada seorangpun jang mengadjar daku !".

Keadaan bertukar sesudah pemerintahan dari Chulafa' urRasjidin kepada Bani Umajjah, jang memang sedjak sebelum Islam menentang Nabi dan keluarganja, begitu djuga sesudah pemerintahan berpindah kedalam tangan Bani Abbas, jang meskipun satu nenek mengambil tindakan jang sama terhadap keturunan Nabi dalam penangkapan dan pembunuhan. Tetapi rakjat Islam jang banjak tidaklah sepaham dengan politik radja-radjanja dalam membentji anak tjutju dan keturunan Nabinja. Mereka tetap mentjintai keluarga Nabinja jang dianggap bersih.

Bukan sadja orang Islam umum, sampai kepada rakjat jang dikerahkan untuk memerangi Husain di Karbala, tidak berubah pendiriannja terhadap keluarga Nabi, mereka hanja melakukan kewadjiban karena takut sadja kepada Jazid dan Ibn Zijad dan kepada mereka jang zalim terhadap Husain, sedang tjinta dan kasih sajang kepada anak tjutju Nabi masih melekat dihatinja. Demikian kata seorang pengarang ternama Farazdaq, jang mentjeriterakan, bahwa sampai kepada pegawai-pegawai dan pembesar radja-radja itu dalam hatinja masih pertjaja dan mempunjai belas kasihan terhadap anak-anak Fathimah Zuhra. Farazdaq menerangkan hal ini dengan menjebut nama-nama jang tidak terhitung banjaknja.

Beberapa banjak amir-amir jang memerintah di Churasan sebelum Ma'mun menaruh ketjintaan kepada Ahlil Bait, sampai Sulaiman bin Abdullah bin Thahie berhasil dalam usahanja meratjuni hati mereka, sehingga dapat digerakkan memerangi Hasan bin Zaid di Thabristan.

Ditjeriterakan orang bahwa ada seseorang dari Raiji menjebelah Sji'ah Ali, sedang ia seorang kaja raja. Serta hal ini diketahui oleh kepala negara ditempat itu, dalam kedudukan pegawai radja Bani Abbas, merampas harta bendanja semuanja. Temannja menerangkan kepadanja, bahwa kepala negara itu sebenarnja menjebelah kepada Sji'ah Ali djuga, tetapi dirahasiakannya. Ia menjuruh pergi kepadanja dan mentjeriterakan keadaan jang sebenar-benarnja, tentu ia akan berubah sikapnja.

Oleh karena orang itu ketakutan, ia tidak berani melakukan jang demikian itu. Ia pergi kepada Imam Musa bin Dja'far dan mengeluh kepadanja. Imam ini memberikan seputjuk surat kepadanja jang berbunji : "Dengan nama Allah jang Pengasih dan Penjajang. Ketahuilah, bahwa Allah mempunjai Arasj, tidak ada jang berlindung dibawahnja ketjuali orang-orang jang berbuat baik kepada saudaranja, orang jang menghilangkan kesukaran orang lain atau mendjadikan orang lain itu gembira."

Orang itu mentjeriterakan bahwa ia pada malam itu djuga menemui kepala negara dan meminta izin masuk kerumahnja. Sikap kepala negara itu berubah terhadapnja seperti siang dengan malam, tatkala ia mengatakan bahwa ia utusan dari Imam Musa Al-Kazim. Kepala negara lalu memeluk dia dan mentjiumnja. menjuruh ia duduk pada tempat jang terhormat, dan kemudian datang menghadapinja. Tatkala surat itu diberikan kepadanja, ia mentjium surat itu dan membatjanja sambil berdiri dengan hormat. Kemudian dikeluarkan uangnja dan pakaiannja, diberikan orang itu dinar demi dinar, dirham demi dirham, pakaian sepotong demi sepotong.

Kepala negara lalu bertanja : "Wahai saudara, adakah pekerdjaanku ini menggembirakan engkau ?" Djawab orang itu :

"Ai, demi Allah perbuatanmu itu lebih dari pada menggembirakan".

Lalu orang itu membawa harta benda tersebut kepada Imam Musa, dan mentjeriterakan segala sesuatu kepadanja. Imam Musa dengan muka jang berseri-seri mengutjap sjahadat, seraja berkata : "Tuhan memberi kemudahan kepadanja dibawah Arasnja, dan Nabi Muhammadpun akan memberi kegembiraan kepadanja dalam kubur !"

Ada seorang ulama besar jang diperintahkan Al-Mutawakkil dalam masanja mengadjarkan anaknja, Al-Mu'taz, perkara agama dan adab. Ulama ini bernama Ibnal Sakit, seorang besar Sji'ah jang menjembunjikan alirannja, untuk menghindarkan diri daripada Chalifah Al-Mutawakkil jang terkenal ini, didjerumuskan kedalam kerdjasama dengan tjara paksaan dan didjadikan alat pemerintahannja untuk memusuhi Ali serta anak tjutjunja.

Pada suatu hari Al-Mutawakkil bertanja kepada ulama itu : "Mana jang lebih engkau tjintai, kedua anakku Al-Mu'taz dan Al-Mu'ajjad inikah atau Hasan dan Husain ?" Ulama itu tidak menjangka, bahwa kepadanja dihadapkan pertanjaan jang mengukur tjinta hatinja. Lalu ia menerangkan dengan keberanian dan terus terang : "Demi Allah, Qambar, budak pelajan Ali bin Abi Thalib, lebih baik daripada engkau dan kedua anak engkau !"

Al-Mutawakkil memerintahkan memotong lidahnja, sehingga ulama besar Ibnal Sakit itu mati ketika iku djuga.

Beberapa tjontoh daripada sekian banjak manusia jang menjembunjikan tjintanja kepada Ahlil Bait, dan menderita dengan penuh kesabaran untuk melindungi tjinta itu berabad-abad lamanja dalam masa Bani Abbas. Memang demikianlah sikap orang-orang jang besar djiwanja, ia berdjuang terus, meskipun bahaja didepannja. Tjontoh-tjontoh sematjam ini kita dapati dalam masa Fir'aun dan dalam masa Musa.

Demikian kita lihat dalam perdjalanan Imam mazhab fiqh, jang karena ia mengambil ilmu dari ulama-ulama Ahlil Bait dan mentjintainja, menderita nasib jang sama dalam masa Bani Umajjah dan Bani Abbas. Ahmad Mughnijah menceriterakan dalam kitabnja "Imam Musa al-Kazim wa Ali Ar-Ridba" (Beirut, t. thi) nasibnja beberapa orang ulama jang mentjintai Ahlil Bait. Ia menjebut nama Abu Hanifah, jang sangat mentjintai Ahlil Bait, mengeluarkan banjak harta bendanja untuk pertolonaan. berfatwa tentang wadjib menolong Zaid bin Ali, mengirimkan harta benda kepadanya, dan berani djuga herfatwa harus membantu Ibrahim bin Abdullah al-Husain dalam memeranqi Chalifah Al-Mansur. Sebagai akibatnja Abu Hanifah dihukum tjambuk, diazab, dan achirnja diratjuni oleh Al-Mansur sampai mati. Semua azab itu hanja karena mentjintai keturunan Imam Ali dan membentji musuh-musuhnja. Setengah ahli sedjarah mentjeriterakan, bahwa Abu Hanifah ini dipukul dan diazab karena ia menolak diangkat mendjadi hakim. Ini adalah suatu uraian jang tidak dapat diterima akal, karena kedudukan mendjadi hakim adalah kehormatan, sedang memukul dan memendjarakannja adalah penghinaan. Oleh karena itu jang lebih tepat dan dekat kepada kebenaran ialah, bahwa Abu Hanifah menolak mendjadi qadhi untuk tetap merdeka diam dan tidak mentjela atau menghinakan Ahlil Bait. Penolakan inilah jang membuat Al-Mansur marah dan menghukum dia, karena siasat terachir daripadanja ialah mentjapkan Abu Hanifah sebagai pengikut Ali dan Sji'ahnja.

Imam Malik pernah mengandjurkan rakjat untuk meninggalkan Chalifah Al-Mansur dan berontak terhadapnja. Ia 'berfatwa, bahwa sumpah setia rakjat kepadanja batal karena mereka melakukan bai'at itu bukan karena sukarela tetapi karena dipaksa. Imam Malik dipukul dengan tjambuk sebagaimana Abu Hanifah. Baik Imam Malik maupun Abu Hanifah diketahui orang, bahwa kedua-duanja adalah murid Imam Dja'far as-Shadiq, salah seorang keturunan Ali.

Ketjintaan Imam Sjafi'i kepada Ahlil Bait umum dikenal orang. Ia mabuk didalam ketjintaan ini demikian rupa, sehingga atjapkali ia dinamakan Rafdhi, diantara lain karena beberapa gubahan sadjaknja, jang saja terdjemahkan merdeka sbb. :

Wahai Ahlil Bait Rasulullah.

Mentjintai kamu diwadjibkan Tuhan.

Tingkatmu agung sudah djelaslah.

Dalam Qur'an terdapat bahan.

Siapa meninggalkan salawat untukmu, Sembahjang tidak sah, begitu hukumnja,

Tinggi kedudukan, tinggi deradjatmu,

Merupakan kurnia Allah semuanja.

Lain gubahan berbunji :

Djika Ali serta Fathimah,

Dipudji orang dengan sandjungan,

Pasti ada orang amarah.

Menamakan Rafdhi dalam kenangan.

Lalu kutanjai orang berbudi.

Jang kuat imannja kepada Allah,

Mentjintai Fathimah bukan Rafdhi,

Sebaliknja mentjintai Rasulullah.

Salawat Tuhan tidak terhingga.

Kepada Ahlil Bait serta salam.

La'nat Tuhan turun tangga,

Kepada djahilijah masa jang silam.

Sjair-sjair 'Imam Sjafi'i jang seperti ini isinja, banjak sekali, mempertahankan kehormatan Ahlil Bait dan menjerang mereka jang menganggap perbuatan itu sebagai suatu perbuatan golongan Rafdhi atau Rawafid, suatu golongan jang membentji kepada sahabat2 Nabi jang lain, menganggap mereka tidak berhak mendjadi chalifah sebelum Ali serta mengetjamnja sebagai perampas hak, sedang membeda-bedakan ketjintaan antara sahabat-sahabat Nabi itu, haram hukumnja dalam Islam. Imam Sjafi'i berpendapat bahwa mentjintai keluarga Nabi tidak usah diartikan membentji, apalagi mendendam kepada sahabat-sahabat Nabi jang lain. Oleh karena itu ia bersjair demikian :

Kata mereka aku Rafdhijah.

Sungguh bukan, sungguh bukan.

Bagaimana mnolak i'tikad dinijah.

Djika amar tidak dikerdjakan.

Aku hanja mengikuti perintah.

Apa disampaikan oleh Nabiku.

Amar kudjundjung, nahi kutjegah.

Kutjintai imam menundjuki daku.

Pernah ditanja Imam Sjafi'i tentang Ali bin Abi Thalib dalam masa pantjaroba itu. Ia lalu mendjawab : "Aku tidak akan berbitjara tentang seorang tokoh, jang oleh teman-temannja dirahasiakan sedjarah hidupnja, dan oleh musuh-musuhnja disimpan karena amarah, Apa inikah sebahnja, maka petjintanja dengan setjara diam-diam memenuhi Timur dan Barat ?"

Mengenai Imam Ahmad ibn Hanbal tjukup disebut, bahwa Masnadnja penuh dengan uraian-uraian mengenai keutamaan Ali. Ditjeriterakan orang bahwa ia pernah mengarang sebuah kitab besar mengenai keutamaan Ahlil Bait, dan naskah ini sampai sekarang masih tersimpan dalam perpustakaan Masjhad Imam Ali di Nedjef. Ditjeriterakan djuqa, bahwa Imam Ahmad pernah mendjadi murid Imam Musa al-Kazim.

Serjadah menerangkan, bahwa tidak ada suatu keluarga atau mazhab jang begitu banjak ditjintai orang seperti Ahlil Bait, ditjintai oleh orang hidup sampai kepada orang mati. Banjak ulama-ulama menulis kitab-kitab tentang kedudukan dan kebesarannja, tidak terhitung banjak penjair jang membuat gubahan-gubahan jang indah, pudjian dan sandjungan jg. mesra dan terasa, banjak ahli-ahli pidato jang mengeluarkan keutamaan dan ketjintaannja ditengah orang ramai dan diatas mimbar, dan berdujun-dujun manusia setiap tahun menziarahi kuburan-kuburannja, ribuan bahkan ribu-ribuan.

Tidak ada seorang muslim, baik di Barat maupun di Timur tidak, jang melakukan shalat kepada Tuhan ketjuali menjebut Muhammad dan keluarganja dalam salawat dan salamnja. Empat buah nama tidak terpisah dari hati seorang muslim, Muhammad, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Nama2 ini memasuki segala matjam utjapan hanja untuk beroleh berkat dan ketjintaan Ahlil Bait, baik ia diutjapkan oleh orang kuat, orang da'if, kulit putih atau kulit hitam, semuanja mengetuk djantung mereka terhadap Ahlil Bait.

Kejintaan ini meluap-luap tiap masa dan tempat bahkan terdapat dalam kalangan mereka jang memusuhinja seperti Bani Umajjah, jaitu Umar bin Abdul Aziz, jang menukarkan tjutji maki dalam chutbah Djum'at terhadap Ahlil Bait dengan ajat Qur'an jang menjuruh berbuat adil dan baik sesama keluarga dan sesama manusia.

Kita akan perpendek uraian ini hanja dengan menjebut nama nama orang jang sadar dalam mengakui keutamaan Ahlil Bait itu, seperti Abui Faradj al-Asfahani dalam kumpulan sjair-sjairnja jang terkenal seluruh dunia, jaitu kitab "Al-Aghani", jang puluhan djilid itu. Ia memudji Ahlil Bait, sedang ia seorang dari Bani Umajjah. Kita tidak sebutkan nama penjair Abdullah Abu Adi jang terkenal dengan nama Al-Ubali, kita tidak sebutkan Mu'awijah bin Jazid bin Mu'awijah, jang menumpahkan air mata diatas mimbar karena kesalahan ajah dan kakeknja terhadap keluarga Ali, kita tidak sebutkan Umar bin Hamaq, seorang sahabat besar jang dibunuh oleh Mu'awijah karena mentjintai Ahlil Bait, kita sengadja singkirkan Hadjar bin Adi jang mengorbankan dirinja dengan sahabat-sahabatnja, bahkan kita singkirkan semua nama sekian ribu manusia, laki-laki perempuan dan anak-anak, jang mendjadi korban pedang Al-Hadjdjadj, hanja karena mereka tidak dapat melepaskan tjinta hatinja kepada keluarga Rasul Allah.

VI. QURAN DAN HADIS

1. MASA-MASA PENGUMPULAN QURAN

Ada tiga kali diusahakan orang menuliskan Al-Qur'an.

Pertama mengumpulkan ajat2, baik dikala turunnja dan disampaikan Nabi, maupun dari mereka jang telah mentjacat atau menghafal wahju itu, dan pengumpulan ini, jang terdjadi sedjak masa Nabi masih hidup, merupakan kepingan batu, tulang belulang dan pelepah korma kering. Penulisan itu diperlihatkan kepada Nabi sebelum disimpan dalam bungkusan mashaf, sebagaimana hafalan-hafalan sahabat itu djuga didengar dan diawasi oleh Nabi. Dismping orang-orang Anshar jang giat menjalin Al-Qur'an itu mendjadikan suhufnja, seperti Ubaj bin Ka'ab, Mu'az bin Djabal, Zaid bin Sabit, dan Abu Zaid, kita dapati djuga menurut Abu Daud, Muhammad bin Ka'ab Al-Qarthi, Abu Darda', Ubbadah ibn Samit, Abu Ajjub, dan menurut Baihaqi djuga Sa'ad bin Ubaid, Madjma' bin Djari', terdapat banjak sekali sahabat-sahabat jang menghafal Qur'an atau wahju-whju itu sedjak hidup Rasulullah, seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Thalhah; Sa'ad; Ibn Mas'ud; Huzaifah; Salim; Abu Hurairah, Abdullah bin Sa'id, Abdullah bin Umar bin Chattab, Abdullah bin Umar bin 'As, Abdullah bin Abbas, Sitti Aisjah, Hafsah, Ummu Salmah, dar dari Anshar seperti Ubbadah bin Samit, Mu'az Abu Halimah, Madjma' bin Djari', Fudhalah bin Ubaid dan Muslimah bin Muchlid, serta banjak jang lain. Abu Daud menjebut nama-nama Tamim nd-Dari dan Uqbah bin Amir, agar tidak dilupakan.

Bagaimana rapinja Nabi mengawasi batjaan mereka ternjata dari sebuah tjeritera dari Ummu Warqah anak Abdullah bin Haris, jang menerangkan, bahwa Rasulullah sering mendatanginja dan mendengar batjaannja, Nabi memudjinja dengan nama sjahidah dan mengangkat wanita itu mendjadi imam dalam sukunja.

Kedua , pengumpulan Qur'an dalam masa Abu Bakar dan Umar jang disalin kembali keatas loh atau keatas barang2 jang' lebih baik didjadikan tempat menulis wahju itu. Pengumpulan jang kedua ini, jang terdjadi karena perang Jamamah menentang Musailamah, jang banjak membuat ajat-ajat Qur'an palsu, untuk untuk merusakkan wahju Tuhan jang sebenarnja berlaku dalam tahun pertama pemerintahan Chalifah Abu Bakar. Perang Jamamah ini banjak mengorbankan sahabat-sahabat jang hafal Qur'an, dan oleh karena itu Umar ibn Chattab mengusulkan kepada Abu Bakar, agar dimulai menulis dan mengumpulkan Al-Qur'an dalam sebuah mashaf, jang terdiri daripada potongan kulit binatang jang sudah disamak. Zaid ibn Sabit mentjeriterakan, bahwa Abu Bakar mengirimkan seorang sahabat kepadanja, untuk mengumpulkan ajat-ajat Qur'an atau menjalinnja dari hafalan-hafalan sahabat jang terdapat belum mati itu (Buchari). Maka terdjadilah pengumpulan ini, meskipun masih banjak diantara ajat-ajat Qur'an itu jang diutjapkan dalam salah satu daripada tudjuh dialek atau logat.

Pengumpulan jang ketiga berlaku dalam masa Usman bin Affan. Jang perlu kita tjeriterakan dalam masa pengumpulan ini ialah usaha Usman mempersatukan batjaan-batjaan atau logat itu dalam qiraah.

Dalam ketiga masa pengumpulan ini Ali bin Abi Thalib memberikan sumbangannja jang besar, terutama untuk mentjegah kepalsuan, jang mungkin diselundupkan orang kedalam wahju Tuhan itu. Ia hanja menerima wahju-wahju untuk ditulis, djika dibenarkan oleh dua orang saksi, dan dalam perbedaan bahasa ia mengandjurkan mengambil bahasa Quraisj.

Usman meminta mashaf jang ada pada Hafsah, anak Umar bin Chattab, dan memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair dan Sa'id bin 'As serta Abdurrahman bin Haris bin Hisjam menjalin mashaf itu. Usman berkata kepada tiga orang Quraisj itu, bahwa apabila mereka berselisih tentang bahasa dengan Zaid bin Sabit, ambil bahasa Quraisj, karena Qur'an itu diturunkan dalam bahasa mereka (Az-Zandjani, hal. 44).

Ada jang mengatakan, bahwa sebelum Usman memulai menuliskan Qur'an, dikumpulkan dua belas orang sahabat dari orang Quraisj dan Anshar untuk menegaskan kebenarannja. (Abu DaudIbn Sirin).

Ali bin Muhammad At-Thaus dalam kitabnja "Sa'dus Su'ud", berdasarkan keterangan Abu Dja'far ibn Mansur dan Muhammad bin Marwan, berkata, bahwa pengumpulan Qur'an dalam masa Abu Bakar oleh Zaid bin Sabit gagal, karena banjak dikeritik oleh Ubaj, Ibn Mas'ud dan Salim, dan kemudian terpaksalah Usman mengadakan usaha mengumpulkan ajat2 Qur'an lebih hati2 dan seksama, dibawah pengawasan Ali bin Abi Thalib (Az-Zandjani, hal 45). Maka pengumpulan Qur'an dengan pengawasan Ali bin Abi Thalib inilah jang berhasil, karena pengumpulan itu, tidak sadja disetudjui oleh Ubaj, Abdullah bin Mas'ud dan Salim Maula Abu Huzaifah, tetapi djuga oleh sahabat2 jang lain. Mashaf Usman inilah jang kita namakan Qur'an umat Islam sekarang ini, jang tidak sadja wahjua-nja benar seperti jang disampaikan Nabi, tetapi bahasanja dan bunji utjapannja sesuai dengan aslinja. Usman membuat beberapa buah diantara mashaf ini, sebuah untuk dirinja, sebuah untuk umum di Madinah, sebuah untuk Mekkah, sebuah untuk Kufah, sebuah untuk Basrah dan sebuah untuk Sjam. ibn FaziuHah al-Umri pernah melihat mashaf Usman ini pada pertengahan abad ke-VIII H. dalam mesdjid Damsjiq (batja Maslikul Absar, 1: 195, t j. Mesir), dan banjak orang menjangka, bahwa naschah mashaf ini pernah disimpan dalam perpustakanan di Liningrad, jang kemudian dipindahkan kesalah satu perpustakaan di Inggeris (Az-Zandjani, 46).

Pengarang sedjarah Qur'an jang terkenal Abu Abdullah AzZandjani ini dalam kitabnja "Tarichul Qur'an", hal 46, menerangkan bahwa ia pernah melihat dalam bulan Zulhidjdjah, tahun 1353 H. dalam perpustakaan, jang bernama "Darul Kutub Al-Alawijah", di Nedjef sebuah mashaf dengan chat Kufi, dan tertulis pada achir nja "Ditulis oleh Ali bin Thalib dalam tahun 40 Hidjrah".

Al-Amadi At-Tughlabi, seorang ulama fiqh dan ilmu kalam, mgl. 617 H., menerangkan dalam kitabnja "AJ-AfkUrul Akbar", bahwa mashaf2 jang masjhur dalam zaman sahabat itu dibatjakan kepada Nabi dan diperlihatkan kepadanja, Usman bin Affan adalah orang jang terachir memperlihatkan mashafnja kepada Nabi. Ibn Sirin mendengar Ubaidah As-Salmani berkata, bahwa batjaan jang diperdengarkan kepada Nabi mengenai Qur'an pada saat2 hampir wafatnja, adalah batjaan jang sampai sekarang dipergunakan orang.

Djika ada pembitjaraan mengenai "Qur'an Ali" (jang sebenar nja mashaf Ali), jang berbeda dengan mashaf2 Ubaj bin Ka'ab (mgl. 20 H), Abdullah bin Mas'ud (mgl. 32 H), mashaf Abdullah bin Abbas (mgl. 68 H) dan mashaf Abu Abdullah Dja'far bin Muhammad As-Shadiq, adalah perbedaan mengenai susunan bahagian Qur'an, jang dinamakan "Surat", bukan perbedaan mengenai ajar2 dan dialeknja, jang sesudah Ali dengan aktip turut menjusun mashaf itu dalam masa Usman sudah tidak berbeda lagi. Djika ada per kataan jang menjebut "Qur'an Sji'ah", jang dimaksudkan ialah mashaf asli Ali bin Abi Thalib atau mashaf asli imam Dja'far Shadiq, jang sekarang tidak ada lagi sudah mendjadi mashaf Usman dengan idjma' sahabat2 Nabi ketika itu. Orang2 Sji'ah memakai Qur'an Usman itu sebagaimana kita memakainja.

Djadi tuduhan, bahwa Ali mempunjai Qur'an jang berlainan ajat2-nja dari pada wahju jang diturunkan Tuhan kepada Muhammad, dengan disaksikan oleh Sahabat, dan bahwa Qur'an itu, sesudah ditambah atau dikurangi, digunakan chusus oleh golongan Sji'ah, tidak benar sama sekali adanja. Tuduhan ini ditolak oleh sedjarah dan oleh ulama2 Sji'ah sendiri, diantara lain oleh Abul Qas'm Al-Chuli, pengarang tafsir Sji'ah Imamijah jang terkenal "Al-Bajan fi Tafsiril Qur'an'' (Nedjef, 1957). Dalam djuz jang pertama, pada halaman 171 dan berikutnja, dikupas pandjang lebar, bahwa Ali bin Abi Thalib tidak mempunjai mashaf jang berlainan ajata-nja dari mashaf2 Sahabat lain, ketjuali berlainan susunan Suratnja. Mashaf Àli jang dipusakai dari Nabi, penuh diberi tjatatan2 mengenai tanzil, .masa dan sebab turun ajat, mengenai ta'wil, pengertian dan maksud jang pelik, jang berasal dari keterangan Nabi sendiri, selandjutnja mengenai ajat2 nasich dan mansuch, ajat2 ahkam dan mutasjabihah (Tafsir As-Shafi, muk. VI : 11), mengenai halal dan haram, mengenai had atau hukum sampai kepada tetek bengek (Muk. Tafsir Al-Burhan hal 27), ditolak semua oleh AlChuli tuduhan jang tidak benar itu (172-175).

Al-Chuli mengatakan sebagai chulasah, bahwa penambahan dalam mashaf Ali bukan ajat2 Qur'an, jang disuruh sampaikan oleh Nabi kepada ummatnja, dan bahwa tuduhan sematjam ini adalah tidak berdasarkan kepada dalil jang benar, karena dengan idjma dalam masa Usman sudah dihilangkan semua penjelewengan atau tahrif.

Lain halnja dengan tertib Surat atau pembahagian Qur'an atas Surat atau bab, jang sebagaimana kita sudah katakan diatas memang ada perlainannja antara satu mashaf dengan mashaf lain Sahabat. Sebelum ada idjma' Sahabat dan koreksi-mengoreksi, begitu djuga sebelum ada keputusan terachir pada pengumpulan penghabisan oleh Usman bin Affan, jang Ali djuga turut aktif didalamnja, memang susunan tertib Surat agak menjolok dan berlainlainan. Ali membahagi mashafnja atas tudjuh golongan Surat, karena disesuaikan dengan keterangan Nabi dan ajat Qur'an sendiri, bahwa Qur'an itu diturunkan dalam "sab'a masani", jang dalam memahaminja perkataan ini ber-beda2 pendapat. Ada jang mengatakan, bahwa artinja itu tudjuh huruf, ada jang mengartikan tudjuh matjam batjaan, ada jang mengatakan dalam tudjuan matjam dialek atau logat suku Arab, ada jang mengartikan dalam tudjuh matjam tudjuan, dan ada jang mengatakan dalam tudjuh Surat jang pandjang atau tudjuh surat jang berisi pokok kejakinan Islam.

Oleh karena itu Ali bin Abi Thalib membahagi surat2 dalam mashafnja kepada tudjuh penggolongan, sedang Usman lebih mengutamakan pembahagian surat itu dalam bentuk didahulukan surat2 pandjang, ketjuali Fatihah, jang memang merupakan pendahuluan dari Qur'an, kemudian ber-angsur2 disusul dengan surat2 jang makin lama makin pendek sampai kepada achir Qur'an. Pembahagian Qur'an dalam tiga puluh djuz mungkin diperbuat dengan menghitung huruf dan mungkin pula untuk memudahkan membatja annja dalam tiga puluh hari, tiap2 djuz dibagi dua, nisfu namanja, tiap2 nisfu dibahagi empat, rubu' namanja, dan tiap2 rubu' dibagi dua pula, sumun namanja, semuanja untuk memudahkan mereka jang mengambil batjaan Qur'an itu sebagai wirid pagi dan petang, dan djuga untuk memudahkan mereka jang mempeladjarinja atau jang menghafalnja.

Ali bin Abi Thalib rupanja lebih mendasarkan pembahagiannja kedalam tudjuh djuz, jang kedalam tiap2 djuz dimuat surat2 menurut terdahulu dan terkemudian turunnja. Sebagaimana sahabat lain, seperti Ubaj bin Ka'ab, Ibn Mas'ud, Ibn Abbas dan Dja'far bin Muhammad As-Shadiq, pembahagian Ali ini didasarkan atas idjtihad sendiri, karena Nabi tidak menentukan tertib surat itu, hanja ada ia menentukan ajat2 dalam masing2 surat, baik jang turun di Mekkah atau jang turun di Madinah.

Pembahagian Ibn Abbas dan Imam Dja'far hampir sama dengan pembahagian mashaf Ali, karena Ibn Abbas itu menurut Ibn Thaus adalah murid dari Ali bin Abi Thalib. Ibn Abbas adalah seorang jang sedjak ketjilnja sudah dipastikan Nabi mendjadi seorang ahli Qur'an dan ahli tafsir, jang sangat boleh dipertjajai.

Sudah kita djelaskan, bahwa mashaf Ali termasuk mashaf jang tertua, karena sudah terkumpulkan dalam masa hidup Nabi, meski pun belum sempurna. Mungkin mashaf inilah jang terdapat pada Imam Dja'far, jang pernah dilihat oleh pengarang sedjarah Qur'an Az-Zandjani pada Abu Ja'la Hamzah al-Husaini dgn. chat tangan Ali sendiri, jg. kemudian mendjadi hak waris Banu Hasan, dan jg. tertib suratnja dimuat kembali dlm. kitab Az-Zandjani tsb., jang dalam naschah jang ditjetak di Leipzig dari th. 1871-1872 kelupaan menjebut tertib suratnja. Tetapi untunglah Ja'kubi (mgl. 278 H.), dalam kitab sedjarahnja, jang disiarkan oleh Houtsma, djuz ke I, halaman 152-154 (tj. Brill di Leiden), menjebutnja kembali, sehingga kita dapat memperbandingnja.

Pada pemulaannja mashaf Ali tidak memuat surat fatihah, tetapi mashaf Ubaj memuatnja, jang agaknja kemudian oleh idjma' sahabat dalam masa Usman lalu ditetapkan memang ada disampaikan Nabi surat Fatihah itu,.lalu dimuat dalam Qur'an atau mashaf Usman sebagai surat pertama, dan Ali menjetudjuinja.

Demikianlah beberapa tjatatan sedjarah sebelum mashaf Usman ditetapkan, dan sebagaimana jang kita katakan, sesudah mahaf ini, jang sampai saat ini terpakai oleh semua orang Islam dan aliran Islam sebagai Kitabullah, ditetapkan dengan idjma' sahabat2 besar dan qurra'2 jang diakui, baik Ali maupun Imam Dja'far, maupun Sji'ah umumnja, menganggap mashaf Usman itu satu2nja mashaf jang mu'tamad dan sah, serta digunakan oleh mereka sampai sekarang ini.

Tentang masa dan tempat turun ajat dan surat, di Mekkah atau di Madinah, tidak banjak terdapat perselisihan paham diantara sahabat2 Nabi, karena banjak jang mengetahuinja. Nöldeke banjak menulis tentang hal ini.

Ibn Isjtah dan Ibn Ali Sjaibah, jang pernah mendengar dari Ibn Sirin dan Ubaidah As-Salmani, menerangkan, bahwa mashaf Usman itu ditulis dengan batjaan sebagaimana jang didengar dari mulut Nabi, dan batjaan atau qiraat itu adalah sesuai dengan batjaan atau qiraat jang digunakan orang sekarang ini (Az-Zandjani, 17).

Perbedaan jang ketjil, jang biasa terkenal dengan "qiraat todjuh", tidak penting dibitjarakan, dan tidak mengubahkan arti serta pengertian. Qiraat Nafi' dan murid2nja Qalun dan Waras, begitu djuga Ibn Kasir, Qumbul, Abu Umar, Dauri, Saudi, Ibn Amir; Hisjam, Ibn Zakwan, Abu Bakar Sju'bah, Hafas, Hamzah, Chalaf; Chulad, Kasai' dan Abui Haris al-Laisi, hanja berbeda satu sama lain tentang pandjang pendek batjaan, hubungan kalimat dengan kalimat, bunji beberapa huruf hidup dan mati, dan sama sekali tidak mengubahkan batjaan atau tahrif.

2. ALI DAN QUR'AN

Salah satu propaganda anti Sji'ah jang berhasil dalam zaman kekatjauan aliran Islam, dan jang gemanja djuga sampai sekarang masih terdengar, bahkan djuga di Indonesia dalam kalangan jang tidak kenal sedjarah Islam, ialah bahwa Sji'ah mempunjai Qur'an tersendiri jang berbeda isinja dengan Qur'an jang dipakai oleh orang Islam umum. Dengan demikian dinjatakan, bahwa Qur'an jang didjadikan sumber hukum oleh orang-orang Sji'ah itu adalah palsu.

Bukan maksud saja dengan uraian ini membela golongan Sji'ah dalam segala alirannja, tetapi sebagai penulis sedjarah ingin menerangkan duduk perkara jang sebenarnja. Pendjelasan ini terutama bagi Indonesia saja angap perlu, karena penggunaan kata Qur'an dan Mashaf di Indonesia ditjampur adukkan orang. Qur'an adalah kumpulan wahju Tuhan, sedang mashaf adalah kumpulan tulisan mengenai wahju Tuhan dalam bentuk lembaran kertas.

Sebenarnja segala sesuatu mengenai Qur'an, baik sedjarah turunnja wahju, sedjarah pengumpulannja dan penjusunan Qur'an dan penulisan mashaf, penterdjemahan serta penafsirannja, sudah saja bitjarakan dalam sebuah kitab chusus mengenai persoalan ini, jang saja namakan "Sedjarah Al-Qur'an," tjetakan terachir di Djakarta 1953, tetapi belum saja tindjau dari sudut pendirian golongan Sji'ah.

Bahwa Ali bin Abi Thalib mempunjai bahagian dan 'kedudukan penting dalam penjusunan Al-Qur'an bukanlah suatu persoalan jang mesti dipertengkarkan, baik ulama-ulama Sji'ah, ulam ulama Ahlus Sunnah, maupun ulama2 aliran lain dalam Islam, semuanja mengakui, bahwa Ali-lah jang mengetahui paling lengkap tentang turunnja wahju-wahju Tuhan kepada Nabi Muhammad, karena dialah jang mengikuti Nabi sedjak permulaan keangkatannja mendjadi Rasul dan selalu berdampingan dengan Rasulullah sebagai keluarga terdekat dalam segala keadaan. Disamping itu ia termasuk penulis-penulis wahju, jang ditundjuk oleh Nabi untuk mentjatat tiap-tiap ada wahju turun, baik siang ataupun malam hari.

Sahabat-sahabat dalam masa Nabi banjak jang sudah tahu menulis, dan kesenian menulis ini oleh Rasulullah sangat diperkembangkan. Bangsa Arab jang sudah tinggi kebudajaannja sebelum Islam, sudah menggunakan huruf Hiri, suatu kota kebudajaan jang letaknja kira-kira tiga mil dari Kufah, dekat Nedjef sekarang ini, dan oleh karena itu dinamakan djuga huruf Kufi, begitu djuga huruf Anbari, suatu kota dekat sungai Eufrat, tiga puluh mil sebelah barat Baghdad, semuanja berasal dari kemadjuan kebudajaan Arab Kindah. Dari sebuah riwajat dari Ibn Abbas diterangkan asal-usul huruf ini masuk ketanah Hedjaz dari Jaman (Kindah), bahkan sedjarah pemakaian huruf ini sampai kepada Thari', kepada Chafladjan, penulis wahju jang diturunkan kepada Nabi Hud.

Abu Abdullah az-Zandjani menerangkan, bahwa chat ini dimasukkan oleh Nabi Muhammad ke Madinah melalui orang-orang Jahudi, jang mengadjarkan anak-anak Islam menulis. Ada sepuluh orang diantara kaum muslimin jang ahli dalam huruf ini diantaranja Sa'id bin Zararah, Munzir bin Umar, Ubaj bin Wahab, Zaid bin Sabit, Rafi' bin Malik dan Aus bin Chuli, jang kemudian ditambah dengan tawanan Badr, jang mengadjarkan huruf-huruf ini kepada anak-anak Islam.

Bahwa wahju-wahju jang turun kepada Nabi ditulis dan ditjatat orang merupakan mashaf simpanannja masing-masing, tidaklah mengherankan, karena ada empat puluh tiga orang jang ditugaskan menulis wahju itu dengan chat Nasach, diantaranja jang termasjhur ialah Chalifah Empat Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, selandjutnja Abu Sufjan dengan dua anaknja Mu'awijah dan Jazid, Sa'id ibn Ash dan anaknja Aban dan Chalid, Zaid bin Sabit, Zubair bin 'Awam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Fahirah, Abdullah ibn Arqam, Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarah, Ubaj bin Ka'ab, Sabit ibn Qais, Hanzalah ibn Rabi', Sjurahbil bin Hasanah, Ula bin Hadrami, Chalid ibn Walid, Amr ibn Ash, Mughirah bin Sju'bah, Mu'aiqib bin Abi Fathimah Ad-Dausi, Huzaifah ibn Jaman, Huwaithib bin Abdul 'Uzza AI-Amiri, baik dalam masa Nabi maupun sesudah wafatnja.

Meskipun demikian jang tetap mengikuti Nabi dan jang dipertjajanja adalah tjatatan dua orang, jaitu Zaid bin Sabit dan Ali bin Abi Thalib. Demikian kata Az-Zandjani, dan menambahkan, bahwa banjak riwajat-riwajat menerangkan, kedua orang itulah jang dengan sungguh-sungguh menghadapi penulisan dan pengumpulan wahju itu. Buchari meriwajatkan dari Barra, bahwa tatkala turun wahju "tidak sama orang mu'min jang diam dengan mereka jang menderita kemelaratan dan jang berdjihad diatas djalan Allah" (Surat An-Nisa), Nabi dengan segera berkata: "Panggil Zaid datang kepadaku, membawa luh, tinta dan tulang belikat unta", dan sesudah Zaid datang, ia berkata: "Tulislah selengkapnja ajat ini" (Zandjani, hal. 20).

Dalam sebuah tjeritera, Umar diperingatkan orang bahwa adiknja Fathimah telah masuk Islam. Umar marah dan pulang kerumahnja, didapatinja pada adiknja itu wahju tertulis diatas perkamen sedang dibatjanja. Hal ini terdjadi dikala Umar belum masuk Islam, dan karena membatja wahju jang tertulis itu, ia lalu masuk Islam.

Semua itu menundjukkan, bahwa Rasulullah menghendaki Qur'an itu ditulis dan penulisan itu sudah dimulai dalam masa hidupnja dan dengan petundjuk serta pengawasannja.

Dalam masa Rasulullah Qur'an itu ditulis diatas tulang-belulang, kepingan batu, potongan daun atau kain, atjapkali djuga diatas kain sutera atau kulit kering dan diatas tulang belikat unta. Sudah mendjadi kebiasaan bangsa Arab menulis tjatatan demikian dan menamakannja "suhuf", bungkusannja dinamakan "mashaf". Sahabat-sahabat penting mempunjai mashaf itu setjara lengkap atau tidak. Djuga untuk Nabi diperbuat mashaf itu dan disimpan dirumahnja. Muhammad ibn Ishak menerangkan dalam "Fihrist"nja, bahwa Qur'an jang ditulis dihadapan Rasulullah itu adalah diatas batu, tulang dan belikat unta. Buchari menerangkan, bahwa Zaid bin Sabit pernah mengatakan : "Kutjahari Qur'an itu dan kukumpulkannja dari batu, tulang dan dari hafalan orang."

Al-'Isjasji, seorang ahli Tafsir Imamijah, menerangkan dalam Tafsirnja, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata : "Rasulullah mewasiatkan kepadaku, bahwa sesudah kukuburkan dia aku tidak keluar dari rumahku hingga aku menjusun Kitab Allah itu, jang tertulis pada pelepah korma dan pada tulang belikat unta". Sebuah riwajat dari Ali bin Ibrahim bin Hasjim Al-Qummi, seorang ahli Hadis Imamijah jang termasjhur, menerangkan, bahwa Abu Bakar Al-Hadhrami pernah mendengar Abu Abdillah Dja'far bin Muhammad bertjeritera, bahwa Nabi ada berpesan kepada Alim bin Abi Thalib; "Hai, Ali ! Qur'an itu ada dibelakang tempat tidurku dalam suhuf, sutera dan kertas. Ambil dan susunlah baik-baik, djangan engkau hilangkan sebagaimana Jahudi menghilangkan Taurat". Ali memungut Qur'an itu dan mengumpulkannja dalam satu bungkusan kain kuning kemudian ditjapnja.

Al-Haris Al-Muhasibi menerangkan, bahwa mengumpulkan Qur'an itu bukanlah suatu perbuatan bid'ah tetapi terdjadi atas perintah Nabi, dan djuga meletakkan ajat-ajat pada tempatnja atas petundjuk Nabi sendiri.

Meskipun jang menulis wahju banjak dalam zaman Nabi. tetapi jang mengumpulkannja hingga lengkap merupakan mashaf tidak berapa orang. Jang dianqaap pengumpul janq agak lenqkap oleh Muhammad bin Ishak ialah Ali bin Abi Thalib. Sa'ad bin UHud bin Nu'man Al-Ausi, wafat dalam perang Qadisiiah tahun 15 H., Abu Djarda Uwaimir bin Zaid, beroleh langsung dari Nabi.

wafat tahun 32 H., Mu'az bin Djabal bin Aus, jang dinamakan Nabi imam ulama, wafat tahun 18 H., Abu Zaid Sabit ibn Zaid bin Nu'man, Ubaj bin Ka'ab bin Qais, seorang jang sangat dipudji Nabi Nabi batjaannja, mgl. di Madinah tahun 22 H., Ubaid bin Mu'awijiab., dan Zaid bin Sabit, penulis wahju Rasulullah dan djuru bahasanja, mngl. tahun 45 H. Zaid bin Sabit adalah seorang jang sangat ditjintai oleh Nabi dan dihormati oleh Ahlil Baitnja.

Demikian bunji satu riwajat tentang mereka jang mengumpulkan Qur'an dalam masa Nabi, jang kurang sempurna disempurnakan sesudah wafat Nabi. Banjak riwajat lain jang berbeda djumlah dan namanja, tetapi Al-Chawarizmi berdasarkan keterangan Ali bin Rijah menerangkan, bahwa jang lengkap mengumpulkan Qur'an dalam masa Rasulullah ialah Ali bin Abi Thalib dan Ubaj bin Ka'ab.

Riwajat-riwajat menundjukkan, bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang jang mula-mula menulis Qur'an menurut tertib turun ajat, mentjatat ajat mansuch terlebih dahulu dari nasich dan memberikan tjatatan2 lain dalam mashafnja. Hal ini ditjeriteriterakan djuga oleh Ibn Sirin. Djuga dibenakan oleh Ibn Hadjar, bahwa Ali menjusun Qur'an menurut tertib turun ajat. beberapa waktu dibelakang wafat Nabi Muhammad. Dalam kitab Sjarh Al-Kafi Salih Al-Qazw;ni dari Ibn Qais A!-Hilali menerangkan, bahwa Ali bin Abi Thalib sesudah wafat Nabi tidak keluar dari rumahnja karena menjusun Qur'an dan mengumpulkannja sampai selesai semuanja. Kemudian ia menulis tjatatan ajat-ajat nasich dan mansuch. ajat-ajat muhkamah dan mutasiabih. Kata Imam Muhammad bin Muhammad bin Nu'man, salah seorang ulama Sji'ah terbesar, dalam kitabnja "Al-Irsjad". bahwa Ali dalam mashafnja mendahulukan ajat-ajat mansuch dari ajat-ajat nasich. dan menulis ta'wil ajat-ajat serta tafsirnja dengan terperintji.

Sjahrastani dalam mukaddimah Tafsirnja menerangkan. bahwa semua sahabat sepakat ilmu Qur'an itu chusus buat Ahlil Bait. Beberapa sahabat bertanja kepada Ali bin Abi Thalib. apakah ilmu pengetahuan Our'an hanja dichususkan kepada Ahlil Bait. Ali mendjawab, bahwa ilmu tentanq Qur'an, masa dan sebab-sebab turunnja, begitu djuqa ta'wilnja, chusus buat Ahlil Bait. karena merekalah orang-orang jang terdekat dengan Nabi Muhammad (Az-Zandjani, Tarichul Qur'an, Cairo. 1935. hal. 26).

3. AHLI TAFSIR SJI'AH

Baik orang Sji'ah maupun orang Ahli Sunnah menganggap Ali bin Abi Thalib adalah ahli tafsir Qur'an jang pertama dalam sedjarah Islam, karena ia masih mendapati Nabi jang selalu memberi petundjuk dalam pengertian dan ta'rif daripada wahju-wahju Tuhan jang mengatasi paham manusia biasa. Sudah kita katakan, bahwa Ali tidak sadja berdjasa mengawasi pengumpulan ajat-ajat Qur'an, tetapi djuga mempunjai pengetahuan tentang sedjarah turunnja ajat dan surat, tentang ajat hukum dan mutasjabih, ajat nasich dan mansuch, bahkan ada riwajat jang mengatakan, bahwa ia mempunjai enam puluh matjam ilmu Qur'an, dan sebagaimana jang sudah kita katakan, mashafnja penuh dengan dengan tjatatan2, seperti masih dapat dilihat beberapa lembar dari padanja dalam perpustakaan di Nedjef.

Seperti sudah kita terangkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang sahabat jang paling banjak meriwajatkan tentang Qur'an, sedang Ibn Abbas iang mendjadi murid Ali, pernah bertjeritera, bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang jang sangat tahu tentang ilmu lahir dan ilmu ghaib dari Al-Qur'an jang mulia. Sedjarah hidup Ali tidak kita ulang lagi disini.

Salah seorang dari Ahli Tafsir Sji'ah adalah Ubaj bin Ka'ab dari golongan Anshar. Sajuti menghitungnja dalam karangannja jang terkenal "Al-Itqan" termasuk djumlah sepuluh orang ahli tafsir dari sahabat kurun pertama, dan Nabi sangat mentjintainja. Ia meninggal tahun 30 H.

Abdullah bin Abbas adalah anak paman Nabi, jang sedjak ketjil sudah diramalkan oleh Nabi mendjadi seorang ahli ilmu Qur'an, dan djuga jang oleh Sajuthi dimasukkan sahabat sepuluh kurun pertama, jang hafal dan ahli Qur'an. Ada orang mengatakan bahwa ia orang jang ahli tentang tafsir daripada Tabi'in Mekkah. Tafsirnja sampai sekarang masih didapat orang dan terkenal dengan "Tafsir Ibn Abbas", ia meninggal tahun 68 H. Orang2 Sji'ah menganggap tafsir itu mu'tamad dan banjak digunakan untuk menguatkan pendirian2nja.

Dari golongan Tabi'in sesudah itu kita sebutkan nama nama Maisam bin Jahja at-Tamanar (mgL 60 H.), seorang chatib Sji'ah jang terkenal di Kuffah dan seorang ahli ilmu Kalam : Said bin Zubair (mgl. 94 H.) jang pernah menjusun sebuah tafsir Qur'an dan banjak dipetik orang pendapatnja. Abu Saleh Miran dari Basrah (mgl. sesudah abad pertama hidjrah), murid Ibn Abbas, Thaus Al-Jamani (mgl. 106 H.) djuga murid Ibn Abbas, jang oleh Ibn Tajmijah, Ibn Quthaibah dall sangat dipudji ketjerdasannja dan dimasukkan kedalam golongan sahabat Ali.

Kemudian dapat kita sebutkan sebagai ahli-ahli jang ulung ialah Imam Muhammad al-Baqir (mgl. 114 H.). Ibn Nadim banjak menjebutkan nama-nama kitabnja mengenai tafsir dan ilmu-ilmu Qur'an jang lain. Abdul Djarud, seorang Sji'ah jang terkenal banjak meriwajatkan sesuatu dari Al-Baqir mengenai Qur'an. Tidak kurang pentingnja kita sebutkan nama Djabar bin Jazid AlDju'fi, jang menulis djuga sebuah tafsir dan ia meninggal tahun 127 H. Suda Al-Kabir, nama jang sebenarnja Isma'il bin Abdurrahman, djuga mempunjai sebuah tafsir jang oleh banjak orang didjadikan sumber keterangan mengenai ilmu Qur'an. Untuk djangan keliru kita bedakan antara Suda As-Saghir bukan seorang Sji'ah dan Suda Al-Kabir adalah seorang ahli tafsir Sji'ah jang terkenal (mgl. 127 H).

Saja tidak ingin menjebutkan semua ahli tafsir Sji'ah itu disini dengan perintjian sedjarah hidupnja, karena terlalu banjak. Dari penjelidikan saja dan dibenarkan oleh beberapa keterangan ahli sedjarah Islam, ternjata orang-orang Sji'ah banjak terkenal sebagai ulama dalam segala bidang, dan giat mengarang dalam bermatjam-matjam ilmu sedjak hari-hari pertama atau kurun pertama.

Terutama dalam ilmu Qur'an jang pada waktu itu merupakan persoalan jang sangat penting, banjak terdapat pengarang-pengarang Sji'ah jang terkemuka. Sedangkan selandjutnja sebagai ahli tafsir kita sebutkan Abu Hamzah As-Samali, Tabi'in dan meninggal 150 H., Abu Djunadah As-Saluli (mgl. pada pertengahan abad ke II H.), Abu Ali Al-Hariri (mgl. idem), Abu Ali bin Faddal, Abu Thalib bin Shalat (mgl. achir abad ke II), Muhammad bin Chalid Al-Barqi (mgl. idem), Hisjam bin Muhammad As-Said Al-Kalbi (mgl. 206 H.), Al-Waqidi (mgl. 207 H), Junus bin Abdurrahman Ali Yathin, Hasan bin Mahbub As-Sarfad (mgl. 224 H.), Abu Usman Al-Mazani (mgl. 248 H), Muhammad bin Mas'ud Al-Ajasji, Farrad bin Ibrahim, Ali bin Mahzïar Al-Ahwazi, Husain bin Said Al-Ahwazi, Hasan bin Ahwazi, Hasan bin Chalid Al-Barqi, Ibrahim As-Saqafi (mgl. 283 H), Ahmad bin Asadi, hampir semua keluarga Al-Qummi mengarang tafsir, Al-Djaludi, As-Suli, Al-Diurdjani, Al-Musawi, Ibn Nu'man, At-Thusi, AtTabrasi, Ar-Rawandi (mgl. 573 H), Al-Fatral Asi-Siirazi (mgl. 948 H), As-Sabzawari (mgl. 910 H), Azäwari, Al-Masjadi, AlHamdani, Al-Bahrani (mgl. 1107 H), Djawad bin Hasan Al-Balaghi (mgl. 1302 H), dll, masing-masing mengarang tafsir Qur'an jang ditindjau dari segala sudut ilmu. Ada jang lutju, kadang-kadang orang Salaf jang menamakan diri anti Sji'ah, menggunakan tafsir Sji'ah dengan tidak mengetahui pengarangnja.

Sebagaimana dalam ilmu tafsir, kita dapati pengarang-pengarang Sji'ah jang ulung dalam ilmu Qur'an jang lain, misalnja dalam ajât-ajat hukum chusus mengenai mazhab Sji'ah seperti pengarang Al-Kalbi, (mgl. 146 H), Ar-Rawandi (mgl. 573 H), As-Sajuri (mgl. 792 H), Al-Ardabli (mgl. 993 H), Al-Kazimi (mgl. abad ke II H), Astrabadi (mgl. 1026 H), Al-Djazuiri (mgl. 1151 H), dll. jang kitabnja sekarang dipakai diseluruh dunia.

Djuga dalam ilmu Qur'an lain terkenal ulama-ulama Sji'ah, misalnja mengenai ajat-ajat Mutasjabih, seperti Hamzah bin Habib (mgl. 156 H), meskipun menurut Sajuthi orang jang mula-mula mengarang dalam ilmu ini ialah Al-Kasa'i (mgl. 182 H), keduaduanja adalah djuga Ahli Qira'at Tudjuh. Kemudian terkenal namanja Muhammad bin Ahmad AI-Wazir (mgl. 433 H), Ibn Sjahras-sjaub al-Mazandra (mgl. 588 H) dll.

Dalam Gharibul Qur'an adalah Aban Ibn Tughlab (mgl. 141 H). Ada orang mengatakan Abu Ubaidah (bukan Sji'h), tetapi Abu Ubaidah meninggal tahun 200 H, kemudian dari masa Ibn Tughlab. Selandjutnja jang mengarang dalam bidang ini ialah Muftadhal Salmah, Ibn Darid (mgl. 321 H),Abui Hasan al-Adawi Asj-Sjamsjathi (mgl. permul. abad ke IV), semuanja ulama Sji'ah.

Karangan-karangan mengenai Asbabun Nuzul dihari-hari pertama djuga diperbuat oleh golongan Sji'ah, seperti Ibn Abbas (mgl. 67 H), Muhammad bin Chalid al-Barqi (mgl. achir abad ke II H), Ibrahim bin MuhammUd As-Sakaji (mgl. 283 H), Abdul Aziz bin Jahja al-Djaludi (mgl. 330 H), Ibnul Hidjam dalam abad jang ke IV, djuga semuanja ulama Sji'ah.

Selandjutnja mengenai nasich dan mansuch djuga jang mula2 dan banjak mengarang orang-orang Sji'ah, seperti Abdurrahman al-Asam (abad ke II), Ad-Darimi (abad ke II), Ibnal Kadri (mgl. 146 H) atau anaknja Hisjam (mgl. 206 H). Ibnal Fadhal mempunjai kitab nasich dan mansuch, sebagaimana Al-Qummi, baik Ahmad bin Muhammad maupun Ali bin Ibrahim, selandjutnja pengarang Sji'ah jang ternama djuga didalam bidang ini ialah AlDjaludi (mgl. 330 H), dan Suduq bin Babuwaih al-Qummi (mgl. 381 H).

Dalam ilmu Madjazul Qur'an jang memulainja ialah ulama Sji'ah, seperti Ibn al-Mustanir (mgl. 206 H), pendeknja dalam segala bidang ilmu Qur'an, seperti ilmu mengenai pembahagian Qur'an, ilmu mengenai ajat Qur'an, ilmu mengenai maksud Qur'an jang aneka warna dengan asal-usulnja, ilmu mengenai perhentian membatja dan menjambung ajat Qur'an.

ilmu mengenai wakaf, ilmu mengenai i'rab, ilmu mengenai sedjarah titik dan baris, ilmu mengenai fadilat membatja Qur'an (ada jang mengatakan Ubai bin Ka'ab jang meninggal 30 H), ada jang mengatakan Muhammad Idris AsjSjafi'i (mgl. 204 H), ilmu bermatjam-matjam qira'at, ilmu tadjwid, dan ilmu-ilmu lain mengenai kitab sutji, jang terbanjak ditulis oleh ulama-ulama Sji'ah dan mereka djuga jang memulainja. Mengenai nama-nama kitabnja saja tidak sebutkan disini, karena sangat banjaknja. Saja hanja mempersilahkan saudara membatjanja dalam kitab "A'janusj Sji'ah", djuz I, bahagian ke 2, halaman 53—74 (Beirut, 1960).