Kamar Rasul yang Disucikan
Sayid Samhudi
mengukur kamar Rasul saw.
Panjang dinding Selatan kamar Rasul dari Timur ke Barat 4,8 meter
Dinding Utara 4,68 meter.
Dinding Timur dan Barat, dari Utara ke Selatan, 3,44 meter
Kamar Rasul ini di sebelah Timur berhubungan dengan sebuah kamar tempat Rasul menyembahyangi jenazah
Tinggi rumah dan kamarkamar ini tujuh hasta atau 3,15 meter, sama dengan tinggi Masjid. Kecuali dinding Timur, tebal dinding 68 cm
Tebal dinding Timur 61 cm
.
Kelihatannya dinding ini sangat tebal untuk ukuran sekarang, tetapi demikianlah yang dicatat Samhudi dalam Wafa’ alWafa’ yang dikutip A. Hafizh.
Pintu kamar Barat yang membuka ke Masjid, ditutup tirai, sehingga menurut ummu’lmu’minin Aisyah, ia pernah menyisir rambut Rasul dari dalam kamar dan Rasul berada dalam Masjid.
Rasul tinggal dan menutup usia di kamar ini, yang sering juga disebut kamar Aisyah (18 tahun).
Di sebelah Utara kamar Aisyah terletak kamar Ali bin Abi Thalib (34 tahun) dan Fathimah (18 atau 26 tahun) serta kedua putranya, Hasan (7 tahun) dan Husain (6 tahun).
Di antara kedua kamar itu terdapat sebuah lobang berupa jendela kecil; kuwah, yang telah ditutup Rasul beberapa waktu lalu atas permintaan Fathimah. Sebelum ditutup, Rasul sering menjenguk Fathimah melalui jendela ini untuk menanyakan keadaannya.
Fathimah meminta untuk menutup jendela itu, setelah bertukar kata dengan Aisyah pada suatu malam, karena Aisyah memasuki rumah Fathimah melalui jendela ini.
Di hadapan jendela kamar Fathimah terdapat sebuah tiang dari batang kurma, yang sekarang dinamakan tiang maqam Jibril
Tiap hari Rasul mendatangi kamar Fathimah, dan di dekat tiang ini Rasul Allah mengangkat tangan sambil mengucap: ‘Assalamu’alaikum, ahlu’lbaitku, Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan segala kenistaan daripadamu, ahlu’lbait (Rasul Allah) dan menyucikan kamu sebersihbersihnya’.
Di sebelah Selatan kamar Aisyah terletak sebuah hujrah lagi, yaitu hujrah Hafshah putri Umar bin Khaththab, istri Rasul, yang dipisahkan oleh sebuah lorong yang memanjang dari Timur ke Barat, dan berakhir di Masjid dengan lebar 0,68 meter. Sebelah Timur lorong ini berakhir di halaman Masjid dengan lebar 1,37 meter. Luas kamarkamar ini sama.
Lantai Masjid terbuat dari batu, dindingnya tersusun dari batu bata atau balokbalok tanah liat yang dikeringkan dengan sinar matahari (labin). Tiang Masjid dibuat dari batang kurma (juzu), atapnya dari pelepah (jarid) dan daun kurma (khush) berbentuk bangsal yang ditambal dengan tanah liat dan tidak terlalu padat; apabila hujan, lantai masjid akan basah karena tiris.
Di sebelah Utara kamar Fathimah ada sebuah lorong yang memanjang dari Timur ke Barat dan berakhir ke sebuah pintu masuk ke Masjid. Pintu ini hanya digunakan oleh Rasul saja, dan diberi nama ‘pintu Jibril’.
Di samping pintu untuk Rasul, ada sebuah pintu lagi dari kamar Ali dan keluarganya. Pintupintu lain di sisi Timur masjid ini, beberapa waktu yang lalu, telah diperintahkan Rasul untuk ditutup, kecuali pintu masuk untuk Ali. ‘Semua pintu ditutup,’ sabda Rasul, ‘kecuali pintu masuk untuk Ali.
Di antara rumah atau kamarkamar istri Rasul, ada ganggang yang menuju ke Masjid. Sebelumnya pamanpaman Rasul dan para Sahabat seperti Abu Bakar, menggunakan ganggang yang berakhir ke pintu Masjid ini untuk sholat. Agaknya pintupintu ini disuruh tutup oleh Rasul, karena mengganggu kehidupan keluarga beliau. Dibukanya pintu untuk keluarga Ali berhubungan dengan turunnya ayat AlQur’an: ‘Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan segala kenistaan daripadamu, wahai ahlul bait, dan menyucikan kamu sebersihbersihnya’. (Al Qur’an, 33:33). Tatkala ayat ini turun, Rasul membentangkan baju beliau dan mengerudungkannya di atas diri Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Dengan demikian maka Ali dan keluarganya dapat memasuki Masjid dalam keadaan junub sekalipun. Hadis yang antara lain berbunyi, ‘Tutuplah semua pintu (di sisi Timur Masjid), kecuali pintu untuk Ali’ adalah hadis mutawatir, diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam.
Juga Abdullah bin Umar bin Khaththab, yang berkata: “Ali bin Abi Thalib mendapat tiga keistimewaan; bila satu saja yang aku dapat, maka aku akan lebih senang daripada mendapatkan sekawan unta; ia mengawini putri Rasul dan mendapatkan anakanak; semua pintu ke Masjid ditutup, kecuali pintu untuknya dan ia memegang bendera pada waktu perang Khaibar”.
Di riwayatkan oleh Ibnu Abbas, Jarir bin Abdullah, Sa’d bin Abi Waqqash, Buraidah alIslami, Ali bin Abi Thalib dan lainlain. Sa’d bin Abi Waqqash berkata: ‘Sesungguhnya Rasul Allah saw menutup semua pintu Masjid dan membuka pintu untuk Ali; dan orangorang menghebohkannya. Maka bersabdalah Rasul, ‘Bukan saya yang membukanya, melainkan Allah yang membukakan untuknya’.
Buraidah alIslami berkata: ‘Rasul Allah memerintahkan menutup semua pintu; maka ributlah para Sahabat, dan sampailah kepada Rasul Allah saw, Rasul mengajak sholat berjamaah, dan setelah orang berkumpul, Rasul naik ke atas mimbar dan berkhotbah. Setelah membaca tahmid dan ta’zhim sebagaimana layaknya, Rasul lalu bersabda, ‘Bukan saya yang menutupnya, dan bukanlah saya yang membukanya, tetapi Allah yang menutup dan membukanya. Kemudian Rasul membaca ayat:
‘Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu tiadalah sesat dan tiada kesasar. Dan dia tiada berkata menurut keinginannya sendiri. (Perkataannya) tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)’
.
Dengan demikian maka Ali dapat masuk keluar Masjid dalam keadaan junub, sebagaimana dicatat oleh Abu Nu’aim dalam Fadha’il ashShahabah. Kemudian, ada pula sebuah hadis yang berbunyi: ‘Tutuplah semua lobang (khaukhah) ke Masjid, kecuali khaukhah untuk Abu Bakar’, namun hadis ini jelas dimasukkan di kemudian hari.
Di sebelah Timur lorong ini, di halaman Masjid, terdapat rumah Abu Bakar, yang berhadapan dengan rumah Utsman yang kecil. Berdempetan dengan rumah Utsman yang lain, yang di sebut rumah Utsman yang besar. Di sebelah Selatan rumah Utsman, arah ke Selatan, terletak rumah Abu Ayyub alAnshari yang bertingkat. Rasul pernah menginap di rumah ini pada saat permulaan Hijrah, sebelum Masjid dibangun.
Di sebelah Selatan, berdempetan dengan rumah Abu Ayyub, terdapat rumah Fathimah yang lain. Rumah ini dihadiahkan oleh seorang Anshar, Haritsah bin Nu’man, kepada Fathimah, sebagai hadiah perkawinannya. Ali bin Abi Thalib membangun sebuah rumah di luar halaman Masjid, tetapi Fathimah menghendaki tinggal dekat dengan ayahnya, maka dengan gembira Haritsah memberikan rumah tersebut kepada Fathimah.
Agaknya, setelah Rasul wafat, keluarga Ali bin Abi Thalib dapat dikatakan menetap di rumah pemberian Haritsah bin Nu’man, yang lebih luas ini. Setelah memandikan jenazah Rasul, keluarga Ali dan para sahabatnya berkumpul di rumah ini. Agaknya, rumah inilah yang dikepung dan diancam akan dibakar oleh Umar, sekembalinya ia dalam rombongan Abu Bakar dari Saqifah Bani Sa’idah di sore hari itu, untuk mendapatkan baiat Ali.