• Mulai
  • Sebelumnya
  • 52 /
  • Selanjutnya
  • Selesai
  •  
  • Pengunjung: 58322 / Download: 2712
Ukuran Ukuran Ukuran
ANTOLOGI ISLAM

ANTOLOGI ISLAM

pengarang:
Indonesia
ANTOLOGI ISLAM
Profesor James Robinson, (D.Litt., D.D. Glasgow, Amerika) menulis:

Saya ingin memberi komentar tentang Thabari yang tidak memiliki keraguan untuk mengutip hadis dari Saif: Sejarahnya bukanlah karya sejarah dalam cara penulisan modern, karena tujuan utamanya nampaknya mencatat semua informasi yang ia miliki tanpa mengungkapkan pendapat tentang nilainya. Seseorang, oleh karena itu, disiapkan untuk mencari bahwa beberapa materinya tidak dapat diandalkan dibandingkan materi yang lain. Dengan demikian, kita dapat memaafkannya karena menggunakan metode yang tidak diakui di zaman sekarang. Sekurang-kurangnya ia telah memberikan informasi yang sangat banyak. Materi tersebut masih ada bagi para ulama-ulama yang harus membedakan yang asli dan yang palsu.

Nampaknnya Saif sering mengutip dari lelaki yang tidak dikenal. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa tidak ada seorang pun dari mereka dikutip oleh perawi-perawi hadis lainnya, dan hal ini membuat kita berpikir bahwa Saif telah membuat-buat hadis tersebut. Tuduhan serius ini merupakan asumsi yang masuk akal dengan membandingkan hadis-hadis Saif dengan hadis yang lain.

Diceritakan bahwa Saif memiliki kisah-kisah ajaib yang sulit untuk dipercayai, seperti gurun pasir berubah menjadi air hagi pasukan Islam, laut menjadi pasir, hewan ternak yang berbicara dan memberi tahu kepada pasukan Islam di mana mereka bersembunyi, dan lain-lain. Di zaman Saif, mungkin baginya menggunakan kisah-kisah tersebut sebagai sejarah, letapi hada zaman sekarang, pelajar-pelajar yang kritis langsung mengetahui bahwa cerita-cerita tersebut tidak masuk akal. Argumen yang efektif juga digunakan untuk menunjukkan bagaimana informasi Saif tentang Ibnu Saba dan kaum Sabaiyyah sangat tidak dapat diandalkan.

Saif yang hidup pada perempat awal abad kedua, berasal dari suku Tamin, salah satu suku Mudar yang hidup di Kufah. Hal ini dapat membuat kita mempelajari kecenderungan serta pengaruh-pengaruhnya terhadap legenda ini. Dalam ceritanya, ada diskusi tentang zindiq. Dinyatakan bahwa semangat kesukuan berlangsung dari zaman Rasulullah, hingga zaman Abbasiah. Saif mengagungagungkan suku dari bagian utara, menciptakan pahlawan-pahlawan, puisi-puisi yang memuji pahlawan suku tersebut, para sahabat Nabi yang berasal dari Tamim, perang dan pertempuran yang tidak pernah ada, jutaan orang terbunuh dan banyak tawanan dengan tujuan untuk memuji pahlawan-pahlawan yang ia buat-buat, puisi-puisi ditujukan kepada pahlawan-pahlawan imajiner memuji-muji suku Mudar, lalu Tamim, kemudian Ibnu Amar, suku di mana Saif berasal. Saif menyebutkan bahwa kaum lelaki dari Mudar adalah pemimpin pertempuran yang dipimpin oleh lelaki dari suku lain, pemimpin-pemimpin khayalan yang kadang-kadang adalah nama orang sebenarnya atau nama buatan. Dinyatakan bahwa kesalahan informasinya ini adalah untuk menggugurkan keimanan banyak umat dan memberikan konsep yang salah kepada non-Muslim. Ia sangat ahli dalam pemalsuannya sehingga cerita-cerita itu diterima sebagai sejarah yang asli.

Ada perbedaan yang besar antara karya sebuah hadis, seperti Shahih al-Bukhari, dan karya sejarah seperti sejarah Thabari. Bukhari sangat selektif terhadap hadis dan mungkin mencatat satu atau sepuluh hadis yang disampaikan kepadanya, karena ia tidak mengambil hadis-hadis yang menurut pendapatnya lemah. Tetapi Thabari, meskipun juga selektif dalam karya lainnya, tetapi sejarahnya mencatat sembilan atau sepuluh dari apa yang ia dengan dan ini dikarenakan sifat dokumentasi sejarah yang pada intinya tidak seakurat koleksi hadis.

Akibatnya, Bukhari tidak meriwayatkan bahkan satu hadis pun tentang Abdullah bin Saba dalam sembilan jilid kitab hadis sahihnya. Tetapi para sejarahwan yang menerima lebih banyak dokumentasi dibandingkan keotentikan perawi, banyak mencatat tentang Abdullah bin Saba melalui Saif.

Sejarahwan Syi'ah tidak lepas dari pemikiran di atas. Mereka juga mencatat banyak hal yang mereka miliki. Di antaranya riwayat yang mereka ragukan. Penelitian akhir oleh Syi'ah mengenai Abdullah bin Saba dikeluarkan hanya pada tahun 1955, dan hal itu tidak sejelas sebelum masa itu sehingga kisah-kisah Ibnu Saba merupakan manipulasi Saif dengan motif-motif politik. Dua orang sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba, hidup sepuluh abad sebelum diterbitkannya penelitian ekstensif tentang Abdullah bin Saba. Seseorang disebut ahli dalam sejarah Islam apabila telah membaca semua buku-buku sejarah awal Islam. Sebenarnya, banyak buku-buku sejarah awal ditulis oleh penulis-penulis Sunni atas sokongan Umayah dan kemudian penguasa Abbasiah.

Seorang sejarahwan Syi'ah tidak melarang sumber-sumber Sunni, sehingga karyanya terpengaruhi oleh karya sebelumnya. Jelas bagi kita jika dua sejarahwan Syi'ah yang menyebutkan nama Abdullah bin Saba tidak menyebutkan nama perawi untuk riwayat mereka, artinya mereka mendapatkannya dari kabar angin orang-orang akibat propaganda besar-besaran.

Sedangkan beberapa hadis yang perawinya (bukan dari Saif), memiliki cerita berbeda yang tidak mendukung satupun pernyataan Syaf. Hadis-hadis ini menceritakan tentang seorang lelaki terkutuk yang telah Ahlulbait jelaskan tentang ketidak bersalahan mereka dari apa yang ia kait-kaitkan kepada Ali bin Abi Thalib (menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan). Syi'ah, Imam-imam mereka dan ulama-ulamanya menyatakan murka Allah SWT kepada orang itu (jika pernah ada) bahwa ia sesat, menyimpang dan dikutuk. Tidak ada kesamaan antara Syi'ah dan namanya kecuali Syi'ah mengutuknya dan semua orang-orang ekstrim yang mempercayai bahwa Ahlulbait adalah Tuhan.

Pengikut Ahlulbait tidak pernah menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan, atau menyatakan bahwa duabelas Imam adalah Tuhan. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa orang-orang yang menghidupkan cerita Abdullah bin Saba adalah pembenci Syi'ah dan berusaha menyalahartikan pengikut keluarga Nabi. Apabila Syi'ah adalah pengikut Yahudi yang misterius itu, mereka pasti telah meyakini ketuhanan Ali bin Abi Thalib dan tentunya menghormati guru mereka, Abdullah bin Saba, bukannya mengutuknya.

Apabila Abdullah bin Saba adalah orang yang sangat berpengaruh dan penting bagi Syi'ah, mengapa Syi'ah tidak pernah mengutip darinya sebagaimana mereka mengutip dari para Imam Ahlulbait. Apabila Abdullah bin Saba adalah pemimpin mereka, mereka pasti mengutip darinya dan bangga melakukan hal itu. Seorang murid yang taat selalu mengutip gurunya, tetapi mengapa Syi'ah tidak demikian? Mengapa mereka malah mengutuknya? Apabila kita menjawab bahwa alasan Syi'ah tidak mengutip darinya adalah ia seorang Yahudi yang masuk Islam, pertanyaan yang muncul adalah agama apa yang dianut para sahabat sebelum mereka masuk Islam? Bukankah Abu Hurairah adalah seorang Yahudi yang membunuh orang Islam sebelum masuk Islam? Bukankah ia masuk Islam dua tahun sebelum Rasulullah SAW wafat? Lalu mengapa banyak hadis dalam koleksi hadis Sunni berasal darinya? Sedangkan hadis-hadis yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib (yang merupakan lakilaki pertama yang memeluk Islam) dalam koleksi hadis Sunni, kurang dari satu persen dari apa yang diriwayatkan Abu Hurairah?

Selain itu, bagi Syi'ah, merayakan kelahiran Nabi dan duabelas Imam serta Fathimah adalah suatu kebiasaan. Mereka juga berkabung ketika mengingat kesyahidan mereka. Mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama kepada Abdullah bin Saba apabila ia memang pemimpin mereka?

Lagipula, apakah orang-orang Syi'ah begitu bodoh dan dungu sehingga setelah 1400 tahun, mereka tidak pernah mengetahui jika keyakinan dan agama mereka didasarkan pada hadis-hadis palsu dan cerita-cerita Abdullah bin Saba? Kami ragu, jika Syi'ah memang bodoh dalam meyakini seorang munafik dalam agama, filsafat, fiqih, sejarah, dan tafsir Qur'an, bagaimana Syi'ah tetap eksis hingga kini? Tentunya jika pengetahuan Syi'ah didasarkan pada dasar yang tidak kuat seperti Abdullah bin Saba itu, mereka sudah tidak ada sejak dahulu. Menarik sekali jika kita lihat bahwa para Imam Syi'ah (Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja'far Shadiq). Tentu kita dapat mengatakan bahwa mazhab Sunni mendasarkan fiqih mereka dari Syi'ah yang berarti Sunni dan Syi'ah adalah pengikut orang yang sama, Abdullah bin Saba.

Selain itu, apabila Abdullah bin Saba memang ada dengan kisah-kisahnya yang diceritakan saif, berarti ada jarak 150 tahun antara kelahirannya dan penyebarluasan kisah Saif dan Umar Tamimi. Selama kurun waktu 150 tahun itu, banyak ulama, penulis wahyu, sejarahwan, dan filsuf yang menyumbangkan banyak buku. Mengapa mereka tidak pernah menyebutkan Abdullah bin Saba? Tentunya jika ia adalah tokoh penting bagi Syi'ah, tentunya Sunni mengenalnya sebelum Saif bin Umar Tamimi. Kenyataannya adalah bahwa ia tidak pernah disebutkan di kitab manapun sebelum kitab Saif bin Umar Tamimi menciptakan keraguan pada seluruh cerita yang ditujukan kepadanya dan bahkan keberadaannya. Percayalah bahwa tahun 150 yahun atau antara kurun waktu itu kelahiran Abdullah bin Saba dan terbitnya Saif bin Umar Tamimi, tidak ada buku yang menyebutkan Ibnu Saba? Tetapi beberapa orang masih mengatakan bahwa cerita itu ada.

Hal aneh lainnya adalah bahwa bahkan setelah 150 tahun penerbitan Saif bin Umar Tamimi, tidak banyak orang mengetahui cerita Abdullah bin Saba. Cerita tersebut tidak tersebar hingga cerita Ibnu Saba secara luas muncul dalam Tarikh at-Thabari (160 tahun setelah diterbitkannya karya Saif) dan pada saat itulah fitnah mulai mengemuka sebagai cara untuk melawan Syi'ah.



Para Sahabat Nabi dan Pengaruh Yahudi
Kita kesampingkan dahulu pembahasan Ibnu Saba. Ada banyak Yahudi yang memang telah mempengaruhi para sahabat Nabi. Ali bin Abi Thalib bersikap sangat hati-hati demi kesucian ajaran Islam terhadap mualaf Islam dari Ahlul Kitab. Mereka tidak mendengar pernyataan dari orang-orang yang memeluk Islam dan menyatakn diri memiliki ilmu agama melalui Kitab Perjanjian lama dan ingin menyebarkannya kepada Islam.

Sikap Ali bin Abi Thalib sangat bijaksana, sedangkan para sahabat utama (menurut pandangan Sunni), terpedaya oleh ulama-ulama Ahlul Kitab ini. Berikut ini penjelasan tentang mereka.



Ka'b Ahbar
Ia adalah seorang lelaki dari Yaman bernama Ka'b bin mati Humyari, dikenal juga sebagai Abu Ishaq, yang berasal dari suku Thi Rain (atau Thi al-Killa). Ia datang ke Madinah ketika Umar menjabat sebagai Khalifah. Ia adalah seorang ulama Yahudi yang terkenal dan datang dengan nama Ka'b Ahbar. Ia menyatakan ke Islamannya dan tinggal di Madinah hingga Utsman menjadi Khalifah. Inilah bagian pertama yang akan membahas beberapa pernyataan yang ia buat, penipuannya yang dilakukan kepada khalifiah Umar, dan keterlibatnya dalam pembunuhan khalifah, dan sikap Ali bin Abi Thalib terhadapnya.

Mualaf muslim ini bukanlah tokoh fiktif sebagaimana Abdullah bin Saba. Ia ada karena ia tinggal di Madinah dan dihormati oleh khalifah kedua dan ketiga. Ia banyak meriwayatkan cerita-cerita yang menyatakan bahwa kisah tersebut berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Banyak sahabat yang terkenal seperti Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amru bin Ash, dan Muawiyah bin Abu Sufyan meriwayatkan cerita darinya. Ulama Yahudi ini telah banyak meriwayatkan cerita aneh, yang isinya menunjikan banyak ketidakotentikan. Salah satu ceritanya adalah sebagai berikut :

Seorang sahabat Nabi bernama Qais bin Kharsyah Qaisi meriwayatkan bahwa Ka'b Ahbar berkata,"setiap peristiwa yang terjadi atau akan terjadi di muka bumi manapun, telah tertulis dalam kitab Taurat (Kitab Perjanjian Lama), di mana Allah menurunkannya kepada Musa."64

Riwayat itu pasti menarik perhatian pembaca karena menyatakan sesuatu hal yang tidak masuk akal. Bumi terdiri dari milyaran mil luasnya, setiap mil terdiri dari milyaran kaki, dan setiap bagian bumi ini menjadi tempat ribuan peristiwa zaman Nabi Musa hingga Hari Kiamat. Tetapi Ka'b menyatakan bahwa semua peristiwa dicatat dalam Kitab Perjanjian Lama.

Banyak Kitab Perjanjian Lama yang didiktekan atau ditulis oleh Nabi Musa, tidak lebih dari 400 halaman. Mencatat semua peristiwa di dunia dari zaman Musa hingga hari Kiamat, membutuhkan milyaran halaman. Selain itu, halaman-halaman dalam Kitab Perjanjian Lama tidak mencatat peristiwa-peristiwa yang akan datang. Semua isinya terdiri dari peristiwa lama yang terjadi sebelum pembawa Kitab Injil datang. Dengan mempertimbangkan hal ini, menyatakan yang dibuat Ka'b gugur dengan sendirinya.



Ka'b Ahbar Menghitung Waktu Hidup Khalifah Umar
Ulama Yahudi ini telah memperdaya banyak sahabat melalui tipu dayanya. Bahkan sahabat utama seperti Umar bin Khattab tidak dapat terlewat dari tipuanya.

Pengaruh Ka'b telah berkembang selama zaman kekhalifahan Umar hingga ia berani berkata kepada Umar, "Amirul Mukminin, engkau harus menuliskan wasiatmu karena engkau akan wafat dalam tiga hari ini!"

Umar bertanya,"Bagaimana engkau tahu?"

Ka'b menjawab," Aku menemukannya dalam kitab Allah, Taurat."

"Demi Allah, engkau menemukan Umar bin Khattab dalam Kitab Taurat?"

"Tidak, tetapi aku menemukan gambaran tentang dirimu dalam Kitab dan waktumu sudah semakin dekat."

"Tetapi aku tidak merasa sakit," balas Umar.

Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar lagi dan berkata "Amirul Mukmin, satu hari telah berlalu dan engkau hanya memiliki waktu tersisa dua hari lagi."

Hari berikutnya Ka'b datang menemui Umar dan berkata "Amirul Mukmin, dua hari telah lewat dan engkau hanya memiliki satu hari dan satu malam."

Hari berikutnya, Umar keluar untuk memimpin shalat di mesjid. Ia biasa mempersiapkan orang-orang untuk mengatur barisan yang akan shalat. Ketika barisan itu telah lurus, ia mulai shalat. Abu Lulu memasuki masjid sambil membawa belati dengan dua mata dan satu pegangan ditengahnya. Ia menusuk Umar sebanyak enam kali, salah satunya menusuk perut khalifah sehingga membuat wafat.65

Dengan melihat Kitab Perjanjian Lama, kita tidak menemukan adanya nama atau ramalan tentang Umar. Tidak ada ulama Yahudi manapun selain Ka'b, menyatakan bahwa Kitab tersebut meramalkan hidup Umar, pembunuhannya, atau menjelaskan waktu kematiannya. Apabila informasi seperti ini terkandung dalam Taurat, orang-orang Yahudi pasti bangga dengannya dan akan menggunakannya untuk membuktikan bahwa agama Yahudi adalah agama yang benar.



Bagian dari Konspirasi
Nampak jelas bahwa pembunuhan Umar adalah sebuah konspirasi, dan Ka'b terlibat didalamnya. Pembunuhan Umar akan melemahkan umat Islam karena ledakan kekerasan terhadap khalifah akan menggoyahkan keyakinan negara Islam dan menciptakan kekacauan. Meramalkan peristiwa tersebut sebelum terjadi, membuat para sahabat percaya apa yang diramalkan Ka'b dan apa yang ia nyatakan dicatat dalam Kitab Taurat, sehingga membuatnya menjadi sumber yang dipercaya untuk informasi di masa datang. Keyakinan seperti itu membuatnya mampu terlibat dalam peristiwa besar dan menyarankan nama khalifah selanjutnya. Sejumlah sahabat Nabi percaya bahwa informasi yang dibuat-buat Ka'b berkenaan dengan masa lalu dan masa datang.

Ka'b tidak hanya berbicara tentang peristiwa yang terjadi pada bumi, tetapi ia juga memberikan informasi tentang langit dan singgasana Ilahi. Qurthubi dalam tafsir Qur'annya pada Surah Ghafir meriwayatkan bahwa Ka'b berkata, "Ketika Allah menciptakan singgasananya, singgasana tersebut berkata,'Allah tidak menciptakan makhluk yang lebih besar daripada aku.'Singgasana tersebut kemudian mengguncangkan dirinya untuk menunjikan kesabarannya. Allah mengikat singgasana itu dengan seekor ular yang memiliki tujuh puluh sayap. Setiap sayap memiliki tujuh puluh bulu. Setiap bulu memiliki tujuh puluh wajah. Setiap wajah memiliki tujuh puluh mulut, dan setiap mulut memiliki tujuh puluh ribu lidah. Dari mulut-mulut ini, keluar pujian bagi Allah yang jumlahnya sama dengan tetesan air hujan yang turun, daun-daun yang gugur, bebatuan dan tanah, jumlah hari di dunia, dan jumlah malaikat. Ular tersebut membelit singgasana karena singgasana tersebut lebih kecil daripada ular. Singgasana tersebut tertutupi oleh sebagian tubuh ular.



Sikap Ali bin Abi Thalib Terhadap Ka'b
Umar dan sejumlah sahabat utama memiliki sikap yang positif terhadap Ka'b. Tetapi sahabat yang berilmu dan berwawasan luas, yakni Ali bin Abi Thalib, tidak menghormatinya. Ka'b tidak berani mendekat kepada Abi bin Abi Thalib, meskipun Ali di Madinah ketika Ka'b tinggal di sana. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib berkata mengenai Ka'b, " Sesungguhnya, ia adalah seorang penipu yang handal."



Sikap Ibnu Abbas Terhadap Ka'b
Thabari menuliskan dalam sejarahnya bahwa Ibnu Abbas mendengar cerita bahwa Ka'b berkata bahwa pada hari Perhitungan, matahari dan bulan akan dibawa bersama sama seperti banteng yang dibius dan dilemparkan ke dalam neraka. Mendengar hal itu, Ibnu Abbas berseru marah tiga kali,"Ka'b pendusta!"
Ini adalah gagasan orang Yahudi, dan Ka'b ingin memasukkannya kedalam ajaran Islam. Allah Maha Suci dari segala sesuatu yang dikait-kaitkan kepada-Nya. Ia tidak pernah menghukum orang-orang yang taat. Tidakkah Allah berkata dalam Quran, Dan ia telah menjadikan matahari dan bulan untuk tunduk kepadamu, keduanya berjalan sesuai jalanya.(QS. Ibrahim : 33).

Ibnu Abas menyatakan bahwa kata 'daibain' yang di gunakan dalam ayat tersebut menunjikan kertaat yang terus menerus kepada Allah. Lalu ia melanjutkan,

"Bagaimana mungkin Ia hukum dua bintang yang dengannya Ia sendiri memuji ketaatan. Allah mengutuk ulama Yahudi dan ajarannya. Betapa lancang membuat kebohongan terhadap Allah, dan menyalahkan dua mahkluk yang taat."

Setelah berkata demikian, Ibnu Abas,"Kepada Allah lah dan hanya kepada-Nya kita kembali." (sebanyak tiga kali)

Kemudian Ibnu Abas meriwayatkan apa yang telah dinyatakan Rasulullah tentang matahari dan bulan:

Allah menciptakan dua sumber cahaya. Sumber cahaya yang bernama matahari, sama dengan bumi, di antara dua titik dan terbenam. Dan sumber cahaya yang telah Ia perintahkan untuk kadang-kadang tak bercahaya, Ia sebut bulan dan Ia menjadikannya lebih kecil daripada matahari. Keduanya nampak kecil karena tingginya mereka di langit dan jauhnya sumber-sumber itu dari bumi.66



Ka'b Turut Campur dalam Kekhalifahan
Ka'b mengambil keuntungan dari kebaikan hati Umar dan menggunakan semua kelihaiannya untuk membuat Ali bin Abi Thalib jauh dari kekhalifahan. Ka'b terpicu kebenciannya terhadap Islam dan Ali bin Abi Thalib. Sesungguhnya, Ali bin Abi Thalib lah yang memadamkan pengaruh Yahudi di Hijaz dalam Perang Khaibar.

Menarik sekali bahwa khalifah percaya kepada Ka'b, ia bahkan meminta nasehatnya tentang masa depan kekhalifahan. Ibnu Abas meriwayatkan bahwa Umar berkata Ka'b, ketika Ibnu Abas hadir di sana:

Umar berkata,"Aku ingin menyebutkan penerus kekhalifahanku karena kematianku semakin dekat. Apa pendapatmu tentang Ali? Berikan pendapatmu dan beritahu aku apa yang kau temukan dalam 'Kitabmu' karena engkau telah menyatakan bahwa kami disebutkan dalam 'Kitab' itu?"

Ka'b menjawab,"Mengenai kebijaksanaan pendapat anda, tidaklah 'bijaksana' menunjuk Ali sebagai pengganti karena ia 'sangat taat'. Ia mengetahui setiap penyimpangan dan tidak memberikan kelonggaran pada setiap ketidakjujuran. Ia mengikuti hanya pendapatnya dalam aturan Islam, dan ini adalah bukan kebijakan yang baik. Sejauh yang diberitakan 'kitab kami', kami menemukan bahwa ia dan keluarganya tidak akan berkuasa. Karena apabila demikian, akan terjadi kekacauan."

Umar bertanya lagi,"Mengapa ia akan tidak berkuasa?"

Ka'b menjawab,"Karena ia telah menumpahkan darah dan Allah telah mengambil haknya. Ketika Daud ingin mendirikan bangunan di Yerusalem, Allah berkata kepadanya,'engkau tidak akan membangunnya karena engkau telah menumpahkan darah. Hanya Sulaiman lah yang akan mendirikannya."

Umar bertanya,"Bukankah Ali menumpahkan darah secara benar dan demi kebenaran?"

Ka'b menjawab,"Amirul Mukminin, Daud juga menumpahkan darah demi kebenaran."

Umar bertanya,"Siapa yang akan berkuasa menurut 'kitabmu'?"

Ka'b menjawab,"Kami melihat bahwa setiap Nabi Muhammad dan dua sahabat (Abu Bakar dan Umar), kekuasaan akan berpindah tangan kepada musuhnya, dan mereka akan berjuang demi agama."

Ketika Umar mendengar hal ini, ia berkata,"Kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kita kembali." Kemudian ia berkata kepada Ibnu Abas,"Ibnu Abas, apakah engkau mendengar apa yang dikatakan Ka'b? Demi Allah aku mendengar Rasulullah menyatakan hal yang sangat sama. Aku mendengarnya berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku. Aku melihat mereka dalam mimpiku berlompatan di mimbarku seperti kera."Kemudian, Rasulullah menyatakan ayat berikut tentang Umayah, Dan kami jadikan mimpi itu nyata, yang telah Kami tunjukkan kepadamu, hanya sebagai cobaan bagi orang-orang dan pohon terkutuk dalam al-Qur'an"67

Dialog tersebut harus membuat kita waspada terhadap usaha tipu daya setan melalui Ka'b untuk mempengaruhi kejadian di masa datang. Dialog tersebut mengandung banyak penyimpangan yang menyebabkan banyak merugikan bagi Islam dan umat Islam.

Pertama, Ka'b sangat benci kepada Ali bin Abi Thalib karena ia adalah orang yang meruntuhkan pertahanan kuat bangsa Yahudi di Semenanjung Arab. Ka'b berpikir, Ali akan membumihanguskan pengaruh Yahudi dari masyarakat Arab. Oleh karena itu, Ka'b sangat ingin agar kepemimpinan berada ditangan Umayah yang tidak peduli terhadap masa depan Islam. Mereka hanya peduli pada diri sendiri dengan aspek materialistis dunia ini. Selain itu, mereka juga sangat membenci Ali bin Abi Thalib seperti halnya Ka'b. Bani Umayah dan Ka'b menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai musuh bebuyutan mereka. Ia membinasakan pemimpin-pemimpin mereka dalam perjuangan menegakkan Islam.

Kedua, Ka'b berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat taat dan ia tidak menutupi matanya pada setiap ketidakjujuran ataupun setiap penyimpangan dari jalan Islam. Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa Ka'b lupa dan juga secara sengaja menghilangkan bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang paling taat dan pemimpin yang paling sempurna di panggung sejarah dunia.

Ketiga, Ka'b juga menemukan dalam 'kitabnya' bahwa Ali bin Abi Thalib atau pun keluarganya tidak akan berkuasa karena ia telah menumpahkan darah. Selain itu, Ka'b berkata bahwa kitabnya Daud tidak mendirikan Mesjid Yerusalem karena ia telah menumpahkan darah putranya, dan Sulaiman ditetapkan sebagai orang yang mendirikan bangunan itu. Ka'b tidak menyebutkan dan ia membuat Khalifah lupa bahwa Daud, meskipun menumpahkan darah dan dicegah untuk mendirikan bangunan, ia berkuasa dan menjadi Raja. Quran menyatakan bahwa Allah berkata Daud, Wahai Daud sesungguhnya kami telah menjadikanmu sebagai pemimpin. Engkau harus memberi keputusan di antara umat dengan adil…(QS. Al-Qashash : 26). Ka'b juga lupa bahwa Rasulullah SAW juga menumpahkan darah musuh demi kebenaran. Sebenarnya ia memimpin banyak peperangan dan hal ini tidak membuatnya tidak berkuasa dan mengatur urusan umat Islam, ataupun dicegah untuk mendirikan negara Islam.

Ke empat, lebih jauh lagi, dengan menyatakan bahwa menumpahkan darah tidak dapat menjadikan seorang berkuasa, hal ini menjadikan orang yang berjuang di jalan Allah tidak berharga dibandingkan orang-orang yang berjuang. Hal ini bertentangan dengan ayat Quran;
Orang-orang beriman yang duduk tenang, dengan orang-orang yang memiliki penyakit, tidak sama dengan orang-orang yang berjuang di jalan Allah dengan kekayaan dan 'jiwa' mereka. Allah telah menganugerahkan kemuliaan kepada mereka yang berjuang demi agama dengan nyawa dan kekayaan dibandingkan dengan orang-orang yang duduk di rumah-rumah mereka. Dan bagi setiap orang yang berjuang, Allah telah menetapkan balasan yang besar, kemuliaan dari-Nya, ampunan, dan karunia. Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih.(QS. An-Nisa : 95).

Tidaklah logis jika kita berpikir bahwa Allah memerintahkan orang-orang untuk berjuang di jalan-Nya kemudian menghukum usaha mereka dengan mencegah mereka untuk tidak berkuasa.

Kelima, tentu saja aneh ketika Ka'b menyatakan bahwa kitab Yahudi menyebutkan bahwa kepemimpinan Islam akan beralih dari Rasulullah dan kedua sahabatnya lalu kemusuhnya. Tidak disebutkan hal ini dalam Kitab Perjanjian Lama meskipun Ka'b telah berkata kepada Qais Ibnu Kharysah,"Tidak ada tempat di dunia ini yang tidak disebutkan dalam Kitab, beserta peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di tempat itu hingga Hari Perhitungan."
Ka'b sebenarnya tidak menemukan peristiwa apapun dalam kitab Perjanjian lama yang ia buat-buat itu. Ia hanya mencurinya dari apa yang ia dengar dari sahabat-sahabat Nabi. Mereka, termasuk Umar, meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad berkata,"Bani Umayah akan menaiki mimbarku dan aku melihat mereka dalam mimpiku berlompat seperti kera."68

Mengherankan bahwa khalifah tersebut mendengar perkataan nabi Muhammad tetapi masih tidak menyangka bahwa Ka'b telah mengambilnya dari Kitab Yahudi. Selain itu, Ka'b berkata bahwa ia menemukan dalam kitab Yahudi bahwa kekuasaan akan diserahkan kepada Nabi Muhammad dan dua sahabatnya kepada musuh Rasulullah. Hal ini, bagaimanapun juga tidak terjadi. Kekhalifahan berpindah ke tangan Utsman setelah Umar, dan Utsman bukanlah musuh Rasulullah SAW. Ia adalah sahabat utama Nabi. Selain itu, anehnya pernyataan yang dibuat Ka'b tidak berarti lagi ketika Ali bin Abi Thalib menerima tampuk kekhalifahan.

Lebih aneh lagi, khalifah mendengar semua pernyatan palsu yang telah Ka'b sebutkan berasal dari Kitab Perjanjian Lama dan bahkan tidak memerintahkan Ka'b untuk menunjikan kitab Yahudi yang darinya ia mendapatkan informasi.

Khalifah kedua, dengan segala keutamaanya, keimanan serta kecerdasannya, menganggap ucapan Ka'b berasal dari langit. Ia lupa bahwa persoalan kepemimpinan berada ditangannya. Semuanya berpulang kepadanya untuk memilih Ali bin Abi Thalib atau orang lain. Diharapkan, khalifah kedua ini akan membuat ridha Rasulullah SAW dengan mencegah Bani Umayah agar tidak berkuasa setelah Rasulullah terganggu melihat dalam mimpinya di mana Umayah berlompatan di mimbarnya seperti kera. Satu kata dari Umar akan mengubah jalan sejarah.

Khalifah kedua mungkin dapat memilih Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya dan mencegah Umayah berkuasa. Sayangnya, ia menjauhkan Ali dari kekhalifahan dengan membentuk enam orang panitia, yang sebagian besarnya sangat tidak suka kepada Ali bin Abi Thalib dan lebih menyukai kepada Utsman, Bani Umayah yang setia yang sangat dekat dengan sukunya. Bertentangan dengan apa yang diharapkan, khalifah kedua melakukan apa yang disukai Ka'b dan tidak disukai Nabi Muhammad SAW.69

Dengan demikian, mualaf Islam yang menyatakan bahwa ia memiliki pengetahuan tentang segala hal yang terjadi di masa lalu dan di masa depan, telah mengubah jalan sejarah Islam melalui pengaruhnya terhadap khalifah terkenal, Umar bin Khatab.



Ka'b Selama Masa Kekhalifahan Utsman
Pengaruh Ka'b terus berlanjut hingga setelah Umar wafat. Selama pemerintahan khalifah ke tiga, Ka'b dapat memberikan ketetapan pada urusan-urusan umat Islam. Khalifah 'sering' setuju dengannya, dan tidak ada di antara peserta pertemuan yang menentangnya, kecuali Abu Dzar yang menjadi sangat kesal ketika mendengar keputusan Ka'b dalam Islam hingga ia memukulnya dengan tongkatnya sambil berkata,"Hai putra wanita Yahudi! Apakah engkau akan mengajari agamamu?"

Untuk memperluas pengaruhnya dan masa depan yang lebih baik setelah kematian Utsman, Ka'b berusaha menyenangkan hati Muawiyah dengan meramalkan kedatangannya dimasa depan dengan mahkota kekuasaan Islam. Khalifah Utsman kembali dari hajinya ditemani Muawiyah dan pemimpin kafilah menyanyikan lagu yang isinya meramalkan Ali sebagai pengganti Utsman. Ka'b menyangkal penyanyi itu,"Demi Allah, engkau berdusta! Penngganti setelah Utsman adalah penunggang kedelai berbulu kuning."

Di sini Ka'b merujuk kepada Muawiyah, dan dengan salah ia menyebutkan bahwa hal ini berasal dari Kitab Perjanjian Lama. Muawiyah juga 'memerintahkan' Ka'b untuk membuat pernyataan kepada masyarakat Damaskus apa saja yang membuat Damaskus dan masyarakatnya ada di pengawasan propinsi lain.70



Peristiwa-peristiwa Lain
Ahmad meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa Umar datang menemui Rasulullah dengan sebuah kitab yang ia dapat dari pengikut Ahlul Kitab. Ia membacanya di hadapan Nabi. Nabi menjadi sangat marah dan berkata,"Putra Khattab, demi Dia yang jiwaku berada ditangan-Nya, apabila Musa masih hidup, ia akan mengikutiku."

Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Abas berkata,"Mengapa engkau bertanya kepada Ahlul Kitab tentang segala sesuatu, sedangkan Kitabmu yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya adalah Kitab yang paling baru? Engkau membacanya tanpa penambahan kalimat yang bukan ayat-ayat Quran. Quran telah memberitahukan bahwa Ahlul Kitab merusak dan mengubah kitab mereka."

Sebaliknya, sahabat yang lain seperti Abu Hurairah dan Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Ambillah dari Bani Israil itu, dan engkau tidak akan melakukan suatu dosa!"

Selain itu Bukhari menyebutkan dalam Shahih-nya bahwa Abdullah bin Amru Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,"Sampaikanlah kepada umat meskipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah kepada yang lain tentang kisah Bani Israil, karena hal itu bukan perbuatan dosa!"71

Patut diperhatikan bahwa Abu Hurairah dan Abdullah adalah 'murid-murid' Ka'b. diriwayatkan juga bahwa Abdullah bin Amru bin Ash memperoleh dua unta penuh dengan kitab para Ahlul Kitab, dan sering memberi informasi kepada umat dari kitab-kitab ini.

Ibnu Hajar Asqalani, yang merupakan 'sumber' utama hadis-hadis Bukhari berkata,"Karena hal ini (yang disebutkan di atas), banyak ulama terkemuka di kalangan murid-murid Rasulullah 'menghindar' untuk mengambil informasi dari Abdullah bin Amru bin Ash.72[]



Catatan Kaki :
1. Al-Mugni fi al-Dhua'afa',Dzahabi, hal. 292.
2. Rijal, Kusysyi
3. Rijal, Kusysyi
4. Rijal, Kusysyi
5. Rijal, Kusysyi
6. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
7. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
8. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 289
9. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
10. Lisan al-Mizan, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 290
11. Al-Farq, Abdul Qahir Ibnu Tharir Baghdadi.
12. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5552, 5744, dan 5745
13. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, Ibnu Asakir, diriwayatkan oleh Saif, peristiwa tahun 11 H.
14. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari dan Tarikh, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 195-196, riwayat dari Saif dan Umar.
15. Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 5546
16. Perlu disebutkan bahwa Askari memiliki hadis yang sangat terkenal dan tidak diragukan dalam bukunya 'Abdullah bin Saba dan Mitos Lainnya', ia menyatakan bahwa Ibnu Saba tidak pernah ada, dan bahwa tokoh ini dikarang oleh Saif bin Umar. Apabila ada orang bernama Abdullah bin Saba pada masa itu, ceritanya sangat bertentangan dengan cerita yang dimanipulasi Saif. Bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai Abdullah bin Saba beserta cerita fiksinya, anda dapat membaca buku berjudul Abdullah bin Saba and Other Myths karya Askari S.M, beserta The Shi'ites Under Attack karya Chirri M.J.
17. Refensi hadis Sunni : as-Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, jilid 2, hal. 655.
18. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 6, hal. 88-92 (dua hadis); Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 62; Tarikh, Ibnu Asakir, jilid 1, hsal. 85; Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, hal.97; as-Sirah al-Halabiyah, jilid 1, hal. 311; Syawahid at-Tanzil, hasakani, jilid 1, hal. 371; Kanz al-Ummal, Muttaqin Hindi, jilid 15, hal. 15, hal. 100-177; Tafsir al-Khazin, auladin Sayafi'I, jilid 3, hal. 371; Dala'il Nabawiyah, Baihaqi, jilid 1, hal. 4328-430; al-Mukhtasar, Abu Fida, jilid 1, hal.116-117, Nabi Muhammad, Hasan Haikal, jilid 104 (hanya edisi pertama, pada edisi kedua, kalimat terakhir yang diucapkan Rasulullah dihilangkan); Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 62-63. Hadis di atas juga diriwayatkan oleh tokoh-tokoh Sunni terkemuka seperti Muhammad Ibnu Ishaq (sejarahwan Sunni yang paling terkenal), Ibnu Hatim, dan Ibnu Mardawih. Hadis ini juga dicatat oleh para orientalis seperti T. Carlyle, E.Gibbon, J. Davenport, dan W. Irving.
19. Referensi hadis : Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, hadis 556 dan 5700; Shahih Muslim, bahasa Arab, jilid 4, hal. 1870-1871; Sunan ibn Majah, hal. 12; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 174; al-Khas'is, Nasa'I, hal. 15-16; Musykil al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 309.
20. Referensi hadis Sunni: Shahih, Tirmidzi, jilid 2, hal. 298, jilid 5, hal. 63; Sunan ibn Majah, jilid 1, hal. 12, 43; Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 84,118,119,152, 330; jilid 4, hal. 281, 368, 370, 372, 378; jilid 5, hal. 35, 347, 358, 361, 366, 419 (berasal dari 40 rangkaian perawi); Fada'il ash-Shnhabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 563, 572; al-Mustadrak, Hakim, jilid 2, hal. 129, jilid 3, hal. 109-110, 116, 371; Kasa'is, Nasa'i, hal. 4, 21; Majma' az-Zawaid, Haitsami, jilid 9, hal. 103 (dari banyak perawi); Tafsir al-Kabir, Fakhrurrazi, jilid 12, hal. 49 -50; al-Durr al-Mantsur, Hafizh Jalaluddin Suyuthi, jilid 3, hal. 19; Tarikh al-Khulafa, Suyuthi, hal. 169, 173; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 213, jilid 5, hal. 208; Musykii al-Atsar, Tahawi, jilid 2, hal. 307-308; Habib as-Siyar, Mir Khand, jilid 3, bag. 3, ha1.144; Shawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, hal. 26; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 509; jilid 1, bag. l, hal. 319; jilid 2, bag. 1, hal. 57; jilid 3, bag. 1, hal. 29; jilid 4, bag. l, hal. 14, 16, 143; Tabarani, yang meriwayatkan dari para sahabat seperti Ibnu Umar, Malik bin Hawirath, Habasyi bin Junadah, Jari, Sa'd bin Abi Waqash, Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Amarah, Buraidah, …; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 8, hal. 250; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 4, hal. 23; jilid 5, hal. 26-27; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, bab mengenai kata 'ayn' (Ali), jilid 2, hal. 462; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 154, 397; al-Mirqat, jilid 5, hal. 568; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, hal. 172; Dhaka'ir al-Uqbah, Muhib Thabari, hal. 68; Fayd al-Qadir, ManaaTi, jilid 6, hal. 217; Usd al-Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 4, hal. 114; Yanabi' al-Niawaddah, Qunduzi Hanafi, hal. 297 dan banyak lagi.
21. Referensi hadis Sunni: Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, jilid 8, hadis 817.
22. Referensi hadis Sunni: Ahmad bin Hanbal, jilid l, hal. 55; Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, jilid 4, hal. 309; Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
23. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 188-189.
24. Lihat al-Istiab, jilid 1, hal. 235; Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 79; Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 180; Ibnu Khaldun, jilid 2, hal. 182.
25. Referensi hadis Sunni: Sunan Ibnu Majah, jilid l, hal. 52-53, hadis 149; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 130; Musnad Ahntad ibn Hanbal, jilid 5, hal. 356; Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal. 648, Hadis 1130; Hilyat al-Awliya', Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 172.
26. Referensi hadis Sunni: Fada'il ash-Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hadis 109, 277; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 329, 662; Musnad Ahmad bir2 Hanbal, jilid 1, hal. 88, 148, 149 dari banyak rangkaian perawi; al Kabir, Tabarani, jilid 6, hal. 264, 265; Hilyat al-Aaoliya', Abu Nu'aim, jilid l, hal. 128.
27. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 334, hadis 3889; Tahdzib al-Atsar, jilid 4, hal. 158-161; Musnad, Ahmad bin Hanbal, 6519, 6630, 7078; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 342; at-Tabaqat, Ibnu Sa'ad, jilid 4, bag. 1, hal. 167-168; Majma' az-Zazon'id, Haitsami, jilid 9, hal. 329-330.
28. Referensi hadis Sunni: Shahih Muslim, versi bahasa Inggris, bab 1205, hal. 1508-1509, hadis 6966-6970 (lima hadis); al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 383.
29. Referensi hadis Sunni: Musnad, Ahmad (diterbitkan di Darul Ma'arif, Mesir, 1952), hadis 6538, 6929; Tab-aqat, Ibnu Sa'ad, jilid 3, hal. 253.
30. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 332, hadis 3884.
31. Referensi hadis Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 233.
32. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 184.
33. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 199-200.
34. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 200.
35. Referensi hadis Sunni: al-Kamil, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 84.
36. Referensi hadis: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 235.
37. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15,hal. 180-181.
38. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250
39. Lihat Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 246-250.
40. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 238-239.
41. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 206; Lisan al-Arab, jilid 14, hal. 141; al-Iqd al-Farid, jilid 4, hal. 290; Syarh Nahj al-Balaghah, Ibnu Abul Hadid, jilid 16, hal. 220-223.
42. Referensi hadis Sunni: Ansab al-Asyraf, Baladzuri; bag. l, jilid 4, hal. 75.
43. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, ha1. 171-172.
44. Referensi hadis Sunni: al-Isti'aab, Yusuf bin Abdul Barr, jilid l, hal. 359-360.
45. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 173.
46. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 176-179.
47. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 198.
48. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 15, hal. 141-144.
49. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa tahun 36 H, jilid 4, hal. 312. (versi bahasa Inggris bagian ini belum diterbitkan ketika artikel ini ditulis).
50. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thahari, versi bahasa Arab, peristiwa 36 H, jilid 4, hal. 501-502; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 240; al-Isti'ab, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 515; Usd al-Ghabah; jilid 2, hal. 252; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 2, hal. 557.
51. Referensi hadis Sunni; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, dan 371; Musnad Ahmad ibn Hanbal, berdasarkan Ilyas Szabbi; Muruj adz-Dzahab, Mas'udi jilid 4 hal. 321; Majma' az-Zawa'id, Haitsami, jilid 9, hal. 107.
52. Referensi hadis Sunni; Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 3, bag. 1, hal. 159; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 3, hal. 532-533; Tarikh Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 244; Usd al-Ghabah, jilid 3, hal. 87-88; al-Isti'ad, Ibnu Abdul Barr, jilid 2, hal. 766; Tarikh Ibnu Katsir, jilid 7, hal. 248; Riwayat yang sama diceritakan dalam al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 169, 371.
53. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, versi bahasa Arab, peristiwa di tahun 36 H, jilid 4, hal. 905
54. Dr. Hafni Daud, 12 Oktober 1961, Kairo Mesir.
55. Referensi: Tarikh at-Thabaari, jilid 15, hal. 15-17.
56. Mengenai Mihnah itu sendiri, lihat Traikh at-Thabari, jilid 3, hal. 517,522,548-511,604,605; dan kitab berjudul Zindiqs ditulis Vajjda, hal. 173-229. mengenai tuduhan terhadap Saif. Lihat Majruhin, Ibnu Hibban, jilid 1, hal. 345-346; Mizan, Dzahabi, jilid 2, hal. 255-256, Tahdzib, Ibnu Hajar, jilid 4, hal. 296
57. Lihat Skizzen, hal. 3-7.
58. Hal ini juga ditunjukkan di kutipannya dari sumber yang terlibat dalam pembunuhan Husain. Lihat contohnya pada jilid 11, hal. 204, 206, 216, 222.
59. Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 1844-1850.
60. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 3049-3050.
61. Tarikh at-Thabari, jilid l, hal. 2858-2859, 2922, 2928, 2942-2944, 2954, 3027, 3163-3165, 3180.
62. Dalam jilid ini, hal. 8, 24, 36, 40, 42-43, 45, 48, 60-63, 65, 90, 95, 166, 168.
63. Referensi: Tarikh at-Thabari, jilid 11, hal. 15-29.
64. Referensi hadis Sunni: Ibnu Abdul Bar, Istiab, jilid 3, hal. 1287, dicetak di Kairo, 1380.
65. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 191, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo.
66. Referensi hadis Sunni: Tarikh at-Thabari, jilid 1, hal. 62-63, Edisi Eropa.
67. Referensi hasi Sunni: Ibnu Abil Hadid, dalam syarahnya, jilid 3, hal. 81, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih di Mesir; Fakhurddin Razi dalam tafsir Quran surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak oleh Matbaah Sarafiyah, 1304 h.
68. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Khulafa, Jalaluddin Suyuti, diterjemahkan oleh Major H.S. Barret, hal. 12, diterbitkan oleh J.W. Thomas, Baptists Mission Press, Calcutta; Fakhruddin Razi dalam tafsir Qurannya, surah 17, jilid 5, hal. 413-414, dicetak kedua kalinya oleh Matbah Sarafiyah, 1304 H.
69. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 35, diterbitkan oleh Darul Kitab Lubnanai, 1973.
70. Referensi hadis Sunni: Ibnu Atsir, al-Kamil, jilid 3, hal. 76, dikenal sebagai Ali bin Sahibani, cetakan kedua (mengenai keledai); Tarikh at-Thabari, jilid 4, hal. 343, dicetak oleh Darul Ma'arif, Kairo (mengenai keledai); al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 5, hal. 323 (Muawiyah yang memberi perintah).
71. Shahih-nya Bukhari, hadis 4667.
72. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 1, hal. 167.

41
ANTOLOGI ISLAM

BAB 13 : TAUHID MENURUT SYI'AH DAN SUNNAH
Tidak ada perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab Muslim bahwa agama (disisi) adalah Islam. Satu-satunya cara untuk mengetahui Islam. Satu-satunya cara cara untuk mengetahui Islam adalah Kitabullah dan Sunnah Nabi. Dan bahwa Kitabullah itu apa yang dikenal dengan nama Quran, tanpa ada 'penambahan' atau 'pengurangan. Perbedaan terletak pada masalah penafsiran sejumlah ayat Quran dan dalam meyakini atau tidak meyakini sejumlah sunnah sebagai shahih, atau dalam penafsirannya. Perbedaaan pendekatan ini telah mengantarkan kepada perbedaan dalam sejumlah prinsip dasar dan jumlah hukum agama. Karena prinsip-prinsip dasar Islam sudah masyhur, maka kami tidak perlu lagi menyebutkan satu demi satu semua prinsip tadi. Kiranya memadai apabila sebagian dari perbedaan-perbedaan penting diandarkan disini untuk memberikan kepada pembaca ide komprehensif secara jujur dari karakteristik utama yang membedakan kaum Syi'ah dan Sunni.

Seluruh muslim sepakat bahwa Allah SWT adalah satu, Muhammad SAW adalah Nabi-Nya yang terakhir, dan pada suatu hari Allah membangkitkan kembali semua umat manusia, dan semuanya akan ditanyai perihal keimanan dan amal perbuatan mereka. Mereka semua sepakat bahwa semua orang yang mengimani pada salah satu tiga prinsip dasar tersebut bukanlah seorang muslim. Juga, mereka sepakat bahwa siapapun yang mengingkari ajaran-ajaran Islam yang terkenal seperti shalat, puasa, haji, zakat, dan seterusnya atau percaya bahwa dosa-dosa masyhur seperti meminum minuman keras, berzina, mencuri, berdusta, berjudi, membunuh dan seterusnya bukan (perbuatan) dosa, bukanlah seorang muslim, sekalipun ia pasti telah mengimani Allah dan Nabi-Nya, Muhammad SAW. Hal itu disebabkan mengingkari perkara-perkara tersebut sama halnya menolak kenabian Muhammad dan syariahnya.

Ketika kita melangkah lebih jauh, kita temukan subjek-subjek tersebut yang tidak disepakati kaum Muslim dan perbedaan-perbedaan antara berbagai mazhab Islam mulai di sini. Kebanyakan orang beranggapan bahwa perbedaan antara Syia'ah dan Sunni terletak pada masalah kepemimpinan pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ini benar adanya, namun sesugguhnya para pemimpin yang berbeda memerintahkan cara-cara pendekatan yang berbeda terhadap setiap isu. Barang kali menghasilkan banyak perbedaan seiring dengan berlalunya waktu. Kami menguraikan secara ringkas perbedaan-perbedaan dasar ini di sini.



Gambaran Tuhan
Sejumlah ulama Sunni berkeyakinan bahwa Allah memiliki tubuh, namun tidak seperti tubuh-tubuh yang kita tahu, tentunya. Terdapat banyak hadis dalam Shahih al-Bukhari yang menggambarkan bahwa Allah mempunyai sebuah tanda kaki-Nya, dan Dia meletakkan kaki-Nya kedalam neraka dan seterusnya. Misalnya, lihat Shahih al-Bukhari, versi Arab - Inggris, 9532 dalamnya menggambarkan Allah mempunyai tanda di betis-Nya dan ketika Dia menyingkap betis-Nya manusia akan mengenali-Nya.atau dalam jilid yang sama lihat hadis 9604 dan 9510 dimana dikatakan bahwa Allah mempunayi jari jemari! Silakan juga lihat artikel-artikel yang terkait diberikan oleh Kamran yang dirujuk oleh Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.

Golongan Wahabi yang mengikuti Ibnu Taimiyah (a.728/1328) membenarkan bahwa organ-organ tubuh Allah merupakan entisitas fisik dan Allah duduk disinggasana. Akan tetapi golongan Asy'ariyyah (para pengikut Abu Hasan Asy'ari) yang meliputi sejumlah besar Sunni, tidak menafsirkan wajah, tangan, dan kaki-Nya sebagai organ-organ fisik, tetapi mereka mengatakan," kita tidak tahu bagaimana (bi la kaif)."

Syi'ah meyakini kuat bahwa Allah tidak memiliki tubuh, wajah, tanga, jari jemari, ataupun kaki. Syekh Shaduq, salah seorang ulama Syi'ah terkemuka, dalam kitabnya al-I'tiqadat al-Imamiyyah (Shi'ite Creed) mengatakan :

Sesungguhnya Allah itu Maha Satu, Maha Unik, tidak sesuatupun menyerupai-Nya, Dia Maha Abadi, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Hidup, Maha Kuasa, jauh dari segala kebutuhan. Dia tidak bisa digambarkan dalam kerangka subtansi, tubuh, bentuk, akside, garis, permukaan, berat, ringan, warna, gerakan, istirahat, waktu ataupun ruang. Dia di atas segala gambaran yang bisa diterapkan kepada makhluk-makhluknya-Nya. Dia jauh dari kutub. Dia tidak sekedar non entisitas (sebagaimana golongan ateis dan, dalam tingkatan yang lebih rendah, Mu'tazilah lakukan) ataupun Dia sama seperti benda-benda lainnya. Dia Maujud, tidak seperti benda-benda lainnya.

Tentu saja, ada sejumlah ayat Quran yang menganggap kata-kata yang digunakan bagi anggota-anggota tubuh dari tubuh Tuhan. Namun menurut penafsiran para Imam Syi'ah, kata-kata tersebut digunakan dalam makna metaforis dan simbolis, bukan makna literal. Umpamanya ayat 88 surah al-Qashash yang berbunyi, Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah-Nya, artinya 'kecuali Diri-Nya.' Sesungguhnya para Ulama Sunni sekalipun tidak bisa mengatakan bahwa hanya wajah Allah yang akan abadi, sementara apa yang dinamakan anggota-anggota tubuh lainnya (baik fisik maupun bukan) akan binasa! Demikian pula Allah telah menggunakan kata 'tangan' (yad) di beberapa tempat dalam Quran. Namun itu artinya 'kekuasaan dan rahmat-Nya', sebagaimana surah al-Maidah ayat 54, … tetapi kedua tangan Allah Terbuka.

Sebenarnya dalam Quran dan hadis Nabawi makna-makna metaforis itu banyak digunakan. Misalnya, Allah menggambarkan para nabi-Nya sebagai ulil aydi wal abshar (yang mempunyai perbuatan-pebuatan besar dan ilmu-ilmu yang tinggi; QS. Shad : 45)
Bahkan semua ulama Sunni setuju bahwa kata 'tangan' (aydi) disini artinya kekuasaan dan kekuatan. Kami harus menyebutkan bahwa pandapat Syi'ah juga bebeda dengan golongan Mu'tazilah yang membawa Tuhan kepada batasan-batasan nirwujud (non-existence).



Bisakah Allah Dilihat?
Sebagai dampak langsung dari perbedaan tersebut di atas, para ulama Sunni percaya bahwa Allah SWT bisa dilihat. Sebagian dari mereka, nampaknya Imam Ahmadi bin Hanbal, mengatakan bahwa Dia bisa dilihat di dunia ini juga di akhirat kelak. Yang lain mengatakan bahwa Dia hanya bisa dilihat di akhirat.1

Di sisi lain, Syi'ah berpendapat bahwa Dia tidak bisa dilihat secara fisik di manapun, karena Dia tidak memiliki tubuh dan karena Allah berfirman dalam kitab-Nya, Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan.(QS. Al-An'am :103)

Para ulama Sunni menggunakan ayat berikut sebagai hujah mereka, Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu (hari pengadilan) tampak segar berseri, kepada Tuhannya lah mereka memandang. (QS. Al-Qiyamah :22-23)

Akan tetapi dalam bahasa Arab kata nazhar (memandang) tidak berarti 'melihat'. Acap dikatakan bahwa nazhartu ilal hilal falam arahu yang artinya 'saya memandang bulan baru (sabit) namun saya tidak melihatnya.' Karena itu, ayat tersebut tidak berarti mereka akan menanti-nanti rahmat Allah.



Sifat-sifat Allah
Menurut keyakinan Syi'ah, sifat-sifat Allah bisa dimasukkan kedalam dua kelompok yang berbeda; pertama, sifat-sifat yang mewakili Diri-Nya (sifat Zat); dan kedua, sifat-sifat yang melambangkan perbuatan-perbuatan-Nya (sifat perbuatan). Syekh Shaduq berkata :

Umpanya kita katakan bahwa Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Maha Bijaksana, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha Berdiri Sendiri, Maha Satu dan Maha Abadi. Dan ini merupakan kualitas-kualitas pribadi-Nya. Dan kita tidak mengatakan bahwa Dia sejak dulu menciptakan, melakukan, berniat, puas, tidak puas, memberi rezeki, berfirman, karena kualitas-kualitas ini melukiskan perbuatan-Nya, dan mereka itu tidaklah abadi, tidak perlulah Allah melakukan perbuatan-perbuatan ini sejak azali. Alasan perbedaan ini adalah jelas. Perbuatan-perbuatan membutuhkan objek. Misalnya, bila kita katakan Allah memberi rezeki sejak awal, maka kita harus mengetahui eksistensi objek yang diberi rezeki sejak awal. Dalam madah lain, kita harus mengkaui bahwa dunia itu ada sejak azali (sebagaiman Tuhan - pen). Padahal itu semua bertolak belakang dengan keyakinan bahwa tidak ada sesuatupun selain Tuhan yang Abadi."2

Nyatalah bahwa para ulama Sunni tidak punya pandangan bening ihwal perbedaan ini sehingga mereka mengatakan bahwa semua sifat-sifat-Nya itu abadi. Ini lah alasan sesungguhnya dari kayakinan mereka bahwa Quran, sebagai kalam (firman) Allah, adalah abadi dan tidak tercipta (makhluk). Karena mereka mengatakan bahwa Dia Mutakallim (berbicara) sejak azali.

Golongan Hanbaliyyah (dinisbatkan kepada Ahmad bin Hanbal) sedemikian jauh mengatakan bahwa, " Bukan kata-kata dan makna-makna dari Quran itu abadi, sehingga bacaan sekalipun tidak tercipta, namun kertas dan jilidnyapun memiliki kualitas-kualitas yang sama." Dalam Naskah Abu Hanifah suatu pandangan yang lebih moderat diungkapkan, "Kita mengetahui Quran adalah kalam Allah, tidak tercipta, ilham-Nya, dan wahyu, bukan Dia, melainkan kualitas nyata-Nya, tertulis dalam salinan-salinan, diucapkan dengan lidah. (sementara) tinta, kertas, tulisannya adalah diciptakan (makhluk), karena mereka adalah karya manusia."3

Akan tetapi karena Syi'ah membedakan antara kualitas-kualitas personnya dan perbuatan-perbuatan-Nya, mereka mengatakan,"Keyakinan kami tentang Quran adalah bahwa ia merupakan ucapan Tuhan, dan wahyu-Nya dikirimkan oleh-Nya, dan firman-Nya dan kitab-Nya… Dan bahwa Allah adalah Penciptanya, Pengirimnya, dan Penjaganya …"4

Di antara kaum Sunni, telah terjadi perdebatan hebat ihwal topik ini antara golongan Mu'tazilah dan Asu'ariyyah. Di sini hal tersebut tidak perlu dipaparkan lagi.
Sebagian mengklaim bahwa segala sesuatu yang diciptakan mempunyai kekurangan dalamnya dan karena itu Quran pastilah abadi karena ia tanpa kekurangan. Argumen tersebut tidak berdasarkan karena kita kaum Muslimin percaya bahwa malaikat, sekalipun diciptakan, adalah suci dari kekurangan. Jika tidak, bagaimana bisa mempercayai Jibril ketika ia membawa Quran kepada Nabi? Bagaimana bisa anda mempercayai Nabi sendiri? Apakah Allah tidak mempercayai makhluk yang suci? Karena itu, kita percaya bahwa Quran juga semua benda lainnya di alam semesta adalah diciptakan. Tidak ada sesuatu pun yang abadi kecuali Allah. Ada sebuah hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa,"(Zaman ketika) Allah ada, dan tidak ada sesuatu pun selain Dia."



Fungsi Akal dalam Agama
Ini merupakan salah satu perbedaan paling antara Sunni di satu sisi, dan kaum Syi'ah di lain pihak. Kami harus menggunakan kata 'Asy'ariyyah', sebagai ganti Sunni, karena sebagian besar Sunni dewasa ini adalah (berpahamkan teologi) Asy'ariyyah; Mu'tazillah telah lama musnah, meskipun sebagian dari para ulama besar di zaman ini, seperti Amir Ali, adalah Mu'tazilah.

Nah, kaum Syi'ah mengatakan bahwa terlepas dari perintah-perintah keagamaan (syariat), ada kebaikan ataupun keburukan nyata (rasional) dalam berbagai rangkaian tindakan. Sesuatu dikatakan baik karena Allah memrintahkannya dan disebut buruk karena Dia melarangnya. Para ulama Sunni mengingkari konsepsi ini. Mereka mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang baik dan buruk dalam dirinya sendiri. (Sementara Syi'ah berpendapat) apa yang Allah perintahkan kepada kita adalah baik dan apa yang telah larang Allah kepada kita adalah buruk. Jika sesuatu yang dilarang Allah itu buruk, maka jika Allah membatalkan perintah pertama, dan mebiarkannya, itu akan menjadi baik, setelah sebelumnya buruk. Dalam madah lain, Syi'ah berpandangan bahwa Allah telah melarang kita berkata dusta lantaran ia buruk, sementara Sunni berpendapat bahwa dusta telah menjadi buruk karena Allah melarangnya. Syi'ah mengkaui hubungan sebab-akibat, Sunni mengingkarinya. Mereka mengatakan bahwa tidak ada sebab kecuali Allah. Adalah hanya kebiasaan dari Allah bahwa setiap kali, misalnya, kita minum air Dia melepaskan rasa dahaga kita.

Berpijak pada perbedaan sikap di atas ihwal kedudukan akal dalam agama adalah perbedaan-perbedaan berikut; Syi'ah mengatakan bahwa Allah tidak pernah berbuat tanpa tujuan. Seluruh perbuatan-Nya didasarkan pada hikmah dan tujuan rasional (misalnya, karena tidak terpuji secara rasional bertindak tanpa suatu tujuan). Ulama Sunni di sisi lain, karena pencelaan pada keburukan dan kebaikan rasional, mengatakan bahwa sangatlah mungkin bagi Allah untuk bertindak tanpa tujuan. Itu artinya bahwa, menurut Syi'ah, Tuhan tidak berbuat sesuatu apa pun memiliki keburukan inheren dalamnya. Sunni menolaknya. Syi'ah menyatakan bahwa seluruh perbuatan Allah dimaksudkan demi kebaikan makhluk-makhluk-Nya. Pasalnya Dia sendiri tidak membutuhkan (kebaikan-kebaikan bagi makhluk-makhluk-Nya. Pasalnya Dia sendiri tidak membutuhkan (kebaikan itu), dan andaikata perbuatan-perbuatan-Nya hampa dari kebaikan-kebaikan bagi makhluk-Nya juga, niscaya perbuatan tersebut sia-sia belaka, yang secara rasional tercela. Sunni menyangkalnya lantaran pendirian mereka perihal kebaikan atau keburukan rasional.



Anugerah (Luthf atau Tafadhadhul)
Berdasarkan perbedaan-perbedaan di atas ada perbedaan perihal sikap mereka terhadap anugerah Allah. Syi'ah mengatakan bahwa anugerah secara moral diwajibkan kepada Allah. Mereka menyatakan bahwa anugerah Allah yang akan membantu membawa makhluk-makhluk-Nya lebih dekat kepada ketaatan dan pengabdian kepada-Nya dan memudahkan perbaikan moral mereka (yang) secara moral diwajibkan kepada-Nya. Allah telah memerintahkan kita untuk berlaku adil, sementara Dia sendiri memperlakukan kita dengan sesuatu yang lebih baik, yakni anugerah (grace, tafadhdhul). Di sisi lain para ulama Sunni berkata :
Allah menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan tidak wajib bagi Allah Yang Maha Tinggi untuk melakukann sesuatu yang mungkin merupakan yang terbaik bagi makhluk.5



Janji-janji Allah
Berdasarkan kedudukan Syi'ah tentang Keadilan dan Anugerah, mereka mengatakan:

Apa saja yang telah Allah janjikan sebagai ganjaran bagi suatu kerja mulia, Dia akan memenuhinya. Namun apa saja yang telah Dia ancamkan sebagai siksa untuk pekerjaan buruk, hal itu dilambari keputusan-Nya. Apabila Dia melaksanakan siksaan tersebut, hal itu berdasarkan keadilan-Nya. Namun apabila Dia memaafkannya, hal itu menurut anugerah-Nya.

Syi'ah berlawanan dengan aliran Khawarij dan Mu'tazilah di satu sisi dan dengan Asy'ariyyah di sisi lainnya. Khawarij dan Mu'tazilah mengatakan bahwa wajib bagi Allah guna memenuhi ancaman-Nya juga. Dia tidak mempunyai kekuasaan untuk mengampuni.

Asy'ariyyah di pihak lain mengatakan bahwa tidaklah wajib bagi - Nya untuk memenuhi janji-janji ganjaran-Nya sekalipun. Mereka lebih jauh mengatakan,"Bahkan sekiranya Allah ingin memasukkan para nabi ke dalam neraka, dan setan masuk surga itu berlawanan dengan nilai kebajikan, karena tidak ada keburukan inheren dalam setiap perbuatan.



Mengapa Beriman Kepada Allah
Syi'ah berpendapat bahwa manusia diperintahkan oleh nalarnya untuk mengenal Allah dan menaati segala perintah-Nya. Dengan kata lain, kebutuhan akan agama dibuktikan, pertama-tama dengan akal. Ulama Sunni menyatakan, adalah penting mengimani Allah, namun tidak berdasarkan akal. Hal ini penting karena Allah telah memerintahkan kita untuk mengenali-Nya. Menurut persepektif Syi'ah, corak pembuktian ini menciptakan daur yang tidak berujung. Imanilah Allah! Mengapa? Karena Allah telah memerintahkanya. Padahal kita tidak tahu siapakah Allah itu. Mengapa kita harus menaati-Nya?



Batasan Hukum
Syi' mengatakan: Allah tidak bisa menurunkan kepada kita sebuah di luar kekuatan kita, karena itu secara rasional (la yukalliffullahu nafsan illa wus'aha). Sejumlah ulama Sunni tidak menyepakatinya.



Perbuatan-perbuatan Kita:Takdir
Apakah perbuatan-perbuatan kita benar-benar milik kita? Ataukah sekadar suatu alat di tangan Allah? Ulama Syi'ah berpendapat, "Takdir artinya bahwa Allah memiliki pengetahuan sebelumnya atas perbuatan manusia, namun Dia tidak memaksa siapapun untuk bertindak dalam cara tertentu."7

Kutipan diatas memberikan bukti atas fakta bahwa menurut Syi'ah, manusia mempunyai pilihan entah menaati peraturan-peraturan Allah, ataukah durhaka. Untuk menjabarkannya, disini harus menjelaskan bahawa kondisi atau perbuatan manusia ada dua jenis; 1) Perbuatan-perbuatan yang tentangnya ia bisa dinasehati, diperintah, dipuji atau dicela. Perbuatan-perbuatan tersebut dalam kekuasaannya dan tergantung pada kehendaknya; 2) Kondisi-kondisi yang tentangnya ia tidak bisa dipuji ataupun dicela, seperti kehidupan, lain-lain. Kondisi-kondisi tersebut berada diluar wilayah kehendak atau kekuasaannya.

Umpamanya, kita menasehati seorang pasien untuk berkonsultasi kedokter ini atau itu dan tetap berada di bawah perawatannya. Namun kita tidak dapat menasehatinya menjadi sembuh. Mengapa perbedaan ini? Karena mendapatkan perawatan di bawah kekuasaannya, namun mendapatkan kesembuhan bukanlah kekuasaannya. Ini merupakan sesuatu yang datang dari Allah.

Kebebasan bertindak merupakan karunia dari Allah. Dia telah memberi kita kekuatan, kebebasan, kekuasaan, anggota tubuh, hikmah, dan segala sesuatu yang denganya kita melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, kita tidak terlepas dari Allah, karena kebebasan kita tidak hanya diberikan melainkan disiapkan oleh-Nya.

Akan tetapin seluruh perbuatan kita tidak dipaksakan oleh Allah, karena Dia, setelah Dia menunjikan kepada kita jalan yang benar dan jalan yang salah, dan setelah dorongannya kepada kita untuk berbuat benar, telah membiarkan kita kepada karsa bebas kita sendiri. Jika kita tersesat, itu merupakan pilihan kita sendiri.

Syekh Shaduq menyatakan :

Keyakinan kita dalam hal ini adalah apa yang diajarkan oleh Imam Ja'far Shadiq, "Tidak ada paksaan (oleh Allah) dan tidak ada pelimpahan kekuasaan (dari Allah). Namun satu kondisi di antara dua kondisi." Kemudian Imam bertanya,"Apakah itu?" Beliau menjawab,"Anggaplah engakau melihat seseorang berniat untuk melakukan sebuah dosa, dan engkau melarangnya. Akan tetapi ia tidak mendengarkanmu. Lalu engkau meninggalkannya dan ia melakukan dosa tersebut. Kini ketika ia tidak memperhatikanmu dan engkau meninggalkannya, tak seorangpun bisa mengatakannya berbuat dosa."8

Dalam madah lain, kita percaya bahwa Allah telah memberikan kita kekuatan dan kehendak , lalu membiarkan kita bebas melakukan apa yang kita suka. Di saat yang sama, Dia telah mengajari kita melalui para nabi, apa yang benar dan apa yang salah. Sekarang, karena Dia Maha Berilmu, Dia mengetahui apakah yang akan menjadi perbuatan-perbuatan kita di masa-masa yang berbeda dari kehidupan kita. Namun pengetahuan ini tidak menjadikan Dia bertanggung jawab atas tindakan-tindakan kita lebih dari seorang meteorlog yang bisa bertanggung jawab atas topan dan badai, jika ramalannya terbukti benar. Ramalan yang benar adalah hasilnya, bukan sebab dari peristiwa yang menjelang. Para ulama Sunni di sisi lain mengatakan bahwa Allah adalah Pencipta semua perbuatan kita:

Tak satu perbuatan pun dari seorang individu, meskipun dilakukan secara murni demi kepentingannya terlepas dari kehendak Allah bagi keberadaannya, dan tidak terjadi baik dalam tataran dunia fisik ataupun ruhani kedipan mata, lintasan pikiran, ataupun pandangan tiba-tiba, kecuali karena perintah Allah … dari kekuasaan, kehendak, dan rasa-Nya. Ini mencakup baik dan buruk, manfaat dan mudarat, keberhasilan dan kegagalan, dosa dan kebajikan, ketaatan dan kedurhakaan, serta kemusyrikan dan keimanan.9



Melihat Allah
Syi'ah mengatakan bahwa Allah tidak punya tubuh. Maka tidak dapat dilihat. Jika Sunni mengatakan bahwa Dia bisa dilihat, mereka harus mengkaui bahwa Dia memiliki tubuh. Jika tidak, bagaimana bisa dilihat?

Seorang saudara Sunni menulis, jawabannya sangat sederhana; Quran membicarakan akhirat sebagai suatu jenis lain dari alam semesta yang berjalan dengan cara yang berbeda. Jika anda bisa memahami ayat di bawah ini, anda pun akan mampu memahami 'tangan' Allah (Maha Suci Allah dari apa yang mereka nisbatkan kepada-Nya). Karena sesungguhnya bukanlah mata yang menjadi buta, melainkan hatinya, yang berada dalam dada, yang menjadi buta (QS. Al-Hajj : 46).

Kami menjawab : Ayat-ayat Quran yang anda kutipan tidak berkaitan apapun dengan pertanyaan kami. Memang alam akhirat mempunyai hukum yang berbeda, namun hal itu tidak mengubah jati diri Allah. Jika anda ingin melihat Allah, anda akan melihat seluruh Allah (artinya mata anda akan menangkap Allah secara keseluruhan) yang artinya anda telah membatasi Allah, atau anda akan melihat sebagian Allah (yakni mata anda telah menangkap sebagian dari-Nya) yang artinya anda telah membagi-bagi Allah.

Kedua hal tadi berlawanan dengan akidah Islam bahwa Allah Yang Maha Mulia tidak terbatas dan tidak mempunyai bagian atau organ lain. Lagi pula keyakinan anda dalam melihat Allah bertolak belakang dengan teks Quran yang jelas yang dalamnya Allah berfirman, Pandangan tidak mampu menangkap-Nya.(QS. Al-An'am : 103). Ayat tersebut tidak mengecualikan akhirat dari aturan ini, oleh sebab itu berlaku di mana-mana.

Tak syak lagi bahwa Ulama Sunni percaya bahwa Allah bisa dilihat (setidaknya di akhirat). Guna membuktikan bahwa secara logika itu salah, kami menggunakan argumen sebaliknya (kontra argument). Yakni, jika Sunni percaya bahwa Allah bisa dilihat, maka mereka harus mengkaui bahwa Allah mempunyai tubuh. Mereka harus mengkaui bahwa Dia itu terbatas atau Dia memiliki bagian-bagian dan organ-organ tubuh.

Syi'ah percaya bahwa Allah tidak mempunyai tubuh. Demikian pula Dia tidak bisa dilihat di mana pun. Dia tidak mempunyai bagian, ataupun organ tubuh. Dia tidak terbatas.

Saudara kita Sunni mungkin bertanya: Apakah itu pilihan pribadi anda ataukah suatu bagian dari ajaran Syi'ah sehingga pertimbangan logika dikesampingkan? Sebagaimana anda lihat, ketika anda terlalu banyak menggunakan logika, anda mungkin menyesatkan manusia.

Kami menjawab: Tepatnya, anda tengah menunjuk pada salah satu perbedaan terpenting di antara mazhab Sunni dan Syi'ah. Seperti disebutkan dalam artikel 'Perbedaan Pokok …' posisi akal dalam agama merupakan salah satu masalah paling penting yang membedakan Syi'ah dari Sunni. Menurut ajaran kami, semua kepercayaan dasar (ushuluddin) harus dipahami dengan kemampuan rasional seseorang. Kita tidak mampu mengikuti apa perkataan para ulama kita seputar kepercayaan-kepercayaan dasar kecuali jika minta kita mengetahui mereka sebagai benar dan rasional. Kepercayaan dasar ini mencakup keimanan pada Allah, mengimani keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya, mengimani keharusan pengutusan para nabi dan pengganti-pengganti mereka (iman), mengimani kemestian keadilan dan kasih sayang (Lutf) Allah dan seterusnya.

Untuk kepercayaan-kepercayaan dasar tersebut peniruan apapun (taklid) tidak diakui oleh Allah SWT. Artinya, seseorang dalam mengimani Tuhan tidak diperbolehkan bertaklid kepada siapapun. Ia harus mempelajarinya dan membuktikannya sendiri tentang eksistensi Tuhan meski dengan dalil sederhana. Bagi seseorang yang meniru ibu dan ayahnya dan para ulama tentang jenis masalah ini, identitasnya sebagai Muslim dipertanyakan. Sudah barang tentu, setiap orang bertanggung jawab terhadap masalah ini sejauh menurut kemampuan berpikir dan menalarnya. Bukti-bukti ini perlu lebih canggih bagi seseorang yang mempunyai kemampuan lebih dari berpikir logis.

Ketika kepercayaan-kepercayaan dasar dibuktikan oleh minda, maka orang itu bisa mengikuti perintah-perintah Allah lainnya tanpa mempersoalkannya, lantaran semua itu tidak termasuk kepercayaan-kepercayaan dasar tersebut. Kita tidak perlu bertanya tentang mengapa shalat fajar itu dua rakaat, mengapa kita harus melakukan wudhu sebelum shalat, mengapa kita harus puasa Ramadhan. Kita hanya mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan kepada kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut tanpa bertanya mengapa.

Maka kami kira sekarang jelaslah mengapa kita perlu menggunakan logika untuk kepercayaan-kepercayaan dasar tersebut. Inilah perbedaan antara manusia dengan binatang, bahwa manusia dapat berpikir, dan kita harus menggunakan kemampuan ini. Jika tidak, kita tidak jauh beda dari binatang. Dalam ratusan tempat dalam ayat Quran, Allah mengajak kita untuk berpikir dan tidak meniru atau mengikuti orang lain karena kita bisa tersesat.

Dalam Quran Allah berfirman,Mereka menjawab,"Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakan."Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk.(QS. Al-Maidah : 104)

Allah juga berfirman,

Sesungguhnya binatang (mahkluk) yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang-orang yang peka dan bisu yang tidak mengerti apa-apa. (QS. Al-Anfal : 22)

Juga,

Dan mereka berkata (dalam neraka,"Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu), niscaya kami tidak termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Al-Mulk : 10)

Demikianlah, Allah mendorong kita untuk berpikir ketimbang mengikuti secara buta. Sekarang, tema melihat Allah juga merupakan salah satu perkara yang anda seharusnya tidak ragu-ragu untuk bertanya kepada para ulama anda mengapa.

Saudara Sunni bertanya: Adakah jenis pengajaran lain dimana umat manusia harus memiliki batasan-batasan yang sama diakhirat? Jawaban-jawaban anda dalam beberapa konteks menyarankan bahwa para penghuni surga berfungsi sebagaimana mereka digunakan di dunia ini.

Kami menjawab: Kami tidak pernah berkata demikian. Kami membenarkan bahwa ada hukum-hukum lanjutan yang mengatur akhirat. Namun pribadi Tuhan akan tetap sama. Hukum-hukum tersebut tidak akan berimpak pada Allah dan sifat-sifat-Nya. Allah berfirman,

.. bagi mereka berita gembira. Sebab itu,sampaikanlah berita kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya! . (QS. Az-Zumar : 17 - 18)



Apakah Allah Mempunyai Jari dan Kaki?
Syi'ah Dua Belas Imam percaya bahwa Allah tidak mempunyai bentuk, tangan fisik, kaki fisik, dan tampilan-tampilan yang bisa dilihat lainnya. Dia tidak berubah bersama dengan waktu, atau tidak menempati tempat fisik manapun. Allah tidak berubah dalam kondisi apapun. Tidak ada bingkai waktu yang mengungkungi-Nya. Dialah yang menciptakan waktu dan tempat-tempat fisik. Ini merupakan landasan-landasan keyakinan yang paling penting dalam mazhab Syi'ah. Bagaimanapun, ada sangat sedikit hadis-hadis shahih (khusunya Bukhari dan Muslim) yang dalamnya diasumsikan bahwa Allah telah memiliki sifat-sifat semacam itu. Karena Syi'ah tahu sesuatu yang keliru dalam hadis, Syi'ah sangat lembut untuk tidak menyatakan mazhab Sunni ini sebagai sesat (atau kafir) sedemikian jauh (lantaran hanya subjek ini, subjek-subjek ini mempunyai tempat tersendiri). Artikel ini relative panjang karena referensi yang kami berikan.

Hanya sejumlah pertanyaan telah menyertai dengan Rujukan-Rujukan ini dan diskusi bagi masa depan.

1) Apakah Allah mempunyai jari jemari? Dalam hadis pertama dan keempat, Nabi Muhammad SAW tersenyum dan membenarkannya (dari sumber-sumber Sunni). Sedangkan dalam hadis kedua dan ketiga, Nabi Muhammad SAW hanya tersenyum, yang dikenal sebagai pembenaran dari Nabi Muhammad SAW terhdap sebuah subjek.

Untuk informasi anda, semua hadis ini dideklarasikan sebagai Israiliyah (yang disusupkan oleh orang Yahudi dalam teologi Islam) dan tertolak karena satu alasan sederhana; semua itu tidak bersesuai logis dengan kitab Allah.10

Diriwayatkan oleh Abdullah:

Seorang Yahudi datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata,"Wahai Muhammad! Allah akan memegang langit pada satu jari dan gunung pada satu jari, dan pohon-pohon pada satu jari, dan semua makhluk pada satu jari, dan Dia akan mengatakan 'Akulah Raja'!" Mendengar hal itu, Nabi Muhammad SAW tersenyum sampai gigi serinya terlihat dan kemudian membacakan, …' dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.' (QS. Az-Zumar : 67)

Abdullah menambahkan : Rasulullah SAW tersenyum (atas pernyataan Yahudi itu) mengungkapkan keheran dan keyakinannya pada apa yang dikatakan.

Diriwayatkan oleh Abdullah:

Seorang lelaki dari Ahlul Kitab datang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Abul Qasim, Allah akan memegang langit dengan satu jari, dan bumi dengan satu jari, dan daratan dengan satu jari, dan semua makhluk dengan satu jari dan akan mengatakan ,'Akulah Raja!Akulah Raja!'" Aku melihat Nabi Muhammad SAW (setelah mendengar itu), tersenyum sampai gigi serinya terlihat. Kemudian beliau membacakan ayat,' Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.' (QS. Az-Zumar : 67)

Diriwayatkan oleh Abdullah:

Seorang Rabbi Yahudi datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Muhammad! Allah akan meletakan langit di atas sati jari dan bumi di atas satu jari, pohon-pohon pada satu jari, dan semua makhluk pada satu jari, dan kemudian berkata seraya menunjuk tangan-Nya,'Akulah Raja!'" Mendengar hal itu Rasulullah SAW tersenyum dan berkata,' Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya.' (QS. Az-Zumar : 67)

Diriwayatkan oleh Abdullah:

Sekelompok pendeta Yahudi datang kepada Nabi dan berkata, "Pada hari kiamat, allah akan menempatkan seluruh langit pada satu jari dan bumi pada satu jari, air dan daratan padea satu jari, dan semua penciptaan pada satu jari dan Dia akan mengguncang mereka dan berkata,'Akulah Raja! Akulah Raja!" aku melihat Nabi Muhammad tersenyum sampai gigi serinya terlihat mengungkapkan ketakjuban dan keyakinannya pada apa yang telah dia katakan. Kemudian nabi Muhammad SAW membacakan ayat,' Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya… Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.' (QS. Az-Zumar : 67)

Sufisme hampir ada dalam setiap agama. Baik dalam agama Yahudi, Kristen, mazhab Sunni, ataupun mazhab Syi'ah. Akan tetapi, Syi'ah Dua Belas Imam tidak sepakat dengan teologi ini. Sekalipun sejumlah orang yang berilmu dari mazhab ini telah menerima teologi ini, ia sepenuhnya ditolak.

2 ) Dalam hadis berikut, Allah mengubah bentuk-Nya untuk mebiarkan orang-orang yang mengimani-Nya melihat-Nya dan menerima-Nya sebgai Tuhan yang sejati. Ada sejumlah pertanyaan yang muncul; a) Bagaimana anda mengetahui Tuhan di dunia ini (persis ketika anda tengah membaca artikel ini)? Anggaplah bahwa anda seorang yang beriman dan anda tentunya akan masuk surga. Pertanyaan kami didasarkan pada hadis ini, anda tahu bentuk Allah di dunia ini.

Anda tidak akan mengetahui Allah ketika anda melihat-Nya pertama kali dan anda akan mengatakan kepada kami bagaimana Tuhanmu?; b) Apakah Tuhan bisa dilihat sebagaimana bisa dilihatnya bulan dan matahari?; c) Apakah Allah mengubah bentuk-Nya agar sesuai dengan definisi anda di hari lain?; d) Mengapa Allah datang dan pergi dan kemudian kembali. Pertanyaan kami adalah mengapa waktu mengantarkan-Nya pada hari lain? (Cukuplah sampai di sini. Lihatlah komentar kami pada hadis kedua).

Shahih al-Bukhari, jilid 9, hal. 390, bagian (A): 9532A;11 diriwayatakan dari Atha bin Yazid Laitsi bahwa berdasarkan otoritas dari Abu Hurairah:

Orang-orang berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah kami melihat Tuhan kami pada hari kebangkitan?" Nabi Muhammad SAW menjawab," Apakah kalian mempunyai kesulitan dalam melihat bulan di malam bulan purnama?" Mereka berkata,"Tidak, wahai Rasulullah."Beliau berkata."Apakah engkau mempunyai kesulitan melihat matahari ketika tidaki ada awan?" Mereka berkata,"Tidak, wahai Rasulullah." Beliau bersabda,"Maka kalian akan melihat-Nya, seperti itu. Allah akan mengumpulkan seluruh manusia pada hari kiamat dan berkata,'Barangsiapa menyembah sesuatu (di dunia) akan mengikuti (sesuatu itu), maka barangsiapa yang menyembah bulan akan mengikuti bulan, dan barangsiapa biasa menyembah tuhan-tuhan (tuhan palsu) tentu lainnya, ia akan mengikuti tuhan-tuhan palsu tersebut.' Dan hanya akan ada tersisa umat ini dengan manusia-manusia baiknya (atau kaum munafiknya)."

"Allah akan datang kepada mereka dan berkata.'Akulah Tuhanmu!' Mereka akan (menolak-Nya dan) berkata,"Kami akan tetap di sini sampai Tuhan kami datang, karena ketika Tuhan kami datang, kami akan mengenali-Nya."Maka Allah akan mendatangi mereka dengan tampilan-Nya yang mereka kenali, dan berkata, 'Akulah Tuhanmu!' Mereka akan berkata,'Engkaulah Tuhan kami.' Maka mereka akan mengikuti-Nya.

"Maka sebuah jembatan akan terletak melintang menuju neraka. Aku dan para pengikutku akan menjadi orang pertama yang melintasinya dan tak seorangpun akan berbicara pada hari itu selain para rasul. Dan doa para rasul pada hari itu adalah,'Wahai Allah, selmatkanlah! Selamatkanlah!' Di neraka (atau di atas jembatan) terdapat tonjolan seperti duri-duri as-Sa'dan (tanaman berduri). Sudahkah kalian melihat as-Sa'dan? (Mereka menjawab, "Sudah wahai Rasulullah!" Rasulullah bersabda). Begitulah, tonjolan-tonjolan seperti itu duri-duri as-Sa'dan. Namun tak seorangpun yang mengetahui betapa besarnya mereka kecuali Allah. Tonjolan-tonjolan itu akan mematahkan manusia sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka. Sejumlah orang akan tinggal di neraka (dihancurkan) karena perbuatan-perbuatan (buruk) mereka sendiri, dan sebagian akan dipotong dan dirobek-robek oleh tonjolan-tonjolan (dan masuk ke dalam neraka) dan sebagian akan dihukum dan dibebaskan. Ketika Allah telah menyelesaikan hukuman-Nya kepada manusia, Dia akan mengelurkan siapapun yang dia kehendaki melalui rahmat-Nya. Dia akan memerintahkan para malaikat untuk mengeluarkan semua orang dari neraka yang selalu beribadah kepada Allah bukan selain-Nya di antara orang-orang yang membenarkan (di dunia) bahwa tak seorangpun berhak disembah selain Allah. Para malaikat akan mengenali mereka di neraka dengan tanda bekas sujud, karena neraka akan melalap habis seluruh tubuh manusia kecuali tanda yang disebabkan oleh sujud karena Allah telah melarang neraka untuk melalap habis tanda bekas sujud. Mereka akan tampak keluar dari neraka, sepenuhnya terbakar, dan kemudian air kehidupan akan dicurahkan kepada mereka dan mereka akan tumbuh sebagai benih tumbuhan yang muncul dalam lumpur yang deras.

"Kemudian Allah akan menyelesaikan hukuman di tengah-tengah manusia dan tinggal satu orang yang menghadap neraka dan ia adalah terakhir di antara penghuni neraka yang masuk surga. Dia akan berkata,'Wahai Tuhanku, palingkan wajahku dari api karena udaranya telah menyakitiku dan panasnya yang sangat telah membakariku!' Maka dia akan memohon kepada Allah sebagaimana Allah kehendaki menginginkan berdoa, dan kemudian Allah akan berkata kepadanya,'Jika aku memberimu itu, akankah engkau meminta sesuatu yang lain?' Dia akan menjawab,'Tidak, demi kekuatan-Mu (kemuliaan-Mu) aku tidak akan meminta sesuatu yang lain kepada-Mu.'Dia akan memberikan kepada Tuhannya apapun janji dan kesepakatan yang Allah akan tawarkan. Maka Allah akan malingkan wajahnya dari api neraka. Ketika ia akan menghadap surga dan akan melihatnya, ia akan tetap diam selama Allah menghendakinya untuk tetap diam, maka ia akan berkata,'Wahai Tuhanku, dekatkanlah aku ke pintu surga.'Allah akan berkata kepadanya,'Tidakkah engkau memberikan janji-janjimu bahwasanya engkau tidak akan pernah meminta sesuatu yang telah lebih dari apa yang telah kau berikan? Celakalah engkau, wahai putra Adam, alangkah liciknya engkau!' Ia akan berkata,'Wahai Tuhanku,' dan akan terus memohon kepada Allah sampai Dia berkata kepadanya, 'Jika Aku memberimu apa yang kau minta, apakah engkau akan meminta sesuatu yang lain?'Dia akan menjawab, 'Tidak, demi kekuatan (kemualiaan)-Mu, aku tidak akan meminta sesuatu yang lain."

"Maka ia akan memberikan janjinya kepada Allah dan kemudian Allah akan mendekatkannya ke pintu surga. Ketika ia berdiri di depan pintu surga, surga akan terbuka lebar di depannya, dan dia akan menyaksikan keagungan dan kesenangan dimana ia akan tetap diam selama Allah akan menghendakinya untuk tetap diam, dan lalu ia akan berkata,'Wahai Tuhanku, izinkanlah aku kedalam surga!' Allah akan berkata,Bukankah engkau berjanji bahwa engkau tidak akan meminta sesuatu yang lain lebih dari apa yang engkau janjikan?'Allah akan berkata,'Celakalah engkau, wahai putra Adam! Betapa liciknya engkau!' Orang itu akan berkata,'Wahai Tuhanku, janganlah engkau jadikan aku sebagai sengsara-sengsaranya makhluk-Mu!' Dan ia akan terus memohon kepada Allah hingga Allah akan tertawa karenya, Dia akan berkata,'Masukilah surga!' Dan ketika ia akan memasukinya, Allah akan berkata kepadanya, 'Harapkanlah sesuatu!' Maka ia akan meminta kepada Tuhannya, dan ia akan meminta banyak hal, karena Allah sendiri akan mengingatkannya untuk meminta hal-hal tertentu dengan ucapan dengan mengatakan, '(Mintalah) wahai fulan!' Ketika tidak ada lagi yang diminta, Allah akan mengatakan, 'Ini untukmu, dan pasangannya (adalah untukmu) juga."'

Atha bin Yazid menambahkan: Abu Sa'id Khudri yang sedang bersama Abu Hurairah tidak menolak apapun yang dikatakan oleh yang ke dua, namun ketika Abu Hurairah mengatakan bahwa Allah telah mengatakan, "Ini untukmu dan pasangannya juga," Abu Sa'id Khudri berkata, "Dan sepuluh kali lipat, wahai Abu Hurairah!" Abu Hurairah berkata, 'Aku tidak ingat, selain dengan mengatakan, 'Itu untukmu dan pasangannya juga."' Abu Sa'id Khudri kemudian berkata, 'Aku bersaksi bahwa aku ingat akan perkataan Nabi, 'Itu untukmu, dan sebanyak sepuluh kali."' Abu Hurairah kemudian menambahkan, "Orang itu adalah orang terakhir penduduk surga yang masuk surga."

Dalam hadis berikut yang sangat mirip dengan hadis yang disebutkan di atas, Allah mempunyai suatu tanda khusus pada kaki (atau betisnya). Sudikah anda mengatakan kepada kami apabila anda telah melihal tanda seperti itu, apakah tanda ini dan bagaimana orang-orang Syi'ah sesat bisa melihal tanda ini sehingga mereka bisa mengenali Tuhan mereka juga? Diriwayatkan oleh Abu Sa'id Khudri:

Kami berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah kami akan melihal Tuhan kami di hari kebangkitan?" Beliau menjawab, "Apakah engkau punya kesulitan dalam melihal matahari dan bulan ketika langit cerah?" Kami menjawab, "Tidak." Beliau menjawab, "Engkau tidak akan memiliki kesulitan dalam melihal Tuhanmu pada hari itu sebagaimana engkau tak punya kesulitan dalam melihal matahari dan bulan (di langit yang cerah)." Nabi Muhammad SAW kemudian berkata, "Seseorang kemudian akan berkata, 'Hendaknya setiap kaum mengikuti apa yang mereka sembah."' Maka para sahabat berduyun-duyun akan bersama rombongan mereka, dan para penyembah berhala (akan pergi) bersama sembahan-sembahan mereka, dan para sahabat setiap Tuhan (tuhan-tuhan palsu) akan pergi bersama tuhan. mereka, sampai hanya tersisa mereka yang biasa menyembah Allah, baik mereka yang taat maupun durhaka, dan sebagian dari Ahlul Kitab.

Kemudian neraka akan dihadirkan kepada mereka seolah-olah ada sebuah bayangan. Kemudian akan dikatakan kepada kaum Yahudi, Apa yang biasa kau sembah?' Mereka berkata, 'Kami biasa menyembah Uzair, putra Allah.' Dikatakan kepada mereka, 'Kalian adalah para pendusta, karena Allah tidak punya seorang istri atau pun anak. Apa yang kalian inginkan (sekarang)?' Mereka akan menjawab, 'Kami ingin Engkau menyediakan kami dengan air.' Maka akan dikatakan kepada mereka, 'Minumlah!' Dan mereka akan dimasukkan ke dalam neraka sebagai gantinya.

Kemudian akan dikatakan kepada kaum Kristen, 'Apa yang biasa kalian sembah?' Mereka akan menjawab, 'Kami biasa menyembah al-Masih, putra Allah.' Dikatakan kepada mereka, 'Kalian adalah para pendusta, karena Allah tidak memiliki seorang istri atau pun anak. Apa yang kalian inginkan (sekarang)?' Mereka akan mengatakan, 'Kami ingin Engkau menyediakan kami air.' Dikatakan kepada mereka, `Minumlah!' Dan mereka akan masuk ke dalam neraka (sebagai gantinya). Ketika hanya tinggal orang-orang yang menyembah Allah (saja), baik mereka yang taat maupun yang durhaka, Apa yang menahan Anda di sini ketika semua orang telah pergi?' Mereka akan berkata, 'Kami berpisah dengan mereka (di dunia) ketika kami sangat membutuhkan mereka ketimbang kami hari ini, kami mendengar seruan dari orang yang menyatakan, 'Biarkanlah setiap kaum mengikuti apa yang biasa mereka sembah,' dan kini kami tengah menantikan Tuhan kami.' Maka Yang Mahakuasa akan datang kepada mereka dalam satu bentuk lain dari apa yang mereka lihal pertama kali, dan Dia akan berkata kepada mereka, Akulah Tuhanmu!' Dan mereka akan mengatakan, 'Engkaulah bukan Tuhan kami.' Dan tak seorang pun yang berbicara kepada-Nya, selain para nabi, dan kemudian akan dikatakan kepada mereka, 'Apakah kalian mengetahui tanda-tanda yang dengannya kalian bisa mengenali-Nya?'

Mereka akan berkata, 'Betis!' Dan kemudian Allah akan menyingkapkan betis-Nya dimana setiap orang yang bersujud kepada-Nya dan akan tersisa dari mereka orang-orang yang bersujud hanya untuk pamer dan untuk mendapatkan nama baik. Orang-orang ini akan mencoba untuk bersujud namun punggung mereka begitu kaku seperti sebatang kayu (dan mereka tidak akan mampu untuk bersujud). Kemudian jembatan akan melintasi neraka. (Kami para sahabat Nabi berkata, 'Wahai Rasulullah! Apakah jembatan itu?') Beliau menjawab, 'Itu adalah (jembatan) licin yang di atasnya ada penjepit dan, (tonjolan ) seperti biji yang berduri yang luas di satu sisi dan sempit di sisi lain dan mempunyai duri-duri dengan ujung-ujung bengkok. Biji berduri seperti itu ditemukan di Najd dan disebut as-Sa'dan. Sebagian orang beriman akan melintasi jembatan itu secepat kedipan mata, sebagian lain secepat kilat, angin yang kuat, kuda-kuda atau unta-unta betina yang kencang. Juga sebagian akan selamat tanpa gangguan apapun. Sebagian akan selamat setelah menerima sejumlah goresan, dan sebagian akan jatuh masuk ke dalam api neraka. Orang terakhir akan menyeberang dengan diseret (di atas jembatan). Kalian (Muslim) tidak bisa lebih menekan dalam mengklaim dariku suatu hak yang secara jelas telah dibuktikan sebagai milikmu ketimbang orang-orang beriman dalam memberikan syafaat Yang Maha Kuasa bagi saudara-saudara (Muslim) mereka pada hari itu, ketika mereka melihal diri mereka sendiri selamat.

Mereka akan mengatakan, 'Ya Allah, (selamatkanlah) saudara-saudara kami (karena mereka) biasa berdoa dengan kami, berpuasa dengan kami, dan berbuat kami dengan kami!' Allah akan berfirman,'Pergi dan keluarkanlah (dari neraka) siapa saja yang halinya engkau temukan keimanan yang setara bobotnya dengan satu koin (emas) dinar!' Allah akan melarang neraka membakar wajah-wajah para pendosa tersebut. Mereka akan pergi bersama para pendosa dan menemukan sebagian dari mereka di neraka sampai kaki mereka, dan sebagian dari mereka hingga ke pertengahan kaki-kaki mereka. Mereka akan mengeluarkan orang-orang yang mereka akan kenali dan kemudian mereka akan kembali, dan Allah akan berkata kepada mereka, 'Pergilah dan keluarkanlah (dari neraka) siapa saja yang di halinya engkau temukan keimanan yang bobotnya satu setengah dinar!' Mereka akan mengeluarkan orang-orang yang mereka kenali dan kembali lagi. Kemudian Allah akan berkata,'Pergi dan keluarkanlah (dari neraka) siapa saja yang di halinya engkau temukan keimanan yang setara dengan atom (atau seekor semut terkecil)! Dan mereka pun akan mengeluarkan orang-orang yang mereka kenali.' Abu Sa'id berkata, 'Jika engkau tidak mempercayaiku, maka bacalah ayat suci,

Sesungguhnya Allah tiada melakukan kezaliman walaupun sebesar atom dan jika ada perbuatan baik maka Dia melipatgandakannya dan memberikan pahala menurut yang dikehendakinya
(QS. an=Nisa : 40)!"

(Nabi Muhammad SAW menambahkan), "Maka para nabi dan malaikat dan orang-orang beriman akan memberi syafaat, dan (terakhir dari semuanya) Allah Yang Maha kuasa akan berkata,'Kini tinggal syafaat-Ku.' Kemudian Dia akan menahan segenggam api yang darinya Dia akan mengeluarkan sejumlah orang yang tubuh-tubuhnya telah terbakar, dan mereka akan dilemparkan ke dalam sungai di pintu masuk surga, yang bernama air kehidupan.

Mereka akan tumbuh pada tepi-tepinya, seperti sebulir benih yang dibawa oleh arus deras. Kalian telah melihal bagaimana ia tumbuh di samping batu karang atau di samping pohon, dan bagaimana sisi yang menghadap matahari biasanya berwarna hijau, sementara sisi yang menghadap bayangan berwarna putih. Orang-orang tersebut akan keluar (dari Sungai Kehidupan) seperti mutiara-mutiara, dan mereka akan menjadi kalung emas. Kemudian mereka akan memasuki surga sementara penghuni surga akan berkata, 'Inilah orang-orang yang dibebaskan dengan rahmat. Dia telah membiarkan mereka memasuki surga tanpa mereka melakukan perbuatan baik apapun dan tanpa mengirimkan kebaikan apapun (bagi diri mereka sendiri).' Maka akan dikatakan kepada mereka, 'Untuk kalian adalah apa yang telah kalian lihal dan sejenisnya juga."'

Hadis-hadis berikut juga diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, 9529, bahwa diriwayatkan oleh Jarir:

Kami tengah duduk-duduk bersama Nabi dan beliau memandang bulan di malam bulan pumama dan berkata, "Kalian, manusia, akan melihal Tuhan kalian sebagaimana kalian melihal bulan purnama ini, dan niscaya kalian tidak menemukan kesulitan dalam melihal-Nya, maka jika kalian bisa menghindari ketinggalan (melalui tidur atau bisnis dan seterusnya) shalat sebelum fajar dan shalat sebelum (Ashr) kalian harus berbuat demikian!"'12

Dalam Shahih al-Bukhari, hadis 9530, diriwayatkan dari Jarir bin Abdillah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Kalian akan melihal Tuhanmu secara pasti dengan matamu sendiri!"

Dalam Shahih al-Bukhari, hadis 9531, diriwayatkan dari Jarir: Rasulullah SAW hadir di depan kami di malam bulan purnama dan berkata, "Kalian akan melihal Tuhanmu pada hari kiamat sebagaimana engkau melihal ini (bulan purnama) dan niscaya kalian tidak punya kesulitan dalam melihal-Nya!"'13



42
ANTOLOGI ISLAM

Dimanakah Tuhan? Dimanakah Manusia?
Jika anda ingat, kita menemukan bahwa Allah mempunyai sejumlah jari, dua betis, yakni betis kiri dan betis kanan, dan tanda khusus pada salah satu kaki-Nya yang hanya diketahui oleh saudara Sunni dan mereka akan mengetahui Allah di hari kiamat menggunakan tanda khusus ini pada betis Allah.

Ketika menyelidiki penciptaan Hawa (wanita) dan Adam (lelaki), kami akhirnya menemukan hal-hal yang lebih tentang Allah Yang Maha Kuasa. Dia lebih kecil daripada salah satu bangunan di kota New York atau malah sebatang pohon. Tinggi-Nya hanya sekitar tiga puluh meter. Menggabungkan tanda-tanda ini dari Yang Maha Kuasa, kami harap lebih dekat lagi dengan Allah Yang Maha Tinggi.

Kami juga mendorong para ilmuwan Islam dan non-Islam untuk meneliti manusia pertama di muka bumi, yakni Adam. Tinggi Adam adalah tiga puluh meter.

Demikian juga, apabila para ilmuwan secara cermat memeriksa tulang-belulang yang tersisa sepanjang sejarah, mereka harus mampu menemukan suatu pola linier bagi tinggi manusia hingga ke ayah mereka. Pasalnya, umat manusia menurun tinggi tubuhnya dari 30 meter hingga 1,7 meter dewasa ini. Kami jamin para ilmuwan bahwa hasil-hasil lain adalah salah, dan mereka harus lebih menyelidiki tentang ini sebelum menyelesaikan penelitian mereka. Umpamanya, apabila mereka menemukan manusia es hampir setinggi manusia sekarang, pasti mereka salah. Semakin tua, semakin tinggi tulang-belulangnya. Semoga Allah membimbing para ilmuwan kita ke jalan yang benar.

Sesungguhnya, kami heran mengapa mereka tidak melakukan riset apapun. Mereka harus menaati hadis-hadis ini dan menurunkan hukum-hukum ilmiah mereka segera. Sekalipun sebuah hadis tidak sama dengan sebuah ayat Quran, apakah kita tidak membayangkan untuk mendengarkan hadis-hadis dan menaati mereka?

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 8246, diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:

Allah menciptakan Adam dalam citra-Nya, enam puluh cubit (ukuran panjang zaman dulu, kira-kira 30 cm - penerj.) Ketika Dia menciptakannya, Dia berkata (kepadanya),'Pergilah dan salamilah barisan malaikat yang duduk di sana, dan dengarkanlah apa yang mereka akan katakan sebagai jawaban kepadamu, karena itu merupakan salammu dan salam keturunanmu!" Adam (pergi dan berkata) berkata, 'Assalamu 'alaikum (kesejahteraan atas kalian)!' Mereka menjawab, 'Assaldmu 'alaika wa rahmatullahi (kesejahteraan dan rahmat Allah atasmu)!' Begitu mereka tambahkan, 'Wa rahmatullah.' Nabi Muhammad SAW mengimbuhkan, 'Maka barangsiapa yang akan masuk surga, termasuk dari bentuk dan gambaran Adam karena kemudian penciptaan keturunan Adam (yakni postur tinggi manusia berkurang secara tunak /terus menerus) hingga sekarang ini."'

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4543, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:

Allah menciptakan Adam, dengan tinggi tubuhnya sekitar 60 cubit. Ketika Dia menciptakannya, Dia berfirman kepada Adam, 'Pergilah dan salamilah barisan malaikat dan simaklah jawaban mereka, karena ia merupakan salammu dan salam (dari keturunanmu)!' Maka, Adam berkata (kepada para malaikat), 'Assalamu 'alaikum.'Para malaikat menjawab, 'Assalamu 'alaika wa rahmatullahi.' Jadi para malaikat menambahkan ucapan salam Adam dengan ungkapan, 'Wa rahmatullahi: Setiap orang yang akan masuk surga akan menyerupai Adam (dalam penampilan dan postur). Manusia telah mengalami penurunan tinggi badan sejak penciptaan Adam.



Allah Tidak Menyerupai Makhluk-makhluk-Nya
Kemudian anda berkata berdasar riwayat dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, "Allah menciptakan Adam menurut gambar-Nya, enam puluh cubit (sekitar 30 meter). Ketika Dia menciptakannya, Dia berkata (kepadanya).."

Artikel 'Nya' di sini maksudnya Adam, yang berarti bahwa Allah menciptakan Adam menurut gambar-Nya, yakni Adam bukanlah seorang anak kecil yang kemudian tumbuh menjadi dewasa seperti manusia lain. Ini artinya juga menolak teori Darwinisme: Adam diciptakan menurut gambarnya sendiri (60 cubit...) dan tidak bersumber dari makhluk binatang lainnya.

Dalam hadis, kata yang digunakan sebagai 'gambarnya' adalah 'ala shuratihi.

Kita mafhum bahwa Allah mengetahui rencana-Nya untuk seluruh alam sejak awal dimana umat manusia tidak menyadari rencana tersebut. Rencana tersebut adalah rencana, ia bukan gambaran sesuatu. Saat anda mengatakan bahwa anda memiliki sebuah gambar, itu artinya anda benar-benar ada. Dengan demikian, anda ada, anda punya sebuah gambar. Jadi, gambar merupakan sifat dari sesuatu atau manusia yang ada. Itulah sebabnya selembar foto disebut sebuah 'gambar'. Apabila anda melihat gambar seekor hewan, anda akan mengatakan bahwa hewan tersebut benar-benar ada (sekarang) atau ia benar-benar ada (dulunya). Ketika Allah hendak menciptakan Adam, (sebelumnya) tidak ada Adam. Tidak ada gambar Adam, karena (sebelumnya) tidak ada Adam. Akibat dari penalaran ini, 'Nya' dalam 'gambar-Nya' merujuk pada Allah, dan bukan merujuk pada Adam.

Sebaliknya, sebuah rencana yang tidak diterapkan bagaimanapun tetap sebuah rencana dan tidak pernah dirujuk sebagai gambar. Hadis yang telah dibicarakan sebagai berikut; "Dan Allah menciptakan Adam berdasarkan rencana-Nya," atau "Dan Allah menciptakan dengan ilmuNya," atau "Dan Allah menciptakan Adam dengan kekuasaan-Nya."

Anda tidak pernah bisa menemukan satu hadis pun (sekalipun hadis sampah) yang berbunyi, "Dan Allah menciptakan bumi menurut gambarnya.", atau "Dan Allah menciptakan seekor sapi menurut gambarnya."

Tidak ada satu ayat pun dalam apa yang disebut Injil atau buku hadis dimana Allah telah menciptakan seekor keledai menurut gambamya. Bagaimanapun ada sejumlah hadis di awal Perjanjian Lama seperti "Dan Tuhan menciptakan Adam menurut gambarannya."

Alasannya sederhana, ketika kita membincangkan rencana, ia adalah rencana dan bukan suatu gambar. Anda ragu, tanyalah lima milyar manusia normal dan mereka akan mengatakan kepada anda apa yang mereka pahami dari pernyataan ini!



Cara Allah Memenuhi Neraka
Sebagaimana telah anda ketahui sejak sekarang, Allah mempunyai sosok seperti manusia dengan tinggi 30 meter, dua betis dengan suatu tanda khusus pada salah satu betisnya. Betis ini sangatlah berguna. Suatu waktu ia bisa membungkam neraka. Kami pun penasaran ingin mengetahui berapa banyak anda akan menggunakan kaki anda untuk memadamkan api.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6372, diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:

Dikatakan kepada neraka, "Apakah engkau sudah penuh?" Neraka akan mengatakan, "Apakah ada tambahan?" Pada saat itu Allah akan meletakkan kaki-Nya ke dalam neraka, dan neraka akan berkata, "Cukup, cukup!"

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6373, diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:

Surga dan neraka saling berdebat. Neraka berkata, "Aku telah diberi hak istimewa untuk menerima orang-orang yang sombong dan para penguasa." Surga berkata, "Apa yang terjadi padaku? Mengapa hanya orang yang lemah dan rendah di antara manusia yang memasukiku?" Pada saat itu Allah berkata kepada surga, "Engkaulah rahmat-Ku yang Aku limpahkan pada siapapun yang Aku kehendaki dari hamba-hamba-Ku." Kemudian Allah berkata kepada neraka,
"Engkaulah (sarana) azab-Ku yang dengannya Aku menyiksa siapapun yang Aku kehendaki dari hamba-hambaKu. Dan masing-masing kalian akan terisi penuh." Adapun neraka ia tidak terisi penuh sampai Allah meletakkan kaki-Nya dalamnya dan kemudian neraka akan berkata, "Qath, qath! (cukup, cukup)." Pada saat itu, neraka akan terisi penuh dan bagian-bagiannya yang berbeda akan saling mendekati, dan Allah tidak akan menyalahkan salah satu makhluk-Nya. Berkaitan dengan surga, Allah menciptakan penciptaan baru untuk mengisi surga.

Demikian pula, neraka ini tidak bisa menahan lingkungan panasnya pada dirinya sendiri. Kami sungguh tidak memahami bagaimana lingkungan semacam itu bisa menciptakan udara dingin juga.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4482, diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW berkata:

Neraka mengeluhkan kepada Tuhannya dengan mengatakan, "Wahai Tuhanku! bagian-bagianku yang berbeda saling memakan." Maka, Dia membiarkannya untuk menarik napas dua kali, satu di musim dingin, dan satu lagi di musim panas, dan ini merupakan alasan bagi panas yang menyengat dan dingin yang menggigit yang anda temukan (di musim-musim tersebut).' 14



Abu Hurairah atau Paul?
Barangkali anda telah mendengar nama Paulus. Ada seorang Paulus sebagai murid Yesus (Isa). Namun Paulus yang sohor ini bukanlah yang dimaksud. Dialah orang yang (sebagian mengatakan) tidak melihat Yesus sendiri kecuali dalam mimpinya. Dia menentang agama Kristen pada saat-saat tersebut, dan setelah turunnya wahyu dalam sebuah mimpi, ia menjadi seorang Kristen, dan ia menjadi bapaknya orang-orang Kristen sekarang ini. Tak seorang pun menanyakan kepadanya pada saat tersebut; Dimanakah anda putraku ketika Yesus berada di atas salib? Mengapa anda mengklaim bahwa anda bisa mengembangkan, menjelaskan, dan membela sekarang ini yang anda perjuangkan selama beberapa tahun?

Maksud kami adalah: Dia menjadi pilar agama Kristen dan sumber wahyu. Segala sesuatu, kemudian, muncul melaluinya. Beberapa peraturan dan teologi Kristen, semuanya muncul melalui ujaran-ujaran kalimatnya yang tidak termasuk pada agama asli di permulaan. Berapa banyak kalimat, anda pikir, yang menyebabkan orang-orang Kristen menyimpang dari akar-akar sejati mereka?

Ada seseorang yang bernama Abu Hurairah yang sejarahnya akan kami bawakan beberapa saat lagi. Orang ini menceritakan dirinya sendiri seperti ini:
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 1113, diriwayatkan oleh Abu Hurairah; "Tidak ada seorang pun di antara para sahabat Nabi yang telah meriwayatkan lebih banyak hadis ketimbang aku kecuali Abdullah bin Amri (Ibnu Ash) yang biasa menuliskan hadis-hadis dan aku tidak pernah melakukan hal yang sama."

Dari keseluruhan Shahih al-Bukhari yang jumlahnya sembilan jilid memuat sekitar 7068 hadis. Dari hadis-hadis ini, sekitar 1100 hadis diriwayatkan dari orang ini. Dalam madah lain, 15.56% dari seluruh hadis dalam Shahih al-Bukhari (sekitar 1/6). (Kami akan memberikan kepada anda sejumlah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dalam Shahih Muslim).

Sebagaimana yang kami tunjukkan, Abu Hurairah sendiri menentang ilmu. Hadis berikut merupakan hadis lain dimana ia secara jelas meriwayatkan sebuah hadis yang tidak senafas dengan apa yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Ummu Salamah. Jika kita menerima bahwa Aisyah dan Ummu Salamah berada dalam rumah Nabi lebih daripada istri-istri lainnya, dengan mudah kita bisa menyaksikan masalah di sini. Hadis ini diterjemahkan oleh penerjemah hanya sampai akhir dari paragraf pertama. Kemudian ia berhenti menerjemahkan. Akan tetapi teks Arabnya masih ada. Sisanya merupakan terjemahan kami sendiri. Apabila anda tidak percaya, kami sarankan anda untuk merujuk teks Arabnya. Sebagai tambahan, kami akan menyampaikan kepada anda sumber-sumber lain untuk penjelasan dan terjemahan yang kami buat.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 3148, diriwayatkan Aisyah dan Ummu Salamah:

Kadang-kadang Rasulullah SAW biasa bangun pagi hari masih dalam keadaan janabah setelah melakukan hubungan seksual dengan istriistrinya. Baru kemudian ia mandi dan berpuasa. Marwan berkata kepada Abdurrahman bin Harits, "Bersumpahlah kepada Allah bahwa dengan (mendengar) ini, Abu Hurairah akan berteriak!" Pada saat itu, Marwan berada di Madinah dan Abu Bakar berkata tidak menyukai hal ini. Kemudian kami berkumpul di Dzi Hulaifah dimana Abu Hurairah memiliki sepetak tanah. Abdurrahman berkata kepada Abu Hurairah, "Aku sedang mengatakan kepadamu hal ini, dan jika Marwan tidak menyuruhku (dengan bersumpah) untuk hal ini, niscaya aku tidak akan menyebutkan hal ini kepadamu." Kemudian ia mulai meriwayatkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Ummu salamah. Ia (Abu Hurairah) berkata, "Fadhl bin Abbas meriwayatkan kepadaku demikian dan ia lebih berilmu." Hammam dan Abdullah bin Umar meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan untuk berbuka puasa, (secara jelas) rantai pertama (dari Aisyah dan Ummu Salamah) lebih terpercaya.'15

Sekali lagi saudara Sunni menyampaikan miskonsepsinya. Dia berargumen bahwa Abu Hurairah tinggal sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW selama beberapa tahun, ia tidak pergi ke pasar (sebagaimana para sahabat lain).

Kami menjawab: Apakah anda tahu berapa lama Abu Hurairah tinggal bersama Nabi Muhammad SAW? Jawabannya didapatkan dalam referensi-referensi Sunni berikut: AI-Milal wa an-Nihal oleh Ibnu Jawziah, dan Sirahi ibn Hisyam. Dikatakan dalamnya, Abu Hurairah menjadi seorang Muslim hanya dua tahun sebelum Nabi Muhammad SAW wafat. Oleh karenanya, bagaimana bisa ia melaporkan sekitar 2000 hadis dalam Shahih al-Bukhari, sementara hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, atau Fathimah Zahra jumlahnya sangat sedikit? Bagaimana anda menerangkan hal ini? Kami tertarik pada jawaban objektif dan ilmiah anda yang didukung oleh sejumlah Rujukan.'16

Di antara semua sahabat dan orang-orang yang mengunjungi Nabi, hanya sedikit hadis yang diriwayatkan di antara sebagian besar hadis-hadis dalam Shihah. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Sementara hadis-hadis lain menyebutkan bahwa setidaknya 1400 orang menyertai Nabi di Hudaibiyah. Madinah sendiri mempunyai lebih dari 3000 penduduk. Dalam peristiwa Penaklukan Mekkah (fath al-mubin), lebih dari 10.000 orang ikut mendukung. Dalam haji terakhir Nabi, lebih dari jumlah yang sama ada bersama Nabi. Dari semua orang ini, hanya sedikit orang yang telah disebutkan dalam Shihah. Sebagian dari orang ini, seperti Abu Hurairah -baru masuk Islam hanya dua sampai tiga tahun sebelum wafatnya Nabi. Contoh lain, misalnya, Ummul Mukminin Aisyah. Dia meriwayatkan banyak hadis juga. Mari kita lihat berapa umurnya saat itu.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5236, diriwayatkan oleh ayahnya Hisyam bahwa Khadijah meninggal tiga tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Beliau tinggal di sana selama lebih kurang dua tahun dan kemudian ia menikahi Aisyah sewaktu ia berusia 6 tahun dan beliau menjalankan pernikahan tersebut ketika Aisyah berusia sembilan tahun.

Sebagian perhitungan sederhana menyatakan bahwa: Pertama, Nabi berhubungan dengan Aisyah satu tahun sebelum hijrah ke Madinah. Pada saat itu, Aisyah berumur enam tahun. (Hadis lain diriwayatkan oleh Aisyah sendiri bahwa ia masih bermain-main dengan boneka pada usia-usia tersebut); Kedua, Nabi menikahinya pada tahun kedua hijrah, ketika Aisyah berusia sembilan tahun; Ketiga, anggaplah bahwa Nabi tinggal hanya sepuluh tahun setelah hijrah, berarti Aisyah hanya hidup selama delapan tahun bersama Nabi dalam usia dewasanya. Satu hal lagi yang harus dicatat bahwa sebagaimana kami akan memberikan referensi-referensi yang tepat, seorang perempuan mudah melupakan perkataan, atau kata-kata mereka sendiri. Ini hal yang alamiah pada diri perempuan. Di samping itu, Aisyah tidak mempunyai suatu watak kemanusiaan yang unggul. Adalah lumrah menduga bahwa ia mungkin telah mengalpakan sejumlah hadis dalam bentuk hakikinya.

Sekarang mari kita lihat beberapa di antaranya. Kami akan memberi anda sejumlah statistik berkenaan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang berbeda. Kami tidak mendakwa bilangan-bilangan ini akurat, karena kami tidak menghitung mereka dengan jari.

Satu-satunya orang yang hadis-hadisnya dihitung oleh kami dan secara pribadi adalah Ali bin Abi Thalib dan putra-putranya. Sebagian hadis yang ditulis secara berulang-ulang oleh Bukhari juga dipertimbangkan dalam bilangan-bilangan berikut. Sebagai hasilnya, anda harus mengurangi 100 dari semua sejenak.
Jumlah hadis dalam 9 jilid kitab Bukhari sebanyak 7068 buah, dimana dari riwayat Aisyah sebanyak 1250 (17,68%), Abu Hurairah sebanyak 1100 (15,56%), Abdullah bin Umar sebanyak 1100 (15,56%), Anas bin Malik sebanyak 900 (12,73%), Abdullah bin Abbas sebanyak 700 (9,9%), Jabir bin Abdillah sebanyak 275 (3,89%), Abu Musa Asy'ari =165 (2,33%), Abu Said Khudri sebanyak 130 (1,84%), Ali bin Abi Thalib sebanyak 79 (1,11%), Umar bin Khathab sebanyak 50 (0,71%), Ummu Salamah sebanyak 48 (0,68%), Abdullah bin Mas'ud sebanyak 45 (0,64%), Muawiyah bin Abu Sufyan sebanyak 10 (0,14%), Hasan bin Ali sebanyak 8 (0,11%), Ali bin Husain sebanyak 6 (0,08%), Husain bin Ali sebanyak 2 (0.03%)

Sebagaimana yang bisa anda lihat, hanya sedikit hadis yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan, apalagi, dari putranya-putranya. Kami belum memberikan data lain dari para perawi lainnya. Penulis kitab ini, Bukhari hidup sezaman dengan Imam Muhammad Baqir bin Ali bin Husain, dan Imam Ja'far bin Muhammad. Dia tidak meriwayatkan satu hadis pun dari mereka berdua. Padahal, Imam Ja' far dan Imam Baqir tengah meriwayatkan hadis dari ayah-ayah mereka hingga Ali bin Abi Thalib, dan akhirnya dari Nabi sendiri. Dalam madah lain, Bukhari tidak mengkaui putra-putra Ali bin Abi Thalib ini yang pantas untuk meriwayatkan hadis, dan ia beranggapan bahwa mereka adalah para pendusta.

Apabila anda melihal sumber-sumber hadis Syi'ah, anda akan temukan bahwa orang-orang ini tidaklah diam. Mereka meriwayatkan banyak hadis dari datuk-datuk mereka hingga Ali bin Abi Thalib, dan akhirnya dari Nabi. Apakah itu tidak menarik?

Hadis berikut tidaklah asing sejauh kandungannya diperhatikan. Di awal, Abu Hurairah meriwayatkan hadis dari Nabi. Ketika orang-orang bertanya kepadanya apakah ia mendengar hadis ini dari Nabi ataukah tidak, ia menjawab bahwa ia tidak mendengar dan ia meriwayatkan dari dirinya sendiri.

Pertama, apa yang kami inginkan anda agar melakukan hal itu untuk kami adalah anda menggunakan papan tulis anda dan secara jelas memisahkan hadis pertama dalam dua bagian; bagian pertama adalah yang diucapkan oleh Nabi, dan bagian kedua yang dibicarakan hanya oleh Abu Hurairah.

Ke dua, kami ingin anda mengatakan kepada kami secara jelas mengapa orang-orang bertanya kepadanya mengenai apakah kata-kata tersebut dilontarkan oleh Nabi? Sejauh pengetahuan kami, orang-orang mengajikan pertanyaan ini hanya jika kandungan hadis tersebut benar-benar ganjil bagi mereka, seperti hadis-hadis yang membicarakan masa depan dan sejumlah peristiwa yang tidak dapat dipercayai oleh mereka dan terjadi pada masa-masa tersebut. Apakah yang ganjil dalam hadis ini dan mengapa orang-orang bertanya kepada Abu Hurairah tentang apakah yang ia katakan itu berasal dari Nabi ataukah tidak.

Ke tiga, kami ingin anda mengatakan kepada kami dengan jelas apakah yang akan terjadi apabila orang-orang tidak bertanya kepada Abu Hurairah apakah setiap bagian dari hadis itu benar-benar dikatakan oleh Nabi ataukah tidak.

Ke empat, jika orang-orang tidak bertanya kepada Abu Hurairah, apakah hadis itu dikatakan oleh Nabi ataukah tidak, tampaknya orang-orang akan menganggap seluruh hadis itu sebagai kata-kata Nabi. Nyatanya, di samping itu, bahwa Abu Hurairah mengatakan sesuatu tentang dirinya sendiri dan menyisipkan kata-kata tambahan ke dalam sebuah hadis yang diriwayatkan (barangkali) oleh Nabi. Kami ingin anda secara jelas mengatakan kepada kami mengapa anda mempercayai seseorang yang telah menambahkan sejumlah kata dari dirinya sendiri ke dalam kata-kata Nabi:

Ke lima, sudikah anda menukilkan semua hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang diterima oleh Bukhari dan Muslim dan secara jelas menggambarkan sebuah garis antara bagian-bagian yang dibicarakan oleh Nabi dan kata-kata yang diucapkan oleh Abu Hurairah?

Sesungguhnya kami tidak mengerti bagaimana seorang manusia membiarkan dirinya sesuatu yang belum mendengar dari hTabi dan menisbatkannya pada
Nabi kata-kata tanpa peringatan sekalipun sebelumnya. Atau, mengapa ia mengatakan sesuatu dari dirinya sendiri sebelum secara jelas menyatakan di permulaan tentang kata-katanya sendiri bahwa ini (kata-kata tambahan tersebut) adalah kata-katanya sendiri dan bukan kata-kata Nabi?

Contoh kedua secara gamblang menunjukkan bahwa Abu Hurairah telah menambahkan sesuatu pada perkataan Nabi. Bagaimana halnya atas kasus-kasus dimana tak seorang pun telah meriwayatkan sesuatu yang diberikan oleh Abu Hurairah?

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7268, diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

Nabi bersabda, "Sebaik-baiknya sedekah adalah sedekah yang diberikan ketika seseorang sedang kaya, dan tangan yang terulur lebih baik dari tangan yang menerima dan anda harus memulai pertama-tama mendukung para pembelamu." Kemudian Abu Hurairah melanjutkan, 'Seorang istri berkata, 'Anda seharusnya menyediakanku makanan atau menceraikan aku." Seorang budak berkata, "Berilah saya makanan dan nikmatilah pelayananku!" Seorang anak berkata, "Berilah aku makanan! Kepada siapakah engkau meninggalkanku?" Orang-orang berkata, "Wahai Abu Hurairah, apakah engkau mendengar itu dari Rasulullah?" Dia berkata, "Tidak, itu dari diriku sendiri."'

Kami ingin anda mengetahui mengapa Abu Hurairah sering menambah-nambah di beberapa tempat lainnya juga?
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7492, dari Anas bin Malik yang berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Jangan minum di ad-Dubba' atau di al-Muzhaffaf!" Abu Hurairah biasa menambahkan kepada keduanya al-Hantam dan Naqir."



Asal-usul Abu Hurairah
Saudara-saudara Sunni biasanya menukil sejumlah ayat Quran guna memperlihatkan bahwa para sahabat yang turut andil dalam perjanjian Hudaibiyah telah mempunyai standar (kebaikan) tinggi dan dipandang sangat terhormat. Baiklah, kami tidak ingin mendiskusikan kebenaran interpretasi dan pemahaman di sini.
Apakah anda mengetahui bahwa Abu Hurairah bukanlah seorang Muslim pada saat-saat tersebut dan tentu saja tidak menyaksikan perjanjian Hudaibiyah?

Benar, Abu Hurairah tidak pernah menyaksikan perjanjian Hudaibiyah.

Abu Hurairah adalah seorang Yahudi, menjadi Muslim pada hari Khaibar yang terjadi satu tahun setelah perjanjian Hudaibiyah dan hanya tiga tahun hidup bersama Nabi.

Abu Hurairah menjadi Muslim pada hari Khaibar. Ini dibenarkan oleh Jabir bin Abdillah (hadis kedua). Abu Hurairah datang kepada Nabi selama perang Khaibar.

Kami tak perlu menekankan noktah ini bahwa perang Khaibar terjadi antara kaum Muslim dan Yahudi. Abu Hurairah adalah seorang Yahudi sebelum ia menjadi Muslim.

Abu Hurairah bersama Nabi hanya tiga tahun. Dia sendiri membenarkan dalam hadis pertama, "Saya menikmati persahabatan dengan Rasulullah selama tiga tahun."

Barangkali, anda mengetahui lebih baik bagaimana yang lainnya menyalaminya'ketika ia menjadi Muslim pada hari itu.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 4789, diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

Saya menikmati persahabatan dengan Rasulullah selama tiga tahun, dan selama tahun-tahun kehidupan lain dari kehidupan saya, tidak pernah saya sedemikian antusias untuk memahami hadis-hadis (Nabi) sebagaimana yang saya alami selama tiga tahun tersebut. Saya mendengarnya berkata, mengisyaratkan dengan tangannya dalam hal ini, "Sebelum kiamat anda akan berperang dengan orang-orang yang mempunyai sepatu berambut dan tinggal di Bariz." (Sufyan, periwayat lain suatu ketika berkata, 'Dan mereka adalah penduduk Bazir.')

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5458, diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:

Bahwa ia berperang dalam sebuah ghazwah (ekspedisi perang bersama Nabi) menuju Najd bersama Rasulullah SAW dan ketika Rasulullah kembali, ia pun pulang bersama beliau. Saat tidur siang menimpa mereka ketika mereka berada dalam sebuah lembah yang penuh dengan pohon berduri. Rasulullah SAW turun dan orang menyebar di antara pohon-pohon berduri, mencari naungan di bawah pohon.

Rasulullah SAW berhenti di bawah sebuah pohon Samura dan mengayunkan pedangnya pada pohon tersebut. Kami tidur untuk beberapa saat ketika Rasulullah SAW tiba-tiba memanggil kami dan kami pun segera mendatanginya. Sesampainya kami di hadapan beliau, kami menemukan seorang Badui duduk bersamanya. Rasulullah SAW berkata, "Orang Badui ini mengeluarkan pedangku ketika aku tertidur. Saat aku bangun, pedang yang terhunus ada dalam genggamannya dan ia berkata kepadaku, 'Siapa yang bisa menyelamatkanmu dariku?' Aku jawab, 'Allah!' Kini di sini ia duduk." Rasulullah SAW tidak menghukumnya (karena itu).

Melalui para perawi lain, Jabir berkata:

Kami bersama Nabi (selama perang) Dzat ar-Riqa', dan kami menemukan sebatang pohon yang teduh dan kami meninggalkannya untuk Nabi (untuk beristirahat di bawah teduhnya). Seorang lelaki musyrik datang ketika pedang Nabi tergantung di atas pohon. Dia mengeluarkan pedang itu dari sarungnya secara diam-diam dan berkata (kepada Nabi), "Takutkah engkau kepadaku?" Nabi Muhammad SAW berkata, "Tidak." Dia berkata, "Siapa yang biasa menyelamatkanmu dariku?" Nabi Muhammad SAW menjawab, "Allah." Para sahabat Nabi Muhammad SAW mengancamnya, kemudian lantunan iqamah dikumandangkan dan Nabi Muhammad SAW pun mendirikan dua rakaat shalat khawf dengan salah satu dari dua shaf, dan shaf itu meluber dan ia mendirikan shalat dua rakaat dengan shaf lain. Maka Nabi Muhammad SAW mendirikan shalat empat rakaat namun orang-orang hanya melakukan dua rakaat.

Abu Basyir menambahkan, "Orang itu adalah Ghaurats bin Harits dan perang itu dijalankan untuk menghadapi Muharib Khasafah." Jabir menambahkan, "Kami bersama Nabi di Nakhl dan ia melakukan shalat khawf." Abu Hurairah berkata, "Saya mendirikan shalat khawf bersama Nabi selama ghazwah (yakni perang) Najd." Abu Hurairah datang kepada Nabi selama hari Khaibar.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 5544 diriwayatkan oleh Anbasa bin Sa'id:

Abu Hurairah datang kepada Nabi dan meminta kepadanya bagian dari perang Khaibar. Pada saat itu, salah seorang putra Said bin As berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, jangan memberinya!" Abu Hurairah kemudian berkata (kepada Nabi), "Inilah pembunuh Ibnu Qauqal!" Putra Said berkata, "Alangkah anehnya! Seekor kelinci (guinea pig, yakni sejenis kelinci yang mempunyai kepala yang besar, telinga yang bundar kecil, tubuh yang gemuk dan bulu kaku yang pendek atau panjang, digunakan untuk penelitian biologi penerjemah datang dari Qadum ad-Dan!"

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

Rasulullah mengutusAban dari Madinah ke Najd sebagai pemimpin Suriah. Aban dan para sahabatnya datang kepada Nabi di Khaibar setelah Nabi menaklukannya dan tali kekang kuda-kuda mereka terbuat dari batang pohon kurma. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, jangan memberi mereka bagian dari pampasan perang (ghanimah)!" Pada saat itu Aban berkata kepadaku,'Aneh, engkau menyarankan sesuatu meskipun engkau adalah apa yang engkau pikirkan, wahai kelinci, turunlah dari puncak adh-Dhal (pohon bunga teratai)!" Pada saat itu Nabi Muhammad SAW berkata, "Wahai Aban, duduklah!" dan beliau tidak memberi mereka bagian apapun.

Dalam Shallih al-Bukhari hadis 5545,diriwayatkan oleh Said:

Aban bin Said datang kepada Nabi dan menyalaminya. Abu Hurairah berkata, "Wahai Rasulullah, orang ini (Aban) adalah pembunuh Ibnu Qauqal." (Mendengar itu), Aban berkata kepada Abu Hurairah, "Alangkah ganjilnya ucapanmu! Engkau, kelinci, turun dari Qadum Dan, menyalahkanku karena membunuh seseorang yang kepadanya Allah bantu (dengan kesyahidan) dengan tanganku, dan kepadanya ia larang untuk merendahkanku dengan tangannya!"



Kondisi Mental dan Fisik Abu Hurairah
Setelah Abu Hurairah masuk Islam, ia tidak punya apa-apa. Ia biasa meminta orang-orang untuk membaca ayat Quran, bukan karena ia ingin memperoleh kebaikan dari Quran. Ia ingin orang tersebut merasakan secara keagamaan dekat dan meminta Abu Hurairah untuk ikut makan malam atau makan siang dengannya. Ini merupakan fenomena terkenal sebagai 'menggabungkan perut dan agama' (menggabungkan agama dengan uang, perut, kekuatan,...atau dengan hal-hal yang remeh).

Bahkan orang-orang tidak percaya bahwa orang tersebut bisa meriwayatkan sedemikian banyak hadis. Telah diceritakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan empat puluh ribu hadis selama masa hayatnya. Mengumpulkan hadis-hadis semacam itu selama tiga tahun persahabatannya (dengan Nabi) akan menghasilkan 36 hadis per hari.

Sebuah referensi yang kamiberikan beberapa waktu lalu membenarkan bahwa ia sendiri telah mengkaui bahwa tak seorang pun dari sahabat Nabi telah meriwayatkan hadis sebanyak yang ia lakukan. Mengetahui fakta ini bahwa ia adalah orang kedua dalam tingkatan periwayatan hadis dalam Bukhari dan Muslim, kita simpulkan bahwa ia pastinya telah meriwayatkan banyak hadis ketimbang yang tercatat dalam dua buku hadis ini.

Dalam salah satu hadis yang disebutkan, ia sendiri telah mengkaui bahwa orang-orang menuduhnya sebagai gila.

Hal menarik yang bisa dicatat di sini adalah tidak satu hadis pun yang diriwayatkan oleh orang lain sebagai prestasi Abu Hurairah. Jika anda teliti seluruh kitab Bukhari dan Muslim sebagai prestasi Abu Hurairah, apapun hadis yang anda lihat mengenai pertemanannya dengan Nabi, dan pengetahuannya, katakanlah begitu, diriwayatkan oleh dirinya sendiri. Di sisi lain, tatkala anda membaca prestasi Ali bin Abi Thalib, Salman, Umar, Zubair, maka anda bisa melihat bahwa banyak perawi menyebutkan satu hadis dari Ali bin Abi Thalib (atau yang lainnya). Hal ini tidak terjadi sama sekali pada Abu Hurairah. Semua hadis seperti;

"...saya seorang anak yang baik, ...saya melakukan ini dan itu...," hanya diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Kami meminta anda untuk mengatakan kepada kami apakah anda menerima kesaksian orang itu di pengadilan yang mengatakan bahwa ia seorang anak yang baik?

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 557, diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

Orang-orang biasa mengatakan, "Abu Hurairah meriwayatkan terlalu banyak hadis." Sesungguhnya, saya biasa mendekati Rasulullah dan dipuaskan dengan dengan apa yang memenuhi perutku. Saya tidak makan roti yang tersisa dan tidak berbusana pakaian-pakaian yang bercorak, dan tidak pemah seorang lelaki atau perempuan melayaniku, dan saya sering menekan perutku dengan batu kerikil karena lapar, dan saya biasa meminta orang untuk membacakan ayat Quran untukku sekalipun saya mengetahuinya, sehingga ia akan mengajakku ke rumahnya dan menjamuku. Dan orang yang paling pemurah kepada orang miskin di antara semuanya adalah Ja'far bin Abi Thalib. Dia biasa mengajak kami ke rumahnya dan memberi kami apa yang tersedia dalamnya. Dia bahkan memberi kami wadah (mentega) dari kulit yang kosong yang kami akan belah dan jilat apa yang ada dalamnya.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7343, diriwayatkan oleh Abu Hurairah :

Aku biasa menemani Rasulullah untuk mengisi perutku, dan ketika itu aku tidak makan roti yang dipanggang, atau mengenakan sutra. Tidak ada pelayan lelaki ataupun perempuan yang melayaniku. Aku baisa mengikatkan batu-batu pada perutku dan meminta seseorang untuk membaca ayat-ayat Quran untukku sekalipun aku mengetahuinya, agar ia mengajakku ke rumahnya dan memberiku makan. Ja'far bin Abi Thalib sangat baik peada orang miskin, dan ia biasa mengajak kami dan memberi makan kami dengan apapun yang ada di dalam rumahnya (dan jika tidak ada sesuatu pun yang tersedia), ia biasa memberi kami wadah kosong (madu atau mentega) yang alan kami robek dan jilati apapun yang ada di dalamnya.

Dalam Shahih al-Bukhari 9425, diriwayatkan oleh Muhammad:

Kami bersama Abu Hurairah ketika ia mengenakan dua lembar pakaian dari linen yang dicelup dengan tanah liat merah. Ia membersihkan hidungnya dengan pakaiannya seraya berkata, "Selamat, selamat!" Abu Hurairah membersihkan hidungnya dengan linen. Kelak akan datang suatu zaman ketika aku akan jatuh sia-sia di antara mimbar Rasullullah dan rumah Aisyah di mana seorang penonton akan datang dan meletakkan kakinya di atas leherku, menganggapku seorang yang gila, namun sesungguhnya aku tidak majnun, aku tidak mengalami apa-apa kecuali lapar.

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 7287, diriwayatkan oleh Abu Hurairah :

Suatu ketika aku berada dalam keletihan yang sangat (karena rasa lapar yang menggila). Aku bertemu Umar bin Khattab, maka aku meminta kepadanya untuk membacakan suatu ayat dari kitab Allah (Quran) untukku. Ia masuk ke rumahnya dan menafsirkannya untukku. (Lalu aku pergi dan) setelah berjalan beberapa saat, aku jatuh limbung lantaran kelelahan dan lapar yang sangat. Tiba-tiba aku melihat Rasulullah berdiri di samping kepalaku. Beliau berkata, "Wahai Abu Hurairah!" Aku menjawab, "Labbaik,ya Rasulullah!" Lantas beliau memegangku dengan tangannya dan membantuku bangun. Akhirnya beliau tahu apa yang aku derita. Beliau membawaku ke rumahnya dan membawakan semangkuk besar susu untukku. Segera aku minum dan beliau berkata, "Tambah lagi, wahai Abu Hirr!" Maka aku minum lagi dimana beliau berkata lagi, "Tambah lagi." Maka aku minum lagi hingga perutku menjadi penuh dan tampak seperti sebuah mangkuk.

Setelah itu aku menemui Umar dan menyebutkan kepadanya, "Seseorang yang lebih mempunyai hak daripada engkau, wahai Umar, telah mengatasiku. Demi Allah, aku memintamu untuk membacakan sebuah ayat untukku sementara aku mengetahuinya lebih baik daripada kalian!" Pada saat itu Umar berkata kepadaku, "Demi Allah, jika aku mengakui dan menghiburmu, niscaya itu lebih baik dariku ketimbang memiliki unta-unta merah yang bagus!"18



Tanggapan
Seorang saudara Muslim telah melayangkan suatu posting tentang Abu Hurairah yang menuntut tanggapan. Jika seorang mempunyai kemampuan adi insani (superhuman) secara tiba-tiba niscaya anda tidak akan percaya. Kita tidak mendengar bahwa Abu Hurairah adalah orang yang memiliki daya ingat yang super sebelum ia bertemu dengan Nabi. Tiba-tiba, ia mendatangi Nabi Muhammad SAW, menghabiskan hidup selama tiga tahun bersama beliau dan bisa mengingat segala sesuatu dengan sejumlah kekuatan magis.

Ia tidak berkaitan dengan seseorang yang mencoba menjadikan orang-orang sebagai Syi'ah atau Sunni dengan mempertanyakan omong kosong yang Abu Hurairah lontarkan. Orang ini memanfaatkan masa singkatnya bersama Nabi Muhammad SAW untuk kepentingan pribadi dan terus menerus mendapatkan pengaruh setiap kali sesuatu datang yang membutuhkan sebuah pendapat. Ia adalah orang yang datang dengan sejumlah hadis yang tiba-tiba ia ingat sepenuhnya.

Secara khusus ia membenci Aisyah dan hadis-hadis yang ia riwayatkan berlawanan dengan Aisyah secara langsung. Ingatan super orang ini terjadi setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, ketika pikirannya menjadi seperti komputer super dengan hard-disk seluruh ensiklopedia hadis. Setiap subjek, setiap saat, ia akan mengingat sesuatu yang tak seorang pun mengetahui atau mendengar sebelumnya.

Kemungkinan orang ini melakukannya demi keuntungan pribadi, pengaruh, dan motivasi politik / sosial sangatlah tinggi dan kita harus mengkhawatirkan hal itu alih-alih mempertanyakan motif seseorang yang memunculkan poin-poin.

Misalnya mereka bertanya: Bagaimana bisa seorang individu meriwayatkan banyak hadis?

Aisyah (dihormati sebagai Ummul Mukminin meriwayatkan lebih banyak hadis ketimbang Abu Hurairah dalam Shahih al-Bukhari. Ibnu Umar sama jumlah hadisnya dengan Abu Hurairah dalam Bukhari. Kami memberikan sebuah angka ini dalam sebuah artikel.

Kami tidak bertanya mengapa Aisyah meriwayatkan demikian banyak hadis dari para Nabi Muhammad SAW. Kami tidak bertanya mengapa Ibnu Umar meriwayatkan demikian banyak hadis atau Ibnu Abbas atau yang lainnya. Kami bertanya: Bagaimana seseorang yang tinggal bersama selama kurang dari tiga tahun lebih meriwayatkan banyak hadis? Separuhnya diabaikan karena anda salah satu memahami pertanyaan orisinal tersebut dari pokoknya.

Abu Hurairah hanya meriwayatkan 5374 hadis.

Mari kita asumsikan bahwa Abu Hurairah bersama Nabi selama tiga tahun penuh. Itu artinya 5374/3 = 1791,33 hadis per tahun, 1791,33/(365-11) = 5,06 hadis per harinya.

Katakan kepada kami, bagaimana bisa? Bagaimana seorang individu melakukan hal ini setiap harinya? Mengapa ia sedemikian mendedikasikan diri sementara masih banyak orang yang diri sementara masih banyak orang yang lebih baik dari dirinya seperti Umar, putranya, Ibnu Abbas, dan Abu Bakar tidak mengerjakan hal yang sama? (Dengan intensitas yang sama sebagaimana Abu Hurairah meriwayatkan lima hadis per harinya?).

Tak perlulah menyebutkan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan lebih banyak hadis ketimbang para sahabat lainnya berdasarkan kesaksian ini. Sebagian menyebutkan bahwa ia meriwayatkan sekitar 40 ribu hadis. Bahkan orang-orang yang hidup disekitarnya pada masa itu dikejutkan oleh orang ini dan hadis-hadisnya (berdasarkan kesaksian Abu Hurairah sendiri).

Bagian lain adalah mengapa orang seperti ia telah meriwayatkan hadis-hadis yang sama dengan Perjanjian Lama? (Bagian-bagian yang secara jelas ditolak oleh teologi Islam).

Apakah anda mengetahui bahwa sahabat dan sepupu Nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Abbas, telah mendapatkan dari Nabi rahmatnya dan ketika beliau menyapu dada Abdullah bin Abbas dengan tannya dan berdoa kepada Allah dengan mengatakan, Allahumma faqqihhu fi al-dini wa' alluimhu min ta'wili al-kitabi! (Ya Allah, pahamkan ia dalam agamaku dan ajarkan kepadanya takwil dari kitabku!) Dan dengan sejumlah mukjizat Ibnu Abbas menjadi hibr al-ummah (imam umat), yang merupakan salah satu mukjizat dari Nabi Muhammad SAW. Dengan cara yang hampir sama Nabi Muhammad SAW mengucapkan doa sekali untuk Abu Hurairah ketika ia mengeluh kepada Nabi Muhammad SAW karena kekurangannya dalam hapalan.

Sebagiamana anda perhatikan, Ibnu Abbas, bahkan oleh sahabat lain, bahwa ia mengatahui takwil (interpretasi) Quran. Sampai sekarang ini, banyak orang yang dapat menghapal seluruh Quran namun tidak mengetahui pengertian hakiki di balik semua yang ada di dlaamnya. Ali bin Abi Thalib adalah lain yang mengatakan bahwa tidak ada satu ayat pun dalam Quran yang tidak ia ketajhui kapan ia diturunkan atau mengapa ia diturunkan dan apakah maknanya. Sahabat lain mengetahui ini tentang orang-orang tersebut dan ini merupakan hadis-hadis mutawatir yang mendukung pengetahuan mereka.

Sekarang, tentang Abu Hurairah. Sekalipun tak seorang pun mengira / mendakwa bahwa ia mengetahui takwil Qur'an, anda tidak menunjukkan bukti apapun bahwa ia memiliki kekuatan memorinya setelah Nabi Muhammad SAW berdoa untuknya. Kami akan meminta anda untuk melampirkan referensi-referensi dalam hal ini, jika mungkin menyebutkan sahabat lain tentang sifat-sifat istimewa Abu Hurairah ini, alih-alih menjelaskan dirinya sendiri.

Kami ingin melakukan koreksi yang lebih jauh. Abu Hurairah setelah kurang dari tiga tahun tinggal bersama Nabi Muhamad SAW, tidak, atau menghindar dari, menyampaikan hadis-hadis selama periode tiga khalifah yang pertama, setidaknya. Hadisnya baru tersebar di masa Muawiyah dan kemudian; ini setidaknya 30 tahun setelah wafatnya Nabi. Ia menyimpan lebih kurang 3000 hadis dalam hatinya tanpa menyampaikan kepada orang lain tentang hadis-hadis tersebut selama waktu ini. Bukti tentang apa yang kami katakan adalah bahwa Abu Bakar, Umar, dan Utsman tidak mengizinkan untuk menyampaikan dan mencatat hadis-hadis. Ada sebuah riwayat yang dalamnya Abu Hurairah ditanya apakah ia menyampaikan hadis tersebut di masa Utsman. Ia mengatakan bahwa ia tidak berani melakukannya dan bahwa mereka akan menendangnya jika ia melakukannya.

Tidak ada yang suci mengenai pribadi-pribadi sahabat ini, secara khusus Abu Hurairah, yang harus mencegah seseorang mencari kebenaran dengan menyelidiki dan mengevaluasi perbuatan-perbuatan mereka. Mereka adalah manusia-manusia yang mampu berbuat salah dalam berbagai tingkatan. Ini tidak perlu mengatakan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahan mereka, jika Dia berkehendak. Akan tetapi, jika kita bersungguh-sungguh mengikuti perbuatan mereka dalam kehidupan ini, kita pasti jelas dalam kesadaran bahwa mereka tidak pantas menjadi bukti bahwa mereka seharusnya tidak dipercaya, maka otak seseorang (sebuah karunia dari Allah) akan (harus) mengarahkan kita untuk menjadikan mereka sebagai seorang pembimbing, khususnya pada sesuatu yang mengejutkan.



Catatan Kaki :
1. Referensi: Shahih al-Bukhari, versi Arab-Inggris, hadis 9530-9532 yang secara jelas menyatakan bahwa Tuhan bisa dilihat dan Tuhan mengubah penampilannya agar dikenali oleh manusia).
2. Referensi Syi'ah: Shi'ite (al-I'tiqadat al-Imamiyyah)oleh Syekh Shaduq. Dengan kata lain, sifat Zat berkenaan dengan Diri-Nya sehingga ada 'sejak awal', sementara sifat Perbuatan Tuhan ada ketika dihubungkan dengan objek (makhluk). Seperti Maha Pemberi Rezeki baru ada ketika dikaitkan dengan perbuatan Tuhan yang memberi rezeki kepada segenap makghluk-Nya (-penerj).
3. Revelation and Reason in Islam oleh A.J. Arberry, hal. 26-27.
4. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
5. Referensi Sunni: Akidah dari Nasadi (Creed of Nasfi).
6. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
7. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
8. Referensi Syi'ah: Shi'ite Creed (al-I'tiqadat al-Imamiyyah) oleh Syekh Shaduq.
9. Referensi Sunni: Ghazali (sebagaimana dikutip dalam Shia of India, hal. 43).
10. Hadis-hadis berikut telah diambul dari : The Translation of the Meaning of Shahih Bukhari Arabic-English olehs Dr. Mohammad Mushin Khan, Universitas Islam, Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), direvisi ke tiga kali, 1977, (edisi revisi ke empat, Maret 1979).
11. Hadis ini dan hadis berikutnya diriwayatkan dalam Shahih Muslim juga pada bab 81, hal. 115-119; 349-354, dan 1533, 7078.
12. Lihat hadis no. 529, VI.
13. Hadis-hadis di atas diambil dari: Terjemahan dari pengertian Shahih al-Bukhari, Bahasa Arab-Inggris, Dr. Muhammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Kaze Publication, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979). Hadis-hadis dari Shahih Muslim bisa ditemukan dalam Shahih Muslim, dialihkan ke bahasa Inggris oleh Abdul Hamid Shidiqqi dicetak di Hafizh Press. Sh. Muhammad Asyraf, Kashmiri Bazar, Lahore (Pakistan), Call Number (di perpustakaan Universitas Waterloo): BP135.A144E57.
14. Semua hadis dari Shahih al-Bukhari berasal dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).
15. Hadis-hadis di atas diambil dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), revisi ke-3, 1977, edisi revisi ke-4, Maret 1979.
16. Terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).
17. Hadis di atas diambil dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).
18. Hadis-hadis diambil dari terjemahan arti dari Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, Dr. Mohammad Muhsin Khan, Universitas Islam Madinah Muhawwarah, Penerbit Kaze, 1529 North Wells Street, Chicago. ILL.60610 (USA), (revisi ke-3, 1977) (edisi revisi ke-4, Maret 1979).

43
ANTOLOGI ISLAM

BAB 14: KEYAKINAN SYI'AH TERHADAP KELENGKAPAN QUR'AN
Seorang Wahabi menyebutkan bahwa kaum Syi'ah meyakini bahwa Quran tidak lengkap. Berikut ini ayat Quran untuk menjawab peryataan tersebut, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar! (Qs. An-Nur: 16).

Syi'ah tidak meyakini bahwa terdapat kekurangan dalam Quran. Ada beberapa hadis lemah yang barangkali menyatakan secara tidak langsung hal sebaliknya. Hadis-hadis itu ditolak dan tidak dapat diterima.

Ada hal menarik yaitu bahwa terdapat banyak hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim yang menyatakan (tanpa bukti) bahwa banyak ayat Quran hilang. Dan tidak hanya itu, bahkan riwayat-riwayat ini juga mengatakan bahwa dua buah surah dari Quran hilang dan salah satu di antaranya, memiliki panjang yang hampir sama dengan Surat at-Taubah. Beberapa hadis Sunni bahkan menegaskan bahwa surat al-Ahzab sama panjangnya dengan surah al-Baqarah.

Surah al-Baqarah adalah surah terpanjang dalam Quran yang sekarnag. Hadis-hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim bahkan menyebutkan beberapa ayat yang hilang. (Beberapa dari hadis-hadis ini akan disebutkan dalam artikel selanjutnya dengan referensi yang lengkap). Akan tetapi, untungnya, Syi'ah tidak pernah menuduh bahwa kaum Sunni percaya bahwa Quran tidak lengkap. Syi'ah hanya mengatakan bahwa riwayat-riwayat Sunni ini lemah atau palsu.

Kelengkapan Quran tidak diperdebatkan di kalangan Syi'ah sehingga ulama hadis besar Syi'ah, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babwaih, dikenal sebagai Syekh Shaduq (309/919-381/991), menulis:

Keyakinan kami adalah bahwa Quran yang diturunkan Allah, kepada Nabi-Nya, Muhammad, adalah (sama dengan) Quran di antara dua pembungkus (daffatain). Dan (Quran) ini adalah Quran yang berada di tangan umat dan tidak lebih besar daripada Quran yang itu. Jumlah surah sebagaimana umumnya diterima adalah seratus empat belas…. Dan barang siapa yang menyatakan bahwa Quran yang ini lebih besar dari pada yang itu, maka ia adalah pendusta. 1

Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq adalah ulama hadis terbesar di antara Iman Syi'ah dan diberi gelar Syekh al-Muhadditsin (artinya yang paling utama di antara-antara ulama-ulama hadis). Dan karena dia menulis pernyataan di atas dala sebuah kitab yang diberi nama 'Keyakinan Imam Syi'ah,' sangat tidak mungkin bahwa ada hadis shahih lain yang berlawanan dengan itu. Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq hidup pada saat kegaiban kecil Imam Mahdi dan dia merupakan ulama Syi'ah paling awal.

Ulama Syi'ah ternama lainnya adalah Allamah Muhammad Ridha Muzhaffar. Dia menulis dalam buku tentang ajaran Syi'ah, bahwa :

Kami meyakini bahwa, Kitab Suci Quran diturunkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad yang Suci berkaitan dengan segala hal yang penting untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Kitab Suci ini merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad yang tidak dapat diciptakan oleh pikiran manusia. Kitab ini adalah kitab yang paling utama dalam kefasihan bahasanya, kejelasannya, keberannya, dan ilmu yang terkandung dalamnya. Kitab Allah ini tidak pernah diubah oleh siapapun. Kitab Suci yang kita baca sekarang ini adalah Kitab Suci yang sama dengan kitab yang telah diturunkan kepada Nabi Suci. Barangsiapa yang mengklaimnya sebagai kitab yang lain, ia adalah orang jahat, orang yang sesat pandangannya, atau orang yang sangat keliru. Semua orang yang berpikiran seperti ini telah tersesat, sebagaimana Allah mengatakan dalam Quran, Kebatilan tidak dapat menyentuh Quran dari sisi manapun. (QS. Al-Fushilat : 42).2

Sayid Murtadha, ulama Syi'ah terkemuka lainnya mengatakan :

Keyakinan kami akan kesempurnaan Quran sama dengan keyakinan kami akan keberadaan negeri-negeri atau peristiwa-peristiwa besar di dunia ini yang terbukti sendiri. Terdapat banyak alasan dan motif untuk menyalin dan menjaga Quran yang Suci. Karena Quran adalah mukjizat kenabian dan sumber pengetahuan keislaman serta kaidah keagamaan, perhatian para ulama Islam terhadap Quran menjadikan mereka sangat berhati-hati dengan tata bahasa, baca, dan ayat-ayatnya.

Dengan berbagai perhatian pada ulama Syi'ah yang paling ahli, tidak ada kemungkinan bahwa beberapa bagian Quran ditambah atau dihilangkan. Di samping itu, apa yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam Quran tentang perlindungan terhadapnya, kita bias menggunakan logika kita untuk memperoleh hasil yang sama. Allah telah mengirim utusan terakhir-Nya untuk menunjukkan kepada manusia, jalan-Nya Yang Benar (akhir sang waktu). Oleh karena itu, jika Allah tidak menjaga perintah suci-Nya, Dia akan bertentangan dengan maksud-Nya sendiri. Jelaslah bahwa menurut akal, kelalaian seperti itu adalah kejahatan. Pada intinya, Allah menjaga perintah suci-Nya sebagaimana Dia melindungi Nabi Musa di tempat tinggal musuhnya, Fir'aun.



Susunan Quran yang Berbeda
Seorang Wahabi mengatakan bahwa dalam al-Kafi (salah satu kumpulan hadis Syi'ah), Imam Syiah berkata, "Tak ada seorang pun yang menyusun Quran dengan lengkap kecuali para Imam Ahlulbait."

Tidak ada hadis seperti itu dalam Ushul al-Kafi. Kebenaran kitab-kitab kecil yang telah salah mengutip hadis-hadis itu perlu dipertanyakan. Hadis yang tertulis dalam Ushul al-Kafi adalah sebagai berikut.

Aku mendengar Abu Ja'far berkata, "Tidak ada seorang pun (di antara mahusia biasa) yang menyatakan bahwa dia mengumpulkan Quran dengan susunan Quran yang telah diturunkan (kepada Muhammad) kecuali bahwa ia adalah seorang pendusta, (karena) tidak ada seorang pun yang telah mengumpulkan dan mengingatnya dengan sempurna sebagaima diturunkan oleh Allah, Yang Maha Tinggi, kecuali Ali bin Abi Thalib dan para Imam sesudahnya."3

Ada dua hadis lain yang akan disebutkan di bawah ini. Hadis di atas tidak mengatakan bahwa Quran tidak lengkap. Akan tetapi, dinyatakan bahwa dalam penyusunannya, Quran tidak sesempurna sebagaimana ia diturunkan. Hadis di atas bukan sesuatu yang baru. Sesungguhnya, Quran yang kita gunakan sekarang yang telah dihimpun oleh para sahabat susunan suratnya tidak berurutan sebagaimana ia telah diturunkan. Sebenarnya, para ulama Sunni menegaskan bahwa surah pertama Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah surah al-Iqra' (al-Alaq, Surah 96).4

Sebagaimana kita ketahui, surah al-Alaq tidak berada di bagian awal Quran yang ada sekarang. Umat Islam juga sepakat bahwa ayat itu (QS. Al-Maidah : 3), ada di antara ayat-ayat Quran yang terakhir diturunkan (tapi bukan yang paling akhir). Ini membuktikan bahwa meskipun Quran yang kita miliki sekarang lengkap, tapi susunannya tidak seperti ketika diturunkan.

Perlu dijelaskan bahwa Imam Ali bukan satu-satunya orang yang memiliki Quran dengan susunan berbeda. Menurut riwayat-riwayat hadis Sunni, beberapa sahabat mempunyai susunan Quran yang berbeda, salah seorang di antaranya adalah Abdullah bin Mas'ud. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6518 disebutkan dari riwayat Syahiq bahwa Abdullah berkata,

"Aku belajar an-Naza'ir yang digunakan oleh Rasulullah untuk dibaca berpasangan dalam tiap raka'at." Kemudian Abdullah berdiri dan Alqama menemaninya ke rumahnya. Dan saat Alqama keluar, kami mengenalinya (tentang surah-surah itu). Dia berkata, "Ada dua puluh surah, menurut penyusunan yang dikerjakan oleh Ibnu Mas'ud, yang dimulai dari permulaan al-Mufassal, dan diakhiri dengan surah-surah yang diawali dengan Ha Mim, misalnya; Ha Mim (asap), dan apa yang saling mereka persoalkan?"
(QS. 78:1).

Jadi, tidak ada sesuatu pun yang eksklusif pada Imam Ali berkaitan dengan hal ini. Kami harus menyebutkan bahwa Nabi Muhamamd telah menyatakan dengan jelas dalam sumber-sumber Sunni bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah orang yang harus dipercaya berkaitan dengan Quran :

Dalam Shahih al-Bukhari hadis: 6521, diriwayatkan oleh Masyriq:

Abdullah bin Amri menyebut Abdullah bin Mas'ud dan berkata, "Aku akan mencintai beliau selamanya, karena Rasulullah bersabda, 'Pelajarilah Quran dari empat orang ini; Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz dan Ubay bin Ka'b!".

Abdullah bin Mas'ud tidak hanya memiliki Quran yang berbeda, berdasarkan sumber Sunni, tetapi dia juga memiliki susunan surah-surah yang berbeda dan kumpulan ayat yang berbeda. Dia mengatakan bahwa Quran yang sekarang mempunyai kata-kata tambahan, dan dia bersumpah dengan nama Allah untuk pernyataan ini."5 dia juga menyatakan bahwa dua surat terakhir dalan Quran bukan surat - surat Quran yang sebenarnya dan kedua surat itu hanya merupakan doa.6

Menutur Syi'ah, pernyataan para sahabat yang diriwayatkan dalam Shahih al- Bukhari yang menyatakan bahwa Quran memiliki kata - kata tambahan adalah bohong. Tidak ada satu pun ayat Quran yang merupakan tambahan.

Nampaknya Aisyah juga mempunyai pendapat yang berbeda tentang surat yang diturunkan pertama kali. Dalam Shahih al- Bukhari hadis 6515, diriwayatkan oleh Yusuf bin Mahk :

Ketika saya sedang bersama Aisyah, Ummul Mukminin, datanglah seorang dari Iraq dan bertanya, "Kain kafan jenis apa yang paling baik?" Aisyah berkata, "Semoga Allah mengasihimu! Apa yang terjadi?" Dia berkata, "Wahai Ummul Mukminin! Tunjukkan kepadaku (salinan) Quran milikmu!" Aisyah bertanya, "Mengapa?" Dia berkata, "Untuk menghimpun dan menyusun Quran sesuai dengannya, karena orang-orang membacanya dengan susunan surah yang tidak tepat." Aisyah berkata, "Apakah menjadi persoalan dari bagian ayat yang kamu baca pertama kali? (ia memberi tahu) bahwa yang pertama diturunkan adalah adalah surah dari al-Mufassal, dan dalamnya disebutkan mengenai surga dan neraka."

Hadis ke dua dalam Ushul al-Kafi yang telah disalahartikan kaum Sunni, menyatakan bahwa Quran yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, memiliki ayat sejumlah tujuh belas ribu. Meskipun hadis ini termasuk ke dalam hadis lemah, ada penjelasan untuk hal itu yang diberikan berikut ini oleh Syekh Shaduq yang merupakan ulama Syi'ah paling utama dalam bidang hadis.

Kami mengatakan bahwa begitu banyak wahyu yang telah diturunkan yang tidak dimasukkan ke dalam Quran sekarang, yang kila dikumpulkan, tidak diragukan lagi jumlahnya tujuh belas ribu ayat. Meskipun semua itu wahyu, tetapi ayat-ayat tambahan itu bukan bagian dari Quran. Jika ayat-ayat itu bagian Quran, pastilah akan dimasukkan ke dalam Quran yang kita miliki?

Transkrip Quran yang ditulis oleh Imam Ali bin Abi Thalib berisi komentar dan tafsiran hermeneutik (tafsir dan takwil) dari Nabi Suci SAW, sebagian diantaranya diturunkan sebagai wahyu tetapi tidak merupakan bagian dari teks Quran. Sejumlah kecil teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadis Ushul al-Kafi dan yang lainnya. Bagian-bagian informasi ini adalah penjelasan Ilahi atas teks Quran yang diturunkan bersama dengan ayat-ayat Quran tetapi bukan bagian dari Quran. Jadi, ayat-ayat yang berupa penjelasan dan ayat-ayat Quran seluruhnya berjumlah tujuhbelas ribu ayat. Sebagaimana diketahui oleh kaum Sunni, hadis Qudsi juga merupakan wahyu, tetapi bukan bagian dari Quran. Sesuangguhnya Quran memberi kesaksian bahwa apapun yang dikatakan oleh Nabi adalah wahyu. Allah Yang Maha Kuasa berfirman dalam Quran tentang Nabi Muhammad bahwa Dan dia (Muhammad) tidak mengucapkan sesuatu berdasarkan kemauannya. Ucapannya itu tidak lain adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya). (QS. an-Najm : 3-4).

Jadi, semua perkataan Rasulullah adalah wahyu dan tentu saja, ucapan atau perkataannya tidak terbatas pada Quran. Perkatannya itu termasuk tafsiran Quran, sebagian di antaranya merupakan wahyu yang langsung diturunkan, sebagaimana juga sunnahnya, sebagian di antaranya merupakan wahyu tidak langsung.
Hadis ketiga dalam Ushul al-Kafi yang sering disalahartikan adalah sebagai berikut. Abu Ja'far berkata, "Tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan bahwa dia memiliki Quran dengan penampilan fisiknya (zahir) dan maknanya (batin) secara lengkap, kecuali para wali (awliyya)." (Ushul al-Kafi, hadis 608)
Hadis ini juga berkaitan dengan fakta bahwa penjelasan Quran tidak ada. Meskipun secara fisik kita memiliki Quran tetapi maknanya (penjelasan dari Tuhan), tidak bersamanya. Hadis-hadis yang merujuk pada Quran yang dihimpun oleh Imam Ali lah yang memiliki penjelasan.

Dalam artikel selanjutnya, kami akan membahas tentang Quran yang telah dihimpun oleh Imam Ali as yang memasukkan semua penjelasan-penjelasan yang disebutkan di atas.

Perlu ditekankan di sini bahwa semua ulama Imam Syi'ah sepakat bahwa Quran yang sekarang ada di antara umat Islam adalah Quran yang sama yang telah diturunkan kepada Nabi Suci, dan tidak diubah. Tak ada sesuatu pun yang ditambahkan kepadanya, dan tak ada sesuatu pun yang hilang darinya. Quran yang telah dihimpun oleh Imam Ali as, tidak termasuk penjelasan-penjelasannya, dan Quran yang ada di tangan umat sekarnag ini, sama dalam kata-kata dan kalimat-kalimatnya. Tidak ada kata, ayat, dan surah yang hilang.

Seorang Wahabi menyebutkan bahwa al-Kafi adalah kitab hadis shahih bagi kaum Syi'ah, dan karena itu Syi'ah percaya bahwa Quran tidak lengkap.
Kesimpulan di atas berdasarkan pada dua hipotesa yang salah. Pertama, apa yang disebutkan dalam al-Kafi tidak menyatakan bahwa Quran tidak lengkap (lihat penjelasan di atas). Kedua, kaum Syi'ah tidak mengganggap al-Kafi sebagi kitab hadis yang seluruhnya shahih, penulisnya pun tidak pernah mengatakan demikian.

Memang benar al-Kafi adalah satu di antara kumpulan hadis Syi'ah yang paling penting. Hadis-hadis al-Kafi meliputi semua cabang keyakinan dan etika, semua pokok fiqih (yurisprudensi). Kitab ini memasukkan lebih banyak hadis dari pada jumlah hadis dari jumlah seluruh enam kumpulan hadis Sunni (asal saja kita menghilangkan perulangannya). Misalnya, al-Kafi memiliki 16121 hadis, sementara Shahih al-Bukhari yang berisi banyak perulangan dalamnya, hanya memiliki 7275 hadis. Jadi kita menghilangkan perulangan-perulangan hadis itu, al-Kafi berisi 15176 hadis sedangkan Shahih al-Bukhari hanya berisi 4000 hadis.

Hadis-hadis yang disebutkan di sini adalah dalam Ushul al-Kafi dan Furu' al-Kafi.

Penulis al-Kafi, Syekh Muhammad bin Yaqub Kulaini Razi (329/941), semoga Allah mengasihinya, dianggap sangat jujur dan sangat dapat dipercaya. Akan tetapi, harus kita tekankan bahwa hadis-hadis itu tidak sama dalam nilai dan artinya, juga dalam bukti yang mendukung riwayatnya. Kredibilitas dan reliabilitas sanad dan hadis-hadis itu juga tidak sama, dan kita tidak bias menganggap sanad-sanad itu sama-sama dapat diandalkan.

Kitab yang berjudul Mir'at al'Uqul (refleksi jiwa) akan mengungkapkan hal ini kepada para peneliti secara lebih terperinci. Mir'at al'Uqul adalah sebuah kita penjelasan terhadap al-Kafi yang ditulis oleh ulama hadis besar Syi'ah lainnya, Muhammad Baqir Majlisi (1111/1700) yang merupakan salah seorang diantara mereka yang sangat loyal dan percaya kepada kitab al-Kafi. Majlisi telah mengumpulan beberapa hadis al-Kafi yang dianggap lemah.

Meskipun kaum Sunni percaya bahwa mereka memiliki beberapa kitab shahih, kaum Syi'ah percaya bahwa, bagi Syi'ah hanya Quran yang merupakan kitab paling shahih. Semua hadis yang dianggap berasal dari Nabi dan para Imam harus disesuaikan dengan Quran. Apabila ditemukan hadis yang tidak sesuai dengan Quran, logika, dan kenyataan sejarah, Syi'ah menolak hadis-hadis tersebut. Meskipun al-Kafi meupakan kitab hadis yang dapat dipercaya bagi Syi'ah, hadis-hadis dalamnya tidak semuanya shahih.

Selain kitab hadis yang ditulis Allamah Majlisi, masih banyak kitab hadis lain yang ditulis oleh kaum Syi'ah yang menggolongkan dan mengklasifikasikan hadis serta riwayat-riwayat al-Kafi. Contohnya adalah kitab Masadir al-Hadist Inda as-Syiah al-Imamiyyah yang ditulis oleh Allamah Muhaqqiq Sayid Muhammad Husain Jalali. Ia mengklasifikasikn hadis-hadis dalam al-Kafi dan memberikan data berikut ini:

Jumlah hadis secara keseluruhan 16121 (termasuk riwayat dan cerita); hadis lemah (dha'if) 9485; hadis yang benar (hasan) 114; hadis yang dapat dipercaya (mawtsuq) 118; hadis yang kuat (qawi) 302; hadis shahih (shahih) 5702.

Seperti kita lihat, ada beberapa hadis dalam al-Kafi yang diklasifikasikan ke dalam hadis lemah olehnya. Akan tetapi, lemah di sini tidak berarti bahwa hadis itu palsu. Jika salah satu seorang dari rantai penulis hadis itu tidak ada, maka hadis itu lemah dalam isnad tanpa melihat isinya. Sesungguhnya ada sejumlah hadis dalam al-Kafi yang salah satu atau beberapa unsur dari rangkaian periwayatnya tidak ada. Oleh sebab itu, hadis-hadis itu, isnadnya di anggap lemah. Mungkin juga bahwa sebuah hadis itu spesifik bagi orang yang mendapatkanya dari iman dan mungkin juga bahwa sebuah hadis itu spesifik bagi orang yang mendapatkannya dari Imam, dan mungkin tidak bagi yang lainnya. Hal itu juga disebutkan dalam Ushul al-Kafi sendiri. Ibnu Abi Ya'fur berkata,
"Aku bertanya kepada Abu Abdillah mengenai hadis-hadis berbeda sehubungan dengan yang kami percayai dan juga kami tidak percayai. Mendengar ini, Imam menjawa, "Kapanpun engkau menerima hadis baik yang diperkuat dengan ayat mana saja dari kitab Allah atau dengan perkataan Nabi Muhammad SAW, maka terimalah ia! Kalau tidak, hadis ini hanya diperuntukkan bagi orang yang membawanya kepadamu."8

Klasifikasi hadis yang dibuat oleh seorang ulama, tidak membuat ulama lain tidak melakukan analisis serta modifikasi lebih jauh terhadap jumlah hadis-hadis ini di masa mendatang, karena lebih banyak data atau pengetahuan dapat digunakan untuk dirinya sendiri. Hal ini disebabkan karena kami tidak mengotoritaskan secara mutlak kepada seorang ulama.

Syekh Kulaini, dalam pengantar kitabnya al-Kafi, menyebutkan:

Saudaraku, semoga Allah menuntunmu ke jalan yang benar. Engkau harus mengetahui bahwa mustahil untuk membedakan kebenaran dan kebatilan ketika para ulama berbeda pendapat terhadap pernyataan-pernyataan yang dinyatakan berasal dari para imam. Hanya ada satu cara memisahkan riwayat yang benar dan yang salah, yakni melalui standar yang dinyatakan oleh para imam. Ujilah hadis-hadis itu dengan kitab Allah! Ambillah hadis-hadis yang sesuai dengannya dan tinggalkanlah hadis-hadis yang bersebrangan dengannya! Terimalah hadis yang dipegang oleh semua perawi yang mengutip dari kami (ijma), karena tidak ada keraguan atas hadis yang secara sepakat dipegang oleh semua perawi hadis! Tetapi sepengetahuan kami, hadis-hadis yang bertolak belakang hanya sedikit, yang dapat diselesaikan berdasarkan standar yang disebut di atas.9

Adakah penjelasan yang lebih baik daripada penjelasan penulis hadis ini? Dia menyebutkan bahwa dia tidak yakin bahwa semua hadis itu shahih. Dia menyatakan bahwa ada beberapa hadis yang bertolak belakang di kitab hadisnya, al-Kafi, dan mengatakan bahwa kita harus meninggalkan hadis-hadis tersebut dan semua hadis yang tidak diyakini oleh semua perawi. Lalu, pertanyaan yang muncul adalah apakah mereka yang bersebrangan dengan Syi'ah mengharapkan bahwa Syi'ah meninggalkan apa yang disebutkan penulis kitab hadis al-Kafi dan menyakini pertanyaan mereka bahwa al-Kafi seluruhnya shahih? Sebenarnya, salah satu muridnya menyatakan bahwa Kualini menyusun hadis setiap babnya dalam runutan keshahihannya. Ia mencatat banyak hadis shahih pada awal setiap bab dan meletakkan hadis terlemahnya pada akhir bab karena hadis-hadis ini memiliki makna ganda.

Seorang Wahabi juga menyebutkan bahwa dalam pengantar untuk al-Kafi, tertulis bahwa Imam Mahdi telah memeriksa kitab itu dan berkata bahwa kitab itu adalah kitab yang baik untuk para pengikutnya.

Dalam pengantar yang ditulis oleh Kuliani sendiri, tidak ada keterangan seperti itu. Akan tetapi, ini merupakan tulisan orang lain yang ditulis dalam pengantar tulisannya sendiri untuk memperkenalkan al-Kafi dan penulisnya, yang diletakkan sebelum kata pengantar dari penulis al-Kafi. Juga tidak menyebutkan dengan benar apa yang dihubungkan dengan Imam Mahdi as. Jika berita seperti itu benar, Imam Mahdi as niscaya berkata, "Al-Kafi cukup untuk Syi'ah kita!"

Pernyataan ini tidaklah salah. Sebenarnya, sebagaimana yang disebutkan, hadis-hadis al-Kafi mencakup semua cabang keyakinan dan etika, dan semua dasar fiqih. Imam Mahdi tidak mengatakan bahwa apapun yang tertulis dalamnya adalah benar. Akan tetapi, diriwayatkan bahwa beliau mengatakan, kitab ini cukup, dan berisi semua yang diperlukan para pengikutnya dalam hal hadis. Sekali lagi, hadis seperti itu tidak disebutkan oleh Kulaini secara pribadi.

Al-Kafi berarti sesuatu yang cukup. Artinya bukan segala isinya sempurna benar, karena para perawinya tidak sempurna. Sesungguhnya, alasan mengapa penulisnya menamai kitabnya al-Kafi dijelaskan di pengantarnya dalam kitab itu. Para ulama pada saat itu meminta dia untuk menghimpun sebuah kitab berisi hadis-hadis yang meliputi semua cabang penting agama Islam.

…. dan kalian mengeluh bahwa tiada kitab yang dapat mencakup semua cabang pengetahuan agama untuk menyelamatkan pencari kebenaran agar tidak merujuk pada banyak kitab dan pada kitab-kitab yang tidak cukup untuk dijadikan petunjuk dan sumber cahaya spiritual dalam hal keagamaan serta hadis-hadis pada Imam, semoga keselamatan bagi mereka. Kalian menyatakan pentingnya kitab seperti itu dan aku berharap bahwa kitab ini dapat memenuhi tujuan tersebut.10

Kulaini bukan salah seorang di antara dua belas Imam Syi'ah. Dia hanya seorang pencatat hadis yang menyampaikan apa yang disampaikan kepadanya melalui satu sumber atau lebih. Dia tidak pernah mengatakan bahwa dia mendengar dari Imam Ja'far Shadiq, dan dia hanya menyatakan sebuah hadis yang sampai kepadanya melalui beberapa perawi. Hadis al-Kafi atau kitab Syi'ah atau Sunni lainya tidak akan dapat diterima oleh para Imam Syi'ah jika kitab-kitab itu ingin menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Beberapa hadis ini dinilai lemah. Bahkan jika kita mengira bahwa hadis-hadis itu benar, maka ayat-ayat tambahan akan berarti penjelasan tentang Quran dari Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad bersama dengan Quran tetapi bukan sebagai bagian Quran seperti yang telah dijelaskan oleh Syekh Shaduq dan para ulama lain.

Jadi, jika seseorang membawa sebuah hadis yang lemah dari Ushul al-Kafi dan kemudian salah mengartikan hadis, hal ini tidak menggambarkan keyakinan Syi'ah. Akan tetapi, ketika Sunni mengatakan bahwa Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim seluruhnya shahih, mereka akan mendapat masalah besar saat mereka melihat hadis-hadis itu dalam kitab-kitab ini yang menyakan ketidaklengkapan Quran.

Dalam kitab yang berjudul Ilmu Hadis, ditulis oleh Zainal Abidin Qurbaini, dibahas secara panjang lebar hadis-hadis yang isinya menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Berikut ini salah satu paragraf dari pembahasan tersebut.

Lebih dari sembilan puluh lima persen ulama Syi'ah meyakini bahwa sama sekali tidak ada pengrusakan terhadap Quran dan bahwa Quran yang kita pegang di atangan kita sekarang benar-benar Quran yang sama dengan Quran yang diturunkan kepada Muhammad SAW, tanpa ada satu kata pun yang hilang atau ditambahkan. Untuk mengutip kata-kata ulama-ulama Syi'ah berkaitan dengan hal ini, kita memerlukan sebuah pembahasan tersendiri. Tetapi berikut ini beberapa ulama Syi'ah yang dapat disebutkan, dimulai dari Syekh Shaduq, yang kata-katanya telah kita kutip, lalu Syekh Mufid, Sayid Murtadha, Syekh Thusi,
Allamah Hilli, Muqaddas Aridibili, Kasyf Ghita, Syekh Bahai, Fayz Kasyani, Syekh Hurr Amuli, Muhaqqiq Kurki, Sayid Mahdi Bahru Ulum Sayid Muhammad Mujahid Thabathaba'i, Syekh Muhammad Husain Asytiani, Syekh Abdullah Mamqani, Syekh Jawad Balaghi, Sayid Hibbatuddin Syahristani, Syarif Radhi, Ibnu Idris, Sayid Muhsin Amin Amuli, Sayid Abdul Husain Syarifuddin, Sayid Hadi Milani, Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i, Sayid Abu Qasim Khu'I, Sayid Muhammad Ridha Gulfaighani, Sayid Syihabuddin Mar'asyi Najafi, Sayid Ruhullah Khomaini, dan lain-lain.

Penulis kemudian mengutip beberapa halaman pernyataan ulama-ulama Syi'ah terkemuka mengenai kelengkapan Quran dan kesempurnaan Quran yang suci.
Diharapkan bahwa apa yang telah dikemukakan mengenai hal ini, cukup bagi mereka yang berusaha mendapatkan kebenaran, bahwa Syi'ah adalah para mukminin Quran sejati. Tidak sepantasnya mereka yang mencari kebenaran, menuduh orang lain atas sesuatu yang tidak dilakukannya.11



Beberapa Riwayat Sunni tentang Ketidaklengkapan Quran
Ada beberapa hadis dalam Shahih Sittah (enam kumpulan hadis shahih Sunni) yang tidak diterima oleh para ulama Syi'ah. Di antara hadis-hadis itu, sebagian dari hadis membicarakan tentang perubahan dalam Quran sesudah wafatnya Rasulullah. Seperti yang akan dibahas berikut ini, dalam beberapa riwayat Sunni disebutkan 345 ayat, dua surah Quran (satu di antaranya memiliki panjang sama dengan surah ke-9), hilang dari Quran. Berikut ini beberapa referensi dalam Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan kumpulan hadis penting lainnya yang mengatakan tanpa bukti bahwa Quran tidak lengkap, dimulai dari Shahih Muslim.



Shahih Muslim
Di bagian ke tujuh, dalam kitab az-Zakat tentang kebaikan bersyukur atas apa yang diberikan Allah dan tentang anjuran agar manusia memiliki sifat baik tersebut. Muslim meriwayatkan bahwa Abu Aswad menceritakan bahwa ayahnya berkata,

"Abu Musa Asy'ari mengundang para pembaca Quran dari Bashrah. Tiga ratus orang pembaca memenuhi undangannya. Dia mengatakan kepada mereka, 'Kalian semua para pembaca Quran dan pilihan orang-orang Bahrah. Bacalah Quran dan jangan melalaikannya! Kalau tidak waktu akan berlalu dan hati kalian akan mengeras seperti mengeraskan hati-hati mereka yang datang sebelum kalian. Kami dulu biasa membaca sebuah surah at-Taubah, tetapi aku lupa surah tersebut. Yang aku ingat dari surah ini hanya kalimat berikut, Sekiranya seorang anak Adam yang memiliki dua lembah berisi kekayaan, ia akan mencari lembah ke tiga dan tak ada sesuatu pun yang akan mengisi perutnya kecuali tanah.' Kami juga dulu seirang membaca sebuah surah yang sama dengan surah mutasyabihat dan aku lupa surah ini. Yang aku ingat hanya sebagai berikut, Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian lakukan? (yang sekarang terdapat dalam surah as-Shaff ayat 12) Sehingga sebuah kesaksian akan tertulis pada leher kalian dan kalian akan ditanya tentang hal ini pada hari kiamat (yang agak berbeda dengan apa yang ada dalam surah al-Isra ayat 13).""12

Jelaslah bahwa kata-kata yang di atas yang disebutkan Abu Musa bukan berasal dari Quran dan juga tidak sama dengan ayat-ayat Allah manapun dalam Quran. Mengherankan bahwa Abu Musa mengatakan dua surah dari Quran hilang dan salah satu surah panjangnya sama dengan surah at-Taubah. Berikut ini hadis yang disebutkan sebelum hadis di atas dalam Shahih Muslim:

Anas menyampaikan Rasulullah SAW bersabda, "Jika anak Adam memiliki dua lembah kekayaan, dia akan menginginkan yang ketiga. Dan perut anak Adam itu tidak akan merasa penuh kecuali dengan debu. Dan Allah akan kembali kepada orang yang bertaubat."13

Anak bin Malik meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah SAW mengatakan ini (kalimat-kalimat dalam hadis di atas), tetapi aku tidak mengetahui apakah hal ini diwahyukan kepadanya atau tidak, tetapi dia mengatakan demikian.14

Anas bin Malik meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, "Jika ada dua lembah emas untuk Anak Adam, dia akan menginginkan lembah yang lain, dan mulutnya akan dipenuhi apapun kecuali dengan debu, dan Allah kembali kepada orang yang bertaubat"15

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW berkata "Sekiranya tersedia satu lembah penuh kekayaan bagi anak Adam, dia akan menginginkan lembah lain yang seperti itu, dan dia tidak merasa puas kecuali dengan debu. Dan Allah kembali kepada orang yang bertaubat (kepada-Nya)." Ibnu Abbas berkata, "Aku tidak mengetahui apakah ini dari Quran atau bukan, dan dalam riwayat yang disampaikan Zubair dikatakan, Aku tidak mengetahui apakah ayat ini berasal dari Quran atau bukan, dia tidak menyebutkan tentang Ibnu Abbas."16

Muslim juga menyampaikan dalam kitab tentang menyusui anak (ar-Ridha), bahwa Aisyah mengatakan sebagai berikut :

Tercantum dalam apa yang diturunkan dalam Quran bahwa apabila seorang wanita menyusui sebanyak sepuluh kami, maka ia menjadi seorang ibu bagi anak yang disusuinya. Jumlah (sekian kali) menyusukan ini akan membuat wanita itu haram bagi anak yang disusuinya. Kemudian ayat ini diganti dengan 'lima kali menyusukan' untuk menjadikan seorang wanita yang menyusukan seorang anak haram bagi anak yang disusui. Rasulullah wafat ketika kata-kata ini dicatat dan dibacakan dalam Quran.

Zamakhsyari juga mencatat bahwa Aisyah mengatakan bahwa ayat Quran yang memerintahkan hukuman rajam kepada orang berzina ditulis di atas sebuah daun, tetapi dengan tidak sengaja daun itu termakan seekor kambing menjelang nabi wafat. Dengan demikian, ayat ini hilang.

Menurut riwayat, Umar bin Khattab mengatakan bahwa surah al-Ahzab tidak lengkap.

Muttaqi Ali bin Husamuddin dalam kitabnya Mukhyasar Kanz al-Ummal, (tercetak dalam Musnad Ahmad, ayat 2 hal. 2) dalam hadisnya mengenai surah 33 yang dinyatakan bahwa Ibnu Mardawaih, meriwayatkan bahwa Hufzaifah berkata :

Umar berkata kepadaku, "Berapa banyak anak yng ada dalam surah al-Ahzab?" Aku menjawab 72 atau 73 ayat. Dia berkata, "Surah ini hampir sepanjang surat al-Baqarah, yang berisi 287 ayat, dan dalamnya ada ayat tentang hukuman rajam (bagi orang yang berzina)."

Jika kita memperhatikan riwayat Ibnu Mardawih yang disebutkan Hdzaifah berasal dari Umar bahwa surah al-Ahzab, yang berjumlah 72 ayat, sama panjangnya dengan surah al-Baqarah (yang berjumlah 287 ayat), dan jika melihat riwayat Abu Musa yang mengatakan bahwa sebuah surah yang panjangnya sama dengan surah at-Taubah (berjumlah 130 ayat) dihilangkan dari Quran, maka menurut riwayat-riwayat ini terdapat 345 ayat yang dihilangkan.



Shahih al-Bukhari
Bukhari mencatat dalam Shahih-nya, Ibnu Abbas menyampaikan bahwa Umar bin Khattab mengatakan hal berikut dalam sebuah khutbah yang disampaikannya selama bertahun-tahun terkahir kekhalifahannya. Ketika Umar melaksanakan Haji terakhirnya, dia berkata :

Sesungguhnya Allah mengirim Muhammad dengan kebenaran dan menurunkan kitab (Quran) kepadanya. Salah satu wahyu yang datang kepadanya adalah ayat tentang rajam. Kami membacanya dan memahaminya. Rasulullah menerapkan aturan rajam dan kami mengikutinya. Aku khawatir bahwa dengan berjalannya waktu, seseorang mungkin berkata, "Demi Allah, kami tidak menemukan ayat tentang rajam dalam Kitab Allah." Jika demikian, kaum Muslim akan menyimpang karena mengabaikan firman yang telah diturunkan Yang Maha Kuasa.

Selain itu, kami dulu sering membaca apa yang kami temukan dalam Kitab Allah: Jangan menyangkal keabsahan ayah-ayah kalian sebagai ayah, dengan memandang rendah kepada mereka. Karena, jika kalian merasa malu kepada mereka, yang demikian adalah kekafiran.17

Kita perlu memperhatikan kapan hadis ini disebutkan, berapa lama waktu yang telah berlalu sejak wafatnya Nabi Muhammad, atau berapa lama dari saat pengumpulan lembaran-lembaran Quran. Selain itu, ayat yang dibaca oleh Umar dalam hadis di atas, tidak terdapat dalam Quran sekarang.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan dalam bab 21 Jika seorang hakim harus bersaksi untuk kepentingan seseorang penggugat saat dia sedang menjadi hakim atau dia mendapat tugas ini sebelum dia menjadi hakim (dapatkan dia memberikan pertimbangan untuk kepentingannya sesuai dengan itu atau haruskah dia merujuk kasus itu kepada hakim lain sebelum dia memberikan kesaksian?)

Hakim Syuraih berkata kepada orang yang meminta kesaksiannya, "Pergilah kepada penguasa sehingga aku bisa memberi kesaksian untukmu!" Dan Ikrimah berkata kepada Abdurrahman bin Auf, 'Jika aku melihat seseorang sedang melakukan perzinahan atau pencurian, dan engkau adalah seorang penguasa (apa yang akan engkau lakukan)?' Abdurrahman berkata, 'Aku akan menganggap kesaksianmu sama dengan kesaksian orang lain di antara umat Muslim. 'Umar berkata, 'Engkau telah mengatakan kebenaran.' Umar menambahkan, 'Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan, 'Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan ayat-ayat tambahan pada Quran, aku pasti akan menuliskan ayat ar-Rajm (hukuman rajam terhadap para pezinah yang telah menikah hingga mereka meninggal) dengan tanganku sendiri.""

Ma'iz mengaku di hadapan Rasulullah bahwa dia telah melakukan zina, kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk dirajam hingga meninggal. Tidak disebutkan bahwa Rasulullah meminta kesaksian dari mereka yang hadir di sana.

Hammad berkata, "Jika seorang pezinah mengaku di hadapan seorang penguasa sekali saja, dia harus dirajam sampai mati." Tetapi Hakam berkata, "Dia harus mengaku empat kali."18

Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah Umar menyatakan dengan jelas bahwa ayat yang dikenal sebagai ayat 'rajam' semula ada dalam Quran, atau asli diwahyukan? Untuk membahas bagian kedua, berikut ini pernyataan Umar dengan lebih jelas:

Sekiranya aku tidak takut dengan kenyataan bahwa orang akan mengatakan bahwa Umar telah menambahkan ayat-ayat tambahan pada Quran, aku pasti akan menuliskan ayat ar-Rajm (hukuman rajam terhadap para pezinah yang telah menikah hingga mereka meninggal) dengan tanganku sendiri.

Apakah Umar takut orang-orang mengatakan begini dan begitu di belakangnya? Apakah dia pada saat mengatakan itu lebih takut kepada Tuhan, atau lebih takut kepada orang-orang daripada kepada Tuhan? Apakah semua orang diperbolehkan untuk merasa takut kepada orang lain saat mengatakan kebenaran tentang Quran yang lebih penting? Jika Umar tidak takut kepada orang-orang, apakah ia menuliskan ayat dalam Quran dengan tangannya sendiri atau tidak? Andaikata kita adalah Umar, dengan pengetahuan dan keberanian yang sama, bolehkah kita menambahkan ayat ini pada Quran dengan tangan kita sendiri atau tidak?

Apakah Umar mengetahui tentang pembatalan ayat atau tidak? Apakah ia lebih mengetahui tentang pembatalan ini dari pada ulama-ulama sekarang atau tidak?

Apakah dia tahu bahwa bolehkah dia menambahkan ayat dalam Quran jika ayat ini sekarang telah dibatalkan, ataupun tidak?

Bagi Syi'ah, hal ini tidak dapat diterima. Penjelasan singkat mengenai hal ini adalah sebagai berikut;

Sebagian Sunni mengatakan bahwa ayat ini praktiknya dapat dibatalkan, dan tetap bukan bagian dari Quran. Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah dia mengetahui bahwa seharusnya dia tidak boleh menambahkan ayat ini ke dalam Quran karena ayat ini secara praktik dibatalkan? Dengan kata lain, jika dia mengatahui aturannya, mengapa dia bersikeras untuk menambahkan ayat? Jika dia tidak mengetahui hal itu, apakah aturan di atas merupakan sebuah ciptaan orang-orang Suni yang ingin membenarkan hilangnya ayat ini?

Contoh lain adalah setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dinyatakan bahwa frase 'Dia yang menciptakan' ditambahkan pada ayat 3 surah al-Lail. Salah seorang perawi kontroversi ini adalah Abdullah bin Mas'ud. Seperti yang telah disebutkan, Rasulullah dengan jelas menyatakan (menurut sumber-sumber Sunni) bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah salah seorang yang harus dipercaya berkenaan dengan Quran.

Para sahabat dan Abdullah (Ibnu Mas'ud), datang untuk menemui Abu Darda, (dan sebelum mereka tiba di rumahnya) dia melihat mereka dan menemui mereka. Kemudian Abu Darda bertanya kepada mereka, "Siapa diantara kalian yang dapat membaca Quran seperti yang dibaca Abdullah?" Mereka menjawab, "Kami semua." Dia bertanya lagi, "Siapa diantara kalian yang mengetahuinya di luar kepala?" Mereka menunjuk kepada Alqama. Lalu dia bertanya kepada Alqama, "Bagaimana engkau mendengar Abdullah bin Mas'ud membaca surah al-Lail (Malam hari)?" Alqama membacakan, "Demi laki-laki dan perempuan," Abu Darda berkata, "Aku memberi kesaksian bahwa aku mendengar Rasulullah membacanya seperti itu, tetapi orang-orang ini menginginkan aku untuk membacanya, "Dan demi Dia yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan! Tetapi demi Allah, aku tidak akan mengikuti mereka."


44
ANTOLOGI ISLAM
Dalam Shahih al-Bukhari, hadis 585, diriwayatkan oleh Alqama:

…..Abu Darda selanjutnya bertanya, "Bagaimana Abdullah membaca surah yang dimulai dengan Demi malam apabila ia menutupi (cahaya siang) (QS. Al-Lail :
1)" Kemudian aku membaca di hadapannya, Demi malam saat ia datang . Dan demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perempuan. (QS. Al-Lail : 1-3). Tentang ini Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca surah seperti ini ketika aku mendengarkan beliau (membacanya)".

Aku melakukan perjalanan ke Syam dan ketika sedang melaksanakan shalat dua raka'at, aku berkata, "Ya Allah! Berkahi aku dengan seorang sahabat (yang shaleh)!" Kemudian aku melihat seorang lelaki tua datang ke arahku dan ketika dia mendekat aku berkata (kepada diriku sendiri), "Aku berharap Allah mengabulkan permintaanku!" Orang tua itu bertanya (kepadaku), "Darimana engkau berasal?" Aku menjawab, "aku berasal dari Kufah." Dia berkata, "Bukankah di antara kalian ada pembawa sepatu milik Rasulullah), siwak dan tempat air wudhu? Bukankah di antara kalian ada orang yang diberi perlindungan oleh Allah dari setan? Dan bukankah di antara kalian terdapat orang yang menjaga rahasia-rahasia (Rasulullah) yang tidak diketahui orang lain? Bagaimana Ibn Um 'Abd (Abdullah bin Mas'ud) baisa membaca surah al-Lail?" Aku membaca, Demi malam saat ia datang. Demi siang saat ia muncul dengan cahaya terang. Dan demi laki-laki dan perampuan. (QS. Al-Lail: 1-3). Tentang ini, Abu Darda berkata, "Demi Allah, Rasulullah membuatku membaca ayat ini seperti setelah aku mendengarkan dia, tetapi orang-orang ini (penduduk Syam) berusaha keras untuk membuatku mengatakan sesuatu yang berbeda."

Marilah kita mengamati ayat ini! Demi Dia yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan." (QS. Al-Lail :3). Apakah ada kalimat 'Dia yang telah menciptakan' dalam ayat tersebut? Jika tidak, saudara Wahabi perlu memeriksanya dalam Quran yang saudara Wahabi miliki. Jika benar, apakah kata-kata ini ditambahkan ke dalam Quran atau tidak? Seperti yang kita lihat, apa yang tertulis dalam tanda kurung tadi tidak ada dalam hadis, sementara dalam Quran ada. Apakah ayat tersebut dibatalkan? Jika benar apa arti sebenarnya dari kata 'pembatalan'.19

Apakah ini kata-kata yang bersifat menjelaskan? Sekiranya jawabannya adalah benar, apakah para perawi hadis-hadis kini mengetahui apa artidari ayat dan apa arti pernyataan yang menjelaskan? Para perawi hadis-hadis ini mengatakan bahwa orang-orang pada masa itu tidak membaca dengan cara yang mereka lakukan, akan tetapi, mereka tidak akan mengubah apapun, dan mereka akan terus membaca Quran dengan cara seperti itu. Selain itu, pernyataan penjelasan tidak ada dalam Quran itu sendiri tetapi ada dalam tafsir. Akan tetapi, Quran sekarang berisi kata-kata 'Dia yang telah menciptakan' dalamnya. Sekaragn, apakah Quran sekarang berisi kata-kata penjelasan para sahabat atau tidak?

Kaum Sunni meriwayatkan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah, Quran dihimpun dengan cara yang berbeda, dan dilakukan oleh orang-orang yang berbeda. Mereka tidak menerima Quran pemerintah (yang dihimpun oleh abu Bakar), tetapi menyimpan Quran versi mereka di rumah dan tidak menunjukkannya kepada masyarakat umum. Akan tetapi, mereka membacanya seperti yang mereka inginkan.
Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6521, diriwayatkan oleh Masyriq "

Abdullah bin Umar menyebut nama Abdullah bin Mas'ud dan berkata, "Aku akan mencintai beliau selamanya, karena aku mendengar Rasulullah mengatakan, 'Pelajari Quran dari empat orang; Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz, dan Ubay bin Ka'b!"

Rasulullah dengan jelas mengatakan (menurut sumber Sunni) bahwa Abdullah bin Mas'ud adalah orang yang dapat dipercaya berkenaan dengan Quran. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6524, diriwayatkan bahwa Abdullah bin Mas'ud sendiri mengatakan bahwa:

Demi Allah yang tak ada selain Dia yang berhak untuk disembah. Tidak ada satu surat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui di mana surah itu diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan; dan tidak ada satu ayat pun diturunkan dalam Quran kecuali aku mengetahui tentang siapa ayat itu bercerita.

Dia memiliki Quran yang berbeda (berdasarkan sumber-sumber Sunni) dengan ssuunan surah-surah yang berbeda dan rangkaian ayat-ayat yang berbeda pula. Seperti yang akan diperlihatkan, dia menyatakan bahwa sebuah ayat dalam Quran sekarang mendapat penambahan 'Dia yang telah menciptakan'. Dan dia mengatakan ini kepada orang-orang di tempat yang berbeda. Salah satu dari perbedaan ini adalah dua surah terakhir dalam Quran. Dia yakin bahwa kedua surah ini bukan surah-surah dan kedua surah ini hanya merupakan doa.

Bacalah hadis berikut dengan teliti. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6501, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:

Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b, "Ya Abu Munzir! Saudaramu, Ibnu Mas'ud mengatakan begini dan begitu (dua Mu'awwidhat tidak termasuk dalam Quran)." Ubay berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu dan beliau berkata, "Kedua surah itu telah diwahyukan kepadaku, dan aku telah membacanya (sebagai bagian dari Quran), "Lalu, Ubay menambahkan, "Oleh karenanya, kami mengatakan seperti yangtelah dikatakan oleh Rasulullah."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6500, diriwayatkan oleh Zirr bin Hubaisy:

Aku bertanya kepada Ubay bin Ka'b berkenaan dengan ke dua Mu'awwidhat (surah-surah yang berisi tentang perlindungan kepada Allah). Dia mengatakan, "Aku bertanya kepada Rasulullah mengenai hal itu. Dia berkata, "Kedua surah ini telah dibacakan kepadaku dan aku telah membacanya (dan merupakan bagian dalam Quran)." Jadi kami mengatakan seperti yang telah dikatakan Rasulullah (Kedua surah itu adalah bagian dari Quran).20

Pertanyaan yang muncul adalah: 1) Apakah orang yang menyebutkan kedua hadis ini adalah Ubay bin Ka'b?; 2) Apakah dia membahas kedua surah Qur'an ini?; 3) Apakah bahwa dalam hadis yang pertama, yang berkata adalah Ibnu Mas'ud?; 4) Apakah Ubay bin Ka'ab mengatakan bahwa kedua surah ini ada dalam Quran, dan Ibnu Mas'ud berpikir bahwa keduanya tidak ada dalam Quran?; 5) Dalam hal ini, apakah kita mempercayai Ubay bin Ka'b atau Ibnu Mas'ud?; 6) Jika menolak keduanya, bagaimana kita membenarkan penolakan kita dengan hadis yang pertama dalam artikel ini yang mana keduanya dipercaya oleh Rasulullah? Bagaimana kita dapat menghapuskan serta tidak menghapuskan kedua surah ini dari Quran? Seperti yang telah disebutkan, Syi'ah menolak hadis-hadis ini karena tidak masuk akal, dan berlawanan dengan isi Quran yang benar. Abdullah bin Mas'ud memunyai seperangkat Quran yang berbeda pula.

Mari kita membaca hadis berikut. Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6518, diriwayatkan oleh Syahiq:

Abdullah mengatakan, "Aku mempelajari an-Naza'ir yang sering dibaca berpasangan oleh Rasulullah dalam tiap rakaat." Kemudian Abdullah bangkit dan Alqama menemani dia ke rumahnya, dan ketika Alqama keluar, kami bertanya kepadanya (mengenai surah-surah itu). Dia berkata, "Ada dua puluh surah yang dimulai dari awal al-Mufassal, menurut susunan yang dilakukan oleh Ibnu Mas'ud dan berakhir dengan surah-surah yang dimulai dengan Ha Mim, contohnya; Ha Mim (asap), tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?" (QS. An-Naba: 1).

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 6514, diriwayatkan oleh Umar bin Khattab:

Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surah al-Furqan semasa Rasulullah hidup dan aku mendengarkan bacaannya dan memperhatikan bahwa dia membaca dengan cara yang berbeda-beda dan tidak diajarkan Rasulullah kepadaku. Aku ingin melabraknya ketika dia sedang shalat, tetapi aku tahan kemarahanku, dan ketika dia telah menyelesaikan salatnya, aku menarik baju bagian atas ke lehernya dan mencengkramnya dan berkata, "Siapa yang telah mengajarimu surah yang ku dengar ini waktu engkau membacanya?" Dia menjawab, "Rasulullah telah mengajarkannya kepadaku." Aku berkata, "Engkau telah berdusta, karena Rasulullah telah mengajarkan ini kepadaku dengan cara yang berbeda denganmu. "Kemudian, aku menyeretnya ke hadapan Rasulullah dan berkata (kepada Rasulullah), "Aku mendengar orang ini membaca Quran dengan cara yang tidak pernah engkau ajarkan kepadaku!" Untuk itu Rasulullah bersabda, "Lepaskan dia, Bacalah, Hisyam!" Kemudian, dia membaca dengan cara yang sama seperti yang ku dengar waktu dua sedang membacanya. Lalu Rasulullah bersabda, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu," dan menambah, "Bacalah, Wahai Umar!" Aku membacanya seperti yang telah beliau ajarkan kepadaku. Rasulullah kemudian berkata, "Ia diturunkan dengan cara seperti itu. Quran itu diturunkan untuk dibaca dalam tujuh cara yang berbeda, jadi bacalah dengan cara yang mudah bagimu!"

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 653, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair:

Aku berkata kepada Utsman bin Affan berkaitan dengan ayat Orang-orang di antara kamu yang meninggal dan meninggalkan isteri. (QS. Al-Baqarah: 240). Ayat ini dibatalkan oleh sebuah ayat lain. Jadi mengapa engkau harus menuliskannya?" Utsman berkata "Wahai anak saudaraku! Aku tidak akan mengubah apapun dari tempatnya."

Dalam Shahih al-Bukhari hadis 660, diriwayatkan oleh Ibnu Zubair :

Aku berkata kepada Utsman, "Ayat ini yang ada dalam surah al-Baqarah, 'Orang-orang di antaramu yang meninggal dan meninggalkan janda-janda… tanpa menjaga mereka' telah dibatalkan dengan ayat lain. Lalu mengapa engkau menuliskannya (dalam Quran)?" Utsman berkata, "Biarkan ia (ditempatnya), wahai anak saudaraku, karena aku tidak akan mengubah apapun darinya (Quran) dari posisi aslinya!"

Jika ayat-ayat yang disebutkan di awal yang dikatakan ada dalam Quran menurut Shahih al-Bukhari dibatalkan, lalu mengapa ayat-ayat itu tidak ada dalam Quran? Bagaimana kita dapat membenarkan kedua hadis terakhir? Dan lagi, bagaimana sesuatu dapat dibatalkan sesudah Rasulullah meninggal? Jika suatu ayat dibatalkan, harus ada ayat yang lebih baik atau sebanding dengan yang terdahulu. Berikut ini apa yang dinyatakan Quran, Tidak ada satupun dari wahyu-Ku yang Kami batalkan atau menyebabkan (manusia) melupakannya, karena kami menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik atau sebanding. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah memiliki kekuasaan atas segala sesuatu? (QS. Al-Baqarah : 106). Jadi, ayat-ayat yang dibatalkan dan ayat-ayat yang membatalkan selalu berpasangan.

Seperti yang ditegaskan oleh hadis-hadis Sunni di atas, ayat yang dibatalkan pasti ada dalam Quran. Sangat sedikit ayat dalam Quran sekarang yang dinyatakan dengan jelas dalam tafsir, baik Sunni maupun Syi'ah, bahwa ayat-ayat tertentu dibatalkan oleh ayat ini dan ayat itu. Ayat-ayat yang dibatalkan yang tidak ada dalam Quran adalah ayat-ayat yang disengaja oleh Allah SWT untuk dilupakan manusia. Karena ayat-ayat yang dilupakan tidak ada dalam ingatan Nabi dan manusia, wajar jika ayat-ayat ini tidak ada dalam Quran sekarnag, karena tidak ada seorangpun yang dapat mengingatnya disebabkan oleh kehendak Allah.

Hadis-hadis yang disebutkan alam Shihah Sittah mengatakan bahwa beberapa ayat dalam Quran hilang dan para sahabat tidak hanya mengingat ayat-ayat itu tetapi juga membacanya di depan umum.Dengan demikian, ayat-ayat itu tidak dapat dibatalkan karena tidak dilupakan ataupun kita tidak mempunyai ayat-ayat yang sama (pasangan yang membatalkan) dalam Quran untuk mengganti ayat-ayat itu. Selain itu, pembatalan ini hanya terjadi pada saat Rasulullah masih hidup, dan bukan sesudah Rasulullah wafat.

Akan tetapi, beberapa hadis di atas mengatakan bahwa beberapa orang sahabat percaya bahwa sesudah wafatnya Rasulullah orang-orang mengubah kata-kata dalam Quran. Bagaimanapun, mereka tidak akan mengubah ayat mana pun, dan mereka akan terus membaca Quran versi mereka sendiri. Pembatalan tidak bisa menjadi penyelesaikan untuk perselisihan seperti itu.

Selain itu, Hakim Naisaburi dalam al-Mustadrak ketika menafsirkan Quran, bagian dua, halaman 224, meriwayatkan bahwa Ubay bin Ka'b (yang disebut Nabi sebagai pemimpin kaum Anshar), yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:

"Sesungguhnya, Yang Maha Kuasa telah memerintahkanku untuk membaca Quran di hadapan kalian." Lalu, dia membaca, 'Orang-orang kafir dan para penyembah berhala tidak akan mengubah cara mereka hingga mereka melihat bukti yang nyata. Mereka yang tidak beriman di antara ahli-ahli kitab dan para penyembah berhala tidak dapat berubah hingga bukti yang jelas datang kepada mereka seorang utusan Allah, membaca halaman-halaman yang disucikan…' Dan bagian terindah dari halaman-halaman itu adalah, 'Andai Bani Adam meminta satu lembah yang penuh dengan harta dan Aku memberikannya kepadanya, dia akan meminta lembah lainnya. Dan jika aku memberinya, dia akan meminta lembah yang ke tiga. Tidak ada sesuatu pun yang akan memenuhi perut Bani Adam kecuali tanah. Tuhan menerima taubat dari orang-orang yang bertaubat. Agama yang ada di mata Tuhan adalah Hanafiyah (Islam) dan bukan Yahuddiyah (Yahudi) atau Nasriyah (Kristen). Siapapun yang mengerjakan kebaikan, kebaikannya tidak akan diingkari.""21

Hakim menulis, "Ini adalah sebuah hadis yang shahih." Dzahabi juga menggapa hadis ini shahih dalam tafsir Qurannya. Hakim menyampaikan bahwa Ubay bin Ka'b biasa membaca:

Mereka yang kafir telah membangun kefanatikan jahiliyah dalam hati mereka; dan jika kalian memiliki kafanatikan seperti itu, Masjid Suci pasti telah dirusak, dan Tuhan (telah) menurunkan kedamaian yang menentramkan hati kepada Utusan-Nya.

Ketua hakim mengatakan hadis ini shahih menurut standa kedua Syekh (Bukhari dan Muslim), dan juga ketika Dzahabi menganggapnya shahih dalam komentarnya pada Mustadrak (jilid 2, hal 225-226) serta ketika muslim meriwayatkan hal yang sama dengan hadis ini dari Abu Musa Asy'ari yang kami sebutkan lebih dahulu, kesimpulan apa yang dapat kita ambil dari semua ini?

Mereka yang mengatakan bahwa siapa saja yang mencatat hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran adalah orang kafir, ia berarti harus menerapkan juga aturan ini kepada Bukhari, Muslim, dan Hakim karena mereka memberikan kesaksian bahwa hadis-hadis absurd seperti itu shahih dan mereka telah menyebut kitab mereka sebagai kitab shahih. Sementara itu, penulis al-Kafi tidak pernah mengatakan bahwa isi kitab hadisnya seluruhnya shahih, dan menyebutkan bahwa hadis-hadis yang berlawanan dengan Quran harus ditolak.

Selanjutnya, mari kita andaikan bahwa Kulaini dalam kitabnya al-Kafi telah mencatat beberapa hadis yang menyatakan secara tidak langsung ketidaklengkapan Quran. Mengapa semua Syi'ah harus dituduh bahwa mereka meyakini ketidaklengkapan Quran? Kulaini bukan seorang yang sempurna, dan jika seorang ulama seperti dia membuat suatu kesalahan dalam mencatat hadis yang kemudian diketahui hadis itu lemah, mengapa kita harus menimpakan kesalahan itu kepada jutaan orang Syi'ah? Jika tuduhan seperti itu mungkin untuk dilakukan dan diperbolehkan, mengapa kita tidak boleh menuduh semua Sunni percaya akan ketidaklengkapan Quran karena mereka adaah para pengikut Umar, yang dikutip oleh Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal dan Ibny Mardawih bahwa ia telah mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, dan bahwa lebih dari 200 ayat dihilangkan? Mengapa Umar, Aisyah, Abu Musa tidak boleh dituduh atas hal yang sama karena mereka semua menyatakan tentang ketidaklengkapan Quran?

Kami percaya bahwa Quran yang ada sekarang adalah Quran yang lengkap tanpa pengurangan atau penambahan apapun. Ini adalah Quran yang tidak memiliki kepalsuan. Quran ini adalah wahyu dari Yang Maha Kuasa, Yang Maha Terpuji. Allah berjanji bahwa Dia akan melindungi Quran. Dia berkata, Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan al- Quran, dan sesungguhnya Kami akan melindunginya! (QS. Al-Hijr : 9).

Melalui Quran, Rasulullah dan Ahlulbaitnya menyuruh kita untuk menguji keaslian setiap hadis, dan menerima hadis yang sesuai dengan Quran dan menolak hadis yang berlawanan dengan Quran. Kami percaya bahwa siapapun yang mengatakan bahwa Quran tidak lengkap, atau telah ditambah adalah suatu kesalahan besar. Apa yang diriwayatkan Umar, Abu Musa, Bukhari, Muslim, Ahmad bin Hanbal, Hakim, dan Kulaini tentang masalah ini ditolak sama sekali dan benar-benar tidak dapat diterima, jika yang mereka maksudkan itu adalah ketidaklengkapan Quran.

Meskipun saudara-saudara Sunni percaya bahwa mereka memiliki beberapa kitab shahih, Syi'ah yakin bahwa hanya Quran yang sangat shahih, dan semua hadis yang berkaitan dengan Nabi dan para Imam harus disesuaikan dengan Quran. Apabila hadis tersebut terbukti bertentangan dengan Quran, logika dan fakta sejarah maka hadis-hadis itu tertolak. Hal ini disebabkan karena kaum Syi'ah tidak memberi otoritas mutlak pada seorang ulama. Otoritas mutlak hanya diberikan kepada Quran, semua hadis yang dinyatakan berasal dari mereka harus disesuaikan dengan Quran, logika, dan fakta sejarah.22



Quran yang Dihimpun oleh Imam Ali Ibnu Abi Thalib
Tidak ada perselisihan di antara para ulama Muslim, baik ulama Syi'ah atau Sunni, berkaitan dengan fakta bahwa Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib as, memiliki transkip teks Quran khusus yang telah dikumpulkannya sendiri, dan dia adalah orang pertama yang menghimpun Quran. Ada sejumlah besar hadis dari Sunni dan Syi'ah yang menyatakan bahwa sesudah wafatnya Rasulullah SAW Imam Ali duduk di rumahnya dan mebngatakan bahwa dia telah bersumpah tidak akan mengenakkan pakaian bepergian atau meninggalkan rumahnya hingga dia mengumpulkan Quran.23

Transkrip Quran yang disusun oleh Imam Ali as ini mempunyai spesifikasi-spesifikasi yang khusus. Pertama, transkrip Quran ini dikumpulkan sesuai dengan turunnya wahyu, yaitu disusun menurut turunnya wahyu. Inilah alasan mengapa? Muhammad bin Sirin (33/653-110/729), ulama terkenal dan Tabi'in (murid-murid para sahabat Rasulullah), menyesali bahwa transkrip ini tidak sampai ke tangan kaum Muslimin, dan dia mengatakan, "Jika transkrip itu berada di tangan kita, kita akan mendapatkan banyak sekali pengetahuan dalamnya."24 Sesuai dengan transkrip ini, pada ulama Sunni menghubungkan bahwa surah pertama Quran yang diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah surah al-Iqra (QS. Al-Alaq).25

Sebagaimana yang kita ketahui, surah al-Alaq tidak berada pada awal Quran yang sekarang. Kaum muslimin juga sepakat bahwa ayat 3 QS. Al-Maidah diturunkan [5] adalah salah satu di antara ayat-ayat Quran yang terakhir diturunkan (tetapi bukan ayat yang terakhir), dan ayat ini tidak berada dibagian akhir Quran yang sekarang. Hal ini dengan jelas membuktikan bahwa meskipun Quran yang dipakai sekarang lengkap, kitab suci ini tidak tersusun dalam urutan sebagaimana telah diturunkan. Beberapa kesalahan penempatan ini dilakukan oleh beberapa sahabat, baik dengan sengaja atau sedikitnya dikarenakan ketidaktahuan.

Untuk alasan inilah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sering berkata dalam khutbah-khutbahnya:

Bertanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku! Demi Allah, jika kalian bertanya kepadaku mengenai apa saja yang dapat terjadi sampai Hari Kiamat, aku akan memberitahu kalian tentangnya. Bertanyalah kepadaku, karena, demi Allah, kalian tidak akan dapat bertanya kepadaku tentang segala sesuatu tanpa aku memberitahukanmu! Bertanyalah kepadaku tentang Kitab Allah, karena, demi Allah, tak ada satu ayat pun yang tidak aku ketahui dan dimana diturunkannya, apakah ia malah hari ataupun siang hari, dan apakah di sebuah dataran ataukah di pegunungan.!26

Kedua, transkrip ini berisi komentar dan tafsiran yang bersifat hermeneutik (taksir dan takwil) dari Rasulullah yang beberapa di antaranya telah diturunkan sebagai wahyu tapi bukan bagian dari teks Quran. Sejumlah kecil teks-teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadis dalam Ushul al-Kafi. Bagian informasi ini merupakan penjelasan ilahi atas teks Quran yang diturunkan bersama ayat-ayat Quran. Jadi, ayat-ayat penjelasan dan ayat-ayat Quran jika dijumlahkan mencapai tujuh belas ribu ayat. Seperti yang diketahui oleh Sunni, hadis Qudsi (hadis yang diucapkan oleh Allah) juga merupakan wahyu langsung, tetapi bukan bagian dari Quran. Sesungguhnya Quran memberikan kesaksian bahwa apapun yang dikatakan oleh Rasulullah (baik langsung maupun tidak langsung) adalah wahyu (lihat surat an-Najm ayat 3-4). Wahyu langsung di antaranya termasuk tafsiran terhadap Quran. Selain itu, transkrip yang khusus ini berisi keterangan dari Rasulullah mengenai ayat mana yang dibatalkan dan ayat mana yang membatalkan, ayat mana yang jelas (muhkam) dan mana yang bermakna ganda (mutasyabih), serta ayat mana yang bersifat umum dan mana yang spesifik.

Ketiga, transkrip yang khusus ini juga berisi keterangan mengenai orang-orang, tempat-tempat, dan lain-lain di mana ayat-ayat itu diturunkan, yang disebut Asbabun Nuzul. Karena Amirul Mukminin sadar akan fakta-fakta ini, beliau sering mengatakan :

Demi Allah, tidak ada satu ayat yang telah diturunkan tanpa sepengetahuanku tentang siapa atau apa ayat ini diturunkan serta dimana ia diturunkan. Tuhanku telah memberiku pikiran yang bisa memahami dengan cepat dan kuat dan lidah yang mampu berbicara dengan fasih.27

Sesudah beliau menghimpun transkrip ini, Imam Ali as membawanya dan menunjukkannya kepada para penguasa yang berkuasa setelah Rasulullah, dan berkata: "Ini adalah kitab Allah, Tuhanmu, yang disusun sesuai dengan yang diturunkannya kepada Rasulmu." Tetapi mereka tidak menerimanya dan menjawab, "Kami tidak memerlukannya. Kami memiliki apa yang engkau miliki!" Setelah itu, Imam Ali as membawa kembali transkrip itu dan memberitahu bahwa mereka tidak akan pernah melihatnya lagi. Disebutkan bahwa Imam Ali membaca bagian akhir dari ayat Quran berikut.

Dan ketika Allah mengambil janji dai orang-orang yang telah diberi kitab untuk menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan tidak menyembunyikan (penjelasan)nya, mereka melemparkannya ke belakang punggung mereka dan menukarnya dengan nilai yang sangat sedikit! Amatlah buruk tukaran yang mereka buat!" (QS. Ali Imran : 187).

Yang dimaksud oleh Imam Ali dengan 'penjelasannya' adalah tafsiran Tuhan yang khusus. Amirul Mukminin kemudian menyembunyikan transkrip tersebut, dan sepeninggalnya. Transkrip itu diberikan kepada para Imam yang juga menyembunyikannya. Quran disembunyikan oleh para Imam hingga saat ini karena mereka berharap hanya ada satu Quran di antara kaum Muslimin. Karena jika orang-orang mempunyai dua Quran yang berbeda, akan terjadi beberapa perubahan dalam Quran yang dilakukan oleh orang-orang yang berpikiran jahat. Mereka berharap orang-orang mempunyai satu rangkaian Quran. Quran dan tafsirnya yang dikumpulkan oleh Imam Ali as tidak terdapat di kalangan Syi'ah di dunia kecuali Imam Mahdi as. Jika transkrip Amirul Mukminin dulu diterima, maka sekarang ini Quran dengan tafsir yang khusus itu sudah berada di tangan umat, tetapi kenyataannya tidak begitu.

Fakta ini memberikan arti pada hadis dalam Ushul al-Kafi yang mengatakan bahwa, tidak ada seorangpun kecuali Amirul Mukminin dan para Umam sesudahnya yang memiliki Quran dengan susunan sesuai dengan diturunkannya, dan bahwa Quran yang mereka miliki berisi segala sesuatu tentang surga dan lain-lain serta semua Ilmu Kitab, karena dalam transkrip Imam Ali terdapat penjelasan dan tafsir-tafsir yang langsung berasal dari Rasulullah SAW. Allah, pemilik Kekuasaan dan Kerajaan berfirman, Dan Kami telah menurunkan kepadamu sebuah Kitab yang dalamnya (berisi) penjelasan tentang segala sesuatu" (QS. An-Nahl : 89) Kadang-kadang kata 'tahrif' dipergunakan dalam beberapa hadis, dan harus diperjelas bahwa arti kata ini berubah dari satu makna ke makna lainnya, seperti mengubah posisi yang benar sebuah kalimat atau memberinya arti yang lain di samping arti sebenarnya atau arti yang dimaksudkan.

Oleh karena itu, kata ini betul-betl tidak memiliki hubungan apapun dengan penambahan atau pengurangan teks. Jadi dengan arti ini Quran menyatakan, Sebagian orang-orang Yahudi mengubah (yuharrifuna) kata -kata dari arti-artinya." (QS. An-Nisa : 46) Tahrif artinya mengubah arti atau mengubah konteks, sebagaimana ia disebutkan dengan makna tersebut dalam Quran, tidak hanya diterapkan dalam komunitas Muslim pada ayat-ayat Quran tetapi juga pada hadis Quran, bahkan oleh para penguasa berniat memperalat agama Islam untuk kepentingan pribadinya. Tahrif dengan makna ini adalah tahrif yang oleh para Imam Ahlulbait senantiasa ditentang. Contohnya, Imam Baqir as mengeluh tentang situasi kaum Muslimin dan para penguasa merka yang korup, dan mengatakan;
Salah satu perwujudan penolakan mereka terhadap Kitab (QS. Al-Baqarah : 101) adalah bahwa merka telah menentukan kata-katanya, tetapi mereka telah mengubah batas-batas (perintahnya atau harafu hududah). Mereka menyampaikannya (dengan benar), tetapi mereka tidak mengamati (apa yang dikatakan kitab itu). Orang-orang yang bodoh senang menjaga cara mengatakannya, tetapi orang-orang yang berilmu menyesali bahwa mereka mengabaikan untuk memperhatikan apa yang dimaksud kita itu."28

Penggunaan tahrif ini diambil sebagai suatu definisi untuk kata uang mucnul dalam hadis para Iam, sama seperti kata yang telah digunakan (QS. An-Nisa : 46). Perlu ditekankan bahwa semua ulama besar Syi'ah Imamiyah sepakat bahwa Quran yang sekarang berada di antara kaum Muslimin adalah benar-benar Quran yang sama yang telah diturunkan kepada Nabi Suci Muhammad SAW, dan bahwa kitab ini tidak diubah. Tidak ada sesuatu pun yang ditambahkan kepadanya, dan tak ada sesuatupun yang hilang darinya. Quran yang dihimpun oleh Imam Ali, termasuk penjelasan-penjelasannya, dan Quran yangberada di tangan umat sekarang ini, identik baik dalam istilah kata-kata atau pun kalimat-kalimat. Tidak ada satu kata, ayat, atau surah yang hilang. Satu-satunya perbedaan yang ada yaitu bahwa Quran sekarang (dikumpulkan oleh para sahabat) tidak tersusun sesuai dengan diturunkannya.

Kelengkapan Quran tidak dapat dibantah di antara kaum Syi'ah sehingga para ulama besar Syi'ah, Abu Ja'far Muhammad bin Ali bin Husain bin Babwaih, yang terkenal sebagai Syekh Shaduq (309/919/-381/991), menulis:

Kami meyakini bahwa Quran yang diturunakn Allah kepada Rasul-Nya Muhammad adalah (sama dengan) satu diantara dua pembungkus (dafftayn). Dan ini adalah kitab yang berada di tangan umat, dan isinya tidak lebih besar dari itu. Jumlah surah sebagaimana diterima adalah seratus empat belas.. Dan dia yang menyatakan bahwa kami mengatakan kitab ini lebih besar isinya daripada yang itu, adalah seorang pendusta.29

Perlu diperhatikan bahwa Syekh Shaduq merupakan ulama hadis terbesar di antara Imam Syi'ah, dan diberi julukan Syekh Muhadditsin (yang paling terkemuka di antara ulama-ulama hadis). Beliau hidup pada saat kegaiban kecil Imam Mahdi as dan dia adalah salah seorang diantara ulama-ulama Syi'ah paling awal.
Untuk pembahasan lebih rinci mengenai kelengkapan Quran begitu juga dengan pendapat Syi'ah, pada pembaca yang tertarik bisa melihat al-Bayan, yang ditulis oleh Abu Qasim Khu'I (hal. 214-278).

Sebagian orang yang antipati terhadap Syi'ah menyebutkan bahwa Syi'ah melakukan taqiyah (menyembunyikan keyakinan) dan tidak mendasarkan keyakinan yang sebenarnya pada Quran. Mereka tidak pernah berusaha untuk memahami bahwa taqiyah dipergunakan ketika nyawa seseorang berada dalam bahaya.

Tidak perlu kiranya menyembunyikan keyakinan bila tidak berada dalam bahaya. Artikel di atas merupakan bukti bahwa taqiyah bukan sebuah alasan yang benar bagi orang-orang yang antipati terhadap Syi'ah di hadapan Allah untuk merendahkan apa dikemukakan Syi'ah. Mereka memiliki kebebasan untuk memeriksa hadis-hadis yang telah disebutkan dalam artikel-artikel yang berbeda, atu mereka bisa juga bertanya kepada ulama-ulama mereka yang jujur untuk melakukan itu. Dan kebenaran adalah yang paling baik untuk diikuti…



Thabarasi dan Ketidaklengkapan Quran
Seorang saudara Wahabi menulis, dalam bukunya al-Hukumat al-Islamiyah, Ayatullah Khomaini banyak membicarakan tentang Nuri Thabarsi. Dia bahkan mengutip dari bagian tertentu dari bukunya untuk mendukung teori-teorinya itu. Thabarasi adalah orang yang sama yagn menulis buku berjudul Fasil al-Khitab fi Tahrifi Kitabi Rabb al-Arbab (perkataan yang menentukan tentang bukti perubahan kitab Allah) yang dicetak di Iran, 1298 H, untuk melihat bahwa dia tidak hanya menegaskan Quran tidak lengkap tetapi juga dia mengemukakan contoh-contoh surah yang dihilangkan dari Quran.

Pernyataan di atas ini merupakan contoh lainnya dari kebohongan dan kerusakan, yang merupakan cirri kaum Wahabi dan guru-guru mereka yang telah begitu banyak menimpakan penderitaan kepada Syi'ah dari pada kepada Sunni. Mereka menyerang Syi'ah semata-mata karena pendukung mereka (rezim Saudi) memiliki konflik politik dengan Iran. Agenda politik mereka begitu jelas terlihat dari pernyataan di atas.

Ada tiga orang dengan nama Thabarsi di kalangan Syi'ah. Secara sengaja Wahabi menyatukan orang yang terkenal dan orang biasa. Orang yang disebutkan menulis sebuah kitab kecil mengenai ketidaklengkapan Quran, adalah Nuri Thabarsi (Husain bin Muhammad Tawi Nur Tabarasi, 1254/1838/1320/1902) yang tidak dijadikan otoritas bagi Syi'ah untuk hal apapun. Sebenarnya, ulama-ulama Syi'ah secara sepakat mengutuk pendapat orang ini ketika ia menyatakan pendapat seperti itu. Hal ini menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah meyakini bahwa tidak ada satu ayat pun yang hilang dari Quran.

Satu catatan adalah bahwa kita tidak dapat menyebut seseorang seperti dia yang menyatakan bahwa Quran tidak lengkap, sebagai orang kafir. Alasannya semata-mata karena meyakini kelengkapan Quran bukan suatu rukun iman, atau tidak hadis yang menyatakan bahwa orang yang menyatakan Quran tidak lengkap adalah kafir. Selan itu, ayat Quran yang menyatakan bahwa Allah adalah pelindung Pemberi Peringatan, dapat ditafsirkan secara berbeda. Tetapi, kita hanya dapat mengatakan bahwa orang seperti itu mungkin telah salah jalan atau telah disesatkan. Selan itu, kita harus membedakan antara orang yang yakin bahwa Quran tidak lengkap dengan orang yang mencatat hadis lemah di antara hadis-hadis dalam kitabnya, semata-mata karena ia ingin mewariskan semua informasi yang telah ia dapat (yang bisa mendapat pembenaran di masa mendatang).

Orang kedua dengan nama Thabarsi adalah Abu Mansyur Ahmad bin Ali yang hidup di abad ke enam sesudah Hijrah. Dia terkenal karena beberapa karyanya. Dia tdiak pernah menulis kitab apapun untuk membuktikan bahwa Quran tidak lengkap. Ayattullah Khomaini mengutip perkataan dari orang ini dalam bukunya, dan bukan orang pertama seperti dikatakan tadi.

Thabarsi yang sangat dikenal di dunia Syi'ah adalah orang yang lain. Beliau bernama Abu Ali Fadhl Thabarsi (486/1093-548/1154), yang merupakan salah seorang dari ahli hadis Imam dan penafsir Quran terkemuka. Kitab tentang tafsir yang ditulis olehnya sangat terkenal. Dia percaya akan kelengkapan Quran sebagaimana ulama-ulama Syi'ah lainnya. Abu Ali Thabarsi menyebutkan :

Tidak ada satu kata pun ditambakan pada Quran. Perkataan apapun mengenai kata-kata yang ditambahkan disangkal oleh kaum Syi'ah. Sementara mengenai penghilangan dari Quran, sebagian Syi'ah dan sebagian Sunni mengatakan demikian ettapi ulama-ulama kami menyangkal hal itu.

Pertama, Thabarsi telah menegaskan bahwa tidak ada sesuatupun ditambahkan ke dalam Quran, bertentangan dengan beberapa hadis dalam Shahih al-Bukhari yang menyatakan sebaliknya. Kedua, dia telah menyebutkan bahwa ulama-ulama Syi'ah menolak gagasan bahwa ada bagian yang telah dihapus atau dihilangkan dari Quran. Perkataannya dengan jelas menunjukkan bahwa ulama-ulama Syi'ah tidak setuju dengan gagasan apapun yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang hilang dari Quran. Oleh karena itu sejumlah kecil hadis yang menyatakan secara tidak langsung hal sebaliknya pastilah lemah dan tidak dapat diterima. Selain itu Thabarsi juga menyebutkan bahwa hadis-hadis yang menyatakan secara tidak langsung tentang penghapusan ayat atau surah dalam Quran, tidak terdapat dalam kitab-kitab Syi'ah, dan dapat ditemukan dalam kumpulan-kumpulan hadis Sunni yang paling utama seperti Shahih Muslim dan Shahih al-Bukhari.

Lebih lanjut Syi'ah menulis: Nuri Thabarsi mengemukakan contoh-contoh surah yang dihapus dari Quran, seperti surah Wali, "Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada nabi dan wali! Keduanya Kami utus untuk membimbing kalian ke jalan yang lurus. Nabi dan wali berasal satu sama lain …. memuji Tuhanmu, dan Ali adalah salah satu saksinya."

Semua ulama Syi'ah terkemuka menolak pendapat Nuri Thabaris di atas bahwa ada sebuah surah yang disebut surah Wali. Tetapi karena saudara Wahabi mencoba untuk menyelesaikan semua masalah berkaitan dengan banyaknya hadis riwayat Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tentang penghilangan atau penghapusan dua surah Quran yang panjangnya sama dengan surah at-Taubah dengan mengatakan bahwa surah-surah itu dibatalkan bahkan sesusah wafatnya Rasulullah. Maka, bagaiman seandainya surah kecil di atas yang disebut surah Wali telah diturunkan kemudian dibatalkan?

Berkenaan dengan konsep Wali, tidak diperlukan pembahasan panjanguntuk membuktikannya. Konsep tentang Wali telah disebutkan dalam Quran dengan arti umum maupun khusus. Berikut ini salah satu surah dengan arti khusus;

Satu-satunya wali bagimu adalah Allah, Rasul-Nya, dan mereka di antara orang-orang yang beriman yang tetap mendirikan shalat dan menunaikan zakat, serta tunduk (kepada-Nya). (QS. al-Maidah : 55) ayat di atas dengan jelas mengatakan bahwa tidak semua orang beriman adalah wali dengan makna 'penguasa' dan 'pemimpin' sebagai arti khusus wali dalam ayat ini. Pada ayat ini juga, wali tidak hanya berarti sahabat, karena semua orang beriman adalah sahabat bagi yang lain. Ayat di atas menyebutkan bahwa hanya ada tiga wali khusus; Allah, Nabi Muhammad, dan Imam Ali karena hanya dia pada zaman Rasulullah yang membayar zakat ketika dia sedang bersujud (ruku'). Banyak ulama-ulama Muslim meriwayatkan hal ini.31



Quran Versi Fathimah
Beberapa selebaran anti Syi'ah yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok Wahabi menuduhkan bahwa berdasarkan kitab Ushul al-Kafi, Syi'ah percaya akan adanya sebuah Quran yang disebut 'Quran Fathimah'. Ini adalah sebuah tuduhan yang keji. Tidak ada satu pun hadis dalam Ushul al-Kafi yang menyatakan bahwa Fathimah as menulis sebuah kitab (mushaf). Hadis itu mengatakan 'Mushaf Fathimah'. Tentu saja Quran adalah sebuah (mushaf), tetapi kitab yang lain bukan Quran. Tuduhan ini sama bodohnya adalah dengan mengatakan 'Quran Bukhari', bukan kitab Bukhari. Juga beberapa hadis dalam al-Kafi dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada satu ayat Quran pun dalam Mushaf Fathimah. Ini menunjukkan bahwa Mushaf Fathimah benar-benar berbeda dari Quran. Tentu saja, panjangnya tiga kali lebih besar daripada Quran.

Dalam sebuah hadis, dikatakan bahwa Fathimah as, sesudah Rasulullah wafat, biasa menulis apa yang sudah diberitahukan kepadanya tentang apa yang akan terjadi pada anak cucunya dan kisah-kisah mengenai para penguasa selanjutnya (hingga hari kebangkitan). Fathimah as mencatat atau meminta Imam Ali untuk mencatatkan informasi-informasi tersebut, yang disimpan keluarga para imam, dan disebut kitab (Mushaf) Fathimah. Sebuah hadis yang berkaitan ddengan hal ini secara jelas mengatakan bahwa apa yang disebut Mushaf Fathimah bukan bagian dari Quran dan tidak ada hubungannya dengan firman-firman Allah SWT, dan tentang halal atau haramnya sesuatu menurut Allah. Kitab ini tidak ada kaitannya dengan Syari'ah (hukum Tuhan) dan praktik-praktik keagamaan. Berikut ini beberapa hadis tersebut. Abu Abdullah as mengatakan, "Kami memiliki mushaf Fathimah, tetapi aku tidak menyatakan bahwa segala sesuatu tentang Quran ada di dalamnya."32

Abu Abdillah as juga mengatakan tentang Mushaf Fathimah, "Tidak ada sesuatu pun tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang dalam kitab ini, tetapi dalamnya terdapat pengetahuan tentang apa yang akan terjadi."33

Abdul Malik bin Ayan berkata kepada Abu Abdillah as, "Zaidiyah dan Mu'tazilah telah berkumpul bersama Muhammad bin Abdillah (Ibnu Hasan, yang kedua). Akankah mereka membuat aturan?" Dia berkata, "Demi Allah, aku memiliki dua kitab dimana dalamnya terdapat nama-nama setiap nabi dan setiap penguasa yang memerintah di bumi ini (dari awal hingga hari Kiamat). Tidak, demi Allah, Muhammad bin Abdillah bukan salah seorang di antara mereka.

Mushaf maksudnya suatu kumpulan syahifah yang merupakan bentuk tunggal untuk kata 'halaman' (shuhuf). Arti literal dari kata mushaf adalah naskah yang terikat di antara dua papan. Pada jaman itu orang-orang biasa menulis di atas kulit dan benda-benda lain. Mereka menggulung tulisan-tulisan itu dikenal sebagai gulungan surah, atau mereka memakai lembaran-lembaran terpisah dan mengikatnya bersama-sama, karena itu disebut Mushaf. Sekarang ini kita menyebutnya buku. Kata yang sebanding dengan buku adalah 'kitab' yang dulu (dan sekarang pun masih) biasa ditujukan untuk korespondensi atau untuk suatu dokumen tertulis atau tercatat. Kata menulis dalam bahasa Arab 'kataba' adalah sebuah kata bentukan dan kata yang sama.

Meskipun sekarang ini Quran biasa disebut Mishaf, mungkin merujik pada 'kumpulannya' setelah sebelumnya terpisah-pisah (surah-surah turunnya tidak bersamaa). Quran adalah sebuah Mushaf (buku / kitab), tetapi sembarang mashaf tidak bisa disebut Quran. Tidak ada yang namanya Quran Fathimah, sebagaimana yang dikatakan di mata dan dalam beberapa hadis lainnya, Mushaf Fathimahs memang tidak ada kaitannya dengan Quran. Konsep ini biasa disalah artikan dari konteksnya dan diterbitkan oleh kelimpok-kelompok anti Syi'ah sehubungan dengan kebencian mereka kepada para pengikut Ahlulbait Rasulullah SAW.

Hal lain yang juga sangat pentinguntuk diketahui dan dipahami adalah bahwa mempercayai Mushaf Fathimah bukan sebuah syarat keyakinan Syi'ah. Hanya saja beberapa hadis meriwayatkan hal seperti itu. Mushaf ini bukan sesuatu yang sangat penting, dan tidak ada seorangpun (kecuali Imam Mahdi) yang mengetahui tentagnya.

Ada sebuah ayat dalam Quran dimana Allah mengatakan; Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Quran, dan Kami akan benar-benar menjadi penjaganya. (QS. al-Hijr : 9). Seperti yang dinyatakan ayat ini, Quran dilindungi oleh Allah sendiri.

Ayat ini menyatakan secara tidak langung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya oleh Allah sendiri.

Ayat ini menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran tidak diubah oleh Nabi, dan tidak berubah hingga akhir kehidupan Nabi. Akan tetapi, ada dua pemahaman yang berbeda tentang ayat ini, satu dari Sunni dan yang lainnya dai Syiah Itsna Asyu'arriyyah.

Syi'ah Itsna Asy'ariyyah mengatakan bahwa kitab Allah dilindungi Allah sendiri beserta sejarahnya. Bahkan tiada seorang manusia yang dapat menambahkan, mengurangi, atau mengubah huruf-hurufnya. Hal ini meliputi semua golongan manusia. Dalam kehidupan nyata, hal ini berada di luar jangkauan kemampuan manusia. Singkatnya, tiada satupun manusia yang mampu mengubah Quran dengan cara apapaun. Di sisi lain, ada kaum Sunni yang mengatakan bahwa Syi'ah mempunyai Quran yang berbeda.

Mari kita perhatikan pernyataa berikut ini, "Jika kita menerima sekelompok orang separti Syi'ah (atau kulkumpulan lain yang bernama X) yang telah mengubah Quran, kita mempertanyakan kemampuanAllah dalam menjaga Quran. Kita berkata bahwa sekelompok umat mampu mengubah Quran dan menyebarluaskan Quran itu pada kelompoknya. Bukankah Allah yang seharusnya melindungi Quran? Sekiranya Quran demikian itu ada, berarti kita telah mengganggap bahwa Allah tidak mampu. "Dengan kata lain, kaum Sunni percaya pada versi yang menyatakan tentang lemahnya perlindungan Allah terhadap Quran. Sementara orang-orang Syi'ah Itsna Asy'ariyyah tidak menerima kelemahan seperti itu: Artinya, barangsiapa yang mengatakah hal. Seperti ini, brrarti ia benar-benar percaya bahwa segelintir orang (bahkan satu orang) telah mengubah Quran. Dengan kata lain, ia sendiri percaya pada perubahan yang terjadi pada Quran yang bukan dilakukan olehnya, tetapi oleh orang lain.

Kita mungkin mengatakan bahwa secara fisik semua Quran sama. "tetapi, Syi'ah mempercayai hal itu hanya dalam benak mereka. Pernyataan ini pastilah lelucon belaka. Apakah kita berpikir bahwa Syi'ah seperti itu hanya ada dalam benak saja? Sejumlah kecil hadis yang menyebutkan tentang Quran yang berbeda juga menyatakan secara tidak langsung bahwa Quran yang berbeda terlihat oleh perawi hadis. Seperti yang anda lihat adanya penambahan frase 'Yang Menciptakan dalam Quran, para perawi hadis bahkan memberikan kata-kata yang sudah ada dalam Quran, kadang-kadang mereka menyajikan ayat lengkap yang dihapus atau ditambahkan, atau bahkan membicarakan tentang surah-surah Quran yang lengkap. Kedua hal ini tidak sejalan satu dengan yang lainnya. Jika Quran seperti itu ada, maka Allah pasti berbohong kepada umat manusia. Jika Quran adalah yang paling kuat dan benar, maka Quran semacam itu tidak ada. Dengan kata lain, jika kita katakan bahwa Quran seperti itu ada, artinya kita menyerang kaum muslimin, Quran yang ada sekarang ini dan menyerang Tuhan.

Pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Apakah seorang penyembah berhala India dapat mengubah Quran?

Sebelum berakhirnya pembahasan artikel ini, kita perhatikan perumpamaan berikut ini. Seorang bernama A sangat ahli bermain catur. Dia bermain dengan B.
Saat B kalah dan hanya tinggal dua langkah bagi B untuk kalah dalam permainan itu, A menyarankan sesuatu yang menarik. Dia memutar papan catur 180 derajat. Dengan ini, tempat pemenang dan yang kalah berganti. A yang sebelumnya menang, sekarang kalah, dan B yang sebelumnya kalah sekarang hampir menjadi pemenang. Tetapi cerita tidak berakhir sampai di sini. A begitu lihai sehingga dia menang lagi. Dia bisa menghadapi masalah, menyelesaikannya, dan mendapatkan kekuatan serta merupakan kunci dalam permainan catur tersebut. Kisah Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat mirip dengan cerita ini.

Jika kita menghadiri pelajaran-pelajaran keagamaan (bukan sembarang pelajaran), kita akan menemukan permainan yang sama. Pengajar membuktikan kepada kita bahwa subjek ini begini dan begitu. Kita menjadi yakin sehingga berniat meniggalkan agama ini. Lalu dia mulai menjelaskan semua alasan-alasan terdahulu dan membuka setiap masalah, dan membawa sumber-sumber dan alasan-alasan lain. Kita dapat melihat betapa menakjubkannya definisi subjek itu berubah.

Kita menjadi bahagia karena telah mendapatkan kebenaran. Perbedaannya sekarang adalah bahwa kita berpikir bahwa keimanan kita menjadi lebih kuat.

Perilaku ini bahkan tersimpan dalam buku-buku. Jika seorang pembaca tidak mengenal metode ini, dia berpikir si penulis atau pengarang adalah kafir. Jika dia tidak membaca seluruh isi buku tersebut, dia pasti akan kesal sekali terhadap isi beberapa bagian buku tersebut. Disisi lain, jika si pembaca sabar, dalam sesaat dia akan melihat bahwa irama si penulis berubah. Metode ini menyebabkan banyak persoalan. Salah satunya adalah bagi para pembaca yang membaca sebagian buku itu. Mereka langsung menuduh penulis di depan umum bahwa dia kafir. Jika orang lain telah membaca buku ini sebelumnya, dia akan mentertawakan orang pertama karena kurangnya membaca.

Subjek mengenai perubahan Quran merupakan salah satu di antara subjek-subjek ini. Bagi para pembaca, bukan hal sulit untuk membuktikan bahwa Quran diubah dengan menggunakan Quran sendiri. Masalahnya adalah bahwa metode ini sangat berbahaya. Jika seseorang gagal untuk menyampaikan subjek itu kepada kita, sebagian besar di antara kita pastilah akan kehilangan keimanan kita terhadap Quran. Perlu diketahui bahwa Syi'ah Itsna Asy'ariyyah sangat ahli dalam hal ini Syi'ah Itsna Asy'arriyah sangat ahli dalam hal ini sehingga tidak ada mazhab Islam lainnya yang telah mengikuti mereka dalam hal tadi. Mereka menunjukkan bahwa Quran tidak diubah dengan Quran, hadis dan cerita-cerita historis. Ketika pelajaran usai, kita akan mendapatkan sebuah sistem pemikiran yang sangat kokoh tentang subjek yang spesial. Kita akan menemukannya berada sangat dekat dalam diri kita.



45
ANTOLOGI ISLAM

Perdebatan-perdebatan Awal Mengenai Keutuhan Quran.35
Artikel singkat ini mencoba untuk mengungkap asal mula kontroversi Syi'ah-Sunni mengenai integritas teks Quran. Perkembangan perdebatan ini pada abad pertama Islam menggambarkan sebuah contoh menarik tentang bagaimana gagasan-gagasan berkembang pada periode awal melalui perselisihan mazhab, juga hubungan dan komunikasi di antara mazhab-mazhab Islam dan mazhab pemikiran yang beraneka ragam. Meskipun ada ketidakpercayaan yang sangat kuat, banyak faktor memfasilitasi sikap memberi dan menerima di antara mazhab yang berbeda. Kelompok yang paling terkemuka pada saat itu adalah sekelompok perawi hadis yang sering mengunjungi mazhab-mazhab yang berbeda tersebut sehingga mengenalkan banyak literatur setiap mazhab kepada mazhab lainnya.

Seringkali, dua kutub riwayat hadis yang membingungkan ini membantu 'menaturalisasikan' segmen-segmen literatur suatu mazhab ke dalam literatur mazhab lainnya.

Dalam mazhab Syi'ah hal ini terjadi. Banyak perawi hadis mendengar hadis dari sumber-sumber Sunni maupun Syi'ah, kemudian salah menghubungkan banyak hadis yang mereka dengar.36 Mutakallimun Syi'ah terdahulu juga mengutip pernyataan-pernyataan dari sumber-sumber Sunni dalam polemik mereka melawan kaum Sunni sebagai argumentum ad hominem. Tetapi dari pertengahan abad ke-3 sampai ke-9, adalah biasa bagi sebagian penulis dan ahli hadis Syi'ah untuk mengaitkan asal Syi'ah pada materi ini, karena orang-orang berpikir bahwa apapun yang dikatakan atau ditulis oleh sahabat-sahabat para imam dan mutakalimun Syi'ah terdahulu, bahkan apa mereka gunakan dalam polemik-polemik mereka, menggambarkan sudut pandang dan pernyataan para Imam." Asumsi ini menyebabkan masuknya banyak materi-materi asing ke dalam pemikiran Syi'ah.

Banyak dari ketertukaran masa awal ini terlupakan oleh waktu. Karena itu tidak diketahui bahwa banyak gagasan yang kemudian diberi label Sunni, Syi'ah, atau semacamnya yang dipegang oleh kelompok yang berbeda atau, sedikitnya pada periode awal sebelum mazhab-mazhab menentukan bentuk akhir mereka, sebenarnya dipakai oleh beragam elemen utama masyarakat Islam. Persoalan integritas teks Quran Utsmani dan kontroversi di seputar hal itu adalah contoh utama fenomena tersebut. Isu sentral perdebatan-perdebatan itu adalah apakah teks Utsman meliputi seluruh materi yang sudah diturunkan kepada Rasulullah, atau apakah ada materi selanjutnya yang hilang dari teks Quran Utsmani. Pada halaman-halaman berikut, akan dibahas tentang ketertukaran Syi'ah Sunni berkaitan dengan persoalan ini.

Bukti yang ada dalam Quran itu sendiri seperti juga dalam hadis menyatakan bahwa Rasulullah menghimpun naskah tertulis untuk Islam semasa hidupnya, kemungkinan besar pada tahun-tahun pertamanya di Madinah." Menurut riwayat, Rasulullah terus mengumpulkan Quran hingga suatu waktu, secara pribadi memerintahkan para juru tulis dimana mereka harus membuka halaman baru wahyu yang diturunkan dalam naskah tersebut.39 Ada juga petunjuk-petunjuk bahwa bagian-bagian wahyu yang lebih dulu diturunkan tidak dimasukkan ke dalam naskah itu.

Sebuah ayat dalam Quran menyatakan tidak adanya satu bagian wahyu yang dibatalkan atau 'dilupakan',40 ayat lainnya berbicara mengenai ayat-ayat yang berisi bahwa Allah mengganti yang lainnya.41 Menurut riwayat, kaum Muslim masa itu biasa mengingat ayat-ayat dari wahyu yang tidak mereka temukan dalam naskah yang baru. Akan tetapi, mereka menyadari bahwa bagian-bagian itu sengaja tidak dimasukkan oleh Rasulullah, karena kaum Muslimin sering menyebut ayat-ayat itu sebagai wahyu yang 'dibatalkan (nusikha), 'diangkat' (rufi'a), 'untuk dilupakan' (unsiya), atau 'diturunkan (usqita).42 Konsep pembatalan wahyu (naskh al-Quran) rupanya merujuk pada bagian-bagian yang tidak dimasukkan oleh Rasulullah ke dalam naskah tersebut.43 Akan tetapi kemudian, konsep itu dikembangkan dalam hadis Sunni untuk memasukkan beberapa kategori hipotesis, sebagian besarnya disertai contoh-contoh yang ada dalann trks Quran sekarang. Akan tetapi, dengan satu kekecualian yang mungkin," sangat disangsikan bahwa Quran memasukkan ayat-ayat yang dibatalkan.

Riwayat Sunni tentang kumpulan Quraa benar-benar berbeda dari apa yang dipaparkan di atas. Dikatakan bahwa Quran tidak dihimpun dalam satu jilid hingga sesudah Rasulullah wafat pada tahun 11/632.45 Para pencatat wahyu (kuttab al-wahy) masa itu, biasanya langsung menuliskan ayat-ayat setelah Rasulullah menerima dan membacakannya. Sebagian lainnya di antara kaum mukminin, menghapalkan bagian-bagian wahyu tersebut atau kadang-kadang mencatatnya pada media tulis apa saja yang masih primitif. Menurut para pendukung riwayat ini, fakta bahwa Quran tidak dihimpun sebagai sebuah kitab hingga wafatnya Rasulullah sangat logis. Selama beliau hidup, selalu ada perkiraan tentang turunnya wahyu dan selanjutnya dan wahyu pembatalan yang tidak sering turun. Kumpulan ayat-ayat atau wahyu yang telah diturunkan, tidak dapat dianggap sebagai sebuah teks yang lengkap.46 Banyak orang menghapal sebagian besar wahyu, yang dibaca berulang kali dalam shalat-shalat mereka dan dibacakan kepada orang-orang lainnya. Ketika Rasulullah masih ada di tengah-tengah kaum mukminin sebagai satu-satunya orang yang berwenang, kitab atau buku referensi agama atau undang-undang tidak diperlukan. Setelah beliau wafat, semua pertimbangan ini berubah dan keadaan yang baru mengharuskan adanya kumpulan Quran ini. Riwayat yang disampaikan oleh sumber-sumber Sunni adalah sebagai berikut.

Dua tahun sesudah wafatnya Rasulullah, kaum Muslimin terlibat dalam sebuahpertumpahan darahdengankomunitas musuh diYamama di daerah gurun pasir Arab. Banyak para penghapal (qurra) Quran gugur saat itu.47 Karena khawatir sebagian besar Quran hilang dan lebih banyak para penghapal Quran wafat dalam perang, Abu Bakar, pengganti Rasulullah yang pertama, memerintahkan agar Quran dikumpulkan.

Untuk tujuan ini, para sahabat dan para penghapal Quran diminta untuk datang memberikan bagian-bagian wahyu mana saja yang diingat atau telah ditulis oleh mereka dalam bentuk apapun. Abu Bakar memerintahkan Umar, penggantinya di kemudian hari, dan Zaid bin Tsabit, seorang pencatat wahyu yang masih muda ketika Rasulullah masih hidup, untuk duduk di pintu masuk masjid Madinah dan mencatat ayat atau bagian yang sedikitnya ada dua orang saksi menyatakan bahwa mereka telah mendengarnya dari Rasulullah. Meskipun demikian, untuk kasus tertentu, kesaksian dari hanya seorang saksi pun diterima.48

Semua materi yang dikumpulkan dengan cara ini dicatat pada lembaran-lembaran kertas,49 atau perkamen, tetapi belum dihimpun ke dalam satu jilid Lebih lanjut, pada saat itu materi-materi ini diperuntukkan bagi kaum Muslimin, yang masih terus memiliki Quran dalam bentuk sederhana yang terpisah-pisah. Lembaran-lembaran kertas atau perkamen itu disimpan oleh Abu Bakar dan setelah Umar wafat, mereka memberikannya kepada putrinya, Hafsah. Utsman mengambil lembaran-lembaran itu dari Hafsah selama masa kekhalifahannya dan membuatnya dalam bentuk satu jilid Dia mengirimkan beberapa salinan kepada kelompok-kelompok Muslim yang berbeda di dunia dan memerintahkan agar kumpulan-kumpulan lain atau bagian Quran yang diketemukan di mana saja dibakar.50

Seluruh riwayat mengenai kumpulan Quran ini diterima oleh ulama-ulama Sunni sebagai hal yang dapat dipercaya dan digunakan, seperti yang akan dibahas di bawah ini, sebagai dasar dari gagasan tentang ketidaklengkapan Quran.

Literatur Sunni berisi banyak hadis yang mengatakan bahwa sebagian wahyu telah hilang sebelum dilaksanakannya penghimpunan Quran yang diprakarsai oleh Abu Bakar. Contohnya, ada riwayat yang mengatakan bahwa suatu waktu Umar mencari teks ayat tertentu Quran yang dia ingat secara samar-samar. Betapa menyesalnya dia ketika akhirnya mengetahui bahwa satu-satunya orang yang memiliki catatan ayat itu telah meninggal dalam perang Yamama dan karenanya ayat itu hilang.51 Umar diriwayatkan telah mengumpulkan kembali ayat Quran tentang hukuman rajam untuk orang yang berzinah 52 Tetapi dia tidak dapat meyakinkan rekan-rekannya untuk memasukkan ayat ini ke dalam Quran karena tidak ada seorangpun yang mendukungnya,53 dan syarat bahwa harus ada dua saksi untuk diterimanya teks Quran manapun sebagai bagian dari Quran, tidak terpenuhi. Akan tetapi, kemudian beberapa sahabat mengingat ayat yang sama,54 termasuk Aisyah, isteri Rasulullah yang termuda.

Dia diduga telah mengatakan bahwa lembaran di mana dua ayal dicatat, termasuk ayat tentang rajam, disimpan di bawah sepreinya dan kemudian sesudah Rasulullah wafat, seekor binatang piaraan55 masuk ke kamarnya dan menelan habis lembaran tersebut saat penghuni rumah sedang sibuk dengan upacara pemakaman beliau.56 Umar juga mengingat ayat-ayat lain yang dia kira dikeluarkan (saqata) dari Quran57 atau hilang, termasuk satu ayat tentang kepatuhan kepada orang tua58I dan ayat lain tentang jihad59 Pernyataannya mengenai ayat pertama dari dua ayat tadi, didukung oleh tiga ahli Quran sebelumnya, yaitu: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas, dan Ubay bin Ka'b.60 Anas bin Malik mengingat sebuah ayat yang diturunkan pada saat ketika sejumlah kaum Muslimin gugur dalam sebuah peperangan, tetapi kemudian ayat itu dicabut.61 Anak didik Umar, Abdullah 62 dan sejumlah ulama sesudahnya63 berpendapat bahwa banyak Quran telah musnah sebelum dilakukan penghimpunan teks Quran.

Riwayat-riwayat yang sama, khususnya ditujukan kepada resensi Quran Utsmani yang resmi. Mereka menyatakan bahwa sebagian di antara para sahabat terkemuka tidak dapat menemukan bagian naskah resmi wahyu yang telah mereka dengar sendiri dari Rasulullah, atau mereka mendapatkan wahyu-wahyu tersebut dalam bentuk yang berbeda. Ubay bin Ka'b, misalnya, membaca surah al-Bayyinah dalam bentuk yang ia nyatakan telah didengarnya dari Rasulullah.

Surah ini termasuk dua ayat yang tidak ditulis dalam teks Utsmani.64 Dia juga berpikir bahwa versi asli dari surah al-Ahzab lebih panjang dari surah yang secara khusus dia ingat tentang ayat hukuman rajam yang hilang dari teks Utsmani:65 Pernyataannya didukung oleh Zaid bin Tsabit.66 Aisyah mengatakan bahwa ketika Rasulullah masih hidup, surah tersebut kira-kira tiga kali panjangnya, meskipun ketika Utsman menghimpun Quran, dia hanya menemukan apa yang akhirnya ada dalam naskahnya,67 dan oleh Hudzaifah bin Yaman (yang menemukan sekitar tujuh puluh ayat yang hilang dalam naskah resmi yang baru, ayat-ayat yang biasa dibacanya ketika Rasululullah masih hidup).68 Hudzaifah juga berpendapat bahwa panjang surah at-Taubah dalam bentuk Quran Utsmani mungkin seperempat 69 atau sepertiga70 dari panjang surah at-Taubah semasa Rasulullah hidup.

Ini adalah pendapat yang didukung oleh ahli fiqih abad ke delapan dan ahli hadis terkemuka Malik bin Anas, pendiri mazhab hukum Islam Maliki.71 Di samping itu, ada juga sejumlah riwayat bahwa surah al-Hijr dan surah an-Nur suatu waktu panjangnya pernah tidak sama.' Dan Abu Musa Asy'ari ingat adanya dua surah yang panjang (salah satu suratnya masih ia ingat) yang tidak dapat ditemukannya dalam teks Quran sekarang.73 Salah satu dari kedua ayat yang diingatnya ("Jika seorang Bani Adam memiliki dua ladang emas, dia akan mencari ladang yang ketiga..."), juga dikutip dari para sahabat lain seperti Ubay,74 Ibnu Mas'ud,75 dan Ibnu Abbas.76

Maslamah bin Mukhallad Anshari memberikan dua ayat-selanjutnya yang tidak ada dalam teks Quran Utsmani 77 dan Aisyah memberikan ayat yang ketiga77 Dua surah pendek yang dikenal sebagai surah Hafd dan surah Khal ditulis Quran yang dihimpun Ubay,78 Ibnu Abbas dan Abu Musa.79 Ayat-ayat itu mereka nyatakan diketahui Umar 80 dan sahabat-sahabat lainnya 81 meskipun surah lainnya tidak ditemukan dalam teks resmi tersebut. Ibnu Mas'ud tidak memiliki surah 1, 113, dan 114 dalam teks yang dihimpunnya82 tetapi dia mempunyai sejumlah kata-kata dan frase tambahan yang hilang dari naskah Utsmani.83 Dia dan beberapa sahabat lainnya juga menyimpan beberapa ayat yang berbeda dari naskah yang resmi.84 Selain itu terdapat riwayat-riwayat yang disebarluaskan bahwa sesudah Rasulullah wafat, Ali menyimpan semua bagian Quran bersama-sama 85 dan memberikannya kepada para sahabat; tetapi mereka menolaknya, dan Ali harus membawanya kembali ke rumah.86 Riwayat-riwayat ini juga mengatakan bahwa ada perbedaan substansial di antara versi-versi Quran yang bermacam-macam itu.

Dalam hadis Islam yang didasarkan pada ingatan umat Islam generasi terdahulu, dan bukan semata-mata didasarkan pada ingatan sejumlah riwayat asing, diakui secara universal bahwa bahwa Utsman menyebarluaskan resensi Quran yang resmi dan melarang semua versi-versi lainnya. Tentu saja ada perbedaan-perbedaan di antara naskah-naskah kuno tersebut. Bagaimanapun, perbedaan-perbedaan itu mengharuskan pembentukan sebuah standar dan teks yang diterima secara universal.

Adalah masuk akal jika sahabat-sahabat dekat Rasulullah, khususnya mereka yang bergabung dengan beliau selama berada di Mekkah, masih mengingat bagian wahyu yang tidak dimasukkan ke dalam Quran oleh Rasulullah. juga, sesuatu yang masuk akal jika kita berspekulasi bahwa Ali yang versi Kitab Suci-nya mungkin merupakan salah satu kitab yang terlengkap dan otentik, telah menawarkannya kepada Utsman untuk ditahbiskan sebagai teks resmi, tetapi penawarannya itu ditolak oleh khalifah yang lebih memilih untuk menyeleksi dan menggabungkan unsur-unsur semua naskah yang bersaing. Hal ini mungkin telah menyebabkan Ali menarik naskahnya sebagai dasar untuk menyusun resensi yang resmi. Sahabat yang lain, Abdullah bin Mas'ud, juga diriwayatkan telah menjauhkan diri dari proses tersebut dan menolak untuk menawarkan teks-nya sendiri 87

Sebaliknya, riwayat sebelumnya dari penyusunan Quran yang pertama sangat problematis.88 Meskipun riwayat ini signifikan, riwayat ini tidak muncul dalam karya manapun yang ditulis oleh para ulama abad ke-2/ke-8 dan awal abad ke-3/ke-9.89 Menurut riwayat, sejumlah detil riwayat ini terjadi kemudian pada saat Utsman memerintahkan pembentukan sebuah Quran standar.90 Beberapa riwayat menolak mentah-mentah bahwa ada sejumlah usaha resmi yang dilakukan sebelum masa Utsman.91 Menurut riwayat, ini adalah pernyataan yang didukung oleh banyak umat Muslim yang mengingatnya.92 Versi-versi yang berbeda mengenai riwayat ini mengungkapkan kontradiksi utama berkaitan dengan beberapa keterangan pokoknya. Nama sahabat yang kesaksiannya diterima93 dan ayat-ayat yang benar yang dibicarakan94 ada bermacam-macam.

Di samping itu, ada juga keterangan-keterangan yang kontradiktif tentang peranan Zaid bin Tsabit dalam proses penghimpunan Quran95 Pencantuman ketentuan yang berkaitan dengan penerimaan satu orang saksi merupakan upaya yang nyata untuk membuat cerita tersebut dapat lebih diterima melalui referensi-referensi untuk riwayat yang dikutip Khuzaimah Dzul Syahadatain, orang yang kesaksian tunggalnya diterima oleh Rasulullah sama dengan kesaksian dua orang saksi.96 Dalam versi lain riwayat ini dimana saksinya adalah seorang lelaki Anshar yang tidak diketahui namanya, Umar diriwayatkan telah menerima kesaksian satu orang saksi ini atas dasar bahwa isi dari ayat yang diberikan lelaki tadi, menurut penilaian Umar, adalah benar, karena ayat itu menjelaskan Rasulullah dengan sifat-sifat yang dimiliki beliau.97

Dalam versi lain, satu ayat atau beberapa ayat ini disebutkan telah diterima karena Umar,98 Utsman,99 atau Zaid 100 bersaksi bahwa mereka juga telah mendengar ayat-ayat itu dari Rasulullah. Atau kemungkinan lainnya adalah karena khalifah telah memerintahkan agar kesaksian setiap orang diterima asal dia bersumpah bahwa dia telah mendengar sendiri dari Rasulullah tentang ayat atau bagian yang ditawarkan untuk dimasukkan ke dalam Quran.101

Lagipula, dalam usaha yang nyata untuk membersihkan riwayat tersebut dari kontradiksi-kontradiksi yang buruk, sebuah versi lain riwayat ini ditulis oleh para perawi selanjutnya yang menyebutkan bahwa, pertama, penghimpunan Quran dimulai pada masa pemerintahan Abu Bakar tetapi tidak dapat diselesaikan sebelum dia wafat dan disatukan pada zaman pemerintahan Umar. Kedua, Zaid merupakan salah seorang yang menulis Quran pertama kali pada zaman pemerintahan Abu Bakar di sebuah media tulisan kuno dan kemudian menuliskannya di atas kertas pada masa Umar. Ketiga, tidak ada kesangsian mengenai kesaksian atau saksi, tetapi Zaid sendiri sesudah menyelesaikan naskah tersebut membacanya sekali lagi dan ia tidak menemukan surah 33 ayat 23. Ia kemudian mencari di sekitarnya, hingga ia menemukan catatan tentang itu pada Khuzaimah bin Tsabit. Ia kemudian memeriksa lagi teks tersebut dan kali ini mendapatkan ayat 12-129 dari surat 9 hilang, jadi ia mencarinya hingga menemukan catatan itu pada orang yang kebetulan bernama Khuzaimah juga.

Ketika ia memeriksa teks itu untuk ketiga kalinya, ia tidak menemukan adanya masalah dan dengan demikian penghimpunan dan penyusunan naskah tersebut selesai.102 Kisah itu berlawanan dengan sejumlah riwayat yang disampaikan103 yang menegaskan bahwa sejumlah sahabat, terutama Ali, Abdullah bin Mas'ud dan Ubay bin Ka'b, telah menghimpun Quran pada zaman Rasulullah.104 Selanjutnya, sebuah upaya yang terang-terangan dan mencurigakan nampaknya dilakukan untuk entah bagaimana, menghargai ketiga khalifah pertama atas keberhasilan mereka menyusun kitab suci Islam dengan tidak mengikutsertakan khalifah ke empat, Ali bin Abi Thalib.

Poin terakhir ini, jika dibandingkan dengan riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas tentang pengumpulan naskah Quran oleh Ali sesudah wafatnya Rasulullah, mungkin dapat memberi keterangan mengenai asal-usul kisah tersebut. Bila kita perhatikan perselisihan politik masa awal, kemudian polemik, perdebatan-perdebatan di antara komunitas Muslim, kita dapat mengatakan bahwa ada proses bertahap dalam pembentukan cerita itu. Rupanya ada isu yang beredar secara luas pada abad pertama Hijriah yang kurang lebih mengatakan bahwa Ali tidak menghadiri pertemuan dimana pada kesempatan itu Abu Bakar dinyatakan sebagai penguasa setelah wafatnya Rasulullah, dan bahwa ada selang waktu sebelum Ali bersumpah setia kepada Abu Bakar.

Sejak awal, para pendukung Ali telah menafsirkan ini sebagai sebuah gambaran atas ketidakpuasan Ali dengan dipilihnya Abu Bakar dan menggunakan kesimpulan ini sebagai dasar untuk menyerang konsensus para sahabat yang telah diajikan oleh para pendukung khalifah sebagai dasar yang sah untuk validitas penggantian khalifah oleh Abu Bakar. Argumen ini nampaknya muncul sudah cukup lama; bahkan mungkin sebelum turunnya Bani Umayah di awal abad ke-2/ke-8 ketika perdebatan mazhab mulai berkembang di antara komunitas Muslim." Dengan turunnya Bani Umayah, Ali tidak bisa lagi diabaikan dan sebuah jawaban harus ditemukan.

Sejumlah riwayat yang mengatakan bahwa Ali mengundurkan diri dari kehidupan bermasyarakat sesudah Rasulullah wafat dengan maksud untuk menghimpun naskah Quran, menyebutkan hal ini sebagai penjelasan atas keenggangannya untuk memberikan sumpah setia sejak awal kepada khalifah.106

Sepertinya mungkin sekali,107 riwayat-riwayat ini digunakan sebagai latar belakang sejumlah cerita dan riwayat yang berkaitan dengan Ali108; tujuan kaum sektarian mengatakan bahwa kelambatan Ali bukan tanda dari ketidak puasannya. Bahkan, dikatakan bahwa ketika Ali sedang berbicara kepada Abu Bakar (saat Khalifah bertanya kepada Ali apakah ia tidak langsung bersumpah setia kepadanya dikarenakan tidak senang atas pemilihannya sebagai khalifah) Ali 'telah bersumpah kepada Tuhan untuk tidak mengenakan pakaian luarnya kecuali untuk menghadiri shalat berjamaah, hingga beliau selesai menghimpun Quran.109

Akan tetapi, episode itu menimbulkan masalah lain bagi para pendukung ortodoks, karena hal itu menambah poin lain pada daftar hak-hak istimewa Ali yang digunakan oleh kaum Syi'ah untuk menuntut haknya kepada khalifah. Sebagai tambahan untuk semua jasanya yang lain, sekarang ini Ali adalah satu-satunya orang yang menyandang tugas penting menyatukan naskah Quran setelah Rasulullah wafat." Kemungkinan besar, ini merupakan senjata yang berbahaya di tangan para pendukungnya dalam perdebatan-perdebatan sektarian.

Para pendukung Ali mungkin telah menggunakannya ketika melawan islamiyyah, untuk membalas argumen yang mendukung Utsman dengan dasar bahwa dialah orang yang membuat Quran standar dan resmi. Bagi Utsmaniyyah hal itu merupakan sebuah tantangan besar yang mereka hadapi, sebagaimana dalam kasus-kasus lainnya, dengan mencari cara untuk menjatuhkan tuntutan-tuntutan Syi'ah atas kualitas istimewa Ali atau keluarga dari Rasulullah. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:111

Pertama, banyak riwayat mengatakan bahwa Rasulullah telah memilih Ali sebagai saudaranya 112 pada saat beliau menetapkan 'persaudaraan' di antara para pengikutnya.113 Riwayat, yang menentangnya mengatakan bahwa status ini dipenzntukkan bagi Abu Bakar114 dan saudara-saudara Umar.115 Sejumlah riwayat lain mengutip Rasulullah ketika mengatakan bahwa, "jika aku dapat mengangkat seorang sahabat, aku akan mengangkat Abu Bakar, tetapi sahabat kalian (Rasulullah) telah diambil oleh Allah sebagai kekasih-Nya."116 Sepertinya, riwayat ini dibuat untuk melawan pernyataan dipilihnya Ali sebagai saudara Rasulullah.

Kedua, para pendukung Ali menganggapnya sebagai orang yang paling utama di antara sahabat-sahabat Rasulullah. Susungguhnya, dalam sejarah, terdapat sejumlah indikasi bahwa Ali sesungguhnya merupakan salah seorang sahabat yang paling utama. Akan tetapi, sebuah riwayat yang jelas pro-Utsmaniyyah, menegaskan bahwa selama Rasulullah hidup, hanya Abu Bakar, Umar, dan, Utsman lah sahabat yang utama. Semua yang lain menjadi sahabat dengan tidak ada perbedaan status atau keutamaan.117

Ketiga, dalam sebuah pernyataan yang dianggap berasal dari Rasulullah yang sering dikutip, diriwayatkan bahwa beliau memanggil kedua cucunya dari Fathimah; Hasan dan Husain, dua penghulu pemuda di Surga.118 Riwayat lain dari Rasulullah mempergunakan julukan yang sama untuk Ali.119 Sebuah riwayat balasan menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai para penguasa orang-orang setengah baya di surga.120

Ke empat, sebuah pernyataan yang beredar luas berkaitan dengan pernyataan Rasulullah bahwa 'beliau adalah kota ilmu pengetahuan sedangkan Ali merupakan pintu gerbangnya.'121 Sebuah pernyataan balasan menjelaskan Abu Bakar sebagai pondasi kota itu, Umar sebagai dindingnya dan Utsman sebagai langit-langitnya.'122

Ke lima, diriwayatkan bahwa selama tahun-tahun pertama Rasulullah tinggal di Madinah, para sahabat yang telah memiliki rumah di sekeliling mesjid Nabi, membuka pintu-pintu keluar dari rumah-rumah mereka ke masjid supaya mudah bagi mereka untuk menghadiri shalat berjamaah di sana bersama Rasulullah. Menurut sebuah riwayat yang dikutip secara luas, Rasulullah selanjutnya memerintahkan agar semua pintu itu ditutup, kecuali pintu dari rumah Ali, yang merupakan pintu dari rumah putri beliau.123 Akan tetapi, sebuah riwayat balasan berusaha menyatakan bahwa pintu dari rumah Abu Bakar lah yang merupakan pintu yang tidak ditutup.124

Ke enam, umat Muslim secara sepakat meyakini bahwa selama peristiwa mubahalah (peristiwa saling mengutuk antara dua keluarga) yang terjadi di antara Rasulullah dan umat Kristen Najran di akhir kehidupan Rasulullah,125 Rasulullah membawa para anggota keluarganya: Ali, Fathimah, dan kedua putra mereka.126 Dengan jelas terlihat bahwa Rasulullah mengikuti aturan tradisional dalam adat Arab dalam upacara pengutukan, dimana masing-masing pihak harus membawa keluarganya. Akan tetapi, sebuah riwayat balasan menegaskan bahwa Rasulullah pergi ke upacara itu dengan ditemani oleh Abu Bakar beserta keluarganya, Umar beserta keluarganya, dan Utsman beserta keluarganya.127

Ke tujuh, menurut sebuah riwayat yang beredar, Rasulullah menyatakan bahwa Fathimah, Ali dan kedua putra mereka merupakan anggota keluarganya.128

Definisi keluarga Rasulullah ini didukung oleh hampir seluruh otoritas Muslim masa-masa awal.129 Akan tetapi, sebuah riwayat yang nyata pro-Utsman mengutip Rasulullah mengatakan bahwa Ali, Hasan, Husain, dan Fathimah, adalah anggota keluarganya sementara Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Aisyah merupakan anggota keluarga Allah.130

Nampaknya tidak menjadi masalah jika kita berasumsi bahwa riwayat-riwayat yang selama ini dihormati tentang penghimpun Quran yang dilakukan Ali dan cerita yang sedang dibicarakan itu, dibuat sebagai bagian polemik anti Syi'ah. Proses itu nampaknya diawali dengan pernyataan bahwa, dengan Utsman sebagai pengecualian, tidak seorangpun dari khalifah atau para sahabat yang telah menghimpun naskah Quran,131 beberapa di antaranya memastikan dan menegaskan bahwa Ali, khususnya, telah wafat sebelum ia dapat menghimpunnya.132

Riwayat lain menegaskan bahwa orang yang pertama menghimpun Quran adalah Salim, seorang klan Abu Hudzaifah, orang yang setelah Rasulullah wafat 'bersumpah kepada Allah untuk tidak mengenakan pakaian luarnya hingga saat dia selesai menghimpun Quran.'133 Pernyataan ini, pada riwayat lain justru merujuk kepada Ali. Salim adalah salah satu di antara mereka yang wafat pada Perang Yamama.134 Pernyataan lainnya muncul dengan lebih terus terang bahwa orang pertama yang menghimpun Quran adalah Abu Bakar.135

Dengan mempergunakan kepercayaan-kepercayaan populer di antara kaum Muslimin berkaitan dengan pembuatan Quran standar oleh Utsman - termasuk peranan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator utama proyek tersebut - peranan Abu Bakar dalam penghimpunan Quran kemudian berkembang seperti yang disebutkan di atas, dimana pada saat yang sama, dalam proses itu juga menyebutkan peranan utama Umar dalam penghimpunan Quran.



Catatan Kaki
1. Al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 77.
2. Al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Muhammad Ridha Muzhaffar, versi Bahasa Inggris, hal. 50-51.
3. Ushul al-Kafi, ayat 1, 228, hadis 1.
4. Referensi hadis Sunni: al-Burhan, Zarkasyi, jilid 1, hal. 259; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, hal. 202; Fath al-Bari, Asqalani, jilid 10, hal. 417; Irsyad as-Sari, Qastalani, jilid 7, hal. 454.
5. Lihat Shahih al-Bukhari, versi Bahasa Arab-Inggris, 6468, 5105, 585.
6. Lihat Shahih al-Bukhari, versi bahasa Arab-Inggris, 6501.
7. Al-Itiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 7879.
8. Ushul al-Kafi, edisi Arab-Inggris, hadis 202.
9. Ushul al-Kafi, edisi Bahasa Arab, bag.l, hal. 18-19.
10. Ushul al-Kafi, edisi Arab-Inggris, pengantar oleh Kulaini, bag. 1, hal. 17-18.
11. Beberapa referensi hadis artikel ini: Shahih al-Bukhari, versi Arab Inggris; al-Imam ash-Shadiq, dicetak oleh Darul Fikr Arabi, Mesir; al-Burhan, Zarkasyi; al-Itqan, Suyuthi; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani; Irsyad as-Sari, Qastalani; al-Kafi, dicetak oleh Haidari Printings, Teheran, Iran; al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq; Masadir al-Hadits 'Inda as-Syi'ah al-Imamiyyah, Muhammad Husain Jalali; Ulum al-Hadits, Zainal Abidin Qurbani.
12. Di bagian ke tujuh Shahihnya, dalam kitab az-Zakat tentang kebaikan bersyukur atas apa yang diberikan Allah dan tentang anjuran agar manusia memiliki sifat baik tersebut, hal. 139-140 (dalam Bahasa Arab, untuk Shahih Muslim Bahasa Inggris lihat bab 391, hal. 500, hadis 2286.
13. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2282.
14. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2283.
15. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, bab 391, hadis 2284.
16. Shahih Muslim, Bahasa Inggris, Bab 391, hadis 2285.
17. Shahih al-Bukhari, jilid 8, hal. 209-210. Untuk versi Arab-Inggris, lihat hadis 8817. Referensi lain untuk hadis yang sama: Musnad Ahmad, di bawah judul hadis as-Saqifah, hal. 47,55; Sirah Ibnu Hisyam, diterbitkan oleh Isa Babi Halabi, Mesir, 1955, jilid 2, hal. 658. Hadis di atas dalam Shahih al-Bukhari (hadis 8817) sebagaimana hadis-hadis yang sama dalam Shahih al-Bukhari (hadis 8816 dan 9424), semua mengatakan 'haji terakhir Umar.'
18. Dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan tanpa nomor hadis. Hadis ini merupakan judul salah satu bab hadis Bukhari. Untungnya, hadis ini diterjemahkan oleh penerjemahnya. Shahih al-Bukhari, Arab-Inggris, vol. 9, hal. 212, antara hadis 9281 dan 9282.
19. Pembatalan adalah menghapus sesuatu dari Quran atas perintah Rasulullah sendiri. Misalnya, ada suatu aturan sementara, kemudian Rasulullah membawa perintah Allah bahwa aturan itu diperpanjang dan aturan sebelumnya tidak dipergunakan lagi. Oleh karena itu, aturan sebelumnya dihapus. Sekarang, apakah kalimat 'Dia yang telah menciptakan' dibatalkan? Jika demikian, apa yang dapat dipahami dari kata 'pembatalan'? Karena kata-kata ini ditambahkan, tidak ada tempat untuk istilah pembatalan di sini. Jika ada yang dihapus, kita dapat mengatakan hal itu. Tidak ada sesuatupun yang dihapus dari Quran sekarang. Sebelumnya telah ada penambahan ayat berdasarkan hadis-hadis di atas.
20. Catatan: Penjelasan yang ada dalam tanda kurung berasal dari penerjemah (Muhammad Muhsin Khan, Universitas Madinah, Arab Saudi).
21. Referensi hadis Sunni: al-Mustadrak, Hakim, bab penafsiran Quran, jilid 2, hal. 224.
22. Beberapa referensi hadis mengenai artikel ini: Shahih al-Bukhari, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih di Mesir; Shahih al-Bukhari, versi Bahasa Arab-Bahasa Inggris; Shahih Muslim, dicetak oleh Muhammad Ali Subaih, Mesir; Shahih Muslim, versi Bahasa Inggris; Mustadrak, Hakim, Riyadh: Nasr, 1335; Musnad Ahmad ibn Hanbal, Beirut: Sadr, 1969.
23. Referensi hadis Sunni: Fath al-Bari fi Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 10, hal.. 386; al-Fihrist, Ibnu Nadim, hal. 30; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, ha1.165; al-Masahif, Ibnu Abu Dawud, ha1.10; Hilyat a-lAwliya', Abu Nu'aim, jilid, hal. 67; as-Sahibi, Ibnu Faris, hal. 79; 'Umdat al-Qari, Aini, jilid 20, hal. 16; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 15, hal. 112-113; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitami, bab 9, bag 4, hal. 197; Ma'rifat al-Qurra' al-Kibar, Dzahabi, jilid 1, hal. 31. Ada juga hadis-hadis dari para Imam Ahlulbait yang memberitahu kita bahwa pengumpulan teks Quran dilakukan oleh Imam Ali atas perintah Rasulullah. Lihat al-Bihar, jilid 92, hal. 40-41, 48, 51-52.
24. Referensi hadis Sunni: at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, bag 2, hal. 101; Ansab al-Asyraf, Baladzuri, jilid 1, hal. 587; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 973-974; Syarah Ibnu Abul Hadid, jilid 6, hal. 40-41; at-Tas'hil, Ibnu Juzzi Kalbi, jilid 1, hal. 4; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag 4, hal. 197; Ma'rifat al-Qurra' al-Kibar, Dzahabi, jilid l, hal. 32.
25. Referensi hadis Sunni: al-Burhan, Zarkasyi, jilid 1, hal. 259; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1, hal. 202; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 10, hal. 417; Irsyad as-Sari, Qastalani, jilid 7, hal. 454.
26. Referensi hadis Sunni: ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, hal. 198; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 101; al-Ishabah, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 4, hal. 568; Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 7, hal. 337-338; Fath al-Bari, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 8, hal. 485; al-Istiab, Ibnu Abdul Barr, jilid 3, hal. 1107; Tarikh al-Khulafa, Suyuthi, ha1.124; al-Itqan, Suyuthi, jilid 2, hal. 319.
27. Referensi hadis Sunni: Hilyat al-Awliyya, Abu Nu'aim, jilid 1, hal. 67-68; at-Tabaqat, Ibnu Sa'd, jilid 2, bag 2, hal. 101; Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 15, hal. 113; ash-Shawa'iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9, bag 4, ha1.197.
28. Referensi hadis Syi'ah: al-Kafi, jilid 8, hal. 53; al-Wafi, jilid 5, hal. 274 dan jilid 14, hal. 214.
29. Referensi hadis Syi'ah: al-I'tiqadat al-Imamiyyah, Syekh Shaduq, versi Bahasa Inggris, hal. 77.
30. Referensi hadis Syi'ah: Dikutip dari Thabarsi, dalam tanggapan Kitab Suci Quran, ditulis oleh Safi; Referensi hadis Sunni: Dikutip dari Thabarsi, ditulis oleh Muhammad Abu Zahrah dalam bukunya Imam ash-Shadiq.
31. Ini hanya sebagian referensi hadis Sunni yang menyebutkan wahyu tentang ayat Quran di atas untuk menghormati Imam Ali as: Musnad Ahmad ibn Hanbal, ayat 5, hal. 38; Tafsir al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 1, hal. 505 dan 649, Mesir 1373; Tafsir al-Kabir, Ahmad bin Muhammad Tsa'labi; Tafsir al-Bayan, Ibnu Jarir Thabari, jilid 6, ha1.186 dan 288-289; Tafsir jami al-Hukam Quran, Muhammad bin Ahmad Qurthubi, jilid 6 hal. 219; Tafsir al-Khazin, jilid 2, hal. 68; al-Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 2, hal. 293-294; Asbab an-Nuzul, Jalaluddin Suyuthi, dari Ibnu Abbas, jilid 1, hal. 73, Mesir 1382; Asbab an-Nuzul, Wahidi; Syarh atTajrid, Allam Qushji; Ahkam al-Quran, Jassas, jilid 2, hal. 542-543; Kanz al-Llmmal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 391; al-Awsat, Thabarini, riwayat dari Ammar bin Yasir; Ibnu Mardawaih, dari Ibnu Abbas, dll.
32. Ushul al-Kafi, hadis 637.
33. Ushul al-Kafi, hadis 636.
34. Ushul al-Kafi, hadis 641.
35. Artikel ini ditulis oleh Profesor Hossein Modarresi dari Princeton University, NJ.
36. Kasysyi, Marifat an-Naqilin atau Kitba ar-Rijal, diringkas oleh Muhammad bin Hasan sebagai Ikhtiyar Marifat ar-Rijal; hal. 590-591. Dalamnya Shadhan bin Khalil Naisaburi bertanya kepada perawi hadis ternama, Abu Ahmad Muhammad bin Abu Umair Azdi, yang mendapat hadis ini dari sumber-sumber Sunni maupun Syi'ah, mengapa dia tidak pemah menyampaikan hadis Sunni kepada muridnya. Dia menjawab bahwa dia sengaja menghindari hal itu karena dia menemukan banyak orang-orang Syi'ah yang mempelajari hadis-hadis Syi'ah dan Sunni kemudian bin gung dan menganggap sumber-sumber Sunni sebagai sumber Syi'ah dan sebaliknya.
37. Al-Kafi, Kulaini, jilid 1 hal. 99; Mahabits fi' 'Ulum Quran, Subhusshahih, hal. 134.
38. Zarkasyi, al-Burhan fi 'Ullum Quran, jilid 1, hal. 235, 237-238, 256, 258; Suyuthi, al-Itqan fi 'Ullum, Quran, jilid 1, hal. 212-213,216.
39. Ahmad bin Hanbal, jilid 1, hal. 57; Tirmidzi, Sunan, jilid, 4 hal. 336337; Hakim Naisaburi, al-Mustadrak, jilid 2, hal. 229.
40. QS. al-Baqarah ayat 106.
41. QS. al-Baqarah, an-Nahl ayat 101.
42. Abu Biad, an-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Qur'an al-Karim, ed. John Burton (Cambridge 1987), hal. 6; Muhasibi, Fahm al-Qur'an wa Manih, ed. H. Quwwatli (dalam kumpulan al-'Aql wa Fahm al-Quran (n.p., 1971] hal. 261-502), hal. 399 (mengutip Anas bin Malik), hal. 400 dan 408 (mengutip Amru bin Dinar), hal. 403 (mengutip Abdurrahman bin Auf), hal. 405 (mengutip Abu Musa Asy'ari), 406; Thabari, Jami al-Bayan, jilid 3 hal. 472-474, 476, 479-480; Ibnu Salamah, an-Nasikh wa al-Mansukh, hal. 21 (mengutip Abdullah Ibnu Mas'ud); Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5 hal. 179 (mengutip Ubay bin Ka'b).
43. Abu Ubaid, an-Nasikh, hal. 6; Baihaqi, Dalail an-Nubuwwah, jilid 7, hal. 154 (dimana hal ini dibantah bahwa Rasulullah tidak pernah menyimpan teks Quran bersama-sama karena selalu ada dugaan bahwa sejumlah ayat-ayat itu mungkin dibatalkan dan beberapa modifikasi selanjutnya tidak dapat dihindarkan dalam kumpulan Quran yang disimpan bersama-sama semasa hidupnya. Yang menggarisbawahi argumen ini adalah asumsi bahwa ayat-ayat yang dibatalkan harus dihilangkan dari naskah tersebut; Zarkasyi, jilid 2, hal. 30 (tafsiran pertama mengenai konsep naskh).
44. Abu Qasim Khui, al-Bayan, hal. 305-403.
45. Ibnu Sa'd, Kitab at-Tabaqat al-Kabir, jilid 3, hal. 221, 28, Ibnu Abi Dawud, Kitab al-Masahif, hal. 10, Ibnu Babwaih, Kamal ad-Din, hal. 31-32, Baihaqi, Dalail , jilid 7, hal. 147-148; Zarkasyi, jilid 1, hal. 262, Ibnu Hadid, Syarah Nahj al-Balaghah, hal. 27; Ibnu Juzay, at-Tashil Ii 'Lllum at-Tanzil, jilid 1, hal. 4; Suyuthi, al-Itqan, jlid 1, hal. 202, Ibrahim Harbi, Gharib al-Hadits, jilid 1, hal. 270.
46. Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 154; Zarkasyi, jilid l, hal. 235 dan 262; Suyuthi, al-Itqan, jilid 1, hal. 202, Ahmad Naraqi, Manahij al-Ahkam, hal. 152.
47. Yaqubi, Kitab at-Tarikh, jilid 2, hal. 15, sebagian besar penghapal Quran gugur dalam peperangan itu. Disamping mereka, sekitar 360 orang di antara para sahabat Rasulullah yang terkemuka, syahid dalam kejadian itu. Thabari, Tarikh; jilid 3, hal. 296. Jumlah yang lebih besar hingga 500 orang meninggal diriwayatkan Ibnu Jazari, Ashr, hal. 7, Ibnu Katsir, Tafsir Quran, jilid 7, hal. 439, Qurthubi, al-Jami li Ahkam Quran, jilid l, hal. 50. Dan jumlah sekitar 1200 diriwayatkan Abdul Qahir Baghdadi, serta dalam Ushul ad-Din, hal. 283. Akan tetapi jumlah yang terakhir ini adalah jumlah semua Muslimin yang meninggal dalam peperangan, para sahabat dan yang lain-lainnya. Lihat Thabari, jilid 3, hal. 300.
48. Kasus yang menjadi persoalan adalah dua ayat terakhir surah 9 dalam Quran sekarang yang ditambahkan pada masa kekuasaan Khuzaimah bin Tsabit Anshari (atau Abu Khuzaimah menurut beberapa riwayat). Bukhari, Shahih, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 346-347; Abu Bakar Marwazi; Musnad Abu Bakar Shiddiq, hal. 97-99, 102-104; Ibnu Abu Daud, hal. 6-7,9,20; Ibnu Nadim, hal. 27, Khatib Baghdadi, Mudih Awham al-Jam wa at-Tafrig, jilid 1 hal. 276; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149-150.
49. Yaqubi, jilid 2, hat. 135; al-Itqan, jilid 1, ha1.185, 207, 208.
50. Bukhari, jilid 3, hal. 393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347-348; Abu Bakar Marwazi, hal. 99-101; Ibnu Abu Dawud, hal. 18-21; Baihaqi, Dalail, jilid 7, ha1.15051; Abu Hilal Askari, Kitab al-Awail, jilid 1, hal. 218. 51. Ibnu Abu Dawud, hal. 10; al-Itqan, jilid 1, hal. 204.
52. Malik bin Anas, al-Muwaththa, jilid 2, hal. 824; Ahmad, Musnad, jilid 1, hal. 47, 55; Muhasibi, hal. 398, 455; Bukhari, jilid 4, hal. 305; Muslim, Shahih, jilid 2, hal. 1317; Ibnu Majah, Sunan, jilid 2, hal. 853; Tirmidzi, jilid 2 hal. 442-443; Abu Daud, Sunan, jilid 4, hal. 145; Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mikhtalif al-Hadits, hal. 313; Ibnu Salamah, hal. 22; Baihaqi, asSnnan al-Kubra, jilid 8, hal. 211, 213.
53. Al-Itqan, jilid 1 hal. 206.
54. Ahmad, jilid 5, hal. 183 (mengutip Zaid bin Tsabit dan Said As Abdurrazzaq, al-Musannaf, jilid 7 hal. 330); al-Itqan, jilid 3, hal. 82, 86; al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180 (mengutip Ubay bin Ka'b dan Ikrimah).
55. Dajin bisa berarti binatang piaraan apa saja, termasuk unggas, domba, atau kambing. Sebuah riwayat dalam Ibrahim.bin Ishaq, al-Harbis Gharib al-Hadits, menjadikannya lebih spesifik, dengan menggunakan kata shal, yaitu domba atau kambing (lihat Zamakhsyari, al-Kasysyaf, jilid 3, hal. 518 catatan kaki). Arti yang sama diungkapkan oleh Qutaibas yang mengambil kata dajin dalam Ta'wil Mukhtalif al-Hadits, hal. 310, yang nampaknya dikarenakan konteks, karena disebutkan bahwa binatang itu memakan lembaran kertas; lihat juga Sulaim bin Qais Hilali, Kitab Sulayman bin Qays, hal. 108; Fadhul bin Syadahin, al-Idah, hal. 211; Abdul Jalil Qazwini, ha1.133
56. Ahmad, jilid 4, hal. 269; Ibnu Majah, jilid 1, hal. 626; Ibnu Qutaibah, Tawil, hal. 310; Syafi'i, Kitab al-Llmm, jilid 5, hal. 23, jilid 7, hal. 208
57. Mabani, hal. 99; al-Itqan, jilid 3, hal. 84 (lihat juga Abdurrazzaq, jilid 7, hal. 379-380; Ibnu Abu Shaibah, jilid 14, hal. 564, dimana Faqadnah menggunakan pernyataan, 'kami kehilangan ayat itu'). Ungkapan 'saqata' juga digunakan oleh Aisyah berkaitan dengan ayat lainnya yang diduga `dikeluarkan' dari Quran. Lihat Ibnu Majah, jilid l, hal. 625 (lihat juga al-Itqan, jilid 3, hal. 70). Ungkapan ini juga digunakan oleh Malik (Zarkasyi, jilid 1, hal. 263).
58. Abdurrazzaq, jilid 9, hal. 50; A1i.mad, jilid 1, hal. 47,55; Ibnu Abu Shaibah, jilid 7, hal. 431; Bukhari, jilid 4, hal. 306; Ibnu Salamah, hal. 22; al-Itqan, jilid 3, hal. 84; Zarkasyi, jilid 1, hal. 39 (juga dikutip dari Abu Bakar). 59. Muhasibi, hal. 403; Mabani, hal. 99; al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
60 Abdurrazzaq, jilid 9, hal. 52; Muhasibi, hal. 400; al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
61. Muhasibi, hal. 399; Thabari, Jami, jilid 2, hal. 479.
62. Al-Itqan, jilid 3, hal. 81-82.
63. Ibnu Abu Dawud, hal. 23 mengutip Ibnu Shihab (az-Zuhri); al-Itqan, jilid 5, hal. 179 mengutip Sufyan Tsauri; Ibnu Qutaibah, Tawil, hal. 313; Ibnu Lubb, Falh al-Bab, hal. 92.
64. Ahmad, jilid 5, hal. 132; Tirmidzi, jilid 5, hal. 370; Hakim, jilid 2, hal. 224; Itqan, jilid 3, hal. 83.
65. Ahmad, jilid 5, hal. 132; Muhasibi, hal. 405; Baihaqi, jilid 8, hal. 211; Hakim, jilid 2, hal. 415; al-Itqan , jilid 3, hal. 82 (pernyataan yang sama mengenai panjang surah itu serta bahwa dalam surah itu ada ayat tentang hukuman rajam bagi orang yang berzinah dikutip dari Umar dan Ikrimah dalam Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180); Zarkasyi, jilid 2, hal. 35, dimana ayat itu dikatakan ada dalam surah an-Nur, dan bersama Mabani, hal. 82, ia malah menyebutkan surah al-Araf. Akan tetapi, surah ini merupakan kesalahan tulis atau salah ejaan sebagaimana dibuktikan oleh penulis dimana pada hal. 83 dan 86, ia menyebut surah itu, surah al-Ahzab. ,
66. Raghib Isfahani, Muhadarat al-Udabah, jilid 4, hal. 434; Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5 ha1.180; al-Itqan, Suyuthi, jilid 1 hal. 226.
67. Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, jilid 5, hal. 180, mengutip dari Kitab Tarikh Bukhari.
68. Hakim, jilid 2, hal. 331; Haitami, Majam az-Zawaid, jilid 7, hal. 28-29; at-Itqan, jilid 3, hal. 84.
69. Zarkasyi, jilid 1, hal. 263; al-Itqan, jilid l, hal. 226.
70. Sulaim, hal. 108; Abu Mansyur Tabrisi, al-Intijaj, jilid 1, hal. 222, 286; Zarkasyi, jilid 2 hal. 35.
71. Muslim, jilid 2, hal. 726; Muhasibi, hal. 405; Abu Nuaim, Hilyat alAwliya, jilid 1, hah 257; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 156; al-Itqan, jilid 3, hal. 83.
72. Ahmad, jilid 5, hal. 131-132; Muhasibi, hal. 400-401; Tirmidzi, jilid 5, hal. 370; Hakim, jilid 2, hal. 224.
73. Raghib, jilid 4, hal. 433.
74. Al-Itqan, jilid l, hal. 227.
75. Al-Itqan, jilid 3, hal. 84.
76. Abdurrazzaq, jilid 7, hal. 470; Ibnu Majah, jilid 1, hal. 625, 626.
77. Muhasibi, hal. 400-401; Ibnu Nadim, hal. 30; Raghib, jilid 4, hal. 433; Zarkasyi, jilid 2, hal. 37; Haitami, jilid 7, hal. 157; al-Itqan, jilid l, hal. 226, 227.
78. Al-Itqan, jilid 1, hal. 227.
79. Al-Itqan, jilid 1, hal. 226-227.S
80. Al-Itqan, jilid l, hal. 227, jilid 3 hal. 85.
8l. Ibnu Abi Shaibah, jilid 6, hal. 146-147; Ahmad, jilid 5, hal. 129-130; Ibnu Qutaibah, Tawail Musykil Quran, hal. 33-34; Ibnu Nadir, hal. 29; Baqillani, al-Intisar, hal. 184; Raghib, jilid 4, hal. 434; Zarkasyi, jilid 1, hal. 251, jilid 2 hal. 128; Haitami, jilid 7, hal. 149-150; al-Itqan, jilid 1, hal. 224, 226, 270-273.
82. Arthur Jeffrey, Materials for the History of the Text of the Quran, the,Old Codices, hal. 20-113.
83. Lihat daftar, Ibid, hal. 114-238.
84. Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 338; Ibnu Abu Shaibah, jilid 6, hal. 148; Yaqubi, jilid 2, ha1.135; Ibnu Abu Daud, ha1.10; Ibnu Nadim, hal. 30; Abu Hilal Askari, jilid ,1 hal. 219-220; Abu Buaim, jilid 1, hal. 67; Ibnu Abdul Barr, al-Istiab, hal. 333-334; Ibnu Juzay, jilid 1, hal. 4; Ibnu Abil Hadid, jilid 1, hal. 27; al-Itqan, jilid 1, hal. 204, 248; al-Kafi, Kulayni, jilid 8, ha1.18.
85. Sulaim, hal. 72, 108; Basair al-Darajat, hal. 193; Kulaini, jilid 2, hal. 633; Abu Mansyur Tabrisi, jilid l, hal. 107, 255-258; Ibnu Shahrashub; Manaqib Aii ibn Abi Talib, jilid 2, hal. 42; Yaqubi, jilid 2, ha1.135-136.
86. Ibnu Abu Dawud, hal. 15-17; Ibnu Asakair, Tarikh Madinat Dimashq, jilid 39, hal. 87-91.
87. AT. Welch, hal. 404-405 dan sumber-sumber yang dikutip dalamnya.
88. Dengan demikian riwayat itu tidak ada misalnya dalam Tabaqat ibn Sa'd dalam pembahasan tentang Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit, ataupun dalam Musnad Ahmad ibn Hnnbal atau Fadhail ash Shahabah dimana beliau mengumpulkan begitu banyak riwayat mengenai kebaikan mereka dan jasa-jasa baik mereka untuk agama Islam.
89. Bukhari, jilid 3, hal. 392-393, jilid 4 hal. 398-399; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Ibnu Abu Dawud, hal. 7-9, 20, 29 dengan Bukhari jilid 3,hal. 393394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 17, 19, 24-26, 31; Ibnu Asakir, Tarikh, Biografi Litsman, hal. 236.
90. Ibnu Asakir; Biografi Utsman, hal. 170; Zarkasyi, jilid 1, hal. 241; Riwayat-riwayat lain yang mengatakan bahwa penghimpunan Quran sudah dimulai pada zaman Umar, tetapi beliau wafat sebelum proyek itu sempurna pada masa khalifahan Utsman (Abu Hilal Askari, jilid 1, hal. 219).
91. Zarkasyi, jilid 1, hal. 235; al-Itqan, jilid 1, hal. 211; Ibnu Asakir, hal. 243-246.
92. Beliau adalah (a) Khuzaimah bin Tsabit Anshari dalam Bukhari jilid , 3, hal. 310, 394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Abu Bakar Marwazi, hal. 103; Ibnu Abu Dawud, hal. 7, 8, 9, 20, 29, 31; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 150; Dan (b) Abu Khuzaimah (Awus bin Yazid) dalam Bukhari, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Abu Bakar Marwazi, hal. 99; Ibnu Abu Dawud, hal. 19; Bayhaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149; dan (c) seorang laki-laki Anshar yang tidak dikenal dalam Ibnu Abu Dawud, hal. 8; Thabari, Jami', jilid 14, hal. 588, dan (d) Unay dalam Ibnu Abu Dawud, hal. 9, 30; Khatib, Talkhis al-Mustadrak, jilid 1, hal. 403. Ada juga riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa Ubay tidak hanya mengetahui ayat-ayat ini tetapi juga dia tahu bahwa itu adalah ayatayat terakhir yang juga telah diturunkaa kepada Rasulullah (Thabari, Jami', jilid 14, hal. 588-589).
93. Ini adalah dua ayat terakhir Surah 9 dalam Bukhari, jilid 3, hal. 392-393; Tirmidzi, jilid 4, hal. 347; Abu Bakar Marwazi, hal. 99, 103 Ibnu Abu Dawud, hal. 7, 9, 11, 20, 29, 30, 31; Thabari, Jami, jilid 14, hal. 558; Baihaqi, Dalail, jilid 7, hal. 149 dan ayat 23 surah 33 dalam Bukhari, jilid 3, hal. 310,393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 8,19; Baihaqi, Dalail, jilid 7, ha1.150; Khatib, Mudih, jilid l, hal. 276.
94. Dalam riwayat tentang penghimpunan Quran yang disebutkan di atas, beliau adalah orang yang mendapat tugas mengumpulkan Quran dalam dua tahap pada masa Abu Bakar dan Utsman. Beberapa riwayat lain yang menyebutkan tentang penghimpunan Quran, memasukkan keikutsertaan Zaid, hingga periode Utsman (Bukhari, jilid 3, hal. 393-394; Tirmidzi, jilid 4, hal. 348; Ibnu Abu Dawud, hal. 31; Ibnu Asakir, Biografi' Lltsmau, hal. 234-236). Riwayat-riwayat lainnya sama sekali tidak menyebut namanya (Ibnu Abu Dawud, hal. 10-11). Akan tetapi, pada riwayat yang lain, disebutkan bahwa ia telah menghimpun Quran semenjak jaman Rasulullah, menyatukan semua penggalan-penggalannya yang ditulis dalam beragam media tulisan kuno, sebagaimana disebutkan dalam Tirmidzi, jilid 5, hal. 390; Hakim, jilid 2, hal. 229, 611. Dalam riwayat lain, dikutip bahwa ia mengatakan bahwa pada saat Rasulullah wafat, Quran belum dihimpun, sebagaimana ditulis dalam al-Itqan, jilid 1, hal. 202. 95. Bukhari, jilid 3, hal. 310; Ibnu Abu Dawud, hal. 29; Khatib, Mudih, jilid l, hal. 276; al-Itqan, jilid 1, hal. 206.
96. Thabari, Jami', jilid 16, hal. 588.
97. Ibnu Abu Dawud, hal. 30.
98. Ibid, hal. 31.
99. Ibid, hal. 8, 19, 29.
100. Ibnu Asakir, hal. 236, dimana episode itu dianggap berasal dari masa Utsman yang meminta kaum Muslimin untuk memberikan bagian Quran manapun yang mereka miliki. Kaum Muslimin datang membawa kertas, kulit, atau apapun yang menjadi sarana mereka mencatat bagian-bagian Quran. Utsman meminta setiap orang untuk bersumpah bahwa mereka secara personal telah mendengar ayat yang mereka tawarkan sebagai bagian Quran yang berasal dari Rasulullah. Beliau kemudian memerintahkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan itu untuk disatukan menjadi Kitab Suci.
101. Daftar nama para penghimpun Quran berbeda dalam sumber-sumber yang berbeda, misalnya, Ibnu Sa'd, jilid 2, hal. 112-114; Ibnu Nadim, Kitab al-Fihrist, hal. 30; Tabarani, al-Mujam al-Kabir, jilid 2, ha1. 292; Baqillani, hal. 88-90; Dzahabi, al-Maridat al-Qurra al-Kibar, jilid 1, hal. 27; Zarkasyi, jilid 1, hal. 242-243; Qurthubi, jilid 1, hal. 57; al-Itqan, jilid 1, hal. 248-249, mengutip Abu Ubaid dalam Kitab Qiraya.
102. Thabari, jilid 1, hal. 59-61.
103. Dengan maksud untuk menghilangkan kontradiksi-kontradiksi yang nyata di antara riwayat-riwayat dan cerita yang dipersoalkan, para pendukung cerita itu telah mengajikan dua saran. Menurut pendukung pertama, mereka yang disebut telah menghimpun
121. Dailami, jilid 1, hal. 76.
122. Ahmad, Fadhail, hal. 581-582; Tustari, jilid 5, hal. 540-586; jilid 16, hal. 332-375, jilid 19, hal. 243-255; Amini, jilid 6, hal. 209-216.
123. Bukhari, jilid 2, hal. 418; Ahmad, Fadhail, hal. 70-71, 98, 152, 379.
124. Tustari, Jilid 3, hal. 46-62; jilid 9, hal. 70-91; jilid 14, ha1.131-47 jilid 20, hal. 84-87.
125. Ibnu Asakir, Biografi Utsman, hal. 168-189, mengutip atas nama Imam Ja'far Shadiq, yang mendapatkannya dari ayahnya. Seperti sudah dikemukakan di atas, ini merupakan fenomena umum yang dikarang untuk tujuan-tujuan polemik anti Syi'ah.
126. Tustari, jilid 2, hal. 501-562; jilid 3, hal. 513-531; jilid 9, hal. 1-69; jilid 14, hal. 40-105; jilid 18, hal. 359-383.
127. Jami al-Bayan, Thabari, jilid 22, hal. 6-8.
128. Dailami, jilid 1, hal. 532; Thabari, Jami, jilid 22, hal. 8 mengutip bahwa Ikrimah, seorang tabi'in yang terkenal karena kecenderungan anti Ali menangis di pasar, karena anggota keluarga Rasulullah hanya isteriisteri beliau sendiri.
129. Lihat catatan kaki 57 di atas.
130. Ibnu Asakir, Biografi Utsman, hal. 170.
131. Itqan, jilid 1, hal. 205, mengutip Ibnu Asyta dalam Kitab al-Masahif
132. Ibnu Abdul Barr, hal. 562.
133. Ibnu Abi Shaibah, jilid 6, hal. 148; Ibnu Abu Dawud, Keduanya mengutip riwayat itu dari Ali.

46
ANTOLOGI ISLAM

BAB 15 : ISU-ISU SEPUTAR IBADAH

A. Tawassul (Memohon Melalui Perantara)
Beberapa orang mengklaim bahwa meminta bantuan kepada selain Allah adalah perbuatan politeisme. Orang-orang ini tidak pernah pergi ke dokter apabila mereka sakit, karena itu adalah perbuatan syirik. Pergi menemui dokter adalah salah satu cara mencari bantuan kepada seorang ahli meskipun mereka tidak mengatakan dengan lidah mereka bahwa mereka mendapat pertolongan dari dokter. Perbuatan syirik sudah mencukupi. Mereka juga tidak harus bertanya apapun kepada orang lain atau meminta sesuatu pun karena semua ini adalah perbuatan syirik. Kalau begitu, mereka tidak harus makan karena mereka tidak boleh memohon pertolongan kepada selain Allah.

Apabila mereka mengatakan bahwa kami melakukan hal tersebut karena Allah memerintahkan kami melakukannya, kalau begitu menurut ajaran mereka Allah juga musyrik. Naudzubillah.

Ini adalah sesuatu yang ganjil. Apabila kami meminta bantuan dari orang lain, kami melakukan ruzya dengan mengetahui bahwa ia sendiri Jika Allah tidak berkehendak demikian. Apabila seseorang memohon bantuan kepada Nabi Muhammad atau Iman Ali, ia sebenarnya memohon bantuan kepada Allah melalui perantara Nabi Muhammad atau para Imam, atau ia melakukannya dengan mengetahui bahwa Nabi atau Imam tidak memiliki kekuatan sendiri, tetapi yang mereka miliki ( yang tidak di miliki orang lain ) adalah kedudukan ruhani di mata Allah dan Allah tidak mengabaikan permohonannya mereka apabila mereka berdoa Kepada Allah atas diri kita. Imam Ali dan seluruh Syhuada masih hidup, sebagaimana yang di nyatakan dalam Quran dengan jelas. Meskipun mereka tidak ada di muka bumi ini, Maka. Janganlah memperlakukan mereka seperti mereka memperlakukan seperti mereka tidak mati. Allah bersabda dalam Quran, janganlah kalian kira bahwa orang - orang yang mati di jalan Allah itu telah mati. Mereka masih hidup dan mendapatkan penghidupan dari sisi Allah mereka. ( Qs. Ali Imran : 169 )

Sebenarnya para Imam kami, kecuali Imam Mahdi, telah menjadi Syuhada baik ditebas pedang atau diracuni, selain itu mereka adalah bukti yang sangat kuat dalam mazda Syi'ah maupun sunni bahwa Nabi Muhammad sendiri di racuni oleh orang yahudi di perang Khaibar. Dan secara berlahan - lahan racun itu bekerja di tubuhnya hingga akhirnya racun itu membunuhnya. Kami ketengahkan hadis dari Shahih al - Buchori Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ketika benteng Khaibar ditaklukan, semangkuk daging kambing yang berisi racun diberikan kepada Rasulullah.

Diriwayatkan oleh Asiyah. Nabi dalam sakit yang mematikannya, karena mereka, menutur Quran, masih hidup. dengan demikian kita dapat bertawassul kepada mereka sebagaimana pengkikut Nabi Musa bertawassul kepadanya.

Dan takkala Musa memasuki kota. Pada saat ini penduduk kota tidak melihatnya. Ia melihat dua orang yang sedang berkelahi. Salah satunya adalah pengikutnya dan yang satunya dalah musuhnya. Pengikut musa itu berteriak meminta pertolongan kepada musa untuk melawan musuhnya
(Qs. Al-Qashash ; 15 )

Dua hal yang membedakan tawassul dan syirik perlu di perhatikan. Pertama. kita tidak percaya bahwa Nabi Muhammad SAW dan para Imam as memiliki kekuatan sendiri selain dari Allah. Kedua. Allah adalah satu - satunya yang menunjuk perantara. Para penyembah berhala sering menggunakan perantara yang salah. Dan itulah alasan lain mengapa hal itu di larang. Selai itu para penyembah berhala yakin bahwa berhala yang di semahnya dapat menyebabkan kehancuran atau dapat mendatangkan manfaat. Tetapi menyebut Nabi Muhammad dan para Imam dengan mengetahui bahwa mereka hanya dapat menjadi perantara kepada Allah. Bukanlah perbuatan syirik. Seluruh umat muslim sepakat pada hal ini semenjak zaman Nabi Muhammad hingga saat ini, kecuali kaum Wahabi. Ajaran mereka bertentangan dengan seluruh umat Muslim dan mereka menfitnah kau, muslimin. Mereka tidak mengijinkan siapa pun menyentuh makam nabi Muhammad SAW yang diberkahi.

Lebih jauh lagi, Quran memberi dukungan terhadap tawassul untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hai Orang - orang yang beriman! Ingatlah kewajiban kalian kepada Allah, dan berusahalah mencari cara mendekatkan diri pada-nya. ( Qs. Al-Maidah : 35 )

Qurab menyatakan kepada kita bahwa ada suatu cara pendekatan al-wasilah bagi kita di setiap zaman. Yang berbeda - beda dan kita harus mencarinya apabila kita ingin memdekatkan diri kepada Allah. Sebenarnya. Tawassul dan wasilah berasal dari akar yang sama. Ketika kita bertawassul, hal itu bahwa kita berharap karunia Allah melalui perantara yang lebih taat kepada Allah. Dengan demikian Allah akan lebih cepat mengijabahkan doanya dari pada doa kita. Allah akan mengampuni kita Karena keimanan dan kedudukan lelaki/wanita itu.

Walau demikian, Tawassul tergantung kepada Allah. Siapakah yang dapat menjadi perantara kepada-nya kecuali orang yang di kehendakinya ? mereka ( para rasul dan para Imam ) tidak menyatakan sesuatu sebelum diperintah oleh-nya dan mereka berbuat sesuatu atau perintah-nya.ia lebih mengetahui segala sesuatu yang ada di depan dan belakang mereka dan mereka ( orang - orang suci ini ) tidak memberi syafaat kecuali pada orang - orang yang dikehendaki Allah, dan mereka takjub dan tunduk kepada kebesaran-Nya (Qs. Al- Anbiya : 27-28) sebagai mana yang anda lihat, terdapat kekecualian. Beberapa orang tentu akan memberikan syafaat atau menjadi perantara kepada Allah atas izin-nya. Tetapi hal ini tidak diberikan kepada setiap orang.

Sekarang kami ingin juga memberi referensi yang lebih banyak dari koleksi hadis Sunni mengenai hal ini. Referensi pertama adalah tawassul yang di lakukan oleh Imam Ali. Perhatikanlah bahwa Ibnu Abbas mengucapkan kalimat berikut setelah imam Ali syahid. Ia memohon pertolongan kepada orang yang telah di anggap meninggal. Ketika kematian Abdullah bin Abas mendekati ia berkata " Ya. Allah Aku mendekatkan diri kepadamu dengan berwilayah kepada Ali bin Abi Thalib. " 3

Perhatikanlah bahwa Ibnu Abbas wafat pada tahun 68/687. dua puluh delapan tahun setelah Imam Ali wafat. Apabila bertawassul kepada orang yang sudah meninggal dianggap perbuatan syirik. Ibnu Abas tidak akan berkata demikian dan Ahmad bin Hanbal tidak akan meriwayatkan peristiwa itu. Mengenai tawassul kepada orang yang masih hidup, Buchari meriwayatkan bahwa umar sering bertawassul kepada Abba untuk meminta hujan.

Dalam Shahih al-Buchori. Hadis 559, diriwayatkan oleh Anas :

Tatkala kekeringan melanda, Umar bin Khatab sering meminta diturunkannya hujan kepada Allah melalui Abbas bin Abdul Muthalib. Ia berkata " Ya Allah, kami sering kali meminta hujan kepada Rasul kami untuk memohonkan kepada-Mu agar diturunkan hujan dan engkau kan mengabulkannya. Saat ini, kami meminta agar diturunkan hujan. Turunkanlah hujan kepada kami!" Dan hujan akan turun kepada mereka.

Persoalan yang berkaitan lainya adalah apakah mencium makam Nabi Muhammad dianggap berbuatan syirik? Apakah menghormati barang milik nabi juga perbuatan syirik? Dalam Shahih al-Buchori. Hadis 1373,7250 diriwayatkan oleh Abu Juhaifah:

Aku melihat Rasulullah berada dalam tenda berwarna kulit merah dan aku melihat Bilal tengah mengambil air bekas wudu yang digunakan Nabi. Aku melihat orang - orang berebut mengambil airnya dan menggunakannya. Siapa saya orang mendapatkan air itu. Ia akan mengusapakannya pada tubuhnya dan mereka tidak akan mendapatkannya. Kemudian aku melihat Bilal membawa sebilah Azna ( tongkat berujung tombak) dan menancapkanya pada tanah. Nabi melipat jubahnya dan memimpin orang - orang yang sholat dan melakukan sholat dua rakaat dan menjadikanya Azna itu sebagai - pembatas dalam shalatnya. Aku menyaksikan orang - orang dan hewan melintas di depan Nabi melebihi Azna.

Kita lihat, betapa para sahabat terkemuka sangat menghormati setiap tetes air yang telah di sentuh oleh Nabi Muhammad SAW. Sayid Syarifuddin MuSAWi; seorang ulama Syi'ah terkemuka, pergi melaksanakan ibadah Haji ke Kabah ketika pemerintahan di pegang oleh Raza Abdul Aziz bin Saud. Sayid adalah salah seorang yang di undang ke istana Raja untuk merayakan hari Idul Adha. Ketika giliran untuk berjabat tangan raja tidak, ia menghadiahi sebuah Quran yang terbungkus kulit domba. Raja mengambil Quran tersebut dan menyentuhnya ke dahi dan menciumnya. Sayid Syariffudi berkata " Engkau benar! Kami melakukan hal yang sama ketika mencium jendela atau pintu rumah nabi. Kami tahu, jendela dan pintu itu terbuat dari besi dan tidak dapat mendatangkan mudharat atau manfaat, tetapi yang kami tuju adalah apa yang berada dalam besi dan kayu tersebut kami bermaksud menghormati Rasulullah dengan cara yang sama ketika anda mencium pembungkus Quran yang terbuat dari kulit domba " orang - orang yang hadir terkesan dengan khutbah itu dan berkata " Engkau benar ". Raja terpaksa mengizinkan para khalifah mendapatkan berkah dari bangunan Nabi, hinggan perintah ini di tarik oleh penggantinya.

Persoalannya bukannya orang - orang takut menyamakan sesuatu dengan Allah tetapi hal ini lebih merupakan persoalan politik yang bertujuan untuk membenci umat islam agar dapat menggabungkan kekuatan mereka dan menguasai umat Islam. Sejarah adalah Saksi atas apa yang telah mereka perbuat .

Diskusi mengenai tawassul akhir - akhir ini banyak di gelar dan hanya sedikit sekali orang - orang bodoh yang telah mengeluarkan fatwa pengutukan praktik tawassul, bahwa tawassul adalah perbuatan syirik, dari bukti - bukti, nampaknya Nabi Muhammad SAW mengajari umatnya untuk melakukan perbuatan syirik, demikian juga Khalifah Utsman bin Affan.



Memohon kepada Allah Melalui Perantara
Definisi tawassul adalah memohon kepada Allah melalui perantara. Baik melalui orang yang masih hidup, sudah meninggal, sebuah nama atau sifat Yang Maha Tinggi.

Kami ingin menyampaikan kedudukan tawassul, yang dibenarkan dengan adanya bukti hukum dari mayoritas kaum Sunni ortodoks mengenai tawassul. bahwa mereka tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa memohon kepada Allah melalui perantara, secara prinsip adalah sah. Pembahasan detail - detailnya hanya berkaitan dengan penguasaan yang melibatkan perbedaan antara mazhab, petanyan tentang keimanan dan kekafiran yang tidak di miliki kaitan, monoteisme atau syirik, persoalan yang terbatas pada boleh atau tidaknya bertawassul, serta tentang aturannya apakat tawassul di benarkan atau tidak. Tidak ada perbedaan dikalangan umat islam mengenai bolehnya tiga jenis tawassul kepada Allah; 1) Bertawassul kepada orang yang sangat dekat dengan Allah yang masih hidup. Contohnya pada hadis lelaki buta dan Nabi Muhammad SAW, yang akan kami jelaskan; 2) Bertawassul seseorang kepada Allah melalui perbuatan baiknya. Contohnya pada tiga orang yang terkurung oleh batu besar di sebuah gua Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya ( jilid 3, No. 418);3) Bertawassulnya seseorang kepada Allah melalui Zat-Nya, sifat - sifatnya dan lain- lain.

Karena legalitas tiga jenis tawassul ini telah di sepakati, tidak ada alasan untuk mengajikan bukti. Ketidak sepakatannya adalah bertawassul kepada seorang beriman yang telah meninggal mayoritas masyarakat Sunni Ortodoks percaya bahwa tawassul ini dibolehkan dan memiliki hadis yang membenarkanya. Kami merasa cukup dengna hadis tentang lelaki buta dan Nabi Muhammad, Karena hadis ini merupakan poros sentral pembahasan tawassul.

Tarmizi meriwayatkan melalui rangkaian perawi dari Usman bin Hunaif. Seorang lelaki buta dan menemui Nabi dan berkata " Mataku tidak dapat melihat, aku memohon agar engkau mendoakanku". Nabi Muhammad berkata" Ambillah air wudhu dan lakukan shalat dua rakaat lalu berdoa seperti ini; " Ya Allah aku memohon dan menghadap kepadamu melalui perantara Nabi Muhammad, karunia semesta Allah! Wahai Nabi, aku bertawassul kepadamu agar Allah mengembalikan penglihatanku!( dan dalam versi lain' agar terpenuhi hajatku. Ya Allah berikanlah syaf'aat kepadaku!") nabi Muhammad menambahkan, " Dan sekiranya engkau memiliki hajat, lakukanlah yang sama!"

Para ahli Quran menyimpulkan tentang sifat kebutuhan yang dianjurkan, ketika seseorang sangat membutuhkan sesuatu dari Allah Yang Maha Tinggi, melakukan sholat dan menghadap Allah dengan berdoa serta permohonan lain yang sesuai, yang lama atau sebaliknya menurut kebutuhan dan perasaan orang tersebut. Isi ungkapan hadis tersebut membuktikan keabsahan secara legal tawassul melalui orang yang masih hidup. (seperti Nabi Muhammad yang saat itu masih hidup). Secara implicit hal ini membenarkan keabsahan tawassul melalui orang masih hidup atau sudah meninggal bukan melalui tubuh fisik, kehidipan atau kematian tetapi melalui makna positif (Ma'na tayyib) yang melekat pada orang itu baik dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal Tubuh tidak lain merupakan kendaraan yang memuat makna, perlu dihormati baik ia masih hidup atau sudah meninggal; kata lain " Yaa Muhammad" merupakan panggilan untuk seseorang yang secara fisik tidak ada. Dimana pernyataan masih hidup atau sudah meninggal sama saja; panggilan kepada makna, merasa cinta kepada Allah, terhubung dengan ruhnya, sebuah makna yang mendasari tawassul, baik melalui orang yang masih hidup atau orang yang sudah meninggal.



Hadis Mengenai Lelaki yang sangat Mebutuhkan
Lebih jauh lagi Tabarani, dalam bukunya al-Mu'jam as-Saghir, meriwayatkan sebuah hadis dari Utsman bin Hunaif bahwa lelaki mengunjungi Utsman bin affan berulang kali untuk mendapatkan sesuatu yang ia butuhkan. Tetapi Utsman dapat memperhatikan dan memperdulikan kebutuhanya, Lelaki itu bertemu dengan Ibnu Hunaif dan mengeluhkan persoalannya. Hal ini berhasil setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan setelah kekhalifahan Abu Bakar dan Umar. Dengan demikian Utsman bin Hunaif, salah satu sahabat pengumpulkan hadis dan sahabat yang ahli dalam berkata :

Berwudulah, lalu pergi ke masjid. Lakukanlah sholat dua rakaat dan bacalah doa ini " Ya Allah! Aku memohon kepadamu dan aku menghadapmu melalui Rasul Kami, Muhammad karunia serta Alam! Wahai Muhammad, aku minta tolong kepadamu agar engkau sampaikan kepada Tuhanku agar ia dapat memenuhi hajarku!" lalu sebutkanlah hajatmu. Setelah itu temuilah aku agar aku dapar pergi bersamamu (menemui Khalifah Utsman).

Lelaki itu pun pergi melakukan apa yang ia katakan. Kemudian ia menuju pintu rumah Utsman. Seorang penjaga menggandeng tanganya dan membawanya kepada Utsman Ibnu Affan lalu mendudukanya pada sebuah bantal di sisinya. Utsman berkata " Apa keperluanmu?" Lalu lelaki itu menyebutkan apa yang ia butuhkan dan Utsman memenuhi kebutuhannya seraya berkata " Aku tidak ingat kepeluanmu hingga tadi. Apapun yang engaku butuhkan, sebutka saja!" tambahnya. Lalu lelaki itu pergi, bertemu Utsman bin Hunaif dan berkata kepadanya " semoga Allah membalas kebaikanmu! Ia tidak memperhatikan kebutuhanku atau pun memperdulikannya hingga engkau berbicara padanya". Utsman bin Hunaif menjawab " Demi Allah aku tidak berbicara padanya tetapi aku pernah melihat lelaki buta menemui Rasulullah dan mengeluhkan kebutaannya. Nabi Muhammad SAW Berkata " Tidaklah engaku dapat bertahan dengan keadaanmu?" dan lelaki itu menjawab " wahai Rasulullah, aku tidak memuliki siapapun untuk menyadi pengaruh jalanku dan ini sangat menyulitkanku!" Rasulullah bersabda padanya " Pergilah berwudu dan laukan sholat dua rakaat. Lalu berdo'alah dan memohon permintaanmu!" Ibnu Hunaif melnjutkan. " Demi Allah, kami pergi dan belum berbicara lama ketika lelaki itu kembali seolah - olah perhah terjadi sesuatu kepadanya. "

Hadis ini merupakan teks yang tegas ia jelas dari sahabat Nabi yang membuktikan keabsahan secara legal tawasul kepada orang yang telah wafat. Cerita ini diklasifikasikan ke dalah hadis yang sangat shahih oleh Baihaqi, Mundhiri dan haitami.

Syeh Muhammad Hamid, seorang ulama terkemuka Mazda Hanafi, menyatakan dalan Rudud'ala Abatil wa Rasa'il :

Sesungguhnya diperolehkan menyebutkan ( nida') orang beriman yang secara fisik tidak ada dan bertawassul dan berdoa kepada Allah Yang Maha Besar melalui mereka, karena terdapat banyak bukti tentang kebolehan melakukan hal tersebut. Orang yang memanggil mereka untuk bertawassul tidak dapar di salahkan. Mengenai seseorang yang menyakini bahwa orang yang dipangil itu dapat memberikan pengaruh, manfaat atau mudharat. Yang mereka ciptakan sebagaimana yang dilakukan Allah, mereka adalah kafir dan telah berpaling dari Islam: semoga Allah menjadi pelindung kita! Selanjutnya, dan orang tertentu yang telah menulis artikel bahwa bertawassul kepada Allah melalui orang - orang saleh diharamkan tanpa bukti pendukung, sedang sebagian besar umat meyakininya. Halal sesunguhnya mereka adalah kosong. Ketika menyakini bahwa tawassul adalah hal yang diperbolehkan, kami tidak mendekati tepian jurang kemusyrikan ataupun mendekatinya. Karena keyakinan bahwa Allah maha Besar itu sendiri yangtelah mendekati pengaruh pad segala sesuatu secara lahir, merupakan suatu keyakunan yang mengalir kepada diri kami seperti aliran darah. Apabila tawassul adalah perbuatan syirik atau apabila terdapat kecurangan adanya syirik didalamnya. Nabi Muhammad tidak mengajari itu kepada lelaki buta ketika lelaki itu memintanya untuk berdo'a kepada Allah untuk dirinya, meskipun pada kenyataannya ia mengajari tawassul kepada Allah melalui dirinya Dan pernyataan bahwa tawassul hanya boleh di lakukan ketika Nabi masih ada yang melaluinya tawassul dilakukan tetapi tidakdi lakukan setelah ia wafat, tidak di dukung oleh dasar kuat dari Quran.4



B. Taqiyah
Saat ini, kami ingin menyajikan 'konsep taqiyah' (selanjutnya ditulis taqiytah) dalam pembahasan berikui ini. Topik ini sama sulitnya dengan topik sebelumnya, dan banyak orang mengalami kesulitan dalam memahaminya. Kami berdoa kepada Allah SWT semoga diskusi ini dapat membantu mengikis karat pemikiran yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun dalam pikiran orang - orang. Propoganda negatef yang berkelanjutan yang digembar-gemborkan oleh media masa membantu memupuk rasa kebencian kepada kekafiran trehadap Syi'ah. Selain itu. Hal tersebut pun meningkatkan penolakan secara terang - terangan terhadap kenyataan yang telah terbukti dan benar. Bagaimanapun, anda berkewajiban mencari berkewajiban mencari kebenaran. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan anda untuk mencari kebenaran. Namun, adalah hak anda untuk meyakini atau menyangkal segala sesuatu yang dinyatalan Syi'ah. Akan anda, atau di tempat lain pada suatu hari nanti, ingatlah diri kami, dan pertanyan orang yang sedang mendiskusikan topik ini. Hanya dengan itu anda akan memahami maksud kami, Insya Allah.

Kami ingin menunjukan dan membuktukan bahwa " konsep taqiyah" adalah sebuah bagian dari Islam yang intergral, dan bukan sesuatu yang diciptakan kaum Syi'ah.

Seperti biasa, kami akan mengetengahkan dari sudut pandang, yakni dari kaum Sunni dan Syi'ah untuk menjaga tingkat kemurnian dan keutuhan dalam menjelaskan topik ini.

Istilah taqiyah secara harfiah berarti "menyembunyikan atau menutupi keimanan, keyakinan, pemikiran, perasaan, pendapat dan
47
tau mental. "Terjemahaannya adalah menyembunyikan ".

Definisi di atas haruslah dijelaskan secara rinci sebelum melanjutkan pendiskusian topik ini. Meskipun definisinya benar, tetapi tampaknya masih mengandung makna secara general dan kurang memiliki makna - makna sedtail mendasar yang harus diuraikan.

Pertama, Menyembunyikan keyakinan tidak berarti tidak mengharuskan peniadaan keyakinan tersebut. Perbedaan antara " menyembunyikan : dan " meniadakan " harus di perhatikan.

Kedua, ada sejumlah kekecualian pada definisi di atas, dan kekecualian tersebut harus dinilai berdasarkan situasi ketika salah satu makna digunakan. Oleh karena itu, kita tidak boleh membuat sebuah generaliassi yang sempit yang mencakup seluruh situasi, agar mendapatkan makna sepenuhnya dari definisi itu.

Ketiga. Istilah 'keimanan' dan
48
tau 'keyakinan' tidak harus berarti keimanan dan
49
tau keyakinan 'beragama'

Dengan penjelasan di atas, definisi yang lebih baik dan lebih tepar dari kata " Taqiyah" adalah " diplomasi". Makna takiyah sesungguhnya lebih terwujud dalam sebuah kata " diplomasi" karena kata itu mencakup spektrum prilaku yang luas yang dapat digunakan lebih jauh oleh seluruh pihak yang berkepantingan.



Taqiyah Menurut Kaum Sunni
Beberapa orang kaun Sunni menegaskan bahwa taqiyah merupakan tindakan keminafikan yang berfungsi untuk menyembunyikan kebenaran, dan menampaknan sesuatu yang sangat bertentang ( dengan kebenaran) lebih jauh lagi menurut orang - orang Sunni ini. Taqiyah mengandung arti minimnya keimanan dan keyakinannya untuk menyelamatkan siri dari ancaman bahaya laten adalah manusia yang penakut. Yang sebenarnya ia hanya harus takut kepada Allah SWT. Dengan demikian, orang seperti ini adalah seorang pengecut.

Penjelasan berikutnya, Insya Allah, menunjukan keberadaan ayat taqiyah dalam Quran, hadis, sunnah Nabi dan sunnah para sahabat Seperti biasa. Kitab - kitab kaum Sunni akan dijadikan argument selanjutnya. Hal ini sesuai dengan komitmen untuk mengungkapkan kebenaran dengan menunjukan bahwa kaum Sunni menolak argument kaum Syi'ah, padahal kitab mereka sendiri banyak memuat idiologi yang sama yang di pegang kaum Syi'ah! Meskipun beberapa kaum Wahabi menyangkal pernyataan mereka sebelumnya dan secara agresif mencemarkan nama Syi'ah dan menolak doktrin-dokrin mereka, mereka tidak dapat menjelaskan kebenaran argument mereka melalui keberadaan mereka doktrin-doktrin yang sama dalam kitab mereka sendiri, sebagiamana yang telah di tunjikan di seluruh bagian sebelumnya. Mereka yang menganggap diri sebagai pemeliharaan sejati sunnah Nabi Muhammad SAW dan satu - satunya penjaga agama islam, bagaimana mungkin menampakkan penyanghkalan mereka terhadapa upaya yang seharusnya mereka jaga? Menyangkal taqiyah berarti menyangkal Quran, sebagaimana yang akan ditunjuk berikui ini.



Sumber 1
Jalaluddin Suyuthi dalan kitabnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Meriwayatkan pendapat Ibnu Abbas, perawi hadis yang paling di hormati
dan di percaya menurut pandangan Sunni, mengenai taqiyah dalam ayat Quran,
janganlah orang-orang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai kawan dan pelindung lebih dari orang-orang beriman. Siapa yang melakukan hal itu, putuslah hubungan dengan Allah kecuali mereka siasat (tat-taqun)untuk melindungi diri (tuqatan)dari mereka (QS, Ali Imran : 28)4

Ibnu Abbad Berkata :

Taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja; orang yang telah di paksa menyatakan sesuatu yang yang membuat murka Allah SWT tetapi hatinya tetap beriman, maka ( ucapan yang terpaksa tersebut) tidak akan dirugikannya (sama sekali), Karena taqiyah hanya diucapkan dengan lidah saja ( bukan dengan hati)

'Hati' yang dinyatakan di atas dan setelahnya dalam pusat keimanan dalam diri seseorang. Hal ini banyak di sebutkan dalam Quran.



Sumber 2
Ibnu Abbas juga memberi penfsiran pada ayat di atas, sebagaimana yang riwayatkan dalam Sunan Baihaqi dan Mustadrak Hakim. Ia menyatakan, " Taqiyah adalah ucapan dengan lidah, sedang hatinya tetap tehug beriman." Artinya, adalah kita boleh mengucapkan sesuatu dengan lidah ketika diperlukan, sepanjang hati kita tidak terpengaruh, dan hari masih tetap teguh beriman.



Sumber 3
Abu Akarak Razi dalam Ahkam al-Quran menjelaskan ayat tersebut di atas " … Kecuali karena siasat ( tat-taqun) untuk melindungi dir (tuqatan) dari mereka….( QA. Ali Imran : 28) dengan membenarkan bahwa taqkiyah harus dilakukan apabila seseorang takut jika hidup atau anggota tubunnya terancam bahaya. Selain itu, ia meriwayatkan bahwa Qutadah menyatakanlah berikut berkenaan dengan ayat di atas "seseorang boleh mengucapkan kata - kata ketidak berimanan saat taqiyah wajib dilakukan"



Sumber 4
Diriwayatkan oelh Abdurrazak, Ibnu Sa'd. Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim . Ibnu Mardawaih, Baihaqi dalam kitabnya al-Dalail. Dan dikoreksi oleh Hakin dalam kitabnya al-Mustadrak bahwa," Orang-orang kafir menahan Ammar bin Yasin dan ( Menyiksa) hingga Ammar mengucapkan kata-kata selaan terhadap Nabi Muhammad SAW bertanya " Apakah ada sesuatu yang ingin engkau utarakan? " Ammar bin Yasin berkata " Aku membawa berita buruk! Mereka tidak akan melepaskanku apabila aku tidak mencela dirimu dan memuji-muji Tuhan mereka!" Nabi Muhammad berkata " Bagaimana dengan hatimu?" Ammar menjawab " Aku tetapberiman. Lalu Nabi melanjutkan " Kalau begitu, apabila mereka datang padamu. Lakukan hal yang sama!" Allah SWT pada saat itu menurunkan ayat, "….. Kecuali karena dipaksa, sedang hatinya masih tetap beriman …..(Qs. An-NAhl : 106 )"

Ayat - ayat seluruhnya yang dikutif sebagaiannya sebagai bagian dari hadis di atas adalah :

Orang yang mengucapkan kekafiran setelah beriman kepada Allah, kecuali mereka di paksa, sedang hatinya tetap teguh beriman, tetapi barang siapa yang melapangkan hatinya dengan kekufuran, murka Allah menimpa mereka, dan bagi mereka siksaan yang sangat pedih ( Qs. An-Sahl : 160)



Sumber 5
Diriwayatkan dalam dalam sunah baihaqi bahwa Ibnu Abbas menjelaskan ayat di atas. " Orang yang mengucapkankekafiran setelah beriman kepada Allah, Menyatakan :

Makna ayat yang Allah sampaikan adalah bahwa orang yang menyatakan kekafiran setelah beriman, akan mendapatkan murka Allah SWT dan azab yang perih. Tetapi bagi orang - orang yang terpaksa, dan mereka mengucapkan kata - kata itu hanya di lidah mereka tetapi hati mereka mengucapkan kata - kata itu hanya dengan lidah mereka tetapi hati mereka tidak demikian, mereka tidak akan mendapat azab, tidak perlu merasa takut, karena Allah meminta tanggung jawab atas apa yang telah dinyatakan hatinya".



Sumber 6
Penjelasan lain dari ayat di atas diberika oleh Jalaludin Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Ia menyatakan, Ibnu Abu Shaibah, Ibnu Jarir, Ibnu Munzir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Mujtahid, bahwa ayat itu turun berkaitan dengan peristiwa berikut :
Sekelompok orang Mekhah masuk Islam dan menyatkan keimanan mereka. Kemudian . para sahabat di Madinah menulis surat kepada mereka yang isinya meminta mereka untuk hijrah ke Medinah. Apabila mereka tidak berhijrah, mereka tidak termasuk pada orang - orang yang beriman. Sebagai jawabannya. Sekelompok orang itu pergi tetapi sebelum sampai tujuan, mereka langsung di serang oleh orang - orang kafir. Mereka dipaksa untuk keluar dari agama Islam dan mereka melakukannya. Oleh Karena itu, ayat " kecuali karena dipaksa, sedangkan hari mereka tetap teguh beriman 16:106) diturunkan



Sumber 7
Ibnu Sa'd dalam kitabnya at-Tabaqat al-Kubra, meriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Nabi Muhammad melihat Ammar bin Yasin menangis. Lalu, ia menghapus air matanya dan berkata :

Orang - orang itu menahanmu dan membenamkanmu ke dalam air sehingga engkau berkata seperti ini dan itu (ucapan kotor mengenai Nabi dan pujian kepada Tuhan - tuhan mereka untuk menghindari diri dari penganiayaan). Apabila mereka kembal. Katakanlah hal yang sama lagi!



Sumber 8
Diriwayatkan dalam as-Sirah al-Halabiyyah. 8 bahwa :

Setelah kota Khaibar ditaklukan oleh umat Islam. Hajaj Bin Alat memui Nabi Muhammad dan berkata. " Wahai Rasulullah! Aku memiliki harta berlimpah dan keluarga dari Mekkah da aku ingin semua itu kembali kepadaku, apakah aku berdosa apabila aku berkata buruk tentangmu ( agar aku tidak dianiaya ) ". Nabi mengizinkan dan berkata " katakanlah apa saya yang harus engkau katakana!"



Sumber 9
Diriwayatkan oleh Ghazali dalam kitabnya. Ihya Ulum ad-Din, bahwa :

" Melindungi nyawa seorang muslim adalah kewajiban yang harus di perhatikan, dan berkata bohong diperbolehkan apabila nyawa seorang Muslim terancam."



Sumber 10
Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, ash-Ashbah wa an-Nazha'ir", menegaskan bahwa :

Di perbolehkan bagi seorang muslim untuk memakai bangkai dalam keadaan yang sangat lapar, melancarkan sepotong makanan yang masuk ke tonggorokan dengan alkohol ( karena takut tersendak dan takut meninggal ), mengucapkan kata - kata kekafiran, dan apabila seseorang tinggal di sebuah lingkungan di mana kejaharan dan kerusakan menjadi aturan measyarakatnya, sedang sesuatu yang halal dilarang dan jatrang ada, maka ia dapat menggunakan ssegala sesuatu yang tersedia untuk memenuhi kebutuhannya.

Sumber tentang memakan bangkai hewan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa hal - hal yang di larang pun menjadi halal pada waktunya darurat



Sumber 11
Jalaludin Suyuthi dalam kitabnya, al - Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'atsur, meriwayatkan bahwa Abdu bin Hamid dari Hasan berkata : Taqiyah boleh dilakukan hingga hari kiamat.



Sumber 12
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Abu Darda berkata, " Sesungguhnya kami tersenyum kepada beberapa orang, padahal hati - hati kami mengutuk ( Mereka ) 10



Sumber 13
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, " Wahai Aisyah! Orang yang paling buruk menutup pandangan Allah adalah orang - orang yang dijauhi oleh orang lain Karena kekerasan mereka yang sangat besar. 11

Artinya bahwa seseorang boleh melakukan diplomasi agar dapat bersama - sama dengan masyarakat. Hadist di atas diriwayatkan ketika seseorang meminta izin untuk bertemu Nabi Muhammad SAW dan sebelum beliau meminta izin, nabi berkata bahwa ia bukan orang baik, tetapi Nabi tetap akan menemuinya. Nabi bercakap-calap dengannya dengan penuh hormat. Karenanya, Aisyah bertanya kepadanya mengapa Nabi berbicara sifat yang buruk. Lalu nabi menjawab dengan kalimat di atas.



Sumber 14
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa Inggris), bab 1527,jilid 4, hal. 1373, hadis 6303 :

Humaidah bin Addurrahman bin Auf meriwayatkan bahwa ibunya, ummu Kutsum binti Uqbah bin Abu Mu'ait, salah satu orang Muhajirin yang pertama kali mambait Nabi Muhammad SAW, berkata bahwa ia mendengarkan Nabi berkata " Seorang pendusta adalah seseorang yang tidak berusaha membawa kedamaian di antara umat dan berbicara hal - hal yang baik ( untuk mencegah timbulnya pertengkaran ), atau tidak menyampaikan kebaikan". Ibnu Syihab berkata " saya tidak mendengarkan bahwa pengecualian diberlakukan pada apapun yang orang katakana sebagai kesombongan kecuali pada tiga hal : dalam peperangan, mendamaikan orang dan pernyataan suami kepada isterinya dan pernytaan seorang isteri kepada suaminya ( dalam bentuk pernytaan sebaliknya untuk mendamaikan suami istrei itu ).12

Ahli tafsir Sunni, Abdul hamid Siddiqi, pada kitab Shahih Muslim, menyatakan penafsiran sebagai berikut :

Berbohong adalah sebuah dosa besar. Tetapi seorang Muslim boleh berbohong dalam beberapa kasus tertentu dan diperbolehkanya berbohong dilakukan pada tiga keadaan pada peperangan untuk mendamaikan umat Islam yang saling memusuhkan, dan mendamaikan suami dan isteri. Berdasarkan analogi dari ketiga keadaan ini para ulama hadist memberikan beberapa kekecualian lainya; menyelamatkan nyawa dan kehormatan orang tak berdosa dari tangan penguasa zalim dan penindas apabila seseorang tidak menemukan cara lain untuk menyelamatklan mereka.

Perhatikan bahwa hadis atua penafsiran Quran di atas tidak berhubungan dengan penerangan taqiyah kepada non-Muslim saja!13



Taqiyah Menurut Kaum Syi'ah
Kaum Syi'ah tidak menciptakan atau membuat - buat hal baru. Mereka hanya mengikuti perintah Allah SWT. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Quran, hadis penghulu Nabi Muhammad SAW. Bagaimanapun, harus di teliti juga apa pendapat kaum Syi'ah tentang taqiyah .

Syeh Muhammad Ridha Muzhaffat dalam kitabnya Aqa'id al Imamuyah, menuliskan bahwa :

Taqiyah harus sesuai dengan aturan khusus berdasarkan kondisi dimana bahaya besar mengancam. Aturan - aturan ini tercantum dalam banyak kitab fiqih, beserta seberapa besarnya atau kecinya bahaya yang menentukan keabsahan taqiyah sendiri. Taqiyah tidak wajib di lakukan setiapwaktu. Sebaliknya. Taqiyah bileh di lakuka kadang - kadang perlu untuk tidak bertaqiyah. Contohnya pada kasus dimana mengungkapkan kebenaran akan kelancaran tuhan agama, dan memberikan manfaat langsung bagi Islam, dan berjuang demi Islam. Sesungguhnya pada posisi demikian, hanya benda dan nyawa harus di korbankan. Selain itu, taqiyah boleh tidak dilakukan pada kasus yang berakibat pada tersebarnya kerusakan dan terbunuhnya orang - orang yang tidak berdosa, dan pada kasus yang akan mengakibatkan hancurnya agama, dan kerugian yang nyata akan menimpa umat Islam, baik menyesatkan mereka atau merusak dan menindas mereka.

Selain itu, sebagaimana yang di yakini kaum Syi'ah, taqiyah tidak menjadikan kaum Syi'ah sebagia organisasi rahasia yang berusaha mengahncurkan dan merusak, sebagaimana yang coba ditampilkan pembenci Syi'ah, kritik - kritik ini memperlihatkan serangan mereka secara verbal tanpa benar - benar memperhatikan persoalah dan berusaha memahami pendapat kami mengenai taqiyah.

Taqiyah juga tidak menjadikan bahwa agama beserta perintah - perintahnya menjadi sebuah rahasi dalam rahasia yang tidak dapat di ungkapkan pada orang - orang yang tidak menganut ajaran - ajaranya. Lalu bagaimana dapat, keyika kitab - kitab Imamiyah kaum Syi'ah yang membahas persoalan fikih kalam dan agama jumlahnya begitu banyak, dan telah melebihi batas publikasi mengharapkan negara lain menyatakan keyakinannya.

Imam Khomaini dalam bukunya " pemerintahan Islam " juga memberikan pendapatnya mengenai taqiyah. Ia menyakini bahwa taqiyah boleh dilakukan hanya apabila nyawa seseorang terancam. Sedangkan pada kasus dimana agama Allah SWT Islam, dalam keadaan terancam, taqiyah tidak boleh dilakukan walau akan menyebabkan menatian orang itu.

Para Imam, semoga kesejahteraan tercurah pada, mereka, memberikan peratura yang sangat penting bagi fikih dan memerintahkan untuk memikul tanggung jawab dan menjaga kepercayaan. Tidak dibenarkan untuk melakukan taqiyah dilakukan untuk melindung nyawa seseorang atau menjaga masalah pada cabang hokum. Tetapi. Apabila islam secara keselutuhan dalam bahaya. Taqiyah atau berdiam diri tidak boleh di lakukan. Apa yang harus di lakukan dsebuah aturan fikih apabila mereka memaksakan untuk membuat atau menciptakan hal - hal baru? Apabila taqiyah memaksa kita untuk, menhgikuti pihak penguasa maka taqiyah tidak boleh di lakukan meskipun hal tersebut akan menyebabkan kematian orang itu. Kecuali jika keberpihakannya kepada penguasa kan membantu memenangkan Islam dan umat Islam. Seperti pada kasus Ali bin Yaqiyah dan Nashirudin Thusi, semoga Allah memberikan kesejahteraan kepada jiwa - jiwa mereka.

Dalam bukunya, Islam Syi'ah ( diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Seyyed Hoessein Nast ) ulama Syi'ah Allamag Sayid Muhammad Husain Thabathaba'I mendifinisikan saebagia suatu kondisi dimana seseorang " menyembunyikan agamanya atau amalan tertentu agamanya dalam situasi yang menimbulkan bahaya sebagia akibat dari tindakan orang - orang yang menentang agamanya atau amalan tertentu agamanya"

Bahaya besar yang menjadikan taqiyah menjadi boleh di lakukan merupakan persoalan yang telah di perdebatkan di antara banyak ulama - ulama Syi'ah. Menurut pandangan kami, praktik taqiyah di perbolehkan apabila ada bahaya yang nyata akan mengancam nyawa seseorang atau nyawa seseorang, aatua kemungkinan hilangnya kehormatan dan harga dirri isteri seseorang, atua kemungkinan hilangnya harta benda seseorrang sedemikian rupa sehingga menyebabkan kemiskinan dan membuat seorang lelaki dapat menopang dirinya dan keluarhganya.

Thabathaba'I meutip du ayat Quran sebagai rujuan taqiyah :

" kecuali karena siasat ( ta'taqun ) untuk melindungi diri ( tuqatan ) dari mereka ( Qs. Ali Imran : 28 ) . mengenai ayat ini, Ulama sunni terkenal. Maududi, memberikan penafsirannya dalam mendukung taqiyah. Perhatikanlah pada ayat di atas . kata " ttaqun " dan " tuqan " memiliki akar kata yang sama, seperti taqaiyah. Ayat kedua. Barangsiapa yang kafir setelah beriman. Tetapi barangsiapa yang tetap teguh dalam kekafirannya, muria Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang pedih (Qs. An-Nahl : 106)

kemudian Thabathaba'I menjelaskan :

Sebagiamana yang disebutkan dalam sumber hadis kaum Sunni maupun kaum Syi'ah, ayat ini turun berkenaan dengan Ammat bin Yasin. Setelah hijrahnya nabi Muhammad SAW. Orang - orang kafir mekkah memenjarakan beberapa orang Muslim kota itu menganiaya mereka. Mereka memaksa orang - orang untuk meninggalkan Islam dan kembali kepada Tuhan mereka sebelumnya . Di antara orang - orang yang teraniaya di kelompok ini terdapat Ammar, ayahnya dan Ibunya. Orang tua Ammar menolak untuk keluar dari islam dan mereka meninggal dalam keadaan teraniaya. Tetapi Ammar, untuk menghindari diri dari penganiayaan dan kematian, pura - pura berpaling dari Islam dan menerima Tuhan - tuhan berhala. Ia, oleh karenanya menghindari dari bahaya. Setelah bebas ia meninggalkan Mekkah secara sembunyi - sembunyi untuk pergi ke Madinah. Di Madinah, Ia menemui Nabi Muhammad SAW apakah berbuatanya telah mengeluarkannya dari agama Islam. Kemudian Nabi Muhammad berkata bahwa kewajibannya adalah apa yang telah ia lakukan. Ayat di atas lalu diturunkan

Dua ayat yang di sebut diatas turun berkenaan dengan kasus - kasus khusus tetapi maknanya maliputi seluruh keadaan dimana pernyataan keyakinan agama atau praktek - praktek agama secara terang - terangan akan menimbulkan bahaya. Selain ayat - ayat ini, ada banyak hadis yang berasal dari anggota keluarga Nabi Muhammad, yang memerintahkan untuk melakukan taqiyah apabila ada bahaya yang mengancam

Beberapa orang mengkritik kaum Syi'ah bahwa bertaqiyah dalam agama bertentangan dengan keberanian. Dengan mempertimbangkan tuduhan ini, akan menjelaskan ketidak sahannya, karena taqiyah dilakukan pada suatu kondisi dimana seseorang menghadapi bahaya yang tidak dapat ia tanggung dan ia lawan.

Melindungi diri dari bahaya semacam itu dan ketidak mampuan melakukan taqiyah dalah situasi tersebut menujikan kecerobohan dan kebodohan, buka keteguhan hati atau keberanian. Kualitas keteguhan hati dan keberanian hanya brelaku ketika adanya bahaya yang nyata dimana tidak ada kemungkinan selamat, seperti minum air yang mungkin berisi racun atau melemparkan diri ke kayu yang sedang menyala atau berbaring di rel dimana kereta api sedang melintas. Tindakan seperti ini merupakan tindakan yang gila dan bertentangan dengan logika dan akal sehat. Oleh karena itu, kita dapat meringkasnna bahwa taqiyah harus dilakukan ketika dapat dihindari dan tidak ada harapan selamat dari usaha kita14

Dengan demikian, jelaslah dari kutipan di atas, bahwa kauk Syi'ah tidak menganjurkan kemunafikan, rahasia, dan kepengecutan, sebagaimana yang di atrikan segelintir kaum Wahabi.

Berikut ini breasal dari buku Mujan Momen, yang brejudul pengantar Menuju Islam Syi'ah Sejarah dan Doktrin Dua Belas Imam Syi'ah. Ketika membahas Imam ke enam ( Imam Penerus Nabi Muhammad ), Imam ja'far Shadiq. Ia menuliskan :

Ajaran taqiyah secara luas digunakan pada waktu itu. Taqitah berfungsi melindungi para pengikut Imam Shadiq sat itu berkata Khalifah Mansyur melakukan kampanye penindasan yang brutal terhadap para mengikut anggota keluarga Nabi Muhammad dan para pendukungnya.



50
ANTOLOGI ISLAM

Quran: Taqiyah versus Kemunafikan
Segelintir orang telah menjadi korban yang menyatakan artikan makna taqiyah dengan kemunafikan. Sebenarnya taqiyah dan kemunafikan adalah menyembunyikan keyakinan dan menampakan kekafiran, sedangkan kemunafikan adalah menyembunyikan kemunafikan dan menampakkan keyakinan, keduanya sangat bertentangan dalam fungsi, bentuk dan maknanya.

Quran menyatakan kemunafikan dengan ayat berikut :

" ketika mereka bertemu dengan orang - orang yang telah beriman, mereka berkata " kami telah Beriman !" tetapi tetapi ketika mereka kembali kepada setan - setan mereka, mereka berkata " saesunguhnya kami berada di pihak dan kami hanya berolok - olok terhadap mereka. ( Qs. Al- Baqarah : 14 )

Quran kemudian menyatakan taqiyah deengan ayat berikut :

Seorang mukmin dari kalangan Fir'aun, yang menyembungikan keimanan berkata. " Apakah kalian akan membunuh seseorang Karena ia mengatakan, Tuhanku adalah Allah ?"
( Qs. Al-Mu'min : 28 )

Selain itu :

Barangsiapa yang kafir setelah beriman, kecuali orang - orang ayang dipaksa sedangkan hatinya tetap beriman. Barang siapa yang teguih dalam kekafiran murka Allah menimpanya dan bagi mereka siksaan yang pedih (QS, an-Nahl : 160 )

Dan ayat lain menyatakan :

Orang - orang beriman tidak boleh memiliki orang - orang kafir dari pada orang - orang yang beriman sebagai kawan dan pelindung. Siapa yang melakukan hal itu. Putusklah hubungna antara Allah kecuali karena siasat (tat'taqu ) untuk melindungi diri ( tuqatan ) dari mereka (Qs, Ali Imran : 28)

Dan ketika Musa kembali kepada kaumnya dengan marah bercampur sedih ia berkata. " Betapa buruknya perbuatan kalian setelah aku meninggalkanmu. Apakah kalian akan mendahului urusan Tuhanmu ?" lalu ia meletakkan kepingan - kepingan batu, dan di pegangnya rambut kepala saudaranya, lalu direnggukan. Harun berkata "wahai putra Ibuku! Kaummu telah menindasku dan mereka akan membunuhnya! Janganlah engkau membuat senang musuh karena kemalanganku dan janganlah aku disamakan dengan orang - orang yang durhaka itu!
( Qs. Al-Raf : 15 )

Sekarang kita melihat bahwa Allah SWT sendiri telah berfirman bahwa salah satu hambanya yang setia menyembunyikan keyakinannya dan berpura - pura seolah ia dalah pengikut agama Fir'aun untuk menghindari diri dari penganiayaan, Kita juga melihat bahwa Nabi harum melakukan taqiyah ketika nyawanya dalam bahaya. Kita juga telah melihat bahwa taqiyah dengan nyata di perbolehkan ketika diperlukan. Sebenarnya Kitab Allah memberi perintah agar kita menghindari diri dari situasi yang menyebabkan kehancuran secara sia - sia, dan janganlah menjerumuskan dirimu ke dalam kebinasaa! (Qs. Al-Baqarah : 195 )



Alasan Logis dan Akal Sehat
Selain perintah Quran dan Hadis mengenai diperbolehkannya taqiyah, keharuskan itu juga datang dari sisi logis dan rasional. Bagi para peneliti cerdas manapun, adalah benar bahwa Allah SWT telah menganugrahkan ciptaan-nya mekanisme pertahanan khusus san nurani untuk melindungi dari dari bahaya yang mengancam. Meskipun taqiyah merupakan tingkah laku yang dipelajari. Bagaimana pun ia berasal untuk melanjutkan kelangsungan hidup yang melekat pada ciptaan. Artinya, tanpa rasa takut dan nurani untuk terus hidup, seseorang telah menyembunyikan sesuatu yang mungkin membahayakan keberadaannya.

Adalah suatu fakta bahwa seseorang dapat mengatasi takut pada dirinya . tetapi ia harus juga mengatur prioritas dan menilai kapan pernyataan kebenarannya akan menjadi tujuan yang lebih tinggi dan kapan hal itu kana tetap sama.

Apabila seseorang akan dibunuh karena ia seorang Syi'ah, menyembunyikan keyakinannya adalah hal yang sangat penting. Apabila menyembunyikan keyakinan tidak menjadi ketidakadilan bagi orang lain. Contohnya apabila kami seorang Syi'ahh, menyangkal keyakinan untuk melindungi diri, dan akibatnya, orang yang tidak berdosa di salahkan, maka kami harus mengaku, meskipun resikonya dibunuh, untuk melindungi orang itu, Tetapi apabila menyangkal kami tidak akan menjadi ketidakadilan bagi siapapun, maka kita harus menyembunyikan keyakinan untuk melindungi diri.

Mekamisme pertahana diri adalah anugrah Allah SWT krpada makhluk ciptaannya. Dan Allah tidak akan membiarkan makhluknya tidak memiliki perlindungan. Demikian juga taqiyah adalah mekanisme pertahanan diri secara natural yang terlah Allah berikan kepada Manusia. Kemampuan menggunakan lidah seseorang untuk menghindari penganiayaan tentunya merupakan satu contoh perlindungan diri.

Kita pernah membaca pada sebuah buku Sufi bahwa " islam adalah kebenaran tanpa bentuk " memang islam demikian adanya dan Islam adalah agama Allah SWT yang alami. Ini adalah kebenaran primordial, satu - satunya agama yang sesuai dengan naluri mausia dan kecendungannya. Dengan demikian taqiyah merupaka kebenaran yang tidak dapat di sangkal karena memenuhi kebutuhan nalurinya untuk kelangsungan san kesejahteraan hidup.



Penafsiran
Telah ditunjikan dalam pembahasan Rujukan kaum Sunni sebagai landasan Taqiyah bahwa seseorang diperbolehkan berbohong untuk menyelamatkan diri.
Sebagaimana yang dibenarkan Ghazali; 'diperbolehkanya mengucapkan kalimat kekafiran' seprerti yang dinyatakan Suyuthi; dan 'tersenyum kepada seseorang padahal hatimu mengutuknya seperti yang ditegaskan Buckhori; dan bahwa taqiyah versus kemunafikan, dan taqiyah di peraktikan oleh salah seorang sahabat Nabi Muhammada SAW yang paling terkenal. Ammar bin Yasin (Semoga Allah memberikan pahala yang berlimpah!), dan kita telah melihat bahwa Suruti meriwayatkan bahwa taqiyah boleh dilakukan hingga hari kiamat, dan seseorang dapat, mengatakan apapun yang ia inginkan, bahwa mencela Nabi Muhammad SAW apabila ia dalam keadaan bahaya dan keadaan mengancam, dan kita telah melihat bahwa Nabi Muhammad sendiri melakukan taqiyah dengan cara taqiyah dengan maksud menjalin hubungan yang baik antar umat. Selain itu, nabi Muhammad SAW tidak menyatakan misinya pada tiga tahun pertama kenabiannya, yang, sebenarnya, merupakan cara taqiyah lainya untuk menyelamatkan Islam ayng masih muda dari kehancuran.

Sekarang, pertanyaan kepada yang menentang kami adalah: Apabila sebagian besar kitab - kitab shahih anda secara eksplitis menganjurkan taqiyah , seperti yang telah di tunjukan, mengapa anda mengolok - olok kaum Syi 'ah dan menuduhnya sebagai orang munafik ? Demi allah SWT, siap yang munafik sekarang?

Sekarang jelas bahwa tidak ada perbedaan antara kaum Sunni dan Syi'ah mengenai taqiyaha, kecuali bahwa kaum Syi'ah melakukan taqiyah karena takut dianianya, sedangkan kaum Sunni tidak.

Kau Syi'ah harus bertaqiyah sebagai bagian dari penganiayaan yang telah mereka derita sejak pertama wafatnya karunia Semesta Alam, Muhammad SAW. Cukuplah mengatakan " Aku adalah seorang Syi'ah!" dan kepala anda di penggal bahkan saat ini di Negara - Negara seperti Saudi Arabia, mengenai kaum Sunni mereka tidak pernah melakukan apa yang di lakukan Syi'ah karena mereka selalu menjadi teman dari pemerintahan yang disebut pemerintahan Islam berabad - abad lamanya.

Komentar kami adalah bahwa kaum Wahabi sendiri melakukan taqiyah tetapi secara psikologis mereka telah diprogram oleh para pemimpin mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak mengenali taqiyah ketika mereka melakukannya. Ahmad Deedat berkata kepada umat kristiani telah diprogram sedemikian rupa sehingga mereka membaca kitab injil berjuta - juta kali tetapi mereka tidak pernah melakukan kesalahan! Mereka tetap menyakininya Karena para ulama mereka mengatakan demikian dan mereka membacanya pada permukaannya saja. Kami menyatakan hal ini juga terjadi terhadap orang - orang yang menentang taqiyah.

Dr. Tijani menulis peristiwa singkat saat di duduk bersebelahan dengan seorang ulama Sunni di kapal terbang ketika menuju London., keduanya akan menghadiri Konfrensi Islam, pada saat itu, ketegangan masih terasa karena persolan Salman Rusdie. Percakapan keduanya, mengalir membicarakan persatuan persatuan umat. Selanjutnya persoalan Sunni dan Syi'ah pun mengemukakan sebagai bagian dari percakapan itu. Ulama Sunni bertanya " kaum Syi'ah harus melepaskan keyakinan dan kepercayaan tertentu yang menyebabkan perpecahan dan permusuhan di kalangan umat muslimin!" Dr. Tijani bertanya " Seperti apa ?" Ulama Sunni itu menjawab " Seperti gagasan taqiyah dan mut'ah"

Dr. Tijani segera memberikan banyak bukti dalam mendukung pernyataan ini tetapi imat Sunni tidak percaya. Ia berkata meskipun semua bukti tersebut semuanya shahih dan benar, kita harus membuang hadis - hadis itu demi persatuan umat. Ketika mereka tiba di London, petugas imigran bertanya kepada ulama Sunni " apa tujuan kedatangan anda, Tuan ?" Ulama Sunni menjawab " Berobat !" Kemudian Dr. Rijani ditanya dengan pertanyaan yang sama, dan ia menjawab " mengunjungi teman " Dr. Tijani berjalan disamping ulama Sunni itu dan berkata " Bukannya benar kalau taqiyah dilakukan di sepanjang waktu dan untuk semua keadaan?" Ulama Sunni berkata " bagaimana bisa ?" Dr. Tijani menjawab " Karena kita berdua berdusta kepada pihak bandara, aku mengatakan bahwa kau akan mengunjungi teman dan engkau berkata akan 'berobat'. Padahal kita kemari untuk menghadiri Konfrensi Islam", Ulama Sunni tersenyum Bukannya Konfrensi Islam memberi penyembuh pada jiwa ?" Dr. Tijani langsung membalas,' Dan bukankah juga memberi kesempatan kita untuk bertemu teman?".

Anda lihat bahwa kaum Sunni mempraktekkan taqiyah, baik mereka mengakui pernyataannya ataupun tidak. Taqiyah merupakan bagian pembawaan fitnah manusia untuk menyelamatkan diri, dan kita sering melakukannya tanpa kita sadari.

Komentar kami mengenai hal ini adalah; siapakah dengan nama Allah SWT, ulama ini yang menyatakan bahwa meskipun banyak bukti diberikan kepadanya oleh Dr. Tijani semuanya shahih. Bukti - bukti itu harus disingkirkan dari kesatuan umat? Apakah anda benar - benar yakin bahwa umat akan bersatu dengan menyingkirkan perintah Allah? Apakah pertanyaan di atas memperlihatkan bahwa keutamaan pendidikan atau ungkapan lidah semata, kemasan bodohan dan kemunafikan ulama tersebut? Apakah kata - kata ulama yang menyatakan kata-kata ketidak pedulian tersebut pantas ditaati dan didengar? Siapakah dia, yang menyatakan kepada Allah, pencipta alam semesta, dan kepada Rasulullah SAW tentang yang benar dan yang salah? Apakah ia lebih mengetahui dari pada Allah SWT mengenai taqiyah? Yang maha tinggi Allah dari ketercelaan yang berasal dari mereka yang tidak sempurna akalnya untuk mengenali agama-Nya.

Imam Ja'far Shadiq berkata " Taqiyah adalah agamaku, dan agama nenek moyangku!" Imam juga berkata, " barang siapa yang tidak melakukan taqiyah berarti ia tidak menjalankan agamanya!".

Kesimpulannya, kami sekali lagi mengajak anda untuk memahami apa yang kami nyatakan pada diskusi ini. Kaum Syi'ah adalah umat Islam, tidak ada keraguan tentang hal ini. Pikirkanlah dan buktikanlah apa yang kami nyatakan di sini! Lebih baik lagi, ingatkah semua ini dan temuilah ulama yang paling anda percaya! Mintalah ia untuk menyangkal apa yang di klaim kaum Syi'ah dan nilailah apa dia jujur atau tidak! Ingatlah, janganlah sampai ada kebingungan dalam beragama! Kebenaran sangat jauh dari kesalahan; barang siapa yang menolak taghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah mendapatkan pegangan yang kuat, yang tidak akan hancur ( Qs. Al- Bagarah : 256)



Komentar Lain mengenai Taqiyah
Seorang penanya dari mazhab menyatakan " taqiyah artinya berpura - pura melakukan atau mengatakan sesuatu yang benar - benar bertentangan dengan keyakinan atau perasaan. "

Ini bukan definisi yang benar. Taqiyah tidak semata - mata sesuatu yang benar - benar bertentangan, meskipun untuk beberapa hal, memang dimiliki taqiyah adalah menyembunyikan keyakinan, Anda mungkin ingin menyegarkan ingatan dengan membaca artikel kami. Dimana kami menyatakan definisi taqiyah sebagai menyembunyikan atau menutupi keimanan, keyakinan, pemikiran, perasaan, pendapat dan
51
tau strategi pada saat terancam bahaya laten, baik ini atau nanti, untuk menyelamatkan diri dari penganiayaan secara fisik dan atau mental.

Kami tidak memiliki hadis shahih yang menyatakan anda dapat bertaqiyah tanpa ada bahaya yang sedang mengancam. Jika anda berfikir sebaliknya, kutiplah hadis secara eksplisit menyatakan demikian! Ini adalah semua penafsiran guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada hadis yang secara eksplisit guru anda dari hadis - hadis itu. Tidak ada yang secara eksplisit menyatakan demikian.

Keadaan bahaya mungkin ada saat itu atau saat yang akan datang. Selain itu, keadaan bahaya bisa terjadi pada anda atau pada orang lain yang berhubungan dengan anda hal demikian, Imam mungkin akan menyembunyikan beberapa informasi dari pada pengikutnya sendiri, jika ia mengetahui bahwa apabila mereka melakukan hal itu mereka akan terperangkap ke tangan penguasa. Sebenarnya, kami telah melihat beberapa orang Wahabi mengolok - olok Syi'ah dalam konsep taqiyah ini dengan merujuk dalam Ushul al-Kafi dan mengutip sebagian hadisnya di luar konteks untuk menyalah artikan konsep taqiyah bagi saudara Sunni. Hadis yang benar dari hadis yang mereka rujuk adalah sebagai berikut :

Ushul al-kafi hadis 195; Zurarah berkata.

"Saya menanyakan sesuatu kepada Abu Ja'far dan Imam menjawabnya. Setelah itu ada orang lain yang menemui Imam memberi jawaban yang berbeda. Kemudian orang ketiga datang dan menanyakan hal yang sama. Imam memberi jawaban yang masih berbeda dari pada jawaban yang diberikan kepadaku dan kepada orang kedua. Setelah keduanya telah pergi, saya berkata " wahai putra nabi! Dua orang pengikutmu berasal dari Iraq bertanya padamu dan engkau memberi jawaban yang berbeda." Mendengar hai ini, Imam menjawab " Wahai Zurarah! Kedua jawaban yang berbeda itu adalah demi kepentingan kita dan mereka memberikan sumbangsih bagi stabilitas kami berdua (aku dan pengikutku). (pada kondisi - kondisi bahaya) jika kalian semua bersatu, hal ini akan memudahkan orang - orang itu, (para musuh dan penguasa) membenarkan ketaatan kalian kepada kami dan hal ini akan membahayakan diri kalian dan memperpendek hidup kalian (Syi'ah) juga hidup kita."

Kami telah melihat bahwa orang - orang Wahabi ini mengutip bagian pertama hadis tersebut dan mengabaikan penjelasan Imam untuk menunjukan bahwa Imam melakukan taqiyah kepada para pengikutnya tanpa alasan. Dari hadis tersebut, tidak jelas apa sebenarnya pertanyaan dari pada pengikut Imam itu. Bagaimanapun penjelasan Imam pada bagian akhir menyiratkan bahwa pertanyaan tersebut berkaitan dengan tindakan sosial dan politik yang digunakan penguasa saat itu untuk mengenali dan menjebak kaum Syi'ah. Untuk inilah sebenarnya taqiyah digunakan. Perhatikan bahwa Imam memberi penekanan bahwa ia tengah menyelamatkan nyawa para pengikutnya dan Ahlulbait!

Contoh lain dijelaskan oleh hadis lain; Imam ikut serta dalam shalat jenazah seorang pegawai pemerintahan Umayah yang munafik untuk mengecoh penguasa yang akan mengurangi penganiayaan terhadap Nabi Muhammad. Pernahkan anda berfikir mengapa Nabi taqiyah dan tidak mengutarakan misinya pada tiga tahun pertama kenabian? Karena apabila demikian, Islam sudah akan dihancurkan sejak awal. Tujuan utama taqiyah adalah menjaga Islam dan Mazhab pemikiran Syi'ah apabila mereka tidak terpaksa taqiyah, mazhab kami telah dihancurkan. Apabila Nabi Muhammad taqiyah pada tiga tahun kenabian dan menyembunyikan misinya, lalu mengapa kaum Syi'ah tidak boleh melakukan taqiyah untuk menghindari diri dari penganiayaan oleh pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan Islam? Apakah Nabi seorang pengecut? Atau apakah ia ingin menjaga Islam dari kehancuran?

Mengenai hal ini pula, kami akan memberikan contoh lain kepada anda dari rosul lain yang menyembunyikan keyakinannya. Quran mengatakan, atas perintah Allah. Musa menunjuk harun sebagai penggantinya (pemimpin) dan menyerahkan umat kepadanya untuk berangkat ke Miqqat (bertemu dengn Allah) selama empat puluh hari. Setelah Musa pergi, seluruh sahabatnya kecuali sedikit dari mereka berbalik melawan harun. Mereka diperdaya oleh Samiri, dan menjadi penyembah sapi emas (lihat Qs. Al-A'raf : 142 Thaha : 85-98).

Sepulangnya Musa dari Miqat, ia sangat murka karena Allah memberitahunya bahwa umatnya telah sesaat ketika ia pergi. Musa tiba dan mulai menghujani pertanyaan kepada saudaranya, Harun. Mengapa ia tidak mengambil tindakan untuk mencegah kehancuran ini, Quran menyatakan bahwa Nabi Harun menjawab " wahai Musa, umat telah menindasmu dan mereka berusaha membunuhku. "

Apabila anda yakin bahwa Harun adalah nabi Allah, anda tidak akan menyebutnya seorang pengecut. Atau anda berpikir bahwa Harun adalah seorang Syi'ah? Sebenarnya ia adalah seorang Syi'ah (pengikut) Nabi Musa. Tugasnya menyelamatkan diri meskipun nampaknya kaum Wahabi berpikir bahwa seharusnya ia membunuh dirinya sendiri.

Sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah mengenai surat Ali Imran ayat 28, taqiyah dapat diterapkan kepada seorang non-Muslim hanya kepada sesama Muslim.

Seseorang yang disebut muslim yang menganiaya orang tak berdosa, tidak lebih baik orang yang non -Muslim. Apabila anda berkeliling dunia, mengunjungi Negara Arab Saudi, Iraq, Afganistan mayoritas orang - orang yang menganiaya umat Muslim menyebut dirinya Muslim juga. Juga, apabila anda melihat sejarah, mayoritas penguasa muslim yang menyebut dirinya orang Islam dan sebagai khalifah, adalah para penindas dan para tiran (seperti khalifah Umayah dan Abbasiyyah). Apakan anda menyarankan bahwa kami sebaiknya tidak menyelamatkan nyawa kami dari orang - orang zalim yang menanamkan dirinya sebagai umat Islam?

Selain itu, dengan pernyataan di atas, Ibnu Taimiyah tidak menganggap hadis shahih Muslim sebagai hadis yang shahih atau Ibnu Taimiyah telah menyangkal kesaksian Nabi Muhammad SAW. Bahkan Nabi Muhammad sendiripun melakukan taqiyah dalam bentuk diplomasi sebagai usaha untuk meningkatkan hubungan yang baik dengan masyatakat. Dalam shahih Muslim disebutkan hadis tentang kasus dimana ada pertengkaran antara dua orang Muslim sedemukian rupa sehingga dianggap sebagai bahaya yang besar, dan apabila usaha untuk mendamaikan mereka tidak berhasil, diperbolehkan untuk memutar balikan ucapan untuk mendamaikan mereka. Anda lihat, selalu ada kondisi bahaya dalam taqiyah. Contohnya, bahaya perceraian sepasang suami isteri yang bertengkar.

Seorang Sunni mengatakan: Surat an-Nahl ayat 106 hanya dapat di terapkan dalam ketika seorang muslim menghadapi situasi yang sama dengan situasi yang dihadapi Ammar bin Yasir, saat ia harus memilih antara mati dibawah penyiksaan seperti kedua orang tuanya atau berpura - pura menjadi orang kafir melalui mulut saja. Kasus ini aturan mati dibawah penyiksaan seperti mulut saja. Kasus ini bukan aturan dasar tetapi hanya kekecualian.

Kami menjawab: itulah aturan dasarnya! Apabila tidak, Allah tidak akan menyebutnya dibanyak surat salam Quran. Apabila seorang Muslim tidak terancam bahaya, ia tidak boleh taqiyah. Sebagaimana kami tidak taqiyah saat ini, tetapi sekiranya kami berada di Negara seperti Arab Saudi yang bisa mengancam jiwa, kami harus melakukannya.

Seorang Sunni mengatakan : Apabila seseorang, menganggap bahwa berdusta tentang Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslim untuk mencapai tujuan yang tidak jelas dan sesat adalah bagian penting dari keyakinannya. Apakah kita dapat mempercayainya? Dalam surat Ali Imram ayat 28 bukan hanya sebuah kekecualian yang dibatasai. Taqiyah tidak hanya dilarang dilakukan kepada kaum Muslimin, tetapi juga tidak dibenarkan berdusta kepada orang lain. Artinya, apabila anda menantang prilaku tertentu dan anda berada pada situasi dimana pengutukan dapat membahayakan Islam atau umat Islam, anda dapat berdiam diri tetapi anda tidak boleh berdusta.15

Kami menjawab; Ucapan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir bertentangan dengan firman Allah, barang kali yang mengucapkan kekafiran, setelah ia beriman kepada Allah, kecuali dalam keterpaksaan, sedang hatinya tetap beriman ( Qs. An-nahl : 106 ). Seperti yang anda lihat, Quran menyatakan, mengucapkan kekafiran ". Hal ini tidak berarti berdiam diri. "Mengucapkan" artinya berkata atau melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan keyakinan, Dusta apa yang lebih besar dari pada mengucapkan kekafiran? Selain itu juga apabila sebagian besar koleksi hadis Sunni yang Shahih seperti Bukhari dan Muslim mengajikan taqiyah, lalu mengapa kaum Wahabi bersikukuh sebaliknya? Bukankah ini merupakan anda kemunafikan itu sendiri?



C. Khumus ( Seperlima Bagian )
Ketahuilah bahwa dari segal sesuatu yang kamu peroleh. Seperlimanya adalah untuk Allah. Rasul-Nya, keluargannya, anak yatim, fakir miskin dan muisafir.. (Qs al-Anfal : 41)

Khumus ( yang artinya seperlima dari penghasilan) harus diberi kepada lima pihak berikut; Allah. Rasul-nya anak yatim, fakir miskin, orang yang jauh di kampung halaman (tidak memiliki uang untuk kembali ke tempat asalnya).

Banyak milik Allah diserahkan kepada Nabi untuk digunakan di jalan Allah. Setelah Nabi wafat, pada masa - masa kepemimpinan sebelas imam pertama, tiga bagian pertama diserahkan kepada para Imam Alhubait untuk digunakan di jalan Allah. Saat ini, kita tidak memiliki hubungan dengan Imam Mahdi as, maka tiga bagian pertama (yang merupakan setengah bagian dari keseluruhan jumlah khumus) diserahkan kepada ulama untuk digunakan di jalan Allah Rasul-Nya, Alhubait-Nya di jalan Allah seprti mengeluarkannya untuk kepentingan agama atau hal lain yang mereka rasa perlu untuk urusan agama. Selain itu apabila ulama tersebut tidak memiliki sember pendapatan dari manapun dan seluruh kerjanya hanya untuk kepentingan agama, ia dapat mengeluarkan satu bagian dari apa yang dia terima sebagai khumus untuk keperluan pribadinya yang memberinya sejumlah kebutuhan hidup standar atau hidup di bawah standar. Ulama tersebut tidak harus menjadi penerus Nabi yang menerima Khumus.

Sedangkan tiga bagian lain diserahkan kepada ulama. Bagian ini secara langsung dapat diberikan kepada fakir miskin yang tentunya harus berasal dari keturunan Nabi. Perhatikanlah bahwa tidak diperbolehkan memberikan zakat (pajak lainnya untuk kepentingan agama baik di Sunni maupun din Syi'ah ) dan sedekah kepada keturunan Nabi Muhammad. Harus di perhatikan bahwa selama zaman sejarah Islam hingga kini. Keturunan Nabi Muhammad dimanapun teraniaya dan terampas haknya. Di samping itu, hanya sedikit kaum muslim yang masih membayar Khumus yakni para Syi'ah yang mengikuti sunah Nabi ini) Dengan kata lain, hanya 20% dari seluruh kaum Muslimin yang masih membayar khumus yang mengurangi secara dramatis jumlah yang diterima fakir miskin dari keturunan Nabi (yakni 20% x ½ x 1/5 = 2% ) apabila dibandingkan dengan jumlah yang diterima fakir miskin yang bukan keturunan Nabi dari zakat keseluruhan kaum Muslimin (2,5%) ditambah seluruh sedekah yang jumlahnya melebihi 2,5%.

Pada ayat tentang khumus yang tersebut di atas. Kata "ghanimah" yang digunakan diterjemahkan dengan artinya "yang kamu peroleh" sebagaimana yang di sebut di atas, Ghanimah artinya harta perolehan tertentun yang di peroleh seseorang sebagai kekayaan. Menurut para Imam Ahlubait harta perolehan tertentu tersebut adalah harta yang darinya perlu dikeluarkan biaya untuk khumus terdiri dari tujuh kategori; 1) Keuntungan atau kelebihan dari pendapatan; 2) Harta halal yang bercampur dengan harta yang haram; 3) Bahan tambang dan mineral; 4) Batu berharga yang terdapat di laut; 5) harta karun: 6) Tanah yang dibeli seorang kafir zhimmi dari seorang Muslim; 7) harta rampasan perang.

Tetapi ada segelintir orang yang mengartikan kata " Ghanimtum " dengan artinya "harta rampasan perang " sehingga membatasi khumus sendiri. Tentu saja. Penafsiran ini dilakukan tanpa mengetahui kaidah bahasa arab, sejarah tentang khumus. Hukum Islam. Dan tafsir Quran. Ingatlah bahwa kata " ghanimtum " berasal dari kata 'al-Ghanimmah "



Makna Kata Ghanimtum
Kamus bahasa arab al-Munjid ( Louis maluf dari Beirut) memberi definisi bahwa al-Ghanim dan al-Ghanimah artinya 1) harta yang terdapat dari pertempuran melawan musuh dari peperangan; dan 2) Seluruh pendapatan secara umum. Selain itu kalimat al-Ghunm bin Ghurm" (keuntungan terisah dari biaya) yang artinya orang yang memiliki harta dari satu - satunya pemilik keuntungan dan ia tidak berbagi dengan orang lain, oleh karenanya ia menanggung semua biaya dan resiko. Anda juga dapat melihat kamus seperti Lisan al-Arab dan al-Qamus.

Hal ini berarti bahwa bahasa arab, kata 'al-Ghanimah' memiliki dua makna: harta rampasan peperangan dan keuntungan. Kutipan pribahasa di atas juga membuktikan bahwa keuntungan bukan makna yang tidak umum. Ketika sebuah kata dalam Quran memiliki makna lebih dari satu, wajib bagi orang Muslim meminta petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW dan Ahlubait as.



Sejarah khumus
Khumus adalah harta yang diperkenalkan oleh Abdul Muthalib, Kakek Nabi Muhammad. Dan hal ini terus berlangsung terus dalam Islam ketika di turunkan dalam Quran. Abdullah Muthalib melaksanakan perintah Allah yang ia terima lewat mimpi. Ketika ia menemukan sebuah sumur Zamzam, Ia menemukan banyak harta berharga di dalamnya yang terkubur pada masa lalu oleh keluarga Ismail ketika mereka merasa takut musuh akan merampas harta mereka. Ketika Abdullah Muthtalib menemukan harta terpendam itu. Ia mengeluarkan seperlima bagian ( secara literal di sebut khumus) di jalan Allah dan menyimpan seperlima bagian untuk dirinya sendiri. Lalu hal tersebut menjadi kebiasaan dalam keluarganya. Dan setelah Nabi Muhammad hijrah, sistem yang sama diberlakukan dalam Islam. Dengan demikian, harta khumus pertama kali bukan dikeluarkan dari harta rampasan perang, tetapi dari harta karun yang terpendam.



Hukum Islam
Tidak ada mukzijat Islam manapun yang mengartikan " ghanimah" sebagai harta rampasan perang. Selain harta rampasan perang. Khumus diperoleh dari harta - harta berikut :

Barang tambang; memenuhi syarat dalam mazhab Hanafi dan Syi'ah, dan harat karun memenuhi syarat bagi umat muslim. Istilah ghanimah pada ayat yang tengah didiskusikan, dengan jelas di tafsirkan oleh Imam kami dengan artian " hasil keuntungan " (fa'datul muktasabah).

Untuk menyimpulkan pembahasan ini, dapat kami nyatakan bahwa kata ghanimah tidak pernah diartikan sebagai harta rampasan perang oleh mazhab Islam manapun. Dan sejauh yang ditafsirkan Imam kami, istilah ini bermakna harta apapun selain harta rampasan perang sejak kekhalifahan Imam Ali, sebagaimana yang di tunjuk oleh banyak hadis shahih.

Kutipan diatas juga mendukung oleh praktek yang di lakukan Nabi Muhammad saw. Contohnya, Ketika mengurus Amat bin Hazm ke Yaman, Rasulullah memberikan perintah - perintah, dan salah satunya adalah mengumpulkan khumus.16 Dan ketika Kilal di Yaman mengirimkan khumus kepada Nabi Muhammad, Nabi menerimannya dan berkata " Utusanmu telah kembali dan engaku telah membayar khumus dari harta kalian (al-Ghanaim).17 Sangat menarik untuk di perhatikan bahwa Bani Kilal mematuhi perintah Rasulullah dan mengirim Khumus dari pendapatan mereka padahal tidak ada peperangan yang terjadi antara kaum Muslim dengan orang - orang kafir, ini adalah petunjuk yang jelas bahwa khumus tidak di batasi hanya untuk harta rampasan perang oleh nabi Muhammad.

Pentingnya persoalan khumus menurut, Nabi dapat pula di lihat pada nasehatnya kepada utusan bani Abdul Qais. Tampaknya Bani Abdullah Qais (salah satu cabang dari suku Rabiah) bukan suku yang kuat. Untuk pergi ke Madinah mereka harus melintasi daerah ayang di huni oleh suku Muzar, suku yang sangat memusuhi kaum muslimin. akibatnya suku Abdul Qais tidak dapat melakukan perjalanan dengan aman ke Madinah kecuali pada bulan-bulan haram, bulan dimana perang diharamkan menurut tradisi bangsa Arab.

Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan oleh Ibnu Abbas :

Utusan suku Abdul Qais menemui Nabi dan berkata " Ya. Rasulullah! Kami berasal dari suku Rabiah dan di antar kami dan engkau terdapat penghalang dari suku Muzar, karenanya kami tidak dapat menemuimu kecuali di bulan-bulan haram. Oleh karena itu berilah kami perintah yang dapat kami lakukan untuk diri kami dan mengajak kamu kami untuk melakukannya!" Nabi Muhammad berkata " aku perintahkan kalian beriman kepada Allah (Rasulullah menunjukkan tangannya), melaksanakan sholat lima waktu. Membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan membayar khumus"

Dengan melihat kenyataan ini, bahwa mereka melakukan perjalanan di bulan - bulan haram (ketika perang diharamkan), suku Abdul Qais yang lemah dan berjumlah sedikit (terbukti dari perjalanan yang mereka lakukan di bulan haram) tidak ada ruang sedikitpun untuk mengartikan pengapliasian khumus pada hadis di atas hanya pada harta rampasan perang. 18



Hal lain mengenai khumus
Diskusi berikut ini diambil dari buku Tijani, Ma'a ash-shadiqin ( bersama orang - orang yang benar) Di samping itu, kami memakai sebuah kitab fiqih berdasarkan ajaran Ayatullah Khomaini untuk beberapa hal yang mendetail, kami juga memberi pendapat sendiri demi kejelasan.

Dan ketahuilah, dari harta yang kamu peroleh. Sesungguhnya seperlima bagiannya adalah milik Allah dan Rasulnya, keluarganya, anak yatim. Fakir miskin dan musafir… Apabila kamu benar - benar beriman kepada Allah dan kepada yan kami turunkan kepada hamba - hamba kami "
( Qs. Al-Anfal : 41 )

Ayat di atas merupakan perintah Allah SWT, pencipta alam semesta untuk mengeluarkan seperlima ( khumus ) dari harta yang di gunakan di jalan Allah kepada fakir miskin, anak yatim dll. Selanjutnya Nabi bersabda " aku perintahkan kepada kalian untuk melaksanakan empat hal sebagai berikut : Beriman kepada Allah SWT mendirikan sholat, mengeluarkan zakat berpuasa di bulan ramadhan dan mengeluarkan seperlima dari harta yang kamu peroleh untuk dipergunakan di jalan Allah.

Persoalannya, penafsiran kalimat di atas adalah pada istilah " ghanimah harta " Kaum sunni menafsirkan kata ini sebagian " harta rampasan perang " artinya ini adalah bukan bahasa arab yang tepat. Bahasa Semit asal dari bahasa arab, didasarkan pada bentuknya kata kerja, bukan kata benda. Oleh karenanya, terjemahan kata "ghaniman ' tidak seluruhnya tepat apabila artinya " harta rampasan " digunakan.

Kaum Syi'ah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya mengeluarkan 20% dari harta yang mereka dapat setiap akhir tahun. Selain itu. Penggunaan tata bahasa dari kata " ghinimah" dalam bahasa Arab. Seperti yang di artikan kaum Syi'ah mengandung arti bahwa pendapatan tertentu yang di peroleh akum Muslimin dari keuntungan yang di hasilkan dari usaha yang halal atau usaha lainnya dianggap sebagai " ghanimah" dan tunduk kepada aturan hukum.

Tentunya dalah hal tersebut ada kekhususan. Sebenarnya, khumus hanya dapat diberikan dalam dua bidang berikut; semua yang berasal dari tanah seperti emas, perak, besi, minyak dan hasil - hasil alam lain yang darinya harus di keluarkan untuk khumus. Nilai minimum harta yang berasal dari tanah adalah 20 dinat. Dan satu dinat = 3.45 gram emas apabila nilai minimum, tidak memenuhi syarat. Khumus tidak perlu dibayarkan 2) semua harta yang berasal dari karun. Apabila jumlahnya sesuai dengan syarat nilai minimum, darinya harus ada yang dikeluarkan untuk khumus. 3) kekayaan yang berasal dari laut seperti mutiara,batu karang dll. Apabila sesuai dengan syarat nilai minimum, dari harta ini harus ada yang di keluarkannya khumus di antaranya hadiah, pemberian, warisan, mahar, dll

Rincian khumus sangat rumit dan harus selalu ditanyakan kepada seorang mujtahid sebelum mengeluarkan khumus.

Kaum Sunni menolak ketentuan tersebut meskipun terdapat dalam kirab Allah SWT. Selain itu hal tersebut di riwayatkan dalam Shahih al-Bukhari jilid 2. hal 136-137 bahwa Nabi Muhammad bersabda " harta yang terkubur dalam tanah pada zaman jahiliah berlaku ketentaun khumus " selain itu. Ibnu Abbad. Perawi hadis paling terkenal dalam pandangan kaum Sunni, berkata bahwa mutiara yang berasal dari dalam laut terkena kewajidan khumus. Jelaslah bahwa khumus tidak terbatas pada harta rampasan perang semat. Sebagimana yang diklaim kaum Sunni, tetapi meliputi seluruh persoalan di atas.

Apabila sebuah negara Islam Sunni yang benar di tegakan, ia tidak akan dapar memenuhi kewajiban financialnya karena tergantung hanya pada zakat. Yakni hanya 25% dari kekayaan seseorang. Secara realitas, dapatkah sebuah Negara Islam. Sebagaimana yang diidamkan kaum Sunni. Bertahan dengan pendapatan 2.5% setahun dari umat Islam? Dapatkah Negara ini membangun infrastruktur yang akan mengokong dan lain- lain? Tentu tidak, karena 2.5% tidaklah mencukupi, walau hanya dalam selintas imajinasi saja.

Khumus juga menjadi tujuan yang sangat penting dalam masyarakat Syi'ah saat ini. Khumus membantu para mujtahis mempertahankan kemerdekaan dan keterlepasan dari implikasi politik yang akan terjadi apabila seorang ulama menjadi tergantung kepada pemerintahan untuk memenuhi kebutuhannya. Para ulama Sunni di Negara - Negara Islam menerima pendapatan dari pemerintahan yang artinya mereka tidak dapat mengucapkan sepatah kata keberatan kepada kebijakan penguasa karena sumber pendapatan mereka akan terancam. Para ulama Syi'ah di sisi lain. Tidak menerima dana dari pemerintahan. Dengan cara ini, mereka bebas untuk mengabdikan hidup mereka bagi kaum keadilan umat.

Berikut ini pembahasan bagaimana kaum Syi'ah mengatur harta Zakar. Zakat menutur. Fikih Syi'ah hanya dalam kategori berikut, hewan ternak (unta, sapi, kambing, domba) perak, emas, kurma, gandum, Perlu diperhatikan meskipun zakat tidak wajib dalam bentuk yang seperti yang dikeluarkan untuk khumus, bagi kaum Asyi'ah, dianjurkan untuk mengeluarkan zakat dalam bentuk benda - benda selain bentuk yang disebutkan di atas dengan cara yang sama sebagaimana kaum Sunni mengatur zakat ( 2.5%).

Rincian zakat tidak serumit seperti khumus, tetapi ada detail yang harus di perhatikan. Contohnya, sejak kapan ladang gandum di panen. Diairi air hujan atau air biasa? Selain itu ada jumlah minimum untuk jumlah hewan ternak yang harus memenuhi syarat dikeluarkannya zakat. Ada juga zakat fitrah, yang di bayar pada hari pertama setelah puasa Ramadhan usai.

Kesimpulannya, kami ingin menggugat rasa keadilan, objektifitas serta rasa takwa anda kepada Allah SWT untuk mengetahui bahwa kaum Syi'ah adalah pengikut agama Islam sebagiamana agama ini harus di laksanakan. Ahli hukum Sunni telah mengubah banyak aspek agama Allah SWT, dan kami tidak membahasnya di sini untuk dicaci maki, tetapi berusahalah untuk berlaku adil dan menilai Syi'ah dengan objektif! Bukanlah kami melaksanajan Quran lebih baik daripada orang lain! Bukankah kami mematuhi Sunnah Nabi Muhammad daripada orang lain? Kami menggunakan alasan untuk menjelaskan keyakinan kami, dan bukan pengikut yang membabi buta? Bukankah demikian?



Catatan kaki :
1. Shahih al-Bukhari, hadis 5551
2. Shahih al-Bukhari, hadis 5713
3. Referensi hadis Sunni: fada'il ash-Shahabah,Ahmad bin Hanbal, jilid 2, hal 662,. Hadis 1129; ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 3, bal. 167;Manaqib Ahmad
4. Sebagian besar diambil dari buku Reliance of the Traveller (Umdat as-salak) oleh Ahmad bin Naqib Misri (702/1302-769/13681), diterjemahkan oleh Noah Ha Min Keller.
5. Dua kata " Tat-taquh" dan " tuqatan" sebagimana yang disebutkan dalam bahasa Quran-nya, berasal dari kata yang sama, " taqiyah"
6. Abu Bakar razi, Ahkam al-Quran, Jilid 2, hal 10
7. Jalaluddin Suyuthi, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athun, jilid 2, hal 178
8. as-Sirah al-Halabiyyah, jilid 3, hal 61
9. Jalaluddin Suyuthi dalam kitavbnya, al-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir al-Ma'athur. Jilid 2 hal 176
10. Shahih al-Bukhari, jilid 7, hal 102
11. Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, Julis 7 hal 81
12. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Versi bahasa inggri ) bab 1527, jilid 4 hal 1373 hadis 1303
13. Lihatlah Shahih Muslim, jilid 4 bab 1927, hadis 1303, hal 1373, hanya versi bahasa Inggris Abdul hamis Siddiqi
14. Islam Syi'ah Allamah Sayid Muhammad Husain Thabathaba'i diterjemahkan oleh Sayid Husein Nasir, hal 223-225
15. Ibnu Taimiyah, Minhaj, jilid 213 dan Tafsir Ibnu Katsir
16. Ibnu Khaldun, Tarikh, jilid 2, bag. II hal, 54 ( Beirut, 1971); Ibnu Katsir al-Bidatyah wa an-Nihayah, jilid 5, hal 76-77 ( Beirut, 1966); Ibnu Hisyam, Sirah, jilid 4. hal 179 ( Beirut 1975)
17. Abu Ubaid, al-Ammal, hal 13 ( Beirut, 1981); Haklim al-Mustadrak, jilid 1, hal 395 ( Hyderabad, 1340H); Ja' far Murtadha Amili, Ash-Shahih if Sirat an-Nabi, jilid 3, hal 309 ( Qum, 1983)
18. Shahih al-Bukhari, Hadis 4327, jilid 4. hal. 212-213 ( Beirut); Abu Ubaid, al-Amwal. Hal 12 ( Beirut, 1981)
19. Shahih al-Bukhari, jilid 4, hal 44.

52