Tiga yang tidak kulakukan dan ingin kulakukan adalah:
1. Seharusnya kupenggal leher Asy’ats bin Qays dan tidak membiarkan ia hidup.
2. Sebaiknya kukirim Khalid bin Walid ke Syam dan ‘Umar bin Khaththab ke Irak.
3. Aku mestinya bertanya kepada Rasul, siapa seharusnya jadi khalifah, agar tidak akan berselisih dua orang. Kuingin bertanya apakah kaum Anshar juga berhak atas kekhalifahan ini
, dan kuingin tanyakan mengenai warisan
terhadap putrinya.
Orang tentu saja heran mengenai logika Abu Bakar yang sampai akhir hidupnya, agaknya tidak begitu yakin apakah kekhalifahan ditentukan oleh nash atau musyawarah.
Karena nash harus didulukan dari musyawarah, maka bagaimana pula menafsirkan nash untuk ‘Ali yang tertera dalam kitabkitab shahih yang berbunyi seperti:
1. Barangsiapa menganggap aku sebagai pemimpinnya maka ‘Ali juga adalah pemimpinnya.
2. Aku tinggalkan kepadamu dua masalah yang berat
: Kitab Allah dan keluargaku, ahlulbaitku.
3. Aku tinggalkan kepadamu dua khalifah, Kitab Allah dan ahlul baitku.
4. Kedudukan ‘Ali di sisiku seperti kedudukan Harun terhadap Musa, kecuali tiada lagi Nabi sesudahku.
5. Apakah kau tidak gembira bahwa kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali kau bukan Nabi, dan aku tidak ingin bepergian kecuali engkau jadi khalifahku?
6. Telah diwahyukan kepadaku mengenai ‘Ali, tiga hal: bahwa ia adalah penghulu kaum muslimin, Imam kaum yang bertakwa dan pemimpin orangorang mulia.
7. ‘Ali adalah ashShiddiqu’lakbar dan Faruq umat ini, yang memisahkan kebenaran dan kebatilan, pemimpin kaum beriman.
8. ‘Ali adalah lambang tuntunan, imam dari para waliku, cahaya dari orang yang taat kepadaku, kalimat penawar fitnah bagi kaum yang bertakwa. Menyintainya berarti menyintaiku, dan barang siapa yang membencinya berarti membenciku.
9. ‘Ali adalah saudaraku, pengemban wasiatku, pewarisku dan khalifah sesudahku.
10. ‘Ali adalah penghulu yang terhormat
, harapan kaum muslimin, pemimpin kaum yang beriman,
tempat rahasiaku dan ilmuku dan pintuku, tempatku berteduh, pemikul wasiat ahlu’lbaitku, yang terbaik dari umatku dan dia saudaraku di dunia dan akhirat.
11. ‘Ali adalah saudara dan wazirku dan yang terbaik dari yang kutinggalkan.
12. ‘Ali bersama hak dan hak bersama ‘Ali dan tidak akan pernah berpisah keduanya sampai bertemu denganku di telaga alhaudh.
13. ‘Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersamanya, dan ‘Ali adalah lidah kebenaran, dan kebenaran mengikuti kemana ‘Ali pergi.
14. ‘Ali bersama AlQur’an dan alQur’an bersamanya, keduanya tidak akan berpisah sampai bertemu denganku di telaga alhaudh.
15. ‘Ali dari diriku dan aku dari dirinya, dan ia pemimpin semua kaum mu’min sesudahku.
16. ‘Ali adalah maula semua mukmin dan mukminat sesudahku.
17. ‘Ali diturunkan Allah dari diriku sebagaimana aku dari padanya.
18. ‘Ali adalah wali semua mu’min sesudahku.
19. ‘Ali adalah dari diriku sebagaimana halnya aku dari rabbiku.
20. ‘Ali adalah wali kaum mukminin sesudahku.
21. Barangsiapa menganggap Allah dan Rasulnya sebagai pemimpinnya maka ‘Ali adalah pemimpinnya juga.
22. Tidak boleh ada yang menyampaikan dari diriku kecuali saya atau seorang lelaki dari diriku sendiri.
23. Tiada Nabi kecuali memiliki pasangan yang serupa, nazhir dan ‘Ali adalah nadzirku.
24. Aku dan ‘Ali adalah hujjah, argumen umatku pada hari kiamat.
25. Barangsiapa menaati ‘Ali
, maka ia menaatiku, dan barangsiapa menentang ‘Ali
maka ia menentangku.
Kalau haditshadits ini tidak dianggap nash lalu haditshadits bagaimana pula yang diharapkan Abu Bakar akan diucapkan Rasul untuk kaum Quraisy atau Anshar yang ingin ditanyakan oleh Abu Bakar?
Kalau nash yang didengar Abu Bakar seorang diri dari Rasul, ‘Pemimpin adalah dari kaum Quraisy’ dijadikan hujjah Abu Bakar di Saqifah diragukan, mengapa pula menolak demikian banyak nash untuk ‘Ali?
Bukankah keraguan ini merupakan musibah besar, karena nash yang diragukan ini telah menyebabkan tersingkirnya suara mayoritas Anshar di Saqifah? Dan dengan demikian meragukan keabsahan kekhalifahan yang dipegang Abu Bakar sendiri?
Dan mengapa pula Abu Bakar menghibahkan kekhalifahan kepada ‘Umar dan tidak mengadakan musyawarah sekali lagi dan mengatakan kepada para hadirin bahwa ia sebenarnya tidak mendengar sendiri hadits tunggal tersebut?