Kelompok Madinah
Mereka disambut oleh kelompok Madinah yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar seperti ‘Ammar bin Yasir al’Abasi, seorang pengikut Perang Badr, Rifaqah bin Rafi’ alAnshari, pengikut Perang Badr, atHajjaj bin Ghaziah seorang sahabat Rasul saw, Amir bin Bakir, seorang dari Banu Kinanah dan pengikut Perang Badr, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin ‘Awwam, peserta Perang Badr.
Aisyah: ‘Bunuh Na’tsal!’
Dan sejarah mencatat bahwa ummu’lmu’minin Aisyah, bersama Thalhah, Zubair dan anaknya Abdullah bin Zubair, telah melancarkan peperangan terhadap Amiru’lmu’minin Ali bin Abi Thalib, yang memakan korban lebih dari 20.000 orang, dengan alasan untuk menuntut balas darah Utsman.
Padahal ummu’lmuminin Aisyah adalah pelopor melawan Utsman dengan mengatakan bahwa Utsman telah kafir.
Thalhah menahan pengiriman air minum kepada Utsman, tatkala rumah khalifah yang ketiga itu dikepung para ‘pemberontak’ yang datang dari daerahdaerah.
Zubair menyuruh orang membunuh Utsman pada waktu rumah khalifah itu sedang dikepung. Orang mengatakan kepada Zubair: “Anakmu sedang menjaga di pintu, mengawal (Utsman)”. Zubair menjawab: “Biar aku kehilangan anakku tetapi Utsman harus dibunuh!”.
Zubair dan Thalhah juga adalah orangorang pertama membaiat Ali.
Khalifah Utsman mengangkat Walid bin ‘Uqbah, saudara seibunya jadi Gubernur di Kufah. Ayahnya ‘Uqbah pernah menghujat Rasul Allah di depan orang banyak, dan kemudian dibunuh Ali bin Abi Thalib. Walid sendiri dituduh sebagai pemabuk dan menghamburhamburkan wang baitul mal. Ibnu Mas’ud (Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud), seorang Sahabat terkemuka, yang ikut Perang Badr, yang mengajar AlQur’an dan agama di Kufah, penanggungjawab baitul mal, menegur Walid. Walid mengirim surat kepada Utsman mengenai Ibnu Mas’ud. Utsman memanggil Ibnu Mas’,ud menghadap ke Madinah.
Baladzuri menulis:
Utsman sedang berkhotbah di atas mimbar Rasul Allah. Tatkala Utsman, melihat Ibnu Mas’ud datang ia berkata: “Telah datang kepadamu seekor kadal (duwaibah) yang buruk, yang (kerjanya) mencari makan malam hari, muntah dan berak!”.
Ibnu Mas’ud: “Bukan begitu, tetapi aku adalah Sahabat Rasul Allah saw pada Perang Badr dan baiat arridhwan”.
Dan Aisyah berteriak: “Hai Utsman, apa yang kau katakan terhadap Sahabat Rasul Allah ini?”.
Utsman: “Diam engkau!”. Dan Utsman memerintahkan mengeluarkan Ibnu Mas’ud dari Masjid dengan kekerasan. Abdullah bin Zam’ah, pembantu Utsman lalu membanting Ibnu Mas’ud ke tanah. Kemudian ia menginjak tengkuk Ibnu Mas’ud secara bergantian dengan kedua kakinya hingga rusuk Ibnu Mas’ud patah.
Marwan bin Hakam berkata kepada Utsman: “Ibnu Mas’ud telah merusak Irak, apakah engkau ingin ia merusak Syam?...Dan Ibnu Mas’ud ditahan dalam kota Madinah sampai meninggal dunia tiga tahun kemudian. Sebelum mati ia membuat wasiat agar ‘Ammir bin Yasir menguburnya diam diam, yang kemudian membuat Utsman marah.
Kerana Utsman sering menghukum saksi pelanggaran agama oleh pembantupembantunya, timbullah gejolak di Kufah. Orang menuduh Utsman menghukum saksi dan membebaskan tertuduh.
Abu’lFaraj menulis: “Berasal dari AzZuhri yang berkata: ‘Sekelompok orang Kufah menemui Utsman pada masa Walid bin ‘Uqbah menjadi Gubernur. Maka berkatalah Utsman: ‘Bila seorang di antara kamu marah kepada pemimpinnya, maka dia lalu menuduhnya melakukan kesalahan! Besok aku akan menghukummu’. Dan mereka meminta perlindungan Aisyah. Besoknya Utsman mendengar katakata kasar mengenai dirinya keluar dari kamar Aisyah, maka Utsman berseru: ‘Orang ‘Iraq yang tidak beragama dan fasiklah yang mengungsi di rumah Aisyah’. Tatkala Aisyah mendengar katakata Utsman ini, ia mengangkat sandal Rasul Allah saw dan berkata: ‘Anda meninggalkan Sunnah Rasul Allah, pemilik sandal ini’. Orangorang mendengarkan. Mereka datang memenuhi masjid. Ada yang berkata: ‘Dia betul!’ dan ada yang berkata: ‘Bukan urusan perempuan!’. Akhirnya mereka baku hantam dengan sandal”.
Baladzuri menulis: Aisyah mengeluarkan katakata kasar yang ditujukan kepada Utsman dan Utsman membalasnya: ‘Apa hubungan Anda dengan ini? Anda diperintahkan agar diam di rumahmu (maksudnya adalah firman Allah yang memerintahkan istri Rasul agar tinggal di rumah: ‘Tinggallah dengan tenang dalam rumahmu’)
dan ada kelompok yang berucap seperti Utsman, dan yang lain berkata: ‘Siapa yang lebih utama dari Aisyah?” Dan mereka baku hantam dengan sandal, dan ini pertama kali perkelahian antara kaum Muslimin, sesudah Nabi saw wafat.
Tatkala khalifah Utsman sedang dikepung oleh “pemberontak” yang datang dari Mesir, Bashrah dan Kufah, Aisyah naik haji ke Makkah.
Thabari menulis: ‘Seorang lakilaki bernama Akhdhar (datang dari Madinah) dan menemui Aisyah.
Aisyah: “Apa yang sedang mereka lakukan? “
Akhdhar: “Utsman telah membunuh orangorang Mesir itu!’
Aisyah: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Apakah ia membunuh kaum yang datang mencari hak dan mengingkari zalim? Demi Allah, kita tidak rela akan (peristiwa) ini”.
Kemudian seorang lakilaki lain (datang dari Madinah).
Aisyah: “Apa yang sedang dilakukan orang itu”
Lakilaki itu menjawab: “Orangorang Mesir telah membunuh Utsman!”
Aisyah: “Ajaib si Akhdhar. Ia mengatakan bahwa yang terbunuhlah yang membunuh’. Sejak itu muncul peribahasa, “lebih bohong dari Alkdhar”.
Abu Mikhnaf Luth al’Azdi menulis: Aisyah berada di Makkah tatkala mendengar terbunuhnya Utsman. Ia segera kembali ke Madinah tergesagesa. Dia berkata: ‘Dialah Pemilik Jari.”
Demi Allah, mereka akan mendapatkan kecocokan pada Thalhah. Dan tatkala Aisyah berhenti di Sarif,
ia bertemu dengan ‘Ubaid bin Abi Salmah alLaitsi.
Aisyah berkata: ‘Ada berita apa?’.
Ubaid: Utsman dibunuh’.
Aisyah: ‘Kemudian bagaimana?’.
‘Ubaid: ‘Kemudian mereka telah menyerahkannya kepada orang yang paling baik, mereka telah membaiat Ali’.
Aisyah: ‘Aku lebih suka langit runtuh menutupi bumi!. Selesailah sudah Celakalah Anda! Lihatlah apa yang Anda katakan!’.
‘Ubaid: ‘Itulah yang saya katakan pada Anda, ummu’lmu’minin’.
Maka merataplah Aisyah.
‘Ubaid: ‘Ada apa ya ummulmu’minin! Demi Allah, aku tidak mengetahui ada yang lebih utama dan lebih berhak dari dirinya. Dan aku tidak mengetahui orang yang sejajar dengannya, maka mengapa Anda tidak menyukai wilayahnya?’.
Aisyah tidak menjawab.
Dengan jalur yang berbedabeda diriwayatkan bahwa ‘A.’isyah, tatkala sedang berada di Makkah, mendapat berita tentang pembunuhan Utsman, telah berkata:
‘Mampuslah dia (ab’adahu’llah)! Itulah hasil kedua tangannya sendiri! Dan Allah tidak zalim terhadap hambanya!’.
Dan diriwayatkan bahwa Qais bin Abi Hazm naik haji pada tahun Utsman dibunuh. Tatkala berita pembunuhan sampai, ia berada bersama Aisyah dan menemaninya pergi ke Madinah. Dan Qais berkata: “Aku mendengar ia telah berkata:
‘Dialah Si Pemilik Jari!’
Dan tatkala disebut nama Utsman, ia berkata:
‘Mampuslah dia!
Dan waktu mendapat kabar dibaiatnya Ali ia berkata: ‘Aku ingin yang itu (sambil menunjuk ke langit, pen.) runtuh menutupi yang ini!’ (sambil menunjuk ke bumi, pen.)
Ia lalu mernerintahkan agar unta tunggangannya dikembalikan ke Makkah dan aku kembali bersamanya. Sampai di Makkah ia berkhotbah kepada dirinya sendiri, seakanakan ia berbicara kepada seseorang.
‘Mereka telah membunuh Ibnu ‘Affan (Utsman, pen.) dengan zalim’. Dan aku berkata kepadanya: ‘Ya ummu’lmu’minin, tidakkah aku mendengar baru saja bahwa Anda telah berkata: ‘Ab’adahu’llah’!
‘Dan aku melihat engkau sebelum ini paling keras terhadapnya dan mengeluarkan katakata buruk untuknya!’
Aisyah: ‘Betul demikian, tetapi aku telah mengamati masalahnya dan aku melihat mereka meminta agar dia bertobat.. kemudian setelah ia bertobat mereka membunuhnya pada bulan haram’.
Dan diriwayatkan dalam jalur lain bahwa tatkala sampai kepadanya berita terbunuhnya Utsman ia berkata:
‘Mampuslah dia! Ia dibunuh oleh dosanya sendiri. Mudahmudahan Allah menghukumnya dengan hasil perbuatannya (aqadahu’llah)!. Hai kaum Quraisy, janganlah kamu berlaku sewenangwenang terhadap pembunuh Utsman, seperti yang dilakukan kepada kaum Tsamud!. Orang yang paling berhak akan kekuasaan ini adalah Si Pemilik Jari!’.
Dan tatkala sampai berita pembaiatan terhadap Ali, ia berkata: ‘Habis sudah, habis sudah (ta’isa), mereka tidak akan mengembalikan kekuasaan kepada (Banu) Taim untuk selamalamanya!’
Dan jalur lain lagi: “Kemudian ia kembali ke Madinah dan ia tidak ragu lagi bahwa Thalhahlah yang memegang kekuasaan (khalifah) dan ia berkata:
‘(Allah) menjauhkan dan membinasakan si Natsal. Dialah si Pemilik Jari! Itu dia si Abu Syibi!
, ah dialah sudah misanku!. Demi Allah, mereka akan menemukan pada Thalhah kepantasan untuk kedudukan ini. Seakanakan aku sedang melihat ke jarinya tatkala ia dibaiat! Bangkitkan unta ini dan segera berangkatkan dia!”
Dan tatkala ia berhenti di Sarf dalam perjalanan ke Madinah ia bertemu dengan Ubaid bin Umm Kilab
Aisyah bertanya: ‘Bagaimana’?
Ubaid: ‘Mereka membunuh Utsman, dan delapan hari tanpa pemimpin!’ Aisyah: ‘Kemudian apa yang mereka lakukan?” Ubaid: ‘Penduduk Madinah secara bulat (bi’lijma) telah menyalurkannya ke jalan yang terbaik, mereka secara bulat telah memilih Ali bin Abi Thalib’.’
Aisyah: ‘Kekuasaan jatuh ke tangan sahabatmu! Aku ingin yang itu runtuh menutupi yang ini. ‘Bagus!
Lihatlah apa yang kamu katakan!’
Ubaid: ‘Itulah yang aku katakan, ya ummu’lmu’minin’.
Maka merataplah Aisyah. ‘Ubaid melanjutkan: ‘Ada apa dengan Anda, ya ummu’lmu’minin?. Demi Allah, aku tidak menemukan antara dua daerah berlafa gunung berapi (maksudnya Madinah) ada satu orang yang lebih utama dan lebih berhak dari dia. Aku juga tidak melihat orang yang sama dan sebanding dengannya, maka mengapa Anda tidak menyukai wilayahnya?’
Ummulmu’minin lalu berteriak: ‘Kembalikan aku, kembalikan aku’. Dan ia lalu berangkat ke Makkah. Dan ia berkata: ‘Demi Allah, Utsman telah dibunuh secara zalim. Demi Allah, kami akan menuntut darahnya!’
Ibnu Ummu’lKilab berkata kepada Aisyah: ‘Mengapa, demi Allah, sesungguhnya orang yang pertama mengamati pekerjaan Utsman adalah Anda, dan Anda telah berkata: ‘Bunuhlah Naltsal! Ia telah kafir! Aisyah: ‘Mereka minta ia bertobat dan mereka membunuhnya. Aku telah bicara dan mereka juga telah bicara. Dan perkataanku yang terakhir lebih baik dari perkataanku yang pertama’.
Ibnu Ummu’lKilab:
Dari Anda bibit disemai,
Dari Anda kekacauan dimulai,
Dari Anda datangnya badai,
Dari Anda huj an berderai,
Anda suruh bunuh sang imam,
Ia ‘lah kafir, Anda yang bilang,
Jika saja kami patuh,
Ia tentu kami bunuh,
Bagi kami pembunuh adalah penyuruh,
Tidak akan runtuh loteng di atas kalian,
Tidak akan gerhana matahari dan bulan,
Telah dibaiat orang yang agung,
Membasmi penindas,
menekan yang sombong,
Ia selalu berpakaian perang,
Penepat janji, bukan pengingkar.
Menurut Mas’udi:
Dari Anda datang tangis,
Dari anda datang ratapan,
Dari Anda datangnya topan,
Dari Anda tercurah hujan,
Anda perintah bunuh sang imam,
Pembunuh bagi kami adalah penyuruh.