Mengapa Aisyah Benci Fathimah dan Ali?
Kebencian Aisyah kepada anak tirinya Fathimah dan suami Fathimah, Ali, sangat bertalian dengan kecemburuannya kepada Khadijah yang telah lama meninggal. Cemburu
Aisyah terhadap Khadijah dapat dipahami dari katakatanya sendiri.
Aisyah berkata
: “Cemburuku terhadap istriistri Rasul tidak seperti cemburuku kepada Khadijah karena Rasul sering menyebut dan memujinya, dan Allah SWT telah mewahyukan kepada Rasul saw agar menyampaikan kabar gembira kepada Khadijah bahwa Allah SWT akan memberinya rumah dari Permata di surga”.
Dan di bagian lain
: “Aku tidak cemburu terhadap seorang dari istriistrinya seperti aku cemburu kepada Khadijah, meski aku tidak mengenalnya. Tetapi Nabi sering mengingatnya dan kadang kadang ia menyembelih kambing, memotongmotongnya dan membagibagikannya kepada teman teman Khadijah”.
Di bagian lain: “Suatu ketika Halah binti Khuwailid, saudari Khadijah, minta izin menemui Rasul dan Rasul mendengar suaranya seperti suara Khadijah”. Rasul terkejut dan berkata: ‘Allahumma Halah!’. Dan aku cemburu. Aku berkata: ‘Apa yang kau ingat dari perempuan tua di antara perempuanperempuan tua Quraisy…dan Allah telah menggantinya dengan yang lebih baik’.
Di bagian lain lagi
: ‘Dan wajah Rasul Allah saw berubah, belum pernah aku melihat ia demikian, kecuali pada saat turun wahyu’.
Dan dalam riwayat lain
: ‘Allah tidak mengganti seorang pun yang lebih baik dari dia. Ia beriman kepada saya tatkala orang lain mengingkari saya. Ia membenarkan saya ketika orang lain mendustakan saya. Dan ia membantu saya dengan hartanya tatkala orang lain enggan membantu saya. Allah SWT memberi anakanak kepada saya melaluinya dan tidak melalui yang lain’.
Kebenciannya terhadap Ali juga disebabkan sikap Rasul saw yang mendahulukan Ali dari ayahnya, Abu Bakar, sebagaimana pengakuannya sendiri. Imam Ahmad menceritakan
, yang berasal dari Nu’man bin Basyir: ‘Abu Bakar memohon izin menemui Rasul Allah saw dan ia mendengar suara keras Aisyah yang berkata: ‘Demi Allah, aku telah tahu bahwa engkau lebih mencintai Ali dari ayahku dan diriku!’, dan ia mengulanginya dua atau tiga kali’. Aisyah seperti lupa firman Allah:
‘Dan ia tiada berkata menurut keinginannya sendiri. Perkataannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya’.
Ibn AbilHadid menceritakan: ‘Aku membacakan pidato Ali mengenai Aisyah dari Nahju’l Balighah
, kepada Syaikh Abu’ Ayyub Yusuf bin Isma’il tatkala aku berguru ilmu kalam kepadanya. Aku bertanya bagaimana pendapatnya tentang pidato Ali tersebut. Ia memberi jawaban yang panjang. Aku akan menyampaikannya secara singkat, sebagian dengan lafalnya sebagian lagi dengan lafalku sendiri.(Abu ‘Ayyub melihat dari kacamata yang umum terjadi. Penulis menerjemahkannya agak bebas).
Abu ‘Ayyub berkata: ‘Kebencian Aisyah kepada Fathimah timbul karena Rasul Allah saw mengawini Aisyah setelah meninggalnya Khadijah. Sedang Fathimah adalah putri Khadijah. Secara umum antara anak dan ibu tiri akal timbul ketegangan dan kebencian. Istri akan mendekati ayahnya dan bukan suaminya, dan anak perempuan tidak akan senang melihat ayahnya akrab dengai ibu tirinya. Ia menganggap ibu tirinya merebut tempat ibunya. Sebaliknya anak perempuan benarbenar jadi tumpuan kecemburuan ibu tiri. Beban cemburu Aisyah kepada almarhumah Khadijah, berpindah kepada Fathimah. Besarnya kebencian pada anak tirinya sebanding dengan bencinya kepada madunya yang telah meninggal. Apalagi bila suaminya sering mengingat istrinya yang telah meninggal itu.
Kemudian semua sepakat bahwa Fathimah mendapat kedudukan mulia di sisi Allah SWT melalui hadis Rasul, yang juga ayahnya, sebagai Penghulu Wanita Kaum Mu’minin yang kedudukannya sejajar dengan Aisyah, Mariam binti ‘Imran dan Khadijah alKubra seperti yang tertera dalam hadis shahih Bukhari dan Muslim. Dan Rasul saw, memuliakan Fathimah dengan kemuliaan yang besar lebih besar dari yang disangka orang dan lebih besar dari pemuliaan yang lazim diberikan seorang ayah manapun kepada anaknya. Sampai melewati batas cinta ayah kepada anak. Dan Rasul Allah saw menyampaikannya terangterangan di kalangan khusus maupun umum, berulangulang, bukan hanya sekali, dan di kalangan yang berbedabeda, bukan di satu kalangan saja bahwa Fathimah adalah penghulu kaum wanita sedunia’. Melalui hadis yang berasal dari Ali, Umar bin Khaththab, Hudzaifah Ibnu Yaman, Abu Said alKhudri, Abu Hurairah dan lainlain Rasul bersabda: ‘Sesungguhnya, Fathimah adalah penghulu para wanita di surga, dan Hasan serta Husain adalah penghulu para remaja di surga. Namun ayah mereka berdua (Ali) lebih mulia dari mereka berdua’
Atau hadis yang diriwayatkan Aisyah sendiri bahwa Rasul telah bersabda: ‘Wahai Fathimah, apakah engkau tidak puas menjadi penghulu para wanita sejagat atau penghulu wanita umat ini atau penghulu kaum mu’minat?’.
Rasul bersabda bahwa kedudukan Fathimah sama dengan kedudukan Mariam binti ‘Imran
, dan bila Fathimah lewat di tempat wuquf, para penyeru berteriak dari arah ‘arsy, ‘Hai penghuni tempat wuquf, turunkan pandanganmu karena Fathimah binti Muhammad akan lewat
Hadis ini merupakan hadis shahih dan bukan hadis lemah.
Ali menikahi Fatimah setelah dinikahkan Allah SWT di langit dan disaksikan para malaikat.
Betapa sering Rasul Allah saw bersabda: ‘Barangsiapa menyakiti Fathimah, maka ia telah menyakitiku’, ‘Membencinya berarti membenciku’
, ‘Ia bagian dari diriku’, Meraguinya berarti meraguiku’
Dan semua pemuliaan dan penghormatan ini tentu menambah kebencian Aisyah yang tidak berusaha sungguhsungguh untuk melihat konteks ini dengan kenabian Rasul saw.
Berbeda misalnya dengan Ummu Salamah, juga istri Rasul, ummu’lmuminin, yang mencintai Fathimah, Ali, Hasan dan Husain bukan hanya sebagai anggota keluarga tetapi juga sebagai yang dimuliakan Allah dengan ayat thathhir.
Biasanya bila seorang istri merasa diperlakukan kurang baik oleh sesama wanita maka berita ini akan sampai kepada suami. Dan lumrah bila istri menceritakan ini pada suaminya di malam hari. Tetapi Aisyah tidak dapat melakukan ini, karena Fathimah adalah anak suaminya. Ia hanya bisa mengadu pada wanitawanita Madinah dan tetangga yang bertamu ke rumahnya. Kemudian wanitawanita ini akan menyampaikan berita kepada Fathimah, barangkali begitu pula sebaliknya. Dan yang jelas ia akan menyampaikannya kepada ayahnya, Abu Bakar. Dan sampailah kepada Abu Bakar semua yang terjadi. Kemampuan Aisyah untuk mempengaruhi orang sangatlah terkenal dan hal ini akan membekas pada diri Abu Bakar. Kemudian Rasul Allah saw melalui hadis yang demikian banyak, telah memuliakan dan mengkhususkan Ali dari sahabatsahabat lain. Berita ini tentu menambah kepedihan Abu Bakar, karena Abu Bakar adalah ayah Aisyah. Pada kesempatan lain sering terlihat Aisyah duduk bersama Abu Bakar dan Thalhah sepupunya dan mendengar katakata mereka berdua. Yang jelas pembicaraan mereka mempengaruhinya sebagaimana mereka terpengaruh oleh Aisyah’.
Kemudian ia melanjutkan: ‘Saya tidak mengatakan bahwa Ali bebas dari ulah Aisyah. Telah sering timbul ketegangan antara Aisyah dan Ali di zaman Rasul Allah saw’. Misalnya telah diriwayatkan bahwa suatu ketika Rasul dan Ali sedang berbicara. Aisyah datang menyela antara keduanya dan berkata: ‘Kamu berdua berbicara terlalu lama!’. Rasul marah sekali. Dan tatkala terjadi peristiwa Ifk, menurut Aisyah, Ali mengusulkan Rasul Allah saw agar menceraikan Aisyah dan mengatakan bahwa Aisyah tidak lebih dari tali sebuah sandal. (Tapi banyak orang meragukan peristiwa Ifk yang diriwayatkan Aisyah ini. Dari mana misalnya orang mengetahui usul Ali kepada Rasul? Siapa yang membocorkannya?, pen.)
Di pihak lain Fathimah melahirkan banyak anak lelaki dan perempuan, sedang Aisyah tidak melahirkan seorang anak pun. Sedangkan Rasul Allah saw menyebut kedua anak lelaki Fathimah, Hasan dan Husain sebagai anakanaknya sendiri. Hal ini terbukti tatkala turun ayat mubahalah
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anakanak Kami dan anakanak kamu, isteri isteri Kami dan isteriisteri kamu, diri Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orangorang yang dusta”.
Bagaimana perasaan seorang istri, yang tidak dapat melihat bahwa suaminya adalah seorang Rasul Allah, bila suaminya memperlakukan cucu tirinya sebagai anaknya sedangkan ia sendiri tidak punya anak?.
Kemudian Rasul menutup pintu yang biasa digunakan ayahnya ke masjid dan membuka pintu untuk Ali. Begitu pula tatkala Surat Bara’ah turun, Rasul Allah saw menyuruh Ali, yang disebutnya sebagai dari dirinya sendiri, untuk menyusul Abu Bakar dalam perjalanan haji pertama. Dan agar Ali sendiri membacakan surat Bara’ah atau Surat Taubah kepada jemaah dan kaum musyrikin di Mina.
Kemudian Mariah, istri Rasul, melahirkan Ibrahim dan Ali menunjukkan kegembiraannya, hal ini tentu menyakitkan hati Aisyah.
Yang jelas Ali sama sekali tidak ragu lagi, sebagaimana kebanyakan kaum Muhajirin dan Anshar, bahwa Ali akan jadi khalifah sesudah Rasul meninggal dan yakin tidak akan ada orang yang menentangnya. Tatkala pamannya Abbas berkata, kepadanya: “Ulurkan tanganmu, aku akan membaiatmu dan orang akan berkata Paman Rasul membaiat sepupu Rasul, dan tidak akan ada yang berselisih denganmu!”, Ali menjawab: ‘Wahai paman, apakah ada orang lain yang menginginkannya?’. Abbas menjawab: ‘Kau akan tahu nanti!’, Ali menjawab: ‘Sedang saya tidak menginginkan jabatan ini melalui pintu belakang. Saya ingin semua dilakukan secara terbuka’. Abbas lalu diam.
Tatkala penyakit Rasul Allah saw semakin berat Rasul berseru agar mempercepat pasukan Usamah. Abu Bakar beserta tokohtokoh Muhajirin dan Anshar lainnya diikutkan Rasul dalam pasukan itu. Maka Ali yang tidak diikutkan Rasul dalam pasukan Usamah dengan sendirinya akan menduduki jabatan khalifah itu bila saat Rasul Allah saw tiba, karena Madinah akan bebas dari orangorang yang akan menentang Ali. Dan ia akan menerima jabatan itu secara mulus dan bersih. Maka akan lengkaplah pembaiatan, dan tidak akan ada lawan yang menentangnya.
Itulah sebabnya Aisyah memanggil Abu Bakar dari pasukan Usamah yang sedang berkemah di Jurf pada pagi hari Senin, hari wafatnya Rasul dan bukan pada siang hari dan memberitahukannya bahwa Rasul Allah saw sedang sekarat; yamutu.
Dan tentang mengimami shalat, Ali menyampaikan bahwa Aisyahlah yang memerintahkan Bilal, maula ayahnya, untuk memanggil ayahnya mengimami shalat, karena Rasul saw sebagaimana diriwayatkan telah bersabda: ‘Agar orangorang shalat sendirisendiri’, dan Rasul tidak menunjuk seseorang untuk mengimami shalat. Shalat itu adalah shalat subuh. Karena ulah Aisyah itu maka Rasul memerlukan keluar, pada akhir hayatnya, dituntun oleh Ali dan Fadhl bin Abbas sampai ia berdiri di mihrab seperti diriwayatkan...’.
Setelah Abu Bakar dibaiat, Fathimah datang menuntut Fadak milik pribadi ayahnya tetapi Abu Bakar menolaknya dan mengatakan bahwa Nabi tidak mewariskan. Aisyah membantu ayahnya dengan membenarkan hadis tunggal yang disampaikan ayahnya bahwa ‘Nabi tidak mewariskan dan apa yang ia tinggalkan adalah sedekah’.
Kemudian Fathimah meninggal dunia dan semua wanita melayat ke rumah Banu Hasyim kecuali Aisyah. Ia tidak datang dan menyatakan bahwa ia sakit. Dan sampai berita kepada Ali bahwa Aisyah menunjukkan kegembiraan. Kemudian Ali membaiat Abu Bakar dan Aisyah gembira. Sampai tiba berita Utsman dibunuh dan Aisyah orang yang paling getol menyuruh bunuh Utsman dengan mengatakan Utsman telah kafir. Mendengar demikian ia berseru: ‘Mampuslah ia!’ Dan ia mengharap Thalhah akan jadi khalifah. Setelah mengetahui Ali telah dibaiat dan bukan Thalhah, ia berteriak: Utsman telah dibunuh secara kejam dan menuduh Ali sebagai pembunuh dan meletuslah perang Jamal’.
Demikian penjelasan Ibn AbilHadid.