sji'ah

sji'ah0%

sji'ah pengarang:
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Agama & Aliran

sji'ah

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

pengarang: PROF. DR. H . ABOEBAKAR ATJEH
: Muhamad Taufik Ali Yahya
: Muhamad Taufik Ali Yahya
Kategori: Pengunjung: 11887
Download: 2886

Komentar:

sji'ah
Pencarian dalam buku
  • Mulai
  • Sebelumnya
  • 70 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Download HTML
  • Download Word
  • Download PDF
  • Pengunjung: 11887 / Download: 2886
Ukuran Ukuran Ukuran
sji'ah

sji'ah

pengarang:
Indonesia

Buku Ini di Buat dan di teliti di Yayasan Alhasanain as dan sudah disesuaikan dengan buku aslinya

4. HADIS DAN DJA'FAR SADIQ

Dalam uraian-uraian jang telah sudah, telah kita djjelaskan, bahwa kedudukan Imam Dja'far As-Shadiq mengenai pendidikan ulama-ulama Ahlul Hadis dan Ahlur Ra'ji atau Ahlul Qijas, jang lama kelamaan merupakan imam-imam mazhab jang terpenting, seperti Malik bin Anas dan Abu Hanifah dll. Mazhab-mazhab itu ada jang menggabungkan dirinja dalam ikatan Ahlus Sunnah, ada jang dalam ikatan mazhab Ahlul Bait, karena dalam hukum fiqh ingin melandjutkan tjara berpikir Imam Dja'far As-Shadiq, jang mereka namakan Figh Al-Dja'fari, dengan mengutamakan hadis-hadis riwajat Ahlul Bait atau perawi-perawi dari ulama-ulama Sji'ah sendiri.

Dalam salah satu bahagian kita sudah djelaskan, bahwa tidak kurang dari empat ratus orang muridnja jang mengarang kitab-kitab fiqh menurut djalan ini. Usul fiqh untuk mazhab AlDja'fari ini, jang terkenal dengan pokok persoalan empat ratus, dikumpulkan dalam empat buah kitab besar, jang masing-masing bernama Al-Kafi, Al-Istibsar, At-Tahzib dan Ma La Jahdhuruhul Faqih. Inilah kitab-kitab hadis jang terbesar dan mendjadi pokok bagi ulama-ulama Sji'ah jang terkenal dengan Kitab Empat sebagaimana terkenal dengan Kitab Enam dalam pengumpulan hadis bagi penganut Ahlus Sunnah.

Imam Dja'far As-Shadiq sangat bidjaksana sekali dalam mentjiptakan ulama-ulamanja, jang kemudian disiarkan keseluruh negara Islam untuk membasmi kejakinan-kejakinan jang salah, memerangi sifat ilhad dan zindiq, berdebat tentang aqidah jang tidak benar, mengalahkan firqah-firqah jang menjeleweng dari adjaran Islam dalam masa pantjaroba dan zaman kekatjauan politik dan agama itu. Ulama-ulamanja terdapat di Irak, Churasan, Hamas, Sjam, Hadramaut, dll., terutama di Kufah dan Madinah dimana bibit kejakinan Sji'ah ini sudah tertanam dan tumbuh dengan suburnja.

Imam Dja'far mempersiapkan ulama-ulama muridnja menurut pembawaannja masing-masing dan menurut kebutuhan daerah, jang mengirimkan utusan kepadanja. Oleh karena pengetahuannja sangat luas dalam segala bidang, mudah baginja melakukan hal jang demikian itu. Ulama-ulamanja ada jang diuntukkan mengadjar, ada jang diuntukkan buat berdebat dsb.

Aban ibn Tughlab dichususkan pendidikannja untuk ilmu fiqih, dan diperintahkan duduk dalam mesdjid memberi fatwa kepada orang bânjak dalam hukum fiqh, Hanaran bin A'jun ditugaskan mendjawab masalah-masalah jang bertali dengan ilmu Qur'an, Zararah bin A'jun untuk berdebat dalam fiqh, Mu'min at-Thaq dalam masalah ilmu kalam, Thajjar dalam perkara amal ketaatan, Hisjam bin Hakam dalam berdebat mengenai immamah dan i'tikad Sji'ah dsb. Maka mengalirlah orang-orang itu ketiap-tiap kota untuk menghadapi manusia dan berda'wah menurut mazhab Ahlil Bait.

Tidak tjukup tempat untuk menjebutkan nama ulama-ulama itu satu persatu, serta sedjarah perdjuangannja. Meskipun demikian beberapa tokoh terpenting akan kita bitjarakan dibawah ini.

Aban bin Tughlab bin Ribah, jang digelarkan Abu Sa'id alBakri al-Djariri (mgl. 141 H), adalah ulama jang sangat terhormat dalam kalangan Sji'ah. Ia pernah beladjar pada Imam Zainal Abidin, Al—Baqir dan As-Shadiq. Ia mempunjai madjlis pengadjaran chusus dalam mesdjid. Ia ulama fiqh Imamijah jang terkenal menurut pendapat Jaqut, meriwajatkan banjak hadis dari Ali bin Husain, Abu Dja'far dan Abu Abdullah, fasih bahasa Arab, banjak mengetahui tentang pengertian Al-Qur'an, menurut Ahmad ibn Hanbal boleh dipertjajai benar utjapannja, seorang jang tinggi adabnja, hadis riwajatnja banjak diambil oleh Muslim, Tarmizi, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibn Madjah.

Diantara gurunja djuga ialah Al-Hakam bin Utaibah al-Kindi (mgl. 115 H), salah seorang perawi dalam Kitab Enam hadis Ahlus Sunnah, Fudhail bin Umar al-Fuqaimi (mgl. 110 H), jang hadisnja banjak dipetik oleh Muslim, dan Abu Ishaq Umar bin Abdullah al-Hamdani (mgl. 127 H), salah seorang ulama Tabi'in dan perawi hadis dalam Kitab Enam.

Banjak muridnja tersiar dimana-mana dan mendjadi ulama-ulama besar, seperti Musa bin 'Uqbah al-Asadi (mgl. 141 H), salah seorang jang riwajat hadisnja banjak dimuat dalam Kitab Enam, Sju'bah bin al-Hadjdjadj, Hammad bin Zaid al-Azadi, seorang ahli hadis jang terkenal (mgl. 197 H), mendapat pudjian dari Ibn Mahdi dan Imam Ahmad tentang kedjudjurannja, Sufjan bin 'Ujajnah, jang riwajat hidupnja sudah dimuat dimana-mana. Muhammad bin Chazim at-Tamimi (mgl. 195 H), djuga banjak digunakan orang riwajat hadis-hadisnja, termuat dalam Kitab Enam, oleh Ahmad Ibn Hanbal, oleh Ishak bin Rahuwaih, Ibn Madani dan Ibn Mu'in, terutama hadis-hadisnia jang d:hafalnja dari Al-A'masj, dan Abdullah ibn Mubarak al-Hanzali (mgl. 181 H), seorang ulama besar jang sangat dipertjajai, pernah menjelidiki hadis dan menulisnja dari empat ribu ulama.

Semua ulama-ulama hadis ini dipudji oleh Ibn Hadjar dan Al-Chazradji dalam kitab-kitabnja jang terkenal.

Àban bin Tughlab menghafal tidak kurang dari tiga ribu hadis dari Imam As-Shadiq, ahli dalam fiqh Al-Dja'fari atau mazhab Ahlil Bait, termasuk tokoh Sji'ah jang terpenting. Atas pertanjaan Abu Balad, Aban menerangkan, apa arti Sji'ah padanja. Katanja: "Sji'ah itu ialah golongan manusia jang memegang kepada utjapan Ali, apabila tentang sesuatu masalah dari Nabi dipertengkarkan orang, dan memegang kepada utjapan Dja'far bin Muhammad, apabila orang sudah mempertengkarkan utjapan dan sikap Ali" (Asad Haidar, 111:57).

Diantara kitab-kitabnja ialah Gharibul Qur'an, mengenai Kitabul Fadha'il, Kitab Ma'anil Qur'an, Kitabul Qira'at, dan Kitabul Usul mengenai riwajat mazhab Sji'ah, dan banjak lagi jang lain-lain, sebagaimana jang disebut dalam Fihrasat, karangan At-Thusi.

Diantara ulama jang terbesar djuga, kita sebutkan Aban bin Usman al-Lu'lu'i (mgl. 200 H), berasal dari Kufah, pernah tinggal lama di Basrah, banjak hadis-hadisnja mengenai sjair, keturunan dan hari-hari penting bangsa Arab, berguru pada Abu Abdullah, Abui Hasan, Musa bin Dja'far dll. Diantara kitabnja, jang disebutkan orang disana-sini ialah Al-Mabda', Al-Mab'as, AlMaghazi, AI-Wafah, As-Saqiftih dan Ar-Ridah (batj. Mu'djamui Udaba' 1 : 108—109, Lisanul Mizan I : 24, Fihrasat At-Tusi, hal. 18, dll.). Banjak sekali murid-muridnja jang menjiarkan pahamnja kesana-sini, tidak kita sebutkan disini seorang demi seorang.

Ulama-ulama Sji'ah jang lain dalam fiqh diantaranja Barid bin Mu'awijah al-'Adjali (mgl. 150 H), sahabat Al-Baqir dan As-Shadiq, ahli hadis dan fiqh, mempunjai kedudukan istimewa dalam mazhab Ahlil Bait, termasuk golongan enam orang jang sangat ahli dalam hukum fiqh, jaitu Zararah bin A'jun, Ma'ruf bin Charbuz, Barid Al-Adjali, Abu Basir al-Asadi, Fudhil bin Jassar dan Muhammad bin Muslim At-Tha'ifi. la banjak meriwajatkan hadis dari Imam Baqir dan Imam As-Shadiq, jang sangat memudji-mudji dia. Barid adalah salah seorang penulis jang terkenal dalam masa Imam As-Shadiq. Kemudian kita sebutkan pula Djamil bin Darradj an-Nacha'i, termasuk sahabat Imam As-Shadiq dan anaknja Abu Hasan Musa, banjak mengarang dan meriwajatkan hadis-hadis, begitu djuga Djamil bin Salih al-Aasadi, ditjintai oleh Imam As-Shadiq dan anaknja Musa.

Lain dari pada itu djuga kita sebutkan Hammad bin Usman (mgl. 190 H) dan Hammad bin Isa al-Djuhni, kedua-duanja sahabat Imam As-Shadiq dan Imam Al-Kazim dan kedua-duanja ahli fiqh dan hadis Ahlil Bait.

Tidak kurang pentingnja kita sebut Hubaib bin. Sabit al-Kiahili, berasal dari Kufah (mgl. 122 H), salah seorang daripada Tabi'in dan perawi Kitab hadis Enam, banjak meriwajatkan hadis dari Zainal Abidin, Imam Al-Baqir dan anaknja As-Shadiq, begitu djuga tidak kurang pentingnja kita peringatkan Hamzäh bin Thajjar, salah seorang ulama fiqh Sji'ah dan tokohnja dalam ilmu kalam, memperdebatkan persoalan-persoalan jang menguntungkan mazhab Ahlil Bait, banjak sekali murid-muridnja tersiar dimanamana.

Meskipun demikian jang lebih penting lagi kita bitjarakan disini adalah dua tokoh ulama Sji'ah jang terbesar, jang dalam banjak persoalan mendjadi djiwa perkembangan paham mazhab Al-Dja'fari dalam segala bidang, jaitu Mu'min Thèq dan Hisjiam bin Hakam.

Mu'min Thaq adalah Muhammad bin Ali bin Nu'man alBadjali, berasal dari Kufah, sahabat kental dari Imam Dja'far dan pentjintanja. Mu'min Thaq adalah gelarannja jang berarti mu'min jang serba sanggup, demikian kesanggupannja dalam segala ilmu, sehingga ia dapat mengalahkan Imam Abu Hanifah dalam banjak persoalan, dan sehingga Abu Hanifah ini menamakannja Sjaithan Thaq, setan jang kesanggupannja luar biasa. Ulama-ulama Chawaridj oleh Mu'min Thaq ini dikalahkan semuanja, tidak ada seorangpun diantara mereka jang berdebat dengannja dapat bertahan.

Hisjam pernah menemui Zaid ibn Zainal Abidin, Ali bin Husain Zainal Abidin. Ilmunja banjak sekali, terutama sangat alim dalam ilmu fiqh, ilmu kalam, hadis dan gubahan sadjak. Ia sangat pandai dalam berdebat dan menggunakan kata-kata, tadjam pandangan dan pikirannja dalam menindjau persoalan agama. Sambil berniaga ia mengundjungi banjak kota-kota Islam dan menjiarkan mazhab Ahlil Bait.

Sebagai tjontoh kita sebutkan perdebatan antaranja dan Abu Hanifah.

Abu Hanifah : Apa hukum nikah mut'ah padamu ? Mu'min Thaq : Halal.

Abu Hanifah : Apakkah boleh anakmu dan saudara-saudaramu berikah mut'ah dengan orang lain ?

Mu'min Thaq : Jang demikian adalah sesuatu jang dihalalkan Tuhan, apa boleh buat. Tetapi, sobat bagaimana hukum bier padamu ?

Abu Hanifah : Halal.

Mu'min Thaq : Apakah engkau akan girang , djika anakmu dan saudaramu mendjadi pemabuk bier ?

Mu'min Thaq menulis kitab berisi perdebatan antaranja dengan Abu Hanifah. Meskipun isi buku itu merupakan senda gurau dan penggeli hati, tetapi berisi hukum-hukum fiqh dan tjara berfikir antara seorang ulama Ahlur Ra'ji dengan ulama Ahlil Bait. Ibn Nadim menjebut bahwa dia adalah ulama kurun keempat, karena ia meninggal dalam tahun 385 H.

Diantara kitab-kitab jang dikarangnja ialah mengenai persoalan Imamah, Ma'rifat, penolakan terhadap Mu'tazilh mengenai Imam Mafdhul, mengenai kehidupan Thalhah, Zubair dan Aisjah, mengenai penetapan wasiat, sebuah kitab jang bergelar "Kerdjakan dan Djangan Kerdjakan."

Sebagaimana sudah kita katakan bahwa ia termasuk orang jang sangat ditjintai oleh Imam As-Shadiq, jang pernah berkata : "Ada empat orang manusia jang kutjintai hidup dan matinja, jaitu Barid bin Mu'awijah al-Adjali, Zararah bin A'jun, Muhammad bin Muslim dan Abu Dja'far al-Ahwal."

Gelaran senda gurau Sjaithan Thaq oleh Abu Haniffah kepada Muhammad Al-Badjali oleh musuh-musuhnja disiar-siarkan setjara sebaliknja sehingga musuh-musuh Sji'ah memakai nama-nama itu untuk membuktikan kesesatannja.

Belum dapat kita tutup karangan ini sebelum kita sebutkan Hisjäm bin Hakam, al-Kindi (mgl. 197 H), lahir di Kufah, beberapa waktu berdagang di Bagdad, kemudian ditinggalkannja usahanja dan pergi beladjar kepada Imam As-Shadiq sampai mendjadi seorang alim dan sahabat Imam Musa Al-Kazim.

Hisjam adalah seorang jang banjak sekali pengetahuannja tentang mazhab-mazhab dalam Islam, sangat luas ilmunja dalam filsafat, seorang ahli ilmu kalam Sji'ah jang ulung, seorang jang petah lidahnja dalam mempertahankan persoalan imamah bagi Sji'ah. Zarkali mengatakan, bahwa Hisjam bin Hakam adalah seorang ahli hukum fiqh, ahli i'mu kalam dan manthik. Dr Ahmad Amin mengatakan bahwa Hisjam bin Hakam adalah tokoh ilmu kalam Sji'ah terbesar, murid dari Dja'far Shadiq, seorang jang tidak dapat dipatahkan alasannja, sehingga Imam Shadiq pernah memudji kepribadiannja : "Hai Hisjam, engkau selalu dikuatkan pendapatmu dengan roh sutji." Imam Ridha mengatakan : "Moga-moga Allah memberi rahmat kepada Hisjam, karena ia adalah seorang hamba jang salih." Harun arRasjid memudji Hisjam demikian : "Lidah Hisjam lebih dapat menghantjurkan djiwa manusia daripada seribu pedang."

Tatkala ia mendekati Imam Shadiq, orang besar ini segera melihat bahwa Hisjam seorang jang tjerdas otaknja, seorang ichlas dan seorang jang beriman, oleh karena itu lalu dididiknja Hisjam sampai mendjadi seorang besar dalam ilmu pengetahuan menurut mazhabnja, seorang tokoh filsafat, seorang jang bersih aqidahnja, jang dapat mempertahankan mazhab Ahlil Bait daripada serangan-serangan aliran-aliran Islam lain jang memusuhi nja, jaitu aliran-aliran jang sudah banjak dipengaruhi oleh filsafat Junani.

Hisjam ahli dalam ilmu fiqh, hadis dan tafsir dan banjak meriwajatkan hadis-hadis dalam segala bidang hukum. Didalam kitab-kitab hadis dan fiqh banjak disebutkan riwajatnja, diantara lain oleh As-Sirfi, Al-Adjali, Al-Jaqthain dll. Ia banjak sekali mengarang kitab-kitab dalam segala bidang ilmu, diantara lain, sebagaimana jang disebutkan oleh Ibn Nadim, mengenai imamah, mengenai falsafat, mengenai penolakan terhadap orang-orang zindiq, penolakan-penolakan terhadap musuh Sji'ah, mengenai Djabarijah dan Qadarijah dll. jang tinggi nilai dan mutunja.

Jang lebih aneh tentang dirinja ialah bahwa ia dapat membawa dirinja diterima oleh Harun ar-Rasjid dan oleh golongan Sji'ah. Untuk mengetahui, betapa hati-hati ia mengeluarkan pendapat-pendapatnja agar orang-orang mengerti tetapi tidak tersinggung perasaannja, kita sebut suatu pertjakapan antara Harun ar-Rasjid dengan Hisjam sebagai dibawah ini :

Harun ar-Rasjid : Hai Hisjam, tahukah engkau bahwa Ali pernah mengadukan Abbas kepada Abu Bakar ?

Hisjam : Sungguh ada.

Harun ar-Rasjid : Mana jang zalim terhadap sahabatnja, Ali-kah atau Abbas ?

(Hisjam sadar akan dirinja, bahwa persoalan ini untuk memantjing sikapnja. Djika ia mengatakan Abbas jang zalim, ia dianggap menghinakan Rasjid, djika ia mengatakan Ali jang zalim, ia merusakkan kejakinannja sebagai orang Sji'ah. Kemudian Hisjam berpikir dan mengeluarkan pendapatnja).

Hisjam : Kedua-duanja tidak zalim.

Harun ar-Rasjid : Djika tidak ada jang zalim, bagaimana masuk di'akal, kedua-duanja datang mengadu pada Abu Bakar ?

Hisjam : Boleh sadja daulat tuanku. Dua orang malaikat pernah mengadu nasibnja kepada Nabi Daud, sedang tak ada seorang diantaranja jang zalim, tetapi kedua-duanja ingin hendak memperingatkan suatu kedjadian. Demikian pula Abbas dan Ali datang kepada Abu Bakar, datang hendak memperingatkan suatu kedjadian, sedang kedua-duanja tidak ada jang zalim.

Djawaban ini rupanja sangat mendapat penerimaan pada Chalifah Harun ar-Rasjid, dan oleh karena itu ia termasuk orang jang disenanginja, meskipun dalam batinnja ia tetap mentjintai Ali dan keturunannja.

Demikian beberapa patah kata tentang keistimewaan Hisjam sebagai ulama terbesar dan tokoh terpenting dalam Mazhab Ahlil Bait. Ia ditjintai oleh ulama-ulama dari aneka mazhab dan aliran, baik oleh musuh maupun oleh kawannja. Tuduhan-tuduhan Djahiz, dan dibelakang ini Dr. Ahmad Amin, bahwa Hisjam bin Hakam adalah penganut aliran Rafdhi dan membentji semua sahabat Nabi, oleh golongan Sji'ah tidak dapat diterima. Jang djelas adalah, bahwa Hisjam mentjintai Ahlil Bait dan menjiarkan ketjintaan ini dalam adjaran-adjarannja.

5. SERATUS PERAWI SJI'AH DALAM KITAB ENAM

Kekeruhan politik tidak membawa perpetjahan dalam ilmu pengetahuan mengenai Islam. Inilah suatu rahmat Tuhan jang dianugerahkan kepada kaum muslimin. Bagaimanapun umat Islam berselisih dan berbeda paham, bahkan kadang-kadang berpetjah belah sampai menumpahkan darah, pada suatu masa ia bersatu djuga, pertjaja-mempertjajai dalam menghadapi persoalan ilmiah mengenai agamanja. Jang demikian itu disebabkan karena umat Islam tidak pernah berselisih paham tentang pokok-pokok kejakinan agamanja, jang dinamakan Usuluddin, mengenai tauhid, nubuwwah dan ma'ad, ketuhanan, kenabian dan kejakinan kepada hari kemudian.

Keadaan inilah jang mengherankan Barat Kristen tidak habis-habisnja. Bukan suatu rahasia lagi, bahwa Eropah bergiat memetjah belahkan umat Islam dari dalam dengan menjokong gerakan Ahmadijah Qadijan, Amerika dengan gerakan Baha'i, tetapi gerakan-gerakan jang memetjah-belahkan umat Islam kedalam tauhid inipun kadang-kadang berdjabat salam pula dengan saudara-saudaranja seagama dan melepaskan politik orang Barat itu.

Sudah kita bentangkan bahwa antara Ahli Sunnah dan Sji'ah dalam masalah furu' (idjiihad) berbeda hebat sekali, tetapi dalam ilmu pengetahuan Islam dan dalam membela kemurnian Qur'an dan Sunnah atjapkali mereka tolong-menolong dan bantu-membantu. Sebagai tjontoh kita sebutkan dibawah ini nama seratus orang Sji'ah, terdapa dalam kitab-kitab pokok pengetahuan hadis, karangan ualma-ulama Ahli Sunnah jang disamping membenarkan panutan Sji'ahnja, mempertjajai perawi-perawi hadis itu, sehingga hadis-hadis jang diriwajatkannja dimasukkannja kedalam kitab-kitab Sahih dan Sunnannja, iang dikenal dalam kesusasteraan hadis dengan nama Kutubus Sittah atau Kitab Enam.

Keterangan ini saja petik dari uraian Imam Abdul Husain Sjarfuddin al-Musawi, tatkala ia ditanja ditengah-tengah pertemuan alim ulama di Mesir dalam tahun 1330 H. oleh Siaichul Azhar Salim al-Bisjri, mengenai sanad Sji'ah dalam dirajah dan riwajah hadis. Uraian itu demikian mengagumkan ulama-ulama Ahli Sunnah di Mesir, sehingga kemudian diterbitkan dalam kitab "Al-Muradia'at" (Nedjef. 1963), sebagai Al-Muradja'ah no. 16 (hal. 78—130), keringkasannja saja tuturkan sebagai dibawah ini.

Diantara orang-orang jang disebutkan seratus orang itu ter dapat nama Aban bin Tüghlab (mgl. 141 H), jang oleh Az-Zahab: dalam kitabnja Al-Mizan disebut seorang Sji'ah berasal dari Kufah, tetapi disebut djuga seorang jang djudjur, dan kedjudjuran ini dibenarkan oleh Ahmad bin Hanbal, Ibn Mu'in, Abu Hatim, sedang hadis-hadis riwajatnja didjadikan hudjdjah atau dasar alasan agama oleh Muslim dan pengarang Sunan, jaitu Abu Daud, Tarmizi, Nasa'i dan Ibn Madjah. Banjak hadis-hadis riwajatnja tersebut dalam Sahih Muslim dan Sunan Empat, diriwajatkan oleh Hakam, A'masj, Fudhail bin Umar, Sufjan bin Ujajnah, Sju'bah, Idris al-Audi dll.

Setjara perintjian seperti ini Al-Musawi mengemukakan nama tokoh Sji'ah Ibrahim bin Jazid, jang oleh pengarang Kitab Enam sebagai perawi hadis jang sangat dipertjajai, Ahmad bin Mufadhal, jang meskipun seorang ulama Sji'ah, hadis-hadis riwajatnja banjak terdapat dalam Sunan Abu Daud dan Nasa'i, Isma'il bin Aban jang oleh Buchari dianggap gurunja, oleh Tarmizi banjak dipetik hadis-hadisnja, dianggap sah meskipun tidak dengan riwajat perantaraan orang lain, mgl. 286 H.

Isma'il bin Chalifah al-Mula'i dinamakan Az-Zahabi seorang Sji'ah pemarah, jang pernah mengkafirkan Sajjidina Usman, tetapi hadisnja diriwajatkan oleh Tarmizi dlm. Sunannja, dan Ahmad dalam kitab hadisnja. Ibn Mu'in menjebut dia djudjur, demikian djuga Abu Zar'ah dan Al-Fallas. Hadisnja jang banjak terdapat dalam Sahih Tarmizi berasal dari Hakam bin Utaibah dan Athijah, diantara orang jang meriwajatkan hadisnja ialah Al-Badjari.

Nama-nama lain misalnja Isma'il bin Zakaria al-Chalqani, Isma'il bin Ubbad, seorang jang sangat terkenal dalam masa pemerintahan Ibn Buwaih, seorang pengarang jang terkenal, jang konon mempunjai kitab perpustakaan sebanjak beban 400 unta, Isma'il bin Abi Karimah, jang terkenal dengan nama Suda (mgl. 245 H), Talid bin Sulaiman, Sabit bini Dinar (mgl. 150 H). Saubar bin Abi Fachitah, Djabir bin Jazid (mql. 127 H) Dlarir bin Abdul Hamid Ad-Dhabbi (mgl. 187 H), Dja'far bin Zijad (mgl. 167 H), Dja'far bin Sulaiman Ad-Dhaba'i (mql. 178 H). Djami' bin Amirah, salah seorang Tabi'in, Haris bin Hasirah, Haris bin Abdullah al-H&mkiani (mgl. 65 H), sahabat Ali bin Abi Thalib, Hubaib bin Abi Sabit al-Kahili, seorang tabi'in (mgl. 119 H). Hasan bin Haj al-Hamdani (mgl. 169 H), Hakam bin, Uthaibah, jang dipudji-pudji oleh Buchari dan Muslim (mgl. 115 H), Hummad bin Isa al-Djnhni, Hamran bin A'jun, Chalid bin Muchallad. Daud bin Abi Auf, Sabit bin Haris (mql. 124 H), Zaid bin al-Hubabv Salim bin Abui Dfu'di (mal. 98 H), Salim bin Abi Hafsah al-Adiali (mgl. 137 H), Sa'ad bin Tharif al-Askaf. Said bin Asjwla', Sa'id bfln Chaisam al-Hilali, Salman bin Fadhal, Salmah bin Kuhail, Sulaiman bin Sarad, Sulaim bin Tharhan (mgl. 143 H), Sulaiman bin Qaram, Sulaiman bin Uchran. Sjuraik bin Abdullah bin Sju'bah (mgl. 198 H), Sju'bah bin Hdjdjadj (mgl. 160 H). Sa'sa'ah bin Sauban, Tha'us bin Qisam, Salim bin Amar, Amir bin Wa'ilah, Ubbad bin Ja'kub, Abdullah bîn Daud (mgl. 212 H), Abdullah bin Sjäddad, Abdullah bin Umar (mgl. 237 H), Abdullah bin Luhai'ah (mgl. 274 H).

Selandjutnja kita bertemu dengan sahabat Imam Dja'far, Abdurrahman bin Saleh al-Azadi (mgl. 235 H), Abdur Razzag bin Humam (m. 211 H), Abdul Malik bin A'jan, Ubaidillah bin Musa Al-Abbasl (m. 213 H), Usman bin Umair, 'Adi bin Sabit Athijah bin Sa'ad, Al-'Ula bin Salih, 'Alqamah bin Qais (m. 62 H), Ah' bin Al-Dju'di (m. 203 H), AU bin Badinah, Ali bin Jazid At-Tajmi (m. 131 H), Ali bin Salih (m. 151 H), Ali bin Ghurab (m. 184 H), Ali bin Qadim (m. 213 H), Ali ibnal Munzir (m. 256 H), Ali bin Hasjim Al-Chazzaz (m. 181 H), Ammar bin Zuraiq, Ammar bin Mu'awijah (m. 133 H), Umar bin Abdullah Asabi'i (m. 138 H) dan 'Auf bin Abi Djamilah (m. 146 H).

Termasuk perawi-perawi Sji'ah jang terbesar djuga ialah Al-Fadhal bin Dakkin, Fudhail bin Mazruq (m. 158 H), Fathar bin Chalifah (m. 153 H), Malik bin Ismail An-Nahdi (m. 195 H), Muhammad bin Abdullah Ad-Dhabi At-Thahani (m. 145 H). Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi', Muhammad bin Fudhail bin Ghazwan (m. 194 H), Muhammad bin Muslim bin Tba'ifi (m. 127 H), Muhammad bin Musa Al-Fithri, Mu'awijah bin Ammar Ad-Duhni (m. 175 H), Ma'ruf bin CKarbuz (m. 200 H), terkenal dengan nama Ma'ruf Al-Karachi dan muridnia bernama Sirri As-Saqathi, kedua-duanja tokoh terkenal dalam Tasawwuf, Mansur ibn Mu'iamar (m. 132 H), Al-Munhal bin Ammar, seorang tabi'in, Musa bin Qais Al-Hadhrami (m. dim. masa pemerintahan Al-Mansur). Nafi', bin Haris Al-Hamdani, Nuh Qais, Harun bin Sa'ad Al-Adiali, Hasüm bin Barid. Habirah bin Barin, Hisjam bin Züad, Hisialm bin Ammar (m. 245 H), Hisiam bin Hasjim bin Bazir (m. di Baghdad 283 H). Waki' bin Diarrah (m. 197 H). T&hja bin Diazzar AI-Arni, Jahia bin Sa'id Al-Qattam (m. 198 H), Jazid bin Abi Zijad (m. 136 H) dan Abu Abdullah Al-Djadali.

Semua tokoh-tokoh ulama jang kita sebutkan diatas termasuk golongan Salaf, dilihat wafatnja sebelum tahun 300 H., merupakan perawi-perawi Hadis jang terpenting dari golongan Sji'ah, jang bagaimanapun politiknja dan sympathi-anti-pathinja terhadap pengangkatan Chalifh Empat, diangqap djudjur terpertjaja. boleh dipertjaiai dalam riwajah dan dirajah Hadis, dan oleh karena itu banjak Hadis-Hadis riwajatnja terdapat dan didjadikan huddjah dalam Sahih dan Sunan dari Ahli Sunnah wa Djama'ah.

Oleh Ahli Sunnah wal Djama'ah, jang prinsipnja berbeda dengan Sji'ah, sanad-sanad ulama jang tersebut diatas dianggap sah dan digunakan untuk menetapkan sesuatu hukum furu' fiqh (istinbath), sebagaimana djuga orang-orang Sji'ah tidak berkeberatan memakai Hadis-Hadis jang isnadnja berasal dari golongan Ahli Sunnah wal Djama'ah.

6. TARICH TASJRI' SJI'AH

I

Banjak orang menjangka, bahwa Sji'ah menetapkan hukum-hukum fiqh dari sumber-sumber jang berlainan daripada Ahlus Sunnah wal Djama'ah. Baik Ahlus Sunnah wal Djama'ah maupun Sji'ah menganggap sebagai sumber-sumber hukum Islam jang terutama dan pertama ialah Kitabullah dan Sunnatur Rasul, jaitu Qur'an dan Hadis dalam utjapan sehari-hari. Idjma' dan qijas djuga digunakan oleh kedua golongan Islam ini, tetapi dalam bermatjam-matjam istilah. Ada jang menganggap bahwa idjma' jang dapat didjadikan dasar hukum itu ialah idjma' Sahabat, ada jang menganggap djuga idjma' alim ulama dibelakang sahabat itu dalam masa jang tidak habis-habis, sebagaimana tidak habis-habisnja timbul dalam masjarakat Islam persoalan-persoalan hukum, jang harus diputuskan. Mengenai qijas djuga digunakan oleh mazhab-mazhab fiqh dalam bermatjam-matjam istilah, ada jang menggunakan perkataan qijas (memutuskan sesuatu hukum dengan memperbandingkan kedjadian), ada jang menggunakan perkataan akal, tentu sesudah diudji dan tidak terdapat dalam dua pokok pertama, ada jang menggunakan istilah ra'ji, ada jang menggunakan istihsan, memilih jang terbaik untuk umat, ada jang menggunakan istilah maslahatul mursalah. Pendeknja, djika kita ringkaskan, bahwa tidak ada golongan dalam Islam dalam menetapkan sesuatu hukum agama jang keluar daripada empat pokok, jaitu Qur'an, Hadis, Idjma' dan Qijas.

Orang Sji'ah meringkaskan pokok-pokok dasar hukum agama dengan istilah Nash dan Idjtihad, nash terdiri daripada Qur-an dan Hadis (sebenarnja lebih tepat dikatakan sunnah, karena sunnah itu terdiri daripada hadis, perbuatan, penetapan Rasulullah dan asar, keterangan atau perbuatan sahabat), dan idjtihad terdiri dari idjma' dan qijas, kedua-duanja dipimpin oleh imam jang ma'shum, artinja imam jang tidak kelihatan mengerdjakan dosa besar dan ketjil atau jang dinamakan fasiq, mengabai-abaikan kehidupan agama.

Mengapa Qur'an dan Sunnah diterima oleh semua golongan Islam sebagai pokok pangkal hukum ? Dalam kitab "Falsafatut Tasjri' fil Islam" (Beirut, 1952), karangan Dr. Subhi Mahmassani, dapat kita batja, bahwa dalam masa pertama selama hidup Nabi dan menjampaikan wahjunja (610—632 M), hanja Qur'anlah satu-satunja sumber hukum dan hidup umat Islam. Bahkan Nabi pernah melarang Sahabat-Sahabatnja mentjatat keterangannja selain wahju Tuhan. Qur'an meletakkan dasar-dasar agama dan dasar-dasar penetapan hukum (fasjri') Islam, ia mengandung pokok-pokok iman dan ibadat, pokok-pokok da'wah Islam, peraturan hidup berkeluarga, peraturan mu'amalat, hidup bergaul dalam masjarakat, dan hukum-hukum pidana dan perdata umumnja. Tentu sadja dalam garis-garis besar, dan garis-garis besar jang disampaikan oleh Qur'an itu ialah :

1. Peraturan bermusjawarat dalam hukum, wadjib hakim menggunakan dan mendahulukan kepentingan umum dan nash Qur'an jang sutji itu.

2. Perintah berbuat adil, berbuat baik kepada manusia, menyamaratakan kedudukan manusia dalam hukum, dan menanam persaudaraan jang berdasarkan prikemanusiaan.

3. Menolak peperangan jang bersifat permusuhan, dan memerintahkan peperangan jang bersifat pertahanan, mengandjurkan manusia untuk berdamai.

4. Memperbaiki kedudukan wanita dan orang jang tidak mempunjai apa-apa atau tertindas dalam hukum.

5. Menghormati hak milik perseorangan, mewadjibkan menepati djandji dan perdjandjian antara negara dengan negara, mentjegah ketjurangan dalam segala bidang hidup, dan

6. Mengadakan perbedaan antara hak Tuhan, jaitu kepentingan umum dan hak manusia, jaitu kepentingan pribadi dan perseorangan dalam persoalan pidana dan perdata.

Demikian keringkasan isi Qur'an jang didjadikan sebagai sumber hukum pertama dalam Islam, diterima oleh semua mazhab jang ada dalam Islam.

Dalam masa kedua, masa sahabat, dikala Islam sudah meluas kesegala pendjuru dunia dan persoalan-persoalan hidup sudah bertambah banjak serta bertjorak aneka warna, chalifah-chalifah mulai menggunakan idjma' dan qijas tatkala hukum itu tidak bertemu dalam nash. Sunnah Nabi dikumpulkan dan hadis-hadisnja dibukukan dan digunakan sebagai pokok hukum jang kedua sesudah Qur'an. Apabila sesuatu hukum tidak tersua dalam Qur'an dan Sunnah, maka sahabat-sahabat lalu berkumpul bermusjawarat memutuskan sesuatu hukum, atau memperbandingkan hukum jang akan diputuskan itu dengan kedjadian-kedjadian jang sudah pernah diputuskan dalam masa Rasulullah. Maka fatwa-fatwa dan pendirian-pendirian Chalifah Empat jang utama, jaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali djuga mendjadi pokok-pokok dasar untuk memutuskan sesuatu hukum dalam Islam.

Dalam masa sahabat dan tabi'in, sahabat-sahabat Nabi mulai bertjerai-berai untuk melakukan tugasnja masing-masing dinegara-negra baru jang termasuk kedalam pemerintahan Islam. Jang terutama diantara mereka misalnja Abdullah bin Abbas di Mekkah, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar di Madinah, Abdullah ibn Ma'sud di Kufah, dan Abdullah bin Umar bin Ash di Mesir.

Dalam masa ini timbullah pertikaian paham antara Ahli Sunnah wal Djama'ah dan Sji'ah. Jang pertama berpendirian, bahwa susunan chalifah sesudah wafat Nabi ialah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Usman dan kemudian Ali bin Abi Thalib. Sji'ah berpendapat bahwa jang lebih berhak mendjadi chalifah lebih dahulu daripada tiga pertama disebutkan tadi sesudah wafat Nabi, ialah Ali bin Abi Thalib. Dalam masa itu terdengarlah istilah menamakan suatu golongan mazhab dengan nama Sji'ah Ali, atau diringkaskan dengan Sji'ah sadja.

Perpetjahan ini tidak hanja membawa perbedaan paham politik, tetapi djuga paham dalam menetapkan dasar-dasar hukum fiqh. Diantara lain jang menjolok ialah bahwa mazhab Sji'ah ini dalam memilih hadis, mengutamakan riwajat-riwajat dari golongan jang dinamakan Ahlil Bait, Mereka menganggap Ahlil Bait inilah jang lebih dekat kepada Nabi dan lebih mengetahui tentang segala utjapan, penetapan dan perbuatannja.

Kita ketahui, bahwa Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang penulis wahju dan oleh karena ia selalu berdampingan dengan Nabi, lebih banjak mengetahui penafsiran-penafsiran dari pada wahju itu, dan lebih banjak mempunjai ilmu tentang sunnah Nabi. Nabi sendiri pernah mengatakan, bahwa "aku ini gudang ilmu dan Ali adalah pintunja" (Al-Mawa'iz al-Usfurijah, hal. 4).

Hasjim Ma'ruf Al-Hasani dalam kitabnja "Tarichul Fiqhil Dja'fari" menerangkan, bahwa sesudah kedjadian perpetjahan dan lahirnja perbedaan paham diantara mazhab-mazhab Islam, Sji'ah takut orang menjiar-njiarkan hadis palsu untuk mempertahankan pendiriannja masing-masing. Kedjadian ini sudah pernah berlaku dalam masa sahabat, Ali pernah menjuruh bersumpah seorang jang menjampaikan hadis dari Nabi, Umar pernah memukul orang jang membuat hadis dusta, dan Abu Hurairah pernah diselidiki hadisnja, meskipun ia seorang sahabat jang sangat dipertjajai. Oleh karena itu terdjadilah kesukaran dalam memilih hadis dan tjeritera ini, dan dalam melaksanakan serta menetapkan dasar hukum jang empat tersebut diatas, jaitu Kitab, Sunnah, Qijas dan Idjma'.

Bahwa idjma' dapat diterima sebagai dasar hukum, Al-Hasani menerangkan, hal ini berdasarkan utjapan Nabi kepada Ali :

"Apabila engkau menghadapi sesuatu perkara, jang tidak ada keputusannja dalam Qur'an dan Sunnah, kumpulkanlah orang-orang alim, dan suruhlah mereka bermusjawarat, dan djangan kamu memutuskan perkara dengan pikiran seorang sadja" (hal. 114). Tentang idjma' dan qijas ini banjak sekali dipertengkarkan orang, sebagai tersebut didalam kitab "Tarichut Tasjri'," karangan Al-Chudhari. Ada jang menganggap idjma' itu, idjma' sahabat menurut pendapat bersama, sebagaimana terdjadi dengan idjma' dalam kalangan Anshar. Pendapat seorang sahabat bukan idjma'.

Menurut kitab-kitab Sji'ah ketjemasan inilah jang menjebabkan Ali bin Abi Thalib, sesudah wafat Nabi segera membukukan hadis dan fiqh. Ali-lah jang mula-mula setjara lengkap mengumpulkan Qur'an dan memberikan tafsir-tafsir jang mendalam, terutama dalam menerangkan ajat-ajat mustasjabihah. Ia menulis Qur'an itu setjara lengkap diatas kepingan-kepingan papan jang teratur, jang tidak pernah dikerdjakan oleh sahabat lain selengkap dia kerdjakan. Ibn Sjahrasjub berkata dalam kitab "A'jdnusj Sji'ah", karangan Al-Amin, djilid ke I, bahwa orang jang mula-mula mengarang dalam Islam ialah Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib, dialah jang mula-mula mengumpulkan kitab Qur'an. Ibn Nadim menerangkan dari bermatjam-matjam „riwajat, bahwa sesudan wafat Nabi, Ali berhari-hari tinggal dirumah dan mengumpulkan Qur'an mendjadi sebuah mashaf, daripada ajat-ajat jang dihafalnja, dan Qur'an itu tersimpan pada keluarga Dja'far (Fihrasat Ibn Nadim). Sajuthi menerangkan dalam Al-Itqan, bahwa Ibn Hadjar pernah menerangkan, Ali mengumpulkan Quran menurut tertib turunnja wahju, beberapa waktu sesudah wafat Nabi (Abu Daud). Demikian pula tjeritera Muhammad bin Sirin, Sjirazi, Abu Jusuf Ja'kub, dll ulama.

Dalam sebuah tjeritera Abi Rafi' diterangkan bahwa Nabi dikala sakit jang membawa maut pernah memanggil Ali dan berkata : "Hai Ali, inilah kitabullah, ambil untukmu". Maka Ali mengumpulkan wahju-wahju itu dalam sebuah bungkusan dan dibawa kerumahnja. Tatkala Rasulullah wafat Ali memilih dan menjusun wahju-wahju itu menurut tertib turunnja, dan ialah orang jang sangat mengetahui tentang Qur'an dan tafsirnja.

Berkata Al-'Allamah Sjarfuddin, bahwa Ali mengumpulkan Qur'an menurut tertib turunnja wahju, memberi tanda-tanda jang umum dan jang chusus, pengertian jang mutlak dan jang terbatas, menafsirkan ajat-ajat jang muhkamah dan mutasjabihah, menerangkan ajat-ajat jang nasich dan mansuch, begitu djuga mentjatat sebab-sebab turunnja wahju dan ajat Qur'an itu. Dalam tjatatan itu dimuat tidak kurang dari enam puluh matjam ilmu Qur'an (Al-Muradja'at, karangan Sajjid Abdul Husain Sjarfuddin). Lihat djuga "Tarichul Fiqhil Dja'fari", karangan Hasjim Ma'ruf AI-Hasani, hal. 116—117.

Oleh karena itu orang-orang Sji'ah dalam mentjari tafsir ajat Qur'an, lebih dahulu ia mentjari dan memegang kepada tafsirnja sendiri, jaitu tafsir jang berasal daripada Ali bin Abi Thalib.

Menurut hadis-hadis jang berasal daripada Ahlus Sunnah. Qur'an itu baru dikumpulkan dalam sebuah mashaf pada tahun jang ke 25 sesudah hidjrah Nabi ke Madinah. Sedang Sji'ah menetapkan daripada hadis-hadis jang berasal dari Ahlil Bait dan dujga dari Ahli Sunnah, bahwa Qur'an itu sudah dikumpulkan oleh Ali lebih dahulu dalam sebuah mashaf, lebih dari lima belas tahun daripada tahun tersebut diatas.

6. TARICH TASJRI' SJI'AH

II

Memang benar pada masa hidup Nabi dianggap terlarang menulis hadis Nabi dan keterangan-keterangan lain jang diutjapkan Nabi selain wahju Tuhan jang ditjatat orang diatas tulang belulang, kulit kambing, pelepah korma dll. Nabi sendiri melarang : "Djangan kamu menulis sesuatu daripadaku ketjuali Qur'an, barangsiapa jang menulis sesuatu daripadaku selainnja, hendaklah dihapusnja" (hadis sahih).

Tetapi banjak sahabat menganggap, bahwa larangan ini hanja sekedar menghindarkan orang mentjampur adukkan antara wahju Tuhan dengan utjapan Rasulullah pribadi, jang dianggap nanti dibelakang hari dapat menimbulkan silang sengketa jang merugikan Qur'an sebagai kitab tuntunan pokok. Tetapi sedjak Rasulullah masih hidup sudah terasa mentjatat hadis-hadisnja, pertama karena banjak lafadh-lafadh Qur'an jang menghendaki pendjelasan lebih landjut, kedua sebab-sebabnja turun wahju Tuhan itu, kapan dan dimana, karena apa dan bagaimana pengertiannja.

Oleh karena itu banjak djuga jang mentjatat kedjadian jang penting-penting, meskipun dalam masa Nabi masih hidup dan dalam masa pendapat umum sahabat menganggup terlarang. Nabi sendiri pernah memerintahkan seorang Jaman menulis chotbahnja pada hari Fatah Makkah (Buchari dalam Sahihnja, pada kitab Ilmu). Ditjeriterakan orang bahwa Abdullah bin Umar bin Ash mempunjai beberapa lembar tjatatan, jang dinamakan "Ash-Shadigah", jang diakuinja semua jang ditulisnja dalam kitab itu adalah apa jang didengar telinganja sendiri daripada Rasulullah. Buchari djuga mentjeriterakan dalam kitab Sahihnja, bahwa Rasulullah sesudah hidjrah ke Madinah pernah memerintahkan menulis sebuah tjatatan mengenai hukum zakat, kewadjibannja dan takarannja. Risalah dua lembar ini tersimpan kemudian dalam rumah chalifah Abu Bakar dan Abu Bakar bin Umar bin Hazm, demian tjeritera Dr. Muhammad Jusuf dalam kitabnja "Tarichul Fiqhil Islami", haL 173, Dr. Muhammad Jusuf ini menguatkan pendapat Sajjid Salman An-Nawawi, seorang ulama besar Hindi, dalam mentjeriterakan pembukuan hadis pada masa Rasulullah dan pada masa sesudahnja. Dr. ini membagi penulisan hadis itu dalam tiga masa, pertama jang dikerdjakan oleh hanja beberapa orang jang mempunjai ilmu pengetahuan, kedua jang dikerdjakan oleh pengarang-pengarang dalam kota-kota besar Islam, sebagaimana jang didengar dari ulama-ulama sahabat jang terdapat disana, dan ketiga jang dikumpulkan sebagai ilmu agama Islam dari semua kota-kota itu dan didjadikan kitab-kitab besar, jang sampai sekarang ada dalam masa kita (Risalah al-Muhammadijah, hal. 60).

Masa jang pertama sampai tahun 100 H., masa jang kedua sampai tahun 150 H. dan masa jang ketiga dari tahun 150 sampai abad jang ke III H. Pembukuan jang pertama dimulai sedjak wafat Nabi dan diachiri pada penghabisan masa sahabat. Sebagaimana jang diterangkan kedua pengarang jang tersebut diatas, dalam masa ini belum ada pembukuan hadis-hadis mengenai hukum, pembukuan hadis-hadis mengenai hukum ini, sebagaimana jang dikatakan oleh Al-Chudhari, terdjadi dari tahun 100 sampai 150 H. (Tarichut Tasjri'il Islami, hal. 147).

Sampai dalam masa Tabi'in belum ada orang jang berani menulis hadis dalam sebuah kitab sebagai tuntunan Islam jang kedua. Barulah pada tahun 200 H. Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada gubernurnja di Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Hazm, untuk mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah, dan utjapan-utjapan keluarganja, ditulis mendjadi sebuah buku, karena ia takut akan hilang dengan banjaknja meninggal ulama-ulama dan lenjap ilmu pengetahuan jang ada padanja. Maka diantara mereka jang menjusun kitab hadis ini dalam masa itu terkenal Muhammad ibn Muslim bin Sjihab az-Zuhri (Al-Chudhari).

Sudah kita sebutkan bahwa usaha menuliskan kitab hadis ini sudah dimulai dalam zaman sahabat, jang merupakan tjatatan Ibn Ash. Dr. Muhammad Jusuf menerangkan, bahwa Chalifah jang ke IV, Imam Ali bin Abi Thalib, jang pada waktu itu ditangannja sudah terdapat sebuah tjatatan mengenai beberapa hukum-hukum Islam. Buchari menerangkan, bahwa Abu Djuhfah pernah bertanja kepada Ali : „Apakah ada kitab padamu ?" Ali mendjawab : dengan segera : "Tidak ada, ketjuali Kitabullah, atau paham jang diberikan padaku atau apa jang kutuliskan dalam tjatatan "AsSahifah". Ibn Abbas mentjeriterakan bahwa Ali mempunjai sebuah kitab mengenai urusan hukum.

Memang Ali-pun pada mula pertama enggan menuliskan dan mengumpulkan hadis-hadis, tetapi kemudian terasa sangat perlu, terutama untuk membedakan hadis-hadis jang benar datang dari pada Rasulullah dan hadis-hadis jang dibuat-buat orang. Mulailah orang mentjatat sesudah Ali memberikan tjontoh.

Baik dari keterangan-keterangan Sji'ah atau dari keteranganketerangan Ahli Sunnah, dapat ditetapkan bahwa beberapa saha bat dari golongan Àhlil Bait pada masa pertama sudah mentjatat perkara-perkara mengenai fiqih. bahkan banjak riwajat menerangkan, bahwa Ali sudah menulis sematjam kitab fiqh dengan chatnja sendiri, jang didiktekan oleh Rasulullah. Demikian pendapat orang Sji ah dan pemuka'nja. Dalam dua buah kitab Sji'ah terpenting, pertama "A'janusj Sji'ah", karangan Sajjid Muhsin alAmin, terutama djilid pertama, dan kitab "Al-Muradja'at", karangan Sajjid Abdul Husain Sjarfuddin, terdapat banjak keteranganketerangan dan riwajat jang mengatakan, bahwa Ali bin Abi Thalib pada hari-hari pertama sudah mempunjai karangan-karangan, diantaranja sebuah kitab jang pandjangnja konon tudjuh hasta, ditulis dengan petundjuk-petundjuk dari Rasulullah, diatas kulit riq, mungkin perkamen, jang biasa digunakan orang pengganti kertas pada waktu itu. Dalam kitab ini terkumpul segala matjam bab fiqih, hadis-hadis jang diriwajatkan oleh Ahlil bait, sekali dinamakan "kitab", sekali dinamakan "djami'ah", Banjak orang-orang jang dapat dipertjajai pernah melihat kitab ini ada pada Imam Al-baqir dan pada Imam As-Shadiq, diantaranja Suwaid bin Ajjub, Abi Bashir dll., sebagaimana pernah ditjeriterakan oleh seorang pengarang Muhammad bin Hasan As-Shaifar dalam kitabnja "Basha'irud Ltaradjat". Suwaid mengatakan, bahwa ia pada suatu hari datang kepada Abu Dja'far bertanjakan sesuatu, maka diperlihatkannja kitab Al-Djami'ah itu. Abu Nashar djuga pernah datang kepada Abu Dja'far, ia memperlihatkan beberapa lembar jang tertulis diatasnja hukum-hukum halal dan haram serta hukum-hukum fara'id. Ia berkata, tatkala ditanjakan, apa ini. Abu Dja'far mendjawab : "Ini adalah beberapa lembar dari AlDjami'ah, jang diisi atas petundjuk Rasulullah. Dalam sebuah tjeritera jang sangat pandjang riwajatnja sampai kepada Abu Marjam, Abu Dja'far pernah berkata : "Kami menjimpan Al-Djadalamnja sampai kepada perkara ars/ul chadasj (tetek bengek mi'ah, jang pandjangnja tudjuh puluh hasta, semu hukum ada dipen.), diisi atas petundjuk Rasulullah oleh Ali dengan chatnja sendiri." Tjeritera ini kita dengarkan lagi dari Abu Ubaidah dan dari Imam As-Shadiq, dan pada achirnja dari Abu Bashir jang menerangkan : "Aku masuk kerumah Abu Abdullah as-Shadiq. Ia berkata kepadaku : "Hai Abu Muhammad kami mempunjai AlDjami'ah, apakah engkau tahu, apa itu Al-Djami'ah ? Al- Djami'ah itu sebuah karangan, jang pandjangnja tudjuh puluh ukuran hasta Nabi, diisi dengan petundjuk Nabi oleh Ali dengan chatnja, dan Ali membenarkan hal jang demikian itu dengan sumpah, didalamnja terdapat semua perkara mengenai hukum Islam halal dan haram dan terdapat segala jang dibutuhkan manusia sampai kepada perkara tetek bengek". Imam Shadiq mengulangi keterangan ini beberapa kali dihadapan manusia banjak dan mengatakan, bahwa apa jang diperlukan manusia mengenai hukum terdapat didalam kitab itu jang dibutuhkannja sampai kepada hari kiamat.

Abu Dja'far at-Thusi mendengar dari Abu Ajjub dan Abu Abdullah bahwa Ali djuga mempunjai kitab mengenai hukum warisan, Tjeritera ini dibenarkan oleh Al-Kulaini dalam sebuah hadis jang benar berasal dari Imam As-Shadiq. Imam Al-Baqir mengenal chat Ali bin Abi Thalib dan membenarkan kitab-kitab jang ditulis oleh Ali mengenai bermatjam-matjam hukum, diantara lain sebuah kitab jang berisi hukum peradilan, kewadjiban ibadat dan hadis-hadis, begitu djuga mengenai pembahagian harta pusaka.

Buchari membenarkan bahwa Ali pernah menulis sebuah kitab mengenai Qadhi dan hukum peradilan jang chusus, dan bahwa kitab itu beberapa lama disimpan oleh Abdullah ibn Abbas.

Dalam kitab "A'janusj Sji'ah" kita batja nama-nama karangan Ali bin Abi Thalib, diantara lain jang disebut kitab "Al-Dja'far". Ibn Chaldun pernah menjebut kitab ini dalam Muqaddimahnja, dan djuga ditabini pernah dibitjarakan dalam risalah "Kasjfur-Zumin" dan "Miftahus Sa'adah", karangan Ahmad ibn Mustafa, begitu djuga kitab ini pernah dipudji oleh Al-Ma'arri dalam sadjak-sadjaknja jang indah, karena isinja dan susunan kalimatnja.

Baik hadis-hadis jang berasal dari orang-orang Sji'ah atau dari Ahli Sunnah atau jang tersebut dalam kitab "Madjma'ul Bahrain" mengakui bahwa kitab Al-Dja'far dan Al-Djami'ah ditulis Ali dengan chatnja atas petundjuk Rasulullah. Kitab Al-Djami'ah tertulis diatas perkamen dan Al-Dja'far terbungkus dalam sebuah bungkusan kulit besar. Didalam kedua-duanja terdapat pokok2 hukum mengenai halal dan haram jang lengkap sekali.

Lain daripada itu Sjarfuddin menerangkan dalam karangannja, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah menulis sebuah kitab mengenai dijat, hukum pidana, kitab ini djuga pernah dibitjarakan oleh Buchari dan Muslim dalam pengumpulan hadisnja. Lain dari pada itu Ibrahim At-Tamimi mendengar ajahnja bertjeritera, bahwa Ali pernah mempunjai kitab jang berisi ilmu pengetahuan mengenai penjakit, luka dan segala sesuatu jang bertali dengan unta. Ahmad ibn Hanbal mentjeriterakan kitab ini dalam Masnadnja, daripada sebuah hadis jang diriwajatkan oleh Thariq ibn Shihab.

Jang tersebut diatas ini hanjalah beberapa tjontoh daripada usaha Ali bin Abi Thalib dalam mengumpulkan hadis dan menjusun fiqh pada hari-hari pertama sebagai pokok-pokok hukum Islam dan pendjelasannja. Al-Hasani menerangkan, bahwa jang demikian itu memang sudah selajaknja, karena Ali adalah sahabat jang terpintar daripada Rasulullah dalam bidang tasjri' Islam, maka disusunlah hadis-hadis dan ditetapkanlah hukum-hukum serta disiarkan ilmu-ilmu itu kepada umat islam, terutama tatkala dia memegang djabatan chalifah, sementara sahabat-sahabat dan tabi'in lain masih mempunjai anggapan tidak boleh menuliskan dan membukukan hadis-hadis itu. Ali mengikut Nabi sedjak ia mula-mula menerima wahju, dan oleh karena itu seluruhnja ia ketahui sampai kepada perintjian persoalan-persoalan dalam Islam.

Ali bin Abi Thalib telah melihat lebih dahulu, bahwa sahabatsahabat dan tabi'in akan bertikaian paham dalam meriwajatkan hadis dan meletakkan hukum-hukum seperti jang dikatakan Sujuthi, bahwa sahabat-sahabat dan tabi'in dalam masa Salaf bersalahan paham antara satu sama lain, seorang menjenangi ini, sedang jang lain membentji itu. Tetapi Ali dan anaknja Hasan mengikat semua hadis-hadis dan hukum-hukum itu dalam tulisan, agar tjutjunja tidak bertikai-tikaian lagi mengenai persoalan.

Dalam penjusunan hadis, Ali meletakkan kepertjajaannja kepada sahabat2 jang dianggap benar oleh semua orang Islam, oleh karena itu banjak ia mengambil riwajat dari Salman, Ammar, Abu Zar, Abdullah bin Abbas dll., kemudian disusunnja dan dibukukannja dengan menjebutkan nama-nama orang-orang jang mentjintai Sji'ah Ali itu.

Sumber ini diperluas pada kemudian hari. Abu Rafi' mengarang kitab Sunan, hukum, peradilan, jang mengandung semua perkara mengenai sembahjang, puasa, hadji; zakat dan hukum pidana dan perdata. Begitu djuga anaknja, Ali bin Abi Rafi', seorang tabi'in dan pemuka Sji'ah, sahabat dan penulis Ali bin Abi Thalib, mengarang sebuah kitab dalam semua fan fiqh. wudhu', sembahjang, dan segala bab ibadat jang lain.

Ubaidillah mengarang sebuah kitab sedjarah, karena ia hadir bersama-sama Ali dalam peperangan Shiffin, jang pernah dibitjarakan oleh Ibn Hadjar dalam kitab "Ishabah".

Abu Dja'far At-Thusi, An-Nadjasji, Ibn Sjahrasjaub dll. mengupas dalam kitabnja masing-masing ulama-ulama Sji'ah jang menulis kitab fioh dalam masa Islam pertama, dan menerangkan, bahwa Salman Farisi pernah menulis sebuah kitab sedjarah mengenai Katholiek-Romawi, Abu Zar pernah mengarang sebuah kitab jang dinamakannja "Al-Chutbah", jang didalamnja diberi banjak keterangan-keterangan agama sesudah wafat Nabi. Al-Asbagh bin Nabatah menulis dua buah kitab, satu bernama "Maqtal Husain", sebuah lagi bernama "Kitab Adjaib Ahkam Amiril Mu'minin". Sulaim bin Qais mengarang kitab tentang "Imamah", berisi hadis-hadis mengenai persoalan ini dari Ali dan dari sahabat-sahabat besar. Misam At-Tammar mengarana sebuah penqumpulan hadis, jang kemudian dibitjarakan oleh At-Thusi, Al-Kasjsji dan At-Thabari dalam kitabnja masing-masino. Muhammad bin Qais Al-Badjari, sahabat kental Ali bin Abi Thalib menqarang sebuah kitab, jang berisi riwajat-riwajat daripada Ali. Tatkala kitab ini, menurut At-Thusi, diperlihakan oleh Muhammad bin Qais al-Badjari kepada Abu Dja'far al-Baqir, Al-Baqir berkata : "Ini adalah perkataan Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib."

Sesudah zaman itu berturut-turutlah sampai sekarang ulamaulama Sji'ah mengarang kitab-kitab fiqh dalam segala bentuk dan persoalan, bahkan tidak kalah banjaknja dan besarnja dengan karangan-karangan ulama-ulama Ahli Salaf (penganut Hanbali) dan Ahli Sunnah wal Djama'ah. Ulama-ulama Sji'ah lebih suka dalam memetapkan sesuatu hukum menggunakan hadis-hadis jang berasal dari Ahlil Bait, tetapi Ahli Sunnah wal Djama'ah tidak kurang jang berbuat demikian jang menganggap hadis-hadis jang diriwajatkan oleh Ahlil Bait lebih didahulukan daripada hadis-hadis riwajat sahabat-sahabat lain, misalnja Imam Malik bin Anas dan Imam Muhammad bin Idris Asj-Sjafi'i.

VII. IDJTIHAD DAN TAQLID