• Mulai
  • Sebelumnya
  • 52 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 58334 / Download: 2712
Ukuran Ukuran Ukuran
ANTOLOGI ISLAM

ANTOLOGI ISLAM

pengarang:
Indonesia
ANTOLOGI ISLAM

Pengertian Wali,Maula dan Wilayah
Tidak ada seorang ulama Muslim mana pun pernah ragu tentang sejarah hadis Ghadir Khum, karena hadis ini telah diriwayatkan oleh perawi dari mazhhab Sunni sendiri sebanyak 150 perawi yang shahih. Sebuah riwayat yang mutawatir adalah sesuatu yang diriwayatkan tanpa putus dan secara bebas oleli begitu banyak orang sehingga tiada keraguan sedikitpun terbetik tentang kesahihannya. Bahkan murid-murid Ibnu Taimiyah seperti Dzahabi dan Ibnu Katsir yang telah memperlihatkan kebenciannya kepada Syi'ah, menegaskan bahwa hadis Ghadir Khum itu mutawatir dan otentik (shahih). Akan tetapi, ada orang-orang yang berusaha menafsirkan hadis ini dengan cara lain. Mereka secara khusus berusaha menerjemahkan kata wali (pemimpin/penjaga), 'maula' (pemimpin/pembimbing) dan 'wilayah' (kepemimpinan/penjaga/bimbing,) dengan artian sahabat dan persahabatan.

Kamus memberi 20 makna untuk istilah bahasa arab, wali tergantung kepada konsep, sebagian besar maknanya berkaitan dengan arti kepemimpinan atau perwalian. Hanya satu contoh saja yang, maknanya dapat berarti seorang sahabat.17

Beberapa orang mengemukakan bahwa sesuatu yang benar-benar ingin Rasulullah SAW katakan adalah "Barang siapa yang mengangkatku sebagai sahabat, Ali adalah sahabatnya pula."

Tiada keraguan sedikitpun bahwa Ali memiliki kedudukan yang sangat tinggi di bandingkan orang lain. la laki-laki pertama yang memeluk Islam. la mendapat panggilan 'saudara' Rasul. Ialah yang oleh Nabi Muhammad dinyatakan, "Mencintai Ali adalah bukti keimanan dan memusuhi Ali adalah bukti kemunafikan." Oleh karenanya, nampak tidak logis, Rasul menahan lebih dari seratus ribu orang di tempat yang sangat tak tertahankan panasnya, dan membuat mereka menunggu dalam keadaan demikian hingga orang-orang yang masih berada di belakang tiba di tempat itu, dan kemudian menyampaikan bahwa, Ali adalah sahabat arang-orang beriman..

Lebih jauh lagi, bagaimana kita membenarkan turunnya surah al-Maidah ayat 67 yang diturunkan sebelum khutbah Nabi: Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang telah di turunkan kepadamu dari Tuhanmu; Jika engkau tidak melakukannya, engkau tidak menyampaikan sama sekali ayat-ayat-Nya; Dan Allah akan melindungi engkau dari orang-orang. Masuk akalkah untuk menyatakan bahwa ketika Allah memperingatkan Nabi Muhammad SAW,dianggap telah menyia-nyiakan apa yang telah ia perjuangkan apabila tidak menyampaikan pesan `sahabat Ali'? Dan bahaya apa yang Nabi Muhammad bayangkan jika ia menyatakan Ali adalah sahabat kaum beriman ? Menurut ayat tersebut di atas, bahaya apa yang akan muncul dari orang - orang ?

Lebih jauh, bagaimana kalimat Ali adalah sahabat orang - orang beriman' dapat menyempurnakan agama Islam ? Apakah ayat mengenai kesempurnaan agama Islam (QS. al-Maidah :3) yang turun setelah Rasul berkhutbah menyiratkan bahwa tanpa berkata: "Ali adalah sahabat orang beriman," maka agama Islam belum sempuma?

Selain itu, sebagaimana yang kami kutip pada bagian pertama, Umar dan Abu Bakar memberi ucapan selamat kepada Ali, dengan berkata: "Selamat, wahai putra Abu Thalib. Hari ini engkau menjadi Maula seluruh orang-orang beriman baik laki-laki maupun perempuan." Apabila, kata 'maula' di sini bermakna sahabat, mengapa ada ucapan selamat? Apakah Ali musuh orang-orang beriman sebelum saat itu sehingga Umar berkata bahwa saat ini engkau 'menjadi' sahabat mereka?

Sebenarnya, setiap wali adalah seorang sahabat, namun seorang sahabat belum tentu seorang wali. Itulah mengapa orang-orang Arab menggunakan kata-kata wali al -Amr untuk sebutan penguasa, yang artinya pemimpin atas segala urusan. Maka logisnya, kata 'maula' tidak dapat diartikan sebagai sahabat, dan kita harus menggunakan kata lain yang sering digunakan, yakni pemimpin dan wali.

Mungkin orang akan bertanya mengapa Nabi Muhammad SAW tidak menggunakan kata lain untuk lebih menjelaskan maksudnya. Sebenarnya, orang saat itu pun bertanya padanya dengan pertanyaan yang sama. Riwayat berikut ini merupakan jawaban Nabi Muhammad SAW:

1. Ketika Rasulullah ditanya mengenai arti dari kalimat: "Barang siapa yang mengangkat aku sebagai Maulanya, Ali adalah Maulanya pula." la menjawab: 'Allah adalah Maulaku. la lebih berhak dari atas diriku sendiri dan aku tidak membantah-Nya. Aku adalah Maula orang-orang beriman. Aku lebih berhak daripada. diri mereka sendiri dan mereka tidak membantahku. Maka, barangsiapa yang mengangkatku sebagai maulanya, aku lebih berhak daripada diri mereka dan tidak membantahku, Ali adalah maulanya, dan ia berhak atas diri mereka dari pada diri mereka sendiri dan ia tidak membantahnya."18

2. Selama masa kekhalifahan Utsman, Ali memprotes dengan mengingatkan orang-orang kepada hadis Nabi. Demikian juga, ia mengingatkan mereka kembali pada perang Shiffin. Ketika Rasulullah berbicara ….. (hadis Ghadir), Salman berdiri dan berkata : "Ya Rasulullah, apa artinya Walaa, dan bagaimana?" Rasul menjawab "Walaa artinya aku adalah Wali (waala'un kawala'i). Barang siapa menganggapku sebagai maulanya, aku lebih berhak atas dirinya dan pada dirinya sendiri, dan Ali lebih berhak atas dirinya daripada dirinya sendiri."19

3. Ali bin Abi Thalib ditanya tentang ucapan Nabi Muhammad, "Barang siapa mengangkatku sebagai maulanva, maka Ali adalah maulanya." la menjawab, "la mengangkatku menjadi pemimpin (alaman). Pada saat aku menjadi pemimpin, siapa saja yang menentangku maka ia telah tersesat (tersesat dalam agamanya)."20

4. Pada tafsiran ayat: "Dan hentikanlah mereka, mereka harus ditanya" (QS. as-Shaffat : 24), Dailami meriwayatkan bahwa Abu Sa'id Khudri berkata bahwa Rasulullah bersabda: "Dan hentikanlah mereka, mereka akan ditanya mengenai wilayah Ali." Selain itu, Hafizh Wahidi menafsirkan ayat di atas: "Wilayah yang Rasulullah serahkan kepada Ali akan ditanyakan pada hari pembalasan." Dinyatakan bahwa wilayah-lah yang Allah maksud dalam Surah as-Shaffat ayat 24, 'Dan hentikanlah mereka, mereka harus ditanya '. Artinya bahwa mereka akan ditanya tentang wilayah Ali, apakah mereka benarbenar menerimanya sebagai wali mereka sebagaimana yang Nabi Muhammad perintahkan kepada mereka atau apakah mereka akan berpaling darinya?21

Para penafsir Quran yang tidak tehitung jumlahnya, ahli bahasa Arab, dan ahli sastra, telah menafsirkan arti kata 'matila' dengan aula yang artinya memiliki kekuasaan yang lebih banyak.22

Dengan demikian kata'wali' atau'maula' dalam hadis Ghadir Khum artinya bukan sahabat, tetapi pemimpin dan wali yang memiliki banyak hak atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad. "Bukankah aku memiliki hak atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri?" Sedikitnya 64 perawi hadis Sunni telah mengutip pernyataan Nabi Muhammad tersebut diantara mereka adalah Turmudzi, Nasa'I, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal. Oleh karenanya pendapat para Ulama Sunni di atas sesuai dengan apa yang Nabi Muhammad katakan dengan kata 'aula' sebelum kata 'maula'. Sebenarnya, ketika sebuah kata memiliki makna lebih dari satu, cara terbaik mencari kanotasinya yang benar adalah memperhatikan hubungannya (qariah) dengan kanteksnya. Kata awala (mempunyai banyak kekuasaan) yang digunakan Nabi Muhammad memberikan sebuah kanotasi yang baik untuk kata 'maula'.

Selain itu, doa Rasulullah yang ia panjatkan setelah ia menyampaikan berita: "Ya Allah, cintailah orang-orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya. Bantulah mereka yang membantunya dan tinggalkanlah mereka yang meninggalkannya!" Menunjukkan bahwa Ali pada saat itu diberi tanggung jawab kepemimpinan yang secara alami, akan ada orang-orang yang memusuhinya, dan dalam memikul tanggung jawab, ia membutuhkan orang yang membantu dan mendukungnya. Apakah orang yang membantunya perlu dilakukan atas nama 'persahabatan'?

Lebih jauh lagi, pernyataan Rasulullah: "Nampaknya waktu kian dekat saat aku akan di panggil (Allah) dan aku menyambut panggilan itu." Dengan jelas menunjukkan bahwa ia membuat rencana tentang siapa pengganti kepemimpinan bagi kaum Muslimin sepeninggalnya.

Dan pernyataan Nabi yang ia ulang dua kali, "Dengarlah! Bukankah telah aku sampaikan kepada kalian pesan Allah?" atau "Wajiblah bagi setiap orang yang hadir saat ini untuk memberitakan kepada orang-orang yang tidak hadir karena mereka mungkin lebih memahami dari pada orang-orang yang hadir"; menunjukkan bahwa Nabi tengah menyampaikan pesan yang sangat penting yang akan ia sampaikan pada generasi mendatang. Hal. ini tentu artinya bukan sekadar sahabat.

Perlu disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan istilah khalifah dalam khutbahnya di Ghadir khum, tetapi kata ini tidak muncul pada mayoritas catatan Sunni karena tidak ada cara merusak makna kata tersebut. Namun Nabi Muhammad juga menggunakan kata maula dalam khutbahnya untuk menghidupkan peristiwa ini agar tidak dihapus dari catatan sejarah tanpa meninggalkan jejak.

Menariknya, kata 'wali' dan 'maula' juga sering di gunakan dalam Quran dengan arti pemimpin atau wali, contohnya Quran menyatakan : " Allah adalah wali orang - orang yang beriman ia mengeluarkan mereka dari kegelapan (dan membawa mereka) kepada cahaya" (QS. Al-Baqarah : 257)

Ayat di atas mengandung maksud bahwa sahabat Allah hanyalah orang- orang beriman, karena sahabat saja tidak memiliki hak untuk membawa seseorang kepada cahaya. Allah adalah pemimpin orang-orang beriman dan itulah mengapa la mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dalam ayat lain Allah bersabda: "Sesungguhnya Aulia Allah tidak memiliki rasa takut ataupun duka cita" (QS. Yunus : 62).

Kata aulia adalah bentuk jamak dari kata wali. Ayat di atas tidak berarti bahwa siapa pun yang menjadi sahabat Allah tidak merasa takut. Banyak knum Muslimin yang merasa takut pada beberapa kejadian dalam hidup mereka padahal mereka bukan musuh Allah. Dengan demikian ayat di atas memberi arti tidak sekadar sahabat. Pada ayat ini, kata 'wali' adalah bentuk fa'il dengan makna mafud. Oleh karenanya ayat di atas bermakna: "Orang-orang yang wali serta pemimpin urusan mereka adalah Allah, mereka tidak merasa takut dan berduka cita. Jika seorang beriman secara total menyerahkan diri pada Allah, ia tidak akan merasa takut sedikil [mm. Akan tetapi, orang beriman umumnya yang penyerahan dirinya tidak sempuma mungkin akan merasa takut akan hal. ini atau hal. itu, padahal mereka masih sahabat-sahabat Allah. Meskipun demikian, Allah menggunakan kata aulia dalam arti yang umum, yaitu 'pelindung'. Quran menyatakan: "Orang-orang beriman, laki-laki dan peremptcan, adalah awliya satu sama lainnya, mereka saling menganjurkan berbuat baik dan melarang berbuat jahat." (QS. at-Taubah : 71).

Melihat terjemahan yang berbeda-beda, orang dapat menemukan mereka menggunakan kata 'pelindung' untuk makna 'aulia'. Ayat tadi tidak ingin menyatakan bahwa orang-orang beriman sahabat - sahabat yang saling berbuat baik. Akan tetapi maknanya adalah bahwa orang-orang beriman berkewajiban dan SAW sama lain dibebani urusan satu sama lain. Akibat kewajiban ini mereka saling menganjurkan untuk berbuat baik dan melarang berbuat jahat sebagaimana yang di nyatakan dalam ayat di atas. Pada ayat ini, maka makna 'aulia' meski lebih tinggi dari 'sahabat', akan tetapi jelas-jelas lebih rendah daripada makna'pemimpin dan 'wali'. Makna 'aulia' pada ayat ini digunakan dalam arti yang luas. Tetapi makna khusus wali dapat dilihat pada ayat berikut. "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-nya, dan orang-orang yang beriman, yang menjaga shalatnya dan menunaikan zakat ketika mereka dalam keadaan ruku" (QS. al-Maidah : 55).

Ayat ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak semua orang-orang beriman adalah wali kita dengan makna khusus dalam ayat ini yang bermakna pemimpin atau pehznjuk. Pada ayat ini pula, wali di sini jelasjelas bukan berarti sahabat yang benar, karena semua orang-orang beriman satu sama lain merupakan sahabat. Ayat di atas menyebutkan bahwa hanya 3 hal. yang merupakan wali khusus kalian: Allah, Nabi Muhammad dan Imam Ali, satu-satunya orang pada zaman Rasul yang memberi sedekah ketika ia dalam keadaan ruku. Para ulama sepakat dalam meriwayatkan peristiwa ini.23

Mengeluarkan zakat sambil ruku bukan sunnah. Hal. ini disepakati oleh semua ulama Muslim. Dengan demikian ayat di atas tidak menetapkan pentingnya membayar zakat pada saat ruku, ataupun menjadikannya tugas atau sesuatu yang dianjurkan secara sah dalam Islam sebagai hukum Ilahi (syariat). Akan tetapi, peristiwa tersebut merupakan Rujukan sebuah perbuatan yang terjadi ketika seseorang memberi sesuatu di dunia ekstemal, dan Quran menunjukkan perbuatan tersebut untuk memperlihatkan orangnya. Secara tidak langsung, ayat tersebut ingin menyampaikan bahwa wali di sini merupakan wali khusus yang kuasanya telah disejajarkan dengan kuasa Nabi Muhammad karena mereka disebutkan berkaitan.

Orang mungkin berkeberatan, bahwa meskipun Ali yang melakukan perbuatan tersebut, ayat tersebut mungkin melibatkan beberapa orang lain karena ayat tersebut menggunakan bentuk jamak, pertama, sejarah menceritakan kepada kita bahwa tidak ada seorang pun yang melakukan hal ini ketika Rasul masih ada. Kedua, cara Quran menggunakan bentuk jamak untuk merujuk hanya pada satu orang yang melakukan perbuatan yang khusus, merupakan hal. yang biasa dalam Quran. Contohnya, Allah numyebutkan: "Mereka berkata: 'Jika kami kembali ke Madinah, orang yang kuat akan segera mengusir orang-orang yang lemah"' (QS. al-Munafiqun : 8). Adanya ayat ini Quran merujuk sebuah kisah yang terjadi dengan menggunakan frase 'mereka berkata' dan orang yang mengucapkan kalimat tersebul adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.

Quran berusaha semaksimal mungkin menghindari menyebutkan nama seseorang. Hal. ini di lakukan karena berbagai alasan. Contohnya agar kitab ini menjadi kitab yang universal, terhindar dari kemungkinan untuk diubah oleh orang-orang yang membenci orang-orang tertentu yang telah dipuji Quran atau oleh orang yang mencintai seseorang yang telali dicela dalam Quran.

Menggunakan bentuk jamak untuk menunjuk bentuk tunggal, memiliki kegunaan lain. Kadang-kadang perbuatan seseorang lebih mulia daripada perbuatan orang seluruh negeri. Hal. itu terjadi seperti halnya Nabi Muhammad, Imam Ali dan juga Nabi Ibrahim. Quran menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim as adalah sebuah negeri (ummah), yang artinya perbuatannya lebih mulia daripada perbuatan semua orang. Allah berfirman: "Lihatlah! Ibrahim adalah sebuah negeri (ummah) yang tunduk kepada Allah, jujur, dan ia bukan tergolong orang musyrik." (QS. Nahl : 12U).

Sahabat Nabi terkemuka, Ibnu Abbas berkata: "Tidak ada ayat Quran dimana istilah 'orang-orang beriman' disebut kecuali bagi Ali sebagai pemimpin mereka dan lebih baik di antara mereka: Sesungguhnya Allah menegur sahabat -sahabat Nabi dalam Quran, tetapi la tidak menyebut kepada Ali Kecuali dengan hormat.24

Lebih jauh, bin Abbas berkata: "Tidak diturunkan ayat dalam kitab Allah mengenai seseorang seperti yang diturunkan mengenai Ali dan 300 ayat telah diturunkan berkenaan dengannya."25

Dengan demikian, surah al-Maidah ayat 55 sebenarnya menyatakan bahwa Allah adalah wali kalian, kemudian Nabi Muhammad, dan Ali. Dapat kita simpulkan bahwa wilayah (kepemimpinan/wali) Imam Ali serupa dengan wilayahnya Nabi Muhammad SAW karena Allah telah menyejajarkan mereka. Kuasa Nabi Muhammad yang dijelaskan oleh ayat Quran berikut:

Nabi Muhammad memiliki hak lebih atas orang-orang beriman daripada diri mereka sendiri (QS. al-Ahzab : 6).

Hai orang-orang beriman! Taatlah kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang di antara kalian yang telah diberi kuasa (oleh Allah)" (QS. an-Nisa : 59).

Orang mungkin melihat ayat lain berkenaan dengan kuasa Nabi Muhammad SAW seperti al-Maidah : 56, al-Hasyr : 7, at-Taubah : 103, alAhzab : 21. Dengan meletakkan semua ayat ihi bersama-sama dengan QS. 5:55, orang dapat merujukkan kuasa dan prioritas ini juga kepada Ali setelah Rasul tiada. Nasa'i dan Hakim juga mencatat versi lain hadis Ghadir Khum dengan kata-kata berbeda yang lebih memberikan kejelasan pada makna hadis tersebut. Mereka meriwayatkannya dari sumber Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah menambahkan: "Sesungguhnya Allah adalah Maulaku dan aku adalah Wali (pemimpin) orang-orang beriman." Kemudian ia mengangkat tangan Ali dan berkata: "la (Ali) adalah wali semua orang-orang yang menganggapku sebagai walinya. Ya, Allah cintailah orang-orang yang mencintainya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya!"26

Dalam ucapan lainnya, Nabi Muhammad bertanya tiga kali: "Hai kaum Muslimin! Siapakah Maula kalian?" Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya." Kemudian ia mengamit tangan Ali dan mengangkatnya: "Barang siapa yang mengangkat Allah dan Rasul-Nya sebagai wali, maka lelaki ini adalah walinya juga."27

Apabila wali artinya sahabat, lalu mengapa orang-orang menjawab hanya Allah dan utusan-Nya sebagai wali mereka? Mereka seharusnya berkata bahwa semua orang beriman adalah wali. Hal. ini dengan jelas menunjukkan bahwa orang-orang mengerti bahwa hal itu benar, tetapi kemudian mereka berbuat sebaliknya. Sekarang mari kita lihat hadis berikut. Ali tiba di dataran Rahbah, dan beberapa orang berkata padanya "Sejahtera senantiasa atas Maula kami!" Ali bertanya:
"Bagaimana dapat aku menjadi Maula kalian sedang kalian adalah bangsa Arab (orang merdekla)." Mereka menjawab: 'Aku mendengar Rasulullah pada hari
Ghadir Khum berkata: "Barangsiapa menganggapku sebagai Maula, Ali adalah maulanya."28

Jika 'maula' berarti sahabat, mengapa Ali mengajikan pertanyaaa Hi atas? Apakah kata persahabatan merupakan istilah baru bagi bahasa Arab? Sebenarnya,
Imam Ali ketika bertanya, ingin mengulang pentingnya kata 'maula' dan menunjukkan bahwa orang-orang pada saat itu tidak niengartikan `maula' sebagai sahabat, dan agar mereka mengartikannya, berbagai pemimpin orang-orang beriman.

Dengan menyimpulkan diskusi di atas, jelaslah bahwa setiap orang yang berusaha meremehkan hadis Ghadir Khum dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad hanya ingin menyatakan bahwa: "Ali adalah sahabat orang-orang beriman," telah mengabaikan hadis Nabi di atas yang ill terangkan maksudnya sebagai wali, serta mengabaikan ayat Qur,m (ayat yang diturunkan di Ghadir Khum dan ayat yang menerangkan pentingnya wali). Terakhir, hadis dari referensi Sunni berikut lebih javll mmjelaskan kenyataan bahwa Wali artinya Imam karena hadis tersebul menggunakan frase `Ikuti mereka' dan'imam'. Ibnu Abbas meriwayatk;ill ha hwa Rasulullah bersabda:

Barangsiapa yang ingin hidup dan mati seperti diriku dan tinggal di surga setelah ia meninggal, ia harus mengakui Ali sebagai Wali sesudahku, dan mengangkatnya sebagai Wali (Imam setelahnya) dan harus mengikuti Imam setelahku karena mereka adalah Ahlulbaitku dan tercipta dari dagingku, dan dianugerahi ilmu scrta pemahaman yang sama seperti diriku. Barangsiapa yang menyangkal kebaikan mereka dan tidak menghormati hubungan serta kedekatannya denganku, aku tidak akan pernah memberikan syafaatku kepadanya "29



Ali dan Kebenaran
Dalam beberapa versi hadis Ghadir khum, terdapat kalimat tambahan di mana Nabi Muhammad berkata: "Wa dara al-Haqq ma'ahu haithu dar" Artinya : "Dan kebenaran (jalan yang benar) mengikutinya (Ali) kemanapun ia pergi."30

Hal. yang sama pada Shahih at-Turmudzi, diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: "Ya Allah, limpahkanlah karuniamu pada Ali, jadikanlah kebenaran senantiasa bersama Ali di manapun ia berada."31

Secara struktur bahasa Arab, pembentukan kata (balaghah) dapat menipu pendengar. Secara logis, kebenaran adalah absolut dan tidak berubah-ubah. Seseorang yang tidak yakin pada kebenaran, perbuatannya akan berubah-ubah.

Dalam kasus ini, Ali-berada pada poros absolut pada peristiwa yang terjadi. Jika sesuatu mengubah keputusan seseorang, peristiwa tersebut merupakan hal. yang akan mengubah jalannya-kebenaran dalam hal. ini. Karena perubahan tersebut secara rasional tidak mungkin terjadi karena fitrahnya yang benar secara absolut, maka orang dapat menyimpulkan bahwa keduanya menyatu dan tidak terpisahkan. Ali, oleh karena itu, senantiasabersama kebenaran sepanjang waktu. Ucapan Nabi Muhammad SAW, oleh karenanya, adalah ungkapan kiasan untuk menekankan pentingnya dan kedekatan Ali pada kebenaran dan jalan yang benar' tidak dapat di beda-bedakan.

Sedangkan apabila kita balikkan tatanannya (Ali bergerak mengikuti kebenaran) secara teoritis, akan melenceng maknanya. Karena secara teoritis, Ali-lah yang menjadikan sesuatu bergerak, didasarkan pada teori bahwa Ali adalah benda bergerak. Makna ini akan terdengar lemah, dan menyiratkan seseorang yang tidak sempuma.



Sesungguhnya Pemimpin Kalian...
Sesungguhnya pemimpin kalian adalah Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat pada saat mereka ruku. Dan barang siapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya serta orang - orang beriman sebagai pemimpin, sesungguhnya golongan Allah-lah yang akan menang. (QS. al-Maidah: 55-56)

Telah disepakati bahwa ayat tersebut turun berkenan dengan Ali saat ia menyedekahkan cincinnya saat ia sedang ruku. Hal. ini pun secara berturut-turut shahih berdasarkan 12 imam."

Dalam Tafsir Quran Abu Ishaq Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim naisaburi Tsa'labi (337 H), Ibnu Khallikan memberikan catatan tentang kematiannya; "la adalah seorang ahli Tafsir Quran yang unik dan Tafsir A-Kabirnya lebih baik dari tafsir-tafsir lain."

Ketika ia membahas ayat ini, ia mencatat hal. ini pada Tafsir al-Kabirnya dari sumber Abu Dzar Ghifari yang berkata:

Kedua mataku akan buta dan kedua telingaktt akan tuli sekiranya aku berkata kebohongan. Aku mendengar Rasulullah SAW berkata: "Ali adalah pemberi petunjuk orang-orang beriman dan penghancur orang kafir, orang yang membantunya akan beruntung dan yang meninggalkanya akan binasa."

Suatu hari aku shalat berjamaah di belakang Rasul. Seorang peminta-minta datang dan memohon sedekah. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang memberinya sesuatu. Saat itu Ali tengah ruku. la menyarangkan tangannya di mana melingkar sebuah cincin di jarinya pada peminta itu. Peminta-minta itu melepaskan cincin pada jarinya.

Nabi Muhammad berdoa kepada Allah, ia berkata :"Ya Allah, saudaraku Musa memohon padamu dengan mengatakan: 'Ya Tuhanku, lembutkanlah hatiku dan mudahkanlah segala urusanku! lepaskanlah kekakuan lidahku agar mereka memahamiku! Tunjuklah dari keluargaku, Harun, saudaraku sebagai wakilku, dan kuatkan diriku dengan kehadirannya dan ikutkanlah ia dalam misiku, sehingga kami senantiasa mengagungkanmu dan mengingatmu! Sesungguhnya Engkau telah melihat kami dan memberinya ilham: "Ya, Musa, semua permintaanmu telah dikabulkan "

Ya Allah, aku adalah hambamu, Rasulmu. lembutkanlah hatiku dan mudahkanlah segala urusanku dan tunjuklah dari keluargaku, Ali, sebagai wakilku dan memperkuat diriku dengan keberadaannya.

Demi Allah, Rasulullah belum selesai berdoa ketika Jibril, Malaikat utusan Allah turun kepadanya bersama ayat ini: Sesungguhnya Allah adalah pemimpinmu dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman yang mendirikan shalat dan memberi sedekah ketika ruku. Dan barang siapa yang menjadikan Allah dan orang-orang beriman sebagai pemimpin, sesungguhnya golongan Allahlah yang akan menang. "33

Allamah Thabarsi, ketika menafsirkan ayat ini dalam kitab Majma al-Bayan menyatakan:
"Bentuk jamak telah digunakan untuk menunjuk Ali, pemimpin orang-orang beriman, untuk memberi penghormatan dan keutamaan kepadanya." Para ahli bahasa Arab menggunakan bentuk jamak kepada seseorang untuk memberi penghormatan.

Allamah Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf telah -menyebutkan hal. menarik lainnya sebagai berikut:
Jika kalian ingin mengetahui bagaimana bentuk jamak ini dimaksudkan untuk Ali yang merupakan satu orang, saya akan mengatakan melalui ayat ini. Bentuk jamak di gunakan sebagai ajakan bagi orang lain untuk berbuat serupa dan mengeluarkan sedekah seperti yang Ali lakukan. Ada juga instruksi tersirat bahwa orang-orang beriman harus senantiasa mencari-cari kegiatan untuk beramal saleh, bersimpati kepada orang-orang miskin dan orang-orang membutuhkan bantuan, dan siap membantu tanpa menunda hingga selesainya sebuah kewajiban, bahkan ketika sedang shalat.34



Siapa Penerus Nabi Muhammad SAW?
Muhammad Tijani pemah menyindir seorang ulama Sunni dcng.m berkata bahwa Abu Bakar sesungguhnya lebih berilmu daripadu Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar mengetahui bahwa Nabi harus menunjuk, seseorang sebagai penerusnya untuk menjaga agar system dan masyarakat tetap teratur. Abu Bakar mununjuk Umar sebagai penerusnya. Akan tetapi, Nabi Muhammad tidak menyadari tugas penting ini bahwa masyarakat Islam membutuhkan seorang pemimpin berkualitas setelah ia tiada, atau Nabi Muhammad tidak menganggap penting tentang siapa yang akan menjalankan roda kepemimpinan setelahnya.

Masalahnya adalah kepemimpinan. Apakah permasalahan ini tidak begitu penting bagi Nabi Muhammad atau apakah ia tidak sungguh-sungguh menghadapinya? Tentu saja, Nabi Muhammad menanggapinya sungguh-sungguh dan ia pasti telah menunjuk pengganti (khalifah) yang paling berkualitas sebagai pemimpin negara Islam dan penjaga syariah (hukum Allah).

Pertanyaan lain yang muncul adalah: Siapakah yang lebih cakap dalam menunjuk khalifah. Allah SWT dan Rasul-Nya atau kaum Muslimin? Apakah Islam didasarkan pada demokrasi ( (pemerintah dipilih oleh masyarakat) ataukah teokrasi ( kerajaan Allah dimuka bumi ini ?) Sejarah Islam membuktikan bahwa pemerintahan setelah Nabi Muhammad SAW tiada didasarkan pada prinsip, demokrasi ataupun teokrasi. Hanya beberapa orang saja berkumpul di Saqifah
Bani Saidah dan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah sedangkan Ali tengah sibuk mengurus jenazah Nabi Muhammad SAW di Madinah.

Dapatkah kita memilih seseorang Rasul melalui musyawarah? Hal yang samapun berlaku dalam menunjuk pengganti Rasul, Karena Allah Maha tahu siapa yang lebih berkualitas untuk kedudukan ini. Akan nampak aneh jika seorang wakil seorang pemimpin ditunjuk oleh orang lain dan bukan oleh dirinya. Wakil Allah (atau Rasul) hanya ditunjuk oleh Allah (atau Rasul), dan hal. ini bukan urusan manusia. Banyak contoh dalam Quran ketika Allah menyatakan bahwa Dialah yang berhak menunjuk penurus di muka bumi. Allah Yang Maha tinggi berfirman: "Hai Daud, kami telah menjadikanmu penguasa ( penerus ) di muka bumi ini …." (QS.Shad : 26) dan " Kami telah menjadikanmu (Ibrahim) penguasa (pemimpin) bagi manusia" (QS. Al - Baqarah : 124 ).

Khalifah / Imam bagi umat manusia ditunjuk oleh Allah SWT. Lihat pula surah al - Baqarah ayat 30 mengenai Nabi Adam as, bahkan ketika ingin pergi ke Miqaat Nabi Musa as tidak meminta kaumnya membentuk sebuah syura untuk menunjuk seorang wakil baginya. Quran menyatakan bahwa Musa berkata: "Ya, Allah tunjuklah bagiku seorang wakil, (yaitu) Harun saudaraku...... (Allah) bersabda: "Kami perkenankan permohonanmu hai, Musa!" (QS. Tha Ha :29-36).
Allah Yang Maha tinggi berfirman: "Sesungguhnya kami telah memberi kitab kepada Musa dan menunjuk Harun sebagai wakilnya. " (QS. al-A'raf :142). Perhatikanlah bahwa ukhlifni dan khalifa (khalifah) berasal dari akar kata yang sama.

Dalam kaitannya dengan ha1. ini, mari kita perhatikan hadis Shahih al-Bukhari yang menarik berikut ini. Rasulullah SAW berkata kepada Ali: "Kedudukanmu bagiku bagaikan Harun bagi Musa, hanya saja tiada rasul , setelahku."35

Nabi Muhammad SAW bermaksud menyatakan bahwa sebagaimana Nabi Musa as menunjuk Nabi Harun as untuk menjaga kaumnya saat ia pergi ke Maqat (bertemu Allah), Nabi Muhammad menunjuk Ali untuk menjaga Islam setelah ia wafat.

Ayat Quran mengenai Nabi Harun as di atas menunjukkan bahwa bahkan Nabi tidak menunjuk wakil/penerus dirinya, tetapi Allah-lah yang menunjuknya. Nabi Musa bermohon kepada Allah agar Harun menjadi wakilnya dan Allah memperkenankan permohonan Nabi Musa as.

Nabi Muhammad Mengumumkan Pengganti Dirinya Saat la Menyebarkan Ajarannya Pertama Kali
Dua hadis berikut dicatat, secara beriringan, dalam Tarikh at-Thabari yang merupakan salah satu kitab sejarah penting bagi Sunni. Di samping Thabari, banyak ahli sejarah, ahli hadis dan ahli tafsir Quran dari kalangan Sunni mencatat hadis ini dalam kitab-kitab mereka. Dua hadis tersebut secara gamblang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW, atas perintah Allah, telah mengenalkan Ali sebagai penggantinya bahkan pada khutbah pembukaan pertamanya kepada masyarakat.

Diriwayatkan Ibnu Humaid, dari Salamah, dari Muhammad Ihim Ishaq, dari Abdul Ghaffar bin Qasim dari Minhal bin Amr, dari Abdullah bin Haris bin Naufal bin Haris bin Abdul Muththalib, dari Abdullah bin Abbas dari Ali bin Abi thalib :

Ketika ayat "dan berilah peringatan kepada kerabat terdekatmu." (QS. asy-Syu'ara : 214) turun kepada Nabi Muhammad, ia memanggilku dan berkata: "Ali, Allah memerintahku untuk memberi peringatan kuhWa kerabat terdekatku. Aku memiliki kesulitan dengan hal. ini, karma apabila aku bicarakan hal. ini kepada mereka, mereka akan memberi jawaban yang tidak akan aku sukai. Aku tetap berdiam diri hingga Jibril datang padaku dan berkata: 'Jika engkau tidak nielaksanakan apa yang telah di perintahkan kepadamu, Allah akan mnghukummu.' Oleh karenanya siapkanlah sejumlah gandum bagi kami, lalu tambahkan daging kaki kambing, isilah mangkukmangkuk besar dengan susu kemudian undanglah putra-putra Abdul Muththalib agar aku dapat berbicara kepada mereka apa yang telah diperintahkan Allah kepadaku."

"Aku melaksanakan apa yang ia perintahkan. Saat itu jumlah mereka kurang lebih 40 orang lelaki, termasuk di antaranya Abu rhalib, Hamzah, Abbas, dan Abu Lahab. Ketika mereka telah herkumpul ia memanggilku untuk membawa makanan yang felah aku siapkan. Aku membawanya, dan ketika aku meletakkan makanan tersebut, Nabi mengambil sekerat daging, merobek dcngan giginya dan meletakkannya di piring. Kemudian ia berkata: 'Makanlah dengan nama Allah!'
Mereka makan hingga mereka tiHak dapat memakannya lagi, sedang makanan itu tetap utuh. Aku hcrsumpah kepada Allah, yang di tangan-Nya tergenggam jiwa AI i, seorang lelaki dapat makan dengan jumlah makanan yang aku aiapkan. Kemudian ia berkata: 'Berilah mereka minum!' Lalu aku pun membawakan minum bagi mereka hingga mereka kenyang, d,n aku bersumpah kepada Allah bahwa seorang lelaki dapat minum begitu banyak. Ketika Nabi akan berbicara kepada mereka, AIM [,ahab menyelanya dan berkata:'Tamumu ini lama berada di ,ini, knreno telah memesonakan dirimu.' Mereka pergi tanpa Nabi (I,y,it berkata-kata."

"Hari berikutnya ia berkata kepadaku: Ali, lelaki ini telah menyela apa yang aku katakan sehingga orang - orang pergi sebelum aku sempat berkata - kata. Siapkanlah makanan yang sama seperti yang kau siapkan di hari kemarin, dan undanglah mereka kemari Aku melakukan apa yang ia perintahkan, membawakan makanan untuk mereka ketika ia memanggilku. la melakukan seperti hari kemarin dan mereka makan hingga mereka tak dapat makan lagi. Kemudian ia berkata: `Bawakan mangkuknya!' dan mereka minum hingga perut mereka penuh."

"Lalu ia berkata kepada mereka: 'Bani Abdul Muththalib, adakah seorang lelaki muda Arab yang telah membawa bagi kaumnya sesuatu yang lebih baik yang telah aku bawa buat kalian. Aku membawa yang paling baik dari dunia ini dan dunia akhirat, karena Allah memerintahkanku untuk mengumpulkan kalian. Siapa dari kalian yang akan membantuku dalam urusan ini, ia akan menjadi saudaraku, pendampingku (wali), penerusku (khalifah) di antara kalian. Mereka semua diam, dan meskipun aku paling muda, aku berkata: "Aku akan menjadi pembantumu, Ya Rasulullah." la meletakkan tangannya di pundakku dan berkata, "Inilah saudaraku, pendampingku (wasi), dan penerus (khalifah) di antara kalian, maka dengarkanlah ia dan taatilah ia." Mereka berdiri sambil tertawa dan berkata kepada Abu Thalib, "la memerintahkanmu untuk menaati putramu dan menaatinya!"36

Hadis di atas diriwayatkan juga oleh pemuka-pemuka terkenal Sunni seperti Muhammad bin Ishaq, Ibnu Abu Hatim, dan Ibnu Mardawaih. Hal. ini juga dicatat oleh banyak para orientalis, seperti T. Carlyle, E. Gibbon,

J. Davenport, dan W. Irving. Seperti yang kita ketahui, Nabi Muhammad memerintahkan orang-orang untuk mendengar dan menaati Ali bahkan pada khutbah pembukaan pertamanya, yaitu ketika ia mengumumkan kenabiannya secara terbuka: Syi'ah artinya `para pengikut' dan secara khusus dimaksudkan untuk'para pengikut Ali'. Mazhab pemikiran Syi 'ah, sebenarnya didirikan oleh Nabi Muhammad sejak awal misinya.

Kalaupun kita mengikuti Ali, itu karena Nabi Muhammad meminta kita untuk mengikutinya. Selain itu, apa pun yang dikatakan Ali adalah ajaran asli dan ucapan Nabi Muhammad SAW dan apa pun yang dikatakan Nabi adalah ajaran asli dan firman Allah SWT. Hal. ini disebahkan karena Nabi Muhammad dan para Imam adalah orang-orang suci mereka tidak mengucapkan satu hal pun yang bertentangan dengan apa yang telah Allah perintahkan.

Hadis berikut dalam Tarikh at-Thabari menyatakan bahwa bahwa diriwayatkan dari Zakaria bin Yahya Darir, dari Affan bin Muslim, dari nlm Awanah, dari Utsman bin Mughirah, dari Abu Shadiq, dari Rabiah bin Najid:

Seorang lelaki berkata kepada Ali: "Hai penumpin orang-orang heriman, bagaimana kiranya engkau menjadi pewaris sepupumu di luar garis keturunan pamanmu?" Ali berdeham tiga kali hingga setiap orang menoleh padanya dan memasang telinga mereka. "Nabi mengundang seluruh keluarga Abdul Muththalib, termasuk juga kerabat dekatnya, untuk makan daging kambing yang usianya satu tahun dan minum susu. la pun menghidangkan sejumlah gandum. Mereka makan hingga perut mereka kenyang, sedang makanan masih utuh seolah-olah makanan itu belum disentuh dan minum hingga mereka tidak dapat minum lagi, tetapi minuman itu seolah-olah tidak diminum belum tersentuh. Kemudian Nabi berkata: 'Bani Abdul Muththalib, aku telah menyampaikan kepada masyarakat secara umum dan kepada kalian secara khusus. Sekarang kalian melihat apa yang telah kalian lihat, siapakah dari kalian yang akan bersumpah setia kepadaku untuk menjadi saudaraku, sahabatku dan pewarisku?' Tak seorangpun berdiri, lalu aku berdiri di hadapannya meski aku orang termuda. la menyuruh untuk duduk. la mengulang ucapan tersebut tiga kali, sedang aku selalu berdiri ketika ia berkata dan memintaku untuk duduk. Pada kali ketiga, ia memegang tanganku. Itulah mengapa aku menjadi I,owaris sepupuku di luar garis keturunan pamanku."37



21
ANTOLOGI ISLAM

Penafsiran lain
Seorang saudara dari mazhab Sunni menyebutkan bahwa pada peristiwa di atas Nabi Muhammad hanya berbicara kepada keluarga Bani Abdul Muthalib saja dan tidak pada kaum Muslimin. Penjelasan paling memungkinkan untuk hal ini adalah bahwa Nabi Muhammad ingin agar Ali menjadi penggantinya dalam mengurus urusan yang berhubungan dengan keluarga Banu Abdul Muththalib ketika ia tidak ada dan setelah ia wafat, bukan sebagai pengganti kepemimpinan seluruh kaum Muslim. Dalam hal. ini kita harus menyebutkan pertama-tama bahwa anak-anak Abdul Muththalib bukanlah keluarga Nabi Muhammad. Mereka adalah kerabat Nabi. Berdasarkan hadis yang disebutkan, kita tidak dapat menyimpulkan bahwa apa yang Nabi Muhammad sampaikanhanya ditujukan kepada kerabatnya. la baru saja memulainya dari kerabat terdekatnya. Sekarang, apakah anda secara jujur, meyakini bahwa Nabi Muhammad menunjuk seorang pengganti setelahnya hanya bagi Bani Abdul Muththalib, tetapi ia Iupa menunjuk seorang pengganti untuk umatnya' Nabi Muhammad bukanlah seorang nasionalis. la diutus bukan hanya bagi kaum Bani Abdul Muththalib. la diutus bagi seluruh umat manusia seperti yang disebutkan dalam hadis. Lalu mengapa hal. ini merupakan kelalaian orang lain? Jika menunjuk seorang penerus merupakan tugas Rasul, hal. ini tidak dapat dibatasi hanya pada orang tertentu, karena Nabi tidak diutus untuk suatu kaum tertentu.

Selain itu, bukan saat itu saja Rasul mengumumkan bahwa Ali adalah penerusnya. Saat itu adalah kali pertama. Ada banyak hadis dalam koleksi hadis Sunni yang menunjukkan secara tersirat dan tersurat siapa yang ditunjuk Rasul sebagai penerusnya. Pernyataan resminya adalah di Ghadir khum sebagairriana yang dibuktikan oleh kitab Shihah Sitlah. Penting juga diingat bahwa peristiwa bersejarah senantiasa dicatat dan dikendalikan oleh penguasa. Hal ini terjadi di setiap zaman, tidak terkecuali pemerintahan zalim Umayah dan Abbasiah. Dalam banyak kasus, seperti contoh di atas, kenyataan tidak secara eksplisit dicatat dalam sejarah, akan tetapi dapat ditemukan secara implisit. Hal. ini adalah penyensoran penguasa di sepanjang sejarah. Nabi Muhammad menyatakan bahwa Ali senantiasa bersama kebenaran dan kebenaran senantiasa bersama Ali'S



Bagaimana Hal. Ini Dapat Terjadi
Dua orang Syekh, Bukhari dan Muslim, tidak menyebutkan peristiwa penting berkenaan dengan penyebaran pertama ajaran Nabi meskipun hal ini diriwayatkan oleh banyak sejarahwan dan ahli hadis, akan tetapi, Muslim dan beberapa ahli hadis lainnya mencata sebuah peristiwa yang terjadi sesudah peristiwa ini. Mereka mencatat tentang kedatangan Nabi kepada orang - orang Quraisy serta ajakan Nabi kepada mereka untuk meyakini agama baru. Muslio dan ahli hadis ini menyebutkan peristiwa terakhir ini dapat mengaitkannya dengan ayat tentang peringatan Nabi Muhammad kepada kerabatnya. Muslim mencatat bahwa Abu Hurairah mencatat peristiwa berikut :

Ketika ayat ini turun : " Dan berilah peringatan kepada kerabat terdekatmu, " Rasulullah memanggil suku Quraisy dan mereka datang bersama - sama. Ia berkata kepada mereka tentang hal - hal yang umum dan yang khusus. Ia berkata, "Hai Bani Ka'ab bin Lu'ay selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Hai, Bani Murrah bin Ka'ab, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Hai, Bani Hasyim selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Hai, Fathimah, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Karena aku tidak memiliki memiliki perlindungan atasmu dari Allah, kecuali hubungan denganku yang aku ketahui."38

Aneh sekali, ketika Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberi peringatan kepada kerabat terdekatnya, yaitu anak-anak Abdul Muthalib, tetapi Nabi Muhammad malah memanggil Bani Ka'ab bin Lu'ay dan Bani Murrab bin Ka'ab yang kekerabatannya dengannya sangat jauh. Tidaklah masuk akal jika utusan Allah tidak menaati apa yang telah Allah perintahkan kepadanya.

Fathimah pada saat turunnya ayat diatas berdasarkan para sejarahwab, baru berusia dua atau delapan tahun. Hakim dan kitab al Mustadrak (vol 3 hal.61) mencatat bahwa Fathimah lahir 41 tahun setelah kelahiran ayahnya.

Adalah tidak logis jika Nabi Muhammad berkata kepada seorang bocah berusia dua tahun dan ia menyamakan kedudukan gadis kecil yang suci ( masih sangat kecil, usianya tidak lebih dari 8 tahun ) itu dengan penyembah berhala seperti Bani Ka'ab dan Bani Murrah.

Yang bahkan lebih aneh adalah hadis dari Aisyah yang dicatat dalam Shahih-nya seperti sebagai berikut: "Ketika ayat untuk memberi peringatan turun, Nabi Muhammad berkata: 'Hai, Fathimah, putri Muhammad, Safiya, putri Abdul Muththalib, aku tidak memiliki kuasa apa pun untuk melindungi kalian dari Allah. Mintalah kepadaku kekayaanku sebagaimana yang kalian inginkan."'39

Hadis ini tidaklah sejalan dengan hadis pertama. Karena hadis ini dicatat bahwa Nabi Muhammad hanya berkata kepada bani Abdul Muththalib, sedang hadis yang satu lagi diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata di depan umum kepada selain keluarga Nabi Muhammad. Dan yang paling aneh dalam hadis ini adalah Nabi Muhammad berkata di depan umum ketika berada di Shafa hanya kepada putri kecilnya sedang ia tinggal bersamanya dan melihatnya setiap waktu. Juga aneh bahwa ucapan yang ia tujikan kepadanya dan kepada anggota Bani Abdul Muththalib lainnya tidak berisi pesan apa pun, seperti seruan kepada mereka untuk menyembah Allah atau menghindari diri dari menyembah berhala.

Selain itu, ketika peristiwa itu terjadi, Aisyah belum lahir. Nabi Muhammad wafat ketika Aisyah baru berusia 18 tahun.40 Dan yang lebih aneh dari semua adalah bahwa Zamakhsyari meriwayatkan bahwa Aisyah binti Abu Bakar dan Hafsah binti Umar, adalah orang-orang yang diberi peringatan oleh Nabi Muhammad setelah turunnya ayat ini (yang diturunkan sebelum lahirnya Aisyah).41

Hal. ini menunjukkan dengan jelas bahwa para pencatat hadis atau periwayatan hadis ini benar-benar sangat keliru. Mereka melupakan kenyataan bahwa Nabi Muhammad diperintah Allah untuk memberi peringatan kepada kerabat terdekatnya, yaitu Bani Abdul Muththalib, dan Nabi Muhammad tidak diharapkan melanggar perintah Allah. Apa yang disampaikan hadis ini bertentangan dengan ayat itu sendiri dan apa pun yang bertentangan dengan Quran diabaikan.

Peristiwa yang banyak dicatat oleh apra sejarahwan dan ahli hadis yaitu pertemuan diadakan dengan kerabat terdekatnya adalah satu - satunya jalan yang logis yang diambil Nabi Muhammad untuk ia lakukan setelah turunnya ayat itu.



Pendapat Ali Mengenai Kekhalifahan
Seseorang menyebutkan, pada salah satu khutbah Nahj al-Balaghah dituliskan bahwa Ali menyatakan perundingan sebagai satu alasan mengapa ia memiliki hak legal atas kekhalifahan. Di sini Ali bertentangan dengan ajaran Syi'ah bahwa Nabi Muhammad ingin menunjuk Ali sebagai Imam. Tentu dimaksudkan adalah bukan pidato/khutbah Ali kepada kaum Muslimin selain juga maksudnya telah keluar dari kanteksnya. Pernyataan Ali itu merupakan sebagian dari isi suratnya kepada Muawiyah ketika ia menolak memberi sumpah setia kepada Ali. Alasan di atas juga bertentangan dengan klaim Ali. Dalam surah tersebut Ali tidak mengatakan bahwa ia meyakini fungsi pemilihan khalifah. la lebih ingin menggunakan argumen lawan dalam menghadapi mereka.

Ketika semua penduduk Madinah sepakat berbaiat kepada Ali, Muawiyah menolak menerima/tunduk karena akan membahayakan kekuasaannya, dan sebagai alasan ketidak setiaannya, ia mendebat bahwa karena ia tidak turut dalam pemilihan itu, pemilihan tersebut tidak sah dan oleh karenanya harus diadakan pemilihan ulang. Hal. ini terjadi ketika Abu Bakar dipilih hanya oleh sejumlah kecil orang dan tidak ada kesepakatan nasional sehingga dapat dianggap bahwa kekhalifahan Abu Bakar dipilih oleh orang-orang. Akan tetapi, penguasa yang memimpin setelah Nabi menyatakan kepada orang-orang bahwa begitulah arti pemilihan, dan menjadi prinsip yang diterapkan kepada masyarakat serta dijadikan keputusan bahwa siapapun yang dipilih oleh bangsawan-bangsawan Madinah dianggap mewakili seluruh dunia Islam, dan tidak ada seorang pun berhak mempertanyakan serta memikirkan kembali apakah ia hadir pada saat pemilihan ataupun tidak.

Masyarakat, yang kemudian memberi dukungan kepada Muawiyah, adalah mereka yang telah menggemakan argumen tersebut. Ketika pemerintahan kaum Muslimino dalam bentuk kekhalifahan dipegang Ali, mereka memberontak. Banyak dari mereka yang meneniang meski tclali bersumpah setia kepadanya.
Dalam isi suratnya kepada Muawiyah, Ali mengutip argumen yang digunakan untuk mendebatnya ketika Ali menolak berbaiat kepada Abu Bakar. Ali meyebutkan bahwa apabila sebuah pemilihan oleh masyarakat merupakan kriteria menentukan khalifah, pemilihan umum telah dilaksanakan di Madinah oleh kaum Anshar dan Muhajirin untuk memilihnya, dan tidak ada seorang pun dapat menyangkal kenyataan ini. Oleh karenanya, walau dengan menggunakan argumen yang digunakan lawan Ali, pemilihannya sah, umum dan jujur. Kaum Muslimin yang menerima prinsip-prinsip tersebut untuk melegitimasi penunjikan Abu Bakar, tidak punya hak untuk berbicara ataupun bertindak menentangnya. Dan tentunya Muawiyah tidak mempunyai hak meminta diadakan pemilihan ulang ataupun menolak berbaiat, ketika pada praktiknya, ia mengakui argumen ini dalam pemilihan Abu Bakar.

Dalam suratnya, Imam Ali menulis kepada Muawiyah:

Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepada Abu Bakar, Umar ` dan Utsman telah pula berbaiat kepadaku dengan prinsip dasar yang sama sebagaimana halnya prinsip yang orang-orang gunakan pada mereka. Dengan dasar ini, orang yang hadir tidak memiliki pilihan lain untuk mempertimbangkan kembali, dan orang yang tidak hadir tidak berhak untuk menolak. Perundingan dilakukan kaum Anshar dan Muhajirin. Jika mereka sepakat secara individual dan mengangkatnya sebagai pemimpin, hal. ini dianggap kehendak Allah. Apabila ada seseorang yang menentang keputt.isan tersebut karena ada pembaharuan, mereka biasanya akan mengembalikan ia dari yang telah ia jauhi dan jika ia menentang (ketentuan tersebut) mereka (biasanya) memeranginya karena mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman, dan Allah akan mengembalikannya dari tempat ia melarikan diri.

Hai, Muawiyah, jika engkau menggunakan akalmu tanpa niat dan maksud tertentu, engkau akan mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling tidak bersalah dari semua orang dalam tertumpahnya darah Usman, dan engkau tentu akan tahu bahwa aku terlepas darinya, kecuali jika engkau menyembunyikan suatu yang sesungguhnya jelas bagimu dan menumpahkan semua kesalahan ini kepadaku.

Dalam isi suratnya di atas, Ali menggunakan argumen balik untuk memarahkan argumen Muawiyah. Metode ini dikenal dengan mendebat Lmv.m dcngan menggunakan premis-premis galat untuk mematahkan argumennya. Dalam hal. agama, Ali tidak pemah menganggap perundingan dengan pemuka atau pemilihan umum menjadi kriteria sahap Kekholifahan. Jika tidak, Ali tentu tidak akan pemah menunda dirinya memberi baiat kepada Abu Bakar pada enam bulan pertama kekhalifahan Abu Bakar yang merupakan kenyataan yang tidak dapat ditolak seluruh kaum Muslimin. Hal. ini adalah bukti kenyataan bahwa ia tidak menganggap metode buatan sendiri sebagai kriteria sahaya kekhalifahan menghadapkan di depan Muawiyah artinya membuka pintu pertanyaan dan jawaban. Ali, dengan demikian berusaha meyakinkan Muawiyah dcngan premis-premis dan keyakinannya sendiri sehingga tidak akan ada celah untuk tafsiran lain atau celah yang akan membingungkan permasalahan tersebut. Ali menyebutkan argument diatas hanya sebagai alat melawan Muawiyah (dan dalam peristiwa lain ketika menentang Thalhah dan Zubair) untuk membuktikan betapa rancu serta janggal argumen yang digunakan musuh-musuhnya untuk menyingkirkan haknya yang sah dan menggunakan prinsip-prinsip tersebut untuk menyakitinya.

Argumen seperti itu pemah digunakan Nabi Ibrahim as ketika menyatakan bahwa ia menyembah matahari dan bulan hanya untuk menunjukkan bahwa sebuah dasar pemikiran yang salah akan mengakibatkan hasil yang kantradiktif. Pada peristiwa ini, Ali tidak mendebat dengan menggunakan ucapan Nabi Muhammad yang ia gunakan sebagai alasan terakhir kekhalifahannya, karena dasar penolakan pada kasusnya berhubungan dengan gaya prinsip-prinsip pemilihan lawan.

Bahkan jika ia mendebat dengan ucapan ampuh Nabi Muhammad hal tersebut akan menimbulkan berbagai penafsiran dan masalahnya bukannya selesai tetapi malah bertambah panjang. Sebenarnya tujuan Muawiyah adalah memperpanjang masalah agar pada titik tertentu kekuasaannya mendapat dukungan. Ali menyaksikan betapa tidak lama setelah Nabi Muhammad wafat, seluruh ucapan Nabi mengenai penunjikan penggantinya telah diabaikan. Oleh karenanya, bagaimana setelah sekian lama, seseorang dapat menerima apabila kebiasaan telah berakar dalam mengikuti kehendak bebas seseorang yang bertentangan dengan perintah Allah?

Selain itu, terdapat banyak khutbah dalam Nahj al-Balaghah di mana ' Ali secara jelas mengungkapkan haknya yang dirampas sejak hari pertama wafatnya karunia semesta Alam, Nabi Muhammad. Berikut ini salah satu contoh khotbahnya.



Khutbah Syiqsyiqiyyah
Khutbah ini dinamakan khutbah Syiqsyiqiyyah karena ketika Imam Ali menyampaikan khutbah ini, seseorang dari Iraq berdiri dan menyerahkan sebuah surah padanya. Imam Ali begitu asyik dalam membacanya. Usai membaca surah tersebut Abdullah bin Abbas meminta Imam melanjutkan khotbahnya. Imam menjawab, "Ibnu Abbas! Khotbahku ini tanpa persiapan dan aku sampaikan dengan secara spontan seperti syiqsyiqiyyah (ringkikan unta), khutbahku tidak dapat aku lanjutkan karena sejauh ini isinya sudah jelas. Kutipan selengkapnya sebagai berikut;

"Berhati-hatilah! Putra Abu Quhafah (Abu Bakar) mengangkat dirinya sendiri (sebagai khalifah) dan tentu ia mengetahui kedudukanku sehubungan dengannya sama seperti Posisi sumbu dengan penggiling batu. Air bah mengalir padaku dan burung-burung tidak dapat terbang di atasku. Aku akan menutup diri terhadap kekhalifahan dan bersikap tidak memihak.

Lalu aku mulai berpikir apakah aku harus menuntut ataukah menyabarkan diri dari gelapnya kesengsaraan yang membutakan dimana orang-orang tua dibuat lemah dan para pemuda dibuat tua sedang orang yang benar-benar beriman bertindak dibawah tekanan hingga ia bertemu Allah (meninggal). Aku melihat bahwa kesabaran dalamnya lebih bijaksana maka akupun bersabar meski menusuk mata dan mencekik leher (karena aib) Aku melihat terampasnya warisanku hingga warisan pertama lepas, tetapi diserahkan kepada khalifah Ibnu Khattab setelahnya. (kemudian ia membacakan surah al-Ashoash).
Hari-hariku kini kulalui pada punggung unta (dalam kesulitan) sedang pada saat itu ada masa-masa (dalam kemudahan) ketika oku berbahagia bersahabatkan saudaraku Jabir Hayan.

Betapa aneh, selama hidupnya ia ingin terlepas dari jabatan kukhalifahan tetapi ia berikan kepada orang lain setelah wafatnya. "tak diragukan bahwa kedua orang ini telah saling bekerja sama. Yang satu ini menutup kekhalifahan dengan cara keras ketika uc:apan terdengar angkuh dan sentuhan terasa kasar.

Kekhilafan begitu banyak dan tentu pula alasan. Orang yang memegangnya seperti penunggang di punggung seekor unta liar. Apa bila ia menarik tali kekang, cuping hidungnya robek, akan tetapi apabila ia melepasnya, ia akan terlempar. Sehingga akhirnya demi Allah orang-orang berkubang dalam keserampangan, kejahatan, kegoyahan dan penyimpangan.

Akan tetapi, aku tetap bersabar meski begitu panjang masanya dan begitu sukar cobaannya, hingga ia meninggalkan jalan ini (wafat) ia menyerahkan permasalahan itu (kekhalifahan) kepada sebuah kelompok dan memasukkanku menjadi salah satu bagiannya. Akan tetapi, Ya Allah! Apa yang telah aku lakukan dengan 'perundingan' ini? Adakah kiranya keraguan tentangku berkenaan dengan orang yang pertama sehingga aku dianggap sama seperti mereka? Tetapi aku tetap berada di bawah ketika mereka berada di bawah dan terbang tinggi ketika mereka terbang tinggi. Salah satu dari mereka berbalik menentangku disebabkan kebenciannya dan yang lain cenderung ke arah lain disebabkan kekerabatannya dan ini serta itu. Bersamanya terdapat putra kakeknya, (Umayah) juga berdiri memakan harta Allah seperti seekor unta menghabiskan kuncup-kuncup daun, hingga talinya terputus, perbuatannya mengentikannya dan keserakahan menjatuhkannya.

Saat itu, tiada yang mengejutkanku, akan tetapi orang-orang bergegas datang padaku. Mereka mendatangiku dari segala penjuru seperti durai dubuk.begitu bnayaknya sehingga Hasan dan Husain terhimpit dan pakaianku robek. Mereka bergerompol mengelilingiku seperti sekelompok biri - biri dan kambing. Ketika aku memimpin pemerintahan salah satu kelompok terpecah dan kelompok lainnya menghianatiku sedang sisanya mulai berbuat tidak benar seolah-olah mereka belum mendengar ayat-ayat Allah, Kampung itu beradn di akhirat, kami mernberikannya kepada orang-orang yang tidak berfoya foya di muka bumi ini, atau (berbuat) kerusakan (dalamnya); dan akhir (yang paling baik) adalah bagi orang-orang yang beriman" (QS. al-Qashash : 83).

Demi Allah, mereka telah mendengarnya dan memahaminya akan tetapi dunia nampak mempesona di mata mereka dan perhiasannya menggoda mereka. Lihatlah! Demi dia yang menyebar benih (untuk tumbuh) dan menciptakan segala makhluk hidup, sekiranya orang-orang tidak datang padaku dan pendukung tidak melemahkan hujjah dan sekiranya tidak ada janji Allah dengan orang-orang berakal agar mereka tidak menerima keserakahan para penindas serta kelaparan kaum yang ditindas, aku akan melemparkan tali kekhalifahan dari pundakku sendiri, dan akan aku beri orang-orang kelaparan itu perlakuan yang sama seperti pada para penindas lalu engkau akan melihat bahwa dalam pandanganku, dunia tidaklah lebih baik dari pada embikan seekor kambing."

Janganlah katakan kepada kami bahwa khutbah ini adalah khutbah bikinan Sayid Radhi. Sebenarnya khutbah khusus Imam Ali ini tersebar di kalangan ulama Sunni 200 tahun lalu sebelum lahirnya Sayid Radhi dan mereka mengakui bahwa khutbah di atas merupakan ucapan asli Imam Ali. Sebenarnya Nahj al-Balaghah bukan hanya sumber Mazhab Sunni, dan banyak ulama Sunni juga telah menuliskan tafsirannya. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Barang siapa menganggap aku sebagai rasulnya, Ali adalah pemimpinnya."

Dalam kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan:

Rasululllah memerintahkanku untuk ikut dengannya pada malam Jinn. Aku pergi bersamanya hingga kami tiba di Mekkah. Nabi berkata, "Aku rasa kematianku semakin mendekat." Aku bertanya, "Ya Rasullullah, apakah engkau akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalifahmu ?" ia berpaling dariku, sehingga aku tahu bahwa dirinya tidak setuju. "Ya Rasulullah, apakah enghkau akan menjadikan Umar sebagai khalifahmu ?" ia berpalinh dariku, sehingga aku tahu bahwa dirinya tidka asetuju. Aku berkata, "Ya Rasulullah, apakah engkau akan menjadikan Ali sebagai khalifahmu ? ia menjawab,"(itu) Dia, demi Allah, tiada Tuhan selain Dia, jika engkau memilihnya dan mematuhin-Nya, Allah akan memasukanmu bersama mereka ke surga".




Benarkah Wahyu Sebenarnya untuk Ali,bukan Muhammad 42
Seorang Sunni mengatakan bahwa kaum Syi'ah meyakini bahwa wahyu sebenarnya salah diturunkan, bukan kepada Nabi Muhammad, melainkan ditujukan kepada Imam Ali.

Tuduhan yang salah ini secara luas menyebar di negara-negara Muslim untuk mendiskreditkan para pengikut Ahlulbait Nabi. Tuduhan ini dibuat pada periode penindasan terhadap kaum Syiah. Para penguasa pada periode Umayah dan Abbasiah sering menganggap para pengikut Ahlulbait Nabi sebagai orang-orang revolusioner dan berbahaya. Mereka berkonspirasi untuk menindas kaum Syiah dan menuduh mereka sebagai orang kafir dan pembuat bid'ah, untuk mendorong kaum Muslimin menumpahkan darah mereka dan merampas hak serta harta mereka.

Abad penindasan berlalu dengan ketidak adilan dan teror terhadap mereka. Diharapkan, pada periode-periode kemerdekaan, kesalahan masa lalu dapat dibenarkan. Ulama-ulama Islam diharapkan akan melakukan penelitian dalam untuk melihat apakah ada pembenaran terhadap tuduhan yang mengerikan itu.

Ada beratus-ratus buku yang ditulis oleh ulama Syi'ah tentang keyakinan mereka. Sekiranya para ulama Sunni telah membaca buku-buku ini, mereka akan menemukan bahwa keyakinan kaum Syi'ah sangat sejalan dengan Quran dan ucapan - udapan terkenal Nabi Muhammad SAW. Kita hidup sekarang di zaman yang serba cepat. Bagi kaum Muslimin, melakukan konfrensi, diskusi dan pencarian solusi adalah hal yang mudah. Prinsip keadailan yang paling sederhana adalah mengikuti perintah Quran, "Wahai orang-orang beriman, apabila seorang penindas mendatangimu dengan membawa berita, carilah kebenarannya - agar kamu tidak menyebabkan kerusakan pada umat tanpa disadari; dan kamu akan menyesal terhadap ketergesa gesaanmu."

Allah memerintahkan kita untuk mencari tahu apakah tuduhan itu benar atau salah, dan kita tidak boleh mencoba dan menghukum mereka tanpa menanyai mereka terlebih dahulu. Kami tidak tahu apakah ada pengadilan di dunia ini yang hakimnya menjatuhkan hukuman kepada seseorang sebelum ia menanyainya, asalkan sang tertuduh ada dan menghormati penangkapan itu. Meskipun sekarang ini seseorang dapat mencari informasi yang benar dengan mudah, kami melihat bahwa orang-orang yang menudith dan menyebarkan kebencian di kalangan umat tidak berusaha mencari kebenaran yang mungkin akan menyatukan dunia Islam.

Ketika menulis hal. ini, kami ingat pada tahun 50-an ketika pemerintah Mesir mengutus Dr. Muhammad Bisar ke Washington DC, sebagai direktur Pusat Islam. Kami mengunjunginya dan ia menyambut kami dengan hangat dan memberitahu ilmu yang telah ia dapatkan mengenai orang-orang Islam Amerika. la menyatakan, beberapa umat Islam di negeri ini bertanya tentang aliran-aliran dalam Islam. Dia menjawab bahwa semua sekte Islam benar kecuali Syi'ah Itsna Asy'ariyyah.

Segera kami menyadari bahwa Dr. Bisar tidak mengetahui arti dari Syi'ah Itsna Asy'ariyyah. Jika tidak, ia tidak akan berkata demikian kepada. Lalu, kamipun terlibat dialog.

Cirri: Apakah ada yang salah dengan Syi'ah Itsna Asy'ariyyah?

Bisar: Mereka percaya pada hal. yang bertentangan dengan Islam.

Cirri: Berilah contoh keyakinan mereka yang salah itu-?

Bisar: Mereka berkata bahwa wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad adalah suatu kesalahan. Imam Ali lah yang seharusnya menerima zoahyrr tersebut.

Chirri: bagaimana anda tahu?

Bisar: Saya membacanya di buku al-Milal wa an-Nihal katya as-Syahristani

Chirri: Apakah anda sudah bertanya kepada ulama Syi'ah mengenai persoalan ini?

Bisar: Belum.

Chirri: Kalau begitu anda telah menghakimi jutaan kaum muslimin dan menganggap mereka kafir tanpa menanyakan tuduhan serius ini kepada mereka. Apakah Allah memerintahkan anda melakukan hal. itu? Dan apakah orang-orang Mesir mengutus anda untuk menyebarkan berita itu?

Setahun setelah pertemuan di Washington, kami bertemu Dr. Bisa.r di Philadelphia pada sebuah konferensi Islam. la memberi tahu kami bahwa ia telah memeriksa kembali buku al-Mila1 wa an-Nihal dan menegaskan bahwa apa yang ia nyatakan kepada kaum Syiah, bahwa wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad adalah kesalahan, bukan keyakinan mazhab Syi'ah Itsna Asy'ariyyah. la adalah sebuah aliran yang ada pada ratusan tahun yang lalu dan menghilang. Mendengar perkataannya, kami menerima permohonan maafnya. Tetapi kami terkejut bahwa untuk membaca kembali buku tersebut dan menemukan kebenaran ia memerlukan waktu bertahun-tahun.

Kami menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari hadis dan sejarah Islam dalam buku-buku yang dikarang oleh ulama Sunni dan Syiah. Kami tidak pernah menemukan sebuah hadispun dalam buku-buku Syiah ataupun pada catatan sejarah bahwa Ali bin Abi Thalib kedudukannya lebih tinggi daripada Nabi Muhammad. Pada kenyataannya, kami menemukan hal. sebaliknya. Kaum Syiah menganggap Ali sebagai orang yang paling baik setelah Nabi Muhammad karena ia sangat taat kepadanya. Salah satu hadis yang dibanggakan kaum Syiah odalah hadis yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW. Suatu hari, Rasulullah bersabda kepada suku Walaiah, "Wahai Bani Walai'ah, kalian harus mengubah sikap kalian, jika tidak aku akan mengirim seorang lelaki kepadamu dari keluargaku untuk menghukummu dengan keras." Beberapa orang yang hadir di sana bertanya kepada Nabi, "Siapakah lelaki yang akan engkau kirim kepada mereka?" Nabi menjawab, "Dia adalah orang yang sedang menambal sepatuku." Mereka kemudian memandang sekeliling dan melihat Ali sedang menambal sepatu Rasulullah.43

Adalah hal. yang tidak dapat diterima bahwa kaum Syi'ah merasa bangga bahwa Ali adalah orang yang menambal sepatu Nabi Muhammad lalu menyatakan bahwa Imam ini lebih tinggi kedudukannya daripada Nabi. Oleh karena itu kami tidak menemukan pembenaran apapun terhadap tuduhan yang langsung ditujukan kepada kaum Syi'ah yang sangat mengagungkan Nabi.

Kaum Syi'ah menyatakan bahwa kehormatan yang lebih tinggi yang didapat Imam Ali adalah bahwa ia dipilih oleh Nabi Muhammad sebagai saudaranya ketika Rasulullah memerintahkan setiap dua orang Muslim untuk saling mempersaudarakan. la mengangkat lengan Imam Ali dan berkata, "Dia adalah saudaraku." Dengan demikian, Rasulullah, Utusan yang paling agung, Pemimpin sekalian umat beriman, seseorang yang tidak memiliki bandingan di antara hamba Allah lainnya, mengangkat Ali sebagai saudaranya.'



Komentar
Seorang Wahabi menyatakan: "Dulu ada sebuah aliran yang menyatakan bahwa Jibril melakukan kesalahan ketika menyampaikan pesan. Aliran ini disebut Syi'ah Ghurabiyyah. Sekarang aliran ini mungkin namanya sudah tidak ada lagi dan mereka berbeda dengan aliran dua belas imam.
Kami menjawab: "Sesungguhnya aliran Ghurabiyyah dan aliran sejenisnya adalah aliran yang diada-adakan oleh segelintir pengarang cerita seperti Syahrastani dan Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi, dll.

Bagaimanapun, kami tidak menyangkal bahwa masih ada aliran-aliran ekstrim (al-Ghulat) sempalan dari Syi'ah yang menyakini bahwa Ali adalah Tuhan, atau orang-orang yang menyakini reinkarnasi (hulul).

Alasan adalah karena mereka menemukan begitu banyak kebaikan dalam diri Imam Ali, dan dengan pikiran mereka yang sempit, mereka tidak dapat mempercayai bahwa seorang manusia dapat memiliki begitu banyak kebaikan. Akibatnya, mereka meyakini ketuhanan Imam Ali. Tentu saja mereka sesat.

Syukur kepada Allah mereka telah musnah ditelan sejarah. Namun para pemimpin kelompok sesat dan ekstrimis tersebut (yang para pemimpinnya mengangkat dirinya sebagai 'imam') bukanlah orang yang berpikiran sempit. Mereka adalah agen-agen penguasa tiran dan kegiatan mereka semata-mata bermuatan politis.

Para Imam Ahlulbait dan para pengikutnya melepaskan diri dari kelompok yang didirikan oleh pemerintah setiap zaman untuk menyesatkan para pengikut Ahlulbait dan menghancurkan jalan mereka dengan menjauhkan mereka dari para Imam dan menggiring mereka menjadi boneka-boneka pemerintah. Namun kelompok ini menghilang beberapa bulan setelah kemunculan mereka, karena orang-orang segera mengetahui kesalahan dan kejanggalan para pemimpin mereka dan hubungannya dengan para penguasa sehingga orang-orang tidak bergabung dengan kelompok ini. Sebuah kelompok tanpa anggota tidak akan bertahan lama, dan pemimpinnya akan segera melepaskan urusannya. Hal. yang tertinggal dari kelompok-kelompok palsu ini hanyalah sejarah yang ditulis oleh para tiran.

Kami tidak menyebut kelompok yang rusak itu sebagai kelompok Syi'ah. Sejak Nabi wafat hingga saat ini, pengikut Imam Ali bin Abi Thalib adalah pengikut Imam Dua Belas. Namun ada beberapa mazhab Syi'ah Zaydiyyah dan Ismailiyyah di dunia ini. Meskipun mayoritas ulama percaya bahwa mereka adalah Islam (kecuali mereka yang meninggalkan ajaranojaran Islam), kami menganggap mereka tidak masuk ke dalam pengikut nhlulbait. Semua kelompok lain seperti Alawi atau Nudzayri, dll, bukan syiah dan kehadiran mereka tidak berhubungan dengan Syi'ah. Untuk menjadi seorang Syi'ah seseorang harus memenuhi syarat berikut: 1) Menyakini semua rukun iman. Hal. ini sangat umum di kalangan umta Islam; 2) Menyakini bahwa Imam Ali Bin Abi Thalib dalah pelanjut Nabi Muhammad SAW yang ditunjuk oleh Allah SWT; 3) Meyakini bahwa setiap orang harus mengikuti sunnah Nabi Muhammad yang sesungguhnya, dan sunnah ini disampaikan oleh Ahlulbait yang suci yang terlepas dari dosa menurut Quran. Selain itu, perintah para Imam Ahlulbait as sifatnya mengikat karena perintah itu adalah perintah Nabi Muhammad SAW; 4) Meyakini bahwa Imam Mahdi as, putra imam kesebelas, masih hidup (berbeda dengan mayoritas kalangan Sunni yang meyakini bahwa ia belum atau akan lahir).

Apabila ada salah satu syarat tersebut tidak dimiliki seseorang, ia tidak dapat disebut Syi'ah. Selain itu, bertentangan dengan isu yang menyebar, mengutuk para sahabat bukan merupakan keyakinan kami.

Penanya dari mazhab Wahabi lebih jauh menyebutkan: Seorang Muslim yang menyatakan bahwa salah satu keyakinan Syi'ah adalah poin-poin di atas, tidak salah, karena mazhab Ghurabi adalah satu bagian dari mazhab Syi'ah sepanjang sejarah ini - tetapi mengatakan hal. ini kepada Itsna Asri keyakinan resmi adalah bukan hal. yang sebenarnya.

Adalah menarik untuk diperhatikan bahwa penulis di atas melupakan banyak kelompok menyimpang yang memisahkan diri dari tubuh mazhab Sunni seperti yang menyakini bahwa Tuhan adalah seorang manusia. Tetapi kami belum pernah mendengar seorang Syi'ah menyatakan: "Seorang Muslim yang menyatakan bahwa salah satu keyakinan Sunni adalah poinpoin di atas, tidak salah karena mereka memisahkan diri dari kelompok Sunni - tetapi mengatakan bahwa hal. ini
adalah keyakinan 'resmi Sunni adalah salah."

Anda dapat menggantikan kata 'Negara Islam' dengan 'mazhab Ahmadiyyah, ... dan pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, dan anda dapat melihat betapa rancunya pernyataan di atas. Syukur kepada Allah bahwa kaum Syi'ah tidak menyatakan hal. tersebut kepada empat mazhab Sunni. []



Catatan Kaki:
1. Referensi hadis Sunni: Tahaqat Ihnu Sa'd, jilid 2, hal. 105; Tarikh atThabari jilid 7, hal. 100; Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 172; Tafsir alKasysyaf, jilid 1, hal. 448; Tafsir, Qurthubi, jilid 6, hal. 406, dan banyak lagi.
2. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 179.
3. Referensi hadis Sunni: Mizan al-Itidal, Dzahabi, jilid 1, hal. 396.
4. Referensi hadis Sunni: Tafsir at-Thabari, jilid 7, hal. 109; Tafsir al-Durr al-Mantsur, jilid 3, hal. 8.
5. Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid b, hal. 158, hadis 197.
6. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 183, jilid 5, hal. 275, 283; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jiiid 1, hal. 3,151, jilid 3, hal. 212, 283; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 526, hadis 946; Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 51; Khasaish al-Awliya', Nasa'i, hal. 20; Fadha'il al-Khamsah, jilid 2, hal. 343; Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 2, hal. 239.
7. Siratun Nabi, Syilbi Numani, hal. 239-240.
8. Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219 dan 220.
9. Bukhari pada bab Kematian (kalimat terakhir diambil dari Shahih Muslim dan bukan dari Bukhari). Inilah versi hadis Bukhari dan Muslim.
10. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146.
11. Aini, bab Janaiz atau Kematian, jilid 4, hal. 200.
12. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 6, hal. 278-279, hadis 295.
13. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 102, hadis 129. Sumber hadis Sunni lainnya yang menegaskan bahwa surah at-Taubah adalah surah yang terakhir turun dan merupakan surah Madaniyah adalah Tafsir al-Kusysyaf, jilid 2, hal. 49; Tafsir, Qurthubi, jilid 8, haI. 273; Tafsir al-Itqan, jilid l, hal. 18; Tafsir, Syaukani, jilid 3, hal. 316.
14 Referensi hadis Sunni: Syarh ibn al-Hadid, jilid l, hal. 370.
15. Tafsir al-Kabir, jilid 25, hal. 3.
16. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 4, hal. 329; Tafsir, Syaukani, jilid 5, hal. 189, Tafsir, Alusi, jilid 28, hal. 37.
17. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1.
18. Referensi hadis Sunni: Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 207; Tafsir, Qurthubi, jilid 4, hal. 58; Tafsir, Khazan, jilid 1, hal. 235; Tafsir al-Itqan, jilid 1, ha1.17.
19. Referensi Hadis Sunni: Sirali Nabi Muhammad, Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 266; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 186, Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 218; Diwan Abu Thalib, hal. 24; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 258; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 117; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 306.
20. Referensi hadis Sunni: Khazanatal Adab, Khatib Baghdadi, jilid 1, ,hal. 261; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 42; Syarh, Ibnu Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 120; Fathul Bari (syarah Shahih al-Bukhari), jilid 7, hal. 153; al-Ishabah, jilid 4, hal. 116; as-Sirah a-lHalabiyyah, jilid l, hal. 305; Talba tul Thalib, hal. 5.
21. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan 404; Awiwanul Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid 1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid 1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.
22. Referensi hadis Sunni: Syarah al-Bukhari, Qastalani, jilid 2, hal. 227; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, ha1.125.
23. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 6; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 275; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 315; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 266; Tarikh Khamis, jilid 1, hal. 254.
24. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabnri, jilid 2, hal. 229; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 284; Mustadrak Hakim, jilid, 2, hal. 622; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 122; al-Faiq, Zamakhsyari, jilid 2, hal. 213; Tarikh al-Khamis, jilid l, hal. 253; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 375; Fathul Bart, jilid 7, hal. 153 dan 154; Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 58. . 25. Referensi hadis Sunni: Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 139.
26. Referensi hadis Sunni: al-Muhabil Bunya, jilid 1, hal. 72; Tarikh al-Khamis, jilid 1, hal. 339; Balughul Adab, jilid 1, hal. 327; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 375; Sunni al Muthalib, jilid 5; Uruzul Anaf, jilid 1, hal. 259; Tabaqat ibn Sa'd, jilid l, hal. 123. '
27. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146, sebagairnana yang dikutip pada buku Siraturt Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219-220.
28. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibid, jilid 2, hal. 103; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 13, ha1.196; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 125; al-Ishabah, jilid 4, ha1.116; Tadzkirat Sibt, hal. 2; Tarikh, Yaqubi, jilid 2, hal. 26.
29. Referensi hadis Syi'ah: al-Kafi, Kulaini, jilid 1, hal. 448;, al-Ghadir, Amini, jilid 7, hal. 330.
30. Referensi hadis Syi'ah: al-Ihtijaj, Thabarsi, jilid 1, hal. 341.
31. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146 (sebagaimana yang dikutip oleh Syilbi Numani).
32. Tarikh Abu Fida, jilid l, ha1.120.
33. Referensi hadis Sunni: al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 139.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 119; Tafsir atThabari, Ibnu Jarir Thabari, jilid 7, ha1.158.

22
ANTOLOGI ISLAM

BAB 7: MENGAHARGAI SABAHAT NABI YANG SALEH
Syi'ah sangat menghormati beberapa sahabat Nabi yang sangat taat kepada Nabi Muhammad dan Ahlulbait semasa Nabi masih hidup dan setelah Nabi wafat. Di antara sahabat-sahabat besar itu adalah:



Abu Dzar Ghiffari
Nabi berkata mengenai Abu Dzar Ghiffari: "Langit tidak menaungi dan bumi tidak memikul seseorang yang lebih teguh selain Abu Dzar. la berjalandi muka bumi ini dengan sikap tidak peduli pada dunia seperti halnya Nabi Isa putra Maryam."1



Ammar bin Yasir
Nabi Muhammad berkata kepada Ammar bin Yasir dan kepada orangtuanya: "Wahai keluarga Yasir! Bersabarlah, karena tempat kembali kalian adalah surga."2Nabi pun berkata padanya, "Ammar, bergembiralah harena kelompok orang-orang kafir akan membunuhmu."3



Miqdad bin Aswad
la merupakan salah satu dari empat lelaki yang Allah SWT perintahkan untuk Nabi cintai. Nabi berkata: "Allah memerintahkanku untuk mencintai empat orang, ia memberitahuku bahwa la mencintai mereka." Orang orang bertanya tentang siapa mereka. Nabi berkata,, 'Ali adalah salah satu dari mereka (ia mengulangnya tiga kali) dan Abu Dzar, Salman serta Miqdad."4 Nabi juga berkata: "Setiap Rasul dikaruniai Allah tujuh orang sahabat setia. Aku dikaruniai empat belas orang sahabat setia." Mereka adalah Ali, Hasan, Husain, Hamzah, Ja'far, Ammar bin Yasir, Abu Dzar, Miqdad dan Salman."5



Salman Farisi
Mengenai Salman Nabi Muhammad berkata: "Surga merindukan 3 orang Ali, Ammar dan Salman."6



Ibnu Abbas
Dialah orang yang dikatakan Nabi Muhammad: "Ya Allah, aku memohon pada-Mu agar Engkau mengajarinya ilmu dan menjadikannya memahami agama dan masukkanlah ia ke dalam golongan orang-orang beriman."'



Pandangan Mashab Syi'ah Terhadap Sahabat
Tema bab ini membahas bagaimana Syi'ah memandang sahabatsahabat Nabi Muhammad SAW. Pada bagian ini kita akan merujuk ayat-ayat Allah, sebagaimana yang dinyatakan Quran berkenaan dengan para sahabat dan juga pendapat Nabi Muhammad berdasarkan hadis-hadis sahih dari mazhab Sunni.

Syi'ah tidak memiliki pandangan yang khusus mengenai sahabat-sahabat Nabi. Berdasarkan keshahihan serta penafsiran hadis-hadis yang diriwayatkan, beberapa hadis tiba pada kesimpulan yang berbeda-beda karena golongan sahabat kedua yang akan disebutkan di bawah ini. Pendapat mengenai hadis mana yang lebih sahih dan makna mana yang benar, kadang masih mengundang perdebatan. Dalam pembahasan ini kami ketengahkan apa yang dianggap sebagai ciri khas Syi'ah.

Syiah membagi sahabat menjadi tiga golongan. Pertama, golongan sahabat yang beriman kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan mengorbankan seluruh diri mereka demi kepentingan Islam. Mereka adalah golongan paling utama. Golongan sahabat ini selalu membantu dan senantiasa bersama-sama Nabi.

Mereka tidak pernah melanggar perintahnya dalam setiap hal. dan tidak pula mengatakan bahwa Nabi berdusta. Sahabat-sahabat golongan ini di antaranya, tetapi tidak terbatas, All bin Abi Thalib, Abu Dzar Ghiffari, Salman Farisi, Miqdad, Ammar bin Yasir, Jabir bin Abdillah Anshari.

Golongan kedua adalah, orang-orang Islam, tetapi perbuatan mereka tidak sungguh-sungguh. Sahabat golongan kedua ini contohnya, tetapi tidak terbatas, Abu
Bakar dan Umar bin Khattab.

Golongan ketiga adalah orang-orang yang mengingkari Islam setelah Nabi wafat sebagaimana yang dicatat oleh Bukhari, atau orang-orang yang tidak beriman kepada Allah SWT, tidak mengutamakan Nabi Muhammad, tetapi berusaha menyusup ke dalam Islam agar dimasukkan ke dalam golongan kaum Muslimin.

Mereka adalah orang-orang munafik seperti Abu Sufyan, Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan. Ketika menjadi khalifah, Yazid berkata: "Keluarga Hasyim mendapatkan singgasana ini, tetapi tidak ada wahyu yang diturunkan ataupun ayat yang benar."'

Bani Hasyim merupakan kaum dan suku asal Nabi Muhammad, dan ucapan Yazid merupakan ejekan secara sengaja yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pendusta, bukan seorang Nabi. Singgasana (kekuasaan) merupakan kiasan mengendalikan urusan-urusan Mekkah dan seluruh daerah.

Artinya, Bani Hasyim mengendalikan seluruh wilayah dengan pesan-pesan Islam, dan Nabi Muhammad adalah Kasul yang dipilih, akan tetapi sebenarnya tidak ada wahyu dan pesan untuknya. Itulah pendapat Yazid tentang Allah SWT, Islam, dan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya, Muawiyah serta kakeknya Abu Sufyan, bahkan lebih buruk. Pada awal kekuasaan Utsman, ketika Umayah menduduki posisi - posisi penting Abu Sufyan berkata :

Hai Bani Umayah! Sekarang kerajaan ini telah datang pada kaian, permainkanlah seperti anak-anak bermain dengan bola, lemparkan bola kekuasaan kepada keluarga/sukumu. Kami tidak percaya apakah surga atau neraka itu ada, akan tetapi kerajaan ini adalah sesuatu yang pasti.9
Demi dia yang nama Abu Sufyan bersumpah, hari pembalasan atau kebangkitan itu tidak ada, demikian juga surga atau neraka, hari kebangkitan atau pembalasan!

(Kemudian Abu Sufyan pergi ke Uhud dan menendang pusara Hamzah, paman Nabi Muhammad yang syahid pada perang Uhud ketika bertempur melawan Abu Sufyan. la berkata): Hai, Abu, Ya'la! Lihatlah kerajaan yang kamu perjuangkan akhirnya kembali kepada kami.10

Ketika mengambil alih kekhalifahan, Muawiyah bin Abu Sufyan berkata: "Aku tidak memerangimu untuk shalat, berpuasa, membayar sedekah, tetapi untuk menjadi pemimpin dan menguasai kalian!"

Hadis ini merupakan petunjuk bahwa Muawiyah tidak peduli dengan amanah Islam sedikitpun, apalagi perintah Allah. Perang yang ia lakukan bermotifkan politik untuk mendapat kekuasaan atas seluruh wilayah dan mengambil alih kekhalifahan. Yang demikian bukan suatu yang aneh atau mengherankan. Muawiyah telah meracun Hasan bin Ali bin Abi Thalib." Sedangkan Yazid bin Muawiyah adalah otak pembunuhan Husain di Karbala, Iraq.



Pandangan Quran Mengenai Sahabat
Sekarang mari kita lihat pendapat Quran mengenai kategori sahabat yang berbeda-beda. Sahabat golongan pertama ditunjukkan oleh Allah dalam ayat berikut:
Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya sangat keras terhadap orang-orang kafir, (tetapi) berkasih sayang diantara mereka.

Engkau akan melihat mereka ruku dan sujud (shalat), memohon anugerah Allah dan ridha-(Nya). Pada wajah - wajah mereka terdapat tanda, bekas sujud mereka. Demikianlah sifat - sifat mereka dalam Taurat; dan begitu puyla dalam Injil seperti tanaman yang memunculkan tunasnya, kemudian tunas itu menguatkannnya, lalu menjadi lebat, dan tegak lurus diatas batangnya (memberikan) penanamnya kesenangan dan harapan. Tetapi, membuat marah orang - orang kafir. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara mereka yang beriman dan beramal saleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Fath : 29).

Sahabat-sahabat ini tidak diperdebatkan oleh Syi'ah dan Sunni. Karenanya, tidak akan dibahas di sini. Akan tetapi, perhatikan apa yang difirmankan Allah Yang Maha Bijak pada kalimat terakhir: "Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara mereka yang beriman dan beramal saleh ampunan dan pahala yang besar." Perhatikan kata, "orang-orang di antara mereka... " Mengapa Allah tidak mengatakan "Allah telah menjanjikau kepada semua orang dari mereka?"

Karena tidak semua orang beriman. Itulah yang mazhab Syi'ah coba sampaikan kepada dunia. mazbab Sunni, kapan pun mereka bershalawat kepada Nabi Muhammad, mereka pun bershalawat kepada semua sahabat, tanpa terkecuali. Mengapa Allah SWT membuat kekecualian sedang mazhab Sunni tidak?

Lebih dari itu, ayat tersebut menyebutkan secara khusus orang-orang yang setia bersama Nabi Muhammad, dengan arti taat kepadanya dan tidak menentang atau menjelek-jelekkannya. Tentunya orang-orang munafik berada di dekat Nabi dan berusaha mendekatkan diri mereka kepadanya, akan tetapi tidak ada kaum Muslimin yang menyebutkan mereka berdasarkan ayat yang berbunyi, "Orang-orang yang bersama Nnbi Muhammad. "Berkenaan dengan sahabat golongan kedua ini, Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang beriman! Apa yang terjadi dengan kalian! Apakah sebabnya ketika kalian di perintahkan untuk berperang di jalan Allah kalian merasa keberatan? Manakah yang lebih kalian sukai, dunia ini atau kehidupan akhirat? Jika kalian tidak man berangkat perang, ia akan mengazabmu dengan azab yang sangat pedih dan menggantikan kalian dengan yang lain; tetapi Allah tidak akan merugikan kalian sedikitpun karena Allah berkuasa atas segala sesuatu.(QS. at-Taubah : 38-39).

Ayat ini merupakan petunjuk yang jelas bahwa sahabat-sahabat tersebut malas ketika ada seruan jihad dan perintah lain, sehingga mereka patut mendapatkan peringatan Allah SWT. Ayat ini bukan satu-saiunya contoh ketika Allah mengancam akan menggantikan mereka: "...Apabila kalian berpaling (dari jalan ini), ia akan menggantikanmu dengan kaum lain, agar mereka tidak seperti kalian!" (QS. Muhammad : 38).

Dapatkah ditunjukkan siapa yang dimaksud 'kalian' pada ayat di atas? Allah juga berfirman: "Hai orang-orang beriman! Janganlah kalian mengeraskan suaramu melebihi suara Nabi... agar tidak terhapus pahalamu sedang kalian tidak menyadari. " (QS. al-Hujurat : 2).

Hadis-hadis sahih dari mazhab Sunni menegaskan bahwa ada beberapa sahabat yang suka menentang perintah Nabi Muhammad SAW dan berdebat dengannya pada banyak peristiwa. Peristiwa tersebut di antaranya:

Usai perang Badar, Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk membebaskan tawanan-tawanan perang sebagai tebusan dalam membayar fidyah tetapi para sahabat ini tidak melakukannya;

Pada perang Tabuk, Nabi Muhammad memerintahkan mereka menyembelih unta untuk menyelamatkan nyawa mereka tetapi beberapa sahabat menentangnya;
Pada peristiwa perjanjian Hudaibiyah, Nabi bermaksud berdamai dengan orang-orang Mekkah tetapi sahabat-sahabat yang sama menentangnya. Bahkan mereka meragukan kenabian Nabi Muhammad SAW.

Pada perang Hunain, mereka menuduh Nabi Muhammad tidak adil dalam membagi - bagikan harta rampasan perang;

Ketika Utsman bin Zaid diangkat Nabi Muhammad menjadi pemimpin pasukan perang Islam, sahabat-sahabat ini tidak menaati Nabi dengan tidak mengikutinya.

Pada hari kamis yang sangat tragis Nabi ingin mengungkapkan keinginannya, akan tetapi sahabat-sahabat yang sama Pula ini pun menuduh Nabi tengah meracau dan ia mencegah Nabi mengungkapkan keinginannya.

Masih banyak lagi riwayat-riwayat seperti itu yang bahkan dapat ditemukan dalam Shahih al-Bukhari.

Mengenai sahabat golongan ketiga, terdapat sebuah surah dalam Quran yang seluruhnya bercerita tentang mereka yaitu surah al-Munafiqun mengenai orang-orang munafik. Di samping itu, banyak pula ayat mengenai Sahabat-sahabat ini. Allah berfirman:

Muhammad itu tidak lebih dari seorang Rasul telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Apakah bila ia wafat atau terbunuh, kamu akan berpaling dari agamamu? Barang siapa yang berpaling dari agamanya, tidak sedikitpun ia merugikan Allah; Namun Allah (sebaliknya) akan memberikan ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur (berjuang untuk-Nya) (QS. Ali Imran : 144).

Ayat ini turun ketika beberapa orang sahabat melarikan diri dari perang Uhud,saat mereka mendengar berita bohong bahwa Nabi Muhammad terbunuh. Meski di kemudian hari Allah SWT mengampuni mereka, akan tetapi ayat di atas memberi suatu kemungkinan bahwa beberapa sahabat akan meninggalkan Islam jika Nabi Muhammad meningggal. Tetapi Allah membuat kekecualian "dan orang-orang yang bersyukur (berjuang untuk Nya). " Pada ayat lain Allah berfirman:

Hai, orang-orang beriman! Barang siapa di antara kalian yang berpaling dari agamanya, Allah akan membangkitkan suatu kaum yang Allah cintai dan merekapun mencintai-Nya,... yang bersikap lemah lembut kepada orang-orang berirnan, tetapi bersikap keras kepada orang kafi'r, berjihad di jalan Allah dan tiada pernah merasa takut terhadap kecaman orang-orang. Itulah karunia Allah yang akan la berikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberiannya san Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. al-Maidah : 54).



Para Sahabat Berdasarkan Hadis-hadis Sahih
Sebelum mengetengahkan ayat-ayat Quran yang lebih jelas mengenai sahabat golongan ketiga ini, kita akan menyebutkan beberapa hadis dari kitab Shahih al-Bukhari yang menegaskan kemurtadan mereka. Karena Bukhari telah menegaskan keshahihan hadis berikut ini, diharapkan kita tidak menganggapnya 'kafir' usai membaca hadis-hadis ini.12

Shahih al-Bukhari hadis 8.578. Diriwayatkan oleh Abdullah bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku adalah pendahuluan kalian di telaga Kautsar. Abdullah menambahkan, Nabi Muhammad berkata:
"Aku adalah pendahulu kalian telaga Kautsar dan beberapa orang dari kalian akan dihadapkan kepadaku hingga aku melihat mereka dan mereka akan disingkirkan dari sisiku dan aku akan berkata: 'Ya Allah, mereka adalah sahabat-sahabatku!" Allah berfirman, "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu.

"Shahih al-Bukhari hadis 8584. Diriwayatkan dari Anas bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:

Beberapa orang sahabat akan datang padaku di telaga Kautsar, setelah aku mengenali mereka, mereka disingkirkan dari sisiku sehingga aku berkata: "Mereka sahabatku!" Allah berfirman: "Engkau tidak tahu apa yang telah mereka ada-adakan (menambahi hal-hal baru) pada agama ini sepeninggalmu." (lihat juga Shahih Muslim, bagian 5, halaman 53-54).

Shahih al-Bukhari hadis 8585. Diriwayatkan dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar, dan barang siapa melewatinya, ia akan minum air dari telaga itu. Kemudian akan datang kepadaku beberapa orang yang aku kenal dan mereka mengenaliku. Tetapi sebuah penghalang akan diletakkan di antara aku dan mereka. Aku akan berkata, "Mereka sahabat-sahabatku." Kemudian dikatakan padaku: "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan (menambah hal-hal baru) pada agama Islam sepeninggalmu. " Aku berkata : "Betepa jauh (akan rahmat) orang - orang yang berpaling sepeninggalku."

(Abu Hazim menambahkan, "Nu'man bin Abi Aisyah, ketika mendengarku berkata : Aku akan berkata ', bertanya: ' Apakah engkau mendengar hal ini dari Sahl ? " Aku menjawab,'Ya1' Nu'man berkata,' Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Said Kudhri berkata sama.")

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata:

Pada hari kebangkitan sekelompok sahabat akan datang padaku, tetapi mereka diusir dari telaga Kautsar, dan aku berkata: "Ya Allah, (mereka adalah) sahabatku!" (Allah SWT) berkata: "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelah engkau tiada, mereka menjadi ingkar seperti para penghianatan (berpaling dari agama Islam yang benar)."

Shahih al-Bukhari hadis 8586. Diriwayatkan dari Ibnu Musaiyab:

Beberapa orang lelaki sahabatku datang ke telaga Kautsar dan mereka diusir dari telaga itu. Aku berkata: "Ya Allah, mereka adalah sahabatku!" (Allah SWT) berfirman: "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka buat-buat sepeninggalmu; Mereka berbalik ingkar menjadi pengkhianat (berpaling dari agama Islam yang benar)" (terdapat juga pada Shahih Muslim, bagian 10, hal. 64, dan hal. 59).

Shahih al-Bukhari hadis 8587; diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bercerita,

"Ketika aku sedang tidur, sekelompok orang (pengikutku dihadapkan padaku), dan saat aku mengenali mereka, seorang lelaki (malaikat) muncul di antara aku dan mereka (kami), ia berkata (kepada mereka): 'Ikutlah bersamaku.' Aku bertanya, 'Kemana?' la menjawab, 'Demi Asma-Nya, kita akan ke neraka.' Aku bertanya, Apa yang telah terjadi dengan mereka?' Ia berkata,'Mereka menjadi ingkar sebagai pengkhianat setelah engkau tiada.' Kemudian, sekelompok (pengikutku yang lain) dibawa ke hadapanku, dan ketika aku mengenali mereka, seorang lelaki (malaikat) muncul dari (antara kami) ia berkata pada mereka, 'Ikutlah bersamaku!' Aku bertanya, 'Kemana kalian akan pergi?' Ia berkata,

'Demi Allah,kami akan ke neraka.' Aku bertanya, Apa yang telah terjadi dengan mereka?' la berkata, 'Mereka menjadi ingkar sebagai pengkhianat sepeninggalmu.' Maka aku tidak melihat seorang pun dari mereka yang dapat melarikan diri kecuali beberapa orang seperti unta tanpa penggembala."

Shahih al-Bukhari 8592; diriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku sedang berdiri di sisi telaga Kautsar, sehingga aku dapat melihat orang-orang di antara kalian yang akan datang kepadaku, dan ada orang-orang yang dibawa pergi dari sisiku, sehingga aku bertanya, 'Ya Tuhanku, (mereka) adalah umatku dan pengikutku.' Sebuah suara berkata, "Tidakkah engkau ketahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu? Demi Allah mereka berpaling darimu (berpaling dari agama Islam yang benar)."

Perawi kedua, Ibnu Abi Mulaika berkata:

Ya, Allah kami memohon perlindunganmu agar kami tidak berpaling dari (Islam) agamaku dan engkau coba uji kami dengan agama kami.

Shahih al-Bukhari hadis 9172. Diriwayatkan dari Asma binti Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku berada di telaga Kautsar, menanti orang-orang yang datang kepadaku. Kemudian beberapa orang akan dibawa pergi dari sisiku dan aku berkata, "Mereka sahabatku!" Sebuah suara berkata, "Engkau tidak mengetahui bahwa mereka menjadi ingkar, karena berkhianat (meninggalkan agama mereka)."

Ibnu Abu Mulaika berkata, "Ya, Allah! Kami memohon perlindungan-Mu agar kami tidak berpaling dari (Islam) agama kami dan dari cobaan yang Engkau beri."
Shahih al-Bukhari hadis 9173. Diriwayatkan dari Abdullah bahwa Nabi Muhammad berkata:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar dan beberapa orang diantara kalian akan dibawa kepadaku. Ketika aku memeberi air ini, mereka dibawa pergi dariku dengan paksa sehingga aku berkata, "Ya Allah, mereka adalah sahabat-sahabatku!" Kemudian Yang Maha besar berkata, "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka perbuat sepeninggalmu, mereka mengada-adakan hal-hal yang baru dalam agamamu setelah engkau tiada."Shahih al-Bukhari hadis 9174.

Diriwayatkan oleh Sahl bin Saad bahwa Rasulullah bersabda:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar, dan siapa saja yang datang ke telaga ini, ia akan meminum air telaga itu, dan barang siapa yang meminumnya, ia tidak akan pernah kehausan setelahnya. Kemudian datanglah padaku orang-orang yang aku kenal dan mereka mengenalku, kemudian sebuah penghalang diletakkan di antara aku dan mereka."(Abu Sa'id Khudri menambahkan bahwa Nabi berkata, "Mereka adalah kaumku." Sebuah suara berkata, "Engkau tidak mengetahui perubahan serta apa-apa saja yang telah mereka perbuat setelah engkau tiada." Kemudian aku berkata, "Betapa jauh, betapa jauh dari rahmat Allah, orang-orang yang ingkar sepeninggalku.")

Shahih al-Bukhari hadis 8.434; diriwayatkan dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Nabi Muhammad pergi ke masjid dan melakukan shalat jenazah kali para syuhada (perang) Uhud dan kemudian menaiki mimbar. lalu berkata:

Aku adalah pendahulu kalian dan saksi atas kalian. Demi Allah, aku sedang memandangi telaga Kautsar dan aku telah diberi rahasia-rahasia kekayaan bumi ini (atau kunci bumi ini). Demi Allah, aku tidak takut sekiranya kalian menjadi musyrik setelah aku tiada, akan tetapi aku takut kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya (kenikmatan dan kekayaan dunia ini).

Shahih al-Bukhari hadis 3.555; diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad berkata:

Demi Allah yang menggenggam jiwaku, aku akan mengusir beberapa orang kaumku dari telaga (suci) Kautsar pada hari kebangkitan sebagaimana unta-unta liar diusir dari bak makanan.

Shahih al-Bukhari hadis 4375; diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad berkata kepada kaum Anshar :

Kalian akan menemukan kekufuran yang sangat besar sepeninggalku. Bersabarlah kalian hingga kalian bertemu Allah dan RasulNya di telaga Kautsar (telaga di surga). (Anas menambahkan, "Tetapi kami tidak bersabar.")13

Shahih al-Bukhari hadis 5488; diriwayatkan dari Musaiyab bahwa dia bertemu Bara bin Azib dan berkata (kepadanya):

Semoga engkau hidup sejahtera! Engkau merasakan kebahagiaan sebagai sahabat Nabi dan berbaiat kepadanya (al-Hudaibiyyah) di bawah pohon (al-Hudaibiyyah). (Mengenai hal. ini, Bara berkata, "Wahai keponakanku, Engkau tidak tahu apa yang telah kami perbuat sepeninggalnya.")

Hadis-hadis ini, tidak ayal lagi, menunjukkan bahwa Nabi mengetahui dan menyadari beberapa sahabatnya akan berpaling sepeninggalnya dan oleh karena itu mendapat azab neraka. Inilah alasan lain mengapa mazhab Syi'ah berkeras bahwa Nabi Muhammad pasti telah memiliki wakil kepercayaannya dalam menangani masalah umat (negara), seorang wakil yang tidak akan merusak agama dan tetap berjalan lurus hingga ia bertemu dengan Sang Penciptanya.

Kenyataan bahwa para sahabat Nabi bertengkar dan perang berkobar setelah Nabi wafat sangatlah terkenal. Selain itu, para sahabat yang terpecah-pecah ditunjukkan Allah SWT dengan ayat berikut.

Hendaknya ada di antara kalian, segolongan umat yang mengajarkan pada kebaikan, menyuruh berbuat makruh, dan melarang berbuat munkar. Mereka adalah orang-orang yang beruntung. Tetapi janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan bersilang sengketa setelah datang kepada kealian bukti yang nyata. Bagi mereka di sediakan azab yang mengerikan. Pada hari itu ada orang-orang yang mukanya putih berseri, dan anda orang-orang yang wajahnya hitam muram. Kepada mereka yang wajahnya hitam muram dikatakan, "Apakah kalian ingkar sesudah beriman? Maka rasakanlah siksa yang pedih karena keingkarannya!" (QS. Ali Imran : 104-106).

Ayat di atas menunjukkan bahwa ada segolongan umat yang senantiasa beriman. Ayat ini menekankan baha segolongan umat di antara mereka tidak mencakup semua orang. Akan tetapi kalimat berikutnya menjelaskan golongan ketiga yang ingkar (berpaling) dari agama mereka setelah Rasulullah wafat. Ayat ini menunjukkan bahwa pada hari perhitungan akan ada dua golongan, yang satu berwajah putih dan yang kedua dengan wajah hitam muram. Itulah petunjuk lain bahwa para sahabat akan terpecah belah.

Berikut ini beberapa ayat lainnya yang menerangkan sahabat golongan ketiga serta perbuatan mereka.

Mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengucapkan sesuatupun (yang buruk), padahal sebenarnya mereka telah mengucapkan fitnah, dan mereka mengatakannya setelah mereka memeluk Islam, dan mereka merencanakan maksud jahat yang tidak dapat mereka lakukan. Dendam mereka ini adalah balasan mereka atas karunia yang telah Allah serta Rasulnya berikan kepada mereka! Jika mereka bertaubat itulah yang terbaik untuk mereka, akan tetapi jika mereka berpaling (kepada keburukan), Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan mereka tidak mempunyai penolong di muka burni ini (QS. at-Taubah : 74).

Akibatnya Allah membiarkan tumbuh kemunafikan di hati mereka, (kekal) hingga hari itu merekar akan bertemu dengan-Nya, karena mereka melanggar perjanjian dengan Allah, dan karena mereka terns menerus berkata dusta.(QS. at-Taubah: 77).

Sifat arang Arab itu lebih pekat kekafirannya dan kemunafikannya, dan tentunya lebih tidak mengerti perintah yang telah Allah turunkan kepada Utusan-Nya, tetapi Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah : 97).

Tidakkah kamu pikirkan orang - orang yang mengakui dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan orang - orang sebelummu ? keinginan mereka (sebenarnya) adalah mengambil keputusan (dalam pertikaian mereka) dengan Taghut, sekalipun mereka sudah diperintahkan untuk menolaknya. Tetapi syaitan ingin menyesatkan mereka sejauh - jauhnya (dari jalan yang benar). (QS. An-Nisa : 60)

Di hati mereka ada penyakit, dan Allah menambah penyakit itu. Begitu pedih siksan yang mereka dapatkan, karena mereka berdusta (pada diri mereka sendiri) (QS. al-Baqarah : 10).

Sekarang kita perhatikan ayat berikut.

Apakah masih belum tiba waktunya bagi orang-orang beriman supaya tunduk hatinya dalam mengingat Allah dan kebenaran yang di turunkan (kepada mereka) agar mereka tidak meniru-niru orang-orang yang telah di beri kitab sebelumnya, setelah masa berlalu sehingga hati mereka menjadi keras? Sebagian besar di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. al-Hadid : 16).

Mungkin ada beberapa terjemahan yang menyatakan bahwa ayat di atas menerangkan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini tidaklah benar karena bertentangan dengan ayat itu sendiri. Pertama, Allah SWT tengah menerangkan para sahabat dan kemudian menyamakan mereka dengan Yahudi dan Nasrani.

Mengapa Allah berkata kepada kaum Yahudi dan Nasrani, "Apakah belum tiba waktunya bagi orang-orang beriman agar mereka tunduk dalam mengingat Allah... " dan kemudian berkata, "dan janganlah. kalian seperti orang-orang yang telah di beri kitab sebelumnya.. . " Mengapa Allah SWT membuat perbandingan kaum Nasrani (Yahudi) dengan kaum mereka sendiri? Apakah hal. ini masuk akal? Tentu tidak, Allah tidak bertentangan dengan diri-Nya sendiri.

Akan tetapi, ayat ini turun sebagai pertanyaan Allah berkenaan dengan beberapa orang kaum Muhajirin, setelah 17 tahun Quran turun hati mereka belum yakin sepenuhnya sehingga Allah mencela mereka. Pada kalimat terakhir, Allah menunjukkan bahwa ada orarig-orang fasik di antara mereka.

Seperti yang kami sebutkan, ada beberapa ayat Quran yang mengagumi sahabat golongan pertama. Akan tetapi, ayat-ayat tersebul tidak meliputi semua sahabat. Quran seringkali menggunakan sebutan 'orang-orang beriman di antara mereka' atau 'orang-orang yang pertama kali beriman di antara mereka' yang menunjukkan bahwa kata - kata tersebut tidak menerangkan kepada semua sahabat. Sebenarnya ada orang-orang munafik diantara sahabat Nabi. Jika orang - orang munafik ini diketahui mereka pasti tidak lagi dikenal sebagai orang munafik tetepi sebagai musuh.

Selain itu, ketika Allah berfirman, "Aku telah ridha dengannya hingga kini… ", tidak menyiratkan makna bahwa mereka akan juga berlaku baik dimasa yang akan datang. Tidaklah dapat dipahami jika Allah memberikan hak imunitas yang permanen kepada orang-orang yang telah berbuai baik sebelumnya, tetapi kemudian mereka menumpahkan darah ribuan kama Muslimin sepeninggal Nabi Muhammad. jika demikian, artinya searing sahabat dapat menggugurkan semua aturan Allah SWT serta perintala perintah Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, sebagaimana yang Lami sebutkan, mazhab Syi'ah tidak mendiskreditkan semua sahabat. Ada sahabat-sahabat Nabi yang memang sangat kami hormati yaitu mereka yang Allah puji dalam Quran. Ayat-ayat dalam Quran ini tentunya tidak meliputi semua sahabat. Allah berfirman:

Dan orang-orang yang mula-mula (beriman) di antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Allah telah ridha kepada mereka. la telah menyediakan bagi mereka surga yang banyak mengalir sungai-sungai di dibawahnya untuk mereka tinggali selamanya. Itulah keberuntungan yang sangat besar (QS. at-Taubah : 100).

Dan (bagaimanapun) di antara orang-orang Arab terdapat orang - orang munafik, dan juga di antara orang-orang Madinah (ada) orang - orang yang yang kemunafikan telah mendarah daging, yang engkau tidak ketahui (Hai, Muhammad). Kami mengenali mereka dan kami akan menyiksa mereka dua kali lebih pedih, kemudian mereka akan dilemparkan kedalam siksaan yang nienyakitkan.(QS.at-Taubah : 101)

Ayat - ayat tersebut menunjikan bahwa ;1) Allah ridha kepada mereka, tetapi belum tentu ridha di masa datang; 2) Allah menunjikan orang - orang yang pertama kali beriman di antara mereka. Artinya ia tidak menunjikan semua sahabat; 3) PAda ayat berikutnya, Allah membahas tentang orang - orang munafik di sekeliling Nabi yang berpura - pura menjadi sahabat sejati. Bahkan Nabi Muhammad sendiri, berdasarkan ayat di atas, tidak mengetahui mereka. Hal. ini sesuai dengan hadis Shahih al-Bukhari yang disebutkan di atas bahwa Allah akan berkata kepada Rasul-Nya, "Engkau tidak mengetahui apa yang telah di perbuat
Sahabat-sahabatmu setelah engkau tiada."

Tentunya, terdapat ayat-ayat Quran di mana Allah menggunakan kata kerja lampau tetapi dimaksudkan untuk masa sekarang atau masa yang akan datang.

Tetapi masalahnya bukan selalu hal. itu. Ada banyak ayat-ayat Quran ketika Allah dengan jelas menyatakan bahwa ia mengubah keputusan-Nya berdasarkan perbuatan kita setiap detik. Allah tidak menempati ruang dan waktu tetapi la memiliki kekuasaan untuk mengubah keputusan-Nya dalam dimensi waktu. Tentunya la sudah lebih dulu mengetahui apa yang la kehendaki untuk berubah kemudian, dan la Maha Mengetahui atas segala sesuatu. la tidak memperlakukan seorang beriman dengan cara yang buruk saat ini, meskipun la mengetahui bahwa orang beriman ini akan kafir di kemudian hari.

Untuk menjelaskan poin ini, lihat Quran seperti surah al-Anfal ayat 65-66, al-A'raf ayat 153, an-Nahl ayat 110 dan 119, ar-Ra'd ayat 11, di mana Allah SWT dengan jelas menyatakan bahwa ia mengubah keputusan-Nya atas dasar perbuatan kita. Anda dapat menemukan ayat-ayat serupa dalam Quran. Oleh karenanya, keputusan Allah tentang manusia berubah setiah waktu berdasarkan perbuatan kita. Jika kita berbuat baik, la akan ridha kepada kita, dan jika kita berbuat buruk, la akan murka, dan seterusnya. Para sahabat tentu tidak terlepas dari aturan ini. Siapapun yang berbuat kebajikan, Allah akan ridha dengan kepadanya, tidak memandang apakah ia sahabat Nabi atau bukan.

Allah Maha Adil. la tidak membeda-bedakan antara sahabat dan orang-orang yang hidup saat itu. Tidak ada seorangpun yang memberikan jaminan masuk surga jika ia berbuat jahat, menumpahkan orang - orang yang tidak berdosa. Jika tidak, maka Allah tidak adil. Allah tidak adil. Allah berfirman dalam Quran "Setiap diri bertanggung jawab atas segala perbuatannya." (QS.al-Mudatstsir : 38); "Penuhilah janjimu, maka Aku akan memenuhi janji- Ku." (QS. Al-Baqarah : 40 ).

Kalaupun kita berasumsi atas argumen bahwa surah at-Taubah ayal 100 memiliki makna 'semua' sahabat dijamin masuk surga, surah al Baqarah ayat 40 menyatakan dengan jelas bahwa apabila orang-orang itu melanggar janji setelah Nabi wafat dan menumpahkan darah orang-orang tidak berdosa, Allah tidak akan memenuhi janji-Nya.

Mari kita perhatikan ayat-ayat Quran berikut yang menunjukkan secara jelas bahwa seseorang yang sangat mulia, yang pantas masuk surga, dapat menghanguskan semua perbuatan baiknya dalam sekejap. Maka janganlah menilai perbuatan baik seseorang yang pernah diperbuatnya, jika ada, kita harus senantiasa melihat hasil akhir setiap orang. Bahkan Nabi Muhammad sendiripun tidak mengetahui takdirnya hingga ia wafat (yaitu hingga ia melalui ujian terakhir) karena ia juga memiliki kebebasan untuk berbuat buruk. Allah berfirman:

Hai Rasulullah, jika engkau mempersekutukan Allah, amal salehmu akan terhapus, dan engkau termasuk orang-orang yang merugi
(QS. az-Zumar : 65).

Kalau amal saleh Rasul sendiripun terancam terhapus, jelaslah ky;aimana kita menilai para sahabat. Tentu saja Nabi Muhammad tidak menghapus perbuatan baiknya, tetapi ada kemungkinan kalau amal salehnyapun dapat terhapus.

Dan jika di antara kalian yang berpaling dari agamanya dan mati dalam keadaan kafir, maka hapuslah semua pahala amal kebajikannya, di dunia ini dan akhirat, dan mereka akan menjadi penghuni neraka selamanya (QS. al-Baqarah : 277).

Orang - orang yang kembali kafir setelah beriman dan semakin meningkat kekafirannya, sekali - kali tidak akan diterima taubatnya dan mereka itu adalah orang - orang yang sesat (QS. Ali Imran : 90)

Pada hari kiamat, ada orang - orang yang wajahnya putih bercahaya dan ada orang - orang yang wajahnya hitam kelam. Kepada mereka berwajah hitam dikatakan : " Mengapa kalian sesudah beriman ? Rasakanlah siksaan ini karena kekafiranmu !" (QS. Ali Imran : 106)

Orang yang telah beriman, lalu ia kafir, kemudian ia beriman kembali, lalu kafir kembali, dan semakin pekat kekafi'rannya, Allah tidak akan mengampuni dan menunjuki mereka jalan (QS. an-Nisa : 137).

Maka, sangatlah mungkin bagi seorang beriman yang telah diridhoi Allah, menjadi kafir di kemudian hari. Sebaliknya, jika seseorang telah dijanjikan bahwa Allah meridhainya selamanya dan tanpa syarat, tidak masalah apakah ia menumpahkan darah orang-orang tidak berdosa atau berbuat jahat di kemudian hari, berarti ia tidak lagi mendapat cobaan dari Allah. Hal. ini bertentangan dengan banyak ayat Quran.



23
ANTOLOGI ISLAM

Tragedi Hari Kamis
Pada hari Kamis, tiga hari sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW, Nabi meminta pena serta secarik kertas untuk menuliskan wasiatnya dan mengulang kembali penobatan seorang penggantinya bagi umat. Mayoritas sumber-sumber hadis Sunni termasuk Shahih Bukhari serta Shahih Muslim menyebutkan bahwa sekelompok pembangkang (oposisi) di kalangan sahabat yang dipimpin Umar bin Khattab, menuduh bahwa Nabi tengah meracau, mencegah agar tidak menuliskan pesannya. Mereka mempertanyakan kesadaran Nabi Muhammad untuk meragukan keinginannya. Berikut ini beberapa hadis mengenai tragedi hari kamis. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Ibnu Abbas berkata:

"Hari kamis! Betapa tragis hari itu!" Kemudian Ibnu Abbas menangis keras sehingga air matanya mengalir ke pipi. Kemudian ia menambahkan (Rasulullah bersabda), "Ambikan sebuah tulang pipih atau kertas serta tinta agar aku dapat menuliskan pernyataan yang akan membuat kalian tidak tersesat sepeninggalku." Mereka berkata, "Sesungguhnya Rasulullah sedang meracau!"14

Versi lain hadis ini dinyatakan oleh Bukhari dan Muslim yang menunjukkan peran Umar bin Khattab dalam kekacauan itu. Shahih al-Bukhari, hadis 9468 dan 7573. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:

Menjelang kematian Nabi Muhammad yang semakin dekat, dalam rumah Nabi terdapat beberapa orang dan diantara mereka terdapat Umar bin Khatab. Nabi
Muhammad berkata "Mendekatlah, akan aku tuliskan bagi kalian sesuatu yang akan membuat kalian tidak akan tersesat selamanya" Umar berkata " Nabi Muhammad sakit parah, dan kalian telah memiliki Quran. Cukuplah bagi kalian Quran, Kitab Allah bagi kita. "Orang-orang di rumah Nabi berdebat. Beberapa orang di antaranya berkata, "Ambilkan pena dan agar Rasulullah menuliskan bagi kalian sesuatu yang tidak akan membuat kalian tersesat." Sementara yang lainnya mengulangi apa yang Umar katakan. Ketika mereka berteriak-teriak keras dan bertengkar di hadapan Nabi, Nabi berkata kepada mereka, "Pergi kalian, tinggalkan aku!" Ibnu Abbas berkata, "Pertengkaran dan keributan tersebut merupakan bencana besar yang membuat Rasulullah tidak jadi menuliskan sesuatu bagi mereka." 15

Sebagaimana yang terlihat pada hadis di atas, Nabi Muhammad di tuduh meracau oleh sekelompok pembangkang di antara para sahabat yang dipimpin Umar bin Khattab. Pada hadis di atas, Ibnu Abbas menyebutkan Umar dan sahabat-sahabatnya menyebabkan Nabi tidak jadi menuliskan sesuatu yang tidak akan membuat kaum Muslimin tersesat sepeninggalan. Kesimpulannya, Rasulullah tidak menuliskan sesuatu. Pada hadis berikut ini, Sa'id bin Zubair menyebutkan bahwa Nabi berkata tiga perkara tetapi ia telah lupa perkara yang ketiga yang berharga bagi kaum Muslimin.

Shahih al-Bukhari hadis 4393; diriwayatkan dari Sa'id bin Zubair:

Aku mendengar Ibnu Abbas berkata, "Hari Kamis! Engkau tahu apa yang terjadi pada hari kamis?" Setelah itu Abbas mencucurkan air mata, hingga batu di bawahnya basah. Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, "Ada apa gerangan dengan hari Kamis?" la menjawab, "Ketika kondisi (kesehatan) Rasulullah semakin memburuk, ia berkata, "Ambilkan sepotong tulang belikat agar aku dapat menuliskan sesuatu yang dengannya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku!" Orang-orang berdebat meski hal. itu tidak pantas mereka lakukan di hadapan Nabi. Mereka berkata, 'Ada apa dengan Nabi Muhammad? Kamu bilang ia mengigau? Tanyakan padanya ( pakah Nabi mengingau ?) " Rasulullah menjawab " Pergi kalian ! Aku lebih baik dari apa yang kalian katakan !"

Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan mereka untuk melakukan tiga perkara, "Usir penyembah berhala dari semenanjung Arab! Hormati utusan-utusan asing yang datang dengan memberikan mereka hadiah seperti yang biasa aku lakukan!" Perkara ketiga adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kaum Muslimin yang aku lupa apakah Ibnu Abbas mengatakanya atau tidak.

Sa'id bin Zubair mengatakan bahwa Nabi Muhammad mengatakan tiga perkara tetapi ia lupa perkara ketiga yang berharga bagi kaum muslimin. Aneh sekali, bahwa perawi yang biasanya ingat akan ribuan hadis, lupa wasiat ketiga Nabi.

Perhatikan dua perkara yang disebutkan oleh kedua perawi tersebut;

1) Mengusir penyembah berhala dari semenanjung Arabia; dan 2) Menghormati utusan-utusan asing. Dapat kita lihat bahwa kedua perkara tersebut bukan perkara yang jika dilakukan kaum Muslimin, mereka tidak akan pernah tersesat sepeninggal Nabi Muhammad. Perkara ketiga pasti lebih penting yang akan menjamin keselamatan kaum Muslimin, dan tidak mungkin tidak lebih penting daripada kepemimpinan. Selain itu, pernyataan tersebut bertentangan dengan ucapan Ibnu Abbas pada hadis yang disebutkan sebelumnya yang menyatakan bahwa pertengkaran tersebut membuat Rasulullah tidak jadi menyatakan keinginannya.

Berikut ini hadis terakhir yang ingin kami sampaikan. Shahih alBukhari hadis 5716. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

"Hari kamis! Betapa tragis hari itu! Pada hari itu sakit Nabi Muhammad semakin parah dan ia berkata, 'Ambilkan sesuatu agar aku dapat menuliskan bagi kalian sesuatu yang dengannya kalian tidak akan pernah tersesat!' Orang-orang (yang berada di situ) bertengkar dan tidak pantas mereka bertengkar di hadapan Nabi. Mereka berkata, "Ada apa dengannya? Kamu pikir ia meracau?""

Sebagaimana yang disebutkan pada Shahih al-Bukhari hadis 9468 dan 7573, Umar berkata, "Nabi Muhammad sakit keras, engkau telah memiliki Quran, maka cukuplah kitab Allah bagi kita." Umar dan pendukungnya menuduh Nabi tengah meracau sehingga Nabi Muhammad tidak jadi menuliskan pernyataan itu. Dalam pembahasan mengenai Quran dan Ahlulbait pada Bab awal buku ini, Nabi Muhammad dengan jelas memberi petunjuk bahwa kita harus mengikuti Quran dan Ahlulbait agar tidak tersesat. Oleh karenanya, Quran saja tidak cukup, bertentangan dengan yang Umar katakan.

Ada sebuah tafsiran yang aneh pada catatan kaki hadis di diatas pada Kitab Shahih Muslim (1980, Edisi bahasa Arab). Dinyatakan bahwa peristiwa di atas menunjukkan keutamaan Umar, karena ia mengetahui, bahwa orang-orang mungkin tidak akan mengikuti apa yang akan Nohi Muhammad tuliskan, sehingga orang-orang akan masuk neraka karmm lidak taat terhadap perintah Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Umar mencegah agar Rasulullah tidak menuliskan sesuatu untuk menyelamatkan orang-orang masuk neraka.

Juga, pada catatan kaki di bagian yang sama pada kitab Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi Muhammad bermaksud menunjuk seorang khalifah pada hari Kamis tersebut, dan mungkin persoalan kepemimpinan itulah yang menjadi perdebatan.

Sebenarnya, hampir semua orang yang hadir di sana, memahami maksud Nabi, seperti halnya Umar. Karena sebelumnya Nabi Muhammad pernah mengangkat persoalan ini ketika ia sudah banyak menyatakan,

' Aku tinggalkan dua hal. berharga bagi kalian; kitab Allah dan keturunanku (itrah Ahlulbaitku). Jika kalian berpegang pada keduanya, kalian tidak akaan pernah tersesat sepeninggalku." (Shahih at-Turmudzi, versi yang hampir sama juga disebutkan pada Shahih Muslim) dan ketika mereka berada di Ghadir Khum, Nabi mengatakan, "Barang siapa mengangkatku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya.""

Maka ketika sakit Nabi semakin parah ia berkata, "Aku tuliskan sesuatu yang dengannya kalian tidak akan tersesat sepeninggalku!" Orang-orang yang hadir saat itu, termasuk Umar, dengan cepat memahami bahwa Nabi Muhammad berniat mengulangi apa yang telah ia sebutkan sebelumnya, tetapi kali ini Nabi ingin mengulangnya dalam tulisan. Oleh karenanya ketika Nabi Muhammad tiga hari sebelum kematiannya hendak menuliskan sebuah wasiat untuk menyelematkan kaum muslimah agar tidak tersesat, ia dituduh meracau. Apdahal beberapa ayat Quran dengan jelas menyebutkan:

Hai orang-orang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara rasul.... jika tidak semua perbuatanmu sia-sia sedang kamu tidak menyadarinya. (QS. al-Hujurat : 2).

Tiada seorang rasulpun yang berbieara atas kehendak dirinya. (apa yang ia katakan) tiada lain wahyu yang di turunkan (QS. an-Najm : 34).Laksanakanlah apapun yang rasul kalian perintahkan, dan jauhilah dari apapun yang ia larang kepadamu (QS. al-Hasyr : 7).

Alasan lain mengapa Nabi Muhammad tidak mengulangi permintaannya (jika benar demikian) adalah karena ia telah direndahkan oleh beberapa sahabat dan dituduh meracau. Jadi meskipun ia mengatakan sesuatu, orang orang ini tidak akan percaya padanya karena akan dikatakan bahwa perintah itu disampaikan ketika Nabi tengah mengigau. Dengan mengatakan bahwa Nabi tengah mengigau Umar telah mengacaukan segalanya.

Ada beberapa hadis Sunni yang menyatakan tanpa bukti bahwa Nabi Muhammad bingung memilih penggantinya sehingga ia tidak menunjuk seorangpun dan menyerahkan hal. tersebut kepada umat untuk diputuskan. Beberapa hadis mengklaim bahwa Nabi ingin menunjuk Abu Bakar, tetapi ia menyerahkannya kepada umat.

Jika Umar pernah mendengar ucapan seperti itu (Nabi ingin mengangkat Abu Bakar sebagai penerusnya), ia tidak akan menghentikan Nabi mengatakan wasiatnya dan menuduhnya meracau. la akan membiarkan Nabi menyatakan wasiatnya dan mengangkat Abu Bakar sebagai penggantinya. Kita semua mengetahui bahwa pendukung utama rahasia penobatan Abu Bakar sebagai khalifah di Saqifah Bani Sa'idah adalah Umar bin Khattab.

Jadi, jika Umar tidak pernah mendengar hadis tersebut (maksud Nabi untuk menunjuk Abu Bakar), kemungkinan besar hadis tersebut dibuat buat kemudian.
Hadis ini pun bertentangan dengan banyak hadis shahih sunni mengenai penunjukkan Ali Ibnu Abi Thalib sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW. Seperti yang anda ketahui, terdapat begitu banyak hadis palsu yang dibuat oleh banyak ulama yang mendukung penunjukkan penguasa, dan sebagian besarnya membenarkan apa yang terjadi. Terakhir, kami ingin mengajak anda melihat betapa tragisnya, tragedi hari Kamis tersebut. Perhatikanlah bahwa ada orang yang hendak menyampaikan wasiat penting untuk dituliskan menjelang ia wafat. Pikirkan juga keutamaan orang yang ingin menuliskan wasiat tersebut. la adalah Rasulullah, manusia paling sempurna. Tiada seorangpun sepertinya yang sangat memperhatikan umatnya. Seorang manusia yang oleh Allah telah diperintahkan dalam Quran untuk kita taati, tanpa syarat. Pikirkan juga bahwa pernyataan Nabi Muhammad ini akan menjadi kunci utama takdir kaum Muslimin bahwa mereka tidak akan pernah tersesa t jika memegangnya.

Pada saat-saat penting tersebut, orang-orang yang menyebut dirinya sebagai sahabat sejati Nabi telah menghentikan dan menghinanya. Sahabat-sahabat ini bertanggung jawab terhadap tersesatnya kaum Muslimin sepanjang sejarah dan kaum Muslimin generasi mendatang.



Tanggapan-tanggapan
Setelah membaca artikel ini, seorang saudara Sunni memberi komentar; "Bagaimana Umar dapat mencegah termanifestasinya ketentuan Ilahi? Jika menulis wasiat adalah perintah Allah kepada Rasul, bagaimana bisa Allah gagal mewujudkan kehendak-Nya?

Saudara kita ini telah mencampuradukkan dua hal. yang berbeda. Umar dapat mencegah terwujudnya kehendak/ketentuan Ilahi karena ia adalah manusia yang diberi kehendak bebas. Akan tetapi, Umar atau manusia lainnya tidak dapat mengubah apa yang telah Allah tetapkan sebelumnya (takdir) dan kehendak (mashiyyah). Cobaperhatikanpernyataa n ini; ada perbedaan antara firman Allah (yang dapat tidak dipatuhi umat) dan ketetapan Allah (yang tidak dapat dilanggar). Adalah firman Allah kemudian Nabi menuliskan pernyataan tersebut, tetapi ketentuan Allahlah yang terjadi.

Saudara Sunni lainnya menyebutkan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah menuliskan sebuah wahyu atau ajarannya selama 23 tahun misinya. Lalu, bagaimana ia memerintahkan umatnya untuk mengambilkannya pena dan kertas untuk menuliskan sesuatu bagi mereka?

Adalah benar bahwa Nabi Muhammad tidak menulis di depan umum, karena ia biasa mendiktekan. Akan tetapi, hal. ini tidak berarti bahwa ia tidak dapat menulis. Adalah benar juga bahwa Nabi Muhammad `nammi', tapi hal. ini tidak berarti bahwa Nabi Muhammad tidak dapat membaca dan menulis. Arti yang lebih benar adalah bahwa ia tidak memiliki guru dari kalangan manusia untuk mengajarinya membaca dan menulis sejak ia lahir dari rahim ibunya. (ummi berasal dari kata umm yang artinya ibu). Gurunya hanyalah Allah. Itulah mengapa Quran benar-benar merupakan wahyu/mukjizat seseorang yatag tidak memiliki seorang guru dari manusia dan belajar di sekolah. Kami ingin mengatakan; menghilangkan keraguan bahwa benar Quran adalah wahyu dari Allah merupakan satu-satunya alasan bahwa Nabi Muhammad tidak diperintahkan untuk menulis di depan umum atau menyatakan demikian.

Mampu membaca dan menulis tidak hanya dalam bahasa Arab, tetapi juga dalam semua bahasa lain, dan mengetahui bahasa makhluk lain tidak harus dikuasai oleh seluruh utusan Allah. Semua pengetahuan tersebut dapat diketahui Nabi ketika benar-benar diperlukan, atas izin Allah. Tetapi saat tidak diperlukan, ia bertindak seolah-olah tidak memiliki pengetahuan tersebut. Hal. ini berarti ia seperti memiliki akses kepada inti ilmu daripada memiliki semua ilmu.

Mengenai tragedi hari Kamis, yang dimaksud Nabi dengan 'menulis' adalah 'menyuruh untuk menuliskan', dan orang-orang saat itu menyadarinya dan bukan pertama kali bagi mereka mendengar hal. itu. Berdasarkan hadis tersebut tak seorangpun mengatakan bagaimana caranya ia menulis. Selain itu, kalaupun kita anggap bahwa Nabi in-in menulis sendiri dan umat tidak tahu tentang kemampuannya untuk menusli maka mereka telah mereagukannya dan ingin mengetahui apakah ia dapat melakukan mukjizat itu disamping semua mukjizat yang ia miliki dan tunjukkan. Apakah mereka meragukan mukjizatnya ?

Dia adalah Nabi dimana Allah telall berkata tentangnya, 'La yanthiqu anil hawa !" (ia tidak berkata atas hawa nafsunya) Tinggalkanlah sujunak surah al-Ahzab ayat 36, al-Hasyr ayat 7, art-Nisa ayat 80 dan 59, dll. Untuk membenarkan ketidaktaatan beberapa sahabat, dapatkah kita mengatakan bahwa 'ia tengah.meracau'? Apakah Allah SWT mengetahui bahwa pada saat itu utusan-Nya tidak dapat bertahan dengan kondisinya yang sakil dan maju ke depan serta menyebutkan ayat-ayat tersebut?

Saudara Sunni yang lain menyebutkan bahwa sekiranya Nabi Muhammad hendak menunjuk Ali sebagai pemimpin, mengapa ia tidak melakukannyadi hadapan semua orang dan bukan di rumahnya beberapa hari sebelum ia wafat?

Nabi Muhammad telah mengumumkan penunjukkan Imam Ali sebagai pemimpin di banyak peristiwa sejak pertama kali ia menyebarkan agama Islam di Mekkah.18

Apa yang ingin Nabi Muhammad lakukan sebagai wasiat terakhirnya adalah menuliskan (memberi perintah untuk menuliskan) apa yang telah ia katakan. Tetapi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa orang di sekitarnya, dengan sangat memalukan menganggapnya tidak sadar. Apa yang terjadi pada hari
Kamis tersebut merupakan bukti bahwa Nabi telah menunju k seorang pengganti, jika tidak, maka tidak akan ada pembangkangan.

Saudara Sunni yang lain menyebutkan ayat; "Hari ini telah aku perkenankan agamamu dan menyempurnakan rahmat-Ku pada kalian, dan Aku tetapkan Islam sebagai agamamu" (QS. al-Maidah : 3), yang turun dua bulan sebelum wafat Nabi Muhammad SAW, menunjukkan bahwa tidak akan ada perintah agama lain yang datang setelah ini. Jika tidak, sekiranya pernyataan berharga yang hendak Nabi imlakan kepada pengikutnya adalah sesuatu yang telah dilupakan, akan menjadikan ayat ini dusta.

Mungkin saudara kita ini akan terkejut bahwa banyak ahli tafsir Quran dari mazhab Sunni telah menegaskan surah al-Maidah : 3 turun di Ghadir Khum setelah Rasulullah bersabda " Barang siapa menganggapku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya, Ya Allah cintailah orang - orang yang mencintainya, musuhilah siapapun yang memusuhinya!" Hal ini berarti bahwa sempurnanya agama disebabkan oleh tercapainya Nabi mengumumkan penggantinya.
Sebenarnya, apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW pada hari Kamis itu adalah mengulangi, mengingatkan dan menekankan hal-hal yang telah diwahyukan sebelumnya. la tidak ingin menambahkan halhal baru.

Tidak ada kaum Muslimin yang menyatakan bahwa kedudukan kenabian telah diambil dari Nabi Muhammad SAW sebelum ia wafat. Kami pun tidak menyatakan hal. demikian berkenaan rasul-rasul lainnya. Bahkan kalaupun kita anggap ia bukan lagi seorang rasul atau ia ingin mengatakan sesuatu yang baru, apakah anda dapat menemukan seorang lelaki yang lebih baik dan lebih memperhatikan umatnya? Apakah wasiat terakhirnya bertentangan dengan kemaslahatan umatnya? Berapa banyak orang-orang yang telah berlaku kasar padanya bahkan tidak mengizinkannya berbicara?
Nabi Muhammad berkata, "Sekiranya engkau tidak berada di sana, wahai Ali, kaum Muslimin tidak dapat dikenali lagi sepeninggalku!"



Persekongkolan Terhadap Imam Ali
Seorang saudara dari mazhab Sunni menuturkan bahwa sulit sekali bagi mereka untuk menerima teori konspirasi. Setelah sekian lama menjadi sahabat, mengapa hanya beberapa orang sahabat saja yang melaksanakan perintah Nabi Muhammad mengenai kekalifahan sedang yang lain tidak mematuhinya?

Kami tentunya akan menerima argumen saudara kita ini sekiranya ia dapat meyakinkan kami mengapa sebagian besar sahabat-sahabat Nabi Musa menjadi penyembah sapi emas setelah lama diuji? Menurut Shahih al-Bukhari, Nabi Muhammad bercerita kepada Ali bahwa kisah Harun dan Nabi Musa sama dengan kisah dirinya dan Ali : " Kedudukamu bagiku adalah seperti kedududkan Harun bagi Musa, hanya saja tidak ada Nabi setelahku."19 Kedudukan Harun bagi
Musa dijelaskan pada tiga ayat Quran berikut :

(Musa berkata), "Ya Allah, jadikanlah bagiku seorang ulama dari keluargaku, yaitu Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak menginQat-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami. (Allah berfirman), "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonanku, hai Musa!" (QS. Tha Ha: 29-36).

Sesungguhnya telah Kami beri kitab kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai walinya
(QS. al-Furqan : 35).

Dan Musa berkata kepada saudaranya yaitu Harun; "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah!" (QS. al-A'raf : 142).

Perhatikanlah bahwa kata Ukhlufni dan Khalifa berasal dari akar kata yang sarna. Untuk memahami apa yang diriwayatkan adalah Shahih al Bukhari, kita perlu menggantikan kata 'Musa' dengan kata 'Muhammarl' dan kata'Haruri dengan kata Ali'. Kalimatnya menjadi; "Dan Muhammad berkata kepada saudaranya Ali, 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah!"' Tentunya, hadis Shahih al-Bukhari mengecualikan kenabian bagi Imam Ali, baginya adalah kepemimpinan atas umatnya.

Dengan menyertakan tiga ayat di atas dengan hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Ibnu Majah dan banyak lainnya, kami berhasil menyingkap tirai misteri bahwa Ali adalah saudara dan wakil/penerus nabi Muhammad. Menurut hadis di atas, makna cerita Nabi Muhammad SAW adalah bahwa sebagaimana Nabi Musa telah menunjuk Harun untuk menggantikan dirinya mengurusi umat ketika ia pergi ke Miqat (menemui Allah), hal. yang samapun di lakukan nabi Muhammad yang menunjuk Ali menggantikan dirinya mengurusi um,n Islam setelah ia bertemu Allah (wafat).

Menegaskan apa yang disiratkan hadis di atas, kami menemukan banyak riwayat bahwa Imam Ali dijuluki "saudara" Nabi ketika Nabi Muhammad menetapkan siapa-siapa saja yang menjadi 'samiara' di antara pungikutnya. " Menariknya, Nabi Muhammad menjadikan Abu Bakar dan Uinarsebagai saudara seiman.21 Sekiranya Abu Bakar benar-benar orang yang dekat dengan Nabi Muhammad, Nabi akan memilihnya, bukan Imam Ali.

Jika kita kaji lebih jauh situasi setelah wafatnya Nabi Muhammad dan kepergian Nabi Musa ke Miqat (bertemu Allah), kita akan melihat banyak kesamaan lainnya atas apa yang dikatakan Nabi Muhammad kepada Ali. Quran menyatakan bahwa atas perintah Allah, Nabi Musa menunjuk Harun sebagai penggantinya (khalifah) dan menitipkan umat kepadanya. Kemudian ia berangkat ke Miqat selama 10 hari. Sepeninggal Nabi Musa, sebagian besar sahabatnya berbalik menentang Nabi Harun, diperdaya oleh Samiri dan menjadikan mereka penyembah sapi emas.22

Kesamaaxi yang disebutkan Nabi Muhammad pada.hadis di atas, nampaknya menjadi kenyataan setelah ia wafat. Sebagian besar sahabat menjadi tidak patuh kepada Ali setelah Nabi Muhammad SAW wafat, berbalik menentangnya dan lebih memillih orang selainnya. Sebagian besar orang yang menentang Ali sama seperti nenek moyang mereka yang tidak patuh kepada Nabi Harun. Mereka tidak mengambil pelajaran dari Quran dan sejarah, sehingga sejarah berulang kembali. Kisah Bani Israil yang berulang-ulang diceritakan, ditegaskan Nabi kepada umat muslim.

Shahih al-Bukhari 9422; diriwayatkan dari Abu Sa'id Khudri bahwa Nabi Muhammad berkata:

"Kalian mengikuti jalan orang-orang yang datang sebelum kalian, sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal, seinci demi seinci hingga jika mereka masuk ke mulut buaya kalian akan mengikuti mereka," Kami bertanya, "Ya, Rasulullah apakah mereka umat Yahudi dan Nasrani?" Rasulullah menjawab, "Siapa lagi?"23
Mengapa Nabi Muhammad menyamakan sahabat-sahabatnya dengan kaum Nasrani dan Yahudi? Karena Allah telah memberitahukannya bahwa sebagian besar sahabat akan berpaling, kecuali sedikit.

Imam Ali masih merupakan Imam yang dipilih Allah selama berlangsungnya masa tiga kekhalifahan dan apa yang dapat diambil oleh para khalifah hanyalah kepemimpinan, yang merupakan saalh satu hak Imam, tetapi tidak dengan posisi Imamah. Mengenai Imam All membaiat Abu Bakar, Umar bin Khattab serta Utsman bin Affan, itulah adalah kondisi terpaksa karena tidak memiliki pilihan lain. Kami tidak pernah menganggap Imam Ali sebagai pengecut. Tindakan yang Imam Ali lakukan adalah tugasnya sebagaimana yang dilakukan Nabi Harun. Quran menyatakan bahwa ketika Nabi Musa kembali dari Miqat ia sangal marah karena Allah memberitahu bahwa umatnya telah menyimpulkan selama ia pergi. Nabi Musa datang dan menanyai saudaranya Harun, mengapa ia tidak berusaha mencegah kerusakan ini. Quran menyatakan bahwa Harun menjawab, "Wahai Musa, orang-orang ini benar-benar telah menindasku. Mereka bahkan akan membunuhku." (QS. al-A'raf : 150).

Ayat di atas membuktikan satu lagi kesamaan yang mencolok antara Imam Ali dan Nabi Harun. Karena kaum Muslimin telah yakin bahwa Harun adalah benar-benar Rasulullah. Mereka tidak berani menyebutnya pengecut. Sebenarnya taqiyah (berpura-pura) banyak disebutkan ayat Quran. Pembahasan mengenai perlunya taqiyah menurut Quran dan banyak hadis Nabi yang diriwayatkan dalam koleksi hadis Sunni yang shahih memerlukan ruang sendiri.

Bagaimanapun, Ali melaksanakan tugasnya setelah rasul wafat sebagaimana halnya Nabi Harun. Sebelumnya, Harun telah mengingatkan mereka, "Wahai kaumku, sesungguhnya kalian tengah diuji, Allah adalah Tuhanmu yang Maha Pengasih, oleh karenanya ikutlah aku dan taati perintahku!" (QS. Tha Ha: 90).

Shahih al-Bukhari menegaskan bahwa Imam Ali menolak berbaiat kepada Abu Bakar selama enam bulan. la baru berbaiat setelah Sayidah Fathimah wafat, enam bulan setelah kepergian Nabi. Setelah Nabi wafat, selama 40 hari, Ali menghubungi pemuka-pemuka di malam hari, untu k mengingatkan mereka tentang perintah Nabi Muhammad mengenai haknya atas kekhalifahan, mengajak mereka untuk bergabung dengannya menggalang kekuatan. Tetapi tidak seorangpun yang memberi tanggapan kecuali Abu Dzar, Miqdad, Salam Farisi dan beberapa orang lainnya. Nabi pernah menyatakan kepada Ali bahwa jika jumlah pengikutnya lebih dari 40 orang, ia harus bertindak; jika tidak ia harus tetap berdiam diri karena orang-orang beriman yang sedikit itu akan terbunuh tanpa mereka bisa berbuat apa-apa terhadap Islam. Ali tidak takut terbunuh, ia berdiam diri untuk menjaga Islam yang mulai memudar. Setelah yakin ia tidak akan berhasil jika melakukan, revolusi, ia berkeputusan untuk berdiam diri. Selama berdiam diri, ia bekerja sama dengan dua khalifah pertama sebagai penasehat dan berbuat semampunya untuk memperkecil kehancuran. Jika ia tidak melakukan hal. itu, Islam akan musnah total. Imam Ali berkata, "Aku membiarkan masa-masa itu seolah-olah sebuah tanduk mencolok mataku dan duri menancap di tenggorokanku!" (Nahj al-Balaghah).

Pada saat itu, Islam masih sangat muda usianya (baru 23 tahun berdiri), sedangkan perpecahan di antara kaum Muslimin bisa saja membumihanguskan Islam di bumi ini. Oleh karenanya, ia tidak berbuat apa-apa seperti yang dilakukan Nabi Harun untuk mencegah terjadinya perpecahan.
Musa berkata, "Wahai Harun, apa yang menghalangimu ketika melihat mereka telah sesat, sehingga kamu tidak rrtengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?"Harun menjawab, "... Sesungguhnya aku khawatir bahwa engkau akan berkata, 'Kamu telah memeeah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku.' (QS. Tha Ha: 92-94).

Abu Sufyan adalah salah satu orang yang ingin menghancurkan Islam dengan mendukung Ali untuk memberontak takkala ia yakin bahwa Ali tidak akan berhasil karena jumlah pengikutnya yang sedikit. Akan tetapi, pemberontakan yang kecil akan menyulut pada perang saudara dan kehancuran Islam. Ath-Thabari meriwayatkan:

Ketika orang-orang berkumpul untuk berbaiat kepada Abu Bakar, Abu Sufyan menemuinya sambil berkata, "Demi Allah, aku tidak melihat gumpalan awan melainkan pertumpahan darah. Wahai keluarga Abdu Manaf! Siapakah Abu Bakar sehingga ia menjadi pemimpin kalian ! Dimana Ali dan Abbas, orang - orang yang tertindas !" Kemudian ia berseru kepada Ali, " Wahai Abu Hasan, ulurkanlah tanganmu agar aku bisa berbaiat kepadamu !" Dengan marah Ali berkata,

"Demi Allah, engkau tidak berniat baik melainkan menyebar fitnah. Sejak lama engkau ingin Islam hancur. Kami tidak membutuhkan nasehatmu."24

Sebagaimana yang dikutip hadis Bukhari sebelumnya, Nabi Muhammad menegaskan bahwa sejarah Bani Israil akan berulang pada umatnya. Quran memberi jalan kita untuk memahami sejarah Islam yang sebenarnya. Ada banyak kesamaan yang begitu dalam mengenai hal. ini dalam Quran.



24
ANTOLOGI ISLAM

Penafsiran Lain
Saudara dari mazhab Sunni menyebutkan bahwa Nabi Harun telah wafat ketika Nabi Musa masih hidup, dan tentunya, hal. ini bukan satu analogi yang benar untuk mengukuhkan kekhalifahan Ali dengan merujuk pada hadis Bukhari di mana Nabi Muhammad berkata, "Kedudukanmu bagiku seperti kedudukan Harun bagi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahku!"

Pernyataan bahwa Nabi Harun wafat ketika Nabi Musa masih hidup, jika benar, tidaklah mengurangi keutuhan argumen ini. Jika saudara dengan cermat membaca paragraf berikut.

Sebagaimana Musa menunjuk Harun untuk mengurusi umatnya ketika ia berangkat ke Miqat untuk berjumpa Allah, hal. yang sama pun dilakukan Nabi Muhammad yang menunjuk Ali sebagai penggantinya untuk mengurusi umat Islam setelah ia bertemu Allah (wafat).

Pernyataan ini lebih kuat apabila kita kaji frase terakhir hadis Bukhari, ketika Nabi Muhammad berkata, "...hanya saja tidak ada Nabi setelahku." Coba cermati kata 'setelah' pada pernyataan Nabi Muhammad. Tidakkah anda berpikir bahwa Nabi Muhammad sedang berbicara tentang 'setelah' wafatnya? Kedudukan (kepemimpinan) yang ia percayakan kepada A li akan tetap berada di sisi Ali hingga ia wafat. Tidak seorangpun dapul mengambilnya selain Nabi Muhammad.

Nabi Musa tidak berada di tengah umatnya selama 40 hari dan ia menemui mereka bersama Nabi Harun. Nabi Muhammad pun berada jauh dari kita (di surga) tetapi ia akan segera menemui kita, para sahabatnya dan juga Imam Ali pada hari perhitungan. Kemudian, ia akan bertanya kepada mereka sebagaimana Nabi Musa bertanya kepada kaumnya, khususnya orang-orang yang telah meninggalkan agamanya dan menyembah sapi emas. Bacalah hadis Shahih al-Bukhari berikut untuk menyelaraskan pikiran tentang percakapan yang akan terjadi antara Nabi Muhammad dan beberapa sahabatnya.

Shahih al-Bukhari, hadis 8585; diriwayatkan dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd bahwa Nabi berkata:

Aku adalah pendahulu kalian di telaga Kautsar, siapa saja yang melewatinnya, ia akan meminum dari air itu dan barang siapa yang meminum air itu, ia tidak akan pernah merasa haus. Lalu akan datang beberapa orang yang aku kenal, merekapun mengenaliku tetapi hijah akan menghalangi aku dan mereka.

(Abu Hazim menambahkan, Nu'man bin Abi Aisyah mendengar hal. ini berkata, "Engkau dengar hal. ini dari Sahl?" "Ya," jawabku. la bersaksi, "Aku bersaksi bahwa aku mendengar Abu Sa'id Khudri mengatakan hal. yang sama, ia menambahkan bahwa Rasulullah bersabda, Aku akan berkata, "Mereka adalah sahabatku."' Lalu sebuah suara berkata, "Engkau tidak mengetahui yang telah mereka perbuat pada agamamu setelah engkau tiada." Jauh sekali (dari syafaat) orang-orang yang berpaling setelahku.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata:

Pada hari kebangkitan, sekelompok sahabat akan datang padaku tetapi kemudian diusir dari telaga Kautsar, dan akupun bertanya, "Ya Allah, mereka adalah sahabat-sahabatku!" Sebuah suara mengatakan, "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu. Mereka berpaling darimu selayaknya pengkhianat (berpaling dari agama yang benar).

"Saudara Sunni lainnya berkata bahwa tidak semua umat Nabi Musa menyembah sapi emas dan orang-orang yang tidak menyembah sapi emas membunuh orang yang menyembahnya atas perintah Allah.

Kemungkinan saudara Sunni kita ini telah mendapat kisah lain Quran menyatakan bahwa hamper semua pengikut Nabi Musa (kecuali sedikit sekali) diperdaya oleh Samiri. Para sahabat Nabi Musa juga tidak membunuh Samiri. Justru mereka berusaha membunuh Nabi Musa dan mencoba menasehati mereka tentang ujian yang menimpa mereka. Jika orang-orang yang beriman banyak, Nabi Harun tidak akan mundah.n masalah. Berikut ini beberapa ayat Quran mengenai peristiwa ini.

Sepeninggal Musa, kaumnya menyembah patung sapi dari perhiasan emas mereka yang dapat membuat suara melenguh. Apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung sapi itu tidak dapat berbicara dan tidak pula memberi petunjuk ke suatu jalan? Patung itu mereka sembah dan mereka menjadi orang-orang zalim. (QS. al-A'raf : 148).

Dan ketika Musa kembali kepada kaumnya, dengnn marah bercampur sedih ia berkata, "Alangkah buruknya perbuatan yang kalian lakukan sepeninggalku.

Mengapa kalian mendahului urusan Tuhanmu?" Dia meletakkan kepingan-kepingan batu Taurat itu, dan dipegangnya rambut kepala saudaranya, lalu direnggutnya. Harun berkata, "Wahai putra ibuku! Mereka hampir saja membunuhku. Janganlah engkau membuat musuhmu bergembira akan kesengsaraanku dan janganlah engkau menyamakan aku dengan orang-orang yang durhaka itu!" (QS. al-A'raf : 150).

Sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, "Hai kaumku! Sesungguhnya kamu tengah diuji dengan anak sapi ini dan sesungguhnya Allah Maha Pengasih. Karena itu ikutilah aku dan taati perintahku." Mereka menjawab, "Kami tidak akan meninggalkan anak sapi ini, tetapi kami akan tetap menyembahnya hingga Musa kembali kepada kami!" Dengan demikian ayat terakhir menyangkal pernyataan bahwa pengikut setia Nabi Musa membunuh orang-orang durhaka itu sebelum Nabi Musa kembali. Sekembalinya Nabi Musa, ia menghukum orang-orang yang mengajak mereka ke jalan yang sesat. Tetapi ia tidak membunuh mereka.

Musa berkata kepada Samiri " Pergilah engkau dari sini ! Hukumanmu di dunia ini akan terjadi dimana engkau akan berkata " jangalah kamu sentuh aku !" lebih dari itu (hukumanmu di masa datang yauy telal dijanjikan dan tidak dapat engkau hindari, sekarang lihatlah Tuhanmu yang sudah kamu sembah selama ini akan kami lebur ke dalam api yang menyala dan akan kami sebar ke laut!" (QS. Tha Ha : 97)

Saudara Sunni lain menyebutkan bahwa jika saja Ali berkehendak, ia dapat saja mengobarkan pemberontakan yang besar karena Ali berasal dari suku yang paling kuat, Bani Hasyim. Sedangkan Abu Bakar serta Umar berasal dari suku yang lemah, Adiy dan Taym. Lalu mengapa ia berdiam diri dan tidak menggunakan kekerasan untuk mengambil alih haknya setelah adanya pemilihan di Saqifah?
jika Bani Hasyim adalah suku yang kuat dibandingkan suku-suku lainnya sebagaimana yang dinyatakan saudara, maka kaum Muslimin tidak akan hijrah dari
Mekkah ke Madinah. Dan mereka tidak akan terkena sanksi ekonomi di Syi'ib Abu Thalib.

Keberanian Imam Ali yang tak tertandingi di setiap peperangan dan kemampuannya menaklukkan sebagian besar pejuang-pejuang Arab, sangat terkenal bahkan di kalangan Sunni. Imam Ali menyebutkan bahwa ia sendiri telah membunuh 40.000 orang kafir dengan pedangnya (termasuk orang-orang yang dibunuh olehnya di perang saudara). Terbunuhnya singa-singa Arab telah menumbuhkan kebencian yang sangat dalam dan berakar di hati orang-orang Arab dari berbagai suku. Karena rasa keterikatan kesukuan mereka yang besar, sebagian besar orang Arab, walau telah memeluk Islam tidak bersahabat kepada Imam Ali dan anggota keluarga Ahlulbait lainnya. Kebencian ini membuahkan isu kekhalifahan yang di kemudian hari menimbulkan perang saudara ketika Imam Ali menjadi khalifah dan teraniayanya Ahlulbait serta pendukung mereka setelah Imam Ali syahid yang berlanjut pada kekejaman selama berabad-abad.

Kebencian keluarga Umayah terhadap Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad dan Ali) sangat dikenal. Peperangan antara Abu Sufyan dan putranya muawiyah dengan Nabi Muhammad dan Ali juga pembantaian mengerikan terhadap cucu Nabi Muhammad di Karbala oleh cucu Abu Sofyan, hanyalah satu diantara daftar panjang tindak kekejian mereka. Anda sendiri mungkin ingin mengingat kembali kenangan bahwa ketika Muawiyah mengambil alih kekuasaan, ia membuat sunnah sunnah yang mengutuk Imam Ali. Kitab-kitab sejarah dan hadis-hadis koleksi Sunni dengan jelas menyatakan bahwa Muawiyah memerintahkan semua imam mesjid di suluruh dunia Islam untuk mengutuk Imam Ali di setiap shalat Jum'at.

Sekarang kita kembali ke peristiwa Saqifah dan 'pemilihan' Abu Bakar. Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, mesjid menjadi pusat segala kegiatan Islam. Di situlah keputusan untuk berperang dan berdamai dibuat, para utusan disambut, khutbah-khutbah disampaikan dan masalah-masalah yang timbul di selesaikan.Tidaklah mengherankan tatkala berita wafatnya Nabi tersebar dan kaum Muslimin berkumpul di mesjid.

Di sisi lain, Saqifah Bani Sa'idah terletak 3 mil dari luar kota Madinah dan menjadi tempat rahasia kegiatan-kegiatan jahat beberapa suku Arab.25
Lalu mengapa kemudian Sa'd bin Ubadah dan teman-temannya Abu Bakar dan Umar meninggalkan masjid secara diam-diam tanpa memberitahu sahabat-sahabat utama lain dan berangkat ke tempat berjarak 3 mil jauhnya dari Madinah untuk mendiskusikan pengganti khalifah? Mengapa mereka tidak mendiskusikannya hal. yang begitu penting ini dengan kaum muslimin di mesjid? Bukankah itu berarti mereka ingin menguasai kekhalifahan tanpa diketahui orang lain? Mengapa Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah meyelinap diam-diam keluar masjid? Apakah karena Ali dan Bani Hasyim hadir di masjid dan di rumah Nabi sehingga mereka tidak ingin mereka dan keluarganya mengetahui persekongkolan ini?

Kita juga perlu ingat bahwa bagitulah budaya orang-orang Arab saat itu. Ketika seseorang telah ditunjuk menjadi pemimpin suku, walau oleh segelintir orang, kelompok lain ragu untuk menentang sehingga mau tak mau mereka mengikuti tunduk pada keputusan itu. Karena kebencian terhadap Imam Ali, mereka tidak menghargai haknya, bahkan memberitahu pertemuan ini. Mereka benar - benar telah mengabaikan khutbah terakhir Nabi Muhammad di Ghadir Khum ketika Nabi mengumumkan Ali sohnpi penggantinya 2½ bulan lalu sebelum terjadi peristiwa Saqifah.

Seorang saudara Sunni menuturkan gugatan lain. Apabila Imam Ali tidak setuju dengan tindakan Utsman, lalu mengapa ia membahayakan nyawa putra-putra tercintanya, Hasan dan Husain, untuk menyelamatkan hidup lawannya dari para pemberontak-pemberontak haus darah di Madinah?

Menurut sumber-sumber Syi'ah, riwayat tersebut meragukan. Kami tidak menemukan bukti kuat bahwa Imam Ali mengutus putra-putranya untuk menjaga rumah Utsman. Sebenarnya, Thabari yang merupakan salah satu sejarahwan Sunni terkemuka menyatakan bahwa Imam Ali mengucilkan Utsman karena ia bersikukuh mempertahankan Marwan dalam pemerintahannya. Berikut ini kisah dari Tarikh at-Thabari ketika pengepungan rumah Utsman semakin memburuk.

Masyarakat memberitahu Ali tentang berita itu. Kemudian Ali menemui Utsman dan berkata, "Sesungguhnya engkau telah menyenangkan Marwan. Akan tetapi ia baru merasa senang jika engkau ber paling dari agamamu dan hujjahmu, seperti seekor unta membawa tandu yang berjalan atas kehendaknya sendiri. Demi Allah, Marwan tidak tahu menahu tentang agama dan dirinya. Aku bersumpah, demi Allah, ia akan membawamu dan tidak akan mengeluarkanmu! Setelah hari ini, aku tidak akan datang lagi untuk mencelamu. Engkau telah merobek kehormatanmu dan menghancurkan agamamu!"

Ketika Ali pergi, istri Utsman berkata padanya, "Aku mendengar Ali berkata padamu bahwa ia tidak akan pernah menemuimu, dan engkau menaati Marwan serta mengikuti semua kemauannya." Utsman bertanya, "Lalu apa yang harus aku lakukan?" Istrinya menjawab, "Takutlah hanya kepada Allah yang tiada bersekutu, dan ikutilah apa yang telah kedua pendahulumu lakukan (Abu Bakar dan Umar). Karena jika engkau menaati Marwan, ia akan membtmuhmu. Masyarakat tidak menghormati, menghargai bahkan mencintai Marwan. Umat meninggalkanmu karena Marwan bercokol di pemerintahanmu. Kirimlah utusan kepada Ali, percayai kejujuran dan kebenarannya. Ia adalah saudaramu dan yang umat taati." Lalu Utsman mengirim utusan kepada Ali, tetapi Ali menolak untuk kembali sambil berkata,"Aku saudah bilang aku tidak akan kembali"26

Bahkan kalaupun Imam Ali melindungi Ustman di hari - hari terakhirnya, ia melakukan ini bukan karena senang Ustman berkuasa. Ia ia lakuakn hal itu jika memang benar, karena ia tahu bahwa orang - orang yang berkomplot untuk membunuh Ustman, di kamuddian hari akan menuntut darahnya. Hal ini menjadi kebiasaan membunuh khalifah dengan dasar penghakiman pribadi termasuk juga membunuh Ali.

Seorang Sunni lain bertanya ahwa jika beberapa sahabat bersekongkol menentang Imam Ali dan merampas hak kekhalifahannya, bukankah ini suatu kemungkinan bahwa mereka mengubah teks Quran? Penyusun dan penyampai Quran tersebut berarti orang-orang berdosa.

Allah SWT berkehendak bahwa Quran akan senantiasa terjaga. Meskipun seluruh manusia di dunia ini bergabung untuk mengubah Quran, mereka akan gagal. Kaum Muslimin dapat bercermin pada kisah Nabi Musa. Allah berkehendak mengangkat Nabi Musa dan menjaganya di kerajaan musuh-Nya, Fir'aun.

Juga tidak ada alasan bagi Abu Bakar atau Umar untuk menghilangkan satu ayat Quran karena nama Imam Ali tidak ada dalamnya. Meskipun namanya banyak dibahas tetapi hal. itu bukan merupakan bagian dari teks Quran. Tidaklah mengherankan kisahnya banyak ditutup-tutupi. Walaupun demikian, dokumen-dokumen Sunni membuktikan bahwa kira-kira 300 ayat secara langsung turun untuk memberi penghargaan kepadanya (diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, Suyuthi, Ibnu Hajar, dll). Di samping itu, Ibnu Abbas berkata:

Tiada ayat dalam Quran yang menyebut seorang Mukmin kecuali Ali adalah pemimpin kaum mukmin dan mukmin paling utama serta lebih beriman dari pada mereka. Sesungguhnya Allah telah banyak memberi peringatan kepada para sahabat, tetapi ia tidak menyebut Ali kecuali dengan penghargaan.27

Tidak semua orang bedosa. Ahli hadis dan sejarah Sunni menyatakan bahwa Imam Ali adalah orang pertama yang menyusun Quran. Untuk menyelesaikan penyusunan Quran setelah wafatnyo Nabi Muhammad, Imam Ali memerlukan waktu satu minggu. la memperlihatkan Quran ini kepada penguasa saat itu dan mereka berkesempatan memeriksa Quran tersebut, mempelajari ayat-ayat yang tidak ada seperti pada koleksi Quran mereka dan membenarkan yang kurang.

Sebagaimana yang anda ketahui bahwa orang yang membetulkan Quran tersebut adalah orang yang berdosa, dan kami memiliki alasan untuk yakin bahwa Quran yang kita miliki sekarang sama seperti Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad hanya saja urutannya tidak benar. Tetapi tidak ada satupun yang hilang dari Quran ini.

Saudara kami menyebutkan bahwa menurut ayat ini, ' Jika ada dua golongan orang-orang beriman saling bertikai, damaikanlah kkedua belah pihak itu! jika salah satu dari kedua belah pihak itu melanggar janji, perangilah mereka hingga mereka kembali ke jalan Allah! Jika golongan itu telah kembali ke jalan Allah, damaikanlah kedua belala pihak dengan adil dan jujur karena Allah meneintai orang-orang yang adil!" (QS. al-Hujurat : 9).

Quran tidak menafikan sifat keberimanan dari dua kubu yang sedang bertikai. Dua kubu umat Islam yang tengah berperang tersebut tidak menunjukkan bahwa salah satu dari kedua belah pihak ihi tidak beriman.

Penafsiran ayat di atas benar. Tetapi ayat tersebut tidak menyiratkan bahwa adanya kubu-kubu yang tengah berperang tidak harus orang Islam saja meskipun mereka berkata dengan mulut mereka. Tidak diragukan bahwa seorang mukmin dapat menjadi seorang pemburiuh orang tak berdosa dan tidak diragukan pula kalau ia akan masuk neraka selamanya seperti yang dituturkan ayat berikut.

Barang siapa yang mernbunuh seorang mukmin dengan sengaja maka hukumannya adalah neraka selamanya, Allah memurkainya, mengutuknya dan menyediakan hukumarv yang sangat pedih baginya (QS. an-Nisa : 93).

Ayat ini tidak memberi kekecualian kepada orang mukmin dari hukuman tersebut. Barang siapa byang melakukan hal tersebut, ia akan mendapatkan hukuman yang sama, baik ia mukmin atau kafir.

Kami pikir anda melupakan bagian ayat, "jika salah satu dari kedua pihak itu melanggar perjanjian, perangilah mereka hingga mereka kembali jelajah Allah!" Thalhah dan Zubair termasuk ke dalam orang-orang yang diterangkan ayat ini. Sudah berulang kali Imam Ali mengajak mereka berdamai tetapi mereka malah membunuh utusan yang dikirim Imam Ali ketika membawa Quran sebagai tanda ajakan berdamai.26 Maka sahabatsahabat ini adalah bughat, pelanggar perjanjian, menurut ayat yang anda kutip, dan harus diperangi sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Ali, dan mereka akan menjadi penghuni neraka selamanya.

Seorang saudara Sunni menyebutkan bahwa menurut Quran, Nabi Musa yang merupakan seorang Nabi Allah dibingungkan oleh tindakan Nabi Khidir yang aneh. Namun akhirnya ketika diberitahu alasannya, Nabi Musa sangat kagum. Nabi Musa adalah seorang Nabi, tetapi ia masih belum dapat memahami secara keseluruhan peristiwa yang terjadi. Kita semua mengalami yang Nabi Musa alami. Kita semua tidak memiliki gambaran yang jelas atas apa yang kita kritisi dari perbuatan para sahabat itu.

Kami ingin mengingatkan sahabat ini bahwa ia tengah merendahkan anugerah Allah yang diberikan kepada setiap orang, yakni akal. Kalaupun kami mengenal Allah, itu karena kami menggunakan anugerah yang la berikan. Jika kami mengetahui bahwa Islam adalah agama yang paling benar, hal. ini karena kami menggunakan akal dan berkesimpulan bahwa perintah yang diberikan Quran adalah perintah yang logis dan merupakan peraturan yang paling baik dari semua yang ada.

Jika seseorang tidak menghargai anugerah yang berharga ini, ia akan kehilangan segala sesuatu termasuk agamanya, dan menerima fakta-fakta yang tidak rasional sebagai perintah agama, serta menerima bahwa pembunuh orang-orang tak berdosa akan masuk surga tanpa memikirkannya terlebih dahulu.

Nabi Musa sangat menghargai anugerah yang berharga ini. Ia meminta pelebaran kepada Nabi Khidir dan akhirnya mendapat jawaban lalu yakin setelah peristiwa itu terjadi. Sekarang dapatkah kita memberikan pembenaran rasional atas apa yang diperbuat Sahabat-sahabat Nabi Muhammad setelah wafatnya? Empat belas abad telah berlalu dan kita tidak menemukan pembenaran atas perbuatan mereka. Lalu mengapa kita masih saja menuruti pernyataan dan ucapan mereka secara membuta yang jelas-jelas bertentangan dengan pernyataan Ahlulbait?

Bertanya tidaklah berdosa. Bagaimanapun, tetap tidak ingin tahu adalah suatu kerugian yang besar. Membanding-bandingkan Rasul yang suci dengan seorang sahabat yang zalim sama seperti membandingkan langit dan bumi.

Seorang sahabat dari mazhab Wahabi menyatakan bahwa Syi'ah tidak mengikuti sunnah Nabi Muhammad karena disampaikan oleh para sahabatnya.

Sahabat kita ini tidak berpikir bahwa Syi'ah mengikuti Imam Ali yang merupakan sahabat paling dekat dengan Nabi, paling berilmu, tali Allah yang paling kuat, jalan yang benar (QS. al-Fatihah : 6), kerabat rasul paling dekat (QS. asy-Syuara : 23) dan lelaki pertama yang masuk Islam (QS. al-Waqi'ah : 10-11). Kami berpegang pada ikatan Ahlulbait yang suci menurut Quran dan hadis. Oleh karenanya, kami tidak mengikuti sahabatsahabat yang memusuhi atau menentang Ahlulbait.

Syi'ah, dengan demikian mengikuti sunnah yang disampaikan seorang sahabat Nabi Muhammad yang paling utama di antara sahabat lainnya. Sedangkan Wahabi mengikuti sahabat yang paling buruk, Mua'wiyah, dan mengambil sunnah yang tidak memiliki kesamaan dengan sunah Nabi Muhammad SAW.
Sahabat Wahabi lainnya berkata bahwa menghargai dan mencintai seluruh sahabat Nabi sudah menjadi dogma mazhab kami, Sunni. Ma-rhab kami menegaskan bahwa mencemari nama baik sahabat adalah kafir.

Menariknya, sahabat-sahabat yang masih tetap setia kepada Imam Ali mendapatkan hukuman yang sangat buruk dari pemerintahan saat itu dan tidak dihormati sama sekali. Salah satu contohnya adalah Abu Dzar yang diasingkan ke daerah yang sangat tandus pada masa kekhalifahan Utsman karena mereka tidak mampu membungkamnya berkata kebenaran. Mereka meninggalkan Abu Dzar di sana hingga ia syahid. Nabi Muhammad pernah menyatakan keutamaan Abu Dzar, "Bumi dan langit tidak akan pernah menaungi dan menopang seseorang yang Icbih jujur dan lebih beriman kecuali Abu Dzar."

Bukankah Abu Dzar merupakan sahabat utama Nabi Muhammad? Lalu menurut penilaian anda mengapa mereka tidak menghormatinya? Nampaknya Utsman tidak akan menerima penilaian anda! Demikian juga dengan Zubair dan Thalhah ketika mereka berperang melawan Imam Ali, khalifah yang sah. Apakah menurut anda mereka disebut kafir?

Ketika Syi' ah menceritakan kesalahan-kesalahan para sahabat, mereka melakukan itu untuk meninjau ulang sejarah Akan sangat menarik untuk melihat beberapa komentar ulama dari mazhab Wahabi dan Sunni dalam peninjauan ulang ini. Ibnu Taimiyah, ulama Islam Wahabi menuliskan:

Hanya mencela beberapa orang sahabat selain Nabi tidak akan menjadikan orang yang mencelanya kafir; karena beberapa sahabat ketika Nabi masih hidup saling mencela dan tidak satupun dari mereka yang disebut kafir karena hal. ini. Dan tidak satupun juga yang wajib berkiblat pada seorang sahabat Nabi. Maka dari itu mencela seseorang dari mereka tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah, kitab-Nya, utusan-Nya serta Hari Akhir.28

Nama Mulla Ali Qari tidak asing bagi mazhab Sunni. Dia berkata dalam Syarh Fiqh al- Akbar:

Mencela Abu Bakar dan Umar tidaklah kafir seperti yang dibuktikan Syakur Salimi pada kitabnya, at-Tahmid. Hal. ini karena dasar klaim ini tidak terbukti dan maknanya pun tidak jelas. Juga karena tentunya menyiksa seorang Muslim adalah dosa seperti yang ditegaskan hadis. Oleh karena itu, syaikhain (Abu Bakar dan Umar) sama dengan kaum Muslimin lainnya di hadapan hukum, dan jika kita menganggap bahwa seseorang membunuh syaikhin, bahwa membunuh dua saudara ipar (Ali dan Ustman), menurut Ahlussunnah wal jamaah, ia tidak akan keluar dari agama Islam (menjadi kafir). 29

Seseorang bertanya: Mengapa anda ingin mazhab Sunni menerima sejumlah hadis-hadis pilihan dari sumber-sumber mazhab Sunni yang menyangkal integritas sahabat seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab? Hal. ini membuat saya kesal.

Maaf bila hal. ini membuat anda kesal. Hal tersebut tidak seluruhnya benar. Kami tidak memiliki sesuatu untuk menentang Abu Bakar, Umar dan Aisyah. Kami meneliti sejarah untuk mengkaji ulang dan menilai tindakan mereka, yang seharusnya tidak dianggap berdosa. Bagaimana juga mereka adalah manusia yang mampu berbuat kesalahan. Mengapa kita tidak belajar dari kesalahan mereka, terutama jika dilakukan secara halus?

Kami baru saja menyebutkan beberapa hadis dari kitab-kitab Sunni, tentang perbuatan dan perkataan para sahabat. Jika kedengarannya menghina, hal. ini karena Syi'ah memposisikan mereka di sana. Kami berusaha memberi bukti yang mendukung argumen kami, secara objektif, tanpa harus menghina para sahabat.

Kami merasa mereka membuat ijtihad pada kasus-kasus tertentu, yang tidak kami sepakati. Kami lebih memilih ijtihad dan ajaran sahabat lain seperti Imam Ali dan Imam-imam dari keturunannya. Adakah yang salah dengan hal. itu?



Saqifah
Berikut ini hadis dalam Shahih al-Bukhari:

Umar berkata bahwa seseorang tidak boleh menipu diri sendiri dengan mengatakan bahwa pembaiatan Abu Bakar dilakukan secara tergesa-gesa dan pembaiatan tersebut berhasil.

Umar berkata bahwa Ali, Zubair, dan orang-orang yang bersama mereka, serta kaum Anshar tidak setuju. Setelah Nabi Muhammad wafat, kami diberitahu bahwa kaum Anshar tidak setuju dan mereka berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah. Ali dan Zubair serta orang-orang yang bersama mereka menentang kami, sedangkan kaum muhajirin berkumpul bersama Abu Bakar.

Umar membaiat Abu Bakar tanpa berunding dengan kuum Muslimin. Ia adalah orang pertama yang membaiat Abu Bakar lalu diikuti yang lainnya. Kemudian terdengar suara teriakan dan sorakan di perkumpul itu dan suara-suara mereka meninggi sehingga Umar khawatir terjadi pertengkaran hebat. Umar berkata,

"Wahai Abu Bakar, ulurkan tanganmu!" Abu Bakar mengulurkan tangannya, dan Umar memberi baiat kepadanya, diikuti seluruh kaum Muhajirin, dan kaum Anshar.

Ada berita bahwa Umar dan pengikutnya telah membunuh Sa'd bin Ubadah. Salah satu dari kaum Anshar menuding kepada Umar, "Engkau telah membunuh Sa'd bin Ubadah!" Umar menjawab, "Allahlah yang telah membunuh Sa'd bin Ubadah."

Ketika Umar membaiat Abu Bakar tanpa berunding dengan Muslim lain, ia memerintahkan bahwa orang seperti itu harus dibunuh. Maka jika ada seseorang yang berbaiat tanpa berunding dengan kaum Muslimin lainnya, maka orang yang telah ia pilih tidak boleh dibaiat, jika tidak keduanya harus dibunuh.

Apabila tidak menerima keputusan orang lain, ia sendiri akan menerapkan keputusannya kepada orang lain. Tidak ada masalah yang lebih besar dibandingkan dengan masalah wafatnya Nabi Muhammad selain masalah pembaiatan Abu Bakar karena kami (kata Umar) takut apabila kami meninggalkan orang, mereka akan memberi baiat kepada salah satu dari mereka sehingga kami harus mengikuti keinginan mereka yang tidak sejalan dengan keinginan kami, atau kami akan menentap; mereka dan menimbulkan keributan besar.

Berikut ini hadisnya. Shahih al-Bukhari, hadis 8817; diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

Saya biasa mengajarkan (Quran) kepada beberapa kaum Muhajirin. Di antara mereka terdapat Abdurrahman bin Auf. Saat saya berada di rumahnya di Mina, ia tengah bersama Umar bin Khattab pada haji yang terakhir. Abdurrahman menemuiku dan berkata, "'I'idakkah kau lihat, lelaki yang datang itu amirul mukminin (Umar)," "Wahai amirul mukminin, apa pendapatmu terhadap orang yang berkata, 'Jika Umar wafat, maka aku akan membaiat orang ini dan itu, karena demi Allah, pembaiatan kepada Abu Bakar adalah tindakan tergesa-gesa yang ditentukan setelahnya.' Umar menjadi berang dan kemudian ia berkata, "Allahlah yang berkehendak. Aku akan menemui mereka malam ini dan memberi peringatan kepada orang-orang yang ingin menghilangkan hak-hak orang lain (kepemimpinan)."

Sementara itu, Umar duduk di mimbar dan ketika pelantun azan selesai mengumandangkan azan, Umar berdiri. Setelah memuji Allah ia berkata, "Aku diberitahu bahwa seseorang dari kalian berkata, 'Demi Allah, jika Umar wafat aku akan membaiat orang seperti ini dan seperti itu.' la tidak boleh menipu dirinya sendiri dengan berkata bahwa pembaiatan Abu Bakar dilakukan secara tergesa-gesa dan berhasil. Hal. itu memang benar, tetapi Allah menyelamatkan (kaum Muslimin) dari kejahatan, dan tidak ada seorangpun di antara kalian yang memliki keutamaan seperti Abu Bakar. Ingatlah bahwa siapa saja yang membaiat seseorang tanpa berunding dengan kaum Muslimin lainnya, orang tersebut atau orang yang dipilih tidak boleh dibaiat. Jika tidak, maka keduanya harus dibunuh!"

"Tidak diragukan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat kami diberi tahu bahwa kaum Anshar tidak mendukung kami dan berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah. Ali, Zubair dan orang-orang yang bersamanya, tidak mendukung kami, sedang kaum Muhajirin berkumpul dengan Abu Bakar. Aku berkata kepada Abu Bakar, 'Mari kita menemui saudara kita kaum Anshar!' Lalu kami memulai mencari mereka. Ketika kami mendekati mereka, dua orang Mukmin mendatangi kami dan memberitahukan keputusan akhir kaum Anshar. Mereka berkata, "Wahai kaum Muhajirin! Kalian akan pergi ke mana?' Kami menjawab, "Kami akan menemui kaum Anshar, saudara kami. Kalian jangan menemui mereka! Lakukanlah apa yang telah kami putuskan!" Aku berkata, "Demi Allah, kami akan menemui mereka!" Dan kami pun berangkat hingga kami tiba di balairung Bani Sa'idah. Lihatlah, seorang lelaki duduk di tengah-tengah mereka dan tubuhnya terbungkus sesuatu. "Siapa laki-laki itu ?" Mereka menjawab lagi, "Dia kenapa ?" Mereka menjawab, "Sakit!"

Setelah kami duduk sebentar, seorang dari kaum Anshar berbicara, 'I'iada yang patut disembah kecuali Allah.' Lalu aku memuji Allah. "Pertama-tama, kami adalah kaum Anshar dan pasukan terbesar kaum Muslimin, sedang kalian kaum Muhajirin berjumlah sedikit dan beberapa orang dari kalian datang kepada kami dengan niat mencegah kami untuk menduduki kekhalifahan dan menjauhkan kami darinya."

Usai ia berbicara, saya berniat mengucapkan sepatah dua patah kata sebagaimana yang telah aku siapkan dan yang ingin aku sampaikan di hadapan Abu Bakar dan berusaha untuk tidak memprovokasinya. Lalu ketika aku hendak berbicara, Abu Bakar berkata, 'Tunggu sebentar!' Saya tidak ingin membuat Abu Bakar marah, maka ia pun menyampaikan khutbahnya. la lebih bijaksana dan lebih sabar daripada diriku. Demi Allah, tidak pernah terlewat satu kalimat pun yang saya sukai dalam pidato yang sudah saya siapkan, tetapi Abu Bakar menyampaikan pidata yang lebih baik daripada pidatoku dan berbicara secara spontan.

Sejenak ia berhenti dan bicara lagi, 'Wahai kaum Anshar! Kalian memiliki semua keutamaan. Akan tetapi, persoalan ini (khalifah) hanya diperuntukkan bagi suku Quraisy karena mereka adalah suku paling utama keturunan dan asal-usulnya di Arab. Dan saya ingin menyarankan kalian memilih salah satu dari dua orang ini, baiatlah salah satu yang kalian inginkan. Kemudian Abu Bakar memegang tanganku dan tangan Ubadah bin Abdillah yang duduk di antara kami. Aku tidak menyukai apa yang ia katakan kecuali ajakan itu, karena demi Allah aku lebih suka leherku ditebas daripada menjadi pemimpin sebuah bangsa, yang salah satu umatnya adalah Abu Bakar. Jika tidak, pada saat kematianku aku tidak ingin berada di sana.

Lalu, salah satu kaum Anshar berkata, Aku adalah salah satu pilar di mana seekor unta berpenyakit kulit menggesek-gesekkan kulitnya kepadaku agar merasa nyaman. (aku adalah bangsawan), dan sebuah pohon palem yang menjulang. Wahai Quraisy, haruslah ada satu pemimpin dari kami dan satu dari kalian!'

"Kemudian terdengar sorak-sorai dari kerumunan itu dan suara mereka meninggi sehingga saya kuatir terjadi perdebatan sengit. Lalu aku berkata, 'Wahai Abu Bakar, ulurkan tanganmu! la mengulurkan tangannya dan aku membaiatnya, kemudian seluruh kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Kamipun menang atas Sa'd bin Ubadah. Salah satu dari Anshar berkata, "Engkau telah membunuh Sa'd bin Ubadah." Saya menjawab, 'Allah yang telah membunuhnya."

(Umar menambahkan): "Demi Allah, selain dari tragedi besar yang menimpa kita (wafatnya Rasulullah) tidak ada masalah yang lebih besar dari pada pembaiatan Abu Bakar karena kami takut jika kami meninggalkan umat, mereka akan mendahului kami dalam membaiat salah satu dari mereka sehingga kami akan membaiat seseorang yang tidak kami inginkan, atau kami akan menentang mereka sehingga timbul persoalan yang besar. Maka, jika ada orang yang membaiat seseorang tanpa berunding dengan kaum Muslimin lainnya, maka orang tersebut atau orang yang dipilihnya tidak boleh diberi baiat, jika tidak keduanya harus dibunuh."



25
ANTOLOGI ISLAM

Menumpahkan Darah Orang-orang Tak berdosa
Shahih al-Bukhari, hadis 5.688 dan 7.458; diriwayatkan oleh Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad berkata:

Sesungguhnya, kalian akan bertemu Tuhanmu, dan la akan bertanya tentang perbuatan kalian. Berhati-hatilah! Janganlah kalian kafir setelah aku tiada dan saling membunuh. Wajib bagi setiap yang hadir untuk menyampaikan pesanku ini pada orang-orang yang tidak hadir. Mungkin orang-orang yang mendapat pesan ini lebih mengerti dan lebih paham dari pada yang benar-benar mendengarnya.

Di sisi lain, sejarah mencatat bahwa beberapa sahabat, di antaranya adalah sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh beberapa hadis palsu, telah menumpahkan darah ribuan kaum Muslimin di banyak perang saudara. Contohnya adalah Thalhah dan Zubair. Mereka adalah sahabatsahabat utama Nabi yang berperang melawan Imam Ali setelah orang-orang membaiatnya sebagai khalifah yang sah. Mereka tidak suka ia memegang tampuk kepemimpinan dan merasa Ali menjadi penghalang besar pada perampokan yang mereka lakukan. Kemudian mereka menumpahkan darah sepuluh ribu kaum Muslimin pada perang Sipil uniuk menggulingkan Ali dari kursi kekuasaan. Persokongkolan mereka tidak berhasil dan keduanya, Thalhah serta Zubair terbunuh. Contoh lainnya adalah

Muawiyah dan Amru bin Ash, yang mengobarkan perang Shiffin melawan Imam Ali. Allah berfirman:

Barang siapa yang membunuh mukmin secara sengaja, Neraka Jahanam adalah balasan bagi mereka. Allah mengutuk dan memurkainya, dan azab yang sangat pedih menantinya. (QS. an-Nisa : 93).

Dengan demikian, apakah kita harus menghormati seluruh sahabat dan mengikuti mereka semua, meski di antara mereka telah dikutuk Allah dengan ayat di atas? Mengapa kita harus mencintai orang yang dimurkai oleh Allah, dan kenapa kita harus taat pada orang yang telah dijanjikan baginya neraka?



Menimbun Emas dan Perak
Shahih al-Bakhari hadis 8434; diriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi Muhammad berangkat dan melaksanakan shalat jenazah bagi para syuhada Uhud. la naik ke mimbar dan berkata:

Aku adalah pendahulu kalian dan aku akan bersaksi atas perbuatan kalian. Demi Allah, aku akan memandang telaga Kautsar dan aku diberi kunci harta dunia ini. Demi Allah! Aku tidak takut sekiranya kalian menjadi kafir sepeninggalku, yang aku takutkan adalah bahwa kalian akan saling berlomba (memperebutkan kemewahan dunia ini).

Hadis ini dengan jelas menunjukkan bahwa sepeninggalnya, beberapa sahabat Nabi akan meninggalkan agama Islam, saling berlomba memperebutkan kekayaan dunia yang sementara ini. Dan memang, ramalan Nabi menjadi nyata. Mereka benar-benar saling berlomba hingga pedang terhunus dan perang berkobar.

Beberapa sahabat terkenal sangat senang menimbun emas dan perak. Sejarahwan Sunni seperti Mas'udi dan Thabari menyatakan bahwa
Zubair memiliki kekayaan pribadi sejumlah 50.000 dinar, 1.000 kuda, 1.000 budak dan banyak kekayaan lainnya di Bashrah, Kufah, Mesir dan banyak tempat lainnya. Kekayaan yang berlimpah ini ditimbun, sedangkan kaum Muslimin lainnya kelaparan.30

Hasil dari Irak sendiri memberikan kekayaan padanya sejumlah 1.000 dinar setiap hari bahkan mungkin lebih dari itu.31

Abdurrahman bin Auf memiliki 100 kuda, 1.000 unta, 10.000 biri-biri. Setelah ia wafat, '/4 harta yang dibagi-bagi kepada istrinya berjumlah 84.000 dinar.32

Utsman bin Affan sendiri meninggalkan harfa 150.000 dinar ketika ia wafat selain tanah-tanah yang melimpah, ternak dan desa-desa 33

Zaid bin Tsabit meninggalkan sejumlah emas dan perak yang bahkan harus dihancurkan oleh palu, selain hasil pertanian yang berjumlah 100.000 dinar.34
Itu hanyalah beberapa contoh bahwa beberapa sahabat lebih tertarik kepada kehidupan dunia dibandingkan masyarakat kebanyakan yang sederhana dan miskin. Orang akan mudah curiga bagaimana mereka mendapat uang sebanyak itu tanpa melakukan apa-apa. Hal. ini membuahkan ide, mengapa mereka memerangi Imam Ali untuk menggulingkannya dari kekuasaan? Mereka melihat Imam Ali sebagai rintangan besar perbuatan salah mereka memakan harta dan wilayah.

Persoalan yang muncul sekarang adalah; jika sahabat-sahabat yang beriman ini menimbun uang dan berlomba satu sama lain mendapatkan kemewahan dunia, sementara kaum Muslimin lainnya menderita kemiskinan, maka siapakah menurut mazhab Sunni yang disebut sebagai sahabat yang benar-benar beriman dan mau berkorban? Inilah cermin bagi orang-orang berakal.



Kedudukan Sahabat di Antara Sahabat lainnya
Pada artikel sebelumnya, kita telah melihat bagaimana Allah menggambarkan kedudukan sahabat dalam Quran. Bagaimana Nabi, sebelum wafatnya, meramalkan perbuatan mereka sepeninggalnya. Dan sekarang kita akan melihat bagaimana pendapat para sahabat tentang tindakan sahabat lainnya serta perkataan mereka. Diriwayatkan oleh shahih Bukhari,35 " bahwa Nabi Muhammad biasanya shalat terlebih dahulu lalu menyampaikan khutbah. Kebiasaan ini tetap dilakukan hingga Marwan, penguasa Madinah pada masa kekhalifahan Muawiyah; mulai menyampaikan khutbah sebelum shalat.

Perlu diperhatikan bahwa mazhab Sunni melakukan hal yang sama hingga kini. Ini bukanlah sunnah Nabi. Ingatlah bahwa Sunni berpendapat bahwa perbuatan sahabat dapat mengubah sunnah Nabi!

Pertanyaan yang muncul bagi mazhab Sunni adalah: Jika perbuatan sahabat saja dapat mengubah sunnah Nabi, lalu mengapa kita mengutamakan sunnah Nabi? Mari kita ikuti perbuatan yang diadaadakan oleh para sahabat!

Anda mungkin bertanya-tanya mengapa para sahabat berkhutbah sebelum shalat? Dr. Tijani Samawi menyatakan bahwa banyak orang malas untuk tinggal sejenak mendengarkan khutbah setelah shalat. Kemudian, shalat dan khutbah ditukar. Secara lahiriah, hal itu memang benar, tetapi alasannya tidak demikian.

Pada masa kepemimpinan Muawiyah, diperintahkan, sebagaimana yang kami sebutkan pada kesempatan Ini, bahwa ketika nama Imam Ali disebut, ia harus dikutuk! Banyak orang-orang beriman saat itu mencintai Ali dan tidak membiarkan perbuatan tersebut. Akibatnya, satu persatu dari mereka dibunuh, sampai sampai semua orang beriman harus mendengarkan kutukan-kutukan dan diam di bawah ancaman pedang.

Salah satu cara menghindar agar tidak mendengar pengutukan adalah meninggalkan khutbah. Muawiyah dan antek-anteknya tidak menyukai hal ini sehingga khutbah diberikan menjadi sebelum shalat sebagai usaha untuk memaksa agar orang-orang tetap tinggal dan mendengarkan Seluruh khutbah dan pengutukan itu. Demi Allah, apakah anda masih ingat persekongkolan terhadap keluarga Nabi? Demikiankah Imam All diperlakukan? Nabi berkata, "Mencintai Ali adalah tanda keimanan dan membencinya adalah kemunafikan."36

Jika seorang kepala negara, atau saat mengenangnya, memiliki seorang wakil yang dipercaya untuk menggantikan kedudukannya serta mengurusi kepentingannya ketika ia tidak ada, apakah anda yakin bahwa Nabi Muhammad yang diutus sebagai Rasul terakhir oleh Allah yang menciptakan alam semesta, tidak memiliki wakil untuk mengurusi urusannya setelah ia wafat, seorang wakil yang dipercaya dan dicintai Allah? Yakinkah anda bahwa Allah akan meninggalkan semua urusan, bangsa yang paling balk yang diu tus kepada umat manusia (QS Ali Imran : 110), dengan membiarkan pemilihan pemimpin secara sembarangan? Tidak, demi Allah, seorang wakil tentu dipilih oleh Allah dan utusan-Nya dan ia adalah Imam Ali bin Abi Thalib.37

Tanyakanlah pada diri sendiri: Jika Nabi Muhammad memuji Ali sedemikian rupa, lalu mengapa sahabat nabi, terutama Muawiyah, mengutuk Ali? Tahukah anda bahwa Nabi Muhammad, berkata seperti yang diriwayatkan Musnad Ahmad ibn Hanbal 38,

"Barang siapa yang mengutuk Ali secara terang-terangan, maka ia telah mengutuk aku, dan barangsiapa yang telah mengutuk aku, maka ia telah mengutuk Allah, dan barangsiapa yang telah mengutuk Allah, Allah akan melemparkannya ke neraka jahanam."

Artinya, dengan mengutuk Ali, sahabat tersebut telah mengutuk Nabi Muhammad SAW, dan dengan mengutuk Nabi Muhammad SAW berarti mereka mengutuk Allah SWT, dan dengan mengutuk Allah SWT, mereka akan masuk neraka jahanam. Mereka akan ditanya tentang apa yang mereka katakan. Itulah janji Allah yang tidak pernah la ingkari. Apabila kita dengan sepenuh hati melakukan pencarian kebenaran untuk mencari tahu siapa gerangan orang-orang keji yang disebut munafik dan siapa saja gerangan sahabat-sahabat yang dengki, ternyata kita tidak akan dapat mengecualikan sahabat-sahabat yang seringkali disebut sebagai orang-orang yang beriman oleh mazhab Sunni untuk tidak termasuk Hi dalamnya. Kita saksikan bahwa sahabat-sahabat utama yang mengancam akan membakar rumah Imam Ali tidak lain adalah Umar bin Khattab, orang yang dinyatakan oleh mazhab Sunni sangat beriman dan berani hingga setan saja takut padanya. Dan sahabat yang melancarkan perang kepada Imam Ali adalah Thalhah, Zubair dan Aisyah, istri Rasulullah yang sangat oleh mazhab Sunni. Aisyah pun adalah putri Abu Bakor. pembangkang-pembangkang lainnya adalah Amru bin Ash, Muawiyah dan banyak lagi yang menindas keluarga Nabi. Inikah Sahabat-sahabat yang dinyatakan beriman oleh Sunni? Perlukah kami mengungkap fakta lain? Sebagaimana yang dinyatakan Dr. Tijani Samawi, "Jika kita ingin menuliskan semua ucapan Nabi Muhammad yang memuji Imam Ali, niscaya dengan mudah sebuah buku dapat terisi penuh."

Para sahabat juga mengubah aturan shalat, dan orang pertama yang melakukannya adalah Utsman bin Affan, khalifah ketiga. Shahih Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad selalu shalat dua rakaat saat bepergian sebagairnana diperintahkan oleh Allah dalam Quran. Abu Bakar dan Umar melakukan hal yang sama, tetapi ketika Utsman menjadi khalifah, ia shalat empat rakaat saat ia bepergian, bukan dua rakaat.39 Hadis ini pun diriwayatkan dalam Shahih Muslim."40

Mengapa Utsman yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya dalam hal shalat? Semoga Allah SWT menunjukkan kebenaran kepada kita semua.
Mari kita perhatikan apa yang diperbuat Umar! Shahih Bukhari menuturkan bahwa Shaqiq bin Salman bercerita,41

"Ketika aku bersama-sama Abdullah dan Abu Musa, Abu Musa berkata kepada Abdullah, 'Apa yang harus diperbuat oleh seorang lelaki yang sedang dalam keadaan junub tetapi tidak ada air untuk mandi?' Abdullah berkata, 'la tidak perlu shalat hingga ia menemukan air.' Lalu Abu Musa bertanya,'Tetapi bukankah engkau mendengar Nabi Muhammad menyuruh Ammar bin Yasir untuk bertayamum?' Abdullah menimpali, 'Apakah engkau tidak tahu bahwa Umar tidak mengizinkanya?' Abu Musa menjawab, 'Tetapi Allah berfirman dalam Quran, Engkau telah menyentuh wanita , dan tidak engkau dapati air, hendakaya engkau bersihkan tubuhmudengan tanah yang bersih dan sapulah muka serta kedua tanganmu! " Abdullah tidak dapat berkata kecuali",jika kalau kita mengizinkan mereka bertayamum, mereka akan berbuat demikian hanya karenn persoalan yang sangat kecil seperti karena airnya terlalu dingin (untuk mandi dan wudhu).' Abu Musa bertanya kepada Shadiq, 'Itukah mengapa Abdullah tidak mengizinkan bertayamum? Shaqiq menjawab, 'Ya."42

Seperti yang terlihat, Umar menentang Quran, perintah langsung dari Allah SWT, dan sunnah Nabi Muhammad SAW dengan menggugurkan tayamum. Mengapa Umar berani menentang apa yang telah Allah perintahkan? Inilah tanda bagi orang yang berpikir.

Para sahabat sendiri mengakui bahwa mereka telah banyak dan sering mengubah Sunah Nabi. Dalam pembahasan Perang Hudaibiyyah diceritakan,43 Ala bin Masib berkata bahwa ia bertemu Bara bin Azib dan mendoakan semoga ia senantiasa berbahagia sepanjang masa, karena ia adalah sahabat Nabi dan telah berbaiat kepadanya di bawah pohon. Bara berkata, "Wahai putra saudaraku! Engkau tidak tahu apa yang telah kami ubah-ubah sepeninggalnya."
Ini adalah pengakuan langsung dari seorang sahabat dekat Nabi bahwa mereka telah mengubah agama Allah dan melanggar perintahnya. Di samping itu, siapakah sahabat-sahabat yang berani mengubah agama Allah? Ini adalah alasan yang sama bahwa negara Islam berada dalam keadaan tercela dimana hak-hak dasar manusia bahkan tidak dihargai. Inilah tanda-tanda bagi orang berpikir! Diriwayatkan juga dalam Shahih Bukhari setelah tuturan hadis yang panjang. Ketika Umar tertusuk dan Ibnu Abbas memberikan penghiburan, Umar berkata,. "Demi Allah, sekiranya aku memiliki emas yang memenuhi seluruh bumi ini, akan aku berikan semua untuk menebus diriku dari azab Allah sebelum aku menemui-Nya."44

Jika Umar seorang mukmin sejati, mengapa ia berkeinginan menebus dirinya dari Allah? Mungkin karena ia banyak melakukan ketidak adilan dan pada hari perhitungan perbuatan-perbuatannya akan diperhitungkan?

Tanyakan diri anda sendiri !

Abu Bakar pun tidak berbeda. Diriwayatkan dalam Tarikh Ath - Thabari, Abu Bakar berkata ketika ia melihat seekor burung di atas dahan pohon, "Betapa bahagianya engkau wahai burung! Engkau hanya makan buah dan berbaring di pepohonan, tiada hukuman atau imbalan bagimu! Andai aku pohon di sisi jalan, seekor unta akan memakan dedaunan dan mengeluarkanku, dan aku tidak akan pernah terlahir sebagai manusia."

Percayakah anda, jika seorang lelaki dengan ketinggian spiritual, sebagaimana yang dinyatakan mazhab Sunni berandai tidak pernah terlahir apalagi terlahir sebagai manusia? Memang, Abu Bakar menyadari bahwa waktunya sudah tiba dan semua perbuatannya akan diperlihatkan di hadapannya dalam sebuah buku dan saat kekurangannya termanifestasi ia berandai sekiranya ia tidak terlahir sebagai manusia! Allah berfirman dalam Quran,

Camkanlah! Sesungguhnya kekasih-kekasih Allah tidak pernah merasa takut dan tidak pula merasa berduka cita. Orang-orang yang beriman dan menjaga diri dari kejahatan bagi mereka berita gembira di dunia dan di akhirat. Tidak ada sedikitpun perubahan dalam janji-janji Allah. Itulah kemenangan yang sangat-besar.

Sesungguhnya mereka yang berkata, "Tuhan kami adalah Allah," Selanjutnya mereka jujur dan teguh, maka malaikat akan turun kepada mereka (selamanya).

Janganlah kalian takut (mereka menganjurkan) jangan pula berduka cita! Terimalah berita gembira akan taman surga yang telah dijanjikan kepadamu! Kami adalah pelindungmu di dunia ini dan di akhirat. Di dalam surga itu kamu akan mendapatkan semua yang kamu inginkan! Demikian sambvctan yang dikaruniakan oleh Tuhan yang Maha Pengampun dan Penyayang (QS Yunus :62-64).

pernyataan yang muncul adalah apabila berita gembira ini berasal dari Allah SWT untuk seluruh mukmin, dan mereka tidak perlu takut dan berduka cita.
Mengapa Abu Bakar dan Umar mcrasa takut? Jika mereka benar - benar mukmin sejati, mereka tidak boleh merasa lebih takut dari pada kita karena mereka adalah para sahabat nabi terakhir.

Tetapi Allah Yang Maha Pengasih berfirman,

Dan seandainya setiap diri yang zalim mempunyai kekayaan sepenuh bumi ini untuk dijadikan tebusan. Mereka akan menyatakan penyesalan mereka ketika menyaksikan siksaan itu. Tetapi ketentuan dijalankan kepada mereka secara adil dan mereka tidak dirugikan sedikitpun.(QS Yunus : 54)

Meskipun orang-orang yang berdosa memiliki semua kekayaan yang terkandung di bumi niscaya mereka akan menembus dirinya dengan kekayaan ini agar terbebas dari pedihnya siksa mreka pada hari perhitungan. Segala sesuatu akan dihadapkan kepada mereka oleh Allah yang tidak mungkin dapat mereka hitung. Perbuatan buruk mereka akan diperlihatkan dan mereka akan tertimpa apa yang telah mereka perolok-olokkan.

Mereka adalah sahabat-sahabat Nabi yang dijadikan suri tauladan mazhab Sunni dalam kesucian spiritual dan petunjuk. Mereka akan bersaksi atas muslihat yang mereka lakukan pada kaum Muslimin selama ini dan kebenaran yang mereka sembunyikan.

Sekali lagi mungkin anda bertanya-tanya, apabila sahabat-sahabat ini memiliki ketinggian spiritual dan keunggulan kehormatan mengapa mereka membunuh Utsman Ibn Affan, khalifah Islam yang menghancurkan Islam? Perhatikan pula bahwa Aisyah istri Nabi Muhammad sendiri yang telah menghendaki kematian Utsman.45 Tahukah anda bahwa pada masa kekhalifahan Utsman, kaum Muslimin sangat marah padanya hingga ketika wafat, ia tidak dikuburkan di tempat yang sama dengan para sahabat lainnya dan bahkan tidak dimandikan secara Islam? Jika ia seorang khalifah yang diberi petunjuk lalu bagaimana seorang khalifah yang tidak diberi petunjuk?

Kita mendengar Aisyah dan istri-istri Nabi lainnya diperintah oleh Allah SWT:

Dan hendaklah kalian tetap dirumah - rumah kalian, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti wanita - wanita sebelumnya dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya (QS al-Ahzab : 33).

Lalu apabila Aisyah diperintahkan oleh Allah SWT untuk tinggal di rumah setelah Nabi Muhammad wafat, mengapa ia pergi keluar, menunggangi unta dan memerangi Iman Ali bin Abi Thalib yang tidak pernah ia sukai? Inilah tanda-tanda bagi orang yang berakal.



Tanggapan Atas Pertanyaan Saudara Sunni
Beberapa orang sahabat Sunni telah mengemukakan keberatannya menanggapi artikel kami.

Pertama, mereka memberi argumen bahwa motif-motif Abu Bakar dan Umar pada hadis yang disebutkan di atas seperti ucapan Umar, ". . ..Demi Allah SWT. sekiranya aku memiliki emas seluas bumi ini, aku akan memberikannya sebagai tebusan dari siksa Allah sebelum aku menemui-Nya," atau ucapan Abu Bakar,
"Wahai burung betapa bahagianya engkau! Engkau makan buah-buahan dan bertengger di atas pohon. Tiada azab dan pahala bagimu. Seandainya aku sebuah pohon di sisi jalan aku akan dimakan dan dikeluarkan oleh seekor unta dan aku tidak akan pemah dilahirkan sebagai manusia."

Saudara ini berpendapat bahwa inilah kemurnian spiritual seoranl; mukmin yang berharap agar ia tidak dilahirkan seperti yang diucapkao oleh Abu Bakar atau inilah dosa kecil di mata seorang mukmin Yang membuatnya berandai agar dapat menebus dirinya dari api neraka dengan kekayaan seluas bumi, seperti yang Umar ucapkan untuk membuktikan kesungguhan dan keimanannya. Saudara ini juga menambahkan bahwa Nabi memohonkan ampunan untuk dirinya sendiri.

Keberatan ke dua, mereka menyatakan bahwa ayat kedua dari yang kami kutip tidak setara kedudukannya dengan Abu Bakar, Umar dan sahabat yang lain.
Tanggapan kami atas keberatan pertama adalah sebagai berikut bahwa Nabi memohon ampun atas dirinya bukan berarti bahwa ia berandai tidak ingin dilahirkan, dan hal tersebut tidak menggugurkan kesuciannya. Permohonannya akan ampunan adalah tanda keimanan dan pengakuan atas kelemahannya di hadapan Allah, bukan karena ia telah berbuat dosa besar. Karena, apabila Nabi Muhammad berdosa, siapa di kalangan umat yang akan menghukumnya? Atau siapakah yang berhak untuk menghukumnya? Karena semua orang berdosa, mereka tidak dapat menghukum pendosa. Atau, jikalau Nabi Muhammad seorang pendosa, jenis orang bodoh manakah yang mau mengikutinya dan yakin bahwa ia Rasulullah yang diutus Pencipta alam semesta? Lebih dari itu, jika Nabi seorang pendosa, berarti Allah menyetujui perbuatan dosa (semoga Allah melindungi kita dari anggapan yang tidak masuk akal ini). Kita mengetahui bahwa Allah Maha Adil dan larangan-Nya agar kita tidak perbuatan jahat dan dosa adalah salah satu pasal utama keimanan kita. Dengan demikian, Allah tidak mungkin mengutus nabi yang berdosa.

Semoga para nabi terlindung dan tersucikan dari pernyataan yang menodai sifat-sifat mereka dengan mengatakan bahwa mereka berdosa. Atau apakah kita telah menjadi seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani yang di dalam kitab Injil dinyatakan bahwa Nabi Luth mabuk dan telanjang di hadapan anak-anaknya. Inilah tanda bagi orang yang berpikir. Memohon ampunan adalah suatu hal, sedang berangan-angan untuk tidak pernah terlahir atau berharap dapat menebus diri dengan semua emas yang ada di muka bumi, adalah hal lain. Berangan-angan untuk tidak terlahir ke dunia adalah suatu penghinaan terhadap Allah, karena anda beranggapan bahwa keadilan dan kemurahatian Allah tidak cukup bagi anda. Hal itu juga sebuah penghinaan karena terdapat pengertian yang mendasari bahwa masuknya anda ke neraka bukan kesalahan anda, tetapi masuknya anda ke neraka adalah karena Allah berbuat tidak adil. Semoga Allah melindungi kita dari pikiran seperti ini. Jika seseorang benar-benar yakin, ia sadar bahtiva ketidakadilan terkecilpun tidak akan dilakukan padanya dan ia tidak akan masuk neraka kecuali ia benar-benar patut dimasukkan ke neraka. Demikianlah keadilan Allah, tidak seperti orang yang berangan-angan tidak pernah dilahirkan untuk menyembunyikan rasa bersalah dan dosa mereka sendiri. Seorang mukmin sejati menyerahkan dirinya secara total kepada Allah dan mcngakui bahwa ia lemah dan penuh dosa, hingga ia memohon ampunan. la tidak menghina Allah dan berangan-angan untuk tidak pernah terlahir ke dunia.

Memang, konsep dosa dan ampunan senantiasa membingungkan. Namun, perhatikanlah apa yang dituturkan Syi'ah mengetahui ampunan (tobat). At-Taubah (bertobat) merupakan mekanisme Allah dalam mengatur kejahatan di dalam masyarakat. Dengan memberi kesempatan bertobat kepada setiap orang, orang yang berbuat dosa dipastikan bahwa ia tidak dipaksa untuk terus berbuat dosa. Mekanisme aturan tersebut memastikan bahwa rasa bersalah yang biasa mengiringi perbuatan dosa, tidak berubah menjadi keputusasaan dan perasaan tidak berguna, sehingga mengarah pada meningkatnya perbuatan dosa dan kehancuran masyarakat. Tobat merupakan anugerah Allah yang amat besar, yang memperlihatkan kebijakan-Nya yang tidak terbatas.

Kami tambahkan bahwa dosa itu sendiri adalah bagian dari penciptaan anda. Allah memaksa anda untuk berbuat dosa, dan menghukum anda karenanya, tetapi Allah menciptakan kita sebagai makhluk yang dapat berbuat salah. Kemudian Allah menguji anda untuk melihat apakah anda mengakui sifat tersebut, atau menyatakan bahwa anda tidak berbuat dosa dan perbuatan tersebut bukan kesalahan anda, sehingga meningkatkan kecongkakan yang Allah benci. Memang, berbuat dosa dan mengakui kesalahan secara sungguh-sungguh dengan keyakinan bahwa hal tersebut adalah kesalahan anda lebih berharga daripada menghina Allah dengan berangan-angan agar tidak dilahirkan ke dunia ini. Sifat berbuat kesalahan adalah bagian Hari proses belajar, yang merupakan sifat bawaan yang melekat pada bentuk dan eksistensi manusia. Jika kita tidak berbuat salah kita tidak akan pernah belajar, berevolusi dan berkembang.

Kecongkakanlah yang mengotori jiwa banyak orang, menghalangi perkembangan kita-karena kita bersalah dan berdosa meski kita menyangkal untuk mengakui kesalahan kita.

Benarlah apa yang diucapkan Imam Ali Zainal Abidin bin Husain, dalam sujudnya (doa), "Ya Allah, meskipun aku masuk ke dalam nerakamu, aku akan cerita kan kepada orang - orang disana kecintaanku pada-Mu !" Apa makna dibalik doa yang tinggi dan menggugah ini? Demi Allah, doa ini adalah salah satu yang paling indah dan menyentuh yang pernah kita dengar. Berikut ini adalah makna doa ini sebelum anda membuat kesimpulan sendiri.
Imam Ali Zainal Abidin berkata, "Ya Allah, keyakinanku kepadamu begitu dalam sehingga tidak kuragukan keadilan-Mu, meskipun Engkau lempar aku ke dalam neraka, itu karena aku patut menerimanya dan karena apa yang telah aku lakukan di dunia ini. Walau demikian, sekiranya aku masuk neraka, akan aku katakan pada orang-orang di sana tentang kecintaanku kepada-Mu. Engkau tidak berbuat tidak adil padaku. Aku mencintai-Mu, keadilan-Mu, kasih sayang-Mu dan keagungan-Mu." Itulah yang diucapkan oleh mukmin sejati meskipun ia-masuk neraka. la tidak berandai-andai untuk tidak dilahirkan.

Tanggapan kami pada keberatan kedua adalah sebagai berikut. Kami akan ulangi pernyataan anda, kalau-kalau anda lupa, bahwa ayat yang kami kutip dari Quran tidak menunjuk pada Abu Bakar, Umar, dan para sahabat yang ditunjuk oleh ayat itu tidak sebanding dengan kedudukan Abu Bakar dan Umar.

Apabila kita anggap ayat-ayat ini tidak merujuk kepada Abu Bakar dan Umar, ayat-ayat ini, bagaimanapun juga, melukiskan sebuah poin penting bahwa tidak semua sahabat sama di mata Allah SWT. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Sunni mengklaim bahwa semua sahabat saleh? Mengapa, ketika Allah sendiri, mengakui bahwa sahabat-sahabat tertentu tidak saleh, Sunni berkeberatan dengan pandangan Syi'ah terhadap sahabat? Memang ironis, Allah pencipta kita yang Maha Mengetahui' keberadaan kita menyatakan tentang ciptaan-ciptaan-Nya, sedang Sunni menolak memegang firman-Nya dan mengklaim bahwa mereka lebih tahu hal itu.

Kami mengulang pertanyaan yang telah kami nyatakan, jika Allah SWT telah membuat perbedaan yang sangat jelas di antara para sahabat, mengapa Sunni menolak untuk mengakuinya?

Lebih dari itu, kalaupun kita menganggap bahwa ayat ini menerangkan sahabat lain selain Abu Bakar dan Umar, anda telah menguatkan dan mendukung klaim kami bahwa tidak semua sahabat saleh. Sebagaimana Allah mengutamakan sahabat - sahabat tertentu, Syi'ah pun mengikuti contoh yang sama.

Apakah tidak masuk akal apabila kita membuat perbedaan-perbedaan di antara sahabat? Bukankah murid-murid Nabi Isa mengkhianatinya? Bukankah orang-orang Yahudi mengkhianati Nabi Musa? Dan banyak lagi kasus pada pengikut nabi lainnya. Apakah sahabat Nabi diberi kekhususan? Bukankah mereka makhluk-makhluk yang mungkin berbuat salah dan dosa? Tidakkah anda lihat sebuah pola pembedaan di seluruh ciptaan Allah? Apakah seluruh mukmin, yang baik saat ini atau masa lalu sama kedudukannya? Tidakkah kita lihat bahwa ada mukmin yang sungguh-sungguh dan ada juga yang tidak? Lalu mengapa Sunni menolak untuk menerima kebenaran ini? Kalaupun Syi'ah tidak memasukkan Abu Bakar dan Umar ke dalam kelompok sahabat ini, Sunni masih akan menolak mengakui bahwa beberapa sahabat Nabi Muhammad adalah individu-individu yang tidak saleh dan memiliki dendam. Tidakkah Allah menunjukkan sebuah surat dalam kitab-Nya mengenai orang-orang yang munafik? Dan tidakkah Allah berfirman, Tingkatan mereka berbeda-beda di mata Allah, dan Allah mengetahui apa yang mereka perbuat (QS Ali Imran : 163).

Catatan lain yang dilupakan oleh Sunni dalam mempertahankan argumen mereka adalah, mungkin saja bahwa individu-individu yang diterangkan pada ayat tersebut atau surah 'Orang-orang munafik' bukan sahabat Nabi menurut pandangan Sunni. Sekiranya saudaraku ini mengemukakan alasan ini kami akan memberi tanggapan sebagai berikut;

Definisi kata `sahabat', menurut Sunni adalah orang-orang yang hidup semasa pada masa hidup Nabi, entah pernah melihat, bertatap muka, atau tidak pernah sama sekali. Sekiranya sahabat Sunni menyatakan bahwa kata 'sahabat' hanya menunjuk orang-orang beriman sejati yang dekat dengan Nabi, diingat di dalam Quran dan hadis, mrlakaanakan shalat lima kali, maka saudara kita ini telah berkata sebagaimana yang senantiasa dinyatakan Syi'ah: Tidak semua sahabat saleh. Bagaimanapun, menurut penjelasan ini, Sy'ah tetap menolak mengakui Umar dan Abu Bakar termasuk orang-orang berkedudukan sebagai orang-orang saleh karena perbuatan yang telah mereka lakukan terhadap keluarga Nabi.

Kesimpulan ini dituturkan oleh Zamakhsyari, ulama dan penyair Sunni kenamaan.

Banyak keraguan dalam pertentangan

Masing-masing merasa di jalan yang benar

Aku berpegang pada kalimat La Ilaha illa Allah

Dan kecintaankku kepada Ahmad dan Ali

Berbahagialah anjing karena mencintai Ashabul Kahfi

Bagaimana bisa aku celaka karena mencintai keluarga Nabi!

Terakhir, kami ingiri menggugah perasaan kejujuran dan kebenaran anda untuk mempelajari secara objektif argumen-argumen yang dikemukakan Syi'ah. Kami bertanya kepada anda apakah anda percaya bahwa kami kafir? Apakah kami memaksa anda untuk menerima argumen atau menguatkan keyakinan kami dengan dukungan bukti yang tidak terbantahkan? Bukankah kami tidak merujuk pada kitab-kitab kami sendiri sebagai bukti? Tanyalah dan jawablah dengan kebenaran. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan memberi petunjuk pada apa yang Ia ridhai.



Musuh-musuh Islam Menurut Nahj al-Balaqhah
Berikut ini gambaran umum musuh-musuh Islam, pengikut setianya, dan peristiwa yang menimpa mereka.

Pemimpin-pemimpin yang zalim telah berkuasa begitu lama, hingga kekejaman dan penindasan mereka dapat begitu jelas terpampang dan kekejian serta aib mereka terlihat jelas. Mereka patut digantikan, dihancurkan, dan dihilangkan agar manusia terselamatkan dari bencana dan kehancuran, terlepas dari belenggu peperangan, yang ditimbulkan oleh pemimpin - pemimpin zalim itu.

Orang-orang yang beriman, yang dengan berani dan sabar melalui masa-masa itu, memikul derita, mengorbankan nyawa demi tegaknya keadilan dan Islam, mereka merendahkan diri di hadapan Allah SWT, tidak sedikitpun menyombongkan kesabaran dan keberanian mereka dan tidak pula membayangkan bahwa mereka tengah membantu Allah dan agama-Nya. Kemudian Allah tetapkan masa ujian dan cobaan harus berakhir. Allah memperkenankan mereka membela agama dengan pedang dan mematuhi perintah Allah atas dasar ajaran Nabi Muhammad SAW.

Waktupun berjalan hingga Allah memanggil Rasulullah. Mereka kemudian menjadi ingkar atau kembali menjadi penyembah berhala, dan celaka karena kedangkalan dan pembangkangan pikiran-pikiran mereka. Mereka serahkan agama kepada saudara-saudara mereka yang berada di jalan yang sesat, atau kepada penghasut yang tidak bertuhan. Mereka tinggalkan tali perantara (keluarga Nabi Muhammad / Ahlulbait) yang seharusnya mereka cintai, hormati dan taati, dan yang akan menjaga mereka untuk senantiasa berada di jalan yang benar. Akibatnya, mereka meruntuhkan pondasi agama yang kokoh dan menyebarkan bid'ah. Mereka tiru cara-cara Fir'aun dan kaumnya, terpukau oleh kemilau dan kuasa dunia, sehingga menyimpang dari agama yang benar.

Wahai manusia! Ingatlah bahwa saat ini adalah saat ketika sesuatu yang telah dijanjikan akan terjadi, dan peristiwa-peristiwa yang tidak kalian ketahui atau tidak dapat kalian ramalkan akan datang. Selama masa ujian dan cobaan, orang-orang yang mengenal tanda-tanda berharganya Ahlulbait akan selamat sepanjang masa dan juga menjadi penolong orang lain dan bertindak seperti orang-orang saleh, seperti seseorang berjalan di dalam kegelapan membawa pelita di tangannya. Kecintaan kepada Ahlulbait akan membebaskan manusia dari penindasan dan kezaliman, mengajari orang-orang bodoh dan tidak tahu, mengenalkan perbaikan kepada masyarakat dan mempererat ikatan yang mungkin akan menimbulkan kekejian dan kekafiran dalam ajaran Islam sejati. Untuk beberapa saat, la (Imam Mahdi) disembunyikan dari pandangan manusia hingga orang-orang yang sangat mengincarnya tidak akan mampu menemukan jejaknya walaupun ia berusaha mencarinya.

Tetapi suatu hari ia akan datang, mengajari umat manusia sedemikian rupa hingga pandangan manusia akan terbuka terhadap ajaran Quran, manusia akan menyerap kebijaksanaan sejati, dan jiwa-jiwa mereka akan membumbung tinggi dalam ilmu dan filsafat.

Kami menganjurkan dengan sangat agar umat Islam menolak cerita-cerita tentang asal usul Islam. Banyak dari anda telah mengetahui pandangan Sunni mengenai sejarah. Kami menganjurkan anda membaca hasil karya Sunni mengenai sejarah seperti karya T'haban dan Sayid Amir Ali, untuk memahami tekanan-tekanan yang membentuk dunia Muslim pada abad pertama. Sejarah itu masih hidup hingga kini.[]



Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 334, hadis 3.889; Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal 158-161; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hadis 6.519, 6.630, 7.078; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 342; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 4, bagian 1, hal. 167-168; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 329-330.
2. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 233.
3. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 383; Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, bab 1.205, hadis 6.968 dan 6.970. Abdul Hamid Siddiqi, Penerjemah bahasa Inggris Shahih Muslim, telah menulis catatan kaki pada hadis tersebut bahwa riwayat ini merupakan suatu petunjuk jelas bahwa pada pertempuran antara Imam Ali dan musuhnya, Imam Ali berada di pihak yang benar karena Ammar bin Yasir yang terbunuh pada perang Shiffin berada di pihak Imam Ali. (catatan kaki Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, hal. 1508).
4. Referensi hadis Sunni: Ibnu Majah, jilid 1, hal. 53 hadis 1.49.
5. Referensi hadis Sunni: Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis 1.09, 2.77; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 329, hal. 662; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 88, 148, 149 dari banyak rangkaian perawi; al-Kabir, Thabari, jilid 6, hal. 264, 265; Hiiyat al-Awliya, Abu Nu'aym, jilid 1, hal. 128.
6. Referensi hadis Sunni: ShahiiT at-Turmudzi, jilid 5, hal. 332, hadis 3.884.
7. Referensi Hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 536.
8. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, bahasa Arab, jilid 13, hal. 2174; Tadzkirat al-Khawas, Sibt bin Jauji Hanafi, hal. 261.
9. Referensi hadis Sunni: al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 4, ha1.1679; Syarh, Ibnu Abul Hadid, jilid 9, hal. 53 yang mengutip kalimat terakhir.
10. Syarh, Ibnu Habil Hadid, jilid 16, ha1.136.
11. Referensi hadis Sunni: Tadzkirat al-Khawas, Sibt Ibnu Jawji Hanafi, ha1.191-194; Ibnu Abdil Barr, dalam Sirah; Abu Nu'aim; juga diriwayatkan oleh para ahli hadis seperti Suddi dan Sya'bi.
12. Seperti biasa, nomor hadis sama dengan nomor pada versi Inggris Arab yang ada hampir pada setiap tempat. Nomor sebelum titik menunjukkan nomor jilid, dan angka setelah titik menunjukkan nomor hadis (bukan nomor halaman). Contohnya, hadis 8.578. Artinya jilid 8, hadis no. 578.
13. Pada terjemahan Bahasa Inggris Shahih Bukhari Uthrah (kekufuran) telah diterjemahkan dengan menggunakan kata lain, tetapi isi lainnya tetap sama.
14. Referensi hadis: Shahih Muslim, bab Kitab al-Wasiyyah, bagian at-Tark al-Wasiyyah, 1980, edisi Bahasa Arab (Saudi Arabia), jilid 3, hal.1259, hadis 1.637/21.
15. Hadis di atas juga dapat ditemukan pada Shahih Muslim, bab Kitab al- Wasiyyah pada bagian Babuttarkil Wasiyyah,1980, edisi bahasa Arab (Arab Saudi), jilid 3, ha1.1259, hadis 1.637/22.
16. Hadis ini pun terdapat pada Shahih Muslim, bab Kitab al-Wasiyyah, bagian Bab al-Tark al-Wasiyyah, 1980, edisi bahasa Arab (Arab Saudi), jilid 3, hal. 1257-58, hadis 1.637/20. Hadis-hadis sejenis lainnya terdapat pada, Shahih Bukhari, pada bab Kitab al-llm. juga pada bab Kitab al-Tib, juga pada bab Kitab al-I'tisham bi al-Kitab wa as-Sunnah; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 232, 239, 32 f, 355. Dan masih banyak lagi.
17. Lihat Shahih at-Turmudzi; Sunan, Ibnu Majjah; Musnad Ahmad ibn Hanbal; al-Mustadrak al-Hakim; Khasa'is, Nasa'i.
18. Lihat Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 88:52, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 85; al-Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, ha1.97, hingga khutbah pembukaan di Ghadir Khum (lihat Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 298; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal.12, 43; Musnad Ahmad ibn Hanbal, al-Mustadrak, Hakim; al-Khasa'is, Nasa'i. Perhatikanlah bahwa bukan Nabi yang menunjuknya sebagai pemimpin, tetapi Allah Swt!
19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, versi Inggris-Arab, hadis 5.56 dan 5.700; Shahih Muslim, Arab, mengenai Keutamaan Ali, jilid 4, hal. 1870-71; Sunan ibn Majah, hal. 12; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 174; Khas'is, Nasa'i, hal. 15-16; Musykil al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 309.
20. Lihat Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 363, Sirah ibn Hisyam, hal. 504; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 4, hal. 251.
21. Lihat QS. al-A'raf 142, Yunus:90-97, Tha Ha: 83, 88. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitabnya, jilid 8, hal. 57. Dan pada Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 3, hal. 84, 94.
22. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 199.
23. at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bagian 1, ha1.123.
24. Lihat Ghiyah al-Lughah, hal. 288.
25. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi Bahasa Inggris, jilid 15, ha1.176-179.
26. Referensi hadis Sunni: Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 654, hadis 1.114; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 3, hal. 229; Tarikh, Khulafa, oleh Hafizh Jalaluddin Suyuthi, hal. 171; Dhakha'ir al-Uqbah, Muhibuddin Thabari, . hal. 99; as-Sawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag. 3, hal. 196; Lain-lain seperti Thabari dan Ibnu Hatam.
27. Kisah ini dicatat dalam Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 312.
28. Referensi hadis Wahabi: al-Samir al-Mas'ul, Ibnu Taimiyah, hal. 579, terbit di tahun 1402/1982, Alamul Kutub.
29. Referensi hadis Sunni: Mulla Ali Qari, Syarh al-Fiqih al-Akbar; Matba Uthmaniyah, Istambul, 1303, ha1.130; Matba Mujtabai, Delhi, 1348, ha1.86; Matba Aftab-e Hind, India, tanpa tanggal, hal. 86. Catatan menarik: Kutipan di atas diambil dari 3 edisi yang dicetak di India dan Turki. Edisi baru telah diluncurkan oleh Darul Lutubi IImiyah, Beirut tahun 1404/1983, yang menyatakan sebagai edisi pertama. Empat halamannya (termasuk teks di atas) telah di hilangkan. Bagian yang hilang berisi pernyataan, "Orang-orang yang percaya bahwa Allah memiliki tubuh adalah orang yang benar-benar kafir menurut ijma tanpa ada perbedaan pendapat." Perlukah kami memberi komentar tehadap mazhab Wahabi?
30. Lihat Muruj ad-Dahab oleh Mas'udi, jilid 2, hal. 341.
31. Muruj ad-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
32. Muruj al-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
33. Muruj al-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
34. Muruj al-Dahab, Mas'udi, pada halaman yang sama.
35. Shahih al-Bukhari, jilid 1, hal. 122, pada bab al-Aidiyan.
36. Hadis ini diriwayatkan pada Shahih Muslim, jilid 1, hal. 61; Periksalah oleh anda sendiri! Dalam Shahih al-Bukhari, jilid 2, hal. 76, Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 300, menuturkan bahwa Nabi Muhammad berkata kepada Ali, "Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu." Selain itu Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 201, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Aku adalah kota ilmu dan Ali pintunya." Ingatlah bahwa kalian hanya dapat memasuki sebuah kota melalui pintunya, artinya ilmu Rasulullah, karena ia adalah kotanya, hanya dapat dicapai melalui pintunya, yakni melalui menantunya, Ali. Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 26, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Ali adalah pemimpin orang-orang beriman sepeninggalku."
37. Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 298, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Barang siapa yang mengangkat aku sebagai pemimpin, Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, bantulah orang-orang yang membantunya, singkirkanlah orang yang menyingkirkannya!"
38. Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 6, hal. 33.
39. Shahih, Bukhari, jilid 2, hal. 154.
40. Shahih Muslim, jilid 1, hal. 260.
41. Shahih al-Bukhari menuturkan pada jilid 1, hal. 54.
42. Catatan: Tayamum adalah menyentuhkan kedua telapak tangan kepada tanah, lumpur atau batu kemudian mengusapkannya pada wajah dan tangan. Ini adalah pengganti wudhu ketika air tidak ada. Rincian proses-proses tayamum masih banyak tetapi tidak akan cukup untuk dibahas di sini.
43. Shahih al-Bukhari, jilid 3, hal. 32.
44. Shahih al-Bukhari, jilid 2, hal. 201.
45. Tarikh ath-Thabari, jilid 4 hal. 407, Tarikh Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206.

26
ANTOLOGI ISLAM

BAB 8 : SERANGAN KE RUMAH FATHIMAH
Seorang Sunni mengatakan bahwa kekhalifahan Abu Bakar merupakan ijma ulama yang wajib diterima bagi setiap Muslim. Pertama-tama perlu dijelaskan bahwa kita percaya ijma bersifat mengikat. Akan tetapi bagaimana bisa Sunni membuat ijma terhadap sesuatu yang Rasul dan beberapa sahabat lainnya tentang?

Penentangan ini merupakan bukti jelas pada suatu kenyataan bahwa tidak ada ijma untuk masalah tersebut.

Mengenai Nabi Muhammad, kami menyebutkan hadis Sunni yang sahih pada artikel sebelumnya di mana Nabi memberikan kedudukan kepada Ali sebagaimana Nabi Harun bagi Nabi Musa. Kedudukan ini dijelaskan dalam Quran yang telah kami sebutkan ayat-ayatnya. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa; 1) Allah lah yang patut menunjuk khalifah. 2) Ayat tersebut juga menggunakan kata ukhlafni yang merupakan bentuk kata kerja dari khalif.

Selain itu, kami mengetengahkan riwayat bersejarah yang dicatat oleh Ulama Sunni berkenaan dengan fakta bahwa Nabi Muhammad dengan tegas menyatakan Ali sebagai penggantinya pada khutbah pertamanya. Kami juga menyebutkan hadis sahih Ghadir Khum di mana Nabi Muhammad mengumumkan penunjikan Ali secara resrni.

Sekarang, bagaimana ijma dapat berperan dalam persoalan penting apabila Nabi Muhammad saja menentangnya? Cukuplah bagi kita untuk menutup persoalan ijma pada masalah mi. Marilah kita bahas hal ini lebih jauh.

Tidak semua sahabat sepakat bahwa keempat khalifah ini adalah pengganti Nabi Muhammad yang sah. Kaum Muslimin sepakat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dipilih oleh sejumlah orang yang terbatas dan merupakan hal yang mengejutkan bagi sahabat lainnya. Oleh sejumlah orang terbatas artinya mayoritas sahabat Nabi Muhammad yang utama tidak mengetahui pemilihan ini. Ali, Ibnu Abbas, Utsman, Thalhah, Zubair, Sa'd bin Abi Waqqash, Salman Farisi, Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad, Abdurrahman bin Auf adalah di antara sahabat-sahabat yang tidak diajak berunding bahkan diberitahu. Bahkan Umar sendiri mengakui, pemilihan Abu Bakar dilakukan tanpa perundingan dengan kaum Muslimin.l

Kita tidak dapat menutup mata pada kenyataan yang tidak dapat disangkal yang bahkan dicatat oleh ulama-ulama Sunni dan meskipun telah menjadi ijma. Setelah Nabi Muhammad wafat, orang-orang yang melaksanakan apa yang diperintahkan Nabi Muhammad seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar Ghiffari, Miqdad, Salman Farisi, Ibnu Abbas, dan sahabat-sahabat lain seperti Abbas, Utbah bin Abi Lahab, Bara bin Azib, Ubay bin Ka'b, Sa'd bin Abi Waqqash, dan lain-lain berkumpul di rumah Fathimah. Demikian juga dengan Thalhah dan Zubair yang awalnya setia kepada Ali dan bergabung dengan yang lainnya di rumah Fathimah. Mereka berkumpul di rumah Fathimah sebagai tempat berlindung karena mereka menentang mayoritas orang-orang. Berdasarkan hadis Shahih Bukhari, Umar mengakui bahwa Ali dan pengikutnya menentang Abu Bakar. Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata,

"Tidak diragukan lagi setelah Rasul wafat, kami diberi tahu bahwa kaum Anshar tidak sepakat dengan kami dan berkumpul di balairung Bani Saidah. Ali dan Zubair dan orang - orang yang bersama mereka menentang kami."2

Hadis lain meriwayatkan bahwa Umar berkata pada hari Saqifah,

"Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan orang-orang yang bersama mereka berpisah dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah, putri Nabi Muhammad."3

Selain itu, mereka meminta persetujuan baiat tersebut, tetapi Ali dan Zubair meninggalkannya. Zubair menghunuskan pedang dan berkata, "Aku tidak akan menyarungkan pedang ini sebelum sumpah setia diberikan kepada Ali." Ketika kabar ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkata, "Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!" Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (menuju ke depan pintu Fathimah) dan menggiring mereka dengan paksa sambil mengatakan bahwa mereka harus memberikan sumpah setia secara sukarela ataupun paksa.4

Pemilihan seperti apakah itu? Pemilihan menyiratkan suatu pilihan dan kebebasan, dan setiap kaum Muslimin berhak memilih wakilnya. Barang-siapa yang memilihnya tidak menentang Allah atau Rasulnya karena baik Allah atau Rasulnya tidak menunjuk orang dari pilihan umat. Pemilihan, secara fitrah, tidak memaksa setiap kaum Muslimin untuk memilih wakil khususnya. Apabila tidak, pemilihan tersebut berarti paksaan. Artinya pemilihan itu akan kehilangan fitrahnya dan menjadi tindakan pemaksaan. Ucapan Nabi yang terkenal menyatakan, "Tidak ada sumpah setia yang sah jika diperoleh dengan paksaan."
Mari kita lihat apa yang dilakukan Umar pada saat itu. Sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa ketika Umar sampai di depan pintu rumah Fathimah, ia berkata,

"Demi ,Allah, aku akan membakar (rumah ini) jika kalian tidak keluar dan berbaiat kepada (Abu Bakar)!"5

Selain itu, Umar bin Khattab datang ke rumah Ali. Talhah dan Zubair serta beberapa kaum Muhajirin lain juga berada di rumah itu. Umar berteriak, "Demi Allah, keluarlah kalian dan baiat Abu Bakar jika tidak akan kubakar rumah ini." Zubair keluar dengan pedang terhunus, karena ia terjatuh (kakinya tersandung sesuatu), pedangnya lepas dari tangannya, merekapun menerkamnya dan membekuknya.6

Abu Bakar, berdasarkan sumber riwayat yang shahih, berkata bahwa ketika umat telah berbaiat padanya setelah Nabi Muhammad wafat, Ali dan Zubair sering pergi ke Fathimah Zahra, putri Nabi Muhammad, untuk bertanya. Ketika berita ini diketahui Umar, ia pergi ke rumah Fathimah dan berkata,

"Wahai putri Rasulullah! Aku tidak mencintai seorang pun sebanyak cintaku pada ayahmu, dan tidak ada seorang pun setelahnya yang lebih aku cintai selain engkau. Tetapi, Demi Allah, sekiranya orang-orang ini berkumpul bersamamu, kecintaan ini tidak akan mencegahku untuk membakar rumahmu."7

Diriwayatkan pula bahwa Umar berkata kepada Fathimah (yang berada di belakang pintu),

"Aku mengetahui bahwa Rasulullah tidak mencintai siapa pun lebih dari cintanya padamu. Tetapi kehendakku tidak akan menghentikanku melaksanakan keputusanku. Jika orang-orang ini berada di rumahmu, aku akan membakar pintu ini di hadapanmu."8

Sebenarnya Syilbi Numani sendiri menyaksikan peristiwa di atas dengan kata-kata berikut:

"Dengan sifat Umar yang pemarah, perbuatan tersebut sangat tidak mungkin dilakukan."9

Diriwayatkan pula bahwa Abu Bakar berkata menjelang kematiannya,

"Andai saja aku tidakpergi ke rumah Fathimah dan mengirim orang-orang untuk menyakitinya, meskipun hal itu akan menimbulkan peperangan jika rumah tersebut tetap digunakan sebagai tempat berlindung."10

Sejarahwan menyebutkan nama-nama berikut adalah orang-orang yang menyerang rumah Fathimah untuk membakar orang-orang yang berlindung di dalamnya; Umar bin Khatab, Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Tsabit bin Shammas, Ziyad bin Labid, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Salim bin Waqqash, Salamah bin Aslam, Usaid bin Huzair, Zaid bin Tsabit.

Ulama Sunni yang ditakzimkan, Abu Muhammad bin Muslim bin Qutaibah Dainuri dalam kitab al-Imamah wa as-Siyasah meriwayatkan bahwa Umar meminta sebatang kayu dan berkata kepada orang orang yang berada di dalam rumah, "Aku bersumpah demi Allah yang menggenggam jiwaku, jika kalian tidak keluar, akan aku bakar rumah ini!" Seseorang memberitahu Umar bahwa Fathimah berada di dalam. Umar berteriak, "Sekalipun! Aku tidak peduli siapa pun yang berada di dalam rumah itu."11

Baladzuri, seorang sejarahwan lain meriwayatkan bahwa Abu Bakar meminta Ali untuk memberi dukungan kepadanya tetapi Ali menolak. Kemudian Umar berjalan ke rumah Ali sambil membawa kayu bakar di tangannya. Ia bertemu Fathimah di muka pintu. Fathimah berkata, "Engkau berniat membakar pintu rumahku?" Umar menjawab, "Ya, karena hal ini akan menguatkan agama yang diberikan kepada kami dari ayahmu."12

Dalam kitabnya, Jauhari berkata bahwa Umar dan beberapa kaum Muslimin pergi ke rumah Fathimah untuk membakar rumahnya dan orang-orang di dalamnya yang menentang. Ibnu Shahna menambahkan, "Membakar rumah serta penghuninya."

Lebih jauh lagi diriwayatkan bahwa ketika Ali dan Abbas sedang duduk di dalam rumah Fathimah, Abu Bakar berkata kepada Umar, "Pergi dan bawalah mereka, jika mereka menentang, bunuh mereka!" Umar membawa sepotong kayu bakar untuk membakar rumah tersebut. Fathimah keluar dari pintu dan berkata, "Hai putra Khattab, apakah kamu datang untuk membakar rumah yang di dalamnya terdapat aku dan anak-anakku?" Umar menjawab, "Ya, demi Allah, hingga mereka keluar berbaiat kepada khalifah Rasul."13

Semua orang keluar dari rumah kecuali Ali. Ia berkata, "Aku bersumpah akan tetap berada di rumahku sampai aku selesai mengumpulkan Quran."

Umar tidak terima tetapi Fathimah membatahnya hingga ia berbalik. Umar menghasut Abu Bakar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Abu Bakar kemudian mengirim Qunfiz (budaknya) tetapi selalu menerima jawaban negatif setiap kali ia menemui Ali. Akhirnya, Umar pergi dengan sekelompok orang ke rumah Fathimah. Ketika Fathimah mendengar suara mereka, ia berteriak keras,

"Duhai ayahku, Rasulullah! Lihatlah bagaimana Umar bin Khattab dan Abu Bakar memperlakukan kami setelah engkau tiada! Lihatlah bagaimana cara mereka menemui kami!"

Ulama-ulama Sunni seperti Ahmad bin Abdul Aziz Jauhari dalam bukunya Saqifah, Abu Wahid Muhibuddin Muhammad Syahnah Hanafi dalam bukunya Syarh al-Nahj, dan lainnya telah meriwayatkan peristiwa yang sama.

Lihat juga sejarahwan terkemuka Sunni, Abdul Hasan, Ali bin Husain Mas'udi dalam bukunya Ishabat al-Wasiyyah, menjelaskan peristiwa tersebut secara terperinci dan meriwayatkan, "Mereka mengelilingi Ali dan membakar pintu rumahnya, melemparkannya serta mendorong penghulu seluruh perempuan (Fathimah) ke dinding yang menyebabkan terbunuhnya Muhsin (putra berusia 6 bulan yang tengah dikandungnya).

Shalahuddin Khalil Safadi, ulama Sunni lain, dalam kitabnya Wafi al-Wafiyyat, pada surat 'A' ketika mencatat pandangan/pendapat Ibrahim bin Sayar bin Hani Basri, yang terkenal dengan nama Nidzam mengutip bahwa ia berkata,

"Pada hari pembaiatan, Umar memukul perut Fathimah sehingga bayi dalam kandungannya meningggal."

Menurut anda mengapa perempuan muda berusia 18 tahun harus terpaksa berjalan ditopang tongkat? Kekerasan serta tekanan yang sangat hebat menyebabkan Sayidah Fathimah Zahra senantiasa menangis, "Bencana itu telah menimpaku sehingga sekiranya bencana itu datang di siang hari, hari akan menjadi gelap." Sejak itu Fathimah jatuh sakit hingga wafatnya akibat bencana dan sakit yang menimpanya, padahal usianya baru 18 tahun.

Seperti yang dikutip oleh Ibnu Qutaibah menjelang hari-hari terakhirnya, Fathimah selalu memalingkan wajahnya ke dinding, ketika Umar dan Abu Bakar datang membesuknya menjawab ucapan mereka yang mendoakan kesembuhannya, Fathimah mengingatkan Umar dan Abu Bakar tentang pernyataan Nabi Muhammad bahwa barang siapa yang membuat Fathimah murka, maka ia telah membuat murka Nabi. Fathimah berkata,

"Allah dan malaikat menjadi saksiku bahwa engkau membuatku tidak ridha, dan kalian telah membuatku murka. Apabila aku bertemu ayahku, akan kuadukan semua perbuatan kalian berdua!"14

Karena alasan yang sama, Fathimah ingin agar kedua orang yang telah menyakitinya jangan sampai hadir di pemakamannya dan oleh karenanya ia dimakamkan malam hari. Bukhari, dalam kitabnya menegaskan bahwa Ali menuruti keinginan istrinya. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah sangat marah kepada Abu Bakar sehingga ia menjauhinya, tidak berbicara dengannya sampai wafatnya. Fathimah hidup selama 6 bulan setelah Nabi
Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, suaminya Ali menguburkannya di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan melakukan shalat jenazah sendiri.l5 Usaha apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak dapat menemukan makamnya. Makam Fathimah hanya diketahui oleh keluarga Ali. Hingga saat ini makam putri Nabi Muhammad yang tersembunyi merupakan tanda-tanda ketidaksukaannya kepada beberapa sahabat.



Pendapat Nabi Muhammad terhadap Orang-orang yang Menyakiti Fathimah
Nabi Muhammad sudah berulang kali mengatakan, "Fathimah adalah bagian dari diriku. Barangsiapa membuatnya murka, ia telah membuatku murka!"16
Menurut Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad bersaksi bahwa Fathimah adalah penghulu para perempuan alam semesta.17 Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi Muhammad berkata kepada Fathimah yang menangis di tempat tidur ayahnya menjelang Nabi wafat, "Tidakkah engkau puas bahwa engkau adalah penghulu perempuan-perempuan beriman?"

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata,

"Empat penghulu wanita di dunia adalah Maryam, Asiah, Khadijah dan Fathimah. Dan yang paling utama di antara mereka semua adalah Fathimah."18

Allah SWT berfirman dalam Quran,

Hai Rasulullah katakanlah (kepada umat), "Aku tidak meminta imbalan apa pun kecuali kecintaan kepada keluargaku!"
(QS asy-Syura : 43).

Hai Rasulullah katakanlah (kepada umat), "Imbalan apapun yang aku minta (sebagai balasan dari kenabian) adalah untuk kepentinganmu (umat)!" (QS Saba : 47).

Ayat-ayat ini dengan jelas menujukkan bahwa Nabi Muhammad, atas perintah Allah, meminta umatnya untuk mencintai keluarganya sebagai sebuah perintah. Selain itu kecintaan kepada mereka dimaksudkan untuk kemashlahatan umat karena cinta sesungguhnya memiliki arti mengikuti dan menaati anggota keluarganya yang disucikan dan yang membawa sunnah yang benar.

Sayang sekali bahwa orang-orang yang menyatakan diri sebagai sahabat-sahabat sejati telah menimpakan kesengsaraan yang sangat hebat kepada keluarganya padahal seminggu sejak Nabi Muhammad wafat belum berlalu. Inikah cinta yang Allah minta untuk keluarga Nabi?

Bukan itu saja. Sumber-sumber ekonomi Ahlulbait telah ditutup untuk menghancurkan penentangan mereka. Dalam Shahih Bukhari berikut ini Aisyah meriwayatkan, Fathimah mengirim utusan kepada Abu Bakar (ketika ia menjadi khalifah), meminta warisan yang Allah karuniakan kepada Nabi dari harta fa'i (harta rampasan perang tanpa ada pertempuran) yang telah ditinggalkan Nabi di Madinah, tanah tadak, serta sisa-sisa khumus dari harta rampasan perang Khaibar. Tetapi Abu Bakar menolak untuk memberi sesuatupun kepada Fathimah. Hal ini membuatnya marah dan menjauhi Abu Bakar dan tidak berbicara kepadanya sampai ia wafat. Ia hidup 6 bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ketika wafat, suaminya Ali, menguburkan Fathimah di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan ia sendiri yang menshalatkan Fathimah.19

Apakah Fathimah berdusta atau Abu Bakar yang berlaku tidak adil kepadanya? Jika Fathimah berdusta, ia tidak pantas menyandang apa yang diucapkan Nabi Muhammad, bahwa, "Fathimah adalah bagian dari diriku dan barangsiapa yang membuatnya marah, ia telah membuatku marah pula!" Ucapan Nabi ini sendiri merupakan bukti kesuciannya. Ayat-ayat pensucian dalam Surah al-Ahzab ayat 33 merupakan bukti lain kesuciannya, sebagaimana yang disaksikan oleh Aisyah.20 Dengan demikian tidak ada fakta lain bagi orang-orang berakal kecuali menerima kenyataan bahwa ia telah diperlakukan tidak adil, dan begitu mudahnya Fathimah disebut pendusta oleh Umar yang juga berniat membakarnya sekiranya orang-orang yang berada di rumah Fathimah tidak keluar untuk membaiat Abu Bakar.

Jadi kesimpulan logis dari hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim di atas adalah Fathimah telah diperlakukan tidak adil, sehingga ia murka dan membuat murka pula Nabi Muhammad dan Allah kepada Abu Bakar dan Umar berdasarkan hadis Bukhari di atas.

Alasan mengapa Abu Bakar menolak memberikan hak Fathimah bertentangan dengan ayat Quran. Bagaimana ia dapat menjadi pengganti Nabi Muhammad sedang ia sendiri tidak menaati ayat Quran yang begitu nyata? Abu Bakar menyatakan bahwa Nabi Muhammad berkata, "Kami para Nabi tidak meninggalkan warisan apa pun, yang kami tinggalkan akan menjadi sedekah." Alasan yang ia kemukakan tidak logis karena perkataan Nabi tidak pernah bertentangan dengan ayat Quran yang dalam dua ayat membuktikan bahwa para rasul memiliki pewaris dan anakanaknya adalah pewaris dari para rasul.
Allah SWT berfirman, "Dan Nabi Sulaiman mendapat warisan dari Nabi Daud" (QS. an-Naml : 16). Sulaiman dan Daud adalah nabi-nabi yang memiliki banyak harta kekayaan. Mereka adalah raja pada zamannya. Allah Yang Maha Tinggi berfirman,

(Zakaria berdoa kepada Allah), "Karuniakanlah aku seorang anak dari hadiratmu yang akan mewariskan dariku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia seorang yang Engkau ridhai!" (QS Maryam : 5-6).

Ayat-ayat ini merupakan contoh bahwa para nabi memiliki pewaris. Sebenarnya, Fathimah menyebutkan ayat-ayat ini sebagai bukti akan haknya, tetapi Abu Bakar menolaknya karena saran Umar, dan secara sengaja mereka telah menentang ayat Quran yang sangat jelas.

Kenyataan sejarah membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW bahkan telah menyerahkan tanah Fadak yang luas dan subur di Hijaz kepada Fathimah dan tanah tersebut merupakan harta Fathimah sebelum Nabi Muhammad wafat.

Persoalan itu ternyata bukan hanya persoalan warisan, seperti yang diklaim Abu Bakar. Alasan Nabi Muhammad menyerahkan tanah Fadak kepada Fathimah adalah sebagai sumber penghasilan Ahlulbait. Tetapi setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar dan Umar menghapus nama pemilik tanah itu dan mengambil alih tanah serta harta Ahlulbait lainnya. Alasannya sangat sederhana. Mereka menyadari bahwa jika harta ini tetap berada di tangan Ali dan Fathimah, semoga kesejahteraan senantiasa atas mereka, mereka akan mengeluarkan penghasilannya bagi pengikut mereka. Hal ini akan memperkuat kelompok oposisi Abu Bakar dan Umar dan membahayakan posisi mereka. Abu Bakar dan Umar menyadari kenyataan bahwa untuk mengendalikan pihak oposisi, penting bagi mereka untuk menghilangkan semua sumber-sumber ekonomi mereka.

Jadi permasalahanya bukan semata-mata masalah harta, melainkan lebih bersifat politis. Kemarahan Fathimah bukan untuk kesenangan duniawi. Sejarah membuktikan bahwa Ali dan Fathimah hidup sangat sederhana ketika Nabi masih hidupdan setelah Nabi wafat. Yang sangat terkenal adalah bahwa Surah al-Insan ayat 8-9 turun bagi mereka ketika selama tiga hari berturut-turut mereka memberikan makanan mereka kepada pengemis pada saat akan berbuka puasa (ifthar), dan tidak ada makanan yang tersisa untuk anak - anak mereka selama 3 hari berturut - turut. Oleh karenanya orang - orang beriman ini tidak menuntut atau marah demi hal-hal yang bersifat duniawi. Itulah mengapa kemarahan Fathimah adalah kemarahan Nabi Muhammad. Mereka, sebenarnya, tengah berjuang di jalan Allah dan mengeluarkan harta sah mereka untuk jalan yang benar dan untuk pengikut-pengikutnya.

Pada saat Harun Rasyid berkuasa, wilayah Islam sangat luas, membentang dari Afghanistan dan Asia Tengah hingga Afrika Utara. Maka adalah suatu hal yang kecil bagi pemerintah untuk memberikan sebidang kecil tanahnya. Selain itu, dengan mengembalikan tanah Fadak, hal itu akan menjadi propaganda bagi kepentingan mereka. Menurut beberapa riwayat, Harun Rasyid berkata kepada Musa Kazhim, Imam Ahlulbait ketujuh, "Aku ingin mengetahui seberapa luas lokasi tanah Fadak itu agar aku dapat mengembalikannya padamu?" Imam Musa berkata, "Saya hanya akan menerima jika engkau memberikan semuanya." Harun berkata, "Kalau begitu katakan saja berapa luasnya? Aku bersumpah atas nama kakekmu, aku mengembalikannya." Akhirnya Imam berkata, "Tanah itu terbentang dari salah satu sisi Aden (bagian semenanjung Arab), Samarkan (Afghanistan), dan dari Armenia (Rusia selatan) dan dari Mesir di Afrika!" Wajah Harun memerah dan berkata, "Berarti tidak ada yang tersisa bagi kami?" Musa berkata, "Telah aku katakan jika aku jelaskan luasnya, engkau tidak akan mengembalikannya padaku!"21



Lampiran
Berikut ini teks keseluruhan hadis 5.546 dalam Shahih Bukhari yang diterangkan di atas. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah mengutus seseorang kepada Abu Bakar, meminta warisan yang telah ditinggalkan Nabi Muhammad dari Allah atas hasil fa'i di Madinah, tanah Fadak, dan sisa khumus dari rampasan perang Khaibar. Abu Bakar berkata, "Rasulullah berkata, 'Kami para rasul tidak meninggalkan warisan. Segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah, tetapi keluarga Nabi Muhammad mendapat bagian dari harta ini.' Demi Allah, aku tidak akan mengubah ketetapan Rasulullah ini, akan tetap seperti itu sebagaimana ketika Rasulullah masih hidup, dan akan keluarkan Rasulullah." Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta itu kepada Fathimah. Oleh karenanya, Fathimah marah kepada Abu Bakar. la. menjauhinya dan tidak mau berbicara dengannya hingga akhir hayatnya. la hidup hanya 6 bulan setelah ayahnya wafat. Ketika ia wafat, suaminya, Ali, menguburkannya pada tengah malam tanpa memberitahukan Abu Bakar dan menshalatinya sendiri.

Saat Fathimah masih hidup, orang-orang masih menghormati Ali, tetapi setelah ia wafat, Ali melihat perubahan dalam prilaku orang-orang kepadanya. Oleh karenanya Ali berdamai dengan Abu Bakar dan membaiatnya. Ali tidak membaiat Abu Bakar selama 6 bulan (periode antara wafatnya Nabi Muhammad dan wafatnya Fathimah). Ali mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk berkata, "Datanglah kepadaku, tetapi jangan ada orang lain bersamamu." Karena ia tidak suka kalau Umar turut serta. Umar berkata (kepada Abu Bakar), "Jangan! Demi Allah kamu tidak boleh pergi sendiri." Abu Bakar berkata, "Memangnya apa yang akan mereka lakukan terhadapku? Demi Allah aku akan pergi!" Lalu Abu Bakar pergi ke tempat Ali. Ali kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat dan berkata, "Kami mengetahui keutamaanmu dan apa yang telah Allah berikan padamu, dan kami tidak cemburu atas kebaikan yang telah Allah berikan padamu.

Tetapi engkau tidak berunding denganku mengenai urusan ini. Kami berpikir bahwa kami memiliki hak atasnya karena kedekatan hubungan kekerabatan kami dengan Rasulullah."

Mendengar ucapan Ali ini, Abu Bakar menangis. Dan ketika Abu Bakar mengeluarkan suara, ia berkata, "Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya aku akan menjaga hubunganku dengan keluarga Rasulullah lebih baik daripada hubungan dengan keluargaku. Tetapi, mengenai masalah yang terjadi antara aku dan engkau dalam harta ini, aku akan berbuat sebaik mungkin, mengeluarkannya berdasarkan sesuatu yang benar dan aku tidak akan meninggalkan hukum
27
turan Allah yang telah dicontohkan Rasulullah dalam mengeluarkannya, dan aku akan mengikutinya." Mendengar hal itu Ali berkata kepada Abu Bakar, "Aku berjanji akan memberi baiatku, siang ini."

Usai menunaikan shalat Dzuhur, Abu Bakar naik mimbar dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Lalu ia bercerita mengenai Ali, mengapa ia tidak membaiatnya dan memaafkan Ali, dan menerima alasan yang diajikan. Kemudian Ali berdiri, berdoa, dan memohon ampunan-Nya. la mengucapkan dua kalimat syahadat, memuji Abu Bakar dan berkata bahwa ia tidak membaiat Abu Bakar bukan karena cemburu kepadanya atau protes atas apa yang Allah berikan padanya. Ali melanjutkan, "Kami menganggap bahwa kami juga memilliki hak atas urusan ini (kepemimpinan) dan ia (Abu Bakar) tidak mengajaknya berunding."

Oleh karenanya, ia menyayangkan hal itu. Semua orang Muslimin di tempat itu merasa lega dan berkata, "Engkau telah melakukan hal yang benar." Kaum Muslimin menjadi bersahabat dengan Ali karena ia melakukan apa yang dilakukan kaum Muslimim (berbaiat kepada Abu Bakar).



Perampasan Tanah Fadak
Fathimah, putri satu-satunya yang sangat dicintai Nabi Muhammad SAW, menuntut warisan tanahnya di Madinah, Khaibar, dan juga tanah Fadak, yang Rasul peroleh dari orang-orang Yahudi tanpa paksaan. Nabi Muhammad telah memberikan harta tersebut untuk kelangsungan Ahlulbait dan pengikutnya atas perintah Allah. Akan tetapi harta-harta tersebut diambil alih setelah Nabi wafat.

Khalid menuliskan, persoalan selanjutnya yang diketahui adalah warisan Nabi Muhammad, kebun Fadak. Pertama-tama kita harus memastikan apakah Nabi Muhammad memiliki harta pada saat ia wafat. Kita mengetahui bahwa setelah turunnya wahyu, Nabi Muhammad tidak memiliki penghasilan. Seluruh waktunya ia persembahkan untuk berjuang di jalan Allah. Di Mekkah, penghidupannya berasal dari harta yang Khadijah miliki dan setelah hijrah ke Madinah ia benar-benar tidak memiliki apa pun. Kemudian, saat perang melawan orang-orang kafir dimulai, Nabi menerima wahyu agar mengambil lima bagian dari harta rampasan (QS. al-Anfal :41). Penghasilan Nabi Muhammad diperoleh dari beberapa mata air yang ditinggalkan oleh Bani Nadhir di Madinah. Nabi Muhammad biasanya menggunakan penghasilannya untuk menghidupi keluarganya dan sisanya ia keluarkan di jalan Allah. Perhatikan bahwa harta ini bukan harta yang dimiliki oleh Rasulullah tetapi harta yang digunakannya sebagai pemimpin agama Islam. Jelaslah bahwa ia tidak mengumpulkan harta untuk diri pribadi. Haknya ini hanya berlangsung selama ia masih hidup dan ia telah menjelaskannya ketika masih hidup. Bukhari, Muslim dan Ahmad meriwayatkan, "Aku tidak mewariskan apa pun. Apa saja yang kutinggalkan adalah untuk istri-istriku dan membayar hutang-hutangku serta sisanya adalah untuk amal." Mari kita perhatikan bagaimana persoalan warisan ini muncul dan tindakan apa yang dilakukan oleh para khalifah.

Untuk menanggapi pandangan di atas, pertama-tama, kami ingin menyebutkan ayat Quran yang disebutkan saudara Khalid mengenai Khumus. Meskipun keluar konteks, tetapi tidaklah salah menyebutkan, bahwa kata khumus (secara literal artinya seperlima) tidak terbatas hanya pada harta rampasan perang melawan orang-orang kafir. Kami akan menyandarkan persoalan ini pada hadis, tetapi sebelumnya kita akan menyebutkan ayat berikut:
Dan tahukah kalian (hai orang-orang beriman), bahwa segala yang kamu peroleh seperlimanya milik Allah, dan Rasulnya, dan keluarga (Rasul), serta anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan... (QS al-Anfal :41).

Hadis berikutnya dengan jelas menyebut bahwa humus tidak terbatas pada harta rampasan sebagaimana yang diyakini saudara kita Sunni.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas utusan - utusan suku Abdul Qais menemui Nabi Muhammad dan berkata ya Rasulullah kami berasal dari suku Rabiah dan diantara kami dan engkau ada orang - orang Kafir dari suku mudar. Oleh Karenanya kami tidak dapat datang kepadamu kepdamu kecuali di bulan Haram.

Perintahkanlah kepada kami sesuatu agar kami dapat melakukannya sendiri dan mengajak kaum kami juga mengawasinya." Nabi berkata, "Aku memerintahkan kamu untuk melakukan empat hal. Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (Nabi menunjikan tangannya ke atas), melaksanakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus."22

Sebelum kami menyelesaikan hingga kesimpulan, kami memberi komentar berikut; 1) Nampaknya suku Bani Abdul Qais bukan suku yang kuat. Selain itu, ketika mereka harus pergi ke Madinah, mereka harus melintasi sebuah daerah yang dihuni oleh suku (Muzar) yang memusulii kaum Muslimin, 2) Hal ini membuat mereka tidak dapat pergi kecuali pada bulan Haram, bulan ketika peperangan dilarang. Hal ini tidak berarti bahwa penerapan khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang.

Anda menyebutkan bahwa Nabi Muhammad telah meriwayatkan, sebagaimana yang anda klaim dalam Shahih Bukhari-Muslim, Musnail Ahmad ibn Hanbal, dan lain-lain, bahwa ia tidak mewariskan apa pun. Sebelum kami mengungkapkan referensi hadis shahih, kami ingin menjelaskan bahwa makna 'pewaris' artinya orang yang mewarisi atau orang yang sah mendapat warisan. Karenanya, pernyataan bahwa 'pewaris' tidak mengurusi hal-hal yang ditinggalkan orang yang telah tiada bertentangan dengan hadis yang ditemukan dalam kitab-kitab Sunni.
Ali berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,

"Aku telah mengaruniai Ali lima hal, tidak seorang rasul pun sebelum aku yang dianugerahi hal seperti itu. Salah satunp adalah bahwa Ali akan membayarkan hutang-hutangku dan memakamkanku."23

Kami akan menyebutkan ayat Quran yang mendukung pernyataan bahwa pewaris Nabi Muhammad akan membayarkan hutang-hutangnya. Berdasarkan Surah asy-Syu'ara ayat 124, Ibnu Mardawaih meriwayatkan sebuah hadis dari Ali yang menyatakan bahwa ketika ayat beritakanlah kepada kerabat terdekatmu", turun, Rasulallah berkata,"Ali akan membayarkan hutang - hutangku dan memenuhi semua janji-janjiku."24

Selain itu, Imam Ahmad dalam Musnad-nya menyimpulkan bahwa hadis dari Nabi Muhammad, "Tidak ada orang yang akan membayarkan hutang-hutangku dan menyelesaikan semua urusanku kecuali Ali."25

Berdasarkan hadis di atas siapakah yang telah memberi hak kepada Abu Bakar untuk mendistribusikan harta Nabi Muhammad? Nabi dengan jelas menyebutkan bahwa Ali lah yang berhak dan Ali sendiri yang diserahi. tugas mendistribusikan hartanya dan
28
tau membayarkan hutang-hutangnya. Kita akan menyebutkan satu lagi hadis yang menyatakan Ali membayarkan hutang-hutang Nabi Muhammad dari hartanya sendiri.

Setelah Nabi Muhammad wafat, Ali menyelesaikan urusan-urusan tertentu. Banyak dari urusan ini adalah janji dan kontrak yang dibuat Nabi Muhammad dan Ali telah menyelesaikannya. Disebutkan berjumlah 5000 dirham, yang kemudian Ali bayar.26 Hutang-hutang tersebut dibayarkan dari harta milik Ali sendiri dan bukan dari Baitul Mal. Hal ini pun dilanjutkan oleh Hasan dan Husain.

Berikut ini hadis yang diriwayatkan dalam Tabaqat Ibn Sa'd. Abdul Wahid Abi Aun meriwayatkan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, Ali memerintahkan seseorang untuk mengumumkan sekiranya Nabi Muhammad memiliki hutang atau janji, Ali akan membayarnya dan memenuhi janjinya. Setelah Ali, hal ini dilanjutkan oleh Hasan dan Husain. Artinya setelah Nabi Muhammad wafat keturunannya melanjutkan tanggung jawab mereka selama 50 tahun.

Menarik untuk disimak bahwa janji-janji Rasulullah serta hutang-hutangnya yang dibayarkan oleh Ahlulbait sebagai pewaris harta Nabi menjadi tanggung jawab Abu Bakar. Suatu fenomena yang mengherankan.

Khalid mengatakan, berdasarkan hukum Islam hanya ada tiga pewaris; Fathimah binti Muhammad, Abbas dan istri-istrinya. Fathimah dan Abbas menuntut warisan mereka segera setelah Umar menjabat sebagai khalifah. Pada riwayat tertentu Fathimah bahkan berkata kepada Abu Bakar, "Jika engkau dapat memberikan warisanmu kepada pewarismu, mengapa saya tidak dapat memperoleh warisanku dari apa yang ditinggalkan ayahku?" Mendengar pernyataan ini Abu Bakar berkata,"Rasulallah berkata,'Aku tidak mewariskan apa pun. Semua yang aku tinggalkan adalah sedekah'. Aku tidak akan meninggalkan apa yang telah Rasulallah lakukan, karena jika tidak aku takut akan berbuat salah. Namun aku akan tetap menjaga apa yang telah dijaga olehnya dan menggunakannya sebagaimana yang ia lakukan. Demi Allah, aku akan berlaku lebih baik kepada keluarganya daripada kepada keluargaku." Khalid menyatakan tidak membaca atau mendengar Fathimah Atau Abbas menuduh Abu Bakar membuat salah.

Bertentangan dengan apa yang telah anda katakan bahwa Abu Bakar tidak dituduh berbuat salah, kami dapat menunjukkannya dengan sikap Fathimah yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari. Diriwayatkan dari Aisyah. Setelah Nabi Muhammad wafat, Fathimah, putri Rasulullah, meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisannya yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad dari fa'i. Abu Bakar berkata kepadanya, "Para rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah."27

Mendengar hal ini Fathimah murka dan tidak berbicara hingga wafatnya kepada Abu Bakar. Fathimah hidup hanya enam bulan setelah ayahnya wafat. la. meminta Abu Bakar untuk memberikan bagian warisan yang Rasulullah tinggalkan untuknya di Khaibar dan di Madinah. Kesimpulannya akan kami sandarkan pada hadis berikut.

Sayidah Fathimah Zahra tidak berkenan oleh penolakan Abu Bakar memberikan warisannya.

Fathimah marah (Bukhari menggunakan kata 'murka') hingga ia wafat dan memperlihatkan penderitaan dan kesengsaraannya setelah Nabi Muhammad wafat. Hal ini mengingatkan kami akan ucapannya yang suci, "Sekiranya ayahku masih hidup saat ini, dan melihat diriku menderita, siang hari akan berubah menjadi gelap."

Berdasarkan riwayat di atas ia meminta warisannya berulangkali. Saudara Khalid menyatakan bahwa Sayidah Fathimah tidak pernah menuduh Abu Bakar berbuat salah. Sebelum memberi tanggapan, kami akan menyebutkan hadis Bukhari lainnya.

Shahih Bukhari hadis 5.546 :

Fathimah hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika wafat, suaminya Ali memakamkannya di malam hari tanpa memberitahu Abu Bakar. la melakukan shalat jenazah sendiri....

Sejarahwan Thabari juga menulis Abi Shalih Dirari Abdurrazzaq bin Hummam dari Mamar dari Zuhri dari Urwah dari Aisyah berkata,

"Fathimah dan Abbas menemui Abu Bakar menuntut (bagian) warisan Rasulullah. Mereka menuntut atas hak tanah Fadak dan Khaibar. Abu Bakar berkata, 'Aku mendengar Rasulullah berkata, 'Kami (para rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah amal (sedekah), keluarga Nabi Muhammad akan mendapatkan darinya. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan jalan yang telah dicontohkan Nabi, tetapi aku akan terus melakukannya!' Fathimah berang dan tidak berbicara kepadanya hingga ia wafat. Ali memakamkannya di malam hari tanpa sepengetahuan Abu Bakar."28

Berkaitan dengan hal ini, Ummu Ja'far, putri Muhammad bin Ja'far, meriwayatkan permintaan Fathimah kepada Asma binti Umais menjelang kematiannya,
"Bila aku mati, aku ingin engkau dan Ali yang memandikanku. Jangan izinkan seorang pun masuk ke dalam rumahku!"

Ketika ia wafat, Aisyah datang. Asma berkata padanya, "Jangan masuk!" Aisyah mengadukan hal itu kepada Abu Bakar, "Khathamiyyah ini (seorang perempuan dari suku Khatam, Asma) mengahalangi aku untuk menengok putri Rasulullah." Kemudian Abu Bakar datang. Ia berdiri di pintu dan berkata, "Hai Asma, apa yang menyebabkanmu tidak mengizinkan istri Rasulullah melihat putri Rasulullah?" Asma menjawab, "la sendiri memerintahkanku untuk tidak mengijinkan seorang pun masuk ke rumahnya." Abu Bakar berkata, "Lakukan apa yang telah ia perintahkan!"29

Muhammad bin Umar Waqidi berkata,

"Telah terbukti bahwa Ali melakukan shalat jenazah sendiri dan menguburkannya di malam hari, ditemani Abbas dan Fadhl bin Abbas, dan tidak memberitahu siapapun. Itulah alasan mengapa makam Fathimah tersebut tidak diketahui hingga kini."30

Jika kami harus menerima bahwa Fathimah tidak menuduh bahwa Abu Bakar melakukan kesalahan, lalu mengapa ia marah kepada Abu Bakar dan tidak mengizinkannya untuk menghadiri pemakamannya sebagaimana yang dinyatakan dalam wasiatnya. Anehnya, Bukhari dengan jelas menyebutkan bahwa Fathimah memerintahkan Ali untuk tidak memberitahu Abu Bakar. Jika Fathimah penghulu seluruh perempuan, dan ia adalah satu-satunya perempuan di seluruh dunia Islam yang telah disucikan oleh Allah SWT, maka kemarahannya pastilah benar. Hal ini karena Abu Bakar berkata, "Semoga Allah menyelamatkanku/mengampuniku dari kemurkaan-Nya dan kemurkaan Fathimah!" (kata-kata yang sama juga digunakan oleh Bukhari). Kemudian Abu Bakar menangis keras ketika Fathimah berseru, "Aku akan mengutukmu di setiap shalatku!" Ia mendekati Fathimah dan berkata, "Lepaskan aku dari baiat ini dan kewajiban-kewajibanku!"31

Saudara Sunni kita, Khalid, berdalih bahwa kelompok ketiga yang menuntut warisan adalah para istri Nabi. Mereka juga mengirim Utman kepada Abu Bakar sebagai wakil-wakil mereka untuk meminta 1/8 bagian mereka. Tetapi Aisyah menentangnya sehingga semua istri menarik kembali tuntutan mereka.
Satu hal yang perlu dikemukakan mengenai hal ini adalah bahwa Rasulullah pernah berkata ketika ia masih hidup bahwa sumber mata air ini (Fadak) diberikan kepada Fathimah.



29
ANTOLOGI ISLAM

Apakah Fadak Milik Nabi Muhammad SAW?
Tanah Fadak diberikan kepada Nabi Muhammad karena tanah ini diperoleh dari perjanjian. Penghuni-penghuninya, menurut perjanjian, tetap tinggal di dalamnya tetapi menyerahkan ½ tanah mereka dan hasilnya.32

Sejarahwan dan ahli Geografi Ahmad bin Yahya Baladzuri menuliskan bahwa Fadak adalah harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda -kuda/unta-unta mereka di tanah tersebut.33

Umar bin Khattab sendiri mengakui bahwa tanah Fadak adalah harta Nabi yang tidak dibagi-bagi ketika ia menyatakan,
"Harta milik Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad, tidak ada kuda/unta yang ditunggangi kecuali milik Rasulullah."34



Apakah Nabi Menghadiahkan Tanah Itu kepada Fathimah?
Nabi Muhammad, atas perintah Allah Yang Maha Besar, menghadiahkan tanah ini kepada Sayidah Fathimah, sebagaimana yang ditafsirkan Ulama Sunni terkemuka, Jalaluddin Suyuthi. Berikut ini latar belakang sejarah tanah Fadak dan tafsiran ayat 26 Surah al-Isra.

Ali diutus ke Fadak, sebuah pemukiman Yahudi yang tidak jauh dari Khaibar untuk melakukan penyerangan. Tetapi sebelum ada pertempuran, para penghuninya lebih memilih untuk menyerah, dengan memberi ½ kekayaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW. Malaikat Jibril datang membawa perintah Allah, dan turunlah ayat 26, Surah al-Isra, Dan berikanlah hak untuk keluarga(mu)!

Nabi Muhammad SAW bertanya tentang keluarganya. Jibril menyebutkan nama Sayidah Fathimah dan memerintahkan Nabi untuk memberikan tanah tersebut kepadanya sebagai penghasilan dari Fadak yang dimiliki sepenuhnya oleh Nabi karena diserahkan tanpa menggunakan kekerasan. Berdasarkan ayat tersebut, Nabi Muhammad memberikan tanah Fadak tersebut kepada Fathimah sebagai sumber penghasilan keluarga dan anak-anaknya.

Berdasarkan ayat Quran di atas, banyak ahli tafsir Sunni menuliskan bahwa ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad bertanya kepada Malaikat Jibril, "Siapakah keluargaku dan apakah hak mereka?" Malaikat Jibril menjawab. "Berilah Fadak kepada Fathimah karena itu adalah haknya dan apapun yang menjadi hak Allah dan Rasulnya atas Fadak, hak tersebut juga adalah haknya, maka berikanlah Fadak itu kepadanya."

Tidaklah keraguan bagi kita bahwa tanah Fadak memang milik Sayidah Fathimah. Para ahli sejarah juga menuliskan bahwa dipastikan Abu Bakar telah merampas tanah Fadak dari Fathimah.36

Mengenai pertanyaan anda yang anda ajikan bahwa kisah tersebut tidak terdapat pada kitab - kitab hadis, kami anjurkan anda merujuk pada kitab - kitab yang dinyatakan shahih dan dapat dipercaya oleh ulama - ulama Sunni berkenaan peristiwa yang anda sebutkan.37

Fathimah memprotes Abu Bakar ketika Fadak dirampas darinya dan berkata "Engkau telah mengambil alih Fadak meskipun Rasulullah telah memberikannya padaku ketika ia masih hidup."

Mendengar hal in Abu Bakar meminta Fathimah untuk menghadirkan saksi. Lalu, Ali dan Ummu Aiman bersaksi untuknya. (Ummu Aiman adalah seorang budak yang dibebaskan dan ibu susuan Nabi Muhammad. Ia adalah ibu Usamah bin Ziyad bin Harist Nabi Muhammad berkata, "Ummu Aiman adalah ibuku dan ibu setelah ibuku." Nabi juga membuktikan bahwa ia adalah salah satu dari orang-orang yang masuk surga).38

Akan tetapi, saksi yang diajikan Fathimah tidak dapat diterima Abu Bakar, dan tuntutan Fathimah ditolak karena berdasarkan pada pernyataan yang salah. Mengenai hal ini Baladzuri menulis, "Fathimah berkata kepada Abu Bakar, 'Rasulullah telah memberi tanah Fadak secara adil kepadaku. Maka itu berilah bagianku!' Kemudian Abu Bakar meminta saksi lain selain Ummu Aiman. la berkata, 'Hai, putri Rasul! Engkau mengetahui bahwa saksi tidak dapat diterima kecuali oleh dua orang laki - laki dan dua orang perempuan."

Selain Ali dan Ummu Aiman, Imam Hasan dan Imam Husain pun memberi kesaksian, tetapi ditolak karena kesaksian seorang anak dan masih kecil tidak dapat diterima karena membela orang tua mereka. Kemudian Rabah, budak Nabi Muhammad juga diajukan sebagai saksi untuk mendukung tuntutan Fathimah tetapi kesaksiannya pun ditolak. "

Saudara kita dari Sunni, Khalid, menyanggah, "Tetapi dalam pernyataan mereka masih terdapat banyak kontradiksi. Ibn Sa'd meriwayatkan bahwa Fathimah tidak mendengar hal ini langsung dari Nabi Muhammad, tetapi dari Ummu Aiman dan itulah mengapa ia mengajikan sebagai saksi. Di samping itu Baladzuri meriwayatkan bahwa Fathimah mengatakan ayahnya telah memberikan kebun Fadak padanya. Coba kita perhatikan aspek legal ini. Secara sah, bias jadi Rasulullah memberikan tanah Fadak tersebut sebagai sesuatu hibah atas kehendaknya. Jika tanah tersebut merupakan pemberian, pastilah telah diberikan kepada Fathimah ketika ia masih hidup. Tetapi ini bukanlah hal yang kita semua ketahui. Jika kita menyebutkan hal ini adalah kehendaknya, maka hal ini bertentangan dengan ayat Quran tentang hukum waris.

Berbicara tentang hadis bahwa Abu Bakar memiliki alasan untuk mendukung keputusannya yang banyak disebut di kitab-kitab, berikut ini catatannya. Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair yang meriwayatkan dari Aisyah bahwa ia memberitahunya bahwa Fathimah, putri Nabi Muhammad, mengutus seseorang kepada Abu Bakar untuk meminta hak warisan yang ditinggalkan Nabi Muhammad kepadanya dari Allah SWT yang berada di Madinah, dari tanah Fadak dan 1/5 bagian dari hasil Khaibar. Abu Bakar berkata bahwa, "Rasulullah berkata, 'Kami para Rasul tidak mewariskan apapun, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah.' Keluarga Nabi Muhammad hidup dari harta ini, tetapi, demi Allah, aku tidak akan mengubah sedekah Rasulullah sebagaimana halnya sewaktu Nabi Muhammad masih hidup. Aku akan melakukan apa saja yang biasa dilakukan Nabi Muhammad."

Oleh karenanya, Abu Bakar menolak memberikan sesuatupun dari harta tersebut sehingga membuat marah Fathimah. la menjauhi dan tidak berbicara kepada Abu Bakar hingga akhir hayatnya. Ia hidup 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, Ali bin Abi Thalib tidak memberitahu Abu Bakar tentang kematiannya dan melaksanakan shalat jenazah sendiri.40

Sekarang mari kita telaah pernyataan Rasulullah sebagaimana yang diungkap oleh Abu Bakar, "Kami (para Rasul) tidak mewariskan apapun. Semua yang kami tinggalkan adalah sedekah."

Kata pewaris artinya seorang yang mendapat warisan atau secara sah mewarisi harta. Pernyataan pertama bertentangan dengan kenyataan karena berdasarkan sejarah, diakui bahwa Nabi Muhammad menerima warisan dari ayahnya. Riwayatnya adalah Ibnu Abdul Muthalib meninggalkan lima unta berwarna abu - abu dan sekelompok biri - biri kepada Ummu Aiman, yang kemudian diberikan kepada Nabi Muhammad."

Apabila bagian pertama hadis tersebut terbukti salah, bagainiana bisa pernyataan kedua 'Semua yang kami tinggalkan menjadi sedekah' menjadi benar? Pernyataan ini juga dengan jelas bertentangan dengan ayat-ayat yang dinyatakan dalam Quran, Dan Sulaiman menerima pusaka dari Daud (QS an-Naml : 16).

Nabi Sulaiman dan Daud adalah Rasul-rasul yang kaya raya, karena mereka adalah para raja di zamannya. Allah SWT juga berfirman;

(Zakaria berdoa kepada Allah), "Karuniailah aku seorang anak dari hadiratmu, yang akan mewarisi aku dan keluarga Yakub, dan jadikanlah ia! Ya,Tuhanku, seorang yang sangat Engkau ridhai. "
(QS Maryam : 5-6).

Ayat-ayat ini adalah contoh bahwa para Nabi meninggalkan warisan, dan nampaknya ayat-ayat tersebut bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar. Hadis riwayat Abu Bakar ini, entah palsu atau tidak, pasti tidak bertentangan dengan Quran. Sebuah peristiwa mungkin akan sangat membantu bila disebutkan di mana Ali mengutip ayat-ayat Quran seperti yang disebutkan di atas. Peristiwa tersebut adalah sebagai berikut.

Diriwayatkan oleh Ja'far bahwa Fathimah menemui Abu Bakar untuk menuntut warisannya. Ibnu Abbas juga menuntut warisannya dan Ali bin Abi Thalib pergi bersamanya. Abu Bakar berkata bahwa Rasululloh berkata beliau tidak mewariskan harta kami, semua yang kami tinggalkan adalah sedekah dan penghidupan yang ia berikan kepada mereka sekarang menjadi tanggung jawabnya.

Ali berkata, "Nabi Sulaiman adalah pewaris Nabi Daud. Nabi Zakaria berdoa kepada Allah, Anugrahilah aku seorang anak, yang akan mewarisiku dan keluarga Yakub." Abu Bakar berkata, "Persoalan warisan Nabi Muhammad adalah sebagaimana yang aku nyatakan . Demi Allah! Engkau tahu sebagaimana halnya aku." Ali berkata, "Mari kita lihat apa yang dinyatakan kitab Allah!"42

Riwayat tersebut membuktikan bahwa keturunan Nabi Muhammad tidak mengakui hadis ini, yang kemudian dikemukakan oleh Abu Bakar sebagai jawaban atas tuntutan Fathimah. Mereka menyangkalnya dengan menyebutkan ayat-ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah SWT menjadikan para Rasul pewaris satu sama lain.

Saudara kita Khalid masih menyanggah, "Terlepas dari kehendak dan hadiah yang Nabi berikan, sebagaimana yang dibahas di atas, jika kita meneliti para saksi yang dihadirkan di hadapan Abu Bakar ketika Fathimah menuntut warisannya, kita akan menemukan bahwa hat ini bertentangan dengan hukum saksi dalam Islam. Fathimah menghadirkan satu orang lelaki dan
30
tau satu orang perempuan dalam tuntutannya. Sedang menurut Quran diperlukan saksi lebih dari satu saksi. Satu orang lelaki atau dua orang perempuan."

Kami menjawab, "Ada banyak contoh ketika Abu Bakar tidak meminta menghadirkan saksi ketika orang-orang meminta dipenuhinya janji Rasul. Seperti biasa kami akan bersandarkan pada sumber hadis shahih bagi saudara-saudara Sunni.

Shahih Bukhari hadis 3.548 (hat. 525); diriwayatkan oleh Muhammad Ibn Ali bahwa Jabir bin Abdillah berkata,

"Ketika Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menerima harta dari Ala Hadrami." Abu Bakar berkata, "Barang siapa memiliki hutang uang atas nama Nabi Muhammad atau dijanjikan sesuatu olehnya ia harus datang kepadaku (agar kami membayarnya dengan benar)." (Jabir menambahkan), 'Aku berkata (kepada Abu Bakar), "Rasulullah menjanjikanku uang sebanyak ini, sebanyak ini dan sebanyak in (sambil merentangkan tangannya tiga kali). Kemudian Abu Bakar menghitung uang dan menyerallkan 500 keping emas, lalu 500 keping emas dan 500 keping emas."43

Pada keterangan hadis ini, Ibnu Hajar Asqalani dan Ahmad Aini Hanafi menulis,

Hadis ini mengarah pada kesimpulan bahwa bukti satu orang sahabat yang adil dapat diterima sebagai bukti yang kuat meskipun untuk kepentingan kepentingan sendiri, karena Abu Bakar tidak meminta Jabir untuk menghadirkan saksi sebagai bukti permintaannya."44

Jika permintaan Jabir dipenuhi dengan didasarkan pada kesan yang baik, dianggap benar, dan tanpa perlu menghadirkan saksi atau menunjukkan bukti, lalu apa yang menyebabkan tidak diperkenankannya tuntutan Fathimah berdasarkan kesan yang sama-sama baik? Jika kesan yang baik muncul pada kasus Jabir sedemikian hingga bila ia berkata bohong ia akan merugi, lalu mengapa tidak yakin kalau Fathimah tidak berkata ustman terhadap perkataan Nabi Muhammad demi sebidang kecil tanah?

Pertama-tama, keterusterangan dan kejujurannya sudah mrmbuktikan kebenaran tuntutannya. Di samping itu, ada kesaksian Ali dan Ummu Aiman selain bukti lainnya. Telah dinyatakan bahwa tuntuian itu tidak dapat diterima karena lemahnya kedua saksi dan karena Nabi Muhammad menetapkan aturan kesaksian pada Surah al-Baqarah ayat 282; `....maka majikan dua orang saksi di antara laki-laki dan jika tidak ada dua orang lelaki, maka (majikanlah) seorang lelaki dan dua orang perempuan...'

Jika aturan ini universal dan umum berarti aturan ini harus diterapkan pada setiap kesempatan, tetapi pada beberapa peristiwa, aturan ini tidak di terapkan. Contohnya ketika seorang Arab berselisih dengan Nabi Muhammad mengenai seekor unta. Khuzaimah bin Tsabit Anshari memberi saksi untuk Nabi Muhammad. Saksi ini dinyatakan sama dengan dua orang saksi. Karena kejujuran dan kebenaran kesaksiannya Nabi Muhammad memberinya gelar Dhusy Syahadatayn (seorang yang kesaksiannya setara dua orang saksi).45

Dengan demikian, keuniversalan ayat mengenai saksi tidak Hipengaruhi oleh tindakan juga tidak dianggap bertentangan dengan perubahan saksi. Jadi, jika menurut Nabi Muhammad kesaksian untuknya sama dengan dua saksi, lalu mengapa kesaksian Ali dan Ummu Aiman tidak dianggap kuat bagi Fathimah ditilik dari keagungan moral serta kebenarannya? Di samping itu, ada sebuah hadis yang disebut oleh lebih dari dua brlas orang sahabat bahwa Nabi Muhammad biasa memutuskan masalah-masalah dengan kekuatan satu saksi dan meminta sumpahnya.

Telah di jelaskan oleh beberapa sahabnt Nabi Muhammad dan beberapa ulama fikih bahwa keputusan ini secara khusus berkaiiun Hengan hak, kepemilikan dan perjanjian, dan keputusan ini diterapkan uleh tigo orang khalifah; Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan."46

Dua hal yang harus kami sampaikan kepada saudara Khalid adalah; 1) Mengapa Abu Bakar tidak meminta saksi saat ia memberikan keping uang emas yang sesuai dengan janji Nabi Muhammad SAW. Mengapa ia menerima pernyataan mereka bahwa Nabi telah menjanjikan sesuatu?, 2) Berbeda dengan Fathimah, ketika putri Nabi Muhammad yang ia sebut sebagai penghulu perempuan semesta alam, menuntut Fadak. Mengapa Abu Bakar meminta Fathimah menghadirkan saksi di hadapan khalifah tetapi beberapa dalih atau saksi-saksi itu mereka ditolak?

Khalid: Yang paling penting, saya ingin balik bertanya, Ali sendiri menjabat sebagai khalifah setelah Utsman. Mengapa ia tidak memberikan harta ini kepada Fathimah sebagai warisan dari Rasulullah? Pertanyaanya, mengapa Ali ketika menjadi kalifah menghilangkan hak-hak miliknya? Jika Abu Bakar dan Umar dianggap benar sebagai penindas, lalu mengapa Ali yang tidak memberikan harta ini pada Fathimah, tidak disebut penindas? Logis ataupun tidak, penerapan hukum/keadilan harus sama kepada setiap orang.

Kami menjawab: Menurut hadis Shahih Bukhari, Umar bin Khattab, semasa kekalifahannya, memberikan harta tersebut pada Ali dan Abbas. Jadi tidak perlulah bagi Ali untuk mengambil kembali ketika ia menjadi kalifah. Hadis ini menyiratkan bahwa Umar memberikan tanah Fadak kepada Ali agar ia mengaturnya dan mengeluarkan pajaknya di jalan Allah. Hadis itu pun menegaskan bahwa Ali menangani harta Abbas dan mengambil alih tanah tersebut (setelah ia menjadi khalifah), dan Imam Hasan mewarisi tanah itu, hingga dirampas kembali (oleh Umayah). Berikut hadis ini:

Shahih Bukhari hadis 5.367;

Umar berkata kepada Ali dan Abbas, "Aku menjaga harta ini selama dua tahun pertama kekalifahanku dan aku selalu mengeluarkannya sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar lakukan dan Allah mengetahui bahwa aku aku bersungguh-sungguh, beriman, diberi petunjuk ke jalan yang benar dan menjadi pengikut orang-orang yang benar (dalam masalah ini). Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku dengan tuntutan yang sama. Wahai Abbas, engkaupun menemuiku. Maka aku berkata kepada kalian berdua bahwa Rasulullah menyatakan, 'Harta kami tidak diwariskan, segala sesuatu yang kami tinggalkan adalah sedekah'. Kemudian, aku berpikir lebih baik aku menyerahkan harta ini kepada kalian berdua dengan syarat kalian akan berjanji dan besumpah di hadapan Allah bahwa kalian akan mengeluarkannya dengan cara sama sebagaimana Rasulullah, Abu Bakar dan aku lakukan sejak pertama kali kekalifahanku. Jika tidak, kalian tidak perlu menuntut padaku (tentang hal ini)." Maka, kalian berdua berkata padaku, "Serahkanlah pada kami dengan syarat-syarat tersebut. Dan dengan syarat-syarat itu aku serahkan kepada kalian. Apakah kalian ingin agar aku memutuskan sesuatu yang lain selain hal ini? Demi Allah, yang dengan perkenan-Nya, langit dan bumi senantiasa tegak berdiri, aku tidak akan pernah memutuskan selain keputusan ini hingga Hari Perhitungan ditetapkan. Akan tetapi, jika kalian tidak dapat menanganinya (harta itu), kembalikanlah padaku, aku akan mengurusinya atas nama kalian!"

Perawi kedua menyatakan,

"Harta tersebut berada di tangan Ali yang mengambilnya dari Abbas dan mewakilinya, kemudian diwariskan kepada Imam Hasan bin Ali, lalu Husain bin Ali dan dan kemudian diwariskan kepada Ali bin Husain dan Hasan bin Hasan. Kedua orang ini bergantian saling mengurus, kemudian berada di tangan Zaid bin Hasan, dan benar-benar merupakan sedekah Nabi Muhammad.

Syi'ah tidak yakin apakah Muawiyah merampas Fadak pada masa Imam Hasan dan Imam Husain atau tidak. Tetapi, tak lama setelah itu tanah ini dirampas. Lihat juga hadis 4.326. Seperti halnya pada hadis di atas, jika Ali yakin bahwa harta ini adalah sedekah, ia tidak akan meminla bagiannya kepada Umar dan ia tidak akan mengambil tanah itu dari Abbas.

Hadis berikut ini dengan jelas menunjukkan bahwa Ali menuntut tanah tersebut. Menurut anda, apakah Ali, lelaki pertama yang memeluk Islam, sahabat yang paling cerdas, dan yang tinggal bersama Nabi Muhammad, tidak mengetahui hukum Allah?

Shahih al-Bukhari hadis 8.720; diriwayatkan dari Malik bin Aus bahwa Umar berkata pada Ali dan Abbas,

"Kemudian aku mengambil alih tanggung jawab atas harta ini dan mengurusinya selama dua tahun sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abbas) menemuiku untuk berbicara denganku membawa tuntutan yang serupa dan masalah yang sama. (Wahai Abbas)!

Engkau menemuiku untuk meminta bagian dari harta se.pupumu, dan lelaki ini (Ali) menemuiku, meminta bagian dari harta istrinya yang diwariskan dari ayahnya." Aku berkata, "Jika kalian berdua meminta, aku akan memberikannya dengan syarat itu (bahwa kalian akan mengikuti cara yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar). Jika kalian tidak dapat menanganinya, maka kembalikan padaku dan cukuplah bagiku menangani harta ini untuk kalian berdua!"

Shahih Bukhari hadis 9.408; Diriwayatkan Malik bin Aus Nasri bahwa Umar menoleh kepada Ali dan Abbas dan berkata,

"Kalian berdua menyatakan bahwa Abu Bakar melakukan ini dan itu dalam mengurusi harta ini, tetapi Allah mengetahui bahwa Abu Bakar adalah orang yang jujur, saleh, cerdas dan pengikut yang benar dalam mengurusinya. Kemudian Allah memanggil Abu Bakar." Aku berkata, "Akulah penerus Nabi Muhammad dan Abu Bakar! Maka aku mengambil alih harta ini selama dua tahun dan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Kemudian kalian berdua (Ali dan Abass) menemuiku untuk meminta bagian kalian dari sepupu kalian, dan Ali meminta bagian istrinya atas harta ayahnya. Aku berkata kepada kalian berdua, 'Jika kalian kehendaki, aku akan memberikannya kepada kalian dengan syarat kalian akan menanganinya sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad dan Abu Bakar serta vang telah aku lakukan sejak aku bertanggung jawab menanganinya."

Khalid : Nampaknya anda tidak mengetahui latar belakang hadis Rasulullah mengenai Fathimah yang sering anda sebutkan, "Barang siapa yang menyakitinya, ia telah menyakitiku." Berikut ini riwayat bagaimana dan kapan hadis ini disampaikan oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Imam Zainal Abidin, Abu bin Husain dan Abu Mulaika melalui Miswar bin Muhazmah dan lebih jauh didukung oleh Ibnu Zubair. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Hakim telah meriwayatkan hadis ini di kitab-kitab mereka sebagai berikut:

Setelah menaklukkan Mekkah dan keluarga Abu Jahal memeluk Islam, Ali berniat menikahi putri Abu Jahal bernama Jamilah (beberapa orang berpendapat ia bernama Aurira dan Juwairah)... Fathimah mengetahui niat Ali ini dan menemui Rasulullah dan menceritakan. Karena hal inilah Rasulullah menyampaikan khutbah ini, "Wahai Bani Hasyim, Ibnu Mughirah berniat menikahkan putrinya dengan Ali dan telah meminta izinku. Aku tidak menyetujuinya. Aku tidak menyetujuinya. Putra Abu Thalib dapat menceraikan putriku dan menikahinya putrinya. Putriku adalah belahan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya, berarti ia telah menyakitiku dan barangsiapa membuatnya sedih berarti ia membuatku sedih..."

Perhatikan bahwa menikah sangat dihalalkan bagi Ali dan itulah mengapa ia berniat untuk menikah. Rasulullah sendiri telah menikah berkali-kali dan itu adalah alasan mengapa Rasulullah tidak menyatakan bahwa menikah diharamkan. la hanya tidak menyetujui karena Abu Jahal adalah musuh bebuyutan Islam. Keluarga ini memeluk Islam setelah Mekkah takluk dan betapa terburu-burunya kita jika mengatakan hni mereka telah berubah atau berniat memasuki keluarga Rasulullah.

Kami menjawab: Kisah yang anda sebutkan di atas dianggap lemah karena periwayatnya, Miswar bin Muhazmah. Dan seperti biasa, kami akan menyebutkan referensi hadis Sunni untuk membuktikan pernyataan kami. Orang yang telah kami sebutkan, Miswar bin Muhazmah, bertalian darah dengan Abdurrahman bin Auf dan ia lahir dua tahun setelah hijrah. Kemudian ia datang ke Madinah di akhir tahun Hijrah. Perawi hadis Sunni, lbnu Hajar Asqalani menyalakan, "Miswar Ibnu Muhazmah lahir dua tahun setelah hijrah dan datang ke Madinah bersama ayahnya pmda akhir bulan Dzulhijjah pada tanggal 8 Hijriah."47

Berarti Miswar baru berusia enam tahun dan menurut aturan yang ditetapkan oleh ahli hadis, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang anak tidak dapat diterima. Kami tidak menyatakan hal ini berdasarkan pengetahuan kami belaka, tetapi meminjam kata-kata ulama Sunni dan sejarahwan dari India, Maulana Syibli Numani. Dalam karya besarnya Sirah Nabawiyah, ia meneliti riwayat-riwayat (hadis) dan status perawinya. la menuliskan, "Contohnya pertanyaan yang umum diperdebatkan; perlukah menetapkan batasan usia bagi perawi?" Selain itu ia juga menunjukkan keyakinan Imam Syafi'i, "la tidak meyakini riwayat yang dinyatakan oleh seorang anak kecil."48

Hal ini juga mengingatkan kami pada ucapan Juwairah pada saat Mekkah ditaklukkan. Ketika Bilal tengah mengumandangkan azan di Kabah. Juwairah berkata, "Allah telah menyelamatkan ayahku mendengar suara Bilal yang memuakkan di Kabah." Bagaimana anda dapat percaya bahwa Ali mengulurkan tangannya pada orang kafir?

Terakhir, sangatlah tidak adil tidak jika tidak mempertimbangkan argumen yang dinyatakan ulama Sunni tentang khalifah pertama, Abu Bakar. Pada catatan kaki Shahih Muslim, penafsirnya menuliskan,

"Sayidah Fathimah merasa khawatir Abu Bakar ragu untuk memberikan bagian warisan dari ayahnya. Abu Bakar tidak memahami hal itu. Ia sangat mencintai dan menyayangi keluarga Nabi Muhammad, tetapi ia tidak menuruti permintaan Fathimah karena ia merasa hal itu bertentangan dengan ketentuan Nabi Muhammad tentang warisan sebagaimana yang ditemukan dalam hadis."49

Mengapa Fathimah, penghulu perempuan di surga, diragukan? Fathimah memiliki kedudukan yang sangat tinggi yang diberi langsung oleh Nabi Muhammad dengan menjulukinya as-Siddiqiyah? Bagaimana dapat penafsir ini menuduhnya ragu sedang ia juga dikenal sebagai perempuan yang agung dan suci? Bagaimana dapat kaum Muslimin menyebutnya ragu sedang Quran menyebut dirinya minimal pada ayat tentang kesucian (QS. Al-Ahzab : 33) dan Ayat Mubahalah (QS. Ali Imran : 61).

Mengapa kita menerimanya sebagai fakta bahwa apa yang Abu Bakar nyatakan adalah hadis Nabi Muhammad? Padahal pernyataan langsungnya tidak hanya bertentangan dengan kenyataan sejarah, penafsiran dari ahli tafsir terkenal Sunni, tetapi juga perintah Quran.



Protes Fathimah Terhadap Tindakan Abu Bakar
Fathimah berduka atas tindakan Abu Bakar dan sangat tidak ridha tatkala ia mengetahui Abu Bakar berusaha merampas tanah Fadak. Diiringi sekelompok perempuan, ia pergi ke mesjid, duduk di sana dan menyampaikan khutbah;

"Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala limpahannya, atas segala yang la ilhamkan, dan dengan asma-Nya atas segala yang la berkahi atas segala kebaikan tak terhingga yang la ciptakan, atas segala limpahan kasih sayang yang la berikan serta anugerah tak terkira yang la karuniakan. Begitu besar kasih dan anugerah yang la limpahkan sehingga tak terhitung jumlahnya dan tak terukur jangkauannya. Jangkauan-Nya terlalu jauh untuk dipahami. la menganjurkan ciptaan-Nya untuk memperoleh lebih banyak (kasih sayang-Nya) dengan senantiasa bersyukur demi keberlangsungan mereka. la menetapkan bagi diri-Nya segala pujian dengan melimpahkan karunia kepada makhluk-makhluk-Nya...

...Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa tanpa sekutu. Pernyataan kalimat syahadat adalah maknanya. Hatihati yang memupuknya adalah keberlangsungannya, dan jiwa-jiwa adalah tempat bersemayamnya. Mata tidak mampu menjangkau keberadaan-Nya, kata-kata tidak sanggup mengurai sifat-sifat-Nya dan angan-angan tidak berdaya membayangkan hakikat-Nya...

... la menciptakan segala sesuatu tetapi bukan berasal dari sesuatu yang ada sebelum mereka dan mengadakan mereka tanpa rontoh-contoh. la menciptakan mereka dengan kekuasaan-Nya, Menyebarkan mereka dengan kehendak -Nya, bukan didorong sebagai keperluan atau untuk memperoleh manfaat bagi-Nya membentuk mereka, tetapi untuk menetapkan/ menegakkan kebijaksanaan-Nya, membawa mereka kepada ketaatan pada-Nya, mewujudkan keagungan-Nya menjuluki makhluk-makhluk-Nya agar mereka memuliakan-Nya dan mengagungkan asma-Nya. Kemudian memberi balasan pahala bagi ketundukan kepadaNya dan siksa bagi ketidaktaatan kepada-Nya, juga melindungi makhluk-makhluk-Nya dari murka-Nya dan menghimpun mereka ke dalam surga-Nya...

...Akupun bersaksi bahwa ayahku, Nabi Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya, yang telah la pilih sebelum mengutusnya, menyebutnya sebelum mengirimnya, saat makhluk-makhluk masih tersembunyi pada sesuatu yang sangat sukar dipahami. la terjaga dari segala sesuatu yang mengerikan, berfitrahkan kemusnahan dan ketiadaan karena Allah Yang Maha Tinggi mengetahui mana yang harus diikuti, memahami apa yang bakal berlalu, dan melihat tempat segala peristiwa...

...Allah mengutusnya (Muhammad) sebagai kesempurnaan perintah-Nya, ketetapan untuk menyelesaikan perjalanan-Nya, serta manifestasi dari kasih sayang-Nya. Kemudian, ia menemukan bangsa-bangsa terpecah-pecah dalam agamanya, terobsesi oleh keinginan mereka, menyembah berhala, dan menyangkal keberadaan Allah meskipun mereka tahu bahwa Ia ada. Oleh karenanya, Allah menyinari kegelapan dengan keberadaan ayahku, Muhammad, menyingkap tirai kekelaman dari hari-hari mereka menghilangkan awan-awan yang menutupi pandangan mereka. la memberi petunjuk kepada manusia. Ia menyelamatkan mereka dari jalan yang sesat, membimbing mereka ke jalan petunjuk, membawa mereka kepada agama yang benar dan menyeru mereka kepada jalan yang lurus...

...Kemudian Allah mengutus untuk memanggil ia kembali dengan kasih sayang, cinta serta suka cita. Maka, Muhammad terlepas dari beban dunia ini. Ia dikelilingi oleh malaikat-malaikat yang setia, dilingkupi limpahan kasih sayang Tuhan, dan kedekatannya dengan Raja Yang Maha Kuasa. Semoga puji - pujian Allah senantiasa terlimpah kepada ayahku Utusan-Nya, orang terpercaya dan pilihan di antara makhluk-makhluk-Nya, kekasih setia-Nya, dan semoga shalawat serta salam tercurah pada ayahku..."

Fathimah kemudian menghadap kepada para perempuan berkata :

"Sesungguhnya kalian adalah hamba-hamba Allah yang berada dalam kendali-Nya. Kalian adalah pengikut-pengikut agama dan Wahyu-Nya, kalian adalah orang-orang yang telah dipercaya Allah atas diri kalian sendiri. Sedangkan Rasulullah dipercaya bagi seluruh bangsa. Allah berkuasa atas diri-diri kalian. Ia membuat perjanjian dengan kalian dan meninggalkan pusaka untuk menjaga kalian. Itulah kitab Allah Yang Maha Agung. Kitab Quran yang tiada mengandung kebatilan. Kitab yang cahayanya yang menyinar terang, yang isinya tidak diragukan, yang mengandung rahasia, yang menganugrahi semua orang yang mengikutinya. Inilah kitab Allah yang menyeru pengikutnya untuk berbuat kebajikan, mendatangkan keselamatan bagi orang yang bersedia menghayatinya.

Dengannya cahaya-cahaya ilahiah dapat diraih, kehendak-Nya dipahami, larangan-larangan-Nya dihindari, tanda-tanda nyata-Nya dikenali, bukti-bukti-Nya ditampakkan, permohonannya dikabulkan, dan ketetapan-ketetapan-Nya dituliskan. Maka Allah menjadikan iman sebagai pensucian diri kalian dari kekafiran...

...Allah menjadikan shalat sebagai cara menjauhkan dirimu dari kesombongan, zakat sebagai pembersih jiwa dan penumbuh ruh, puasa sebagai cara melaksanakan ketaatan, ibadah haji sebagai penegakan syiar agama, keadilan sebagai pemersatu hati, ketaatan kepada kami (Ahlulbait) sebagai cara mengatur bangsa, kepemimpinan kami (Ahlulbait) sebagai pelindung dari perpecahan...

...Allah menjadikan jihad sebagai cara memperkuat Islam, sabor sebagai wahana memperoleh pahala, amar, ma'ruf nahi munkar sebagai cara menjamin kesejahteraan masyarakat, kepatuhan kepada orangtua sebagai cara untuk menjaga diri dari murka-Nya, hubungan silaturahmi sebagai cara memperpanjang umur dan meluaskan keturunan...

...Allah menjadikan qishash sebagai cara untuk meniadakan pertumpahan darah, kesetiaan menepati janji untuk menggapai anugrah-Nya, adil dalam timbangan untuk melenyapkan kecorangan, larangan meminum arak untuk memusnahkan kekejian, larangan memfitnah sebagai cara untuk melindungi diri dari kutukan, larangan perbuatan mencuri untuk mendapatkan kesucian. Allah mengharamkan syirik agar manusia beriman kepada Tuhan. Oleh karena itu, hendaknya kalian hanya takut kepada-Nya karena hanya Dia yang patut ditakuti dan janganlah kalian mati dalam keadaan kafir. Taatilah Allah dengan melaksanakan semua yang telah la perintahkan kepadamu dan menghindari semua yang telah la larang; karena sesungguhnya, orang-orang yang sungguhsungguh bertakwa di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu!"

Fathimah kemudian berkata lagi,

"Wahai kaum Muslimin, hendaknya kalian mengetahui bahwa aku adalah Fathimah, dan ayahku adalah Muhammad. Aku katakan hal ini berulang-ulang, aku tidak mengatakan hal yang salah ataupun melakukan sesuatu tanpa tujuan. Telah datang kepada kalian seorang utusan di antara kalian. Ia sangat berduka sekiranya kalian binasa dan sangat mencemaskan kalian. Ia sangat lemah lembut dan penyayang kepada orang-orang beriman. Maka, jika kalian mengenal beliau dan memuliakannya, kalian akan mengetahui bahwa ia adalah ayahku, bukan ayah perempuan di antara kalian, saudara sepupuku (Ali) dan bukan saudara lelaki di antara kalian. Betapa agung pribadinya, semoga kesejahteraan dan anugerah senantiasa terlimpah padanya dan keturunannya...

...Kemudian ia menyiarkan pesan-pesan Ilahi, memberi peringatan secara terang-terangan, sedang ia tetap menjauhkan diri dari jalan orang-orang kafir yang ia lumpuhkan kekuatannya, dan ia tebas leher-leher mereka. la menyerukan (kepada semua orang) untuk berjalan di jalan Tuhannya dengan cara bijaksana dan melalui penyampaian yang indah. Ia memporak-porandakan sembahan mereka, mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka hingga mereka tercerai berai, lari tunggang langgang. Kemudian malam menampakkan cahaya fajar kebenaran, memperlihatkan kemurniannya, suara agama terdengar lantang, suara-suara sumbang kejahatan dibungkam. Mahkota kemunafikan dihancurkan, tali kekafiran dan pengkhianatan dilenyapkan. Kemudian kalian beriman di antara orang-orang yang lapar padahal dahulunya kalian sudah berada di tepi jurang neraka. Dahulu kalian adalah perampas minuman orang-orang yang kehausan, orang-orang yang tertindas, yang minum dari air yang tergenang di jalan dan makan dari daging rampasan..."

Fathimah bercerita tentang keadaan mereka yang begitu rendah sebelum Islam,

"Dahulu, kalian adalah orang-orang terbuang yang hina, yang takut dianiaya oleh orang-orang di sekitar kalian. Namun, Allah menyelamatkan kalian dengan kehadiran ayahku, Muhammad, setelah begitu banyak pertempuran, dan setelah ia berhadapan dengan penjahat bangsa Arab dan iblis ahli kitab. Ketika mereka menyalakan api perang, Allah memadamkannya dan tatkala mahkota setan muncul atau mulut orang-orang kafir menentang, ia melenyapkan perpecahan ini bersama saudaranya (Ali) yang tidak akan mundur sampai ia menginjak sayapnya dengan satu kakinya dan memadamkan apinya dengan pedangnya...

...Ia (Ali) sangat mengetahui urusan Allah, begitu dekat dengan Rasulullah, pemimpin di antara hamba-hamba Allah siap berjuang, tulus dalam ucapannya, bersungguh-sungguh dan senantiasa siap berjuang untuk Islam sedang kalian bertenang-tenang, bergembira serta merasa aman pada kehidupan kalian yang menyenangkan. Kalian menunggu kami menghadapi bahaya, menanti berita, mundur di setiap kesusahan dan melarikan diri pada setiap pertempuran...

...Namun, ketika Allah mengambil Rasul-Nya dari tempat tinggal para Rasul dan hamba-hamba-Nya yang sungguh-sungguh, kevnunafikan muncul dalam dirimu. Kalian menanggalkan pakai keimanan. Pemimpin yang sesat berteriak lantang dan seorang pengecut maju ke depan dan berteriak. Lalu unta orang sombong mengibaskan ekornya di halaman rumahmu dan setan menjulurkan kepalanya dari tempat persembunyian memanggilmu. la mendengar seruan jawaban darimu dan menjalankan muslihatnya. la membangunkanmu dan begitu gembira mendengar jawaban langsung darimu, mengundangmu pada kutukan sehingga engkau menandai selain unta dan berjalan ke tempat minummu. Baru saja Rasulullah pergi. Luka masih menganga lebar dan juga belum sembuh, sedang ia belum dimakamkan. Perampasan begitu cepat kalian lakukan. Kalian mengira bahwa hal itu adalah pelindung dari perselisihan. Sesungguhnya mereka telah berselisih!

Dan neraka melingkungi orang-orang kafir. Sungguh aneh! Sungguh suatu dusta! Kitab Allah telah berada di tangan kalian semua. Perkaranya sangat nyata, hukum-hukumnya begitu jelas, tandanya begitu menyilau-kan mata, larangan-larangannya sangat terang dan perintah-perintahnya sangat jelas. Akan tetapi semua itu kamu belakangi! Apakah kalian membencinya? Ataukah ada sesuatu yang ingin kalian kuasai? Azab Allah adalah balasan bagi orang-orang yang berdosa! Barang siapa yang menghendaki agama lain selain Islam, amalnya tidak akan diterima. Di akhirat nanti ia akan digolongkan ke dalam golongan orang-orang yang merugi! Sesungguhnya kalian tidak menunda sampai perampasan kalian peroleh dan menjadi taat. Kalian kemudian mengobarkan api, menyulut bahan bakarnya, menghimpunnya dengan seruan iblis-iblis sesat, memadamkan cahaya agama yang bersinar dan mematikan rasul-rasul, penerang orang-orang yang beriman. Kalian sembunyikan dusta dan melemparkan putraputrinya (bersekongkol memperdaya mereka)...

...Tetapi kami bersabar sekiranya kalian menikam dengan pisau dan menusuk ulu hati kami dengan tombak. Kini kalian semua menganggap bahwa ia tidak mewariskan apapun! Apakah kalian semua menghendaki berlaku kembali hukum jahiliyah? Bagi orang-orang yang berkeyakinan, tiada hukum yang lebih baik selain hukum Allah. Tidakkah kalian ketahui, sesungguhnya telah jelas bagi kalian bahwa aku adalah putrinya. Wahai kaum Muslimin, terampaskah hakku?..

Wahai putra Abu Bakar Quhafah! Adakah ketentuan dalam kitab Nya bahwa engkau boleh mewarisi pusaka dari ayahmu sedangkan aku tidak boleh mewarisi pusaka ayahku? Apakah engkau berniat meninggalkan kitab Allah dan berpaling darinya? Tidakkah engkau temukan dalam kitab-Nya, 'Sulaiman mewarisi Daud'.

Demikian juga ketika dikisahkan, Berikanlah kepadaka seorang putra yang akan menjadi pewarisku dan mewarisi Yaqub. Kemudian, Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat lebih berhak atas orang-orang yang bukan sekerabat, ...Allah menetapkan hitungan waris satu bagian bagi anak laki-laki sama dengan dua bagian bagi anak perempuan...Jika ia meninggalkan harta pusaka, lalu ia wariskan kepada orangtua dan kerabat terdekat secara baik dan adil, itu adalah kewajiban orang-orang bertakwa melaksanakannya..

...Tetapi kalian menganggap aku tidak mempunyai hak pusaka dari ayahku! Apakah Allah menurunkan ayat-Nya hanya kepada kalian sedangkan la tidak menurunkannya kepada ayahku?...

...Kalian juga berkata, 'Fathimah dan ayahnya berbeda agama dan mereka tidak mendapatkan warisan dari satu sama lainnya.' Bukankah aku dan ayahku berasal dari agama yang sama? Ataukah engkau lebih mengetahui kekhususan-kekhususan dan perkara yang umum dari Quran daripada ayahku dan sepupuku, Ali ? Ambillah semuanya! Ayat-ayat yang kalian tinggalkan akan menemuimu di Padang Mahsyar. Hukum sebaik-baiknya adalah hukum Allah, pemimpin yang paling baik adalah Muhammad, dan hari yang paling baik adalah hari kebangkitan...

...Pada hari itu orang-orang yang berdosa akan merugi! Penyesalan atas perbuatan yang telah kalian lakukan tidak akan berguna! Karena setiap ujian ada batas waktunya, kalian akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakan dan dihadapkan pada azab yang tidak berkesudahan..."

Kemudian Fathimah berbicara kepada kaum Anshar, "Wahai orang-orang yang berakal! Pendukung-pendukung Islam ymig sangat kuat! Dan orang orang yang memeluk Islam! Kesalahan apa yang aku lakukan bila aku menuntut hakku? Mengapa kalian diam padahal engkau menyaksikan ketidakadilan menimpaku? Ingatkah kalian ucapan ayahku, 'Seorang manusia akan diingat oleh anaknya!' Betapa cepatnya kalian berpaling dari perintahnya! Dan begitu kilatnya kalian berkomplot terhadapku. Sebenarnya kalian masih mempunyai kemampuan dan usaha untuk membantu apa yang aku minta...

...Atau apakah kalian berpikir 'Muhammad sudah wafat'? Sesungguhnya itu adalah bencana yang sangat besar. Kerusakannya begitu berat, luka yang ditimbulkannya begitu lebar, rasa sakitnya sukar disembuhkan. Bumi menjadi gulita karena kepergiannya, matahari tidak bersinar karena bencana yang ditimbulkannya, harapan-harapan hancur, gunung-gunung runtuh, kesucian dinodai dan kemurnian bahkan dikotori setelah ia tiada. Demi Allah! Ini adalah penderitaan yang besar, bencana yang hebat, tiada bencana dan kerugian yang lebih besar dari pada bencana yang tiba-tiba ini...

...Kitab Allah, yang berisi pengagungan asma-Nya paling indah, ayat-ayatnya dibacakan di rumah-rumah, di tempat kalian menghabiskan waktu pagi dan malam,;'Telah datang sebelumnya para Nabi dan para Utusan, ketetapan terakhir dan janji dipenuhi. Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rasul. Telah berlalu rasul-rasul sebelumnya. Jika ia wafat atau terbunuh, apakah kalian akan berpaling darinya? Jika kalian berpaling, hal itu tidak akan merugikannya ataupun merugikan Allah. Allah akan membalas orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya...'

... Wahai orang orang yang beriman! Apakah aku akan merampas pusaka ayahku sedang kalian mendengar dan menyaksikanku? Kalian duduk dan berada di dekatku. Kalian mendengar seruanku dan termasuk di dalam ajakannya. Jumlah kalian begitu banyak dan harta yang kalian miliki melimpah. Kalian memiliki kuasa dan alat, senjata dan perlindungan. Tetapi seruanku tidak kalian tanggapi, seruan itu datang kepada kalian tetapi kalian diam. Kalian terkenal dengan kegigihan, kebaikan, dan kekayaan. Kalian adalah orang-orang terpilih dan pilihan Nabi Muhammad bagi kami, Ahlulbait. Kalian memerangi orang kafir Arab, menanggung, derita, kelelahan, berperang melawan negara-negara besar dan mengalahkan pahlawan-pahlawan mereka. Saat itu kami masih hidup, sehingga kalian patuh menaati kami. Islam pun berjaya, kemenangan semakin dekat, benteng-benteng musuh ditaklukkan, kepalsuan dimusnahkan, api kekafiran dipadamkan dan aganrr ditegakkan. Tetapi mengapa kalian menjadi bingung padahal semua telah jelas? Menyembunyikan kebenaran setelah kalian menyerukannya? Merasa takut setelah kalian berani? Kafir setelah beriman? Tidakkah kalian akan memerangi orang-orang yang melanggar sumpahnya?

Bersekongkol untuk mengusir rasul dan bertindak kasar dengan menyerang? Takutkah kalian kepada mereka? Tidak! Allah lah yang harus lebih kalian takuti jika kalian memang beriman!..

...Aku menyaksikan kalian lebih suka hidup bersenang-senang, melupakan wali kalian yang lebih berhak (Ali). Kalian berselubungkan kain kepengecutan dan meninggalkan sesuatu yang telah kalian sebelumnya terima. Sekiranya kalian semua di muka bumi ini tidak bersyukur, Allah Maha Pengasih. Sesungguhnya aku berkata semua yang aku katakan dengan penuh pengetahuan bahwa kalian berniat meninggalkan aku, dan kalian merasakan pengkhianatan di dalam hati kalian. Inilah luapan kemarahan yang merata memenuhi dada. Kalian melemparkannya (kepemimpinan) ke punggung unta betina, yang berpunuk lemah, kesenangan yang abadi, bertanda murka Allah dan kesalahan yang akan menggiring kepada api (kemurkaan) Allah yang langsung menancap di lubuk hati.

Karena Allah menyaksikan semua yang kalian perbuat, dan orang-orang zalim itu akan mengetahui seperti apa urusan-urusan mereka akan terjadi! Aku adalah putri sang pembawa peringatan kepada kalian akan azab yang pedih. Lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan dan kami hanya akan menunggu!"

Dari peristiwa bersejarah ini nampaknya pada awalnya Sayidah Fathimah berhasil meluluhkan hati Abu Bakar untuk mengembalikan tanah Fadak ke:padanya setelah mendengarkan khutbah yang ia sampaikan (menurut beberapa sejarahwan).

Setelah mendengar khutbah Fathimah, ia berkata, "Wahai putri Rasulullah Sesungguhnya Nabi Muhammad adalah ayahmu bukan ayah putri lain, saudara suamimu, bukan saudara lelaki lain. Sesungguhnya ia adalah orang yang paling dikasihi di antara semua sahabatnya dan Ali membantunya di setiap masalah yang paling penting, tiada seorangpun yang mencintaimu kecuali orang yang beruntung dan tiada seorangpun yang membencimu kecuali orang yang dimurkai.

Engkau adalah putri Rasulullah paling agung, putri terpilih, petunjuk kami kepada kebaikan, jalan kami menuju surga dan engkau adalah penghulu para perempuan serta putri rasul paling mulia, benar segala ucapanmu dan lurus segala tindakanmu...

...Hakmu tidak kami langgar, sesungguhnya aku mendengar ayahmu berkata, 'Kami para rasul tidak meninggalkan warisan ataupun mendapat warisan!' Sesungguhnya inilah alasanku dan itu adalah hakmu (jika engkau menginginkannya). Harta ini tidak akan disembunyikan darimu ataupun dihilangkan darimu. Engkau adalah ibu negara ayahmu dan buah pohon yang diberkahi. Hartamu tidak akan dirampas atau namamu dihapus. Tuntutanmu akan aku penuhi dengan semua yang aku miliki. Apakah aku melanggar kehendak ayahmu?"

Sayidah Fathimah kemudian menyangkal pernyataan Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad tidak mewariskan sesuatu. la menjawab,

"Maha Besar Allah! Sesungguhnya Rasul-Nya tidak meninggalkan Kitab Allah ataupun melanggar perintah-Nya. Tetapi ia melaksanakan ketetapan-Nya dan menaati setiap ayat-Nya. Apakah engkau membuat-buat suatu dusta untuk membenarkan kepalsuanmu? Sesungguhnya bencana ini, setelah Nabi wafat, sama dengan persekongkolan yang kalian buat terhadapnya ketika ia masih ada. Tetapi camkanlah! Kitab Allah adalah kitab yang benar, hakim yang adil, yang menyatakan bahwa seseorang akan mewariskan kepadaku, mewariskan kepada keluarga Yaqub, dan Sulaiman mewariskan kepada Daud...

Maha Besar Allah yang telah menjelaskan bahwa la telah menetapkan ketentuan warisan, menentukan besarnya, bagi perempuan dan laki-laki, dan menghilangkan semua keraguan dan makna yang ganda...

..Tetapi kamu telah mengada - adakan suatu dusta yang akan menguntungkan dirimu, cukuplah sabar bagiku atas aha y.mt; kalian ada-adakan dan Allah adalah sebaik-baiknya penolong..."

Sepertinya Abu Bakar berubah pikiran mendengar khutbah Fathimah dan ia memberikan tanggapan,

"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya benar begitu pula dengan putri Rasul-Nya. Engkau adalah sumber hikmah, inti agama, dan satu-satunya petunjuk. Semoga Allah tidak menyangkal pernyataanmu ataupun menampik khutbahmu yang meyakinkan. Akan tetapi umat lah yang telah mempercayaiku untuk memegang tampuk kepemimpinan berdasarkan keinginan mereka. Aku tidak berniat untuk menyambongkan diri, otokrat, atau mementingkan diri sendiri dan mereka adalah saksiku."

Mendengar ini, Fathimah berkata,

"Wahai manusia! Siapakah yang telah membuat-buat dusta dan yang berdiam diri terhadap aib dan perbuatan tercela ini? Tidakkah kalian bercermin kepada Quran, ataukah hati-hati kalian telah tertutup? Hati kalian kotor karena dosa yang kalian lakukan, dosa yang telah menutup pandangan dan pendengaran kalian.

Tercelalah semua yang kalian ada-adakan dan terkutuklah apa yang akan dibangkitkan untukmu dan mengerikan balasan yang akan kalian terima! Demi Allah! Kalian akan memikul beban yang sangat berat dan akibatnya sangat mengerikan! Pada Hari itu tirai akan disingkapkan dan azab akan diperlihatkan. Ketika kalian dihadapkan Allah kepadanya yang tidak kalian kira, semua yang mengada-adakan dusta akan musnah."

Meskipun tanggapan Abu Bakar selanjutnya tidak dapat dinyatakan dengan bukti yang sahih atas khutbah yang disampaikan Fathimah tadi, nampaknya Abu Bakar memutuskan untuk menyerahkan tanah Fadak kepadanya.

Tetapi ketika Fathimah meninggalkan rumah Abu Bakar, Umar tiba-tiba muncul dan menegur Abu Bakar, "Apa yang engkau bawa ditanganmu ?" Abu Bakar menjawab, "Surat pernyataan yang aku tanda tangani bahwa Fadak dan warisan Nabi Muhammad diserahkan kepada Fathimah" Umar kemudian, "Dengan apa kamu keluarkan biaya untuk kaum Muslimin sekiranya bangsa Arab memerangi kamu?" Umar merapas surat tersebut lalu merobeknya. 50

31
ANTOLOGI ISLAM

Fakta Lain Mengenai Tanah Fadak
Sekarang kami akan mengemukakan komentar-komentar berkenaan dengan khumus dan fa'i dari kitab Futuh al-Buldan karya Baladzuri:

Akhirnya mereka mencari jalan damai mengenai persoalan itu. Kami akan pergi dari kota kami, menanggalkan senjata, baju besi, dan kami hanya membawa barang-barang yang dapat diangkut oleh unta. Semua benda termasuk senjata, baju besi, kebun dan tanah akan menjadi milik Nabi Muhammad. Dalam hal ini harta benda Bani Nadhir menjadi milik Nabi Muhammad. la menanam pohon kurma dan mengambil hasilnya. Dari hasil ini ia mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh.

Dari pernyataan pertama ini, harta benda Bani Nadhir secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad. la memerintahkan kebun ini ditanami untuk menghidupi keluarganya.

Perawi menyatakan bahwa pada ayat ini Allah SWT telah memberitakan kepada kaum Muslimin bahwa harta benda ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad, dan bukan milik orang lain.

Pernyataan kedua menetapkan bahwa karena kaum Muslimin tidak menggunakan kuda serta unta-unta mereka untuk menyerang Bani Nadhir, harta mereka ini secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.

Khalifah Umar bin Khattab menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir adalah salah satu harta yang telah Allah anugrahkan kepada Nabi Muhammad tanpa melalui peperangan. Dan karena kaum Muslimin tidak mengerahkan kuda serta unta mereka, kuda serta unta tersebut menjadi milik Nabi Muhammad. Dari hasil yang diperoleh, Nabi biasanya mengeluarkan biaya untuk keperluan keluarganya selama setahun penuh, dan semua sisanya dihabiskan di jalan Allah atau untuk kuda dan senjata.

Pernyataan ini menegaskan bahwa khalifah Umar menyatakan bahwa harta benda Bani Nadhir secara khusus milik Nabi Muhammad dan dari harta tersebut Nabi mengeluarkannya untuk membiayai keluarganya setahun penuh.

Diriwayatkan bahwa sekembalinya dari perang Khaibar, Nabi Muhammad mengutus Muhayasan bin Mas'ud Anshuri untuk menemui pemilik Fadak untuk mengajak mereka masuk Islam. Saat itu, pemimpin mereka adalah seorang lelaki Yahudi bernama Yusha bin Nun. la menawarkan perdamaian kepada Nabi Muhammad dengan memberi setengah dari tanah tersebut kepada Nabi. Nabi pun menerimanya. Maka, tanah Fadak secara khusus menjadi harta milik Nabi Muhammad karena kaum Muslimin tidak menunggang kuda dan unta di tanah Fadak itu.

Di sini, dinyatakan bahwa Fadak diberikan Allah kepada Nabi Muhammad tanpa melalui pertempuran. Dengan demikian harta ini secara khusus ditujukan kepada Nabi Muhammad.

Fathimah berkata kepada khalifah Abu Bakar, "Berikan tanah Fadak itu kepadaku, karena Rasulullah telah menyimpannya untukku!" Fathimah mengajukan Ali sebagai saksi tetapi Abu Bakar meminta saksi lain. la menghadirkan Ummu Aiman- Abu Bakar berkata, "Wahai, putri Rasullullah! Engkau mengetahui bahwa bukti ini tidak kuat kecuali diberikan oleh satu lelaki cian dua orang perempuan."

Mendengar hal ini Fathimah pergi. Dari pernyataan ini, Fathimali berkata kepada Abu Bakar, "Berikanlah Fadak itu kepadaku karuna Rasulullah telah menyimpannya untukku!" Sebagai jawabannya Fathimali diminta menghadirkan saksi yang kemudian ditolak.

Fathimah berkata kepada Abu Bakar, "Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikannya padaku!" Abia Bakar meminta bukti. Fathimah menghadirkan Ummu Aiman dan Rubab, gadis budak yang dibebaskan Nabi Muhammad duo kuduanp memberi kesaksian. Abu Bakar berkata, "Bukti ini tidnk nwnrukupi. Saksi harus terdiri dari satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Dari kisah ini Fathimah berkata pada Abu Bakar, "Berikan Fadak kepadaku karena Rasulullah telah memberikanya padaku!" Artinya bahwa harta ini milik Fathimah dan berada di bawah kuasanya sejak Nabi Muhammad masih hidup dan tidak ada seorangpun yang menghilangkan hak Fathimah atas harta ini.

Fathimah menemui khalifah Abu Bakar dan bertanya, "Siapa yang akan menjadi pewarismu jika engkau wafat?" Abu Bakar menjawab, "Anak-anakku!" Fathimah berkata, "Lalu mengapa meski aku masih hidup, engkau telah menjadi pewaris ayahku?" Abu Bakar menjawab, "Wahai, putri Rasulullah! Demi Allah, aku tidak mewarisi emas atau perak atau harta benda lain dari ayahmu." Fathimah berkata, "Khaibar adalah bagian kami dan tanah Fadak adalah hadiah bagi kami!" Abu Bakar berkata, "Wahai putri Rasulullah! Aku mendengar Rasulullah berkata, 'Sumber penghidupan hanya diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, semuanya akan aku berikan kepada kaum Muslimin."'

Dari kisah ini Fathimah bertanya kepada Abu Bakar, "Apa bila engkau wafat siapa yang menjadi pewarismu?" Abu Bakar menjawab, "Anak-anakku!" Fathimah yang berada di sana berkata, "Lalu mengapa engkau menjadi pewaris Rasulullah meski aku masih hidup?" Abu Bakar berkata, ' Aku mendengar Rasulullah berkata, `Sumber penghasilan ini diberikan ketika aku masih hidup. Sepeninggalku, harta ini harus diberikan kepada kaum Muslimin."' Beberapa pertanyaan muncul dari dari kisah ini. Apakah setelah Nabi Muhammad wafat kebutuhan ekonomi keluarganya pun terhenti? Apakah Allah memberi kekecualian kepada keluarga Nabi Muhammad dalam ayat tentang warisan? Apakah ada ketentuan dalam Quran bahwa jika Abu Bakar wafat anak-anaknya mendapat warisan darinya sedangkan ketika Nabi wafat, putra-putrinya tidak mendapat warisan darinya?

Ayat 'Karena engkau tidak mengerahkan kuda-kuda dan unta-unta (bahkan tidak berperang)....' wilayah Fadak dan daerah-daerah Arab lainnya, secara khusus diberikan kepada Nabi Muhammad.

Menurut ayat ini, tanah Fadak dan beberapa wilayah Arab lainnya secara khusus menjadi milik Nabi Muhammad.

Pada tahun 210 H Khalifah Makmun bin Harun Rasyid memberi perintah untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Nabi Muhammad dan menuliskan hal ini kepada Qasim bin Ja'far yang saat itu menjadi gubenur Madinah. Sebagai ulama agama dan keturunan Nabi Muhammad, Khalifah Makmun mematuhi dan melaksanakan sunnah. la keluarkan harta yang menjadi warisannya kepada orang lain sebagai sedekah. Khalifah Makmun hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah agar setiap perbuatan yang ia lakukan senantiasa mendapatkan ridhaNya. Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada putrinya, Fathimah.

Hadis ini terkenal dan tidak ada perbedaan di antara keturunan Nabi Muhammad. Berdasarkan hadis ini, Amirul Mukminin meminta tanah Fadak. Masalah ini sangat harus diselesaikan karena kecintaannya kepada Nabi Muhammad. Oleh karenanya, Amirul Mukminin menganggap penyerahan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah, adalah wajib dan mempercayakan tanah ini kepada mereka agar Allah senantiasa ridha dengan menegakkan kebenaran dan keadilan dan menjaga keridhaan Nabi dengan melaksanakan perintahnya. Khalifah Makmun lalu memerintahkan untuk mencatat hal ini dalam catatannya dan memberitahu para pegawainya.

Karena di setiap ibadah haji, sejak Nabi Muhammad wafat, diumumkan bahwa siapapun yang telah diberi sedekah atau dijanjikan sesuatu, ia harus datang dan permintaannya akan di terima, dan janjinya akan dipenuhi, maka Fathimah lebih berhak akan hal itu dan tuntutan atas harta yang telah diberikan kepadanya adalah benar.

Amirul Mukminin telah memerintahkan budaknya yang telah dibebaskan, Mubarak Thabari, agar tanah Fadak dengan seluruh hatas wilayah yang sesungguhnya, hak-hak yang ada di dalamnya, hara budak yang bekerja di sana, serta pajaknya harus diserahkan kohada keturunan Fathimah yaitu Muhammad bin Yahya bin Husain bin Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib karena Amirul Mukminin telah mempercayakan pengurusan permasalah ini kepada mereka.

Ketahuilah, ini adalah keputusan Amirul Mukminin dan Allah SWT telah mengingatkannya karena ketaatan dan ketundukan kepadaNya serta ketentuan yang Allah berikan melalui kedekatan yang ia rasakan dengan Allah dan Rasul-Nya. Anda harus menghargai Mubarak Thabari dan berurusan dengan Muhammad bin Yahya dan Muhammad bin yang telah ditunjuk Amirui Mukminin sebagai orang yang dipercaya dalam masalah yang sama sebagaimana anda berurusan dengan Mubarak Thabari, dan bekerja sama dengan mereka dalam, jika Allah menghendaki, pertumbuhan, kemajuan dan peningkatan hasil-hasil Fadak.

Maklumat ini ditulis pada hari Rabu, 2 Zulqaidah 210 H. Tetapi ketika Mutawakil menjadi khalifah. la mengambil alih tanah Fadak. Dari kisah ini, Khalifah Makmun telah mengeluarkan maklumat. la menulis kepada Gubenur Madinah Qasim bin Jafar untuk menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah. Dalam maklumatnya ia menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah menghadiahkan tanah Fadak kepada Fathimah. la juga menuliskan bahwa selama bulan Haji, diumumkan bahwa jika Nabi Muhammad telah menjanjikan sesuatu, ia harus memberitahunya dan ucapan orang-orang yang mengatakan hal tersebut akan diterima tanpa perlu menghadirkan saksi. Pada kasus yang sama, Fathimah berargumen bahwa tuntutannya harus diterima dan harus diberikan atas apa yang telah menjadi haknya dari Nabi Muhammad. Tetapi, hal tersebut tidak dilakukan. Setiap orang dipenuhi permintaannya atas dasar tuntutannya tanpa harus menghadirkan saksi, tetapi putri Rasullullah yang keutamaamya telah disebutkan oleh ayat pensucian (QS. al-Ahzab : 33) diminta untuk menghadirkan saksi, dan saksi-saksi yang ia hadirkan tidak diterima.



Kisah Singkat Tanah Fadak Setelah Wafatnya Fathimah
Motif yang melatarbelakangi kami menjelaskan lebih jauh sejarah tanah Fadak dan menyarikan kelanjutan kisah peristiwa-peristiwa setelahnya selama tiga abad dari teks sejarah adalah untuk menjelaskan tiga perkara berikut :

Pertama, aturan pembatalan warisan dari Nabi yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kata lain harta benda Nabi Muhammad merupakan sebagian dari harta masyarakat dan milik seluruh kaum Muslimin. Hal ini pertama kali dilakukan oleh Abu Bakar, tetapi ditolak oleh penerus-penerusnya, baik oleh Umar dan Utsman, apalagi oleh Bani Umayyah serta Bani Abbasiah. Kita harus mempertimbangkan bahwa keabsahan dan kebenaran kekhalifahan mereka bergantung pada kebenaran dan kesahan khalifah pertama dan tindakannya.

Kedua, Ali dan keturunan Fathimah tidak pernah merasa ragu dengan kebenaran tuntutan mereka. Mereka menegaskan dan berkeras bahwa Fathimah senantiasa benar dan tuntutan Abu Bakar salah, dan mereka tidak pernah menuntut sesuatu yang salah.

Ketiga, ketika salah satu khalifah memutuskan sesuatu untuk menjalankan perintah Allah sehubungan dengan persoalan Fadak, ukuran keadilan seorang khalifah dan perlindungannya atas hak orang lain menurut hukum Islam, ditunjukkan dengan dipulangkan dan diserahkannya tanah Fadak kepada keturunan Fathimah.
Berikut ini adalah kejadian-kejadian yang berkenaan dengan tanah Fadak:

1) Umar adalah orang yang paling menentang memberikan warisan tanah Fadak kepada Fathimah, sebagaimana yang ia akui sendiri;
"Ketika Rasulullah wafat aku bersama Abu Bakar menemui Ali bin Abi Thalib dan bertanya padanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang harta yang Rasulullah tinggalkan?' Ali menjawab, `Kami adalah orang-orang yang paling berhak atas peninggalan Nabi Muhammad.' Aku menambahkan, 'Bahkan dengan harta Khaibar?' Ali menjawab lagi, 'Ya, bahkan harta Khaibar.' Aku bertanya kembali, 'Juga Fadak?' Ali menjawab, 'Ya, bahkan tanah Fadak." Kemudian aku berkata, 'Demi Allah, kami tidak akan memberikannya walaupun engkau tobas leher-leher kami dengan kampak!"51

Sebagaimana yang telah dibahas sebulumnya, Uniur menganUhil dokumen Fadak dan merobeknya. Tetapi ketika Umar menjadi khalifah (13/643-23/644), ia menyerahkan tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Yaqut Hamawi, sejarah dan ahli geografi kenamaan, menceritakan peristiwa Fadak berikut,
"Kemudian, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah dan mendapatkan kemenangan demi kemenangan, dan kaum Muslimin memiliki harta yang melimpah (harta masyarakat telah memenuhi kebutuhan khalifah), ia membuat keputusan yang bertentangan dengan khalifah sebelumnya dan memberikan kembali tanah Fadak kepada pewaris Nabi Muhammad. Lalu Ali bin Abi Thalib berdebat dengan Ibn Abbas mengenai Fadak. ,

Ali berkata bahwa Nabi Muhammad telah memberikan tanah itu kepada Fathimah ketika masih hidup. Abbas menyangkalnya dengan berkata, 'Fadak adalah milik Nabi Muhammad dan aku merupakan bagian dari pewarisnya.' Mereka memperdebatkan persoalan itu dan meminta Umar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Umar berkata, 'Kalian paling mengetahui masalah kalian sedang aku hanya memberikannya kepada kalian."52

Catatan: Bagian akhir peristiwa sejarah ini telah ditambah-tambahi agar terlihat masalah dipersoalkannya warisan oleh saudara yang wafat atau oleh pamannya ketika orang yang wafat tidak memiliki anak lelaki. Persoalan ini merupakan masalah yang diperdebatkan di antara aliranaliran Islam.
Abbas tidak berhak menuntut harta ini karena tidak ditunjukkan kalau ia memiliki bagian dalam harta ini, demikian pula dengan keturunannya. Mereka tidak menganggapnya sebagai salah satu harta mereka bahkan ketika mereka berkuasa dan menjadi khalifah. Biasanya mereka memberikan harta ini saat menjabat khalifah atau mengembalikannya kepada ketunman Fathimah. Contohnya ketika mereka menjadi gubernur .

2) Ketika Utsman menjadi khalifah setelah Umar wafat, ia memberikan tanah Fadak itu kepada Marwan bin Hakam, sepupunya. Inilah salah satu penyebab timbulnya sikap oposisi di kalangan kaum Muslimin yang berujung pada pemberontakkan dan pembunuhan terhadap dirinya.53
Demikianlah, akhirnya Fadak jatuh ke tangan Marwan. Ia menjual hasil panen dan produk-produknya paling sedikit 10 ribu dinar per tahun, dan apabila ada penurunan dalam beberapa tahun ia tidak mengumumkannya. Itulah laba keuntungan yang biasa dihasilknn hingga masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz.54

3) Ketika Muawiyah bin Abu Sufyan menjadi khalifah, ia membagi-bagi hasil Fadak kepada Marwan dan lainnya. la membagi 1/3 hasilnp kepada Marwan, 1/31agi kepada keluarga Utsman bin Affan, dan 1/3 kepada anaknya, Yazid. Inilah yang terjadi setelah wafatnya Imam Hasan. Menurut sejarahwan Sunni, Ya'qubi, hal ini dilakukan untuk membuat marah keturunan Nabi Muhammad SAW."

Harta tersebut dimiliki ketiga orang di atas hingga ketika Marwan menjadi khalifah, ia mengambil alih semua harta tersebut. Kemudian ia memberikannya kepada kedua putranya, Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz bin Marwan memberikan bagiannya kepada putranya, Umar bin Abdul Aziz bin Marwan.

4) Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, ia menyampaikan khutbah berikut.
sesungguhnya, Fadak adalah salah satu harta yang telah Allah berikan kepada Utusan-Nya, dan tiada kuda ataupun unta yang dikerahkan untuk mengambilnya.

la menyebutkan persoalan Fadak yang dipegang oleh khalifah-khalifah sebelumnya;
Marwan memberikan tanah Fadak kepada ayahku: Tanah itu menjadi milikku, Walid, dan Sulaiman (dua putra Abdul Malik). Ketika Wahid menjadi khalifah, aku meminta bagiannya dan ia berikan kepadaku. Lalu aku gabungkan ketiga harta ini sehingga aku memiliki harta yang tidak lebih aku cintai selainnya. Saksikanlah bahwa aku kembalikan harta ini kepada pemilik sahnya!

Ia menulis surat ini kepada Gubernur di Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amri bin Hazm, dan Memerintahkannya untuk melaksanakan apa yang ia nyatakan dalam khutbahnya. Fadak kembali menjadi milik keturunan Fathimah. Inilah pertama kalinya penindasan dihilangkan dengan mengembalikan tanah Fadak kepada putra-putri Ali bin Abi Thalib.56

5) Tatkala Yazid bin Abdul Malik menjadi khalifah (101/720-105/724), ia merampas Fadak sehingga lepas dari tangan putra-putri Ali bin Abi Thalib. Harta tersebut jatuh ke tangan keluarga Marwan seperti sebelumnya. Mereka mewariskan dari satu keluarga ke keluarga lainnya hingga kekhalifahan mereka berakhir dan pindah kepada Bani Abbasiah.

6) Ketika Abu Abbas Saffah menjadi kalifah pertama dari dinasti Abbasiah (132/749-136/754) ia mengembalikan tanah Fadak pada keturunan Fathimah.

7) etika Abu Ja'far Mansyur Dawaniqi (136/754-158/775) menjadi khalifah, ia merampas Fadak dari keluarga Fathimah.

8) Ketika Muhammad Mahdi bin Mansyur menjadi khalifah (158/775169/785), ia mengembalikan Fadak kepada putra-putri Fathimah.

9) Musa Hadi bin Mahdi (169/785-170/786) dan saudaranya Harun Rasyid (170/786-193/809) merampasnya dari keturunan Fathimah yang saat tanah Fadak berada di tangan Bani Abbasiah hingga Makmun menjadi khalifah (193/831-218/833).

10). Makmun Abbas mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. I-Ial ini diriwayatkan dari Mahdi bin Sabiq,

Suatu hari Makmun duduk mendengarkan keluhan orang-orang dan menyelesaikan persoalan. Keluhan pertama yang ia dengar menyebabkannya menangis ketika melihatnya. la bertanya di mana wakil putri Nabi Muhammad. Seorang lelaki tua berdiri dan maju ke depan. la berdebat dengannya mengenai Fadak dan Makmun juga berdebat dengannya hingga ia mengalahkan Makmun."57

Makmun mengumpulkan ahli-ahli fikih Islam dan menanyai mereka tentang tuntutan Bani Fathimah. Mereka meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad memberikan Fadak kepada Fathimah dan setelah Nabi wafat, Fathimah minta Abu Bakar mengembalikan Fadaknya padanya. Abu Bakar memintanya untuk menghadirkan saksi atas tuntutannyn berkenaan dengan pemberian itu, dan ia menghadirkan Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sebagai saksi. Mereka bersaksi untuk Fathimah tetapi Abu Bakar menolak saksi-saksi tersebut.

Kemudian Makmun bertanya kepada para ulama, `Bagaimana pendapat kalian mengenai Ummu Aiman?' Mereka menjawab, 'Ia adalah perempuan yang mendengar Nabi Muhammad bersaksi bahwa dirinya adalah salah satu penghuni surga.' Makmun berdebat panjang lebar dengan mereka dan memaksa agar argumen-argumen mereka disertai bukti-bukti sampai akhirnya mereka mengakui bahwa Ali, Hasan, Husain dan Ummu Aiman sungguh-sungguh memberi kesaksian yang benar. Ketika mereka sepakat menerima bukti ini, Makmun menyerahkan Fadak kepada keturunan Fathimah."58

11) Selama masa kekhalifahan Makmun, tanah Fadak kembali ke tangan keturunan Fathimah, dan terus berlanjut hingga kekhalifahan Mu'tashim (218/833-277/842) dan Watin (227/842-232/847).

12) Ketika menjadi khalifah, Ja'far Mutawakil memberi perintah untuk mengambil kembali tanah Fadak dari keturunan Fathimah.59

13) Saat Mutawakil terbunuh dan Mu'tashim, putranya, menggantikan dirinya (247/861-248/862), ia memerintahkan agar tanah Fadak dikembalikan kepada keturunan Husain dan Hasan, dan memberikan derma Abu Thalib kepada mereka. Peristiwa ini terjadi pada 248/ 862.60

14) Nampaknya Fadak dirampas kembali dari tangan Fathimah setelah wafatnya Mu'tashim, karena Abdul Hasan Ali bin Isa Iribili (w. 692/1293) menyebutkan bahwa Muntadid (279/892-289/ 902) mengembalikan tanah Fadak kepada keturunan Fathimah. Kemudian ia bercerita bahwa Muqtafi (829/902-295/908) merampas tanah Fadak. Diriwayatkan juga bahwa Muqtadir (295/908-320/932) mengembalikan kembali pada mereka.61

15) Setelah begitu lama diambil alih dan dikembalikan, tanah Fadak kembali menjadi milik perampasnya serta para keturunannya. Hal ini tidak disebutkan lebih jauh dalam sejarah dan tirai kenyataan pun ditutup.

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik daripada (hukurn) Allah bagi orang-orang yang meyakini? (QS. al-Maidah : 50).



Catatan Kaki :
1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17.
2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.
3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.
5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti'ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.
6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, "Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya'qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.
7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.
8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.
9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya'qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.
11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.
12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.
13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.
14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.
15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa'd, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya'qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas'udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.
16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.
17. Shahih Bukhari, hadis 4.819.
18. Referensi hadis Sunni: Ibnu Asakir, sebagaimana yang dikutip dalam a1-Durr al-Mantsur.
19. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab Inggris, jilid 5, hadis #5.46, hal. 381-383, juga pada jilid 4, hadis 3.25 (lihat lampiran untuk mengetahui keseluruhan hadis).
20. Lihat Shahih Muslim, edisi 1980, Arab, jilid 4, hal. 1883, hadis 61.
21. Al-Bihar, jilid 48, hal. 144, hadis 20.
22. Shahih Bukhari, hadis 4.327, hal. 213.
23. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad, jilid 5, ha1.45; Musnad Ahmad, jilid 6, ha1.155; Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.153,155, 404.
24. Kanz al-Ummal, jilid 6, ha1.401.
25. Musnad Ahmad, jilid 4, ha1.174.
26. Kanz al-Ummal, jilid 4, hal. 60.
27. Shahih Bukhari, hadis 4.325 (hal. 208).
28. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, hal. 196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa. Inggris); Tabaqaf ibn Sa'd, jilid VIII, hal. 29; Tarikh Ya'qubi, jilid II, ha1.117; Tanbih Mas'udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab T'habari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 6, hal. 46.
29. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliya, jilid 2, ha1.43; as-Sunan al-Kurba, jilid 3, ha1.396; Ansab al-Asyraf, jilid 1, ha1.405; al-Isti'ab, jilid 4, ha1.1897-98; Usd al-Ghabah, jilid 5, ha1.524; al-Ishabah, jilid 4, ha1. 378-89.
30. Referensi hadis Sunni: Mustadrak al-Hakim, jilid 3, ha1.162-163; Ansab al-Asyraf jilid 1, hal. 402, 405; al-Isti'ab, jilid 4, ha1.1898; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 524-25; al-Ishabah, jilid 4, hal. 379-80; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 8, ha1.19-20; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, ha1.179-81.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, ha1.120.
32. Referensi hadis Sunni: Thabari, jilid IX, ha1.196 (tahun-tahun terakhir Nabi Muhammad, versi bahasa Inggris); Futuh al-Buldan, hal. 42;Tarekh-e Khamis, jilid 2, hal. 64; Tarikh-e Kamil (Ibnu Atsir), jilid 2, hal. 5; Sirah ibn Hisyam, jilid 3, hal. 48; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, bagian 2.
33. Futuh al-Baldan, jilid l, hal. 33
34. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 46, jilid 7, hal. 82, jilid 9, ha1.121-22; Shahih Muslim, jilid 5, ha1.151; Sunan Abu Daud, jilid 3, ha1.139-41; Musnad Ahmad ibn Hanbal, hal. 25, 48, 60, 208; Sunan al-Kubra, Baihaqi, jilid 6, hal. 296-99.
35. Tafsir mengenai ayat di atas ini diriwayatkan melalui Bazzar, Abu Yala, Ibnu Hatim, Ibnu Marduwaih, dan lainnya dari Abu Said Khudri dan melalui Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Referensi hadis Sunni: Tafsir Durr al-Mantsur, jilid 4, hal.l77; Kanz al-Ummal, jilid 2, hal. 158; Sawaiq al-Muhriqah, bab 15, hal. 21-22; Razat ash-Shafa, jilid 2, ha1.135; Syarah-e Muwaqif, hal. 735; Tarikh Ahmadi, hal. 45; Ruh al-Ma'ani, jilid 15, hal. 62.
36. Referensi hadis Sunni: Syarah, jilid 16, hal. 219; Wafa al-Wafa, Samshudi, jilid 3, ha1.1000; Sawaiq al-Muhriqah, hal. 32.
37. Tafsir Quran oleh Fakhruddin Razi, jilid 8, ha-1.125 (tafsir Surah Hasyr); Sawaiq al-Muhriqah oleh Ibnu Fajar Haitsami, hal. 21.
38. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, jilid 4, ha1.63; Tarikh ath-Thabari, jilid 3, hal. 3460; al-Isti'ab, jilid 4 ha1.1793; Usd al-Ghabah, jilid 5, hal. 567; Tabaqat, jilid 8, ha1.192; al-Ishabah, jilid 4, hal. 432.
39. Referensi hadis Sunni: Futuh al-Buldan, jilid l, hal. 3; al-Tarikh Ya'qubi, jilid 3, ha1.195; Muruj adh-Dhahab, Mas'udi, jilid 3, hal. 273; al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 99-1001; Mujam al-Buldan, Yaqut Hamawai, jilid 4, hal. 239; Syarh ibn al-Hadid, jilid 16, hal. 216, 219-220, 274; a1-Muhalla, Ibnu Hazm, jilid 6, hal. 507; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 3, hal. 261; at-Tafsir, Fakhruddin Razi, jilid 29, hal. 284. -
40. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 3, bab 719, hal. 956, hadis # 4.350
41. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, bagian 1, hal. 39; Sirat an-Nabi oleh Maulana Syilbi Mouman, jilid 1, hal. 122; Fath al-Bari, jilid 3, hal. 360-361 (menyebutkan, sebuah rumah dari Bani Hasyim, sebilah pedang, beberapa kambing dan lima ekor unta); Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 56; Ansab al-Asyraf, jilid 1, hal. 96.
42. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 4, hal.l21-122.
43. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 7, hal. 75-76; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 129; Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 3, hal. 307-308; Tahnqat ibn Sa'd, jilid 2, bagian 2, hal. 88-89.
44. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 380; Umdat al-Qari, jilid 12, ha1.121 (Hanafi).
45. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, jilid 4, hal. 24, jilid 6,, ha1.146; Sunan Abu Daud, jilid 3, hal. 308; Sunan an-Nasa'i, jilid 7, hal. 302; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 5, ha1.188-89, 216, jilid 2, hal. 448; Usd al-Ghabah, jilid 2, hal. 44; al-Ishabah, jilid 2, hal. 425-26.
46. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim jilid 5, ha1.128; Sunan, Abu Daud, jilid 3, hal. 308-309; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 627-29; Sunan ibn Majah, jilid 2, hal. 793; Musnad, Ahmad Hanbal, jilid 1, hal. 248, 315, 323, jilid 3, hal. 305; al-Muwatha, Malik bin Anas, jilid 2, hal. 721-25; Sunan, Baihaqi, jilid 10, ha1.167-176; Sunan, Daruquthni, jilid 4, hal. 212-215; Majma az-Zawaid, jilid 4, hal. 202; Kanz al-Ummal, jilid 7, ha1.13.
47. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, jilid 10, ha1.151.
48. Referensi hadis Sunni: Sirah an-Nabi oleh Syibli Numani, edisi bahasa Inggris, hal. 55.
49. Catatan kaki Shahih Muslim, jilid 3, hal. 958, (B. Inggris), catatan kaki no 2235.
50. Referensi- hadis Sunni: Sirah al-Halabiyah, jilid 3, ha1. 391-400; Sejarah Tanah Fadak, Murtadha Muthahhari, hal. 85; Fathimah, Perempuan Paling Mulia, Abu Muhammad Ordoni, hal. 217-240.
51. Referensi hadis Sunni: Majma az-Zawaid, jilid 9, hal. 39-40.
52. Referensi hadis Sunni: Mujam al-Buldan, jilid 4, ha1.238-9; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999; Tahdzib at-Tadzib, jilid 10, ha1.124; Lisan al-Arab, jilid 10, hal. 437; Taj al Arus, jilid 7, hal. 166.
53. Referensi hadis Sunni: Sunan Kurba, jilid 6, hal. 301; Wafa al-Wafa, jilid 3, hal. 1000; Syarh ibn al-Hadid, jilid 1, ha1.198; al-Ma'arif, Qutaibah, ha1.195; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 283, 455; at-Tarikh, Abul Fida, jilid l, ha1.168; Ibnu Wardi, jilid 1, ha1.204.
54. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 5, hal. 286-7; Subh al-Ashah, jilid 4, ha1.291.
55. Referensi hadis Sunni: at-Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, ha1.199.
56. Referensi hadis Sunni: al-Awail, Abu Hilal Askari, hal. 209.
57. Referensi hadis Sunni: al-Awail, hal. 209.
58. Referensi hadis Sunni; at-Tarikh, Yaqubi, jilid 3, hal. 195-96
59. Referensi hadis Syi'ah: Kasyf a1-Ghummah, jilid 2, ha1.121-2; al-Bihar, jilid 8, ha1.108; Safinah al-Bihar, jilid 2, hal. 351.
60. Referertsi hadis Sunni: Futult al-Buldarz, jilid 1, ha1.33-8; Mu'janz alBuldan, jilid 4, ha1.238-40; at-Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, ha1.199, jilid 3, ha1.48, 195-96; al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 224-225, jilid 3, ha1.457 497, jilid 5, ha1.63, jilid 7, ha1.116; al-Iqd al-Farid, jilid 4, ha1.216, 283, 435; Wafa al-Wafa, jilid 3, ha1.999-1000; Tarikh al-Khutafa, ha1.231-32, 356; Muruj adz-Dzahab, jilid 4, ha1.82; Sirah Umar ibn Abdul Aziz, Ibnu Zawzi, ha1.110; Syarah, Ibnu Hadid, jilid 16, hal. 277-78.
61. Referensi hadis Syi'ah: Kasy al-Ghummah, jilid 2, hal. 122; al-Bihar, jilid 8, hal. 108.

32
ANTOLOGI ISLAM

BAB 9: MUAWIYAH DAN PENGANIAYAAN TERHADAP IMAM ALI
Apa pendapat Nabi Muhammad SAW mengenai orang-orang yang memerangi, membenci dan menganiaya Ahlulbaitnya? Nabi Muhammad bersabda,

"Mencintai Ali adalah tanda keimanan, membencinya adalah tanda kemunafikan."1 Hadis Nabi ini begitu terkenal sehingga beberapa orang sahabat sering berkata, "Kami mengetahui kemunafikan seseorang dari kebenciannya terhadap Ali."2 Dalam kitab sahihnya, Muslim juga meriwayatkan hadis ini dari Zirr bahwa Ali berkata:

Demi Dia yang membelah bebijian dan menghidupkan sesuatu, Rasulullah berjanji padaku bahwa tiada orang yang mencintaiku kecuali orang mukmin dan tiada orang yang menyimpan kebencian kepadaku kecuali orang munafik.3

Abu Hurairah meriwayatkan:

Nabi Muhammad memandang Ali, Iiasan, Husain dan I athimwlr. la berkata, 'Aku memerangi orang-orang yang memerangi kalian dan aku berdamai dengan orang-orang yang berdamai dengan kalian."4

Sejarah yang mengungkap bahwa Muawiyah memerangi Ali merupakan satu kenyataan yang sangat dikenal. Dan berdasarkan hadis di atas, Nabi Muhammad SAW menyatakan perang kepada Muawiyah. Mengapa kita masih mencintai orang yang Nabi Muhammad sendiri memeranginya? Nabi Muhammad berkata, "Barang siapa yang menyakiti Ali, berarti ia menyakiti aku!"5; "Barang siapa mengutuk Ali, berarti ia mengutuk aku."6



Muawiyah Membuat Ketentuan Pengutukan Terhadap Ali
Muawiyah bin Abu Sufyan tidak hanya memerangi Imam Ali bin Abi Thalib tetapi ia juga mengutuknya. Lebih jauh lagi, ia memaksa setiap orang untuk mengutuk Imam Ali. Sebagai buktinya, kami akan mulai dengan hadis dari Shahih Muslim. Diriwayatkan Sa'd bin Abi Waqqash bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan memberi perintah kepada Sa'd. la berkata kepadanya, "Apa yang membuatmu berhenti mengutuk Abu Turab (nama kecil Ali)?" Sa'd menjawab, "Tidakkah engkau ingat bahwa Nabi Muhammad menyatakan tiga tentang kebaikan Ali? Karenanyalah aku tidak akan pernah mengutuk Ali."7

Hadis di atas memperlihatkan bahwa Muawiyah terkejut mengapa Sa'd tidak mematuhi perintahnya untuk mengutuk Imam Ali, sebagaimana yang dilakukan orang lain. Ini menunjukkan bahwa pengutukan terhadap Imam Ali sudah menjadi sunnah (kebiasaan) orang-orang masa itu. Siapa yang menciptakan sunnah ini? Apakah Imam Ali, atau orang-orang yang memeranginya? Lalu, siapa yang memerangi Imam Ali? Bukankah ia adalah Muawiyah (sahabat Nabi yang dipuja kaum Wahabi)? Hal. ini menyiratkan arti bahwa Muawiyah lah yang telah membuat-buat kebiasaan itu (sunnah mengutuk Imam Ali).

Berikut ini referensi hadis lainnya dalam kitab Shahih Muslim mengenai sunnah mengutuk Imam Ali, untuk membuktikan bahwa Orang - orang dipaksa untuk mengutuk Imam Ali di depan umum, karena jika tidak mereka akan mendapatkan hukuman berat. Hadis ini diriwayatkan dari Abu Azim, Gubernur Madinah saat itu, yang merupakan salah satu anggota keluarga Marwan, memanggil Sahl bin Sa'd dan memerintahkannya untuk mengutuk Ali. Sahl menolak. Gubernur tersebut berkata, "Jika kamu tidak ingin mengutukAli, katakan saja bahwa Allah mengutuk Abu turab (nama kecil Imam Ali)." Sahl berkata, `Ali tidak menyukai nama lain bagi dirinya selain Abu Turab, dan ia senantiasa bahagia ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan Abu Turab."8

Pengutukan terhadap Imam Ali merupakan perintah sejak pertarnn kali Muawiyah memerintah selama 65 tahun. Umar bin Abdul Aziz lah yang menghentikan perintah terebut setelah berlangsung lebih dari setengah abad. Beberapa sejarahwan bahkan yakin bahwa keturunan Muawiyah telah meracuni Umar bin Abdul Aziz karena telah mengubah sunnah yang salah satunya adalah sunnah mengutuk Imam Ali.9

Salah satu perubahan paling buruk yang telah dimulai sejak awal mula pemerintahan Muawiyah adalah bahwa Muawiyah sendiri dan dengan perintah kepada gubernur nya, biasa menghina Imam Ali saat berkhutbah di Mesjid. Hal. ini bahkan dilakukan di mimbar mesjid Nabi di Madinah di,hadapan makam Nabi Muhammad SAW, sehingga sahab:Usahabat terdekat Nabi, keluarga dan kerabat terdekat Imam Ali mendengar sumpah serapah ini.10

Mengenai penghinaan dan pengutukan terhadap Imam Ali paHa periode Umayah, yang dimulai sejak Muawiyah memerintah, diriwayatkon bahwa Ali bin Abi Thalib dikutuk di mimbar dari ujung barat hingga ujung timur pada masa pemerintahan Muawiyah.11

Dalam isi suratnya, Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, berkna kepada Muawiyah, "...Engkau sedang mengutuk Allah dan Rasul-Nya H i mi mbarmu karena engkau mengutuk Ali bin Abi Thalib. Barang siapa yang nuoncintainya, aku bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintainyn." I'rterhi tidak seorangpun memperhatikan ucapannya.'12 Kejadian itu terjadp pada masa kekuasaan bani Umayah. Di lebih dari 70 ribu mimbar Muawiyah menyerukan pengutukan kepada Imam Ali bin Abi Tholib. Dan pada beberapa mesjid, Muawiyah menjadikannya sebagai sunnah bagi mereka.13

Syekh Ahmad Hafizh Syafi'i, menulis 9 syair puisi yang menceritakan kisah yang telah diriwayatkan Suyuthi pada kutipan sebelumnya. Kami menerjemahkan 3 syair pertama.

Itulah yang telah mereka jadikan sebagai 'sunnah'

Sebanyak 70 ribu mimbar dan 10 mimbar lainnya

Mengutuk Haidar Ali

Demikianlah dosa paling besar terlihat kecil.

Namun kesalahan harus dilontarkan.

Mari kita lihat pendapat putranya Muawiyah, Yazid, tentang ayah dan kakeknya, sebagai saksi dari keluarga kerajaan. Muawiyah menyerahkan tampuk kekuasaan kepada anaknya, Muawiyah kedua, agar bendera kekhalifahan terus berkibar di tangan keluarga Abu Sufyan.

Setelah ia meninggal, Muawiyah kedua, mengumpulkan orang-orang di suatu hari besar. la menyampaikan khutbah di hadapan mereka, ia berkata:

Kakekku Muawiyah telah merampas kekuasaan dari orang-orang yang lebih pantas menerimanya dan dari ia yang lebih berhak karena pertaliannya yang sangat dekat dengan Nabi dan sebagai orang pertama yang memeluk Islam. la adalah Ali bin Abi Thalib. la (Muawiyah) merampasnya dengan bantuan kalian padahal kalian sangat mengetahui.

Setelah itu ayahku, Yazid, meneruskan kekuasaan sepeninggalnya dan ia pun tidak patut memegangnya. la bertengkar dengan putra Fathimah, putri Nabi karena hal. itu, ia memperpendek usianya. la membunuhnya dan harapan meninggalkannya. (Kemudian ia menangis dan melanjutkan):

Sesungguhnya, masalah terbesar kami adalah bahwa kami mengetahui perbuatan yang buruk dan akhir hidupnya yang mengerikan, karena ia telah membunuh keturunan (itrah) utusan Allah, mengizinkan meminum minuman keras, berperang di kota suci Mekkah dan menghancurkan Kabah!

Dan aku bukan penerus dalam memegang kekuasaanmu ataupun bertanggung jawab atas pengikut-pengikutmu... Engkaulah yang memilih demikian untuk diri kalian sendiri...!"14

Mengenai Muawiyah dan Yazid yang membunuh Imam Hasan bin Ali dengan meracuninya telah diriwayatkan oleh banyak hadis. Tidak perlu disebutkan sumber referensi hadis yang meriwayatkan bahwa Yazid dan pasukannya telah membunuh putra Ali bin Abi Thalib lainnya, cucu Nabi Muhammad, Imam Husain beserta kurang lebih 70 orang anggota keluarga dan pengikut setianya.

Berikut ini referensi hadis Sunni berkenaan kejahatan yang dilakukan Muawiyah. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang berkata bahwa ia bertanya tentang Ali dan Muawiyah kepada ayahnya, Ahmad bin Hanbal, yang menjawab:

Ketahuilah bahwa Ali memiliki banyak musuh yang berusaha keras untuk mencari-cari kesalahan dirinya. Tetapi mereka tidak dapat menemukannya. Lalu, mereka mengajak seorang lelaki (Muawiyah, seperti yang disebutkan pada catatan kaki) yang sangat memeranginya. Mereka mengelu-ngelukan Muawiyah secara berlebihan, membuat perangkap untuknya.

Thabari meriwayatkan bahwa ketika Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat Mughirah bin Syu'bah menjadi Gubernur Kufah pada 41 Jumada (2 September-30 Oktober 661) ia memanggilnya. Setelah memuji dan mengagungkan Allah, ia berkata,

Mulai sekarang, seseorang yang sabar telah diperingatkan...orang-orang bijak mungkin melakukan apa yang engkau inginkan tanpa perlu diperintah. Meskipun aku ingin menasehatimu tentang banyak hal., aku membiarkan mereka, aku percayakan kepadamu semua yang menyenangkanku, membantu kektiasaanku dan mengatur persoalan-persoalanku dengan benar. Aku nasehatkan kamu tentang kemampuan dirimu; "Janganlah kamu berhenti menganiaya dan Mengkritik Ali dan jangan berhenti mendoakan Utsman agar Allah memberkatinya dan mengampuninya. Teruslah mempermalukan sahabat-sahabat Ali! Janganlah engkau dekati mereka dan jangan mendengarkan mereka! Agungkanlah kelompok Utsman, dekati mereka dan dengarkan mereka!"

Selain itu, utusan Muawiyah datang dengan perintah untuk membebaskan 6 orang dan membunuh yang 8 orang. la berkata kepada mereka:
Kami diperintahkan agar kalian tidak mengakui Ali dan mengutuknya. Jika kalian lakukan itu, kami akan membebaskan kalian. Jika menolak, kalian akan kami bunuh.18

Shahih Muslim menuliskan, Nabi Muhammad berkata kepada Ammar bin Yasir, "Sekelompok pengkhianat akan membunuhmu."19

Disamping itu, Ummu Salamah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Sekelompok pengkhianat akan membunuh Ammar."20

Tahukah anda bahwa Ammar, sahabat besar Nabi Muhammad syahid pada perang Shiffin oleh tentara Muawiyah pada usia 93 tahun? Jelaskah sekarang, bahwa kelompok Muawiyah adalah kelompok pengkhianat! Tahukah anda apa maksud kalimat pengkhianat (taghee dalam Quran)?

Adalah menarik jika kita perhatikan bahwa penerjemah bahasa Inggris Shahih Muslim (Abdul Hamid Siddiqi) menuliskan catatan kaki mengenai hadis di atas bahwa:

Penuturan ini merupakan fakta yang menunjukkan bahwa ketika terjadi pertempuran antara Sayidina Ali dan musuhnya, Sayidina Ali berada di pihak yang benar karena Ammar bin Yasir yang terbunuh di perang Shiffin, berada di pasukan Ali.21



Perlukah kami memberi komentar?
Kepala yang pertama kali dipisahkan dari tubuh selama masa Islam adalah kepala Ammar bin Yasir. Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya meriwayatkan sebuah hadis yang disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa'd:

Di perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipenggal dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar.22

Akhirnya kami ingin menutup artikel ini dengan dua hadis berikut. Nabi Muhammad berkata:

Jika ada orang yang shalat di antara Rukn dan Maqam (tempat di dekat Kabah) dan berpuasa, tetapi meninggal dengan memendam kebencian terhadap keluarga Nabi Muhammad, ia akan masuk neraka. Dan orang yang menganiaya Ahlulbaitku, sesungguhnya adalah orang kafir dan telah keluar dari agama Islam. Lalu kepada orang yang menimpakan penderitaan kepada keturunanku kutukan Allah senantiasa menyertainya. Dan orang yang menyakitiku dengan cara menyakiti keluargaku, sesungguhnya telah menyakiti Allah dan membuat-Nya murka. Sesungguhnya, Allah telah menutup pintu surga bagi orang yang menganiaya, membunuh, memerangi atau menyakiti Ahlulbaitku.23

Nabi Muhammad berkata:

Barangsiapa yang mengutuk (menganiaya melalui ucapan) Ali, sesungguhnya ia telah mengutukku. Barang siapa yang berani mengutukku berarti ia telah mengutuk Allah. Barang siapa yang telah mengutuk Allah, Allah akan melemparnya ke neraka Jahanam.24

Dengan demikian, sesungguhnya, Muawiyah dan kelompoknya telah mengutuk Nabi Muhammad. Dengan mengutuk Nabi Muhammad berarti mereka mengutuk Allah. Dengan mengutuk Allah, mereka akan masuk neraka. Demi Allah mereka akan diminta untuk bertanggung jawab atas segala yang telah mereka ucapkan dan lakukan! Itulah janji Allah yang tidak akan pernah la ingkari.

"Dan janganlah kalian berpikir bahwa Allah tidak melihat perbuatan orang - orang zalim. Sesungguhnya ia hanya memberi kelonggaran kepada mereka hingga suatu hari dimana seluruh mata kalian akan dibukakan oleh Allah" Allah. " (QS. Ibrahim :42).



Lebih Jauh Mengenai Muawiyah
Berikut ini bukti-bukti lain mengenai Muawiyah dari sejarah dan hadis.

Mengenai sifat Muawiyah, Hasan Bashri berkata:

Muawiyah memiliki empat kecacatan dan salah satunya adalah pembangkangan yang sangat kental; 1) Tuduhannya kepada pengacau masyarakat sehingga ia telah merusak aturannya tanpa berunding dengan anggota masyarakat, padahal ada seorang sahabat nabi dan pemilik kebaikan di antara mereka; 2)

Pengangkatan putranya sebagai penggantinya. Padahal putranya adalah seorang pemabuk, peminum minuman keras, orang yang suka mengenakan sutra dan suka bermain-main dengan anjing dan kera; 3) Pengakuan bahwa Ziyad adalah putranya, padahal Nabi Muhamrnad telah berkata, "Anak ini milik ayahnya dan orang-orang yang berzina harus dirajam; 4) Pembunuhan yang ia lakukan terhadap Hujr dan para sahabatnya. Terkutuklah ia dua kali lipat yang membunuh Hujr dan sahabatnya.25

Berikut ini latar belakang tragedi pembunuhan terhadap Hujr. Dalam usaha menghentikan kebebasan berpendapat, Muawiyah memulainya dengan membunuh Hujr, seorang Tabi'in terkemuka dan sahabat Imam Ali yang dihormati. Ketika Muawiyah berkuasa, saat Imam Ali dikutuk di mimbar-mimbar mesjid, kaum Muslimin merasa sangat sedih dan menderita, tetapi mereka bersabar. Tetapi di Kufah, Hujr tidak dapat mendiamkan hal. ini terlalu lama sehingga sebagai pembelaan, Hujr senantiasa memuji Imam Ali dan mengutuk Muawiyah. Muhghirah, gubernur Kufah saat itu mendiamkan Hujr. Namun, ketika Ziyad menjabat dan wilayah Basrah masuk ke dalam wilayah Kufah, perseteruan antara Ziyad dan Hujr mencuat ke permukaan. Ziyad sering berkata buruk dan Hujr membalasnya. Pada masa ini pula Hujr mengkritik Ziyad ketika ia menunda shalat Jum'at. Akhirnya Hujr dan sahabat-sahabatnya ditahan dengan tuduhan sebagai berikut:

Hujr telah mengorganisir sekelompok orang dan menyumpahi Muawiyah; Hujr telah menghasut orang-orang untuk memerangi Muawiyah; Hujr menyatakan bahwa kekhalifahan adalah milik Imam Ali dan keluarganya;

Hujr mendukung Abu Turab (Imam Ali);
Hujr meyampaikan shalawat kepada Imam Ali.

Berdasarkan tuduhan ini, orang-orang ini dibawa ke hadapan Muawiyah. la memerintahkan agar mereka dibunuh. Sebelum dibunuh, sang algojo berkata kepada mereka, "Kami diperintahkan apabila kalian mencerca Imam Ali dan mengutuknya, kalian akan kami bebaskan, jika tidak kalian harus mati."

Mendengar hal. ini, Hujr dan para sahabatnya menolak untuk mengutuk Imam Ali. Hujr membalas, "Aku tidak mampu mengucapkan kata-kata dari mulutku yang akan membuat Tuahanku murka!"

Demikianlah mereka dibunuh, kecuali Abdurrahman bin Hasan. Muawiyah mengirimnya ke Ziyad dengan perintah agar Ziyad sendiri yang membunuhnya dengan cara yang kejam. Lalu, ia dikubur hidup-hidup.26



Muawiyah Menghidupkan kembali Kebiasaan Zaman Jahiliyah
Kebiasaan memenggal kepala, mengarak-araknya dari satu tempat ke tempat lain, memperlakukan mayat dengan buruk karena dendam kesumat, adalah kebiasaan yang berlaku di zaman Jahiliah. Kebiasaan ini muncul lagi di kalangan kaum muslimin pada kekuasaan Muawiyah.

Fenomena 1: Kepala pertama yang dipisahkan dari tubuhnya adalah kepala Ammar bin Yasir, sahabat terkemuka Nabi Muhammad SAW. Ahmad bin Hanbal dalam MuGnad-nya meriwayatkan sebuah hadis berikut, yang juga disebutkan dalam Tabaqat ibn Sa'd:

Pada perang Shiffin, ketika kepala Ammar bin Yasir dipisahkan dari tubuhnya, dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang berdebat mengenai hal. itu. Mereka saling tuding telah membunuh Ammar."27

Fenomena 2: Kepala kedua yang dipisahkan dari tubuh adalah Umrah bin Hamaq, yang merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Muawiyah menuduh bahwa ia terlibat dalam pembunuhan Utsman. Ketika ia akan ditangkap, ia bersembunyi di sebuah gua. Di sana ia dipatuk seekor ular. Orang-orang yang mengejarnya memenggal kepala Umrah dan membawanya kepada Ziyad. Kemudian ia mengirimnya ke Muawiyah di Damaskus dimana kepala tersebut diarak ke seluruh kota hingga akhirnya dilemparkan ke pangkuan istrinya sebagai hadiah.28

Fenomena 3: Kekejaman yang sama dilakukan terhadap Muhammad bin Abu Bakar yang merupakan Gubernur Mesir untuk Imam Ali. Ketika Muawiyah menaklukkan Mesir, ia ditahan dan dibunuh. Mayatnya diletakkan di perut seekor kera besar yang mati lalu dibakar.29

Fenomena 4: Setelah peristiwa ini, kejadian-kejadian tersebut menjadi hadis bagi orang-orang yang ingin membalas dendam setelah musuh mereka terbunuh. Kepala Imam Husain dipenggal, diarak dari Karbala ke Kufah lalu dari Kufah ke Damaskus. Tubuhnya hancur oleh deru pijakan kaki-kaki kuda yang berlari menginjaknya.30



Beberapa hal. mengenai Muawiyah
Jalaluddin Suyuthi menulis, Ibnu Asakir mencatat dari Hamid bin Hilal, bahwa Aqil, putra Abu Thalib meminta sedekah kepada Ali. la berkata, "Aku adalah orang miskin dan papa, berikanlah aku sedekah. Imam Ali menjawab, "Tunggulah hingga aku mendapatkan upahku sebagaimana kaum Muslim lain, dan aku akan memberi sedekah kepadamu dengannya!" Akan tetapi, Aqil tidak sabar dan terus mendesak.

Lalu Ali berkata kepada seorang lelaki, "Ajaklah ia dan pergilah ke toko-toko milik orang-orang di pasar lalu katakanlah, 'Hancurkan kuncinya dan ambil semua isinya!"'

Aqil berseru, "Apakah engkau ingin menjadikanku pencuri?" Ali menjawab dengan pedas, "Dan apakah engkau ingin menjadikanku pencuri dengan mengambil harta kaum Muslimin, lalu memberikannya kepadamu?" Aqil menjawab, "Seharusnya aku pergi ke Muawiyah ." A1i berkata, Pergilah jika engkau menghendaki!"

Kemudian ia pergi ke Muawiyah dan memohon sedekah. Muawiyah memberinya 100 ribu dirham dan berkata, "Berkhutbahlah di mimbar dan sebutkan semua yang telah Ali berikan kepadamu dan semua yang telah aku berikan kepadamu!" Lalu ia menaiki mimbar, memuji Allah dan berkata, "Wahai manusia, aku beritahu kalian, sesungguhnya aku menguji Ali dalam agamanya dan ia lebih memilih agamanya. Dan sesungguhnya aku menguji Muawiyah dengan agamanya dan ia lebih memilih aku daripada agamanya."31

Suyuthi juga mencatat, Sya'abi berkata bahwa orang pertama yang berkhutbah sambil duduk adalah Muawiyah ketika tubuhnya bertambah gemuk dan perutnya telah membesar. Dicatat oleh Ibnu Abu Shaibah, Zuhri menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan ajaran dilakukannya khutbah sebelum shalat sambil duduk (Abdurrazzaq dalam Musannaf-nya). Dan Said bin Musayyab menyatakan bahwa Muawiyah adalah orang pertama yang mengenalkan panggilan shalat sambil duduk (Ibnu Abu Shaibah), dan mengurangi jumlah takbir.32



Mengacungkan Quran dengan Menggunakan Pedang
Selain berbagai kekejaman yang dilakukan Muawiyah, mungkin perbuatannya mengacungkan Quran dengan menggunakan pedang kepada Imam Ali pada perang Shiffin, tak diragukan mencerminkan sifatnya sebagai seorang penguasa, seseorang yang melakukan segala rara agar tujuannya tercapai. la mempermainkan Kitab Allah untuk menipu orang-orang awam. Akibatnya, dalam sejarah Islam muncul kaum Khawarij.
Ibnu Sa'd meriwayatkan sebuah hadis dari Zuhri:

Di tengah malam, ketika pertempuran Shiffin tengah memuncak dan orang-orang mulai kehilangan harapan, Amru bin Ash berkata kepada Muawiyah, "Lakukanlah saranku! Perintahkan kepada pasukanmu (Muawiyah) untuk membuka Quran (Mengacungkan Quran pada pedang) dan katakan, 'Wahai penduduk Iraq kami menyeru kalian untuk kembali kepada Quran, dan kami menentukan dengan kebaikan yang terkandung dalamnya dari al-Hamd hingga an-Nas!"' Ini akan menyebabkan pertikaian di barisan dan golongan penduduk Iraq dan menciptakan harapan bagi orang-orang Syam. Oleh karenanya, Muawiyah menerima sarannya.33

Peristiwa yang sama juga telah disebutkan secara detil oleh Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Atsir, dan Ibnu Khaldun. Tujuan anjuran itu adalah untuk menimbulkan perselisihan di barisan pasukan Imam Ali, bahkan jika mereka menerima seruan itu, pasukan Muawiyah memiliki waktu untuk memenangkan pertempuran.34



Muawiyah dan Asal Mula Istilah al-jama'ah
Thabari menuliskan bahwa Sajahmasih bersama Band Taghlib hingga mereka mengirim mereka pada `Tahun Persatuan' (al-Jama'ah) ketika penduduk Iraq sepakat untuk mengakui Muawiyah sebagai khalifah pengganti Ali. Muawiyah memutuskan untuk mengusir orang-orang yang sangat setia kepada Ali dan memberi tempat tinggal pada orang-orang Suriah dan Bashrah serta Jazirah yang sangat menaatinya. Merekalah yang disebut sebagai 'orang-orang buangan' dari pasukan kota.35

Jalaluddin Suyuthi menyebutkan fakta mengenai peristiwa ini pada Tarikh al-Khulafa sebagai berikut:

Dzahabi mengatakan bahwa Ka'ab meninggal sebelum Muawiyah diangkat sebagai khalifah dan Ka'ab telah mengatakan kebenaran karena Muawiyah terus berkuasa selama 25 tahun. Tidak ada seorang raja di dunia ini yang menentangnya, tidak seperti raja-raja yang berkuasa setelahnya karena mereka memiliki musuh dan wilayah-wilayah kekuasaan mereka tidak mereka miliki. Lalu Muawiyah berperang melawan Ali dan mengangkat dirinya sebagai khalifah. Kemudian ia menyerang Hasan, yang turun dari kekuasaan karenanya. Akhirnya ia berkuasa sebagai khalifah dari Rabi'ul Akhir/Juanda Awal 41 H. Tahun itu disebut tahun persatuan, karena bersatunya orang-orang dibawah satu kekuasaan kekhilafan. Pada tahun ini Muawiyah menunjuk Marahnya bin Hakam menjadi Gubernur Madinah.36



Muawiyah adalah Seorang Penulis Wahyu
Seorang pendukung Umayah menyebutkan bahwa Muawiyah adalah seorang penulis wahyu. Apakah penilaian anda, kaum Syi'ah, lebih baik dari pada penilaian Nabi Muhammad?

Pada bagian sebelumnya, kami telah memberikan pendapat Nabi Muhammad SAW tentang orang-orang yang memerangi Ahlulbait berdasarkan kumpulan hadis Sunni yang sahih. Menurut Nabi, orang-orang seperti itu adalah orang munafik dan kafir.

Muawiyah dan ayahnya, Abu Sufyan, adalah di antara orang-orang yang memerangi Nabi Muhammad hingga detik-detik terakhir dan ketika mereka tahu bahwa Mekkah akan ditaklukkan dengan cepat dan kekuasaan mereka berakhir, mereka memutuskan pura-pura masuk Islam untuk menyelamatkan diri dan menghancurkan Islam dari dalam. Inilah yang. ingin dicapai Abu Sufyan, putranya, Muawiyah, cucunya, Yazid setiap hari dan setiap malam. Dan sekarang tiba-tiba mereka menjadi penulis wahyu!

Sejak kekhalifahan berada di tangan Bani Umayah, mereka berusaha keras merusak kebenaran dan memutar balikkan segala sesuatu. Mereka mengangkat kedudukan orang-orang, yang ketika Nabi Muhammad masih hidup, tidak memiliki keutamaan khusus dan menyingkirkan orang-orang yang memiliki keutamaan dan keagungan ketika Nabi masih hidup.

Ukuran kehormatan dan kehinaan mereka adalah dendam kesumat yang kental serta kebencian yang besar kepada Nabi Muhammad dan anggota keluarganya, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, semoga kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada mereka.Umayah menaikkan derajat dan membuat hadis palsu, bagi setiap orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW dan Ahlulbait yang telah Allah sucikan dan bersihkan dari segala dosa dan kekotoran di Quran. Mereka mendekati orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW, mengangkat derajat mereka dan memberi kekuasaan sehingga mereka dihormati dan disayangi rakyat. Mereka mencemarkan nama baik, mengarang-ngarang keburukan, memalsukan kebaikan yang menyangkal keunggulan dan keutamaan orang-orang yang dulu mencintai Nabi Muhammad SAW dan senantiasa membelanya.

Umar bin Khattab, orang yang sering mempertentangkan perintah Nabi Muhammad, bahkan kemudian mengatakan bahwa Nabi tengah meracau pada detik-detik terakhir kepergiannya, menjadi pahlawan Islam bagi kaum Muslimin selama masa dinasti Umayah.

Sebaliknya, Ali bin Abi Thalib, yang kepadanya Nabi menyebut bagai Harun bagi Musa, yang mencintai Nabi, dicintai Allah dan RasulNya, washi setiap mukmin, dikutuk di mimbar-mimbar selama 80 tahun. Pengaruh propaganda palsu ini memuncak hingga, ketika berita pembunuhan terhadap Imam Ali yang tengah shalat Shubuh di mesjid, menyebar kepada rakyat Suriah, mereka terkejut dan mempertanyakan apakah Imam Ali memang biasa shalat!

Demikian pula dengan Aisyah, yang menyebabkan banyak penderitaan kepada Nabi Muhammad, melanggar perintahnya dan perintah Tuhannya, bangkit memusuhi penerus Nabi Muhammad dan menyebabkan perselisihan paling buruk, yang sangat terkenal bagi kaum Muslimin, perselisihan yang menyebabkan tumpahnya darah ribuan kaum Muslimin, karena keputusan agama yang diambil darinya. Tetapi Fathimah Zahra, penghulu para wanita di dunia dan akhirat, wanita yang membuat Allah murka apabila ia murka dan menjadikan Allah Ridha apabila ia ridha, menjadi wanita yang dilupakan, yang dimakamkan secara rahasia di malam hari, setelah mereka mengancam akan membakarnya, dan mendorong pintu rumahnya dengan paksa yang menekan perutnya, hingga ia kehilangan bayinya. Sedangkan kitab-kitab hadis mereka penuh dengan hadis Aisyah hanya karena ia adalah satu-satunya wanita yang memerangi Imam Ali.

Selain itu, Yazid bin Muawiyah, Ziyad, putra ayahnya, Ibnu Marjanah, Marwan, Hajjaj, Ibnu Ash, dan orang-orang lain yang dikutuk menurut Quran, dan dikutuk oleh Nabi Muhammad SAW langsung Menjadi pemimpin orang-orang mukmin dan pengatur urusan-urusan mereka. Sedangkan Hasan dan Husain, penghulu pemuda surga, cucu-cucu kesayangan Nabi Muhammad, para Imam dari Nabi Muhammad, penjaga umat, dibunuh, di penjara, dianiaya dan diracun. Dengan cara ini, Muawiyah sang munafik, pemimpin setiap perang yang dilancarkan terhadap Nabi Muhammad, diagung-agungkan, dan dipuji. Sedangkan Abu Thalib, pelindung dan pembela Nabi Muhammad dengan segala sesuatu yang ia miliki, yang melewati masa hidupnya dalam penderitaan dan dalam kebencian karib kerabatnya demi seruan keponakannya, sedemikian besarnya hingga ia tinggal di gua selama 3 tahun bersama Nabi di lembah Mekkah, yang menyembunyikan keislamannya demi Islam, sehingga hubungan dengan Quraisy tetap terbuka sehingga mereka tidak menganiaya kaum Muslimin seperti yang mereka kehendaki dia seperti mukmin dari keluarga Fir'aun yang menyembunyikan keimanannya, lihat Surah al-Mu'rnin ayat 28, mendapat balasan sebagai sepasang penggelincir di neraka, kakinya diletakkan ke neraka dan kepalanya/otaknya keluar dengan rasa sakit.

Dengan cara ini, Muawiyah bin Abu Sufyan, orang yang dibebaskan, putra dari orang yang dibebaskan, orang terkutuk, dan putra dari orang terkutuk, yang sering mempermainkan perintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, yang tidak memperhatikan pentingnya perintah itu, dan orang yang suka membunuh orang-orang tak berdosa dan orang saleh untuk mencapai tujuan busuknya dan biasa memaki-maki Nabi Muhammad SAW, sedang kaum Muslimin melihat dan mendengar, menjadi penulis wahyu! Mereka mengatakan bahwa Allah mempercayai wahyu kepada malaikat Jibril, Muhammad, dan Muawiyah. la juga digambarkan sebagai orang yang pintar berpolitik dan berilmu.

Sedangkan Abu Dzar Ghifari, dimana bumi tidak akan menopang dan langit tidak akan menaungi siapapun yang lebih lurus dalam ucapannya selain dia, dituduh sebagai pengacau. la disiksa, diasingkan, dan dikucilkan ke Rabdhah. Salman, Miqdad, Ammar dan Hudzaifah serta sahabat-sahabat setia Nabi Muhammad lainnya, yang menganggap Imam Ali sebagai pemimpin mereka dan menaatinya, dihukum, diasingkan dan dibunuh.

Orang-orang yang mengikuti mazhab kekhalifahan, pengikut Muawiyah dan para sahabat-sahabat mazhab yang didirikan oleh penguasa zalim, menjadi Ahlussunnah wal Jama'ah dan menjadi wakil Islam. Siapapun yang menentang mereka disebut sebagai orang kafir. Sedangkan orang-orang yang mengikuti mazhab Ahlulbait dan menaati pintunya kota ilmu, orang yang pertama masuk Islam, yang kebenaran senantiasa bersamanya di manapun ia berada, dianggap sebagai orang-orang yang sesat dan siapapun yang memusuhi dan memerangi mereka disebut sebagai orang Islam.

Sesungguhnya kekuasaan dan kekuatan hanya milik Allah, Yang Maha tinggi, Maha kuasa. Allah tentunya mengungkapkan kebenaran ketika ia bersabda:

Jika dikatakan kepada mereka, "Janganlah kalian berbuat aniaya di muka bumi!" Mereka berkata, "Kami adalah orang-orang beriman." Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berbuat aniaya tetapi mereka tidak menyadarinya. Dan jika dikatakan, "Berimanlah sebagaimana orang lain telah beriman! "Mereka berkata, "Apakah kami harus beriman seperti orang-orang bodoh yang beriman?" Merekalah yang sesungguhnyn bodoh, tetapi mereka tidak mengetahuinya.
(QS. al-Baqarah : 13)



Beberapa Komentar
Seorang saudara Sunni menyebutkan bahwa seseorang boleh membunuh orang lain' dengan niat baik dan saling cinta dan keduanya (pembunuh dan orang yang dibunuh) akan masuk surga. Kami, kata mereka, memiliki contoh dari Nabi Ibrahim yang menerima perintah Allah untuk membunuh putranya, Ismail, meski hal. itu hanya ujian dan Allah berniat menguji keduanya. Akhirnya mereka menyembelih domba atas perintah Allah.

Peristiwa di atas memang benar. Tetapi ada kerancuan berfikir pada argumen di atas. Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi dan perintah (untuk menorbankan putranya) diberikan Allah melalui wahyunya. la juga tidak bertengkar dengan Ismail, demikian pula dengan Ismail. Itu adalah perintah Allah, dan ayah serta anaknya tunduk kepada-Nya. Tidak ada pertentangan di antara mereka.

Tetapi kami ingin mengemukakan pertanyaan; Apakah Thalhah Han Zubair menerima wahyu dari Allah untuk membunuh? Apakah Quran memerintahkan mereka untuk memerangi khalifah yang sah? Lalu mengapa mereka tidak mempertentangkan tiga khalifah pertama?

Apakah Muawiyah dan Marwan menerirna wahyu untuk memerintahkan orang-orang mengutuk Imam Ali dan menjadikannya sunnah yang terkenal di kalangan umat? Terakhir, mereka membunuh semua keluarga Nabi Muhammad termasuk cucu kesayangannya. Yakinkah anda ketika seseorang akan membunuh seluruh anggota keluarga Nabi, ia menolak atau takut mengutuk mereka?

Apakah pengutukan terhadap Imam Ali sebuah tanda kecintaan dan niat baik?

Apakah penumpahan darah kaum Muslimin yang tak berdosa merupakan tanda kecintaan dan ketundukan kepada Allah SWT? Apakah pemusnahan keluarga Nabi Muhammad SAW merupakann tanda kecintaan kepada mereka?




Perkembangan Sejarah dan Kumpulan Hadis
Mari kita baca hadis ini dengan teliti dan kita nilai sendiri apakah mungkin kata-kata demikian telah diucapkan oleh Nabi Muhammad. Hadis ini ada di kitab Shahih Muslim dan ditulis pada bagian'Pentingnya Mengikuti Mayoritas Umat'.

Diriwayatkan oleh Hudzaifah bin Yaman bahwa Nabi Muhammad berkata " Akan datang penguasa-penguasa setelahku yang tidak menaati petunjukku, Melaksanakan sunnahku. Hati mereka setan tetapi tubuh mereka berwujud manusia." Aku bertanya, "Apa yang harus aku lakukan jika aku berada saat itu?" Nabi Muhammad berkata " Engkau harus mendengar mereka dan menanti pemimpin-pemimpin itu. Walaupun mereka menyakitimu dan merampas hartamu, engkau harus mengikuti dan menaati mereka."37

Hadis ini hanyalah sebuah contoh. Masih ada lebih dari 12 hadis yang sama dengan hadis ini pada bagian pembahasan yang sama di Shahih Muslim. Siapakah yang menyatakan bahwa hadis ini shahih bagi kita? Bukankah mereka adalah orang-orang yang ingin menjadikan kerajaan mereka kuat dan terbebas dari kemungkinan ada penentangnya? Pendapat apapun yang bertentangan dengan ucapan Nabi yang dibuat-buat tadi, dan orang-orang yang bertentangan dengannya akan dihukum mati. Di hadis lain pada bagian selanjutnya pada hadis Shahih Muslim, Nabi telah memerintahkan untuk membunuh orang-orang yang tidak menaati penguasa-penguasa zalim ini. Mari kita lihat asal kitab-kitab ini dan siapa yang mengendalikan penulisannya.

Muawiyah adalah orang pertama yang tertarik ingin menulis sejarah dan mengumpulkan hadis-hadis palsu. la mendapatkan sebuah sejarah masa lalu yang ditulis oleh seorang bernama Ubaid yang ia panggil dari Yaman.

Marwan yang telah diasingkan oleh Nabi Muhammad karena kegiatan-kegiatan anti Islamnya dan yang memiliki pengaruh besar pada Utsman, adalah musuh bebuyutan Ali. Putranya, Abdul Malik naik tahta pada tahun 65 H mengangkat dirinya sendiri pada tahun 73 dan meninggal pada tahun 86. Abdul Malik adalah salah satu orang yang melalui sumbangannya, serangkaian sejarah Islam, hadis, dan tafsir Quran diberikan.

Zuhri adalah sejarahwan pertama yang menulis sejarah Islam atas perintah dan pembiayaan langsung dari Abdul Malik. la juga menulis kumpulan hadis. Karya Zuhri adalah salah satu sumber utama hadis-hadis Bukhari. Zuhri sangat dekat dengan keluarga bangsawan Abdul Malik, dan guru bagi putra-putranya.38

Dua orang murid Zuhri yang bernama Musa bin Uqbah dan Muhammad bin Ishaq menjadi menjadi sejarahwan terkenal. Musa dulunya adalah seorang budak di rumah Zubair. Meskipun sejarahnya sekarang tidak ada karyanya merupakan karya yang terkenal untuk waktu yang lama. Anda akan menemukan referensi-referensinya di banyak buku-buku sejarah dengan pembahasan yang berbeda-beda.

Murid kedua, Muhammad bin Ishaq adalah sejarahwan terkemuka bagi kaum Sunni. Biografi Nabi karyanya, berjudul 'Sirah Rasulullah' masih menjadi sumber sejarah yang diakui dalam bentuk yang diberikan oleh Ibnu Hisyam, dan dikenal sebagai Sirah ibn Hisyam.

Zuhri adalah orang pertama yang menyusun hadis seluruh sejarah dan kitab Sunni ditulis setelahnya oleh orang-orang yang berpengaruh dalam karya-karya ini.39

Penjelasan diatas memberi bukti pada fakta-fakta berikut; 1) Kitab sejarah kaum Sunni pertama kali disusun atas perintah langsung dari Dinasti Umayah; 2) Penulis pertama adalah Zuhri, lalu dilanjutkan oleh kedua muridnya, Musa dan Muhammad bin Ishaq; 3) Para penulis ini sangat dekat dengan keluarga Dinasti Umayah.

Kebencian keluarga Umayah kepada Bani Hasyim (keluarga Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Thalib) sangat terkenal. Perang antara Abu Sufyan dengan Nabi Muhammad di Karbala oleh cucu Abu Sufyan, hanya beberapa perkara kejahatan paling utama dari sederetan kejahatan lain. Penjahat-penjahat inilah yang pertama kali menuliskan kitab-kitab sejarah dan hadis. Mereka memalsukan hadis untuk membenarkan tindakan mereka dan menyatakan bahwa Nabi telah memerintahkan untuk menaati mereka walau mereka zalim. Kutipan ini hanya salah satu contoh hadis di atas.

Siapa orang pertama yang memakai istilah 'Ahlussunnah wal Jamaah'? Jika diteliti dalam kitab-kitab sejarah, akan ditemukan bahwa mereka sepakat menyebut saat-saat ketika Muawiyah merampas kekuasaan dengan sebutan 'tahun al-Jama'ah' yang artinya mayoritas umat. Disebut demikian karena negara Islam terbelah menjadi dua golongan setelah Wafatnya Utsman, yaitu, Syi-ah Ali dan Syi-ah Muawiyah (Sunni sekarang). Ketika Imam Ali syahid dan Muawiyah mengambil alih kekuasaan, tahun itu disebut 'tahun Jama'ah' selain dua golongan ini, umat yang dipimpin Muawiyah memenangkan kekuasaan, dan golongan lain dianggap sebagai saingan yang berbahaya. Oleh karenanya, istilah 'Ahlulssunnah wal Jamaah' menunjukkan sunnah Nabi yang dibuat-buat oleh Muawiyah dan kesepakatan akan kepemimpinannya.

Para Imam dan anggota Ahlulbait yang merupakan keturunan Nabi Muhammad, lebih mengetahui sunnah kakek mereka serta semua yang menyertainya dari pada orang lain, sebagaimana pepatah menyatakan; "Orang Mekkah lebih mengetahui jalannya dari pada orang lain." Tetapi banyak orang tidak mengikuti 12 Imam yang telah disebutkan Nabi Muhammad tentang jumlah mereka (sebagaimana dalam Shahih alBukhari) dan nama-nama mereka (sebagaimana dalam Yanabi al-Mawaddah oleh Qunduzi Hanafi). Meskipun Bukhari dan Muslim mengakui 12 Imam itu, mereka senantiasa berhenti pada empat khalifah.



Syi'ah/Sunni dan Penelitian Hadis
Satu perbedaan utama antara Syi'ah dan Sunni adalah bahwa Sunni menerima hadis dari sahabat Nabi manapun meskipun para sahabat ini saling berperang, bermusuhan, berontak kepada khalifah yang sah dan membuat-buat hal-hal. baru dalam agama. Syi'ah, meyakini bahwa perawi dalam rangkaian sebuah hadis harus adil. Jika mereka pernah melakukan ketidakadilan dalam sejarah (seperti yang disebutkan sebelumnya) riwayat mereka tidak diterima bagi kami kecuali jika hadis yang sama telah diriwayatkan oleh rangkaian perawi lain yang semuanya terbukti dapat dipercaya.

Salah satu sahabat dari Mazhab Wahabi mengatakan bahwa Syi'ah, ketika meriwayatkan sebuah hadis, hanya menyatakan Imam ini dan itu berkata, satu teman kami berkata lalu bagaimana kita dapat menshahihkan hadis tersebut?

Jika seseorang telah mendengar sesuatu langsung dari 12 Imam dan orang tersebut dapat dipercaya dan riwayatnya tidak bertentangan dengan Quran, hadis tersebut bagi kami shahih, karena kami meyakini kesucian para Imam juga para Rasul. Pengetahuan ilmu Imam berasal dari ilmu kakek dan nenek moyang mereka hingga dari Rasul.

Tetapi, rangkaian perawi tetap harus diperhatikan. Jika rangkaiannya terputus, hadis tersebut dianggap lemah sanadnya. Oleh karenanya, semua nama perawi harus disebut namanya, dan itulah keadaan sesungguhnya bagi mayoritas kumpulan hadis Syi'ah.

Bagaimanapun, hanya ada sejumlah hadis dalam Ushul al-Kaji yang unsur terakhirnya hilang yaitu, nama orang yang meriwayatkan kepada Kulaini. Kulaini tidak menyebutkan nama, tetapi menggunakan frase 'kelompok sahabat kami'. Tetapi Kulaini telah menyebutkan semua elemen-elemen lain dalam rangkaian tersebut.

Alasan yang mendasari hal. tersebut adalah, seperti yang Mall kami sebutkan sebelumnya, Syi'ah senantiasa berada dalam ancaman/ penganiayaan pemimpin-pemimpin zalim termasuk penguasa Abbasiali. Jika Kulaini menyebutkan nama orang yang meriwayatkan hadis kepadanya dan masih hidup, lalu apabila kitabnya ditemukan oleh para pejabat, semua perawi akan dibunuh. Untuk melindungi mereka, ia tidak menyebutkan nama mereka dan menggantinya dengan sebutan 'sekelompok sahabat kami'. Namun ia menyebutkan nama orang-orang tersebut padanya setelah mereka wafat.

Untungnya karena Kulaini mengetahui aturan penelitian hadis Syi'ah, ia mengatakan kepada beberapa muridnya bagaimana nama-nama perawi terakhir itu disusun. Secara lebih spesifik, disebutkan bahwa:

Ketika disebutkan dalam Ushul al-Kafi, bahwa 'sekelompok sahabat meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Isa', kelompok ini terdiri dari 5 orang yang bernama Abu Ja'far Muhammad bin Yahya Attar Qu mmi, Ali bin Musa bin Ja'far Kamandani, Abu Sulaiman Daud bin Kaurah, Qummi, Abu Ali Ahmad bin Idris Ahmad Asy'ari Qummi, Abu Hasan Ali bin Ibrahim bin Hasyim Qummi.

Ketika disebutkan dalam Ushul al-Kafi; 'Sekelompok sahabat yang meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad bin Khalid Baraqi', mereka adalah Abu Hasan Ali bin Ibrahim bin Hasyim Qummi, Muhammad bin Abdillah bin Udainah, Ahmad bin Abdillah bin Umayah, Ali bin Husain Sa'd Abadi.

Apabila disebutkan dalam Ushul al-Kafi, 'Sekelompok sahabat meriwayatkan dari Sahl bin Ziyad', mereka adalah 4 orang bernama Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Aban Razi, yang dikenal sebagai Kulaini, Abu Husain Muhammad bin Abdillah bin Ja'far bin Muhammad bin Aun Asadi Kufi, penduduk Ray, Muhammad bin Husain bin Farrukh Saffar Qummi, Muhammad bin Aqil Kulaini.

Apabila disebutkan dalam Ushul al-Kafi, 'sekelompok sahabat meriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad yang meriwayatkan dari Hasan bin Ali bin Fadhl', mereka adalah Abu Abdillah Husain bin Muhammad bin Imran bin Abi Bakr Asy'ari Qummi.
Dengan demikian, perawi hadis-hadis tersebut diketahui dan dapat diteliti. Tetapi kami tidak mengklaim bahwa al-Kafi merupakan buku yang semua hadisnya shahih bagi Syi'ah.



Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, jilid 1, hal. 48; Shahih at-Turmudzi, jilid 3, hal. 643; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 142; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 84, 95128; Tarikh al-Kabir, Bukhari (penulis kitab Shahih al-Bukhari) jilid 1, bagian 1, hal. 202; Hilyat al-Awliya', Ibnu Nu'aim, jilid 4, hal. 185; Tarikh, Khatib Baghdad, jilid 14, hal. 462.
2. Referensi hadis Sunni: Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 639, hadis 1086; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 47; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Tabri, Jilid 3, hal. 242; Dharkha'ir al-Uqbah. Muhib Tabri, hal. 91.
3. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 34, hal. 46, hadis 141.
4. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 699; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 52; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 767, hadis 1350; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 149; Majm az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 169; al-Kabir, Tabarani, jilid 3, hal. 30; juga di al-Awsat, Jatni'us Saghir, Ibani, jilid 2, hal. 17; Shawaiq al-Mithriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, bagian l, hal. 221; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 7, hal. 137; Talkish, Dzahabi, jilid 3, hal. 149; Dhakha'ir al-Uqbah, Muhib Thabari, hal. 25; Misykat al-Masabih, Khatib Tabrizi, versi bahasa Inggris, hadis 6145, dan seterusnya seperti Ibnu Habban, dll.
5. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 3, hal. 483; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 580, hadis 981; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 129; ash-Sawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, bag I, hal. 263, Ibnu Habban, Ibnu Abdul Barr, dll.
6. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim jilid 3, hal. 121. Hakim menyebutkan bahwa hadis ini shahih; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 6, hal. 323; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 594, hadis 1011; Majma az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 130; Misykat al-Masabih, versi bahasa Inggris, hadis 6092; Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, hal. 173; Dan masih banyak lagi seperti Tabarani, Abu Ya'la, dll.
7. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, bab mengenai 'Keutamaan Para Sahabat', bagian 'Keutamaan-keutamaan Imam Ali , versi bahasa Arab, jilid 4, hal. 1871, hadis 32. Untuk versi bahasa Inggris, lihat bab 996, hal. 1284 hadis 5916.
8. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, bab mengenai 'Keutamaan Para Sahabat', bagian 'Keutamaan Ali', versi bahasa Arab, jilid 4, hal. 1874, hadis 38.
9. Lihat kitab Sunni berjudul 'Sejarah Banga Arab'oleh Amir Ali, bab X, hal. 126-127.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 188; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 234, jilid 4, hal. 154; al-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, hal. 259; jilid 9, hal. 80.
11. Referensi hadis Sunni: Mu'jam al-Butdan, Hamawi, jilid 5, hal. 38.
12. Referensi hadis Sunni: al-Aqd al-Farid, jilid 2, hal. 300.
13. Referensi hadis Sunni: Rabiah al-Barar, Zamakhsyari; Hafizh Jalaluddin Suvuthi.
14. Referensi hadis Sunni: Khulafa ar-Rasul, Muhammad Khalid, hal. 531 (kutipan di atas termasuk tanda-tanda baca yang diberikan penulis); Sawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, akhir Bab II, hal. 336.
15. Beberapa referensi hadis Sunni yang meriwayatkannya di antaranya: Tathkarat al-Khawash, Sibt bin Jawzi Hanafi, hal. 191-194; Sirah, Ibnu Abdul Barr; Suddi; Sha'bi; Abu Nu'aim.
16. Referensi hadis Suruzi: ath-Thayuriyyat, Salafi, dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 9, bag 4, hal. 197; Sejarah Khalifah, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 202.
17. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, peristiwa tahun 51 H, pelaksanaan hukuman Hujr bin Adi, jilid 18, hal. 122-123.
18. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa. Inggris, peristiwa tahun 51 H, jilid 18, hal. 149.
19. Shahih Muslim versi bahasa Inggris, jilid 4, bab 1205, hadis 6968.
20. Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, Bab 1205, hadis 6970.
21. Catatan kaki Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, jilid 4, hal. 1508.
22. Referensi hadis Sunni: Musnad, Ahmad (diterbitkan di Darul Ma'arif, Mesir 1952), hadis 6538, 6929; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 3, hal. 253.
23. Referensi hadis Sunni: ash-Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab II, hal. 357. la berkata bahwa hadis ini shahih.
24. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 6, hal. 33.
25. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, peristiwa tahun 51 H, jilid 8, hal. 154; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 242; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 8, ha1.130, yang menyebut keburukan pertama Muawiyah adalah memerangi Ali; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 242; Khilafah Mulukiyah, Sayid Abu Ala Maududi, hal. 165-166.
26. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, ha1.190-206; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 1, hal. 35; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 234-242; al-Biyadah wa Nihayah, jilid 6, hal. 50-55; Tarikh, Ibnu Khaldun, jilid 3.
27. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, hadis 6538, 6929, dicetak di Darul Ma'arif, Mesir 1952; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, hal. 253.
28. Referensi hadis Sunni: at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 6, hal. 25; AI-Isti'ab, jilid 2, hal. 440; AI-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, hal. 48; Tahdzib at-Tahdzib, jilid 8, hal. 24.
29. Referensi hadis Sunni: al-Isti'ab, oleh Ibnu Abdul Barr, jilid 1, hal. 235; Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 79; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 180; Tarikh Ibnu Khaldun, jilid 2, hal. 182.
30. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, jilid 4, hal. 349-351,356; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 296-298; al-Bidayah wa Nihayah, jilid 8, ha1.189-192.
31. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 208.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 204.
33. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 4, hal. 255; Khalifah Mulikiyat, Abu Ala Mauduli, hal. 345.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 34; al-Bidayah wa Nihayah, oleh Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 272; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 160; Tarikh ibn Khaldun, jilid 2, hal. 174; Khilafah Mulukiyat, Maududi, hal. 345.
35. Penerjemahnya menulis menurut tahun persatuan sebagai berikut; Am al-Jama'ah 40 H/600-661, disebut demikian karena kaum Muslimin secara bersama-sama mengakui Muawiyah sebagai khalifah, untuk menghentikan perpecahan politik di perang saudara yang pertama kali. Pace Caetani, hal. 648; lihat Tarikh, Abu Zahrah Dimasyqi, 188 (No 101) dan 190 (No 105). Referensi hadis Sunni: Sejarah, Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 10, hal. 97.
36. Referensi hadis: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuthi, versi bahasa Inggris, hal. 204 (Bab Muawiyah bin Abu Sufyan).
37. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, Bab Imarah (Bab 33, untuk versi bahasa Arab) bagian mengenai 'Pentingnya Mengikuti Mayoritas Umat', edisi 1980, versi bahasa Arab (Saudi Arabia), jilid 3, hal. 1476, hadis 52.
38. As-Sirah Nabawiyyah, Syilbi, sejarahwan Sunni terkemuka, bag. l, hal. 13-17.
39. Lihat Sirah Nabawiyyah, Syilbi, bag.l, hal. 13-17.

33
ANTOLOGI ISLAM

BAB 10: KEISLAMAN ABU THALIB
Menarik apabila kita menganalisa ayat-ayat yang oleh beberapa perawi Sunni dinyatakan turun berkenaan dengan Abu Thalib yang kafir.

Mereka melarang (orang lain) mendengarnya dan mereka menghindarkan diri dari padanya. Mereka hanya membawa kebinasaan bagi jiwa mereka sendiri tanpa mereka sadari. (QS. al-An'am : 26)

Thabari mengisahkan dari Sufyan Tsauri yang meriwayatkan dari Habib bin Tsabit yang meriwayatkan dari seseorang yang menyatakmn bahwa Ibnu Abbas berkata, "Ayat ini turun ditujukan untuk Abu Thalib karena ia selalu melindungi Nabi Muhammad dari orang-orang kafir tetapi tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat."1

Mari kita perhatikan apakah ideologi dibalik penafsiran ini benar atau salah, sehingga kita tidak memiliki keraguan. Meneliti lebih jauh penafsiran di atas malah akan membuat kita yakin bahwa itu hanyalah usaha sia-sia untuk mendeskreditkan Abu Thalib.

Ayat tersebut berbicara tentang orang yang masih hidup, karena menyebutkan 'orang yang melarang orang lain untuk melakukannya dan ia pun tidak melakukannya.''Tentunya orang yang sudah Meninggal tidak dapat berpikir untuk melarang seseorang untuk melakukan sesuatu dan mereka harus hidup untuk dapat melakukan hal itu. Hal ini memberi keyakinan bahwa ayat tersebut tidak ditujukan kepada Abu Thalib.

Rangkaian perawi putus setelah Habib bin Abu Tsabit dan Sufyan tidak menyebut orang yang meriwayatkan dari Habib bin Abu Tsabit, dan semua mengatakan bahwa ia (Habib) meriwayatkan dari seseorang yang mendengar dari Ibnu Abbas. Kriteria ini tidak dapat diterima menurut standar hadis karena rangkaian perawinya tidak lengkap. Oleh karena itu hadis ini tidak diterima.

Apabila kita masih menerima rangkaian perawi, dan Habib bin Abu Tsabit adalah satu-satunya orang yang meriwayatkan hadis ini, kitab Rijal membuktikan bahwa kita tetap tidak dapat menerimanya karena alasan berikut.

Menurut Ibnu Habban, Habib adalah seorang 'penipu' dan Aqili bin Aun'menghindari Habib karena ia telah menyalin hadis dari Ata'a yang benar-benar mutlak tidak dapat diterima.

Qita' an mengatakan bahwa hadis-hadis Habib selain Ata' an tidak dapat diterima dan tidak lepas dari kepalsuan. Abu Daud mengutip dari Ajri bahwa hadis tersebut diriwayatkan dari Ibnu Zamrah tidak benar. Ibnu Khuzaimah berpendapat bahwa Habib adalah seorang 'penipu'.

Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Habib adalah hadis yang dibuat-buat sendiri, dan setelah membaca pandangan para ahli Rijal, bagaimana kita menerima hadisnya? Tetapi hal ini tidak boleh membuat kita berhenti menyelidiki isu tersebut, dan apabila kita menerima bahwa Habib dapat dipercaya, kita lihat Sufyan, perawi terakhir dalam rangkaian hadis yang memusuhi Abu Thalib. Kita tetap menyatakan hadis ini tidak sahih, karena Dzahabi menulis tentangnya bahwa riwayat yang dibuat Sufyan palsu.3Sulit bagi kami untuk meyakini bahwa meski penafsir yang telah menuliskan hadis ini adalah orang yang sangat terkemuka, mereka telah menyalin dari orang-orang rendah tersebut tanpa ragu.

Meskipun semua hadis lemah yang telah diriwayatkan oleh perawi - perawi lemah, kami menemukan hadis dari Ibnu Abbas yang murni yang mengatakan kebalikan dari hadis tersebut di atas.

Thabari menyatakan bahwa hadis di atas ditujukan kepada orang mrang musyrik yang sering menjauhi Nabi dan saling menasehati untuk menjauhinya.'Kenyataan menyatakan bahwa Abu Thalib tidak pernah menganjurkan orang lain untuk menjauhi Nabi Muhammad. Bahkan banyak dari orang-orang yang menuduhnya tidak pernah mengucap dua kalimat syahadat mengakui bahwa ia membantu Nabi dalam segala kesukaran di masa Islam yang masih muda dengam segala sesuatu yang ia miliki. la juga membesarkan Nabi ketika masih kecil dan menerima kalau Imam Ali dibesarkan oleh Nabi.

Sebenarnya ia telah Islam sejak awal, tetapi ia melakukan taqiyah (menyembunyikan keimanan) sehingga dapat menjadi perantara antara Nabi Muhammad dan pemimpin-pemimpin orang kafir di Mekkah (seperti Abu Sufyan).

Penting untuk dicatat bahwa kami tidak yakin bahwa orangtua Nabi Muhammad dan para Imam harus mutlak sempurna. Kami meyakini bahwa orangtua mereka dan seluruh nenek moyangnya saleh dan orang beriman, beragama Islam selama hidup mereka.



Hadis tentang Kekafiran Abu Thalib
Sejumlah sejarahwan dan ahli hadis mencatat bahwa Abu Thal wafat dalam keadaan kafir. Beberapa dari mereka meriwayatkan ayat, "Rasulullah dan orang-orang beriman tidak diperkenankan untuk memohon ampunan Allah bagi orang kafir meski mereka adalah keluarga, karena telah jelas bagi mereka bahwa orang-orang kafir ini berasal dari penghuni neraka. "Penafsiran dan pernyataan palsu tersebut dibuat-buat sebagai kampanye fitnah yang dilakukan Bani Umayah dan sekutunya dalam memerangi Imam Ali. Dengan memalsukan hadis tersebut mereka berusaha meyakinkan umat bahwa Abu Sufyan, ayah Muawiyah, lebih baik dari pada Abu Thalib, ayah Imam Ali, dengan menyatakan bahwa Abu Sufyan wafat dalam keadaan Islam sedangkan Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir.

Pencatat hadis dan sejarahwan mengambil hadis ini tanpa memperhatikan bukti tipu daya mereka. Mereka tidak berusaha memeriksa hadis ini padahal tanggal turunnya wahyu dari ayat di atas membuktikan bahwa ayat tersebut tidak berkenaan dengan Abu Thalib (semoga Allah senantiasa ridha kepadanya).
Dengan hadis itu sendiri, kita lihat apa yang dinyatakan kitab yang dianggap paling sahaja oleh kaum Sunni.

Bukhari dalam sahihnya mencatat, diriwayatkan oleh Musyaid:

Ketika kematian Abu Thalib mendekat, Rasulullah mendekatinya. Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah telah berada di sana. Rasulullah bersabda, "Wahai paman, katakanlah, 'Tiada yang patut disembah kecuali Allah sehingga aku dapat membelamu dengannya di hadapan Allah.' Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah berkata, "Wahai Abu Thalib! Apakah engkau akan mengulang kembali ucapan agama Abdul Muthalib?" Lalu Nabi berkata, "Aku akan tetap memohonkan (kepada Allah) ampunan bagimu meski aku dilarang melakukannya. Lalu turunlah Surah at-Taubah ayat 113, "Tiadalah patut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang yang musyrik itu kaum kerabatnya sendiri, setelah nyata bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu penghuni Jahanam."

Ayat di atas merupakan salah satu ayat dari surah at-Taubah. Beberapa hal mengenai ayat ini; Pertama: Surah dari ayat ini turun di Madinah, kecuali dua ayat terakhir (192 dan 129); Kedua: Ayat yang menjadi topik pembahasan kami adalah ayat 113; Ketiga: Surah at-Taubah turun pada tahun 9 Hijriah. Surah ini berkisah tentang peristiwa yang terjadi selama kampanye Tabuk, yaitu pada bulan Rajab 9 H. Nabi Muhammad telah memerintahkan Abu Bakar untuk mengumumkan bagian pertama surah ini pada musim haji di tahun itu ketika Nabi mengutusnya sebagai Amirul Hajj. Lalu, ia mengutus Imam Ali untuk mengambil alih tugas Abu Bakar dan mengumumkannya, karena Allah memberi perintah kepada Nabi bahwa tidak ada seorang pun yang menyampaikan wahyu kecuali dirinya sendiri atau salah satu anggota keluarganya.

Banyak ahli hadis Sunni mencatat bahwa Nabi Muhammad mengutus Abu Bakar kepada orang-orang Mekkah sambil membawa surah at-Taubah dan ketika ia maju ke depan, Nabi Muhammad mengutusnya dan Memintanya untuk memberikan surah tersebut dan berkata, "Tiada seorangpun yang membawa surah ini kepada mereka kecuali salah satu dari Ahlulbaitku." Lalu, Nabi Muhammad SAW mengutus Ali.6

Ahmad dalam Musnad-nya menambahkan bahwa Abu Bakar berkata, "Nabi Muhammad SAW mengutusku untuk membawa surah at-Taubah kepada penduduk Mekkah. Setelah tahun ini tidak boleh ada penyembah berhala yang melakukan ziarah. Tidak boleh ada orang yang bertelanjang mengelilingi Kabah. Tidak ada orang yang masuk surga kecuali jiwa orang Muslim. Masyarakat penyembah berhala manapun yang melakukan perjanjian perdamaian dengan Nabi Muhammad berdamai, perjanjiannya berakhir tanpa ada batas yang ditentukan (tanpa batas waktu), Allah serta utusan-Nya sangat tegas kepada para penyembah berhala."

Syilbi Numani juga dalam Sirah Nabi; menuliskan:

Pada tahun 9 hijriah, Kabah untuk pertama kalinya disucikan sebagai rumah utama menyembah Allah bagi pengikut Nabi Ibrahim...; Sekembalinya dari Tabuk, Nabi Muhammad mengutus sebuah khafilah yang terdiri dari 300 umat Islam dari Mekkah hingga Madinah untuk melaksanakan ibadah haji.'

Kembali ke at-Taubah ayat 113, ayat ini tidak diperuntukkan bagi Abu Thalib karena ia wafat di Mekkah 2 tahun sebelum hijrah. Sekarang kami akan mengutip Syilbi Numani, dalam Sirah Nabi.



Wafatnya Khadijah dan Abu Thalib (Tahun ke-10 turunnya wahyu)
Sekembalinya dari gunung, Nabi Muhammad hampir tidak pernah melewatkan hari-harinya dalam kedamaian setelah Abu Thalib dan Khadijah wafat. la mengunjungi Abu Thalib terakhir kalinya ketika sedang menjelang ajal. Abu Jahal dan Abdullah bin Umayah telah berada di sana. Nabi meminta Abu Thalib untuk mengucap dua kalimat syahadat, sehingga ia akan Memberi kesaksian tentang keimanannya di hadapan Allah. Abu Jahal dan Ibnu Umayah bertengkar dengan Abu Thalib dan bertanya apakah ia akan berpaling dari agamanya Abdul Muthalib. Pada akhirnya, Abu Thalib berkata bahwa ia akan mati dalam keadaan beragama Abdul Murtad. Kemudian ia berpaling kepada Nabi Muhammad dan berkata bahwa ia akan mengucapkan 2 kalimat syahadat tetapi takut kalau-kalau ada orang Quraisy menuduhnya takut mati. Nabi Muhammad berkata bahwa ia akan berdoa kepada Allah baginya hingga Allah memberi perlindungan.9

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Abu Thalib menjelarag ajal, bibirnya bergerak-gerak. Abbas yang hingga saat itu masih menjadi orang non-Muslim, mendekatkan telinganya ke bibir Abu Thalib dan berkata bahwa ia tengah mengucapkan 2 kalimat syahadat sebagaimana yang Rasulullah inginkan.10

Semua referensi yang kami sebut pada paragraf di atas bukan berasal dari kami demikian juga dengan kalimat yang tercetak miring. Semua itu diberikan oleh Syilbi Numani sendiri.

Syilbi Numani lebih jauh menuliskan:

Tetapi menurut pendapat seorang ahli hadis, riwayat Bukhari ini tidak pantas dinyatakan sebagai hadis yang dapat dipercaya karena perawi terakhirnya adalah Musayab yang masuk Islam setelah tumbangnya Mekkah, dan ia tidak berada di tempat kejadian ketika Abu Thalib wafat. Karena hal inilah Aini dalam tafsirnya menyatakan bahwa hadis ini mursal."

Syilbi menuliskan:

Abu Thalib banyak berkorban bagi Nabi Muhammad dan tak seorangpun yang menyangkalnya. la bahkan akan mengorbankan putra-putrinya demi Nabi. la akan menghadapi sendiri kebencian seluruh negeri demi Nabi dan melewati tahun demi tahun dalam penyerangan dan derita kelaparan karena diasingkan, tanpa makanan dan minuman. Apakah semua, rasa cinta, pengorbanan serta ketaatannya sia-sia?

Memohon ampun bagi orang yang sudah tiada biasanya dilakukan pada waktu shalat jenazah. Kalimat 'Tidak diperkenankan bagi Nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan bagi orang kafir' menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tengah berada bersama orang beriman lainnya (dalam shalat berjamaah) memohonkan ampunan bagi orang kafir.

Sebenarnya, shalat jenazah tidak diperintahkan sebelum hijrah (ke Madinah). Shalat jenazah pertama dilakukan oleh Nabi ketika menshalati jenazah Burah bin Marur.

Nampaknya ayat ini turun setelah Nabi melakukan shalat jenamh bagi seorang munafik yang berpura-pura beragama Islam padahal ia menyembunyikan kekafirannya. Mungkin ayat ini turun ketika Nabi Muhammad melakukan shalat bagi Abdullah bin Ubay yang meninggal pada tahun 9 dan sangat terkenal dengan kemunafikannya, kebenciannya kepada Nabi Muhammad dan permusuhannya terhadap Islam. Mengenai Abdullah bin Ubay dan pengikutnya, surah al-Munafiqun turun sebelum saat itu. Sekiranya ahli sejarah dan ahli hadis mencatat dengan lebih teliti dan logis, mereka tidak akan melakukan kesalahan sejarah.

Berikut ini hadis Shahih al-Bukhari yang menyebutkan peristiwa yang serupa dengan hadis sebelumnya. Diriwayatkan Musyaib:

Ketika Abu Thalib menjelang ajal, Nabi Muhammad menemuinya dan melihat ada Abu Umayah bin Mughirah. Nabi Muhammad berkata, "Wahai paman, ucapkanlah tiada yang patut disembah kecuali Allah, kalimat yang aku jadikan pembelaan bagimu di hadapan Allah!" Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah berkata kepada Abu Thalib, "Apakah engkau akan meninggalkan agama nenek moyangmu, Abdul Muthalib?" Nabi Muhammad terus memintanya mengucap kalimat syahadat sedangkan dua orang tadi mengulang-ulang kalimat mereka hingga Abu Thalib mengatakan kepada mereka terakhir kali, 'Aku mengikuti agama Abdul Muthalib dan menolak untuk mengatakan 'tiada yang patut disembah kecuali Allah.' Nabi berkata, "Demi Allah, aku akan tetap memohonkan ampunan Allah bagimu meskipun dilarang (Allah)!"

Lalu Allah menurunkan ayat 113 (surah at-Taubah), "Tiada bpatut bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untukn memohonkan ampunan Tuhan bagi orang-orang musyrik." Kemudian Allah menurunkan ayat khusus bagi Abu Thalib, "Sesungguhnya Engkau (Muhammad) tidak dapat men unjuki orang yang engkau kehendaki, tetapi Allah yang memberi petunjuk orang-orang yang Ia kehendaki." (QS. al-Qashash : 56).12

Pembaca akan terkejut mengetahui bahwa dua ha dis yang disebutkan di atas membuktikan bahwa dua ayat turun berturut-turut. Tetapi hal ini bertolak belakang dengan hadis yang disebutkan Bukhari dalam sahihnya, dan membuktikan bahwa surah at-Taubah adalah salah satu surah yang terakhir turun. Berikut ini hadisnya; dari riwayat Bara, "Surah terakhir yang turun adalah surah at-Taubah..."13

Tetapi di manakah kesalahan hadis tersebut? Ayat yang disebutkan dari surah al-Qashash, turun kira-kira 10 tahun sebelum surah at-Taubah, dan turun di Mekkah, sedang surah at-Taubah turun di Madinah. Kajilah dan anda akan menemukan bahwa dalam usaha yang sia-sia untuk mendiskreditkan Abu Thalib dan menyatakannya sebagai orang kafir, tatanan turunnya Quran tidak dipertimbangkan. Bayangkan waktu turunnya kedua surah tersebut, dan persoalannya akan menjadi jelas. Sejarah juga menceritakan bahwa Musayab tidak menyukai Imam Ali dan menolak melakukan shalat jenazah bagi Imam Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.14 Dapat disimpulkan bahwa pemalsuan hadis ini dilakukan untuk mengangkat derajat Umayah dari Bani Hasyim.

Kami juga menemukan penafsiran yang sangat mengherankan, dari penafsir Sunni yang dihormati, Fakhruddin Razi dalam tafsirnya dengan sumber surah Qashash ayat 56. la menyebutkan ayat ini tentang Abu' Thalib, 'bukan' karena pendapat pribadinya, tetapi dari beberapa ulama lainnya. Anehnya, ia mengakui bahwa ayat ini tidak dapat dikait-kaitkan kepada keimanan Abu Thalib.15



Quran dan Orang-orang Kafir
Tiadalah patut bagi Nabi dan orang - orang yang beriman untuk memintakan ampunan bagi mereka bahwa orang-orang yang musyrik itu sekalipun orang orang yang musyrik itu kerabatnya sendiri. Setelah nyata bagi mereka bahwa orang - orang yang musyrik itu penghuni jahanam (QS. at-Taubah : 113).

Setelah terbukti bahwa ayat ini bukan diperuntukkan bagi Abu Thalib, dimana Nabi dan kaum Muslimin diperintahkan untuk tidak mendoakan orang musyrik, akan berguna apabila kita memperhatikan ayat-ayat tersebut yang meminta agar Nabi Muhammad dan orang-orang beriman untuk tidak membuat ikatan hubungan dengan orang musyrik, apalagi menshalatinya, tanpa cinta dan rasa hormat.

Engkau tidak akan menemukan masyarakat orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat berhandai taulan dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun penantang-penantang itu bapak-bapaknya, atau anak-anaknya, atau saudarasaudaranya; ataupun keluarganya sendiri.

Merekalah orang-orang yang telah Allah tetapkan dalam hati mereka keimanan, memperkokohnya pula dengan kemantapan dari-Nya. Dan la akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang banyak mengalir sungai-sungai dalamnya, serta kekal mereka di sana. Allah sangat ridha terhadap mereka dan merekapun sangat ridha kepada-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Sesungguhnya golongan Allah lah yang berjaya.
(QS. Mujadilah : 22)

Ayat ini turun pada perang Badar dan peristiwanya terjadi pada tahun 2 Hijriah. Tetapi ada beberapa penafsir yang menghubungkan turunnya ayat ini dengan perang Uhud, yang terjadi pada tahun 3 hijriah. Sebenarnya, ayat ini menganjurkan kita untuk tidak berteman dengan orang-orang kafir ataupun mencintai mereka. Surah ini turun sebelum surah at-Taubah.16

Orang-orang yang memilih orang-orang kafir sebagai pemimpinnya dengan mengesampingkan orang-orang beriman. Apakah mereka mengharapkan kehormatan bagi mereka? Sesungguhnya semua kehormatan itu hanyalah kepunyaan Allah (QS. an-Nisa : 139).

Hai orang - orang yang beriman ! Jangan kamu memilih orang - orang kafir menjadi pelindung dengan mengesampingkan orang - orang beriman. Aapakah kamu memberikan bukti yang jelas kepada Allah yang menentangmu? (QS. an-Nisa : 144).

Surah ini adalah surah Makkiyah, yang menganjurkan orang-orang beriman untuk tidak mengangkat orang-orang kafir sebagai pelindung dan penolong mereka. Bagaimana bisa Nabi meminta pertolongan dari orang-orang kafir jika kita anggap Abu Thalib adalah orang kafir?' Tentunya ayat ini turun sebelum surah at-Taubah yang menjadi fokus perhatian kami.17

Orang-orang beriman tidak boleh memilih orang-orang kafir menjadi kawan dengan meninggalkan orang-orang beriman. Siapa yang melakukan itu, ia tidak akan mendapat perlindungan Allah, ia harus melindungi diri dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu (akan balasan) dari-Nya. Hanya kepada Allah- lah tempat kembali.
(QS. Ali Imran : 28).

Menurut satu sumber, 80 ayat pertama surah ini turun pada awal tahun hijriah. Sumber yang lain menunjukkan bahwa ayat ini (ayat 28) turun pada perang Ahzab (5 hijriah). Sumber terakhir menunjukkan bahwa surah Ali Imran dan surah at-Taubah turun dengan perbedaan 4 surah.l8
Hai orang-orang beriman, janganlah knmu mengangkat bapak-bapakmu dan saudara-saudaramu sebagai pemimpin jika mereka lebih mencintai kekafiran dari pada keimanan. Barangsiapa diantara kamu mengangkat mereka menjadi pemimpin, mereka adalah orang-orang zalim. (QS. at-Taubah : 23).

Engkau memintakan ampunan atau tidak memintakan ampunan bagi mereka, meskipun engkau memintakan ampunan sebanyak 70 kali, Allah tidak akan mengampuni mereka. Hal yang demikian itu karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang fasik.
(QS. at-Taubah: 23 dan 80)

Kedua ayat ini turun sebelum at-Taubah 113 (ayat yang digunakan untuk memusuhi Abu Thalib), dan-kami akan menyimpulkan diskusi ini dengan memberi pernyataan kepada orang-orang yang Menuduh Abu Thalib. Pertama, mungkinkah bahwa Nabi memohon ampunan bagi Abu Thalib (Semoga Allah meridhainya) terutama apabila 2 ayat ini menyatakan bahwa hal itu sia - sia ia, dengan menganggap bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir? Jika ya, tindakan tersebut bertentangan dengan Quran dan kehendak Allah Yang Maha Besar. Kedua, kenyataannya adalah bahwa ayat 113 hanya perintah kepada Nabi Muhammad secara umum, dan bukan keprihatinan untuk sesuatu yang tidak dilakukan Nabi. Akan jelas apabila kita melihat ayat selanjutnya (114) yang menunjukkan bahwa ayat ini adalah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang shalat untuk pamannya, Azar (jangan salah, nama ayahnya adalah Tarukh. Hal ini memerlukan pembahasan tersendiri) sebelum ia mengetahui bahwa pamannya ini adalah musuh Allah. Quran menyebutkan, "...Apabila telah jelas baginya bahwa ia (Azar) adalah musuh Allah." (QS. at-Taubah : 114)



Pembelaan Abu Thalib kepada Rasulullah SAW
Tentunya apa yang telah dinyatakan tentang topik ini pada bagian terakhir pasti meninggalkan beberapa pertanyaan yang tak terjawab dan artikel ini akan menitikberatkan pada sikap Abu Thalib ra terhadap kemenakannya, Nabi Muhammad SAW, sumbangsihnya terhadap penyebaran Islam dan pernyataan keislamannya di banyak peristiwa yang diriwayatkan oleh kaum Sunni.

Pembaca sejarah Islam mengetahui bagaimana suku Quraisy memberikan peringatan kepada Abu Thalib untuk menghentikan kemenakannya yang merendahkan nenek moyang mereka, menghinakan tuhan-tuhan mereka dan mengejek pendapat mereka. Jika tidak, Nabi Muhammad akan berhadapan dengan mereka di medan perang hingga salah satu dari mereka hancur. Abu Thalib tidak ragu bahwa menerima tantangan suku Quraisy akan mengakibatkan kemusnahan sukunya. Namun ia tidak menekan kemenakannya untuk menghentikan kampanyenya. la hanya memberitahu tentang peringatan suku Quraisy dan dengan lembut berkata padanya, "Selamatkanlah aku dan dirimu, wahai kemenakanku, dan janganlah engkau bebani aku dengan sesuatu yang, tidak dapat aku pikul !"

Ketika Nabi Muhammad SAW menolak peringatan tersebut, dungan mengatakan pada pamannya bahwa ia tidak akan mengubah pesan pemilik semesta alam, Abu Thalib langsung mengubah sikapnya dan memutuskan untuk bergabung dengan Nabi Muhammad hingga akhir hayat. Hal. ini merupakan bukti pernyataan yang ia sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, "Kembalilah, kemenakanku, lanjutkanlah, katakanlah semua yang engkau sukai. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu setiap saat."19

Abu Thalib memenuhi janji besarnya dengan cara yang berbeda. Ketika seorang Mekkah melemparkan kotoran kepada Nabi Muhammad ketika ia tengah shalat, Abu Thalib sambil mengacungkan pedang, pergi mengamit tangan kemenakannya hingga ia sampai ke Mesjid Suci. Sekelompok musuh sedang duduk di sana dan ketika beberapa orang berusaha untuk membela Abu Thalib ia berkata kepada mereka, "Demi Dia yang diyakini Muhammad, jika ada dari kalian yang berdiri, aku akan memukulnya dengan pedangku!"

Perhatikanlah beberapa baris berikut dari referensi hadis Sunni: Ketika seseorang bersumpah, ia bersumpah dengan sesuatu yang memiliki kesucian bagi dirinya, dan bukan sesuatu yang tidak ia yakini. Pernyataan diplomatis tadi membuktikan kepada orang-orang berakal bahwa ia meyakini Tuhannya Muhammad, Yang Maha Esa dan Maha Besar. Kemudian Abu Thalib meminta Nabi Muhammad, orang yang dipermalukan. Dan sebagai jawabannya, Hamzah diperintahkan oleh Abu Thalib untuk mengotori orang yang menunjukkan kebencian kepada Nabi Muhammad dengan tanah. Pada peristiwa inilah Abu Thalib berkata, "Aku meyakini bahwa agama Muhammad adalah agama yang paling benar dari semua agama yang ada di alam semesta."20

Bagian yang tercetak miring dari kalimat nya di atas merupakan pernyataan yang membuktikan keislamannya.
Suku Quraisy dapat melihat meskipun mereka melakukan usaha menghancurkan Islam, tetapi kemajuan Islam terus berjalan. Mereka akhirnya memutuskan akan membunuh Nabi Muhammad SAW dan keluarganya dengan cara mengepung dan tidak berkomunikasi hingga mereka semua binasa. Dengan cara ini sebuah perjanjian dibuat, dimana setiap suku adalah satu kesatuan dan hal ini dimaksudkan agar tidak ada seorangpun yang memiliki ikatan perkawinan dengan Bani Hasyim atau Melakukan transaksi membeli atau menjual dengan mereka; dan tidak ada orang yang boleh berhubungan dengan mereka atau memberi persediaan makanan. Hal ini berlangsung hingga keluarga Nabi Muhanimad SAW menyerahkannya untuk dihukum mati. Perjanjian ini kemudian digantung; di pintu Kabah. Hal. ini memaksa Abu Thalib beserta seluruh keluarganya menyingkir ke sebuah gunung yang dikenal sebagai'Syi'ib Abi Thalib'.

Sekarang Bani Hasyim benar-benar diasingkan dari seluruh penduduk kota. Bentengpun dikepung oleh suku Quraisy untuk menambah penderitaan mereka dan mencegah kemungkinan mendapat persediaan makanan. Mereka akhirnya kelaparan karena tidak mendapat makanan. Di bawah pengawasan suku Quraisy yang sangat ketat, Abu Thalib bahkan merasa takut kalau-kalau ada serangan di malam hari. Karena hal ini, ia senantiasa menjaga keamanan kemenakannya, dan sering berganti ruang tidur sebagai tindakan pencegahan bila ada serangan mendadak.

Menjelang tahun ketiga pengasingan itu, Nabi Muhammad memberitahu pamannya, Abu Thalib, bahwa Allah telah menunjukkan ketidakridhaan-Nya pada perjanjian tersebut, dan mengirim cacing-cacing untuk melumat setiap kata yang tertulis di dokumen yang tergantung di pintu Kabah kecuali nama-Nya.
Abu Thalib yang mempercayai kemenakannya sebagai penerima wahyu dari langit, tanpa ragu pergi menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka apa yang telah diceritakan Muhammad kepadanya. Percakapannya dicatat sebagai berikut. -

Muhammad telah memberitahu kami dan aku ingin bertanya kepada kalian untuk membuktikannya kepada kalian. Karena apabila benar, maka aku meminta kalian untuk memikirkan kembali daripada menyengsarakan Muhammad atau munguji kesabaran kami. Percayalah kepada kami, kami lebih suka mempertaruhkan nyawa kami daripada menyerahkan Muhammad kepada kalian. Dan jika Muhammad terbukti salah dalam ucapannya, maka kami akan menyerahkan Muhammad kepada kalian tanpa syarat. Dan kalian bebas memperlakukannya sebagaimana yang kalian kehendaki, membunuhnya atau membiarkannya tetap hidup.

Mendengar tawaran Abu Thalib, suku Quraisy sepakat untuk memeriksa dokumen tersebut, dan mereka terkejut ketika melihat dokumen itu telah dimakan ular, hanya nama Allah saja yang masih tertulis di sana. Mereka berkata bahwa hal itu adalah sihir Muhammad. Abu Thalib berang kepada suku Quraisy dan mendesak mereka agar menyatakan bahwa dokumen tersebut digugurkan dan pelarangan itu dihapuskan. Kemudian ia menggenggam ujung kain Kabah lalu mengangkat tangan lainnya ke atas lalu berdoa, "Ya Allah! Bantulah kami menghadapi orang-orang yang telah menganiaya kami...!"21

Ketika Nabi Muhammad masih kecil, di saat hujan jarang turun, Abu Thalib membawanya ke Rumah Suci Kabah. la berdiri dengan punggung menyentuh dinding Kabah dan mengangkat Nabi Muhammad dengan memangkunya. la menjadikan perantara dalam doanya kepada Allah meminta hujan. Nabi Muhammad juga berdoa bersamanya dengan wajah menghadap ke atas. Belum lagi doa usai, awan hitam muncul di langit dan hujan turun dengan deras. Peristiwa ini ia sebutkan dalam syair yang disusun oleh Abu Thalib:


Tidakkah kalian lihat?

Kami mengetahui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi sebagaimana Musa

la telah diramalkan pada kitab-kitab sebelumnya

Wajahnya yang memancarkan cahaya merupakan perantara tururmya hujan

la adalah mata air bagi para yatim piatu dan pelindung para janda.22 Syair lain yang membuktikan keislaman Abu Thalib adalah:

Untuk mengagungkannya, la memberirlya nama dari diri-Nya sendiri seseorang yang Agung dinamakan Muhammad

Tiada keraguan bahwa Allah telah menunjuk Muhammad sebagai seorang Rasul.

Oleh karenanya, makna Ahmad adalah pribadi yang paling agung di seluruh alam semesta.23


Abu Thalib adalah seorang lelaki yang beragama kuat dan memiliki keyakinan yang dalam terhadap kebenaran Nabi Muhammad. la hidup dalam misi itu selama 11 tahun dan kesulitan yang dihadapi Nabi Muhammad dan dirinya meningkat sejalan bertambahnya waktu. Kesulitannya memuncak terutama ketika Abu Thalib wafat karena suku Quraisy membuatnya lebih menderita. Penderitaan yang tidak dapat dibayangkan ketika Abu Thalib masih hidup. Ibnu Abbas meriwayatkan sebuah hadis bahwa ketika seseorang dari suku Quraisy melemparkan kotoran ke kepala Nabi, ia pulang ke rumah. Pada saat itu Nabi berkata, "Suku Quraisy tidak pernah memperlakukanku seperti ini ketika Abu Thalib masih hidup, karena mereka adalah pengecut!"24



Pernikahan Nabi Muhammad SAW
Abu Thalib berkata kepada para lelaki Quraisy yang hadir pada pernikahan Nabi Muhammad SAW:

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kami keturunan Ibrahim dan keturunan Ismail. la menganugrahi kita Rumah Suci dan tempat berhaji. la menjadikan kita tinggal di tempat yang suci (haram), tempat segala sesuatu tumbuh. la menjadikan kami penengah dalam urusan lelaki dan menganugrahi kami negeri tempat kami bernaung.

Kemudian ia melanjutkan:

Sekiranya Muhammad, putra saudaraku Abdullah bin Abdul Muthalib, disandingkan dengan lelaki di kalangan bangsa Arab, ia akan mengagungkannya. Tidak ada seorangpun yang sebanding dungannya. la tidak tertandingi oleh lelaki manapun, meskipun kekayaannya sedikit. Kekayaan hanya kepemilikan sementara dan penjaga yang tak dapat dipercaya. Ia telah mengungkapkan niatnya kepada Khadijah, demikian pula dengan Khadijah, ia telah menunjukkan niatnya kepadanya. Karena setiap pengantin harus memberikan mahar, sekarang ataupun di masa nanti, maharnya akan aku beri dari kekayaanku sendiri.25



Wasiat Terakhir Abu Thalib
Meskipun menyembunyikan keimanannya, Abu Thalib telah mengungkapkan keimanannya kepada Islam di lebih dari satu peristiwa, sebelum ia wafat. Tetapi akan menarik bila dikutip di sini ucapan terakhirnya.

Menjelang ajalnya, Abu Thalib berkata kepada Bani Hasyim:

Aku perintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada Muhammad. la adalah orang yang paling terpercaya di antara suku Quraisy dan paling benar di kalangan bangsa Arab. la membawa ayat yang diterima oleh hati dan disangkal oleh bibir karena takut permusuhan. Demi Allah barangsiapa yang mengikuti petunjuknya ia akan mendapat kebahagiaan di masa datang. Dan kalian Bani Hasyim, masuklah kepada seruan Muhammad dan percayailah dia. Kalian akan berhasil dan diberi petunjuk yang benar. Sesungguhnya ia adalah penunjuk ke jalan yang benar."26

Diriwayatkan dalam kitab Bayhaqi, Dalail Nubuwwah, bahwa menjelang lepas jiwa Abu Thalib dari raganya, bibirnya terlihat bergerak-gerak. Abbas (paman Nabi Muhammad) mendekatkan diri untuk mendengar apa yang ia katakan. Kemudian ia mengangkat kepalanya dan berkata, "Demi Allah ia telah mengucapkan kalimat yang engkau minta, ya Rasulullah!"27

Dalam kitab yang sama, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berdiri di makam Abu Thalib dan berkata, "Engkau telah berlaku sangat baik kepada saudaramu. Semoga engkau mendapatkan balasan, wahai pamanku!"28



Beberapa Referensi Hadis Syi ah Mengenai Abu Thalib
Abu Abdillah, Imam Ja'far Shadiq berkata, "Perumpamaan Abu Thalib seperti Ashabul Kahfi (QS. Al-Kahfi : 9 - 26); Mereka menyembunyikan agama mereka dan memperlihatkan kemusyrikan. Tetapi Allah memberi pahala dua kali lipat kepada mereka".29

Pada hadis lain, Imam Jafar Shadiq berkata:

Ketika Imam Ali sedang duduk di Ruhbah di Kufah, dikelilingi oleh sekelompok orang, seorang lelaki berdiri dan berkata, "Wahai Amirul Mukminin! Engkau memiliki kedudukan yang teramat tinggi yang Allah anugerahkan kepadamu tetapi ayahmu menderita di neraka." Imam menjawab, "Tutup mulutmu! Semoga Allah membuat mulutmu buruk. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, sekiranya ayahku memberi syafaat kepada setiap orang berdosa di muka bumi ini, Allah akan menerima syafaatnya."30

Kami ingin mengakhiri diskusi ini dengan beberapa pertanyaan berikut; 1) Mengapa kita menuduh Abu Thalib sebagai penyembah berhala, padahal ia memilih untuk meyakini pesan-pesan Nabi Muhammad dengan menyatakannya secara politisnya dan kadang-kadang ia nyatakan secara terang-terangan?; 2) Apa manfaatnya bagi kita dengan menyatakannya kafir padahal terdapat bukti kuat bahwa ia tidak kafir? Apa ada manfaat lain kecuali menjadikan diri kita sendiri orang kafir dengan menuduh orang Islam masa lalu sebagai orang kafir?; 3) Mengapa kita menuduhnya kafir padahal ia membela Nabi Muhammad dengan segala yang ia miliki? Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang sangat murah hati kepada semua umat Islam dengan menjaga hidup Nabi Muhammad selama 11 tahun?; 4) Mengapa kita menyebutnya kafir pada orang yang menikahkan Nabi Muhammad? Masuk akalkah seorang yang menyembah berhala melaksanakan pernikahan bagi seorang rasul?; 5) Apakah ini ketidaksyukuran dalam bentuk yang begitu mengerikan?; 6) Inikah balasan bagi kebaikan yang ia berikan kepada Nabi Muhammad SAW?

Sesunggunya keberadaannya berkaitan dengan keberlangsungan agama Islam bukan suatu hal yang kebetulan dan kita, umat Islam, memilikinya. Semoga Allah memebrikan syafaatnya untuk kita.



Komentar-komentar Lain Mengenai Abu Thalib
Seorang saudara Sunni menyebutkan: Saya telah mraakukan penelitian mendalam atas apa yang anda tulis tetapi ada satu hal yang belum jelas. Apakah Abu Thalib mengucapkan 'Tuhanku'. Sepanjang yang anda jelaskan Abu Thalib sering menyebutkan 'Tuhannya Muhammad' dan nampaknya ia beriman kepada Tuhan itu tetapi ia tidak pernah mengatakan 'Tuhanku'. Hal tersebut mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mengucapkan secara terang-terangan keyakinan kepada Islam meskipun nampaknya demikian.

Ibnu Ishaq berkata bahwa menjelang kematiannya bibir Abu Thalib bergerak-gerak. Abbas yang saat itu masih menjadi orang kafir mendekatkan telinganya ke bibirnya kemudian berkata kepada Nabi Muhammad bahwa ia mengucapkan dua kalimat yang Rasulullah inginkan.31

Hadis serupa menyatakan sebagai berikut. Abu Thalib menggerakkan bibirnya ketika ia akan wafat. Abbas kemudian mendengar apa yang ia gumamkan dan berkata kepada Nabi Muhammad bahwa Abu Thalib mengucapkan kalimat yang diinginkan Nabi Muhammad.32

Dengan demikian, pernyataan syahadatnya sebelum ia wafat dicatat oleh sejarahwan Sunni. Namun menurut kami, ia telah mengucapkan kalimat syahadat sejak awal mula Islam, tetapi tidak di hadapan khalayak. Adalah sesuatu yang alami bahwa bukti eksplisitnya tidak ditemukan dalam sejarah karena sejarah ditulis berdasarkan berita dari masyarakat, bukan dari seseorang. Akan tetapi, ada bukti implisit dalam sejarah yang memberi keyakinan bahkan kepada kaum Sunni bahwa ia adalah seorang Muslim lama sebelum kematiannya. Satu hal yang dapat anda jadikan acuan. la berkata kepada orang kafir, "Aku bersumpah dengan Tuhannya Muhammad!" Apakah sejarah memiliki contoh lain dimana seorang yang kafir bersumpah dengan nama Tuhan yang tidak ia yakini? Ketika seseorang akan bersumpah ia bersumpah demi sesuatu yang penting baginya karena jika tidak ia akan membuat pernyataanya tidak dapat lebih dipercaya oleh orang lain.

Kami akan berikan contoh ; apabila seorang laki - laki pergi ke pengadilan di USA, jika ia Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan Kitab Injil.

Jika ia bukan Nasrani, maka ia akan bersumpah dengan menggunakan kitab sucinya (atau sesuatu yang penting lainnya) dan tentunya bukan kitab Injil karena sumpahnya dengan menggunakan kitab itu tidak akan meyakinkan pengadilan disebabkan ia yang melaksanakan sumpah itu.

Pikirkanlah tentang hal ini! Suku Quraisy memiliki banyak tuhan pad a saat itu (seperti Hubal dan Uzza). Mengapa Abu Thalib meninggal kan mereka semua dan bersumpah dengan Tuhan yang tidak ia yakini?

Saudara Sunni lebih jauh berkomentar, mungkinkah seseorang itu Muslim bila ia tidak secara eksplisit menyatakan keyakinannya? Benar, la adalah seorang beragama Islam dan bukan seorang musyrik. Tetapi tidak semua orang Islam adalah Muslim.

Islam adalah ketundukan dalam hati. Seorang yang munafik, meskipun menyatakan dirinya Muslim, ia tetap bukan Muslim. Karena alasan ini, sulit untuk menilai apakah seseorang itu Muslim atau tidak. Bagaimana pun anda benar. Seseorang harus mengucapkan kalimat syahadat untuk menjadi Muslim, tetapi ia tidak harus melakukannya di depan khalayak apabila ia takut dianiaya atau jika mengetahui bahwa dengan menyembunyikan keimanannya ia dapat berjuang lebih baik dalam pemikirannya yangn agung. Inilah yang disebut taqiyah. Seseorang dapat mengucapkan kalimat syahadat secara pribadi (contohnya ketika ia sedang sendiri atau bersama Nabi Muhammad saja) dan ia akan menjadi Muslim. Taiqyah dan kemunafikan adalah dua hal yang sangat berseberangan.

Apakah Azar ayah Nabi Ibrahim?

Dan ketika Ibrahim berkata pada bapaknya, Azar, "Adakah pantas engkau jadikan berhala - berhala sebagai Tuhan sebagai Tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata!"
(QS. al-An'am : 74,)

Dan apapun permohonan ampun Ibrahirn untuk ayahnya tiada lain hanyalah karena janji yang telah ia ikrarkan kepada banyaknya. Tetapi setelah nyata bagi Ibrahim bahwa ia adalah musuh Allah, ia menyatakan diri berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang tunduk hatinya kepada Tuhan dan penyantun.

Pada dua ayat di atas, kata'ab' ditunjukkan kepada Azar. Tetapi, kata 'ab' memiliki makna yang berbeda dan tidak harus bermakna walid (ayah kandung).
Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa esensi keberadaannya telah dikirimkan dan disampaikan kepada orangtuanya langsung melalui keturunan yang suci, murni dan disucikari.

Kata 'ab' dalam bahasa Arab memiliki makna ayah, nenek moyang atau bahkan paman karena Ismail, paman Yakub ditunjukkan dengan sebutan'ab' dalam ayat Quran berikut.

Tidakkah kamu tnenyaksikan ketika kematian mendekati Yakub, saat itu ia berkata kepada putra-putranya, "Kepada siapa kalian akan menyembah setelah aku tiada? Mereka berkata, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Tuhan Ibrahim dan Ismail dan Ishaq, Tuhan Yang Esa, dan kepada-Nya karni menyerahkan diri. (QS. al-Baqarah :113)

Karena Ismail bukan ayah Nabi Yaqub, dan meskipun Quran menggunakan kata 'ab' baginya sebagai sebutan paman, penggunaan kata ini untuk sebutan selain ayah kandung ditetapkan. Di samping itu Nabi Ibrahim berdoa untuk ayah kandungnya (walid) dan untuk orang-orang beriman, yang dengan jelas menunjukkan bahwa ayah kandungnya bukan seorang musyrik. Ayat Quran berikut membuktikan hat tersebut: "Wahai Tuhan kami! Lindungilah kami dan orangtuaku (walidain) dan orang-orang yang beriman pada hari ketika hari kebangkitan akan datang." (QS. Ibrahim : 14)

Yang mengherankan, ternyata ayah Nabi Ibrahim bernama Tarakh bukan Azar, sebagaimana yang dinyatakan sejarahwan Sunni. Ibnu Katsir menuliskan, "Ibrahim adalah putra Tarakh. Ketika Tarakh berusia 75 tahun, Ibrahim dilahirkan."33 Hadis ini pun ditegaskan oleh Thabari. la menggambarkan garis keturunan Nabi Ibrahim dalam kumpulan sejarahnya. Ia pun menyatakan dalam kitab tafsir Quran-Nya bahwa Azar bukan ayah kandung Nabi Ibrahim as. 34



Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Tahaqat Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 105; Tarikh atThabari jilid 7, hal. 100; Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 172; Tafsir alKasysyaf, jilid 1, hal. 448; Tafsir, Qurthubi, jilid 6, hal. 406, dan banyak lagi.
2. Referensi hadis Sunni: Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 179.
3. Referensi hadis Sunni: Mizan al-Itidal, Dzahabi, jilid 1, hal. 396.
4. Referensi hadis Sunni: Tafsir at-Thabari, jilid 7, hal. 109; Tafsir al-Durr al-Mantsur, jilid 3, hal. 8.
5. Shahih al-Bukhari, Kitab at-Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid b, hal. 158, hadis 197.
6. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 2, hal. 183, jilid 5, hal. 275, 283; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jiiid 1, hal. 3,151, jilid 3, hal. 212, 283; Fadha'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 526, hadis 946; Mustadrak Hakim, jilid 3, hal. 51; Khasaish al-Awiiya', Nasa'i, hal. 20; Fadha'il al-Khamsah, jilid 2, hal. 343; Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 2, hal. 239.
7. Siratun Nabi, Syilbi Numani, hal. 239-240.
8. Siratun Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219 dan 220.
9. Bukhari pada bab Kematian (kalimat terakhir diambil dari Shahih Muslim dan bukan dari Bukhari). Inilah versi hadis Bukhari dan Muslim.
10. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146.
11. Aini, bab Janaiz atau Kematian, jilid 4, hal. 200.
12. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 6, hal. 278-279, hadis 295.
13. Shahih al-Bukhari, Kitabul Tafsir, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 102, hadis 129. Sumber hadis Sunni lainnya yang menegaskan bahwa surah at-Taubah adalah surah yang terakhir turun dan merupakan surah Madaniyah adalah Tafsir al-Kusysyaf, jilid 2, hal. 49; Tafsir, Qurthubi, jilid 8, haI. 273; Tafsir al-Itqan, jilid l, hal. 18; Tafsir, Syaukani, jilid 3, hal. 316.
14 Referensi hadis Sunni: Syarh ibn al-Hadid, jilid l, hal. 370.
15. Tafsir al-Kabir, jilid 25, hal. 3.
16. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 4, hal. 329; Tafsir, Syaukani, jilid 5, hal. 189, Tnfsir, Alusi, jilid 28, hal. 37.
17. Referensi hadis Sunni: Tafsir, Qurthubi, jilid 5, hal. 1.
18. Referensi hadis Sunni: Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 207; Taf.sir, Qurthubi, jilid 4, hal. 58; Tafsir, Khazan, jilid 1, hal. 235; Tafsir al-Itqan, jilid 1, ha1.17.
19. Referensi Hadis Sunni: Sirali Nabi Muhammad, Ibnu Hisyam, jilid 1, hal. 266; Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 186, Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 218; Diwan Abu Thalib, hal. 24; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 2, hal. 258; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 117; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 306.
20. Referensi hadis Sunni: Khazanatal Adab, Khatib Baghdadi, jilid 1, ,hal. 261; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 42; Syarh, Ibnu Hadid, jilid 3, hal. 306; Tarikh, Abu Fida, jilid l, hal. 120; Fathul BRri (syarah Shahih al-Bukhari), jilid 7, hal. 153; al-Ishabah, jilid 4, hal. 116; as-Sirah alHalabiyyah, jilid l, hal. 305; Talba tul Thalib, hal. 5.
21. Referensi hadis Sunni: Tabaqat ibn Sa'd, jilid 1, hal. 183; Sirah ibn Hisyam, jilid l, hal. 399 dan 404; Awiwanui Ikbar, Qutaibah, jilid 2, hal. 151; Tarikh, Ya'qubi, jilid 2, hal. 22; al-Istiab, jilid 2, hal. 57; Khazantul Ihbab, Khatib Baghdadi, jilid 1, hal. 252; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 84; al-Khasais al-Kubra, jilid 1, hal. 151; as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 286.
22. Referensi hadis Sunni: Syarah al-Bukhari, Qastalani, jilid 2, hal. 227; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, ha1.125.
23. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 6; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 275; Syarh ibn al-Hadid, jilid 3, hal. 315; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 266; Tarikh Khamis, jilid 1, hal. 254.
24. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabnri, jilid 2, hal. 229; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hal. 284; Mustadrak Hakim, jilid, 2, hal. 622; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 122; al-Faiq, Zamakhsyari, jilid 2, hal. 213; Tarikh al-Kharnis, jilid l, hal. 253; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 375; Fathul Bart, jilid 7, hal. 153 dan 154; Sirah ibn Hisyam, jilid 2, hal. 58. . 25. Referensi hadis Sunni: Sirah al-Halabiyyah, jilid 1, hal. 139.
26. Referensi hadis Sunni: al-Muhabil Bunya, jilid 1, hal. 72; Tarikh alKhantis, jilid 1, hal. 339; Balughul Adab, jilid 1, hal. 327; as-Sirah alHalabiynh, jilid 1, hal. 375; Sunni al Muthalib, jilid 5; Uruzul Anaf, jilid 1, hal. 259; Tabaqat ibn Sa'd, jilid l, hal. 123. '
27. Referensi hadis Sunni: Daiail Nubuzuwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146, sebagairnana yang dikutip pada buku Siraturt Nabi, Syilbi Numani, jilid 1, hal. 219-220.
28. Referensi hadis Sunni: Dalail Nubuwwah, Baihaqi, jilid 2, ha1.101; Ibid, jilid 2, hal. 103; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 13, ha1.196; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 125; al-Ishabah, jilid 4, ha1.116; Tadzkirat Sibt, hal. 2; Tarikh, Yaqubi, jilid 2, hal. 26.
29. Referensi hadis Syi'ah: al-Kafi, Kulaini, jilid 1, hal. 448;, al-Ghadir, Amini, jilid 7, hal. 330.
30. Referensi hadis Syi'ah: al-Ihtijaj, Thabarsi, jilid 1, hal. 341.
31. Ibnu Hisyam, edisi Kairo, hal. 146 (sebagaimana yang dikutip oleh Syilbi Numani).
32. Tarikh Abu Fida, jilid l, ha1.120.
33. Referensi hadis Sunni: al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 1, hal. 139.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 2, hal. 119; Tafsir atThnbari, Ibnu Jarir Thabari, jilid 7, ha1.158.

34
ANTOLOGI ISLAM

BAB 11: PARA SAHABAT YANG MEMBUNUH UTSMAN
Seseorang dari mazhab Wahabi menyebutkan, Muawiyah merasa bahwa pembunuh-pembunuh Amirul Mukminin Utsman bin Affan tidak boleh meneruskan perbuatan jahat mereka terhadap Islam. Muawiyah tidak berperang untuk kekuasaan pribadi. Ali tidak menyerahkan pembunuhnya kepada Muawiyah padahal terdapat bukti kuat dan konkret yang dimilikinya. Oleh karenanya, penduduk Syam bergabung dengan Muawiyah memerangi Ali.

Tidak mengherankan apabila saudara Wahabi ini melupakan perkataan Nabi Muhammad tentang takdir orang-orang yang akan memerangi Imam Ali yang dicatat dalam kitab-kitab yang mereka anggap shahih dan berpegang pada apa saja yang dipalsukan oleh pemimpin yang munafik, Amirul Munafiqin Muawiyah sendiri. Namun demikian, kami tidak perlu mengharapkan apapun dari Wahabi ini.

Pernyataan yang menyatakan bahwa Muawiyah bangkit memerangi khalifah yang sah pada zamannya dan menumpahkan darah ribuan kaum Muslim untuk menuntut balas kematian Utsman adalah kebohongan. Sekiranya Muawiyah berpikiran demikian, pertama-tama ia harus membunuh pemimpin pasukannya lebih dulu dan banyak pembantupembantunya karena sejarah Sunni membuktikan bahwa orang-orang yang membunuh Utsman adalah sahabat-sahabat dekat Muawiyah, dan juga musuh-musuh Imam Ali. Faktanya adalah pemimpin licik yang haus kekuasaan ini memerlukan dalih untuk perbuatan jahatnya, dan hal ini tidak aneh bagi Muawiyah. Sebagaimana yang akan dilihat dalam sumber hadis Sunni berikut ini, orang-orang yang memberontak menentang Utsman adalah orang-orang yang maju ke depan pertama kali untuk menuntut balas dengan satu niat dalam benaknya, yaitu menjatuhkan kekuasaan Imam Ali.

Para sejarahwan Sunni menegaskan bahwa pemberontakan menentang khalifah diawali oleh orang-orang berpengaruh di antara para sahabat. Kelemahan Utsman dalam mengatasi persoalan negara menyebabkan banyak sahabat yang menentangnya.

Tentu saja hal. ini menimbulkan perebutan kekuasaan di antara para sahabat yang berpengaruh di Madinah. Sejarahwan Sunni seperti Thabari, Ibnu Atsir, dan Baladzuri serta masih banyak lagi memberikan hadis yang menegaskan bahwa para sahabat ini adalah orang-orang pertama yang mengajak yang lainnya, tinggal di kota lain untuk bergabung melakukan pemberontakan kepada Utsman. Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika orang-orang melihat apa yang dilakukan Utsman, para sahabat Nabi di Madinah menulis surah kepada sahabat yang lain yang tersebar di sepanjang batas provinsi:

Kalian telah berjuang di jalanAllah, demi agama Muhammad. Ketika kalian tiada, agama Muhammad telah dirusak dan ditinggalkan. Maka kembalilah untuk menegakkan kembali agama Muhammad.

Kemudian mereka berdatangan dari segala penjuru hingga mereka membunuh Utsman.1

Sebenarnya, Thabari mengutip paragraf di atas dari Muhammad bin Ishaqbin Yasar Madani yang merupakan sejarahwan Sunni paling terkemuka dan penulis kitab - kitab Sirah Rasulullah. Sejarah mengungkapkan bahwa orang - orang berpengaruh ini merupakan kunci penggerak penentangan terhadap Utsman. Mereka di antaranya Thalhah, Zuhair, Aisyah binti Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash.



Thalhah bin Ubaidillah
Thalhah bin Ubaidillah adalah satu penggerak utama menentang Utsman dan orang yang berkomplot dalam kematiannya. Kemudian ia menggunakan peristiwa itu membalas dendam kepada Ali dengan mengobarkan perang saudara yang pertama kali terjadi dalam sejarall Islam (Perang Unta). Berikut ini beberapa paragraf dari Thabari dan Ibnu Atsir untuk membuktikan pendapat di atas. Di bawah ini paragraf pertama yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (di beberapa naskah, paragraf ini diriwayatkan oleh Ibnu Ayash).

Aku memasuki rumah Utsman (ketika pemberontakan terhadapnya terjadi) dan berbincang dengannya selama satu jam. la berkata, "Kemarilah Ibnu Abbas/Ayash!" la mengamit tanganku dan menyuruhku mendengar apa yang tengah diucapkan orang di depan pintunya. Kami mendengar beberapa orang berkata, "Apa yang engkau tunggu?" Sedang lainnya berkata, "Tunggu, mungkin ia akan bertobat!" Kami berdua berdiri di sana (di belakang pintu dan mendengar mereka). Thalhah bin Ubaidillah lewat dan berseru, "Mana Ibnu Udais?" Dijawab, "la ada disana." Ibnu Udais mendekati Thalhah dan membisikkan sesuatu padanya, lalu ia kembali kepada kawan-kawannya dan berkata, "Jangan biarkan seorangpun masuk (ke rumah Utsman) untuk melihat lelaki ini atau meninggalkan rumahnya!" Utsman berkata kepadaku, "ltu adalah perintah Thalhah." la melanjutkan, "Ya Allah, lindungilah aku dari Thalhah karena ia telah membangkitkan umat untuk menentangku! Ya Allah, aku berharap tidak terjadi sesuatu, dan darahnya sendiri akan tertumpah. Thalhah telah menganiayaku secara tidak hak. Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Darah seorang Muslim halal menurut tiga perkara; kekafiran, perzinaan dan orang young membunuh tanpa hak halal menuntut balas kepada orang Lain.

Lalu atas alasan apa aku harus dibunuh?"

lbnu Abbas/Ayash melanjutkan, "Aku ingin meninggalkan rumah itu, tetapi mereka menghalangi jalanku hingga Muhammad bin Abu Bakar yang lewat meminta untuk melepaskan aku, dan mereka pun melepaskanku.2

Riwayat berikut juga mendukung bahwa pembunuhan Utsman dimotori oleh Thalhah, dan para pembunuhnya keluar untuk memberitahukan pemimpin mereka bahwa mereka telah membereskan Utsman.

Abzay berkata, 'Aku menyaksikan hari ketika mereka pergi untuk memberontak pada Utsman. Mereka masuk rumah lewat pintu dari kediaman Amru bin Hazm. Terdengar pertempuran kecil dan mereka masuk. Demi Allah, aku tidak pernah lupa bahwa Sudan bin Humran keluar dan aku mendengar ia berkata,''Mana Thalhah bin Ubaidillah? Kami telah membunuh Ibnu Affan!"3

Utsman dikepung di Madinah ketika Imam Ali sedang berada di Khaibar. Imam Ali datang ke Madinah dan melihat orang - orang terus berkumpul di kediaman Thalhah. Kemudian Imam Ali pergi menemui Utsman. Ibnu Atsir menuliskan,

Utsman berkata kepada Ali, "Engkau berhutang kepadaku hak keislamanku dan persaudaraan serta kekerabatan. Jika aku tidak memiliki hak ini dan jika aku berada pada masa-masa sebelum Islam, tetap akan memalukan bagi keturunan Abdu Manaf (keturunan Ali dan Utsman) untuk membiarkan seorang lelaki dari keturunan Tyme (Thalhah) merampas hak kami." Ali berkata kepada Utsman, "Engkau harus tahu apa yang aku lakukan." Kemudian Ali pergi ke rumah Thalhah.

Orang banyak berkumpul di sana. Ali berkata kepada Thalhah, 'Apa yang menyebabkanmu sehingga engkau terjerumus?" Thalhah menjawab, "Wahai Abu Hasan! Semua sudah terlambat!"4

Thabari juga meriwayatkan percakapan berikut antara Imam Ali dengan Thalhah ketika rumah Utsman dikepung. Ali berkata kepada Thalhah, "Aku meminta engkau agar orang-orang berhenti untuk menyerang Utsman." Thalhah menjawab, "Tidak, demi Allah! Tidak, hingga Umayah secara sukarela menyerahkan yang hak!" (Utsman adalah pemimpin Umayah)5

Thalhah bahkan tidak memberi air kepada Utsman. Abdurrahman bin Asawd berkata bahwa dia terus menerus melihat Ali menghindar dari Utsman dan bertindak seperti sebelumnya. Tetapi Abdurrahman tahu bahwa ia berkata - kata dengan Thalhah ketika Utsman dikepung hingga Utsman tidak diberi air. Ali sangat kecewa tentang hal itu hingga akhirnya air minum diberikan kepada Utsman.6

Kita perhatikan riwayat dari Perang Unta yang telah disebutkan dibanyak kitab - kitab sejarah dan hadis Sunni. Riwayat berikut membuktikan bahwa bahkan pemimpin Umayah seperti Marwan (yang bersama Thalhah) memerangi Imam Ali mengetahui bahwa Thalhah dan Zubair adalah pembunuh Utsman. Ulama Sunni mencatat bahwa Yahya bin Sa'id meriwayatkan :

Marwan bin Hakam yang berada di kelompok Thalhah, melihat Thalhah mundur (ketika pasukannya dikalahkan di medan perang). Karena ia dan semua Bani Umayah mengetahui bahwa ia dan Zubair adalah pembunuh Utsman, dia melepaskan panah kepadanya dan membuatnya terluka parah. la kemudian berkata pada Aban, putra Utsman, "Aku telah menyelamatkanmu dari salah satu pembunuh ayahmu." Thalhah dibawa ke sebuah reruntuhan rumah di Bashrah di mana ia wafat.7



Zubair
Zuhri, perawi Sunni terkemuka lainnya yang sangat terkenal karena kebenciannya kepada Ahlulbait, meriwayatkan percakapan antara Imam Ali dengan Zubair serta Thalhah sebelum dimulainya perang unta.

Ali berkata, "Zubair, apakah engkau memerangiku karena darah Utsman setelah engkau membunuhnya? Semoga Allah memberikan balasan setimpal kepada Utsman di antara kita akibat yang tidak disukai orang itu." Ali berkata kepada Thalhah, "Thalhah, engkau telah mumbawa keluar istri Rasul (Aisyah), memanfaatkannya untuk berperang sedangkan kau tinggalkan istrimu di rumah (di Madinah)! Bukankah engkau telah membaiatku ?" Thalhah berkata, "Aku membaiatmu saat pedang masih disarungkan di punggungku."

Pada saat itu Ali mengajak berdamai dan memaafkan mereka. Ali berkata pada pasukannya, "Siapa di antara kalian yang akan membawa Quran ini kepada pasukan musuh, apabila ia kehilangan satu tangannya, ia akan memegangnya dengan tangan yang lain...?" Seorang pemuda Kufah bangkit dan berkata, "Aku akan melakukannya." Ali berkeliling kepada pasukannya menawarkan tugas itu. Hanya pemuda Kufah itu yang menerimanya. Kemudian Ali berkata, "Tunjukkan Quran ini kepada mereka dan katakan kepada mereka. Kitab ini adalah perantara di antara kalian dan kami dari awal hingga akhir. Ingatlah Allah, dan selamatkanlah jiwa kami dan jiwa kalian!"

Usai pemuda itu menyerahkan kepada mereka untuk kembali pada Quran dan menyerahkan diri kepada kebenarannya, pasukan Basrit menyerang dan membunuhnya. Pada saat itu Ali berkata pada pasukannya " Sekaranglah saatnya peperangan diperbolehkan !" Lalu pecahlah perang tersebut.8

Sebagaimana yang terlihat hadis di atas, Imam Ali dengan jelas-jelas menyatakan bahwa Zubair adalah salah satu dari orang yang membunuh Utsman.

Sekiranya para pemberontak itu mengangkat Thalhah atau Zubair, bukan Imam Ali, menjadi khalifah, mereka akan memberikan hadiah yang besar kepada pembunuh Utsman. Tentunya para pemimpin itu tidak menuntut balas atas darah Utsman, karena mereka sendiri yang ada di balik persekongkolan itu. Mereka berpura-pura melakukan hal itu sebagai cara menjatuhkan kekhalifahan Imam Ali.



Aisyah
Thalhah dan Zubair bukan hanya orang-orang yang berkomplot memerangi Utsman. Sejarah Sunni mengungkapkan bahwa sepupu Thalhah, Aisyah, berkomplot dan berkampanye memerangi Utsman. Paragraf berikut yang juga berasal dari Tarikh at-Thabari, juga menunjukkan persekongkolan Aisyah dengan Thalhah dalam menjatuhkan Utsman.

Ketika Ibnu Abbas sedang pergi ke Mekkah, ia melihat Aisyah berada di as-Sulsul (7 mil di utara Madinah). Aisyah berkata, "Wahai Abu Abbas, aku mengajak engkau demi Allah untuk menjatuhkan lelaki ini (Ustman) dan menabur benih keraguan di antara orang-orang mengenai dirinya, karena engkau memiliki lidah tajam. Orang-orang telah menunjukan kebersetujuan mereka, dan pelita menunjuki mereka. Aku melihat Thalhah mengambil kunci harta umat dan Baitul Mal. Jika ia menjadi khalifah (setelah Utsman), ia akan menapaki jejak sepupu dari ayahnya, Abu Bakar."

Ibnu Abbas berkata,"Wahai Ummul Mukminin, jika terjadi sesuatu terhadapnya (Ustman), orang-orang akan mencari perlindungan hanya kepada sahabat kami (Ali). "Aisyah berteriak,"Diamlah! Aku tidak berminat berdebat denganmu atau menetangmu."9

Banyak sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa Aisyah suatu kali pernah menemui Utsman dan meminta bagian dari warisan Nabi Muhammad (setelah bertahun-tahun lamanya sejak kematian Nabi Muhammad). Utsman tidak memberi Aisyah uang tersebut dengun mengingatkannya bahwa ia adalah salah satu orang yang memberi kesaksian dengan mendorong Abu Bakar untuk tidak memberi warisan kepada Fathimah. Maka, apabila Fathimah tidak mendapatkan warisan, maka mengapa ia mendapatkannya? Aisyah menjadi sangat murka kepada Utsman dan ia keluar sambil berkata, "Bunuh Na'thal ini, karena ia telah menjadi kafir!"'10

Sejarahwan Sunni lain, Baladzuri, dalam kitab sejarahnya (Ansab al-Asyraf) berkata bahwa ketika situasi semakin memburuk, Utsman memerintahkan Marwan bin Hakam dan Abdurrahman bin Attab bin Usaid untuk membujuk Aisyah agar ia berhenti berkampanye menentangnya. Mereka menemuinya ketika ia tengah siap-siap pergi berhaji, mereka berkata kepadanya, "Kami berdoa semoga engkau berada di Madinah dan Allah akan menyelamatkan lelaki ini melalui engkau."

Aisyah berkata, "Aku telah mempersiapkan perbekalan dan perjalanan dan berjanji akan melaksanakan ibadah haji. Demi Allah, aku tidak akan mengabulkan permohonanmu. Aku berharap ia (Utsman) berada di salah satu tasku sehingga aku dapat membawanya. Lalu aku melemparkan ia ke laut."11



Amr bin Ash
Amr bin Ash (orang nomor dua di pemerintahan Muawiyah) adalnh salah satu penggerak yang berbahaya dalam menentang Utsman dan memiliki banyak alasan untuk bersekongkol melawannya. la adalah Gubernur Mesir pada masa khalifah Umar. Tetapi, khalifah ketiga, Utsman, menurunkannya dari jabatan dan menggantikannya dengan saudara tertuanya, Abdullah bin Sa'd bin Abu Syarh. Akibatnya, Amru sangat membenci Utsman. la kembali ke Madinah dan mulai berkampanye menentang Utsman, dengan menuduhnya banyak berbuat kesalahan. Utsman menyalahkan Amru dan ia berkata kepadanya dengan kasar. Hal ini bahkan membuat Amru semakin membencinya. la sering bertemu Zubair dan Thalhah lalu bersekongkol menentang Utsman. la sering menemui jemaah haji dan memberitahu penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Utsman. Menurut Thabari, ketika Utsman dikepung, Amru tinggal di istana Ajlan dan bertanya kepada orang-orang tentang keadaan Utsman.

Amru tidak meninggalkan tempat duduknya sebelum penunggang kuda kedua lewat. Amru memanggilnya, "Bagaimana keadaan Utsman?" Lelaki itu berkata, "la telah dibunuh." Kemudian Amru berkata, "Aku adalah Abu Abdillah. Bila aku ingin menggaruk luka, aku akan merobeknya (artinya bila aku menginginkan sesuatu, aku akan mendapatkannya). Aku telah menyulut umat untuk melawannya, bahkan para penggembala di puncak gunung." Lalu Salamah bin Raun berkata kepadanya, "Engkau, suku Quraisy, telah memutuskan ikatan yang kuat antara dirimu dengan orang-orang Arab. Mengapa kau lakukan hal itu?" Amru menjawab, "Kami ingin mengambil kebenaran dari tangan kejahatan, dan membuat orang-orang memiliki pijakan yang sama mengenai kebenaran."12

Para pemecah belah kaum Muslimin melupakan sesuatu yang terkenal dalam sejarah Islam yang diriwayatkan oleh perawi-perawi Sunni. Pemberontakan terhadap Utsman diakibatkan oleh usaha sahabat-sahabat yang berpengaruh di Madinah seperti Aisyah, Thalhah, Zuhair, Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash. Pembunuhan Utsman memberikan kambing hitam yang pantas bagi orang-orang telah memperebutkan banyak lagi kekuasaan, disaat mereka pun mengabdi kepada pemerintahan Utsman. Sebagian besar mereka adalah kerabatnya, Bani Umayah, seperti Muawiyah, Marwan yang memanfaatkan Utsman sebelum ia wafat dan sesudahnya.

Imam Ali berkata pada Perang Unta, "Kebenaran dan kebatilan tidakldapat dikenali dari kebaikan orang. Pahamilah kebenaran terlebih dahulu, engkau akan mengetahui siapa yang taat mengikutinya!"



Perubahan-perubahan yang Dilakukan Khalifah-khalifah Sebelumnya
Kepribadian Utsman (1): Tiadakah orang-orang yang lebih baik?' ` Di kalangan kaum Sunni terdapat sebuah ahman bahwa orang yang ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah akan selamat selamanya. Merekn tidak akan mendustai Nabi Muhammad dan tidak akan melakukan dosa besar. Hal yang samapun kadang-kadang dinyatakan kepada orang-orang yang ikut serta dalam perang Badar. Mari kita terima saja dua aturan ini selama anda membaca artikel ini. (Hal ini sangat mengejutkan seolah-olah mereka adalah orang-orang suci).

Utsman Ibnu Affan, khalifah ketiga setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ternyata; 1) tidak ikut dalam perang Badar; 2) Melarikan diri di perang Uhud; 3) Tidak mengikuti perjanjian Hudaibiyah dan tidak menyaksikannya.

Kami ingin bertanya kepada anda;

1) Jika anda berpikir bahwa orang yang dimaksudkan hadis ini tidak benar, atau diputarbalikkan, atau sengaja disalahartikan, kemukanlah versi hadis yang anda miliki, beserta orang yang dimaksud pada hadis tersebut.

2) Bacalah hadis berikut! Bacalah secara teliti, apakah anda puas dengan jawaban Ibnu Umar dalam hadis ini! Bagaimanapun, jika 'ya' atau 'tidak', kajilah posisi utama di antara para sahabat Nabi. Contohnya, bagaimana anda membandingkan Utsman dengan para sahabat lain yang benar-benar ikut dalam perang Badar, yang tidak melarikan diri di perang Uhud, dan ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah. Jelaskanlah pendapat anda sehingga kami memahami pendapat anda mengenai Utsman!

3) Siapa saja yang melakukan hal-hal sebagai berikut pada saat yang sama? Turut serta dalam perang Badar, tidak melarikan diri dari perang Uhud, turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah? Kami mengetahui berapa orang yang ikut serta dalam masing-masing perintah tersebut, tetapi hanya sedikit sekali yang ikut serta dalam ketiganya. Sebutkanlah nama-nama para sahabat tersebut, dan sumber rujukan anda.

4) Apakah orang-orang yang turut serta dalam ketiga hal tadi masih hidup ketika Umar wafat? Jika ya, mana yang menurut anda patut menjadi khalifah anda?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 48,14 diriwayatkan bahwa Utsman bin Muhim, orang Mesir yang datang dan berhaji ke Kabah melihat beberapa orang tengah duduk.

la bertanya, "Siapakah orang-orang ini?" Seseorang menjawab, "Mereka dari suku Quraisy." la bertanya lagi, "Siapa orang tua di antara mereka?" Mereka menjawab, "Dia Abdullah bin Umar." "Oh, Ibnu Umar! Saya ingin bertanya kepada anda tentang sesuatu, tolong beritahu saya! Apakah anda tahu bahwa Utsman melarikan diri pada perang Uhud? Apakah anda tahu juga bahwa Utsman tidak pula ikut perang Badar dan ia tidak ada di sana?" Ibnu Umar menjawab, "Ya."

Laki-laki itu bertanya, "Apakah anda tahu bahwa ia tidak ikut perjanjian ar-Ridwan dan tidak menyaksikannya?" Ibnu Umar menjawab, "Ya." Laki-laki itu berseru, "Allahu Akbar!" Ibnu Umar berkata, "Akan aku ceritakan semuanya (ketiga hal itu). Ketika ia melarikan diri pada perang Uhud aku bersaksi bahwa Allah telah mengampuninya, dan ketika ia tidak berperang pada perang Badar, itu karena putri Rasulullah, yang merupakan istrinya, tengah sakit. Nabi Muhammad berkata padanya,'Engkau akan menerima balasan yang setimpal dan Mendapat harta rampasan yang sama dengan orang-orang yang berperang (bila tinggal bersamanya).' Sedangkan ketika ia tidak hadir dalam perjanjian ar-Ridwan untuk berbaiat, disana telah ada orang yang lebih dipercaya dari pada Utsman (sebagai wakil) Nabi Muhammad pasti telah mengutus Utsman dan bukan orang itu. tidak diragukan, Nabi Muhammad telah mengutusnya dan peristiwa perjanjian ar-Ridwan terjadi setelah Utsman pergi ke Mekkah. Nabi Muhammad mengangkat tangan kanannya bahwa 'lni adalah tangan Utsman'. la mengangkat tangan kanan lainnya, "Perjanjian ini karena Utsman." Kemudian Ibnu Umar berkata kepada lelaki itu, "Ingatlah alasan ini olehmu!"

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4359, diriwayatkan Ibnu Umar, "Utsman tidak bergabung dalam perang Badar karena ia menikah dengan salah satu putri Nabi Muhammad." Lalu, Nabi berkata kepadanya, "Engkau akan mendapatkan balasan dan menerima bagian (rampasan perang) yang sama dengan pahala dan bagian harta orang yang berperang di perang Badar."

Pertanyaan kami adalah bahwa alasan apapun yang dikemukakan Utsman untuk tidak bergabung dalam perang Badar bagaimana Sunni menilainya di antara sahabat lain yang bergabung dalam perang Badar? Berikut ini kami sajikan lagi referensi lain.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5290, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, "Orang-orang beriman yang berperang dalam Perang Badar dan orang-orang yang tidak bergabung mendapatkan balasan yang tidak sama."

Ada ayat yang di turunkan berkaitan dengan Ali bin Abi Tllalib dan io diberi kedudukan khusus. Bacalah hadis berikut dan bandingkan dengan Utsman, di mana tidak ada ayat (berkenaan dengan perang Badar) yang turun untuknya, dengan ayat yang turun bagi Ali bin Abi T'halib.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5304, diriwayatkan oleh Abu Mujlar. dari Qais bin Ubaid bahwa Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku adalah orang pertama yang bersujud kepada Allah, Yang Maha Pengasih untuk mendapat keputusan Allah pada hari kebangkitan."

Qais bin baid juga berkata, "Ayat berikut turun berkenaan denganya, " Dua orang mukmin dan orang kafir bermusuhan ini mempertengkarkan Tuhan mereka " (QS.al-Hajj : 19)".

Qais berkata bahwa mereka adalah orang-orong yang berpurong di perang Badar, yaitu Hamzah, Ubaidah/Abu Ubaidah bin Harits, Syaibah bin Rabi'ah, Utbah dan Walid bin Utbah.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5305, diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa ayat 'Dua orang yang bermusuhan ini (mukmin dan kafir) berdebat satu sama lain mempertentangkan Tuhan mereka' (QS. 22:19), turun berkenaan dengan enam orang dari suku Quraisy, yaitu Ali, Hamzah, Ubaidah bin Harits, Syaibah bin Rabi'ah, Utbah bin Rabi'ah dan Walid bin Utbah.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5306, diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib bahwa ayat '...Dua orang yang saling bermusuhan ini (orang mukmin dan orang kafir) berdebat mengenai Tuhan mereka' (QS. 22.19), turun berkenaan dengan mereka.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5307, diriwayatkan oleh Qais bin Ubaid bahwa dia mendengar Abu Dzar bersumpah bahwa ayat ini turun bagi enam orang pada peristiwa perang Badar.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5308, diriwayatkan oleh Qais bahwa dia mendengar bahwa Abu Dzar bersumpah bahwa ayat `... dua orang yang saling bermusuhan (orang mukmin dan orang kafir) mempertengkarkan Tuhan mereka' (22.19), turun berkenaan dengan orang-orang yang berperang pada perang Badar. Mereka adalah Hamzah, Ali, Ubaidah bin Harits, Utbah dan Syaibah, dua putra Rabi'ah dan Walid bin Utbah.



Melarikan Diri dari Perang Uhud
Untuk mengingatkan anda (tidak memberitahu anda), ada ayat dalam Surah Ali Imran yang menyatakan, "Orang-orang yang berpaling di antara kalian ketika dua kelompok bertemu hanya karena diperintahkan oleh apa yang telah mereka lakukan dan Allah mengarnpuni mereka."

Anda bahkan tidak bersusah-susah untuk melihat kitab suci Allah. Mungkin anda tengah membicarakan surah Ali Imran ayat 152 dan 155. Anda perlu membaca ayat 152-156. Kami berharap wafat bukan menjadi salah satu dari mereka. Allah mengampuni umat. Hal itu adalah karuniaNya. Allah telah mengampuni banyak sahabat ketika Nabi masih hidup.

Allah mengampuni tiga orang yang telah melarikan diri dari perang Tabuk. Apakah anda berangan - angan menjadi salah satu dari orang - orang yang tidak melaksanakan perintah Nabi Muhammad dan akhirnya Allah mengampuni mereka?

Akan tetapi pertanyaan kami bukan ini. Kami meminta anda untuk membandingkan orang-orang yang melarikan diri (bercerai berai) di perang Uhud dengan orang-orang yang tidak melarikan diri. Bagaimann anda menilai mereka?

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4706, diriwayatkan oleh Jubair bin Mut'im:

Utsman Ibnu Affan pergi menemui Nabi Muhammad dan berkata, "Wahai Rasulullah! Engkau telah memberi harta kepada Bani Muthalib dan tidak memberi kami meskipun kami dan mereka memiliki hubungan yang sama denganmu!" Nabi berkata, "Hanya Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang merupakan satu keluarga."Kami harap anda dapat melihat dan memahami bahwa Nabi Muhammad memperlakukan Bani Hasyim dan Bani Muthalib berbeda dengan Utsman dan keluarganya. Sehingga, hubungan pernikahan antara Utsman dengan putri Nabi Muhammad sama sekali tidak berkaitan sedikitpun dengan maqam spiritual.



Membuat Hukum Islam Baru; Aturan Shalat dalam Perjalanan15
Setelah membaca hadis berikut anda akan mengetahui bahwa shalat Safar sebenarnya diperpendek dan Nabi Muhammad tidak shalat secara penuh ketika ia sedang dalam perjalanan singkat.

Abu Bakar dan Utsman melakukan hal yang sama;

Utsman melakukan hal yang sama di masa awal kekhalifahannya; Kemudian Utsman mengubah aturan shalat dalam perjalanan dan shalat secara penuh ketika dalam perjalanan;

Aisyah mengikuti aturan Utsman ini.

Pertanyaan kami: Atas perintah siapa, Utsman melakukan shalat Ketika dalam perjalanan secara penuh? Mengapa Aissyah mengikuti Ustman dalam hal ini?
Catatan penting: Jika anda ingin membaca buku Eiqih, lakukanlah secara bebas. Kami ingin anda mengajikan semua alasan mazhab Sunni dan menunjukkan bagaimana mereka memahami beberapa hukum Islam selain hadis ini dan kami ingin anda menegaskan hasilnya dengan hadis ini, kata demi kata.

Kami mengetengahkan beberapa hadis yang tidak memiliki kekecualian. Bahkan kami tidak memberi satupun kata kunci sehingga dapat menerapkan aturan ini dan itu hanya pada beberapa orang tertentu. Itulah sebenarnya yang anda lihat dalam hadis. Apabila anda membaca buku para ulama, anda akan menemukan bahwa mereka berkata hal ini dan hal itu untuk beberapa kasus dan mereka tidak menerapkannya pada siapapun. Kami ingin anda menunjukkan pada kami bagaimana anda tidak dapat memberlakukan hadis tersebut kepada seseorang. Kami ingin anda, memisah-misahkan hadis sepotong demi sepotong dan membuktikan apa yang telah anda dengar atau anda baca dari kitab-kitab para ulama. Kami telah memberikan hadis yang ash dan tidak menyebutkan nama ulama manapun, dan kami tidak peduli orang ini atau itu adalah ulama atau bukan. Kami hanya ingin anda menyebutkan bagaimana orang yang berilmu ini meramu kesimpulan di luar hadis-hadis mi.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2206, diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

Aku menemui Rasulullah dan ia tidak pernah melakukan shalat lebih dari dua rakaat ketika dalam perjalanan. Abu Bakar, Umar dan Utsman dulu biasa melakukan hal yang sama.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2717, diriwayatkan oleh Aisyah:

"Ketika shalat pertama kali diperintahkan, jumlah inasing-masing shalat adalah dua rakaat. Kemudian, shalat dalam perjalanan ditetapkan sebagaimana sebelumnya tetapi bagi orang yang tidak dalam perjalanan jumlah rakaat shalatnya tetap penuh." Zuhri berkata, "Aku bertanya kepada Urwah apa yang membuat Aisyah shalat secara penuh (ketika dalam perjalanan)." la menjawab, "la melakukan hal yang dilakukan Utsman."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2188, diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar :

Saya melakukan shalat bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar di Mina dan jumlahnya dua rakaat. Utsman di masa awal kekhalifahannya melakukan hal yang sama, tetapi kemudian ia shalat dalam jumlah yang penuh.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2189, diriwayatkan oleh Haritsah bin Wahab, "Nabi Muhammad mengimami kami shalat di Mina pada masa perdamaian sebanyak dua rakaat."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2190, diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Yazid:

Kami melakukan shalat 4 rakaat di Mina yang diimami oleh Ibnu Affan. Abdullah bin Mas'ud diberitahu tentang hal itu. la berkata dengan sedih, "Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan hanya kepada-Nya kita kembali." la menambahkan, 'Aku shalat dua rakaat di Mina bersama Rasulullah dan hal yang sama juga dilakukan Abu Bakar dan Umar (semasa kekhalifahan mereka). Semoga aku beruntung melaksanakan dua rakaat shalat dan la (Allah) menerimanya.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2195, diriwayatkan oleh Anas bin Malik, "Melaksanakan shalat empat rakaat bersama Nabi Muhammad di Madinah dan dua rakaat di Dzul Hulaifah (mengqashar shalat Ashar).




Mengubah Aturan Haji Umrah 16
Setelah membaca hadis tersebut anda akan menemukan bahwa:

Di haji terakhir Nabi Muhammad SAW, beberapa orang melaksanaknn ibadah umrah dan haji bersamaan;
Utsman melarang orang-orang melaksanakan umrah dan haji bersamaan pada masa kekhalifahannya;

Ali dengan tegas tidak sependapat dengan Utsman, dan memberi tahunya bahwa perintahnya bukan berasal dari sunnah Nabi.
Kami memiliki satu pertanyaan: Atas perintah siapa Utsman melarang orang-orang melaksanakan haji dan umrah bersamaan? Mengapa Utsman tidak menaati Nabi dalam hal ini? Seperti yang anda lihat, Utsman tidak menaati hadis Nabi. Menurut anda, apakah keputusannya benar?

Satu catatan penting: Cobalah baca buku fiqih anda, dan berikanlah alasan-alasan ulama Sunni! Telitilah hadis berikut satu demi satu dan rujukkanlah bagaimana anda memperoleh hasilnya! Karena kami telah mengetengahkan hadis yang asli, kami ingin anda mengemukakan semua pemahaman anda dari awal. Kami sangat mengutamakan pendapat perawi hadis-hadis ini dan tidak begitu mengutamakan pendapat para ulama. (Kami harus menambahkan bahwa anda sebaiknya meneliti secara cermat apa yang dikatakan para ulama karena kami mengetahui jenis hadis.yang akan anda berikan).

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2633, diriwayatkan oleh Aisyah:

Kami berangkat bersama Rasulullah (ke Mekkah) pada tahun haji Rasulullah yang terakhir. Beberapa orang dari kami menganggap ihram hanya untuk umrah, sedang beberapa orang lainnya menganggap ihram untuk umrah dan juga haji. Sedangkan yang lain menganggap ihram untuk haji. Maka, barangsiapa yang menganggap ihram untuk haji atau untuk haji dan umrah, ia belum menyelesaikan ihram hingga hari berkurban."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2364, diriwayatkan oleh Marwan bin Hakam:

Saya melihat Utsman dan Ali. Utsman sering melarang orang-orang melakukan Haji Tamattu dan Haji Qiran (melaksanakan haji dan umrah bersam-aan) dan ketika Ali melihat (perbuatan Utsman) ia melakukan ihram untuk haji dan umrah secara bersamaan. la berkata, "Labaik, untuk umrah dan haji," dan berkata, "Aku tidak akan meninggalkan hadis Nabi karena ucapan seseorang."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2640, Ali dan Utsman memiliki pendapat berbeda mengenai haji tamattu ketika mereka berada di Uafah (satu tempat di mekkah) Ali berkata, " Aku melihat engkau berniat melarang orang - orang untuk melakukan hal yang Nabi Muhammad lakukan?" Ketika Ali melihat hal itu, ia menganggap ihram bagi haji dan umarah.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2.642, diriwayatkan oleh Imran:

Kami melakukan haji tamattu ketika Rasulullah masih hidup. Kemudian, ayat Quran turun berkenaan haji tamattu. Seseorang (baca: UtsmanbinAffan) berkata bahwa yang ia inginkan (berkenaan dengan Hajj at-Tamattu) berasal dari pendapatnya sendiri.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2747, diriwayatkan Abu Jamrah:

Aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang haji tamattu. la memerintahkanku untuk melakukannya. Aku bertanya tentang kurban. la berkata, "Engkau harus menyembelih unta, sapi atau domba, atau engkau akan membaginya dengan yang lain!" Nampaknya ada beberapa orang yang tidak menyukai haji tamattu. Aku tertidur dan bermimpi seolah-olah seseorang berkata, "Allah Maha Besar...(itulah) hadis Abu Qasim (Nabi Muhammad)." Diriwayatkan oleh Syu'bah bahwa seruan dalam mimpi itu adalah "Umrah yang diterima dan haji yang mabrur."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 2638, diriwayatkan oleh Syu'bah, bahwa Abu Jamrah Nasr bin Imran Duba'i berkata:

Aku berniat melakukan haji tamattu dan orang-orang menganjurkan aku untuk tidak melakukannya. Aku bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai hal itu dan ia memerintahkanku untuk melakukan haji tamattu. Kemudian aku mendengar dalam mimpi seseorang berkata kepadaku, "Haji mabrur dan umrah diterima." Lalu aku bercerita kepada Ibnu Abbas tentang mimpi itu. la berkata, "Itulah hadis Abu Qasim." Kemudian ia berkata kepadaku, "Tunggulah sebentar, aku akan memberimu sebagian hartaku." Aku (Syu'bah) bertanya, "Mengapa (ia mengajakmu)?" la (Abu jamrah) berkata, "Karena mimpi yang aku lihat tadi malam."



Mengubah Hukum Zakat 18
Hadis berikut dengan jelas menunjukkan bahwa Utsman membuat beberapa aturan baru dalam pembayaran zakat. Ali tidak sependapat dengannya dan memberitahu Utsman apa yang Rasulullah tetap dalam aturan zakat. Utsman dengan jelas menyatakan bahwa ia tidak memerlukan hadis Nabi. Kami ingin meminta anda untuk menjelaskan mengapa Utsman melakukan hal yang bertentangan dengan hadis Nabi?

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4343, diriwayatkan oleh Ibnu Hanafiyah:

Jika Ali berkata sesuatu yang buruk tentang Utsman, ia akan menyebutkan hari ketika beberapa orang menemuinya dan mengeluh tentang aturan zakat yang dibuat Utsman. Ali berkata padaku, "Pergilah, temui Utsman dan katakan padanya, 'Surah ini berisi aturan mengeluarkan sedekah menurut Rasulullah!' Oleh karenanya, sesuaikanlah aturan zakatmu dengannya!" Aku membawa surah itu kepada Utsman. Utsman berkata, "Ambillah, kami tidak memerlukannya!" Aku kembali kepada Ali dengan membawa surah itu dan memberitahu kejadian itu padanya. Ali berkata, "Letakkanlah di mana kamu mengambilnya!"

Diriwayatkan oleh Muhammad Ibnu Suqah:

Aku mendengar Mundzir Thusi menceritakan Ibnu Hanafiyah yang berkata, "Ayahku mengutusku." la berkata, "Bawalah surah ini kepada Utsman karena surah ini berisi perintah Nabi Muhammad mengenai aturan sedekah."

Sebagaimana kami nyatakan di artikel lain, surah ini menjadi terkenal sebagai kitab Ali bin Abi Thalib. Hadis lain dalam Shahih al-Bukhari juga menegaskan adanya surah tersebut.



Kepribadian Umar
Ketika Umar membuat aturan-aturan Islam yang baru menurut pendapatnya sendiri seperti yang anda lihat di referensi, ia berkata, "Ni'mah al-Bid'ah Hadza. "
Tahukah anda apa yang dilakukan Allah SWT terhadap orang-orang yang menciptakan aturan Islam yang baru, mengumumkannya kepada umat dan merasa bangga dengan hasil ciptaannya?

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 3227, diriwayatkan olch Abu Hurairah:

Rasululah bersabda " Barang siapa yang shalat di malam hari sebulan penuh di bulan Ramadhan dengan sungguh-sungguh dan mengharapkan balasan Allah, semua dosa di masa lalunya akan diampuni."

Ibnu Syihab (perawi kedua) berkata, "Rasulullah telah wafat dan umat melihat shalat itu tetap demikian (nawafil sendiri, dan tidak berjamaah), dan hal itu tetap demikian semasa kekhalifahan Abu Bakar sampai awal kekhalifahan Umar."

Abdurrahman bin Abdul Qari berkata, 'Aku pergi menemani Umar bin Khattab di suatu malam Ramadhan ke Masjid. Di sana kami melihat orang-orang shalat dalam kelompok yang berbeda-beda. Seorang lelaki shalat sendirian atau yang lainnya shalat dengan sekelompok orang di belakangnya. Kemudian Umar berkata, "Aku lebih menyukai menyatukan orang-orang ini shalat dipimpin oleh seorang imam." Lalu, ia memutuskan untuk menyatukan mereka dalam shalat dengan imam Ubay bin Ka'ab.

Kemudian pada suatu malam lain, aku bersama lagi dengan Umar dan orang-orang tengah shalat berjamaah. Melihat hal itu, Umar berkomentar, "Betapa indah bid 'ah ini, shalat yang tidak mereka lakukan, tetapi tidur saat itu lebih baik daripada shalat yang mereka lakukan."



Kepribadian Umar: Aturan Mengenai Shalat lainnya
Hal ini berkenaan dengan mengacungkan jari telunjuk ketika shalat. Setelah mendengar persoalan ini, pertanyaan muncul di benak kami; 1) Siapa yang memulai dilakukannya praktik ini?; 2) Apakah hal ini dipraktikkan Rasulullah SAW?; 3) Jika dilakukan Rasulullah SAW, tolong sebutkan referensinya?; 4) Jika tidak, lalu bagaimana hal ini bisa terjadi?

Berikut ini jawaban kami: Umar adalah orang pertama yang memulai praktik ini. Sepanjang pengetahuan kami, tidak ditemukan hadis yang menegaskan kebenarannya. Berikut adalah referensinya. Ia (Umar) sedang shalat, dan ketika mengucapkan ayat 'Maka sembahlah Tuhan pemilik Kabah!' la mengacungkan jari telunjuknya ke Kabah. Syah Waliyullah berkomentar bahwa gerakan seperti itu diperbolehkan dalam shalat.19

Di samping itu, kitab The Reliance of Traveller, tidak menyebutkan hadis ini dalam konteks ini (sejauh yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Jika memang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad, buktikanlah!



Apakah Terdapat Orang-orang Munafik di Antara Para Sahabat?
Kami memiliki beberapa pertanyaan sederhana dari saudara Sunni. Sebagian besar kalian menyatakan bahwa semua sahabat bukan orang munafik, tidak seorang pun dari mereka munafik. Mari kita terima dulu pendapat ini. Pertanyaan kami adalah; apakah terdapat orang-orang munafik di antara para sahabat?
Dengan kata lain, definisikanlah kata 'sahabat' dengan jelas dan secara terperinci?

Jelaskan bahwa sahabat seperti Abdullah bin Ubay, yang merupakan orang munafik yang paling terkenal, disebut sahabat atau bukan? Jelaskanlah apakah orang-orang munafik yang ada ketika Nabi masih hidup di antaranya adalah sahabat atau bukan?
Jika jawaban pertanyaan no. 3 adalah 'tidak', sebutkanlah semua orang munafik yang bukan sahabat! Dengan kata lain, anda harus dapat membedakan antara sahabat dan orang munafik. Anda harus dapat mengkategorikan dan menyebutkan orang-orang munafik itu, semuanya. Jika tidak semuanya, sebutkanlah sekitar 100 orang dari mereka! Jika anda tidak dapat membedakan antara sahabat dan munafik bagaimana kami tahu mana orang yang munafik dan mana orang yang merupakan salah satu sahabat Nabi?

Dan jika jawaban no. 3 adalah'ya' yang artinya bahwa orang munafik adalah sahabat nabi, setujikah anda apabila kami menampilkan seseorang yang merupakan sahabat Nabi dan juga orang munafik, yang bernama Abdullah bin Ubay? Lalu, apakah anda sepakat bila kami mengetengahkan beberapa sahabat lain yang juga munafik atau tidak?

Kebenarannya adalah (kami tidak peduli apakah mazhab Syi'ah/Sunni menyukainya atau tidak) bahwa anda tidak dapat menycbut seseorang itu bukan Islam ketika ia mengucapkan, 'Tiada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah Rasulullah". Jika anda menyebut orang itu non muslim dengan begitu mudah dari mulut anda, maka anda harus bersiap - siap mengahadapi api neraka Allah.

Seseorang akan tetap menjadi Muslim sepanjang ia mengucap dua kalimat syahadat di atas, tidak peduli apakah ia menyatakan; sebuah hadis benar atau tidak, seorang sahabat berdusta kepada Nabi atau tidak, seorang sahabat telah mencuri sesuatu (ia adalah pencuri), seorang sahabat telah membunuh secara sengaja dan tidak memiliki hak untuk melakukannya, dan seorang sahabat telah berperang di jalan yang sesat demi setan.
Gantikanlah kata sahabat dengan 'ulama terhormat' dan bacalah sekali lagi.

Persoalan masyarakat Islam saat ini adalah mereka membiarkan diri mereka saling menyerang (Sunni atau Syi'ah) dan menuduh satu sama lainnya sebagai kafir. Jika orang-orang ini berkuasa, mereka akan membunuh siapa saja yang tidak sependapat dengan mereka, seperti yang dilakukan ratusan tahun lalu. Kebiasaan buruk yang menyenangkan setan dan membuat Allah murka sekarang ini menyebar di masyarakat Islam.

Kami menantang anda berulang kali dan anda tidak dapat berbuat apa-apa. Jika anda memahami bahwa tidak ada sumber rujukan bagi kebiasaan buruk anda, maka setidaknya anda berusaha menyembunyikan hal tersebut. Kebiasaan tersebut bukan kepribadian Muslim sejati.

Seseorang berkata: Jika seseorang berkata bahwa salah satu sahabat X telah berdusta atas nama Nabi, artinya bahwa sahabat ini kafir? Karena ia telah menuduh seorang Muslim X sebagai orang kafir, ia sendiri, Mali menjadi kafir.

Kami tidak keberatan dengan pernyataan kedua karena kami sendiri telah menampilkannya. Persoalan kami secara spesifik dimaksudkan bagi pertanyaan pertama. Kami meminta anda membawa kamus Jepang atau Arab dan menunjukkan kata baru tersebut kepada kami.

Jika anda tidak dapat membuktikannya, bersikap manusiawilah dan tinggalkan kebiasaan buruk anda.

Seseorang yang menggunakan kata di atas kepada mukmin lainnya, ia dianggap sebagai orang kafir. Bukan kami yang mengatakan hal ini. Karena kami bukan seorang ulama (kata 'kafir' ini bukan kata yang ringan, kata ini adalah kata yang berat yang besertanya api neraka, dan kata ini harus diucapkan oleh Allah dan Rasul-Nya). Inilah yang dicatat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim. Jika anda peduli dengan kedua buku ini dan anda mendengar serta menaati kedua kitab ini, sedikitnya'menaati' hadis dalam kedua buku ini, kami memperingatkan anda dengan jelas bahwa orang ini dianggap kafir dengan aturan berikut, "Jika seseorang X menyatakan Muslim lainnya Y sebagai kafir, sedang ia tahu bahwa Y adalah Muslim, maka X menjadi kafir. Orang seperti ini dianggap sebagai orang murtad, karena ia meninggalkan Islam dengan menyebut saudaranya seiman sebagai kafir secara sengaja.[]



Catatan Kaki :
1. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 184.
2. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, ha1.199-200. -
3. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 200.
4. Referensi hadis Sunni: al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 84.
5. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 235.
6. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 180-181.
7. Referensi hadis Sunni: Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bag. 1, hal. 159; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 532-533; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 244; Usd al-Ghabah, jilid 3, hal. 87-88; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 766; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 248; Riwayat serupa diceritakan juga di al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, 371.
8. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa tahun 36 H, jilid 4, hal. 905.
9. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 238-239.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206; Lisanul Arab, jilid 14, ha1.141; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 290; Syarh, Ibnu Abi Hadid, jilid 16, hal. 220-223.
11. Referensi hadis Sunni: Ansab al-Asyraf, Baladzuri, bagian 1, jilid 4, hal. 75.
12. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 171-172.
13. Hadis dalam artikel ini diambil dari terjemahan Shahih a1-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam, Madinah Munawwarah, Terbitan Kaje, 1529 North Wells Street, Chicago. 11160610 (USA), (Revisi ke-3, 1977) (Edisi revisi ke-4, Maret 1979), No.Telp. (di perpustakaan Waterloo University): BP 135. A124E54.
14. Hadis yang sama pun diriwayatkan di jilid 5, no. 395.
15. Hadis berikut diambil dari terjemahan Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, Dr. Muhammad Muhsin Khan, Islamic University, Madinah Munawwarah, Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago, ILL. 60610 (USA), (revisi ke-3,1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979), No. Telp. ( di perpustakaan Waterloo University): BP 135.A124E54.
16. Hadis berikut diambil dari terjemahan Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Mushin Khan, Islamic University, Madinah Munawwarah, Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago ILL.60610 (USA), (revisi ke-3,1977), (edisi revisi ke-4, Maret 1979), No. Telp. (di perpustakaan Waterloo University): BP135.A124E54.
17. Lihat hadis No. 631, 636, dan 639.
18. Hadis berikut diambil dari terjemahan Shahih al-Bukhari, versi ArabInggris, Dr. Muhammad Mushin Khan, Islamic University, Madinah Munawarah, Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago, Ialah.6061 (USA), (revisi ke-3, 1977) (Edisi revisi ke-4, Maret 1979), No. Telp. (di perpustakaan Waterloo University): Bpk.A12E54.
19. Referensi hadis Sunni: al-Faruq, vol. II & III, hal. 314, Syilbi Numani, penerbit Sh. Muhammad Asyraf Lahore, Pakistan; Izlatul Khifa, jilid III, hal. 346, Syah Waliyullah Muhadis Dehlavi, Qadeemi kitab Khala, Karachi Pakistan.

35
ANTOLOGI ISLAM

BAB 12 : KONTROVERSI ABDULLAH BIN SABA
Musuh-musuh Islam yang memiliki tujuan memecah belah umat Islam, berusaha menggambarkan Syi'ah sebagai sebuah aliran yang berasal dari Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang memeluk Islam selama pemerintahan Utsman bin Affan, khalifah ketiga. Mereka menyatakan lebih jauh bahwa Abdullah bin Saba melakukan perjalanan ke kota-kota dan desa-desa umat Islam, dari Damaskus hingga ke Kufnli lalu ke Mesir, menyebarkan berita di kalangan umat Islam bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus Nabi Muhammad SAW. la menghasut umat Islam untuk membunuh Utsman karena ia meyakini bahwa Utsman telah menduduki jabatan Ali. la juga menciptakan keonaran di pasukan Ali dan musuhnya pada perang Unta. la juga bertanggung jawab atas semua gagasan-gagasan Syi'ah selanjutnya. Penulis sewaan ini mepkini U.ilmw nbdullnh bin Saba adalah pendiri mazhab Syi'ah, dan karena ia sendiria adalah orang munafik dan menulis berita bohong, maka semua ilmu dan keyakinan Syi'ah juga tidak benar. Sebenarnya, Abdullah bin Saba adalah kambing hitam yang tepat untuk semua klaim orang - orang Sunni.

Ketika Keberadaan sesorang bernama Abdullah bin Saba di awal sejarah sejarah Islam sangat dipertanyakan, hal yang jelas setelah dilakukan penelitian mengenai hal ini adalah bahwa meskipun seorang Ielaki miskin dengan nama seperti itu mungkin pernah ada pada zaman itu, cerita yang disebarkan tentang orang ini merupakan legenda, cerita bohong, dibuat-buat, dan fiksi, dan tidak ada bukti tentang kebenaran kisah-kisah tentangnya. Atas izin Allah, kami akan membahas poin ini di pembahasan berikut ini.

Cerita-cerita bohong seputar tokoh Abdullah bin Saba merupakan hasil karya keji seseorang bernama Saif bin Umar Tamimi. la adalah pengarang, yang hidup di abad kedua setelah Hijrah. la mengarang cerita ini berdasarkan beberapa fakta utama yang ia temukan dalam sejarah Islam yang ada saat itu. Saif menulis sebuah novel yang tidak berbeda dengan novel Satanic Verses karangan Salman Rushdi dengan motif yang serupa, tetapi dengan perbedaan bahwa peranan setan dalam bukunya diberikan kepada Abdullah bin Saba.

Saif bin Umar mengubah biografi beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW untuk menyenangkan pemerintah yang berkuasa saat itu, dan menyimpangkan sejarah Syi'ah serta mengolok-olok Islam. Saif adalah seorang pengikut setia Bani Umayah, salah satu musuh besar Ahlulbait di sepanjang sejarah, dan niat utamanya mengarang cerita-cerita seperti itu adalah untuk merendahkan Syi'ah. Dalam cerita karangannya, ia mengejar banyak tujuan lain, yang salah satunya adalah mengangkat kedudukan sukunya atas suku lain dengan menciptakan sahabat-sahabat imajiner dari sukunya. Tetapi banyak ulama Sunni menemukan banyak bid'ah dalam riwayatnya yang tidak hanya terbatas pada persoalan Abdullah bin Saba, dan karena itu mereka mengabaikan riwayatnya, dan menuduhnya-sebagai seorang pendusta dan pemfitnah. Tetapi, hasil karya Saif mendapat dukungan sebagian kelompok Sunni hingga saat ini. Di bagian selanjutnya, kami akan mengetengahkan ucapan-ucapan ulama-ulama Sunni terkemuka, yang membenarkan bahwa Saif bin Umar adalah orang yang tidak dapat dipercaya dan ceritanya dusta.

Telaah ideologi menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang membenci mahzab pemikiran Syi'ah (banyak dari mereka adalah musuh - musuh Islam) mendasarkan rasa kebencian mereka pada bid'ah ini yang mereka ekspoitir untuk mendukung serangan mereka kepada Syi'ah. Pendekatan ini sama seperti yang dilakukan Saif bin Umar sendiri.



Asal Muasal Cerita Abdullah bin Saba
Cerita Abdullah bin Saba berusia lebih dari dua belas abad lamanya. Parasejarahwan dan penulis mencatatnya, dan memberi tambahan kepada cerita tersebut.
Sekilas melihat rangkaian perawi dari cerita ini, anda akan temukan nama Saif berada di situ. Beberapa sejarahwan berikut ini mencatat cerita tersebut dari Saif secara langsung:

- Thabari.
- Dzahabi, ia juga menyebutkan dari Thabari (1).
- Ibmi Abu Bakir, ia juga mencatatnya dari Ibnu Atsir (15), yang mencatat dari Thabari (1).
- Ibnu Asakir.

Berikut ini sejarahwan yang tidak secara langsung mencatat dari Saif:

- Nicholson dari Thabari (1).
- Ensiklopedi Islam karya Thabari (1)
- Van Floton dari Thabari (1)
- Wellhauzen dari T'habari (1).
- Mirkhand dari Thabari (1).
- Ahmad Amin dari Thabari (1), dan dari Wellhauzen (8).
- Farid Wajdi dari Thabari (1).
- Hasan Ibrahim dari Thabari (1).
- Said Afghani dari Thabari (1), dan dari ibnu Abu Rakir (3),
- Ibnu Asakir (4), dan Ibnu Bardan (21).
- Ibnu Khaldun dari Thabari (1).
- Ibnu Atsir dari Thabari (1).
- Ibnu Katsir dari Thabari (1).
- Danaldson dari Nicholson (5), dan dari ensiklopedia (6).
- Ghiathuddin dari Mirkhand (9).
- Abu Fida dari Ibnu Atsir (15).
- Rasyid Ridha dari Ibnu Atsir (15).
- Ibnu Bardan dari Ibnu Asakir (4).
- Bustani dari Ibnu Katsir (16).

Daftar di atas menunjukkan bukti bahwa cerita-cerita bohong seputar sifat Abdullah bin Saba dimulai dari Saif dan dikutip oleh Thabari secara langsung dari buku Saif sebagaimana yang diungkapkan Thabari sendiri.' Olah karena itu, tokoh Saif dan sejarahnya harus ditelaah dan dianalisis dengan sangat teliti.



Siapakah Saif ?
Saif bin Umar Dzabbi Usaidi Tamimi hidup pada abad II/VIII dan meninggal setelah tahun 170/750. Dzahabi berkata bahwa Saif meninggal ketika Harun Rasyid memerintah di Baghdad (Iraq). Selama hidupnya, Saif menulis dua buku berikut ini pada masa pemerintahan Umayah; 1) Al-Futuh wa ar-Riddah, yang merupakan sejarah periode sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW hingga khalifah ketiga, Utsman, menjadi pemimpin dunia Islam; 2) Al-Jamal wa Masiri Aisyah wa Ali, yang merupakan sejarah dari pembunuhan Utsman hingga perang Jamal (perang antara Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW). Buku-buku tersebut sekarang sudah tidak ada namun sempat bertahan beberapa abad setelah masa hidupnya Saif. Berdasarkan temuan ini, orang terakhir yang menyatakan bahwa ia memiliki buku Saif adalah Ibnu Hajar Asqalani (852 H).

Kedua buku ini lebih banyak berisi cerita fiksi, bukan kebenaran, cerita-cerita yang dibuat-buat, dan beberapa peristiwa yang benar, yang secara sengaja dicatat dengan cara yang mengolok-olok.

Karena Saif berbicara tentang beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW dan juga menciptakan sahabat-aahabat Nabi dengan nama yang aneh, ceritanya telah mempengaruhi sejarah Islam masa awal. Beberapa ahli biografi seperti penulis Ushul Ghabah, Isti'ab dan Ishabah dan ahli geografi seperti penulis buku Mu jam al-Buldare dan ar-Rawz al-Mi'tar teloh menulis beberapa kisah hidup beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW, dan menyebutkan tempat-tempat yang hanya terdapat di buku karangan Saif. Karena itu, kehidupan dan tokoh Saif serta kredibilitasnya harus ditelaah secara teliti.



Pendapat Kaum Sunni Mengenai Saif
Beberapa ulama terkemuka Sunni berikut ini membenarkan bahwa Saif bin Umar terkenal sebagai seorang pendusta dan orang yang tidak dapat dipercaya:
Hakim (405 H) menulis, "Saif adalah seorang ahli bid'ah. Riwayatnya harus diabaikan."

Nasa'i (303 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah dan riwayat tersebut harus diabaikan karena tidak dapat dipercaya dan tidak berdasar."

Yahya bin Muin (233 H) menulis, "Riwayat Saif lemah dan tidak berdasar."

Abu Hatam (277 H) menulis, "Hadis yang diriwayatkan Saif harus ditolak."

Ibnu Abu Hatam (327) menulis, "Para ulama telah mengabaikan riwayat yang disampaikan Saif ."

Abu Daud (316 H) menulis, "Saif bukan seorang yang dapat dipercaya. la adalah seorang pembohong. Beberapa hadis yang ia sampaikan sebagian besarnya tertolak."

Ibnu Habban (354 H) menulis, "Saif merujukkan hadis-hadis palsu pada perawi-perawi yang sahih. la dianggap sebagai seorang pebid'ah dan pembohong."

Ibnu Abdul Barr (462 H) menyebutkan dalam tulisannya tentang Qa'fa ; " Saif meriwayatkan bahwa Qa`qa berkata, 'Aku menghadiri kematian Nabi Muhammad."' Ibnu Abdul Barr melanjutkan " Ibnu Abu Hatam berkata, 'Riwayat Saif lemah. Oleh karenanya, apa yang disampnikam tentang keberadaan Qa'qa pada wafatnya Nabi Muhammad ditolak. Kami menyebutkan hadis-hadis Saif hanya untuk diketahui saja."'

Darqufii (385 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif lemah." Firuzabadi (817 H) menulis dalam buku Tawalif tentang Saif dan beberapa orang lainnya bahwa riwayat yang mereka sampaikan lemah. Ibnu Sakan (353 H) menulis, "Riwayat Saif lemah."

Safuddin (923 H) menulis, "Riwayat yang disampaikan Saif dianggap lemah."

Ibnu Udai (365 H) menulis tentang Saif, "Riwayat yang ia sampaikan lemah. Beberapa riwayatnya terkenal tetapi sebagian besar dari riwayat itu lemah dan tidak digunakan."

Suyuthi (900 H) menulis, "Hadis yang disampaikan Saif lemah." Ibnu Hajar Asqalani (852 H) menulis setelah ia menyebut sebuah hadis, "Banyak perawi hadis ini lemah dan yang paling lemah di antara mereka adalah Saif."

Menarik untuk kita perhatikan bahwa meskipun Dzahabi (748 H) telah mengutip dari Saif dalam buku sejarahnya, ia menyebutkan di bukunya yang lain bahwa Saif adalah perawi yang lemah. Dalam buku al-Mughni fi al-Dhu'afa, Dzahabi menulis, "Saif memiliki dua buku yang berdasarkan kesepakatan telah diabaikan oleh para ulama."'

Hasil dari penyelidikan tentang kehidupan Saif menunjukkan bahwa Saif adalah seorang yang tidak beragama dan pengarang yang tidak dapat dipercaya.

Cerita yang dikisahkan olehnya diragukan dan secara keseluruhan atau sebagiannya palsu. Dalam cerita-ceritanya, in menggunakan nama-nama kota yang tidak pernah ada di dunia ini. Abdullah bin Saba adalah kebohongan utama dari cerita-ceritanya. Ia juga mengenalkan 150 sahabat nabi imajiner untuk meluaskan tokoh-tokvh ciptaannya, dengan memberi nama-nama yang aneh pada mereka yang tidak ditemukan di dokumen manapun. Selain itu, waktu kejadian yang diberikan pada riwayat Saif bertolak belakang dengan dokumen Hadis Sunni yang sahih. Saif juga menggunakan rangkaian perawi palsu dan meriwayatkan banyak peristiwa-peristiwa ajaib (seperti sapi yang berbicara denganmanusia dan lain-lain).

Beberapa pendukung Saif berpendapat bahwa meskipun Sail Hianggap sebagai seorang perawi hadis yang lemah dan banyak udama hadis tidak mempercayai riwayatnya, hal tersebut hanya terdapat di wacano syariat, dan bukan di wacana sejarah.

Dengan pendapat tersebut, mereka ingin mendasarkan cerita 'sejarah' tentang seseorang yang dianggap pembohong dan zindiq. Apabila permasalahan tentang Saif hanyalah kurangnya ilmu syariat, kita dapat katakan bahwa ia dapat dipercaya dalam hal lainnya. Tetapi, persoalannya adalah Saif adalah seorang pembohong dan membuat banyak kepalsuan dengan mengarang kejadian dan merujuk hadis palsu pada perawi yang sahih. Oleh karenanya, orang seperti itu patut dipertanyakan untuk semua hal. Mengenai catatan sejarahnya, kita akan lihat pada bagian ke lima bahwa bahkan para sejarahwan Nasrani telah membenarkan ketidakkonsistenan antara riwayat sejarahnya dengan perawi-perawi yang benar lainnya. Di sini tidak perlu disebutkan pendapat Sunni dan Syi'ah tentang Saif yang ahli bid'ah.



Cerita Tentang Abdullah bin Saba Yang Tidak Memiliki Sanad Dari Perawi Manapun
Ada beberapa riwayat dari ulama Syi'ah dan Sunni yang mengambil beberapa bait tentang Abdullah bin Saba dari sejarahwan dan penulis budaya kuno, tetapi hal itu tidak memberi bukti apapun untuk pernyataan mereka. Mereka juga tidak memberikan isnad yang mendukung unhik riwayat mereka untuk diperiksa.

Contohnya, riwayat mereka dimulai dengan kalimat, "Beberapa cara, berkata demikian dan demikian...", atau "beberapa ulama berkata ini dan itu.." tanpa menyebutkan nama ulama tersebut, dan dari mana mereka mendapatkan riwayat tersebut. Riwayat tersebut berdasarkan pada rumor yang dipropagandakan oleh Umayah yang dipropagandakan oleh Umayah (meniru karya Saif) yang sampai pada mereka, dan beberapa riwayat lain yang didasarkan pada kreativitas pengarang cerita. Hal ini disimpulkan ketika kami melihat penulis-penulis ini meriwayatkan beberapa legenda yang jelas-jelas palsu dan tidak masuk akal.

Riwayat-riwayat ini diberikan oleh orang-orang yang menulis buku tentang al-Milal wa an-Nihal (cerita tentang peradaban dan kebudayaan) atau buku al-Firaq (perpecahan
36
liran-aliran).

Di antara kaum Sunni yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba dalam cerita mereka tanpa memberikan sumber klaim mereka adalah: Ali bin Isma'il Asyari (330) dalam bukunya yang berjudul Maqalat al-Islamiyyin (esai mengenai masyarakat Islam).

Abdul Qahir bin Thahir Baghdadi (429) dalam bukunya yang berjudul al-Farq Bain al-Firaq (perbedaan di antara aliran-aliran).

Muhammad bin Abdul Karim Syahrastani (548) dalam bukunya yang berjudul al-Milal wa an-Nihal (Negara dan Kebudayaan).

Perawi-perawi Sunni di atas, tidak memberi sumber atau sanad cerita mereka mengenai Abdullah bin Saba. Mereka saling berlomba untuk menambahjumlah aliran dalam Islam dengan nama-nama yang aneh seperti al-Kawusiyyah, at-Tayyarah, al-Mamturah, al-Gharabiyyah, al-Ma'lumiyyah, al-Majhuliyyah dan banyak lagi tanpa memberi sumber manapun atau referensi bagi klaim mereka. Karena hidup di abad pertengahan, para penulis ini beranggapan bahwa menulis kisah-kisah aneh dan merujukkan peristiwa yang tidak realistis kepada negara-negara Islam akan membuat mereka semakin terkenal daripada para pesaing lain dalam hal ini. Dan dengan demikian, mereka menyebabkan penyimpangan yang besar pada sejarah Islam dan telah berbuat kejahatan keji terhadap apa yang telah mereka rujukkan secara salah kepada negara-negara Islam.

Beberapa dari mereka menceritakan legenda yang tak masuk akal dan cerita fiksi yang kesalahannya mudah untuk dikenali saat ini, meskipun bagi mereka tidak mustahil untuk menyalahartikan cerita-cerita tersebut sebagai sejarah di masa itu. Contohnya, Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa anNihal menyebutkan bahwa ada sekelompok makhluk setengah manusia bernama an-Nas dengan wajah separuh, satu mata, satu tangan, dan satu kaki. Umat Islam dapat berbicara kepada makhluk-makhluk ini dan bahkan bertukar puisi. Beberapa orang Islam bahkan sering memburu mereka dan memakannya.

Makhluk-makhluk ini dapat melompat lebih cepat dari pada seekor kuda dan mereka adalah pemakan rumput. Syahrastani lebih jauh menyebutkan bahwa Mutawakil, Khalifah Abbasiah, memerintahkan para ilmuwan zaman itu untuk menyelidiki makhluk-makhluk ini.

Masyarakat pada zaman itu tidak memiliki peralatan modern yang dapat memudahkan mereka menemukan kesalahan cerita-cerita dan dongeng bohong ini, dan mungkin mereka lebih suka cerita yang lebih panjang dan aneh yang nampak menunjukkan kebenaran cerita tersebut, meskipun cerita tersebut tidak memiliki referensi.

Selain itu, berdasarkan telaah kronologis zaman ketika para penulis itu hidup, kita dapat menyimpulkan bahwa semua penulis itu hidup lama setelah zaman Saif bin Umar, dan bahkan setelah Thabari. Dengan demikian, sangat memungkinkan bahwa mereka semua mendapatkan cerita tentang Abdullah bin Saba dari Saif. Klaim ini menjadi lebih kuat ketika diteliti bahwa tidak ada satu orang pun dari mereka menyebutkan sumber riwayat mereka yang mungkin karena skandal Saif bin Umar dikenal oleh setiap orang saat itu dan mereka tidak ingin mendiskreditkan buku mereka dengan menyebutkan sumbernya. Selain itu, tidak ada dokumen manapun yang menuliskan tentang Abdullah bin Saba sebelum Saif. Para ulama atau sejarahwan yang hidup sebelum Saif bin Umar tidak pernah menyebut nama Abdullah bin Saba di buku-buku mereka. Hal ini menunjukkan bahwa apabila Ibnu Saba pernah ada, maka ia bukanlah seorang yang penting bagi mereka sebelum Saif membuatnya menjadi penting. Hal ini juga merupakan alasan lain untuk meyakini bahwa apa yang disebarluaskan seputar tokoh Abdullah bin Saba diawali oleh propaganda besar Saif bin Umar Tamimi.

Di antara perawi Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tanpa memberi keterangan mengenai sumbernya adalah dua sejarahwan berikut ini:

Sa'd bin Abdullah Asy'ari Qummi (301) dalam bukunya al-Mmlalul wal-Firaq menyebut sebuah riwayat di mana terdapat nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak menyebut sanadnya dan juga tidak menyebut dari siapa (atau dari buku mana) ia mendapat cerita tersebut dan apa sumbernya. Selain itu Asy'ari Qummi telah meriwayatkan banyak hadis dari sumber Sunni. Najasyi (450) dalam bukunya ar-Rijal berkata bahwa Asy'ari Qummi mengembara ke banyak tempat dan terkenal dengan hubungannya dengan sejarahwan Sunni dan banyak mendengar cerita dari mereka. la menulis banyak riwayat lemah dari apa yang ia dengar, salah satunya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, tanpa memberi referensi.

Hasan bin Musa Naubakhti (310), seorang sejarahwan Syi'ah yang menuliskan sebuah riwayat dalam bukunya al-Firaq tentang nama Abdullah bin Saba. Tetapi ia tidak pernah menyebut dari mana ia mendapat riwayat tersebut serta sumbernya.

Kedua orang ini merupakan orang Syi'ah yang memberi beberapa keterangan tentang keberadaan seorang lelaki terkutuk bernama Abdullah bin Saba pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Perhatikanlah bahwa semuanya meriwayatkan keterangan ini lama setelah zaman Saif bin Umar dan bahkan setelah Thabari menulis sejarahnya. Dengan demikian mereka mungkin mendapat informasi dari Saif atau orang yang mengutip darinya seperti Thabari. Hal ini menjadi lebih mungkin ketika kita lihat bahwa mereka menulis kalimat "Beberapa Qrang berkata demikian dan demikian..." tanpa memberi isnad atau nama 'orang-orang' tersebut.



Riwayat Mengenai Abdullah bin Saba yang Tidak Diriwayatkan Melalui Saif bin Umar
Kami harus menunjukkan bahwa meskipun ada kurang dari empat belas riwayat yang terdapat dalam koleksi hadis Syi'ah dan Sunni yang menyebut nama Abdullah bin Saba, dan disokong oleh rangkaian sanad, tetapi dalam sanad mereka nama Saif tidak muncul.

Di Syi`ah, Khusyi atau al-Kusysyi, juga disingkat dengan nama Kosli (369), menulis dalam bukunya berjudul Rijal pada tahun 340 mengenai Abdullah bin Saba.

Dalam buku tersebut ia menyebut beberapa hadis yang dalamnya muncul nama Abdullah bin Saba dari Imam Ahlulbait yang dikutip di bawah ini. Sebagaimana yang akan kita lihat, hadis ini memberi gambaran yang sangat berbeda daripada hadis Yang disebutkan oleh Saif. Tetapi, telah terbukti bagi ulama Syi'ah bahwa buku Kusysyi (Kash) memiliki banyak kesalahan, terutama dalam namn dnn juga beberapa kesalahan pada kutipan-kutipan. la banyak meriwayatkan hadis dalam bukunya ar-Rijal, dan oleh karena itu, bukunya tidak dianggap sebagai sumber Syi'ah yang dapat dipercaya. Apalagi bahwa riwayatriwayat Kusysyi (Kash) tidak ditemukan dalam empat kitab hadis utama Syi`ah. (untuk melihat penilaian kritis terhadap kesalahannya, lihatlah buku ar-Rijal karya Tustari dan Askari)

Ulama Syi`ah lain yang menyebut nama Abdullah bin Saba, Mali mengutip Kusysyi atau dua sejarahwan yang telah disebut di atas (Asy'ari Qummi dan Naubakhti yang tidak memberi sanad perawi atau sumbur untuk riwayat mereka). Di antara mereka yang mengutip Kusysyi adalah Syekh Thusi (460), Ahmad bin Thawus (673), Allamah Hilli (726), dan lain-lain.

Di Sunni, selain mereka yang mengutip dari Saif bin Umar yang namanya telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa riwayat dari Ibnv Hajar Asqalani yang memberi informasi yang sangat sama dengan aha yang telah Kusysyi berikan.

Mengenai beberapa riwayat Sunni dan Syi' ah, kami akan menyebutkan beberapa poin'berikut.

Cerita yang diberikan oleh hadis-hadis Sunni dan Syi'ah, sanga berbeda dengan riwayat yang disebarluaskan oleh Saif bin Umar. Hadis ini menyatakan bahwa ada seorang lelaki bernama Abdullah bin Saba yang muncul pada saat pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Lelaki ini menyatakan bahwa ia adalah seorang rasul dan Ali adalah tuhan, dan segera Ali memenjarakannya setelah mendengar berita tersebut dan memintanya untuk bertobat . la tidak melakukan apa yang diperintahkan "Ali sehingga Ali memerintahkan agar ia dibakar. Hadis - hadis ini membenarkan bahwa Ali dan para keturunannya mengutuk iorang ini dan menajauhkan diri mereka dari pernyataan ketuhanan tentang Ali bin Abi Thalib. Inilah cerita tersebut, dengan kondisi bahwa hadis-hadis ini pada awalnya sahih.

Beberapa hadis ini (kurang dari 14 hadis) tidak ada dalam kitab-kitab shahih manapun. Sebenarnya, tidak disebutkan nama Abdullah bin Saba dalam kumpulan (sihah) hadis shahih Sunni. Terlebih lagi, riwayat-riwayat ini tidak pernah dinyatakan sebagai riwayat yang shczhih baik oleh ulama Sunni atau Syi'ah, dan ada kemungkinan besar bahwa orang bernama Abdullah bin Saba tidak pernah ada, dan dia hanyalah karangan Saif Ibnu Umar, serupa dengan 150 saha'bat Nabi imajiner karan ;annya yang tidak pernah terdapat di riwayat yang shahih. Sekiranya Abdullah bin Saba pernah ada, Saif menggunakan tokoh ini dan merujukkan banyak peristiwa kepadanya karena tidak ada riwayat yang sama yang diriwayatkan oleh perawi Sunni lain. Tidak hanya itu, riwayat Saif sangat bertolak belakang dengan riwayat Sunni sebagaimana yang akan kami tunjukkan di bagian ini dan bagian selanjutnya. Karangan-karangan keji tentang peristiwa tersebut mudah untuk dikenali bahkan oleh ulama-ulama Sunni.

Sekarang, kami akan memberikan beberapa hadis ini yang tidak diriwayatkan oleh Saif. Riwayat ini dianggap berasal dari Abu Ja'far. la berkata, "Abdullah bin Saba sering menyatakan dirinya sebagai seorang rasul dan bahwa Amirul Mukminin, Ali, adalah Tuhan. Maha Tinggi Allah dari pernyataan seperti itu."

Berita ini sampai pada Ali, lalu ia memanggilnya dan menanyainya. Tetapi Abdullah mengulang pernyataannya dan berkata, "Engkau adalah Dia (Tuhan), dan berita ini telah diturunkan kepadaku bahwa engkau adalah 'Tuhan dan aku adalah seorang rasul."

Kemudian Amirul Mukminin berkata, "Beraninya engkau berkata demikian. Setan telah mengolok-olokmu. Bertobatlah atas apa yang engkau katakan! Semoga ibumu menangisi kematianmu. Hentikanloh semua ini (pernyataanya)!" Tetapi Abdullah menolak, oleh karenanya Ali bin Abi Thalib memenjarakannya dan memintanya untuk bertobat, ia menolak. Kemudian ia dibakar dan berkata "Setan telah membawanya ke dalam khayalannya, ia sering datang kepadanya dan memasukkan pikiran seperti itu kepadanya ?"

Selain itu diriwayatkan bahwa Ali bin Husain berkata, "Semoga Allah mengutuk orang-orang yang telah berkata kebohongan tentang kami. Setiap kali aku menyebut Abdullah bin Saba , setiap kali pula rambut di tubuhku berdiri, Allah mengutuknya. Ali, atas izin Allah, adalah hamba-Nya, saudara Rasulullah SAW. la tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada Allah dan ketaatannya kepada Rasul-Nya. Dan (hal yang sama) Rasulullah SAW tidak mendapat kehormatan dari Allah kecuali karena ketundukannya kepada-Nya."3

Diriwayatkan bahwa Abu Abdillah berkata, "Kami adalah keluarga yang benar. Tetapi kami tidak terhindar dari seorang pendusta yang berkata kebohongan tentang kami untuk merendahkan kebenaran kami dengan kebohongannya di mata umat. Rasulullah SAW adalah orang yang paling benar di antara orang-orang dari semua yang ia katakan dan orang yang paling benar di antara umat; dan Musailamah sering berbohong tentangnya. Pemimpin orang-orang beriman adalah orang yang paling benar di antara ciptaan Allah setelah Rasulullah SAW, dan orang yang sering berkata kebohongan tentangnya, dan berusaha untuk merendahkan kebenarannya dan menyatakan kebohongan tentang Allah, adalah Abdullah bin Saba."4

Selain itu, "Dia (Aba Abdullah, Ja'far Shadiq) mengatakan kepada sahabatnya tentang Abdullah bin Saba bahwa Abdullah bin Saha menyatakan bahwa, pemimpin orang-orang beriman, Ali bin Abi 'I'lialih, adalah Tuhan. la berkata, "Ketika ia menyatakan demikian kepada Ali, Ali memintanya untuk bertobat tetapi ia menolak, oleh karrnanya Ali membakarnya."5

Mengenai riwayat Sunni, beberapa riwayat dari Ibnu Hajar Asqalani memberi informasi yang sama dengan apa yang diberikan Kusysyi. Ibnu Hajar menyebutkan "Abdullah bin Saba adalah salah satu orang ekstrim (al-Ghulat), zindiq, dan orang sesat, yang membuat dirinya dibakar karena apa yang ia katakan tentang Ali."6

Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan, "Ibnu Asakir menyebut dalam sejarahnya bahwa Abdullah bin Saba berasal dari Yaman. la adalah orang Yahudi yang masuk Islam dan mengembara di kota-kota Islam dan mengajarkan mereka untuk tidak menaati pemimpin mereka, dan memasukkan pikiran-pikiran jahat kepada mereka. Kemudian ia masuk wilayah Damaskus untuk tujuan itu. Kemudian Ibnu Asakir menyebutkan sebuah cerita yang panjang dari buku al-Futuh karya Saif Ibnu Umar, yang tidak memiliki isnad yang benar."7

Kemudian Ibnu Hajar memberikan sebuah hadis yang dua sanadnya tidak ada. Pada catatan kaki ia mengatakan bahwa hadis ini telah digugurkan. Berikut ini hadisnya; Ali menaiki mimbar dan berkata, "Ada apa dengannya?" Orang-orang berkata, "la menyangkal Allah dan Rasul-Nya."8

Pada hadis yang lain, Ibnu Hajar meriwayatkan, "Ali berkata kepada Abdullah bin Saba; 'Aku telah diberi tahu bahwa akan ada tiga puluh pendusta (yang mengaku sebagai Nabi) dan engkau adalah salah satunya."9
la juga menulis, "Abdullah bin Saba dan pengikutnya mengakui Ali sebagai Tuhan, dan tentu saja Ali membakar mereka ketika ia menjadi khalifah."lo

Hadis-hadis Sunni berikut ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih juga. Semua hadis-hadis ini yang diriwayatkan oleh Syi'ah dan Sunni (selain Saif ), tidak melebihi empat belas hadis. Jumlah hadis-hadis ini bahkan berkurang jika dihilangkan pengulangannya. Beberapa hadis-hadis Syi'ah berikut menyatakan bahwa:

Abdullah bin Saba muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan bukan pada masa pemerintahan Utsman sebagairnana yang diakui Saif.
Abdullah bin Saba tidak menyatakan bahwa Ali adalah penerus Nabi Muhammad SAW subagainiana yang dinyatakan Sail. la nuvnyalak.rir bahwa Ali adalah Tuhan.

Ali bin Abi Thalib membakarnya beserta para ekstrimis lainnya (al Ghulat). Di sini Saif tidak menyatakan hal seperti itu.

Tidak disebutkan tentang keberadaannya atau peranamya pada masa kekhalifahan Utsman. Tidak disebutkan tentang agitasinya terhadap Utsman yang berakhir pada pembunuhan Utsman sebagaimana yang Saif rujukkan kepada Abdullah bin Saba;

Tidak disebutkan tentang peranan Abdullah bin Saba di Perang Unta;

Hadis-hadis ini tidak menunjukkan bahwa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang saleh mengikuti Abdullah bin Saba. Sedangkan Saif menyatakan bahwa pionir-pionir Islam yang setia seperti Abu Darr dan Ammar bin Yasir adalah murid dari Abdullah bin Saba ketika Utsman memerintah.



Sabaiah dan Beragam Tokoh Ibnu Saba
Sejak zaman pra-Islam, istilah Sabaiyah digunakan untuk menunjukkan orang-orang yang berhubungan dengan Saba putra Yashjub, putra Ya'rub, putra Qahtan, sama dengan Qahtaniyah, juga dikenal sebagai Yamaniyah menujukkan tempat asal mereka, Yaman.

Kelompok ini (Sabaiyah/Qahtaniyah/Yamaniyah) berbeda dengan Adaniyah, Nazariyah dan Mudhariyah, yang digunakan untuk menunjukkan orang yang berhubungan dengan Mudhar putra Nazar, putra Adnan, Hari putra-putra Nabi Ismail as putra Nabi Ibrahim as. Ada beberapa sekutu untuk setiap suku yang berada di bawah lindungan suku tersebut, Hon kadang-kadang mereka disebut-sebut dengan nama suku tersebut.

Secara umum, akar bangsa Arab berasal dari salah satu dua suku utama ini. Ketika dua suku bergabung di Madinah untuk menciptakan sebuah masyarakat Islam pertama yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, orang - orang yang berhubungan dengan Qahtan dinamakan Anshar (para penolong) yang merupakan penduduk Madinah di saat itu, dan orang-orang dari Adnan beserta sekutu mereka yang berhijrah ke Mad inah, yang disebut Muhajirin.

Tokoh Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin utama Khawarij (kelompok yang menentang Ali bin Abi Thalib ketika Ali menjadi khalifah, berasal dari suku pertama, Sabaiyah atau Qahtan. Karena pergesekan antara dua suku Adnan dan Qahtan semakin memanas di Madinah dan Kufah, para Adhani sering memanggil orang-orang dari suku Qahtan dengan sebutan Sabaiyah. Tetapi sebutan ini sangat bersifat sukuistis dan etnis hingga munculnya karya Saif bin Umar (dari suku Adnan) pada awal abad kedua, ketika Umayah memerintah, di Kufah. Saif memanfaatkan pergesekan suku ini dan menciptakan entitas agama mistis Sabaiyah berpemimpinkan Abdullah bin Saba.

Untuk memunculkan nama pendiri mazhab ini, Saif bin Umar mengubah nama Abdullah bin Wahab Saba menjadi Abdullah bin Saba seperti yang muncul di riwayat-riwayat Asyari, Sama'ani, dan Maqrizi, atau menciptakan cerita tersebut sekaligus namanya. Tetapi, tidak ada bukti kuat tentang keberadaan Abdullah bin Saba selama masa kekhalifahan Utsman dan Ali, kecuali Abdullah bin Wahab Saba'i yang merupakan pemimpin suku Khawarij.

Kita juga melihat bahwa istilah Saba'i dalam nama orang, yang berasal dari suku Qahtan, berakhir di Iraq, tempat asal mula cerita tersebut setelah masa itu.

Penamaan tersebut berlanjut di sepanjang abad kedua dan ketiga di Yaman, Mesir, Spanyol, di mana sejumlah perawi hadis Sunni (termasuk beberapa perawi hadis dalam enam koleksi hadis Sunni) diberi nama Saba'i karena mereka memiliki keterkaitan dengan Saba bin Yashjub dan bukan dengan Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang menciptakan kekacauan menurut pernyataan Saif.

Setelah kitab sejarah Thabari dan kitab sejarah lainnya menyebarkon cerita ini di wilayah lain, nama Saba'i ada di mana-mana. Kemudian, sebutan dalam kitab-kitab sejarah tersebut digunakan untuk Menunjukkmn kelanjutan Abdullah bin Saba, meskipun mereka tidak pernah mellihat orangnya selain dari buku.

Cerita tersebut berputar bertahun - tahun lamanya untuk memberikan cerita tentang tokoh ini dan keyakinannya. Pada saat yang sama, ketika Abdullah bin Saba merupakan Ibnu Sauda menurut pengarangnya (Saif). Kita melihat bahwa mereka adalah dua orang yang berbeda yang hidup sekitar abad ke lima, beserta beragam versi cerita lainnya." Kita dapat membatasi versi cerita tentang tokoh abad ke lima ini menjadi tiga tokoh berikut.

Abdullah bin Wahab Saba'i, pemimpin suku Khawarij yang menentang Ali.

Abdullah bin Saba yang mendirikan suku Saba'iyah yang meyakini bahwa Ali adalah tuhan. la dan pengikutnya dibakar tak lama setelah itu. Abdullah bin Saba, yang juga terkenal dengan nama Ibnu Sauda bagi mereka yang meriwayatkan dari Saif. la adalah pendiri kelompok yang meyakini kepemimpinan Ali, dan menghasut pengikut Utsman kemudian memulai perang Jamal.

Orang pertama, secara realitas memang ada, dan beberapa ahli hadis menghubungkan Abdullah bin Saba terhadap orang ini yang merupakan pemimpin suku Khawarij. Mengenai orang kedua, ada beberapa hadis yang disebut sebelumnya tetapi hadis-hadis tersebut dianggap tidak shahih oleh semua mazhab. Orang ketiga, adalah karangan Saif yang mungkin ia ciptakan berdasarkan cerita yang ia dengar tentang orang pertama dan orang kedua, lalu melekatkan ceritanya sendiri kepada mereka.



Ibnu Saba dan Syi'ah
Kita perlu membedakan antara ulama-ulama Sunni yang meriwayatkan cerita Abdullah bin Saba (baik dari Saif seperti Thabari atau yang lain seperti Ibnu Hajar) dan ulama-ulama Sunni gadungan yang tidak hanya meriwayatkannya tetapi juga menyatakan bahwa Syi'ah adalah pengiku tokoh fiksi ini. Telah terbukti bahwa ulama - ulama gadungan yang menyebutkan bahwa pendiri Syi'ah adalah Abdullah bin Saba bukanlah orang-orang Sunni. Mereka adalah pengikut sunnah keluarga Abu Sufyan dan Marwan.

Ketika ulama-ulama gadungan ini ingin membahas tentang Syi'ah,, mereka menggunakan istilah Saba'iyah untuk merendahkan ketaatan pengikut keluarga Nabi, terhadap Islam, dengan cara yang sama bahwa mereka merendahkan ketaatan sekelompok umat Islam yang terbunuh pada masa kekhalifahan Abu Bakar karena mereka mengikuti apa yang diperintahkan Rasulullah kepada mereka dalam menyebarkan zakat di kalangan orang miskin dan tidak memberikannya kepada Abu Bakar.

Para ulama gadungan ini, ketika berbicara tentang orang-orang ini, mereka mencampuradukkannya dengan masalah Musailamah yang menyatakan dirinya sebagai Nabi dan mengatasnamakan para syuhada ini padanya untuk membenarkan perbuatan mereka menumpahkan darah, menjarah kekayaan mereka dan merampas para wanita mereka. Tetapi Allah SWT akan memberi keputusan di antara mereka karena Dialah pemberi keputusan yang paling baik.

Pencampuradukkan antara kebohongan dan kebenaran seperti itu bukanlah suatu hal. yang baru bagi kita. Dalam mempersiapkan agenda mereka, mereka memanfaatkan orang-orang bodoh yang secara kebetulan beridentitaskan Islam dan yang melakukan kekezaman karena keangkaraan mereka. Selain itu, apabila mereka tidak dapat menemukan perbuatan bodoh dari umat Islam untuk menghiasi media di suatu periode, mereka membayar untuk menciptakan suatu peristiwa dan menghubungkannya kepada umat Islam, seperti halnya Saif bin Umar yang menciptakan sosok Abdullah bin Saba (dan mengarang sosok ini dengan mengambil namanya di tengah malam). Mereka melakukan hal ini untuk mencari alasan atas tuduhan palsu dan serangan mereka kepada seluruh umat Islam di dunia, sebagaimana halnya Saif dan pengikutnya melakukan hal yang sama pada keluarga Nabi Muhamrnad SAW.

Menurut para ulama Syi'ah dan Sunni, Saif bin Umar adalah salah satu orang yang memanipulasi kebenaran dan menciptakan hadis-hadis palsu berdasarkan kebenaran yang parsial. Meyakini bahwa Ibnu Sabo ada, bukan berarti meyakini cerita-cerita Saif yang berusaha mengkaitkan hal tersebut kepada Syi'ah. Faktanya adalah bahwa orang seperti Abdullah tidak bermanfaat tanpa adanya kisah yang menyebutkan namanya. Kisah-kisah palsu seputar tokoh-tokoh itu mungkin berbeda dengan keberadaan mereka yang sebenarnya. Orang seperti itu mungkin ada sedangkan kisah-kisah mengenainya mungkin tidak.



37
ANTOLOGI ISLAM

Sebuah Pandangan Mengenai Upara-upaya Saif
Artikel berikut serta artikel selanjutnya merupakan sebuah artikeI yang membicarakan tentang perbandingan antara cerita-cerita karangan Saif dan yang lain. Berikut ini sebuah pandangan mengenai cerita karp Saif bin Umar.

Saif dibayar untuk menuliskan beberapa cerita sebagai gambaran untuk pertentangan dan perseteruan yang terjadi pada awal sejarah Islam, dimulai ketika Rasulullah wafat pada 11-40 H. Cerita Saif hanya terpusal pada periode ini dan tidak pada periode selanjutnya.

Perseteruan pertama yang ia bicarakan berkaitan dengan pengutusan pasukan Usamah dan wafatnya Rasulullah. Empat hari sebelum wafatnya, Rasulullah memerintahkan seluruh kaum Anshar dan Muhajirin kecuali Ali untuk meninggalkan Madinah dan pergi menuju Suriah untuk berperang melawan pasukan Romawi. Tetapi para sahabat Nabi tidak patuh dan keberatan dengan kepemimpinan Usamah12 dan menun(H untuk bergabung dengan pasukan lalu akhirnya kembali ke Madinah, untuk melakukan perembukan tentang kepemimpinan setelah Rasul wafat. Saif menyatakan bahwa setelah Rasul wafat, ketika Abu Bakar mengutus pasukan Usamah, ia berkata kepada mereka, "Pergilah! Semoga Allah menghancurkanmu dengan membinasakanmu dan karena serangan musuh."'13

Padahal, perawi lain tidak pernah menyebutkan bahwa Abu Bakar mengeluarkan pernyataan seperti itu. Saif yang pendusta ingin emperolok-olok Islam dan menyenangkan penguasa saat itu.

Berikut ini mengenai Balairung Saqifah. Saif meriwayatkan bahwa Ali tengah berada di rumahnya tatkala ia diberitahu bahwa Abu Bakar telah menerima sumpah setia. Kemudian ia segera keluar sambil mengenakan pakaian tidurnya karena khawatir datag terlambat. Kemudian Ia memberi sumpah setia dan duduk bersama Abu Bakar lalu meminta agar seseorang membawa pakaiannya. Ketika (pakaian itu) sampai kepadanya, Ali mengenakannya dan duduk di kelompok Abu Bakar.14

Cerita yang menggelikan ini sangat bertentangan dengan riwayat Shahih al-Bukhari di mana diriwayatkan bahwa Ali tidak memberikan sumpah setianya kepada Abu Bakar selama enam bulan pertama kepemimpinannya.15

Saif telah mengisahkan tujuh cerita tentang Saqifah, dan memasukkan tiga tokoh imajiner sebagai sahabat Nabi yang memainkan peranannya di Saqifah, yang nama-namanya tidak disebutkan di hadis manapun kecuali hadis-hadis yang diriwayatkan dari Saif sendiri. Mereka adalah Qa'qa, Mubasyir, dan Sakhr.

Legenda utamanya adalah cerita tentang Abdullah bin Saba, yang dengannya ia berusaha memecahkan pertanyaan-pertanyaan berikut; asal mula Syi'ah, persoalan pengasingan Abu Dzar, pembunuhan Utsman, dan Perang Jamal (Unta). .

Secara licik, Saif juga berusaha mengkait-kaitkan kisah Abdullah bin Saba dengan Syi'ah Ali yang menunjukkan bahwa ia tidak tahu banyak tentang Syi'ah.

Apabila tidak, ia tidak akan mengarang keyakinankeyakinan yang tidak dipegang oleh pengikut keluarga Rasulullah.

Pada bagian selanjutnya, kami akan menganalisa kisah bohong Abdullah bin Saba dibandingkan dengan riwayat Sunni lainnya.16



Analisa atas Kisah Fiktif Abdullah bin Saba
Setelah pembahasan di atas, kami akan menganalisa cerita fiksi Abdullah bin Saba yang diriwayatkan Saif, dibandingkan dengan riwayat Sunni lainnya. Pertama-tama, kami akan menjelaskan secara singkat karangan-karangan Saif bin Umar mengenai Abdullah bin Saba.

Saif menyatakan bahwa seorang Yahudi dari Yaman, bernama Abdullah bin Saba (juga bernama Ibnu Amutus Sauda, putra seorang budak kulit hitam), menyatakan keislamannya pada masa kekhalifahan Utsman. Ia secara sukarela bergabung dengan kaum Muslimin dan melakukan perjalanan di kota - kota dan desa mereka dari Damaskus, Kufah hingga Mesir, menyebarluaskan bahwa Muhammad akan dibangkitkan seperti Nabi Isa kepada umat Muslim. la juga menyatakan bahwa Ali adalah pengganti Nabi Muhammad dan kedudukan mulianya direbut oleh Utsman. la menghasut Abu Dzar dan Ammar bin Yasir untuk melakukan serangan kepada Utsman dan Muawiyah. la memprovokasi kaum Muslim untuk membunuh Utsman karena ia telah merampas hak Ali. Saif juga menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah kunci utama terjadinya perang unta. Mari kita bahas setiap peristiwa di atas satu per satu.



Bangkitnya Kembali Nabi Muhammad SAW
Saif menyatakan bahwa Abdullah bin Saba adalah orang yang mengarang gagasan bahwa Nabi Muhammad akan kembali lagi ke muka bumi sebelum Hari Perhitungan. Saif menuliskan bahwa Ibnu Saba berdasarkan karangannya berkenaan dengan kembalinya Nabi Isa berkata, "Apabila Nabi Isa akan kembali, Nabi Muhammad berarti juga akan kembali karena ia lebih utama dari pada Nabi Isa." la menyatakan bahwa Ibnu Daba juga mengutip ayat berikut ini untuk mendukung pernyataanya, Sesungguhnya orang yang memberikan Quran kepada kalian, akan kembali. (QS. al-Qashash : 85)

Pernyataan Ibnu Saba yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad akan kembali merupakan pernyataan yang tidak masuk akal. Hal ini menunjukkan kebodohan Saif dan pengikutnya di sepanjang sejarah yang menyatakan hal demikian berulang-ulang. Mereka menyalahartikan sejarah Islam. Sekiranya orang-orang bayaran ini mempelajari sejarah Islam secara teliti, mereka pasti akan mengetahui bahwa orang pertama yang menyatakan gagasan tentang kembalinya Nabi Muhammad adalah Umar bin Khattab. Para sejarahwan Islam sepakat bahwa:

Umar berdiri di mesjid Nabi ketika Nabi wafat. la berkata, "Ada orang-orang munafik yang menyatakan bahwa Rasulullah telah wafat. Tentu Rasulullah tidak wafat, tetapi ia pergi menemui Tuhannya sebagaimana Musa, putra Imran, yang pergi menemui Tuhannya (untuk menerima perintah Ilahi). Demi Allah, Muhammad akan kembali scbagaimann halnya Musa."17

Kita tidak dapat menyatakan bahwa Umar mendapatkan gagasan ini dari Abdullah bin Saba atau orang lain. Ibnu Saba tidak pernah ada pada masa itu bahkan dalam imajinasi Saif bin Umar Tamimi, yang mengarang cerita ini. Saif menulis bahwa Ibnu Saba datang ke Madinah dan masuk Islam pada periode Utsman, yang jarak waktunya sangat jauh dengan waktu ketika Rasul wafat. Dengan demikian, apabiIa umat Islam yang meyakini hal ini, lebih logis bila dikatakan bahwa sumber gagasan tersebut adalah ucapan khalifah kedua ketika Rasulullah wafat, dan bukan gagasan Ibnu Saba. Sejarah Sunni tidak mencatat pernyataan tersebut sebelum ucapan Umar ketika Rasul wafat.



Gagasan Mengenai Ali sebagai Pengganti Rasulullah
Saif lebih jauh menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah orang yang menyebarkan gagasan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pengganti dan penerus Rasulullah. la mengatakan bahwa ada seribu rasul sebelum Muhammad, setiap rasul memiliki penerus, dan Ali adalah penerus Nabi Muhammad. Selain itu, Saif menyatakan bahwa Ibnu Saba berkata bahwa tiga khalifah yang akan berkuasa setelah Nabi adalah perampas kekuasaan Islam.

Saif dan pengikutnya lupa bahwa mereka menyebutkan dalam karya fiksi mereka bahwa Abdullah bin Saba datang ke Madinah dan memeluk Islam selama pemerintahan Utsman. Hal ini terjadi lama setelah Rasulullah wafat. Di sisi lain, sejarah Sunni membenarkan bahwa Rasulullah sendiri adalah orang yang menyatakan bahwa Ali adalah penerusnya sejak saat 'misi pertamanya' dimulai. Berikut ini hadis mengenai khutbah pertama Rasul.

Ali meriwayatkan, ketika ayat 'Dan berilah peringatan kepada kerabat dekatmu' diturunkan Rasulullah memanggilku dan berkata " Ali sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku agar memberi peringatan kepada keluarga terdekatku dan aku merasa kesulitan dengan tugas ini. Aku tahu bahwa ketika aku berhadapan dengan mereka membawa peringatan ini, aku tidak akan menyukai jawaban mereka." Kemudian Rasulullah mengundang keluarga dari kaumnya untuk makan malam bersamanya dengan sedikit hidangan dan susu. Di sarta ada empat puluh orang. Setelah mereka makan, Rasulullah bersabda kepada mereka, "Wahai Bani Abdul Muththalib! Demi Allah, aku tidak tahu apakah ada seseorang dari bangsa Arab yang membawa sesuatu kepada umatnya lebih baik dari yang aku bawa untuk kalian. Aku membawa kebaikan dunia ini dan dunia akhirat. Allah memerintahkan kepadaku untuk mengajak kalian. Barangsiapa yang akan membantuku dalam misi ini ia akan menjadi saudaraku, pewarisku, dan penerusku."

Tidak seorangpun menerima ajakan Rasul, dan aku (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, aku akan menjadi pembantumu." Rasul memegang tengkukku dan berkata kepada mereka, "Ini adalah saudaraku, pewaris (washi), dan penerus (pemimpin) di antara kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dia dan taatilah dia!" Mereka tertawa sambil berkata kepada Abu Thalib, "Ia (Muhammad) memerintahkanmu untuk mendengar anakmu dan menaatinya."18

Berikut ini kami ingin mengemukakan pertanyaan. Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah adalah orang yang memberinya kedudukan sebagai penggantinya, keluarganya, dan kepemimpinan. Saif bin Umar meriwayatkan bahwa gagasan tersebut berasal dari orang Yahudi bernama Abdullah bin Saba. Riwayat siapakah yang perlu dipercaya? Riwayat Ali ataukah Saif bin Umar? Riwayat Saif dianggap oleh para ulama Sunni terkemuka sebagai riwayat yang lemah, dusta, dan fitnah.

Tentu saja, kita tidak berharap ada orang Islam sejati manapun untuk memilih riwayat seorang pendusta seperti Saif bin Umar dan menyangkal riwayat Ali bin Abi Thalib, pemimpin orang-orang beriman, "saudara" Rasulullah. Rasulullah sering berkata kepada Ali, "Kedudukanmu bagiku seperti Harun bagi Musa, kecuali bahwa tidak ada Nabi setelahku"19

Dengan demikian, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW adalah sebagaimana Musa mengangkat Harun untuk mengurusi umatnya sebagai khalifah ketika ia pergi untuk menerima perintah dari Tuhannya, Nabi Muhammad juga mengangkat Ali untuk mengurusi semua persoalan Islam setelah ia wafat. Allah berfirman, ...dan Musa berkata kepada saudaranya, Harun, "Ambillah tempatku di antara umatku!" (QS. al-A'raf : 142)
Perhatikanlah bahwa kata ukhlufni dan khalifah berasal dari akar kata yang sama.

Apakah para penulis bayaran yang berusaha menyebarkan kebencian di tengah umat Islam lupa bahwa ketika kembali dari haji perpisahan, dan di hadapan lebih dari seratus ribu jamaah haji di Ghadir Khum, Nabi Muhammad SAW mengumumkan, "Bukankah aku memiliki hak yang lebih besar atas orang-orang beriman daripada hak mereka sendiri?" Mereka berseru, "Benar, wahai Rasulullah!" Kemudian Rasulullah mengangkat lengan Ali dan berkata, "Barangsiapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya, Ali adalah pemimpinnya juga. Ya Allah, cintailah mereka yang mencintainya, bencilah mereka yang membencinya!"20

Tidak ada umat Islam manapun yang ragu bahwa Rasulullah adalah pemimpin semua umat Islam di dunia sepanjang masa. Dalam perkataannya, Rasulullah memberi kedudukan yang sama kepada Ali dengan kedudukannya, ketika ia berkata bahwa Ali adalah pemimpin setiap orang yang mengikuti Rasulullah.

Pernyataan yang diriwayatkan lebih dari seratus perawi dan sepuluh sahabat, lalu dianggap shahih dan mutawatir oleh para ulama Sunni terkemuka, tidak hanya menunjukkan bahwa Ali adalah pewaris Rasulullah, tetapi juga menunjukkan bahwa Ali menjadi pengganti kepemimpinan seluruh umat Islam setelah Rasulullah.

Tetapi, orang-orang gadungan ini masih mengatakan bahwa keyakinan bahwa Ali adalah pewaris Rasulullah berasal dari seorang Yahudi yang masuk Islam ketika Utsman menjadi khalifah.

Abdullah bin Saba tidak memiliki peranan pada perseteruan yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah berkaitan dengan penerusnya dan semua pernyataan Syi'ah yang benar terbukti terjadi ketika Rasul wafat atau bahkan sebelum wafatnya Rasul, tetapi bukan terjadi selama Utsman memerintah, yang artinya terjadi lama setelah Rasul wafat. Baru saja Rasul wafat dan tak lama setelah itu, Syi'ah Ali, meliputi para sahabat yang setia seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar Ghifari, Miqdad, Salman Farisi, Ibnu Abbas, dan lain-lain, yang berkumpul di rumah Fathimah. Bahkan Thalhah dan Zubair yang setia kepada Ali pada awalnya juga bergabung dengan para sahabat lain di rumah Fathimah. Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata, "Dan tidak diragukan bahwa setelah Rasul wafat, kami diberitahu bahwa kaum Anshar tidak setuju dertgan kami dan berkumpul di Balairung Bani Sa'da. Ali dan Zubair dan mereka yang bersamanya, menentang kami, sedangkan kaum muhajirin berkumpul bersama Abu Bakar."21

Perawi hadis lairmya meriwayatkan bahwa pada hari Saqifah Umar berkata, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam beserta orang-orang yang bersama mereka memisahkan diri dari kami (dan berkumpul) di rumah Fathimah, putri Rasulullah."22

Selain itu, mereka meminta sumpah setia, tetapi Ali dan Zubair pergi. Zubair menghunus pedang (dari sarungnya) sambil berkata, "Aku tidak akan menyarungkan pedang ini hingga sumpah setia diberikan kepada Ali." Ketika berita ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkat;), "Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!" Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (ke pintu rumah Fathimah) dan memaksa mereka keluar sambil berkata kepada mereka bahwa mereka harus memberikan sumpah setianya secara sukarela atau secara paksa.23
Tentu saja, di sini orang Yahudi tidak memiliki peran dalam perpecahan sahabat ke dalam dua kelompok tak lama setelah Rasul wafat, sejak ia tidak ada pada saat itu.



Penyerangan Terhadap Dua Orang Sahabat Setia Rasulullah dan Pengikut Mereka
Saif menyatakan bahwa Ibnu Saba adalah salah satu penyulut perpecahan sahabat Rasulullah, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir, melawan Utsman. Ia berkata bahwa orang Yahudi ini menemui Abu Dzar di Damaskus dan bahwa ia mengenalkan ide pelarangan menyimpan emas dan perak. Saif menyebut juga sahabat-sahabat terkemuka lain dan pengikut mereka, di antara mereka yang disebutkan Ibnu Saba; Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Muhammad bin Abu Bakar, Malik Asytar, dan banyak lagi.

Untuk lebih memahami fitnah yang dibuat Saif beserta pernyataannya, mari kita melihat kembali biografi pemuka-pemuka Islam ini.



Abu Dzar Ghifari
Dia merupakan orang ketiga yang tertulis dalam empat pemuka Islam yang pertama memeluk Islam. la telah menjadi orang yang meyakini Allah sebelum masuk Islam. Secara terus terang ia menyatakan keimanannya kepada Islam di Mekkah di sisi Rumah Allah. Orang-orang kafir Mekkah memukulinya hingga hampir meninggal tetapi ia bertahan hidup, dan atas perintah Rasulullah, ia kembali ke sukunya. Setelah perang Badar dan Uhud, ia datang ke Madinah dan berada di sisi Rasulullah hingga wafatnya Rasul. Pada masa pemerintahan Khalifah pertama, Abu Dzar dikirim ke Damaskus. Di sana ia tidak setuju dengan Muawiyah. Kemudian Muawiyah mengeluh tentang Abu Dzar kepada Utsman, dan khalifah ketiga tersebut mengasingkan Abu Dzar ke Rabadhah, tempat ia menghembuskan nafas terakhirnya. Rabadhah terkenal dengan iklimnya yang ganas.



Ammar bin Yasir
Ia dikenal juga dengan nama Abu Yaqzan. Ibunya adalah Sumayah. Dia beserta orangtuanya adalah pelopor yang memeluk Islam, dan ia adalah orang ke tujuh yang menyatakan keislamannya. Orangtuanya dibunuh setelah disiksa oleh orang-orang kafir Mekkah karena memeluk Islam. Tetapi Ammar berhasil melarikan diri ke Madinah. Ammar berperang di barisan pasukan Ali di perang Jamal dan kemudian di perang ShiHin di mana ia terbunuh oleh pasukan Muawiyah pada usianya yang ke 93 tahun.



Muhammad Ibnu Abu Bakar
Dia diangkat oleh Ali sebagai anaknya setelah ayahnya, Abu Bakar, wafat. Muhammad adalah salah satu pemimpin pasukan Ali di Perang Unta. la juga pemimpin pasukan di perang Shiffin. Ali mengangkatnya sebagai gubernur Mesir, dan ia menerima jabatan itu pada 15/9/37 11. Kemudian, Muawiyah mengirim pasukan di bawah Amru bin Ash kr Mesir pada tahun 38 H, yang menyerang dan menangkap Muhammad, kemudian membunuhnya. Tubuhnya dimasukkan ke perut keledai dan membakarnya dengan kejam.24



Malik Asytar Nakha'i
la bertemu Rasulullah dan merupakan salah satu murid sahabat yang setia. la adalah pemimpin di sukunya dan setelah salah satu matanya buta di Perang Yarmuk, ia dikenaI sebagai Asytar. Dia adalah jendral pasukan Ali di perang Shiffin dan terkenal oleh keberaniannya dan menyerang musuh Islam. Pada usia 38 tahun, ia diangkat Ali sebagai gubernur Mesir. Tetapi dalam perjalanannya ke Mesir, di dekat Laut Merah, ia wafat setelah meminum madu beracun yang telah direncanakan Muawiyah.

Biografi di atas hanyalah riwayat singkat beberapa pelopor umat Islam terkemuka. Disayangkan bahwa beberapa sejarahwan yang meriwayatkan hadis dari Saif, menyatakan bahwa mereka pengikut seorang Yahudi yang misterius. Orang-orang bayaran tidak segan-segan menyerang sahabat-sahabat Rasul yang terkenal itu. Mereka berkata bahwa Abu Dzar dan Ammar bin Yasir bertemu Ibnu Saba. Mereka terpengaruh oleh propagandanya, kemudian berbalik menentang Utsman. Tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa fitnah yang mereka lancarkan kepada dua sahabat terkemuka tersebut secara tak langsung juga menyerang Rasulullah yang membuktikan kesucian dan keimanan mereka.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya, Allah memerintahkanku untuk mencintai empat orang dan memberitahuku bahwa la mencintai mereka " Para sahabat Rasul berkata; "Wahai Rasulullah, siapakah mereka ?" Rasulullah menjawab,"Ali (Rasul menyebut namanya sebanyak tiga kali). Abu Dzar, Salman Farisi dan Miqdad. 25

Rasulullah juga berkata, "Setiap Rasul diberi Allah tujuh orang sahabat. Aku dianugerahi empat belas orang sahabat setia." Rasulullah menyebutkan bahwa mereka adalah Ali, Hasan, Husain, Hamzah, Ja'far, Ammar bin Yasir, Abu Dzar, Miqdad, dan Salman.26

Selain itu, Tirmidzi, Ahmad, Hakim danbanyak lainnya meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Langit tidak akan memayungi dengan awannya, dan bumi tidak akan menopang dengan tanahnya seseorang yang lebih tegas dari pada Abu Dzar. la berjalan di muka bumi ini dengan sifat akhirati Nabi Isa, putra Maryam.27

Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya yang shahih meriwayatkan bahwa Ali berkata, "Aku tengah duduk di rumah Rasulullah dan Ammar ingin bertemu dengannya. Kemudian Rasulullah bersabda, 'Selamat datang wahai orang yang saleh dan yang disucikan."' Ibnu Majah juga meriwayatkan bahwa Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Ketika Ammar diberi dua pilihan, ia selalu memilih satu yang paling baik."
Masih banyak riwayat shahih lainnya yang dinyatakan Rasulullah mengenai Ammar, seperti bahwa Ammar dipenuhi oleh keimanan. Rasulullah juga berkata, "Sekelompok pemberontak akan membunuh Ammar."28

Berikut ini, mari kita lihat siapa para pemberontak itu. Mari kita lihat Musnad Ahmad dan Tabaqat ibn Sa'd yang meriwayatkan bahwa di perang Shiffin, ketika kepala Ammar Yasir dipenggal dan dibawa ke hadapan Muawiyah, dua orang saling berdebat, saling menuduh bahwa dia lah yang telah membunuh Ammar.29
Selain itu, diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Surga sangat merindukan tiga orang; Ali, Ammar, dan Salman."30

Tirmidzi meriwayatkan juga, bahwa ketika Rasulullah mendengar bahwa Ammar dan keluarganya disiksa di Mekkah, beliau berkata, "Wahai keluarga Yasir, bersabarlah! Tempat kembali kalian adalah surga.31

Dengan demikian, Ammar dan orangtuanya adalah orang-orang pertama yang disebut Rasulullah sebagai penghuni surga. Kita dapat mengatakan bahwa ketika seorang Muslim mengetahui bahwa Rasul telah mengangkat kedudukan dua orang sahabat besar (Abu Dzar dan Ammar bin Yasir) dengan begitu tinggi, dan apabila ia adalah seorang yang ; beriman kepada Nabi Muhammad, ia tidak akan menghina kedua sahabt ini. Penghinaan ini tentunya juga menghina Nabi Muhammad. Superti yang baru saja kita lihat, hadis-hadis shahih dalam koleksi Hadis Sunni menyatakan bahwa Nabi Muhammad berkata bahwa ia hanya memiliki empat atau empat belas sahabat setia, dari 1400 sahabatnya. Menariknya, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir disebutkan di antara sahabat-sahabat yang jumlahnya sangat sedikit itu.

Kita mengetahui bahwa kebencian Saif bin Umar Tamimi, yang hidup pada abad kedua setelah Rasulullah wafat, dan kebencian para pengikutnya kepada Syi'ah, mendorong mereka menyebarkan propaganda seperti itu. Saif mengetahui bahwa menyebutkan pemberontakan terhadap Utsman adalah karya Ibnu Saba, bertolak belakang dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa dua sahabat Rasul, yakni Abu Dzar dan Ammar, menentang kepemimpinan Utsman. Karena Saif mengetahui ketidaksetujuan mereka kepada Utsman, ia berusaha menjatuhkan nama baik mereka dengan menambahkan nama dua sahabat terkemuka Nabi itu ke dalam pengikut orang Yahudi yang tidak pernah ada.

Apabila Ibnu Saba ada, ia telah menyatakan keislamannya setelah Utsman terbunuh. Sekarang, andaikan kita menerima pernyataan Saif bahwa Abdullah bin Saba menyatakan keislamannya setelah Utsman memerintah, Abu Dzar dan Ammar bin Yasir, di pihak lain, telah menentn ng kekhalifahan Utsman sebelum ia menjadi khalifah. Dua sahabat tersebut adalah pengikut Ali bin Abi Thalib dan meyakini bahwa Ali diangkat Rasulullah menjadi penerusnya. Karena ini adalah keyakinan mereka sebelum Ibnu Saba muncul, kisah Saif bahwa mereka dipengaruhi oleh Ibnu Saba, tidak berdasar dan dusta.

Lalu, untuk membersihkan khalifah ketiga dari semua tuduhan berkenaan dengan ketidakmampuannya mengatur kas negara, Saif menuduh para pemberontak itu sebagai pengikut Ibnu Saba. Kemudian ia melengkapi kisahnya dengan menambahkan dua sahabat ke dalam daftar pengikut Ibnu Saba, secara sengaja mengabaikan fakta bahwa dua sahabat tersebut adalah murid-murid pertama Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah beberapa dari sahabat-sahabat terkemuka yang dihormati oleh Rasulullah SAW. Sebenarnya, Saif didorong oleh kisah-kisah bohong untuk menolak kesaksian Nabi Muhammad. Dengan ini, Saif telah menyangkal seluruh cerita.



Penyerangan terhadap Utsman
Saif menyatakan bahwa penyebab utama di balik penyerangan terhadap Utsman adalah Abdullah bin Saba. la menghasut umat Muslim dari berbagai kota dan propinsi seperti Bashrah, Kufah, Suriah, dan Mesir, untuk bergegas ke Madinah dan membunuh Utsman karena ia percaya bahwa Utsman telah merampas hak Ali. Saif juga menyatakan bahwa para sahabat seperti Thalhah dan Zubair yang ada di Madinah tidak menentang Utsman.

Sama halnya dengan pernyataan ini, pernyataan Saif bin Umar mengenai Abdullah bin Saba tidak pernah diriwayatkan oleh perawi manapun. Tidak ada catatan mengenai Ibnu Saba yang dapat dilacak mengenai penyerangan terhadap Utsman, kecuali melalui Saif. Sedangkan, sanad-sanad lain memiliki riwayat yang sangat bertolak belakang dengannya.

Sekiranya para pembaca sejarah Islam terbebas dari emosinya terhadap khalifah ketiga, para pembaca dapat mengetahui bahwa seruan untuk melakukan pemberontakan terhadap Utsman tidak dimulai di Bashrah, Kufah, Suriah, atau Mesir. Kelemahan Utsman menangani urusan negara menyebabkan banyak sahabat menentangnya. Hal ini tentu saja menyebabkan pergolakan kekuatan di kalangan para sahabat yang berpengaruh di Madinah. Beberapa sejarahwan Sunni seperti Thabari, Ibnu Atsir, dan Baladzuri serta banyak sahabat lainnya meriwayatkan hadis-hadis (yang diriwayatkan oleh selain Saif ) yang menegaskan bahwa penyerangan terhadap khalifah dimulai dari dalam Madinah oleh beberapa. sahabat penting. Mereka adalah orang yang pertama kali meminta para sahabat lainnya yang bermukim di kota - kota lain untuk bergabung menyerang Utsman bersama mereka. Ibnu Jarir Thabari meriwayatkan. :

Ketika orang - orang melihat apa yang dilakukan Utsman, para sahabat Nabi di Madinah menulis surah kepada sahabat lainnya yang terpencar di propinsi - propinsi lain, "Kalian telah berjuang di jalan Allah, demi agama Muhammad. Setelah kalian tiada, agama Muhammad telah dirusak dan ditinggalkan oleh akrena itu kembalilah tegakkan kembali agama Muhammad " Lalu mereka berdatangan daris etiap pelosok hingga mereka membunuh Khalifah (Utsman).32

Sebenarnya Thabari mengutip paragraf di atas dari Muhammad bin Ishaq bin Yasar Madani yang merupakan sejarahwan Sunni terkemuka dan penulis buku Sirah Rasulullah. Sejarah (yang ditulis oleh selain Saif ) membuktikan bahwa orang-orang yang memiliki pengaruh ini merupakan kunci utama penyerangan terhadap Utsman, di antaranya; Thalhah, Zubair, Aisyah (ibu kaum mukminin), Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash.

ThalhahThalhah bin Ubaidillah adalah salah satu penghasut utama penyerangan terhadap Utsman dan yang merancang pembunuhan terhadapnya. Kemudian ia memanfaatkan kejadian tersebut untuk membalas dendam kepada Ali dengan memulai perang saudara yang pertama kali di sejarah Islam (Perang Unta). Berikut ini beberapa paragraf yang diambil dari Thabari dan Ibnu Atsir mengenai peristiwa tersebut. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas (dalam beberapa naskah disebutkan berasal dari Ibnu Ayash):

Aku memasuki kediaman Utsman (ketika terjadi serangan terhadapnya) dan bercakap-cakap selama satu jam. la berkata, "Masuklah Ibnu Abbas/Ayash!" Kemudian ia menggandeng tanganku dan akti mendengar orang-orang berteriak-teriak di depan pintunya. Kami mendengar beberapa mereka berkata, "Apa yang kalian tunggu?" Sedang yang lain berkata, "Tunggu, mungkin ia akan bertobat!" Kami berdua berdiri dibelakang pintu sambil mendengarkan mereka.

Thalhah bin Ubaidillah melintas dan berkata, " Dimana Ibnu Udais ?" Seseorang menjawab, " Ia ada disana."" Ibnu Udais mendekati Thalhah dan membisikkan sesuatu kepadanya, kemudian kembali kepada kelompoknya dan berkata, "Jangan biarkan seorang pun masuk (ke rumah Utsman) untuk menemuinya atau meninggalkan rumahnya!" Utsman berkata kepadaku, "Itu adalah perintah Thalhah!" la melanjutkan, "Ya Allah, lindungilah aku dari Thalhah karena ia telah menghasut agar semua orang memerangiku! Demi Allah, aku berharap tidak akan terjadi sesuatu dan darahnya akan bersimbah. Thalhah telah menyiksaku tanpa hak. Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Darah seorang Muslim itu halal untuk tiga perkara; kekafiran, perzinahan, dan orang yang membunuh orang lain tanpa hak.' Lalu apa alasannya sehingga aku harus dibunuh?"

Ibnu Abbas/Ayash melanjutkan, 'Aku ingin pergi (dari rumah itu), tetapi mereka menghalangi jalanku hingga Muhammad bin Abi Bakar yang melintas meminta mereka untuk melepaskan aku. Dan mereka pun melepaskan aku."33

Pernyataan Saif tidak berguna dibandingkan dengan riwayat lain yang sama dengan riwayat di atas. Riwayat di atas membuktikan bahwa Utsman sendiri mengetahui sahabat seperti Thalhah melakukan semua itu kepadanya, dan bukan Abdullah bin Saba. Apakah penulis bayaran ini menyatakan bahwa mereka lebih memahami situasi saat itu daripada khalifah Utsman, sedang mereka dilahirkan pada tahun-tahun setelah peristiwa tersebut? Riwayat berikut ini juga mendukung bahwa pembunuhan Utsman dipimpin oleh Thalhah, dan para pembunuhnya keluar untuk memberi tahu pemimpin mereka bahwa mereka telah membereskan Utsman.

Abzay menyatakan, 'Aku menyaksikan saat-saat mereka masuk menyerang Utsman. Mereka masuk melalui sebuah pintu di kediaman Amar bin Hazm. Terdengar pertempuran kecil dan mereka masuk. Demi Allah, aku tidak lupa ketika Sudan bin Humran keluar dan ia berkata, 'Di mana Thalhah Ibnu Ubaidillah? Kami telah membunuh Ibnu Affan!"'34

Utsman dikepung di Madinah ketika Ali bin Abi Thalib berada di Khaibar. Ali tiba di Madinah dan melihat orang -orang berkerumun di rumah Thalhah.Kemudian Ali pergi menemui Utsman. Ibnu Atsir menulis :

Utsman berkata kepada Ali, "Engkau berhutang hak keislamanku dan hak persaudaraan serta kekerabatan. Sekiranya aku tidak memiliki Itak ini dan apabila aku berada di zaman jahiliyah, tidaklah pantas bagi keturunan Abdul Manaf (nenek moyang Ali dan Utsman) untuk membiarkan seorang lelaki dari bani Tyme merampas hak kita." Ali berkata kepada Utsman, "Akan kuberitahu apa yang akan aku lakukan." Kemudian Ali pergi ke rumah Thalhah. Di sana sudah berkumpul banyak orang. Ali berkata kepada Thalhah, "Thalhah, apa yang membuatmu melakukan hal ini?" Thalhah menjawab, "Wahai Abu Hasan! Semuanya sudah terlambat!"35

Thabari juga meriwayatkan percakapan berikut antara Ali dan Thalhah ketika terjadi pengepungan terhadap Utsman, Ali berkata kepada Thalhah: "Aku memintamu atas nama Allah untuk menghentikan orang-orang menyerang Utsman." Thalhah menjawab, "Tidak, demi Allah, tidak hingga Bani Umayah itu secara sukarela menyerahkan diri." (Utsman adalah pemimpin Bani Umayah)36

Thalhah bahkan menghentikan pasokan air kepada Utsman. Abdurrahman bin Aswad berkata, ' Aku melihat Ali menghindari (Utsman ) dan tidak berbuat seperti yang telah ia lakukan sebelumnya. Tetapi, aku tahu bahwa ia berbicara dengan Thalhah ketika Utsman dikepung, sehingga persediaan air tidak diberikan kepadanya. Ali sangat kecewo terhadap Thalhah mengenai hal itu hingga akhirnya air diberikan kepada Utsman."37

Untuk mengetahui mengapa Ali bin Abi Thalib meninggalkan Utsman, perhatikan hadis pada akhir artikel ini.

Selain itu, para sejarahwan menegaskan bahwa mereka yang merencanakan pembunuhan Utsman tidak mengizinkan jenazahnya dikubur di pemakaman muslim. Akhirnya ia dikubur di pekuburan orang Yahudi bernama Hasysy Kawkab, tanpa memandikannya dan tanpa mengkafaninya.38 Apabila orang - orang Yahudi itu tahu, mereka tidak akan mengizinkan Utsman dikubur di wilayah mereka. Setelah Muawiyah berkuasa, ia menggabungkan daerah perkuburan Yahudi hingga Baqi juga wilayah di antara keduanya.39



Aisyah
Thalhah bukan satu-satunya orang yang bergabung memerangi Utsman. Sejarah Sunni menyatakan bahwa sepupunya, Aisyah (ibu kaum mukminin) juga bekerja sama dan berkampanye memerangi Utsman. Paragraf berikut ini juga berasal dari sejarah Thabari menunjukkan kerja sama antara Aisyah dan Thalhah dalam menggulingkan Utsman.

Ketika Ibnu Abbas akan pergi ke Mekkah, ia melihat Aisyah di Sulsul (tujuh mil di selatan Madinah). Aisyah berkata, "Wahai Ibnu Abbas, aku mengajakmu karena Allah, untuk menyingkirkan orang ini (Utsman) dan sebarkanlah keraguan tentang orang ini kepada umat, karena engkau telah dikaruniai lidah yang fasih. (Dengan pengepungan terhadap Utsman) umat mengerti dan cahaya akan membimbing mereka. Aku melihat Thalhah telah memegang kunci harta Baitul Mal. Apabila ia menjadi Khalifah (setelah Utsman) ia akan mengikuti jalan yang ditempuh nenek moyang dari sepupu ayahnya, Abu Bakar." Ibnu Abbas berkata, "Wahai Ibu (kaum mukminin), apabila sesuatu terjadi dengannya (Utsman), orang-orang akan mencari perlindungan hanya kepada sahabat kami (Ali)." Aisyah menjawab, "Diamlah! Aku tidak ingin berdebat denganmu."40

Banyak sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa Aisyah pernah pergi menemui Utsman dan meminta bagian warisan dari Rasulullah (setelah bertahun-tahun berlalu sejak kematian Rasul). Utsman tidak memberi Aisyah uang sepeserpun sambil mengingatkannya bahwa ia adalah salah satu orang yang memberi kesaksian dan mendorong Abu Bakar untuk tidak memberi bagian warisan Fathimah. Lalu, apabila Fathimah tidak mendapat warisan, mengapa ia dapat? Aisyah menjadi sangat marah kepada Utsman, ia keluar sambil berkata, "Bunuh orang tua bodoh ini (Na'thal), karena ia telah kafir."41

Seperti yang kita lihat, tokah-tokoh utama yang merancang penyerangan terhadap Utsman adalah orang-orang yang sangat berpengaruh, seperti Thalhah dan Aisyah. Riwayat-riwayat Sunni ini bertentangan dengan riwayat yang berasal dari Abdullah bin Saba, yang dibuat untuk menutupi orang-orang ini berabad-abad lamanya setelah peristiwa itu. Sejarahwan Sunni lainnya, Baladzuri, dalam kitab sejarahnya (Ansab al-Asyraf) berkata bahwa ketika situasi semakin genting, Utsman memerintahkan Marwan bin Hakam dan Abdurrahman bin Attab bin Usaid untuk mencoba membujuk Aisyah agar berhenti berkampanye menentangnya.

Mereka menemui Aisyah ketika ia sedang bersiap-siap berangkat untuk menunaikan haji. Mereka berkata kepadanya:

"Kami berdoa agar engkau tinggal di Madinah, dan agar Allah menyelamatkan orang ini (Utsman) melalui engkau." Aisyah berkata, "Aku telah bersiap-siap pergi dan berjanji akan berhaji. Demi Allah, aku tidak akan mengabulkan permintaanmu...Aku berharap Utsman ada dalam salah satu tasku sehingga aku dapat membawanya. Kemudian, aku akan melemparkannya ke laut!"42

Tentu saja, revolusi melawan Utsman 'dimulai' di Madinah, dan bukan di Bashrah, Kufah, atau Mesir. Orang-orang penting di Madinah adalah mereka yang pertama kali menulis surah kepada orang-orang yang berada di luar Madinah dan menghasut mereka untuk memerangi Utsman. Apabila kita mengatakan bahwa seorang Yahudi, bernama Ibnu Saba, adalah orang yang menghasut orang-orang untuk memberontak, hal ini tidak logis kecuali jika kita menerima bahwa ia adalah orang yang menghasut Aisyah, Thalhah, dan Zubair untuk memberontak. Tetapi orang-orang yang menyebutkan tentang Ibnu Saba dan, keterlibatannya, tidak memasukkan Aisyah dan orang-orang yang sederajat dengannya sebagai pengikut Ibnu Saba.

Peran Ibnu Saba, dalam revolusi menentang Utsman, juga dapat diterima apabila kita mengatakan bahwa Ibnu Saba adalah oranl; yong dapot membujuk khalifah
Utsman untuk mengikuti jalan yang bertolak belakang dengan jalan dua khalifah pertama, dan bahwa dia adalah orang yang menasehati Utsman untuk memberikan harta Islam kepada kerabatnya dan menunjuk mereka menjadi gubernur-gubernur di wilayah-wilayah Islam.

Cara Utsman menyelesaikan urusan negara Islam memberi Aisyah, Thalhah, dan Zubair serta yang lainnya alasan untuk memprovokasi umat Islam memerangi Utsman. Tetapi, mereka yang menyatakan bahwa revolusi terhadap Utsman dilakukan oleh Ibnu Saba, tidak menerima bahwa Ibnu Saba adalah orang yang menasehati Utsman untuk mengikuti jalan yang salah. Mereka benar, karena orang Yahudi tersebut tidak pernah ada kecuali dalam pikiran Saif bin Umar Tamimi dan orang-orang yang mengutip hadis darinya. Beberapa hadis (kurang dari 15 hadis, yang bahkan tidak ada di kitab shahih ataupun kitab Syi'ah yang benar) berkaitan dengan Abdullah bin Saba diriwayatkan oleh orang-orang selain Saif, memberikan kisah yang sangat berbeda dengan dokumentasi Saif yang palsu yang disebarkan ke mana-mana. Hadis-hadis ini tidak menyebutkan adanya peran Ibnu Saba dalam revolusi memerangi Utsman.



Amru bin Ash
Mengherankan sekali bahwa keterlibatan revolusi terhadap Utsman dinyatakan berasal dari seorang Yahudi yang keberadaannya tidak terbukti kuat baik di Syi'ah ataupun Sunni. Tetapi para sejarahwan lupa peran penting yang dimainkan oleh orang terkemuka di sejarah Islam, Amru bin Ash. Ia lebih pintar dan lebih cerdas daripada orang Yahudi manapun yang pernah hidup di masa itu. Amru bin Ash memiliki semua alasan untuk berkonspirasi menentang Khalifah, dan ia memiliki semua kemampuan untuk mengajak sebagian besar masyarakat Madinah untuk menentangnya.

Amru bin Ash adalah salah satu penggerak paling berbahaya yang menentang Utsman. la adalah gubernur Mesir selama pemerintahan khalifah kedua. Tetapi, khalifah ketiga mencabut jabatannya dan menggantikannya dengan saudara angkatnya, Abdullah bin Sa'd bin Abu Syarh. Akibatnya, Amru menjadi sangat membenci Utsman. Ia kembali ke Madinah dan memulai kampanye menetang Utsman dengan menuduhnya banyak melakukan perbuatan menyimpang.

Utsman menyalahkan Amru dan berkata kasar kepadanya. Hal ini membuat Amru semakin berang. la sering bertemu dengan Zubair dan Thalhah dan melakukan konspirasi menentangnya. la juga sering menemui para jamaah haji dan memberitahukan kepada mereka tentang penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Utsman. Menurut Thabari, ketika Utsman dikepung, Amru tinggal di kediaman Ajlan dan sering bertanya kepada orang-orang tentang keadaan Utsman.

Amru tidak beranjak dari tempat duduknya sebelum penunggang kuda yang kedua lewat. Amru memanggilnya, "Bagaimana keadaan Utsman?" "Lelaki itu berkata, "Ia telah terbunuh!" Amru kemudian berkata, "Aku adalah Abu Abdillah. Apabila aku menggaruk sebuail luka, aku akan merobeknya (artinya apabila aku menginginkan sesuatu, aku akan mendapatkannya). Aku telah memancing orang-orang agar menentangnya, bahkan para gembala di puncak pegunungan beserta kambing-kambingnya." Kemudian Salamah bin Rauh berkata kepadanya, "Engkau, orang Quraisy, telah memutuskan ikatan yang kuat antara dirimu sendiri dan bangsa Arab. Mengapa engkau melakukan itu?" Amru menjawab, "Kami ingin mengambil kebenaran dari tempat kesalahan, dan menjadikan orang-orang memiliki kesamaan dalam kebenaran."43

Para pemecah belah kaum Muslimin mengabaikan apa yang dikenal dalam sejarah Islam yang diriwayatkan oleh perawi-perawi Sunni terkemuka.

Pemberontakan terhadap Utsman adalah akibat dari usaha-usaha orang-orang terkenal di Madinah seperti Aisyah, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Amru bin Ash. Alih-alih menyebutkan pemberontakan tersebut dilakukan orang-orang yang menentang Utsman, para pemecah kaum Muslimin ini tidak mau menerima kebenaran ini atau menyebutkannya. Mereka menyebutkan bahwa pemberontakkan ini dilakukan oleh seorang Yahudi yang dibuat berdasarkan pada riwayat-riwayat Saif bin Umar Tamimi, seorang laki - laki yang dianggap ulama Sunni terkemuka sebagai seorang pendusta dan pembuat kebohongan. Mereka memilih untuk menerima riwayat Saif untuk menutupi khalifah, Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Bahkan yang mengejutkannya lagi, Aisyah, Thalhah, dan Zubair, serta Muawiyah bin Abu Sufyan memerangi Ali bin Abi Thalib dalam dua peperangan, yang belum pernah terjadi sebelumnya di sejarah Islam, tetapi tak seorangpun dari mereka menuduh para pengikut Ali bin Abi Thalib sebagai murid-murid Ibnu Saba. Kitab sejarah Sunni dan hadis-hadis koleksi Sunni menyatakan dengan jelas bahwa Muawiyah memerintahkan seluruh Imam mesjid di segala penjuru Islam untuk mengutuk Ali bin Abi Thalib di setiap shalat Jum'at. Apabila sosok fiksi Ibnu Saba memiliki peran kecil dalam pemberontakan terhadap Utsman, Muawiyah pasti menjadikan hal ini sebagai topik utamanya dalam kampanye pemfitnahan terhadap Ali dan para pengikutnya. la pasti telah menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia bahwa orang-orang yang membunuh Utsman adalah murid-murid Abdullah bin Saba, dan bahwa mereka adalah orang-orang yang membuat Ali mendapatkan kekuasaan. Tetapi Muawiyah ataupun Aisyah tidak melakukan hal ini karena cerita-cerita buatan Saif bin Umar tentang Ibnu Saba muncul pada abad kedua setelah hijrah, lama setelah mereka meninggal.

Pembunuhan terhadap Utsman memberikan kambing hitam yang tepat bagi orang-orang yang berlomba-lomba ingin mendapat kekuasaan, sambil mengabdi di bawah pemerintahan Utsman. Mereka di antaranya adalah keluarganya, Bani Umayah seperti Muawiyah dan Marwan yang benar-benar mencari keuntungan dari keberadaan Utsman dan juga kematiannya. Kisah Ibnu Saba dalam hal ini berfungsi sebagai topeng bagi wajah-wajah yang haus kekuasaan, yang juga merupakan cara lain untuk menyerang Ali bin Abi Thalib dan pengikut-pengikut setianya.



38
ANTOLOGI ISLAM

Alasan di Balik Pemberontakan Terhadap Utsman
Khalifah ketiga, Utsman, diangkat umat sebagai pemimpin dengan syarat bahwa ia akan mengatur urusan negara Islam berdasarkan Kitab Allah dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Ia harus mengikuti apa yang dilakukan Abu Bakar dan Umar, apabila tidak ada perintah dari Quran atau Rasul.

Telah diketahui secara luas bahwa dua khalifah pertama hidup dengan sederhana. Mereka tidak memberi keutamaan kepada anggota suku me reka atau menunjuk keluarga mereka untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Utsman, di pihak lain, memiliki pendapat sendiri. Ia hidup dalam kemewahan. la menunjuk anggota dari sukunya (Umayah) untuk menduduki posisi yang penting dan kuat dalam pemerintahan, dengan memberi keutamaan kepada mereka daripada umat Islam lainnya, tanpa melihat kepentingan mereka. Padahal, keluarganya ini tidak beriman. Mungkin Utsman mengira bahwa keutamaan yang ia berikan kepada keluarganya adalah mengikuti anjuran Kitab Allah untuk berbuat baik kepada sanak saudara. Cara Utsman menangani urusan pemerintahan ini membuat banyak para sahabat kecewa. Mereka melihatnya sebagai hal yang royal dan sangat berlebihan.

Para sahabat mengkritik khalifah karena isu-isu berikut ini.

Pengistimewaan keluarga dengan memakai uang negara; ia membawa pamannya, Hakam bin Abi As (putra Umayah, putra Abdussyams), ke Madinah setelah Nabi Muhammad mengasingkannya dari Madinah. Diriwayatkan bahwa Hakam sering bersembunyi dan mendengarkan percakapan Nabi Muhammad ketika ia berbicara secara rahasia kepada sahabat-sahabat utamanya, lalu menyebarkan apa yang ia dengar. Ia sering mengikuti dan memperolok-olok cara berjalan Nabi. Suatu waktu Nabi melihatnya ketika ia sedang meniru-niru jalannya dan berkata, "Selamanya ia akan seperti itu." Segera Hakam menjadi seperti itu hingga ia meninggal. Diriwayatkan juga bahwa, suatu hari, ketika sedang duduk bersama beberapa sahabatnya, Nabi Muhammad berkata, "Seorang lelaki yang telah dikutuk akan memasuki ruangan ini." Tak lama setelah itu masuklah Hakam.44

Setelah membawanya ke Madinah, Utsman memberi pamannya uang sebanyak 300 ribu dirham.

la menjadikan Marwan bin Hakam, sebagai pembantu utamanya, dan penasehat tertingginya, dengan memberi kekuasaan yang sama dengan dirinya. Marwan menerima seperlima pendapatan dari Afrika Utara sebesar 500 ribu dinar. Tetapi ia tidak menyerahkan uang ini. Khalifah mengizinkannya untuk menyimpan uang ini. Jumlahnya sama dengan 10 juta dollar.

Ali bin Abi Thalib sering memperingatkan Utsman mengenai berbahayanya Marwan, tetapi hal itu sia-sia saja. Percakapan berikut antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman membuktikan kenyataan ini. Kejadian ini terjadi ketika Utsman diserang, lalu ia meminta bantuan Ali bin Abi Thalib. Utsman berkata kepada Ali bin Abi Thalib, "Engkau lihat kesulitan yang disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak sepakat ketika mereka mendatangiku hari ini. Aku tahu engkau dihormati oleh umat dan mereka akan mendengarkanmu. Aku ingin agar engkau menemui mereka dan menyuruh mereka pergi agar tidak menggangguku. Aku tidak ingin mereka datang ke hadapanku karena hal itu akan menjadi tindakan yang hina bagiku. Biarlah yang lain mendengar hal ini juga." Ali berkata, "Atas dasar apa aku harus mengusir mereka?" Utsman menjawab, "Atas dasar bahwa aku melaksanakan apa yang telah engkau anjurkan untuk aku lakukan dan yang menurutmu benar, dan aku tidak akan menyimpang dari anjuranmu." Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata, "Sesungguhnya telah sering aku memberitahumu, dan kita membahasnya secara panjang lebar. Semua ini adalah usaha Marwan bin Hakam, Sa'd bin Ash, Ibnu Amir, dan Muawiyah. Engkau lebih mendengarkan mereka dan mengabaikan aku." Utsman berkata, "Kalau begitu aku akan mengabaikan mereka dan mendengarkanmu.;45

Kemudian Ali bin Abi Thalib berkata kepada mereka dan memintanya untuk pergi. Lalu banyak dari mereka pergi. Ali bin Abi Thalib kembali kepada Utsman dan menyatakan bahwa mereka telah pergi dan berkata, "Buatlah pernyataan sehingga orang-orang akan menyaksikan bahwa mereka telah mendengar darimu, dan Allah adalah saksi. Apakah engkau ingin bertobat kepada-Nya atau tidak?"

Kemudian Utsman keluar dan menyampaikan Khutbah dihadapan umat tentang keinginannya bertobat, ia berkata "Demi Allah, wahai umat! Apabila ada di antara kalian yang menyalahkan aku, ia tidak melakukan apapun yang tidak aku ketahui. Aku tidak melakukan sesuatu yang tidak aku ketahui. Tetapi jiwaku telah menghidupkan harapan sia-sia dalam diriku dan berdusta padaku dan kebaikanku telah pergi dariku. ...Aku memohon ampunan Allah atas apa yang telah aku lakukan dan aku kembali kepada-Nya. Lelaki sepertiku ingin sekali memohon ampunan-Nya."

Kemudian mereka mengasihaninya, dan beberapa di antaranya menangis. Said bin Zaid berdiri di hadapannya dan berkata, "Wahai pemimpin kaum Muslimin, (sejak saat ini) tidak ada seorang pun yang datang kepadamu tanpa mendukungmu. Bertakwalah kepada Allah dalam jiwamu dan penuhilah janjimu!"

Ketika Utsman turun dari mimbar, ia melihat Marwan bin Hakam dan Sa'd bin Ash serta beberapa keluarga Umayah lainnya di rumahnya. Marwan berkata,

"Haruskah aku berbicara kepada umat atau diam?" Istri Utsman berkata, "Diamlah engkau! Karena mereka akan membunuhnya karena dosa. Ia telah membuat pernyataan yang tidak dapat ia tarik kembali." Kemudian Marwan berkata, "Apa urusannya denganmu?"

Marwan lalu berkata kepada Utsman, "Tetap dalam kesalahan sehingga engkau harus meminta ampunan Allah adalah lebih baik daripada bertobat karena engkau takut. Apabila engkau demikian, engkau bertobat tanpa mengakui kesalahan." Utsman berkata, "Pergi dan bicaralah kepada mereka karena aku malu melakukan hal itu!"

Kemudian Marwan pergi menemui orang-orang dan berkata, "Mengapa kalian berkumpul di sini seperti perampok?...Kalian telah datang untuk merampas kekuasaan (kerajaan) kami. Pergilah! Demi Allah, apabila kalian berniat menyakiti kami, kalian akan menghadapi susuatu yang tidak kalian sukai dari kami, dan kalian tidak akan memuji akibat dari gagasan kalian. Kembalilah ke rumah-rumah kalian, karena demi Allah kami bukanlah orang yang harus kalian rampas hartanya!"

Orang-orang menyampaikan hal ini kepada Ali. Kemudian Ali mendatangi Utsman dan berkata, "Sesungguhnya engkau telah membuuat puas Marwan (sekali lagi), tetapi ia hanya akan puas jika engkau menyimpang dari agamamu dan akalmu, seperti seekor unta membawa tandu yang dituntun semaunya. Demi Allah, Marwan tidak mengetahui apapun tentang agama dan jiwanya. Aku bersumpah demi Allah, menurutku, ia akan membawamu masuk dan tidak akan mengeluarkanmu kembali. Setelah pertemuan ini, aku tidak akan datang untuk mencacimu lagi. Engkau telah menghancurkan kehormatanmu sendiri dan merampas kekuasaanmu."

Ketika Ali pergi, istri Utsman berkata kepadanya, "Aku mendengar apa yang Ali katakan kepadamu bahwa ia tidak akan kembali lagi kepadamu, dan engkau telah mengikuti kemauan Marwan lagi yang memandumu ke manapun ia kehendaki." Utsman berkata, 'Apa yang harus aku lakukan?" la menjawab, "Engkau harus takut kepada Allah, yang tidak memiliki sekutu, dan engkau harus taat mengikuti apa yang dilakukan dua pendahulumu (Abu Bakar dan Umar). Karena apabila engkau mengikuti Marwan, ia akan membunuhmu. Marwan memiliki martabat di kalangan umat, dan ia tidak membangkitkan wibawa atau rasa cinta.

Umat telah meninggalkanmu karena keberadaan Marwan (di pemerintahanmu). Pergilah kepada Ali, percayalah kepada kejujuran dan keteguhannya. Ia memiliki hubungan saudara denganmu dan ia orang yang ditaati umat." Kemudian Utsman mengirim seseorang untuk memanggil Ali tetapi Ali menolak datang dan berkata, "Aku katakan aku tidak akan kembali."46

Ketika Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Allah! Aku telah berusaha membelanya (Utsman) hingga aku dipenuhi rasa malu. Tetapi Marwan, Muawiyah, Abdullah bin Amru, dan Sa'd bin As telah melakukan sesuatu sebagaimana yang engkau saksikan. Ketika aku memberi nasehat yang sungguh-sungguh dan menganjurkan ia untuk mengusir mereka, ia menjadi curiga, sehingga terjadilah apa yang terjadi saat ini."47

Marwan beserta keturunannya merupakan dasar dari beberapa tuduhan korupsi dan nepotisme yang paling serius yang dilakukan Utsman. Marwan, tentu saja, merampas kekhalifahan dan menaiki tahta pada tahun 64/684 dan merupakan nenek moyang raja-raja Umayah selanjutnya di Damaskus juga pemimpin Cordova hingga setelah tahun 756.

Khalifah Utsman mengangkat saudara angkatnya, Abdullah bin Sa'd, sebagai gubernur Mesir. Pada saat itu, Mesir merupakan propinsi terbesar di negara Islam. Ibnu Sa'd telah masuk Islam dan pindah dari Mekkah ke Madinah. Nabi Muhammad SAW memasukkannya sebagai pencatat wahyu. Tetapi, Ibnu Sa'd meninggalkan agamanya dan kembali ke Mekkah. la sering berkata, "Aku akan menurunkan ayat yang sama yang Allah turunkan kepada Muhammad."

Ketika Mekkah ditaklukkan, Nabi Muhammad SAW menyuruh kaum Muslimin untuk membunuh Ibnu Sa'd. Ia harus dibunuh meskipun ia menalikan kain Kabah ke tubuhnya. Ibnu Sa'd bersembunyi di rumah Utsman. Ketika situasinya mereda, Utsman membawa Ibnu Sa'd ke hadapan Nabi Muhammad SAW dan memberitahunya bahwa ia memberikan perlindungan kepada Ibnu Sa'd. Nabi Muhammad tetap diam begitu lama, berharap ada salah satu orang yang hadir akan membunuh Ibnu Sa'd sebelum ia mengabulkan permintaan Utsman. Para sahabat tidak mengerti apa yang dimaksud dengan diamnya Nabi. Karena tidak ada seorangpun yang bergerak untuk membunuh Ibnu Sa'd, Nabi Muhammad mengabulkan permintaan Utsman.

Memberikan jabatan publik kepada keluarga; khalifah Utsman mengangkat Walid bin Aqabah (salah satu keluarga Umayah) sebagai gubernur Kufah setelah menurunkan gubernur sebelumnya, yaitu sahabat utama Rasulullah, Sa'd bin Abi Waqash. Sa'd adalah ahli memanah terkemuka yang memerangi musuh Islam di perang Uhud. Di sisi lain, tingkah laku Walid ketika Nabi masih hidup buruk. Quran merendahkannya dan menyebutnya sebagai orang yang menyimpang.

Contohnya Nabi Muhammad SAW mengirim dia kepada Bani Mustalaq untuk mengumpulkan zakat mereka.walid melihat dari jauh Bani Mustalaq ini mendekat ke arahnya dengan mengendarai kuda, Ia menjadi takut karena ketegangan antara dia dan kaum ini sebelumnya. Ia kembali kepada Nabi Muhammad SAW dan memberitahu bahwa mereka ingin membunuhnya. Hal. ini tidak benar. Tetapi keterangan Walid ini membuat murka kaum Muslimin Madinah dan mereka ingin menyerang Bani Mustalaq. Pada saat itu turunlah ayat berikut, Hai orang-orang yang beriman, jika seorang yang menyimpang datang kepadamu membawa berita, buktikanlah kebenaran berita itu! Jika tidak engkau akan menghancurkan suatu umat tanpa kalian sengaja, kemudian kalian akan menyesal dengan perbuatan kalian yang tergesa-gesa itu.Walid masih terus menjalankan praktik hidup jahiliyahnya selama hidupnya. la selalu meminum arak dan banyak saksi menyatakan kepada khalifah bahwa mereka menyaksikan Walid sedang mabuk ketika memimpin shalat berjamaah. Berdasarkan kesaksian yang kuat,
Walid dicambuk delapan puluh kali dan diturunkan dari jabatannya oleh khalifah Utsman. Khalifah diharapkan menggantikan orang ini dengan sahabat Rasulullah yang baik, tetapi ia malah menggantikan Walid dengan Said bin As, anggota keluarga Umayah yang lain.

Dialog berikut ini adalah dialog antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman, yang juga ditulis dalam kitab Tarikh ath-Thabari yang memberi pandangan yang lebih jelas tentang keadaan Utsman lama sebelum kematiannya.

Orang-orang berkumpul dan berbicara kepada Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali pergi menemui Utsman dan berkata, "Orang-orang datang kepadaku dan mereka berbicara kepadaku tentangmu...Ingatlah Allah! Engkau tidak akan diberi penglihatan setelah engkau buta atau diberi ilmu setelah engkau berada dalam kebodohan. Sesungguhnya, jalan itu jelas dan nyata, dan.tanda-tanda agama yang benar sangat kokoh."

"Ketahuilah, Utsman, bahwa hamba yang paling baik di mata Allah adalah pemimpin yang adil, orang yang telah diberi petunjuk, Han memberi petunjuk kepada umat, karena ia menjunjung tinggi sunnah yang benar dan menghancurkan sunnah-sunnah yang palsu. Demi Allah, segala sesuatunya itu jelas. Sunnah yang benar dan dipercaya berdiri dengan jelas begitu juga yang palsu. Pemimpin yang paling buruk dimata Allah adalah pemimpin yang Kejam, orang yang menyesatkan dirinya sendiri dan menyesatkan orang lain karena ia telah menghancurkan Sunnah yang benar dan membangkitkan sunnah palsu.

"Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Pada Hari Kebangkitan, pemimpin yang kejam akan digiring tanpa penolong dan tanpa pendamping, kemudian dilemparkan ke neraka dan ia akan mengelilingi neraka sebagaimana kincir berputar, lalu ia akan masuk ke neraka yang paling dalam."'

"Aku katakan kepadamu (Utsman), ingatlah kepada Allah! Ancaman dan pembalasan dari-Nya karena hukuman dari-Nya sangat pedih dan keras. Aku katakan kepadamu untuk berhati-hati jika tidak engkau akan menjadi pemimpin yang terbunuh dari umat ini. Sebenarnya dikatakan bahwa seorang pemimpin akan terbunuh dalam umatnya, perselisihan berdarah ini akan dibiarkan hingga hari kebangkitan (Imam Mahdi), dan persoalan ini tidak dapat diselesaikan.

Perselisihan ini akan menjadikan umat terkotak-kotak, dan mereka tidak dapat melihat kebenaran karena begitu besarnya kesalahan. Mereka akan terlempar ke dalamnya seperti ombak dan mengembara dalam kebingungan."

Kemudian Utsman menjawab, "Demi Allah! Aku mengetahui bahwa (orang-orang) akan mengatakan apa yang engkau katakan. Tetapi, apabila engkau berada di posisiku, aku tidak akan menyalahkanmu atau meninggalkanmu dalam kebingungan atau kehinaan atau juga bertindak tidak adil. Apabila aku memberikan kemewahan kepada keluargaku, dan mengangkat mereka sebagai gubernur, beberapa dari mereka adalah orang-orang yang telah Umar angkat sebagai gubernur. Aku bertanya kepadamu atas nama Allah, wahai Ali, apakah engkau tahu bahwa Mughirah bin Syu'bah tidak ada di sana?" Ali berkata, "Benar!"

Kemudian Utsman melanjutkan, "Lalu mengapa engkau menyalahkanku karena mengangkatnya sebagai pemimpin semata - mata karena ia adalah keluargaku?"

Kemudian Ali menjawab, " Aku katakan kepadamu bahwa setiap orang yang diangkat oleh Umar, berada di bawah pengawasannya yang ketat dan Umar akan menginjak - injak. Apabila Umar mendengar satu kata tentangnya, ia akan mencambuknya dan menghukumnya dengan hukuman yang berat. Tetapi, engkau tidak melakukan hal itu. Engkau lemah dan lembek tehadap keluargamu!" Utsman berkata, "Mereka adalah keluargamu juga." Ali menjawab, "Mereka memang sangat dekat denganku tetapi kebaikan berada di orang lain." Utsman berkata lagi, "Tahukah engkau bahwa Umar adalah orang yang menempatkan Muawiyah di pemerintahannya selama ia berkuasa dan aku hanya melakukan hal yang sama."

Kemudian Ali berkata, "Aku bertanya atas nama Allah, benarkah bahwa Muawiyah lebih takut kepada Umar daripada budak Umar, Yarfa, kepadanya?" Utsman menjawab, "Benar." Ali melanjutkan, "Sekarang ini Muawiyah berani memutuskan banyak persoalan tanpa berkonsultasi kepadamu dan engkau mengetahuinya.

Muawiyah menyatakan bahwa ini adalah perintah Utsman. Engkau sering mendengar hal ini, tetapi engkau tidak memarahinya."

Kemudian Ali meninggalkan Utsman.

Utsman beranjak lalu menaiki mimbar dan berkata, "Demi Allah, kalian telah menyalahkanku atas hal-hal yang juga dilakukan Umar. Tetapi ia menginjakmu, memukul dan menaklukanmu dengan lidahnya, lalu kalian tunduk kepadanya baik kalian sukai atau tidak. Tetapi aku bersikap lunak terhadap kalian. Aku membiarkanmu menginjak pundakku sedang aku menahan tangan dan lidahku. Karenanya, kalian begitu kasar terhadapku. Demi Allah, aku memiliki jumlah kerabat yang lebih banyak, sekutu yang dekat, dan memiliki banyak pendukung. Aku telah mengangkat pengawas bagi kalian. Tetapi kalian telah menuduhkan sesuatu yang tidak sepantasnya. Tahanlah lidahmu dari memfitnah pemimpin-pemimpin kalian!...Demi Allah, aku telah mendapatkan tidak kurang dari pada pendahuluku atas semua yang tidak kalian sukai. Keuntungan dari kekayaan begitu banyak, laku mengapa aku tidak boleh melakukan sesuatu terhadap kelebihan itu sekehendak hatiku? Jika tidak, mengapa aku menjadi pemimpin?"48



Abdullah bin Saba : Orang yang Memulai Perang Unta?
Perang Unta (Jamal) melawan Ali bin Abi Thalib dinyatakan di Bashrah pada tahun 36/656 setelah umat mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin kaum Muslimin. Perang tersebut disebut Perang Unta karena salah satu pemimpin kelompok oposisi, Aisyah, mengendarai Unta. Para pemimpin lain di kalangan oposisi adalah Thalhah dan Zubair yang merupakan sahabat Rasulullah yang terkenal. Perang ini juga dikenal dalam sejarah sebagai perang Bashrah.

Akibatnya adalah tertumpahnya darah lebih dari sepuluh ribu kaum Muslimin.

Para penyebar fitnah terhadap pengikut-pengikut keluarga Nabi mengutip hadis Saif yang menyatakan bahwa para pengikut Ibnu Saba memulai perang Bashrah pada malam hari sebelum perundingan antara Ali bin Abi Thalib dan ketiga penentangnya (Aisyah, Thalhah, dan Zubair) selesai. Mereka memulai perang pada malam hari dengan menyerang dua pasukan secara terus menerus agar kedua kelompok itu terjun ke dalam medan perang. Ibnu Saba ingin menjadikan kedua pasukan itu saling menuduh masing-masing pasukan sebagai pemulai perang. Hal ini akan menggagalkan usaha perdamaian yang ketentuannya adalah hukumam bagi para pembunuh Utsman.

Tuduhan ini bertentangan dengan banyak fakta sejarah seperti peristiwa berikut ini yang dicatat oleh sejarahwan dan ahli hadis Sunni.

Sha'bi (Amir bin Syarahil Sya'bi) meriwayatkan peristiwa berikut. Sayap kanan pasukan pemimpin kaum Muslimin (Ali bin Abi Thalib) menyerang sayap kiri pasukan Bashrah. Mereka saling menyerang dan orang - orang berlari ke Aisyah dan sebagian dari mereka adalah suku Dhubbah dan Azd. Perang dimulai setelah matahari terbit dan beranjut hingga siang hari. Suku Bashrah mengalahkan seorang lelaki itu berkata " Bani Adz melarikan diri ". Ketika Bani Adz dikuasai oleh pasukan Ali mereka berseru " Kami berasal dari agama Ali bin Abi Thalib."49

Riwayat di atas ini memberi bukti bahwa peperangan tidak dimulai pada malam hari sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Saba. Riwayat ini menggugurkan semua konspirasi penyerangan kepada kedua pasukan pada malam hari.

Qatadah meriwayatkan peristiwa berikut. Ketika kedua pasukan saling berhadapan, Zubair menyeruak ke muka mengendarai kudanya dengan persenjataan lengkap. Orang-orang berkata kepada Ali, "Dia Zubair!" Karena itu, Ali bin Abi Thalib berkata, "Zubair diharapkan dari dua orang itu lebih mengingat Allah, sekiranya ia diberi peringatkan." Thalhah juga maju ke hadapan Ali. Ketika Ali berhadapan dengan mereka, ia berkata, "Sesungguhnya kalian telah menyiapkan persenjataan, kendaraan, dan pasukan. Apakah kalian telah menyiapkan alasan di Hari Perhitungan ketika kalian menemui Tuhan kalian? Bertakwalah kepada Allah dan janganlah menjadi seperti seorang wanita yang menguraikan hasil tenunannya setelah selesai menenunnya! Bukankah aku adalah saudara kalian dan kalian meyakini kesucian darahku? Apakah ada yang menjadikannya halal sehingga kalian berani menumpahkan darahku?" Thalhah berkata, "Kalian telah memfitnah umat untuk memerangi Utsman."

Ali bin Abi Thalib menjawab dengan mengutip ayat Quran, Pada hari itu (Hari Pembalasan), Allah akan membalas mereka dengan balasan yang adil, dan mereka akan mengetahui hal itu, sesungguhnya Allah adalah saksi yang nyata. (QS. 24:25) Lalu Ali melanjutkan, "Thalhah, apakah engkau berperang untuk menuntut darah Utsman? Semoga Allah mengutuk mereka yang telah membunuh Utsman. Zubair, ingatkah ketika engkau sedang bersama Rasulullah dan melewati Bani Ghunam dan ia melihat kepadaku dan tersenyum? Aku tersenyum kepadanya dan engkau berkata kepadanya, Ali bin Abi Thalib selalu sombong."

Rasulullah bersabda kepadamu, "la tidak sombong, engkaulah yang akan memeranginya dengan tidak adil!"

Zubair berkata, "Demi Allah, hal ini benar. Sekiranya aku ingat akan peristiwa itu, aku tidak akan melakukan perjalanan ini.Demi Allah, aku tidak akan memerangimu." Kemudian Zubair meninggalkan pasukan dan memberi tahu Aisyah dan putranya Abdullah bahwa ia bersumpah bahwa ia tidak akan pernah memerangi Ali. Putranya menyarankan agar ia memerangi Ali dan membayar kifarah untuk sumpah yang telah ia langgar. Zubair setuju dan membayar kifarat dengan membebaskan budaknya Mak'hul.50

Peristiwa ini dengan jelas mengungkapkan kepada kita bahwa, Thalhah dan Zubair berhadapan dengan Ali bin Abi Thalib sebelum perang dimulai, dan konfrontasi ini terjadi di siang hari, bukan di malam hari. Jika tidak, orang-orang tidak dapat melihat mereka atau mendengar percakapan di antara Ali dan penentangnya serta mengenal satu sama lain dari penutup kepala mereka.

Karena percakapan dan konfrontasi tersebut terjadi sebelum perang dimulai, jelaslah bahwa riwayat Saif mengenai perang yang dimulai pada malam hari dan tanpa diramalkan, merupakan sebuah kebohongan.

Dzahabi meriwayatkan, "Kami berada di tenda Ali bin Abi Thalib ketika terjadi Perang Unta. Saat itu Ali mengutus seseorang untuk menemui Thalhah agar ia berunding dengannya (sebelum perang dimulai). Thalhah maju ke depan dan Ali berkata kepadanya, "Aku ingatkan engkau atas nama Allah! Tidakkah engkau mendengar Rasulullah bersabda, 'Barangsiapn yang menganggap aku sebagai maulanya, Ali adalah juga maulanya. Ya Allah, cintailah orang-orang yang mencintainya, dan bencilah orang-orang yang membencinya!"' Thalhah menjawab, "Ya, aku mendengarnya." Ali berkata, "Lalu mengapa engkau memerangiku?"51

Yahya bin Sa'id meriwayatkan, "Marwan bin Hakam yang berada di barisan pasukan Thalhah melihat Thalhah tengah mundur (ketika pasukannya dikalahkan di medan perang). Karena Marwan dan semua keluarga Uamayah mengenal Thalhah dan Zubair sebagai pembunuh Utsman, ia melepaskan panah kepadanya dan menyebabkannya terluka parah. Kemudian ia berkata kepada Aban, putra Utsman, " Aku telah menyelamatkamu dari salah satui pembunuh ayahmu." Thalhah dibawa ke sebuah rumah yang telah menjadi reruntuhan di Bashrah dan tewas di sana.52

Zuhri, seorang perawi Sunni penting lainnya yang terkenal karena kebenciannya kepada Ahlulbait, meriwayatkan percakapan Ali bin Abi Thalib dengan Zubair dan Thalhah sebelum perang.

Ali berkata, "Zubair, apakah engkau memerangiku untuk menuntut balas atas darah Utsman setelah engkau membunuhnya? Semoga Allah menimpakan akibat yang pedih yang tidak disukai setiap orang karena perbuatan orang-orang di antara kita kepada Utsman." la melanjutkan, "Thalhah, engkau telah membawa istri Rasulullah (Aisyah) untuk memperalatnya demi perang dan menyembunyikan istrimu di rumahmu (di Madinah). Mengapa engkau tidak memberi sumpah setiamu kepadaku?" Thalhah berkata, "Aku memberimu sumpah setia sedang pedang ini masih di leherku."

(Hingga saat itu, Ali berusaha mengajak mereka berdamai, dengan tidak memberi alasan kepada mereka). Ali berkata kepada pasukanya, "Siapa di antara kalian yang akan membawa Quran ini kepada mereka dan apabila ia kehilangan satu tangannya ia akan memegang Quran ini dengan tangannya yang lain...?"

Seorang pemuda dari Kufah berseru, "Aku akan melakukannya." Sekali lagi, Ali bin Abi Thalib masuk ke dalam pasukannya dan menawarkan misi tersebut kepada pasukannya. Hanya pemuda itu yang menjawab. Kemudian Ali berkata kepadanya, "Perlihatkan Quran ini kepada mereka dan katakan, inilah perantara kami dan kalian dari awal hingga akhir. Ingatlah Allah, selamatkan darah kami dan darah kalian!"

Ketika pemuda itu menyeru kepada mereka untuk kembali kepada Quran dan berserah diri kepada keputusannya, pasukan Bashrah menyerang dan membunuhnya. Saat itu, Ali bin Abi Thalib berkata kepada pas,ukannya, "Sekarang saatnya perang dibolehkan!" Perang Unta pun dimulai.53

Semua riwayat ini dan riwayat-riwayat lain yang serupa dengan jelas menunjukkan bahwa perang dimulai di siang hari, dan bukan di malam hari sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Umar. Perang tidak langsung berkobar karena kedua pasukan bertemu dan saling berunding sebelum perang dimulai. Jika konfrontasi antara Ali bin Abi Thalib dan Thalhah serta Zubair terjadi di malam hari, seruan terakhir Ali bin Abi Thalib tidak berguna karena kedua pasukan tidak dapat menyaksikan ataupun mendengarkan percakapan mereka. Selain itu konfrontasi antara pembawa Quran dan pasukan Bashrah tidak berguna. Pasukan-pasukan yang saling berhadapan itu tidak dapat melihat Quran di tangan pemuda itu di malam hari.

Selain itu, pernyataan antara Ali dan tiga pemimpin pembangkang, menghukum orang-orang yang membunuh Utsman hanya akan logis jika ketiga pemimpin tersebut serius mencari hukuman bagi pembunuh tersebut. Tetapi ketiga pemimpin itu (Aisyah, Thalhah, dan Zubair) adalah pelopor yang menghasut orang-orang untuk membunuh Khalifah ketiga. Sebagaimana yang kita lihat pada hadis di atas, Ali bin Abi Thalib dengan jelas menyatakan bahwa Zubair adalah salah seorang yang membunuh Utsman.

Jika para pemberontak mengangkat Thalhah atau Zubair, dan bukan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, mereka akan memberi para pembunuh Utsman itu hadiah yang paling besar. Tentunya pemimpin-pemimpin ini tidak menuntut balas atas darah Utsman, karena mereka sendiri yang berada di balik semua itu.

Mereka berpura-pura melakukan hal itu sebagai alat untuk menghancurkan kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.

Ali bin Abi Thalib berkata di Perang Unta, "Kebenaran dan kesalahan tidak akan dapat dikenali dengan kebaikan orang. Pahamilah dulu kebenaran itu, lalu kalian akan mengetahui siapa yang benar!"



Ringkasan Singkat Perbandingan Riwayat Tokoh Abdullah bin Saba
Kisah Abdullah bin Saba berdasarkan riwayat-riwayat yang diberikan Saif bin Umar dan mereka yang mengutip darinya.

Saif memberikan banyak sekali informasi dan sejumlah besar riwayat yang panjang dan bertele-tele serta berbeda.

Riwayat-riwayat ini dan riwayat lainnya ditolak karena ia dianggap sebagai penyebar kebohongan, pemfitnah, pendusta, dan zindiq oleh ulama-ulama terkemuka:

- Abdullah bin Saba muncul ketika Khalifah Utsman memerintah;

- Ibnu Saba menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW akan kembali seperti halnya Nabi .Isa as, sebelum Hari Kiamat. la menyatakan bahwa Nabi Muhammad belum wafat;

- Abdullah bin Saba menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah penerus Nabi Muhammad SAW;

- Ibnu Saba menyatakan bahwa Utsman harus digulingkan karena ia telah mengambil hak Ali. Ibnu Saba adalah penghasut utama dalam revolusi melawan
Utsman. Hasutan ini tidak dimulai dari Madinah, dan Thalhah serta Zubair tidak menentang Utsman;

- Ibnu Saba memicu Perang Unta di malam hari agar kedua pasukan bertempur di medan perang;

- Beberapa pelopor Islam di antara nabi Muhammad seperti Abu Dzar dan Ammar bin Yasir adalah murid orang Yahudi ini.
Kisah Abdullah bin Saba berdasarkan riwayat-riwayat yang sanadnya bukan berasal dari Saif:

- Jumlah riwayat-riwayat ini memiliki rangkaian perawi kurang dari empat belas. Dan riwayat-riwayat ini sangat singkat menurut para ahli hadis yang bijaksana;

- Beberapa hadis ini tidak dinyatakan sebagai hadis yang shahih oleh ulama-ulama Sunni atau Syi'ah. Dengan demikian, keberadaan orang bernama Abdullah bin Saba masih dipertanyakan;

- Abdullah bin Saba muncul ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah;

- Tidak ada riwayat bin Saba tentang kembalinya Nabi Muhammad. Riwayat-riwayat Sunni lainnya menyatakan bahwa Umar lah yang pertama kali menyatakan tentang kembalinya Nabi Muhammad dan bahwa ia belum wafat; Abdullah bin Saba menyatakan bahwa ia adalah seorang nabi dan Ali adalah Tuhan;

- Tidak ada riwayat Ibnu Saba dalam hal ini. Riwayat-riwayat Sunni lainnya menyatakan bahwa Thalhah, Zubair, Aisyah, dan Amrn bin Ash adalah orang-orang yang memfitnah agar orang menentang Utsman. Mereka memulai kampanye di Madinah dan mengajak yang lainnya untuk bergabung dengan mereka.

- Tidak ada riwayat Ibnu Saba dalam hal ini. Teiapi beberapn riw,iy,a Sunni lainnya menyatakan bahwa perang dimulai setelah natali,rri terbit dan setelah percakapan antara Ali bin Abi Thalib dan pihak pemberontak selesai ketika dua pasukan saling berhadapan;

- Tidak ada riwayat tentang keterkaitan para sahabat Rasulullah ini dengan Abdullah bin Saba. Para ahli hadis Sunni lain menunjukkan bahwa Abu Dzar dan Ammar adalah dua di antara sahabat-sahabai utama Rasulullah dan yang paling dicintai Rasul.



Pendapat Para Ahli Sejarah
Kami telah memberikan pendapat dari lima belas ulama Sunni terkemuka tentang lemahnya riwayat Saif Ibnu Umar pada bagian pertama. Selain mereka, banyak sejarahwan Sunni juga menolak keberadaan Abdullah bin Saba dan
39
tau cerita-cerita bohongnya. Di antara mereka adalah Dr. Thaha Husain, yang telah menganalisis kisah ini dan menolaknya. la menulis dalam al-Fitnah al-Kubra bahwa:

Menurut saya, orang-orang yang berusaha membenarkan cerita Abdullah bin Saba telah melakukan kejahatan dalam sejarah dan merugikan diri mereka sendiri. Hal pertama yang diteliti adalah bahwa dalam koleksi hadis Sunni, nama Ibnu Saba tidak muncul ketika mereka membahas tentang pemberontakan terhadap Utsman. Ibnu Sa'd tidak menyebutkan nama Abdullah bin Saba ketika ia membicarakan tentang Khalifah Utsman dan pemberontakan terhadapnya. Juga, kitab Baladzuri, berjudul Ansab al-Asyraf, yang menurut saya merupakan buku paling penting dan paling lengkap membahas pemberontakan terhadap Utsman, nama Abdullah bin Saba tidak pernah disebutkan. Nampaknya, Thabari adalah orang pertama yang meriwayatkan cerita lbnu Saba dari Saif, lalu sejarahwan lain mengutip darinya.

Dalam buku lainnya berjudul Ali wa Banuh ia juga menyebutkan :

Cerita tentang Abbdullah bin Saba tidak lain adalah dongeng semata dan merupakan ciptaan beberapa sejarahwan karena cerita ini bertentangan dengan catatan sejarah lain. Kenyataanvyo adalahbahwa pergesekan antara Syi'ah dan Sunni memiliki banyak bentuk, dan masing-masing kelompok saling mengagungkan diri sendiri dan mencela dengan cara apapun yang mungkin dilakukan. Hal ini menjadikan seorang sejarahwan harus ekstra hati-hati ketika menganalisis riwayat kontroversial yang berkaitan dengan fitnah dan pemberontakan.

Pada bagian pertama, secara panjang lebar kami telah menyebutkan karya besar Allamah Askari yang diterbitkan tahun 1955. Sebelumnya, tidak ada penelitian analitis dilakukan terhadap tokoh Abdullah bin Saba untuk meneliti apakah secara fisik ia ada atau apakah cerita-cerita sekitarnya ini benar. Meskipun kebohongan Saif terkenal berabad-abad lamanya, tidak ada penelitian dilakukan mengenai asal mula cerita Abdullah bin Saba ini. Dalam penelitiannya, Askari membuktikan bahwa pernyataan Saif mengenai Abdullah bin Saba dan banyak hal lainnya adalah kebohongan semata karena semua itu bertentangan dengan isi dokumen-dokumen Sunni, terjadinya peristiwa, nama kota dan para sahabat, rangkaian perawi palsu, dan cerita-cerita tentang peristiwa menakjubkan (seperti sapi yang dapat berbicara dengan manusia dan lain-lain.). Apabila saat itu memang terdapat orang yang bernama Abdullah bin Saba, ceritanya pasti sangat berbeda dengan apa yang dibuat-buat Saif.

Berikut ini sebagian tanggapan seorang cendekiawan Sunni, Dr. Hamid Dawud, Profesor Universitas Kairo, setelah ia membaca buku Askari.
Ulang tahun Islam yang ke 1300 tahun telah dirayakan. Pada saat ini, beberapa penulis terpelajar kami menuduh Syi'ah sebagai paham yang memiliki pandangan yang tidak Ialami. Para penulis ini mempengaruhi pendapat masyarakat terhadap Syi'ah dan menciptakan jurang pemisah yang lebar di antara kaum Muslimin. Meskipun bijaksana dan terpelajar, musuh-musuh Syi'ah mengikuti keyakinan yang mereka pilih sendiri, dan secara sepihak menutupi kebenaran, serta menuduh Syi'ah sebagai agama khayal. Ilmu pengetahuan Islam banyak dirugikan, karena pandanganpandangan Syi'ah ditindas.

Akibat tuduhan ini,kerugian yang diderita ilmu pengetahuan Islam lebih besar daripada yang diderita oleh Syi'ah sendiri, karena sumber fiqih ini, meskipun sangat kaya dan berlimpah, cenderung diabaikan, mengakibatkan terbatasnya ilmu pengetahuan. Selain itu, di masa lalu para cendekiawan dicurigai. Jika tidak, kita akan mendapat banyak manfaat dari pandangan-pandangan Syi'ah itti. Siapa saja yang berniat melakukan penelitian dalam fiqih Islam, ia harus menganggap Syi'ah sebagai sumber ilmu sebagaimana halnya Sunni. Bukankah pemimpin Syi'ah, Imam Jafar Shadiq (148 H), adalah guru dua orang Imam besar Sunni? Mereka adalah Abu Hanifah Nu'man (150 H), dan Malik bin Anas (179 H). Imam Abu Hanifah berkata, "Selain dua tahun, Nu'man akan kelaparan."

Artinya selama dua tahun ia mendapat keuntungan dari ilmu Imam Jafar Shadiq. Imam Malik juga mengakui secara terus terang bahwa ia belum pernah mendapati orang yang lebih terpelajar dalam fiqih Islam selain Imam Jafar Shadiq.

Sayangnya, beberapa orang yang menyebut dirinya terpelajar, tidak menghargai aturan penelitian ini untuk memuaskan tujuan mereka. Bagaimanapun, ilmu tidak sepenuhnya tertutup bagi mereka sehingga mereka menciptakan jurang pemisah di antara kaum Muslimin. Ahmad Amin adalah salah satu orang yang meninggalkan cahaya ilmu, dan tetap berada dalam kegelapan. Sejarah mencatat noda ini pada Ahmad Amin dan teman-temannya, yang secara membuta mengikuti hanya satu mazhab khusus. Banyak kesalahan dibuat olehnya, salah satu yang paling besar diceritakan dalam kisah Abdullah bin Saba. Ini adalah salah satu cerita yang dikisahkan untuk menuduh Syi'ah sebagai pemfitnah dan cerita-cerita lama.


Askari, peneliti besar kontemporer dalam bukunya telah membuktikan dengan memberikan buti-bukti yang kokoh, bahwa Abdullah bin Saba adalah tokoh fiktif, dan merupakan kebohongan besar bahwa ia adalah pendiri mazhab Syi'ah.

Allah telah menetapkan bahwa beberapa cendekiawnn telah menghijab kebenaran tanpa menghiraukan kesalahan yang mungkin ditimpakan kepada mereka.

Pelopor dalam masalah ini adalah lelaki ini yang telah menjadi peneliti terpelajar Sunni merevisi kitab sejarah Thabari (Sejarah Bangsa dan Raja-raja), dan menyaring kisah-kisah yang benar dari yang salah. Kisah-kisah yang dilindungi sebagai wahyu Allah.

Para penulis yang mulia, dengan mengetengahkan banyak bukti, telah menyingkapkan tirai atau ambiguitas dari peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut dan mengungkapkan kebenaran, sedemikian rupa sehingga beberapa fakta nampak mengejutkan. Tetapi kita harus mengikuti kebenaran betapapun sulitnya kebenaran itu. Kebenaran adalah hal terbaik yang harus kita ikuti.54

Kita baru saja mendengar pernyataan dari seorang Muslim Sunni. Sekarang kita lihat apa yang dinyatakan kelompok ketiga mengenai Saif dan tokoh rekaannya, Abdullah bin Saba. Berikut ini adalah kutipan komentar Dr. R. Stephen Humpherys, dari Universitas Wisconsin, Madison, penerjemah bahasa Inggris jilid ke-15 Kitab Tarikh at-Thabari dalam kata pengantar jilid 15 kitab tersebut.

Mengenai peristiwa di Iraq dan di Arab (kunci utama krisis yang terjadi pada kekhalifahan Utsman), Thabari sepenuhnya mengambil sumber dari Muhammad bin Umar Waqidi (tahun 823) dan Saif bin Umar yang misterius. Kedua sumber ini menyebabkan masalah besar. Sebenarnya, sumber dari Saif bin Umar lah yang menimbulkan masalah besar.

Thabari memperlihatkan rasa suka yang unik kepadanya, dalam dua makna. Pertama, Saif adalah sumber terbesar yang digunakan Thabari sepanjang periode dari Perang Riddah hingga Perang Shiffin (11-37 H). Kedua, tidak ada ulama lain yang menggunakan sumber dari Saif. Tidak ada cara yang gamblang untuk menjelaskan rasa suka Thabari kepada Saif. Tentunya tidak dijelaskan dengan ciri-ciri pernyataan Saif secara formal, karena ia bergantung pada para informan yang biasanya tidak jelas dan acapkali sangat baru. Hal yang sama, ia menggunakan riwayat kolektif, yang bercampur aduk dengan cara yang tidak spesifik sumber-sumber banyak perawinya. Saya beranggapan bahwa Saif menjadikan Thabari tertarik karena dua alasan. Pertama, Saif mengetengahkan penafsiran 'Sekolah Minggu' kekhalifahan Utsman. Dalam pernyataannya, seseorang dapat melihat kesatuan dan keselarasan yang besar dalam masyarakat Islam, sebuah kesatuan dan keselarasan yang ditegakkan dengan kesetiaan penuh kepada kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak mungkin orang-orang seperti yang digambarkan Saif tergoda oleh ambisi dan keserakahan dunia. Sebaliknya, dalam pernyataan Saif, sebagian besar konflik-konflik tersebut dibuat-buat, cerminan penyalahartian yang keji oleh penafsir-penafsir selanjutnya. Ketika benar-benar ada konflik di antara umat Islam yang beriman, mereka dihasut oleh orang luar seperti Abdullah bin Saba, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam.

Di sini, sedikitnya, versi peristiwa yang ditulis Saif jelas-jelas sangat sederhana, dan tidak diragukan lagi jika Thabari menerimanya sejelas yang kita terima. Meskipun demikian, kisah tersebut sangat berguna bagi Thabari, yakni bahwa dengan membuat riwayat Saif sebagai kerangka pernyataannya yang jelas, ia dapat memasukkan sedikit banyak penafsiran yang berlebihan dari sejarah Islam awal yang diberikan sumber-sumber Thabari lainnya. Pembaca yang baik akan menolak kesaksian orang-orang yang tidak sependapat ini sebagai hal yang tidak relevan, dan hanya sedikit pembaca yang kritis yang akan mengenali hal ini dan mencari isu-isu yang diangkat oleh sumber yang tidak penting seperti itu. Dengan cara ini, Thabari menyatakan apa yang harus disampaikan ketika menghindari tuduhan sektarianisme. Tuduhan jenis ini tentunya bukan hal kecil memandang ketegangan agama dan sosial yang besar di Baghdad selama akhir abad ke-9 dan awal abad ke-10.55

Selain itu, dalam kata pengantar jilid 11 versi bahasa Inggris Tarikh at-Thabari, penerjemahnya menuliskan bahwa,

Meskipun, Thabari mengutip sumbernya dengan teliti dan dapat dilihat seringnya mengutip mereka hampir secara harfiah, sumber-sumber itu sendiri dapat dilacak hingga ke zaman awal dalam koleksi sejarah Islam, yang diberikan oleh penulis Ibnu Ishaq (151/ 767), Ibnu Kalbi (204/819), Waqidi (207/822), dan Saif bin Umar (170/786). Dari ketiga orang pertama yang disebutkan ini, yang semuanya disebutkan dalam jilid ini, ada karya-karya yang masih tersisa yang membuat kita dapat menilai kecendrungan mereka hingga hal - hal tertentu, juga membuktikan digunakannya sumber - sumber mereka sendiri. Untuk mengukur nilai transmisi hadis mereka, pembaca dianjurkan membaca artikel dalam Ensiklopedia Islam atau literatur-literatur lainnya.

Penulis ke empat inilah yang banyak dicuplik oleh Thabari, Saif bin Umar, yang banyak dibahas di sini. Karena karyanya hanya ada dalam transmisi Thabari dan orang-orang yang mencuplik darinya serta tidak ditemukan di hadis manapun yang independen, sayangnya ia terabaikan dalam kritik modern. Namun demikian, riwayat-riwayat Saif yang panjanglah yang mengisi sebagian besar halaman ini dan jilid-jilid lainnya. Penilaian sejarah terhadap jilid ini bergantung pada sejauh mana penilaian kita terhadap riwayatriwayat asli Saif dan riwayat-riwayat yang digunakan Thabari, dan kepada persoalan inilah kita harus mengalihkan perhatian kita.

Abu Abdillah Saif bin Umar Usaidi Tamimi adalah seorang ahli hadis dari Kufah yang wafat pada masa pemerintahan Harun Rasyid (170-193/786-809). Selain kemungkinan bahwa ia dituduh zindik dalam inkuisisi yang dimulai di bawah kepemimpinan Mahdi pada tahun 166/783 dan berlanjut hingga kepemimpinan Rasyid, tidak banyak diketahui tentang kehidupannya, kecuali apa yang diputuskan dari hadisnya.56

Karena ia dinyatakan telah meriwayatkan hadis dari sedikitnya sembilan ahli hadis yang meninggal pada tahun 140-146/757763, dan bahkan dari dua orang ahli hadis yang meninggal pada tahun 126-128/744-746, ia lebih tua ketika ia meninggal. Hal ini kemungkinan bahwa Abu Mikhnaf, yang meninggal lebih awal dari pada Saif pada tahun 157/774, mengutip darinya. Karya Saif sebenarnya dicatat di dua buku yang sekarang sudah tidak ada tetapi masih ada selama beberapa abad setelah hidup Saif. Mereka melakukan pengaruh yang sangat besar terhadap tradisi sejarah Islam terutama karena Thabari memilih untuk mendasarkan sebagian besar hadisnya pada buku-buku itu untuk peristiwa pada tahun 11-36/632-656, masa yang meliputi pemerintahan tiga khalifah pertama dan awal ditaklukannya Iraq, Suriah, Mesir, dan Iran. Meskipun Thabari juga mengutip sumber-sumber lain dalam jilid ini, yang paling banyak adalah berasal dari Saif. Sebenarnya, mungkin juga, walaupun tidak pasti bahwa ia telah mereproduksi sebagian besar karya saif. Saif jarang dikutip oleh penulis - penulis lain selain Thabari.

Umumnya, penjelasan Saif mengenai penaklukan-penaklukan yang diriwayatkan dalam jilid ini dan jilid-jilid Thabari lainnya, menitikberatkan pada heroisme pejuang-pejuang Islam, kesulitan yang mereka hadapi, dan kekuatan musuh-musuh mereka, gambaran yang nampaknya menakjubkan dan juga ditemukan di kisah-kisah penaklukan lainnya selain dari Saif. Tetapi pernyataan Saif berbeda sedemikian rupa sehingga ia memasukkan hadis-hadis yang tidak ada di hadis manapun, seringkali juga meriwayatkannya dari perawi-perawi yang tidak dikenal.

Pernyataan yang unik ini seringkali mengandung motif-motif yang luar biasa dan dongeng yang ceritanya lebih lebar daripada yang ditemukan dalam versi-versi sejarahwan lainnya. Meskipun ciri riwayat Saif yang berlebihan dan tendensius sering dikutip, contohnya oleh Julius Wellhausen,s' nilai tulisan-tulisannya yang asli sebagai sumber utama tidak pernah diteliti secara terperinci.

...meskipun ia berasal dari Kufah, cobaan ajaran Syi'ah awal, Saif berasal dari aliran anti Syi'ah, wakil kubu Kufah yang sebelumnya telah menentang Husain bin Ali dan Zaid bin AIi...58

Pernyataan Saif yang tendensius lebih muncul sering dalam jilid-jilid Thabari lainnya, seperti pada episode Saqifah Bani Sa'idah,59 pemakaman Utsman,60 dan cerita tentang Abdullah bin Saba.61 Di setiap contoh ini, versi lain yang tidak membenarkan pernyataan Saif tersedia untuk dijadikan perbandingan dan mengungkapkan kelancangannya.

...selain melebih-lebihkan peranan beberapa sahabat Nabi pada awal-awal penaklukan, Saif juga membubuhi karyanya dengan mengagungkan yang lainnya, sahabat-sahabat imajiner dan pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat,terutamayang menampilkan kelompok dari sukunya. Yang paling terkenal dari ciptaannya ini adalah Qa'qa bin Amri, seorang pahlawan dan dikatakan sebagai sahabat Nabi, yang tidak diherankan lagi adalah anggota suku Saif, Usaidi." la yang berasal dari suku Llasayidi menyatakan bahwa ciptaannya itu karena Saif sendiri dan bukan kepada sumber-sumber Saif, tidak ada yang dikenali sebagai Usaidi. Selain itu, banyak orang yang dinyatakan berasal dari suku Tamim nampaknya direka-reka, beberapa di antaranya memiliki nama stereotipe yang aneh seperti; 'membungkus, putra kain, rumput musim semi, putra Hujan, putra salju, dan laut, putra Eufrat.' Pembaca akan menemukan banyak nama yang hanya ditemukan dalam hadis-hadis Saif yang dicatat dalam jilid ini...

Selain menciptakan banyak tokoh yang muncul dalam transmisi hadisnya, nampaknya Saif juga menciptakan banyak nama sanad hadisnya. Sepertinya, 'sanad-sanad' karangannya ini berfungsi sebagai hubungan langsung antara Saif dan ahli-ahli hadis sebenarnya yang sanadnya digunakan Saif untuk mendukung hadis-hadis ciptaannya.

Penilaian Saif ini tentunya meruntuhkan sanad penulis-penulis Muslim terdahulu yang karyanya mungkin memiliki tokoh yang sangat berbeda, sebagaimana sejarahwan Romawi akhir, Ammianus Marcellinus dipengaruhi oleh Historia Agusta gadungan. Sebaliknya, besar penghargaan diberikan kepada umat Muslim masa pertengahan yang menilai kualitas hadis dalam kitab Rijal di mana mereka secara sepakat menolak sanad Saif sepenuhnya. Mereka melakukan hal tersebut karena hadishadisnya mungkin telah digunakan untuk mendukung ijma kaum Sunni yang muncul pada sejarah awal Islam. Hal ini menyiratkan bahwa penolakan mereka terhadap hadis-hadis Saif dimotivasi oleh kepedulian terhadap kebenaran, dan bukan oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam kancah waktu itu. Mereka menyadari bahwa transmisi hadisnya sangat berlebihan dan curang, dan mereka berkata demikian. Sebenarnya, pencelaan terhadap hadis Saif oleh ulama-ulama Muslim masa pertengahan seharusnya berfungsi sebagai pengingat bagi ulama-ulama modern bahwa teks-teks pertengahan dan kuno tidak selalu digaungkan oleh iklim agama dan politik yang tengah berkuasa dan bahwa pencarian kebenaran sudah ada sejak masa-masa awal dan masa sekarang.

Dalam menjabarkan penaklukan - penaklukan, Pada umumnya Thabari jarang menyimpang dari riwayat Saif. Hal ini memperlihatkan kepada kita tentang daya tarik Saif bagi Thabari; detil. Hadis-hadis Saif hampir semuanya sangat bertele-tele dibandingkan riwayat-riwayat yang sama dari ahli hadis-ahli hadis yang sebenarnya. Ciri-ciri ini mungkin tidak hanya membuat mereka lebih menyukai Thabari tetapi nampaknya menjadi jaminan keakuratan. Karena Thabari hidup di zaman pertengahan, dalam mayoritas contoh-contoh, tidak ada baginya peralatan modern yang akan membuatnya menemukan kecenderungan Saif. Bagaimanapun, riwayat-riwayat Saif masih terus diterima oleh sekelompok kecil ulama, bahkan hingga saat ini.63


40